EDISI 290_Fanatisme Golongan dan Dampaknya

advertisement
1. Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah
berkata, “Haram bagi siapa saja yang tidak
mengetahui dalil mazhabku/pendapatku untuk
berfatwa dengan ucapanku. Karena kami manusia
biasa, berpendapat dengan sebuah pendapat di hari
ini, dan terkadang berpendapat yang lain darinya
esok hari.”
2. Al-Imam Malik rahimahullah berkata,
“Sesungguhnya saya hanyalah manusia biasa, bisa
salah dan bisa benar. Maka lihatlah pendapatku
jika sesuai dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah
maka ambillah (pendapatku tersebut). Namun jika
menyelisihi Al-Qur`an dan As-Sunnah maka
tinggalkanlah pendapatku.”
3. Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
“Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu
yang menyelisihi sunnah Rasulullah maka
berpeganglah dengan sunnah Rasulullah dan
tinggalkanlah ucapanku.”
4. Al-Imam Ahmad bin Hanbal
rahimahullah berkata, “Janganlah kalian taklid
kepadaku, kepada Malik, kepada asy-Syafi’i, atau
al-Auza’i. Ambillah (pendapat) dari mana mereka
mengambil.”
Pembaca yang dirahmati Allah, dari sini
menjadi jelaslah bagi kita bahwa sikap fanatik
dan taklid buta terhadap para imam mazhab
yang ada tidak diperbolehkan bagi siapapun.
Bahkan, fanatik dan taklid buta terhadap para
imam mazhab dapat menimbulkan mafsadah
(efek negatif) dalam kehidupan beragama. Di
antaranya adalah sebagaimana disebutkan
oleh Ibnul Qayyim rahimahullah:
1. Fanatik terhadap mazhab menjadi sebab
ditolaknya nash-nash dari Al-Qur`an dan AsSunnah yang shahih ketika tidak sesuai
dengan mazhab yang ia pegangi.
www.salafy.or.id
2. Memperbanyak munculnya hadits-hadits
lemah bahkan palsu dalam rangka membela
mazhab.
3. Membatasi diri dengan salah satu
mazhab tanpa melihat mazhab yang lain
apalagi mengambil pelajaran ilmiah darinya.
4. Tersebarnya sikap taklid dan jumud serta
menutup rapat-rapat pintu ijtihad.
Oleh karena itu, wajib bagi kita semua umat
Islam untuk meninggalkan sikap fanatik dan
taklid buta. Kemudian berupaya berpegangteguh dengan Al-Qur`an dan Sunnah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam serta
bimbingan para sahabatnya yang mulia.
Semoga dengan itu kita diselamatkan dari
penyakit fanatisme yang dapat mengantarkan
kepada perpecahan umat. Amin.
Wallahu a’lamu bish shawab.
Pe n u l i s : A l - U s t a d z A b u H a b i b
hafizhahullaah
http://www.buletin-alilmu.com/fanatismegolongan-dan-dampaknya
Para pembaca yang mulia, kehidupan
bermasyarakat yang diliputi rasa aman,
tentram, dan kebersamaan adalah impian
semua orang. Betapa indahnya sebuah
kehidupan yang tegak di atas persaudaraan,
saling memiliki, saling menghormati dan
saling menghargai.
Al-Imam al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah
berkata: “Allah memerintahkan kepada mereka
(umat Islam, red) agar bersatu dan melarang
mereka dari perpecahan. Dalam banyak hadits juga
terdapat larangan dari perpecahan dan perintah
untuk bersatu dan berkumpul.” (Tafsir Ibnu Katsir,
1/367)
Kehidupan indah di atas merupakan
cermin kehidupan yang dihadirkan oleh Islam
di muka bumi ini, melalui kitab suci AlQur`an dan petuah-petuah Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Nabi akhir zaman
serta bimbingan para sahabatnya para
pembawa panji kebenaran.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Seorang mukmin dengan mukmin lainnya
ibarat bangunan yang saling mengokohkan antara
satu dengan yang lainnya.” (HR. al-Bukhari dan
Muslim)
“Seorang muslim itu adalah saudara bagi
muslim lainnya. Dia tidak akan menzaliminya,
“Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan dan tidak pula membiarkannya jatuh dalam
tali agama Allah dan janganlah kalian berpecah- kebinasaan…” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
belah…” (Ali ‘Imran: 103)
Namun, demikianlah manusia.
Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:
Keinginannya untuk memperturutkan hawa
nafsu sangat besar. Kecondongannya untuk
saling berbangga diri dan menonjolkan
kelompok dan golongannya pun amat kuat.
Tak heran bila Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa
menegur mereka dengan firman-Nya
subhaanahu wa ta’aalaa:
“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang
mempersekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang
memecah belah agama mereka dan mereka menjadi
beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa
bangga dengan apa yang ada pada golongan
mereka.” (Ar-Rum: 31-32)
Di antara sebab menonjol terjadinya
perpecahan dan saling berbangga diri dalam
kehidupan bermasyarakat adalah fanatisme
golongan. Yaitu sikap fanatik terhadap suatu
golongan dengan mengajak orang lain agar
membela golongannya dan bergabung
bersamanya dalam rangka memusuhi
lawannya baik dalam kondisi terzalimi atau
menzalimi. (Lihat Lisanul ‘Arab)
Dalam bahasa Arab, fanatisme golongan
disebut dengan (‘ashabiyah) dan (ta’ashshub).
Dari sini kita fahami bahwa fanatisme
adalah sikap memposisikan diri pada sebuah
golongan, membelanya secara membabi-buta
tanpa memperhatikan nilai-nilai kebenaran
yang ada, dan mengajak orang lain agar
bergabung bersamanya.
kronis ini telah menimpa umat terdahulu,
bahkan umat Islam yang kita berada padanya
hingga memecah belah persatuan mereka.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Umat Yahudi terpecah belah menjadi 71
golongan, umat Nashrani terpecah belah menjadi
72 golongan, dan umatku akan terpecah belah
menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam
neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya:
‘Siapa dia wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab:
(golongan) yang berada di atas apa yang aku dan
para sahabatku berada.” (HR. at Tirmidzi)
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali
hafizhahullaah berkata, “Sesungguhnya sikap
fanatik adalah penyakit kronis yang telah
membinasakan umat terdahulu dan sekarang.
Penyakit inilah yang pertama kali terjadi dalam
sejarah makhluk-makhluk yang Allah
subhaanahu wa ta’aalaa ciptakan, yaitu saat
menimpa iblis terlaknat. Dengan sebab itulah
ia menjadi makhluk pertama yang bermaksiat
kepada Allah subhaanahu wa ta’aalaa.
Kefanatikannya terhadap bahan asal
penciptaannya (yakni, api) menyebabkannya
kufur dan menolak perintah Allah subhaanahu
wa ta’aalaa untuk sujud penghormatan kepada
Nabi Adam ‘alaihis salaam. Sebagaimana
firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa dalam AlQur`an:
“Engkau (Allah) menciptakan aku dari api
Para pembaca yang mulia, dalam topik
sementara Engkau menciptakan dia (Adam) dari
kehidupan bermasyarakat, fanatisme tidak
tanah liat.” (Al-A’raf: 12)
hanya terbatas pada golongan saja. Terkadang
(Lihat at-Ta’ashshub adz-Dzamim wa Atsaruhu
fanatisme juga terjadi terhadap mazhab,
hlm. 20)
tokoh, kabilah/suku, ataupun yang lainnya.
Bagaimanakah sikap Islam terhadap
fanatisme itu? Dalam agama Islam yang dibawa
Mengapa Fanatisme itu Terjadi?
oleh Rasululllah, sikap fanatik terhadap
Muncul satu pertanyaan, bukankah
golongan, mazhab, tokoh, kabilah/suku,
fanatisme
itu merupakan penyakit kronis yang
ataupun yang lainnya itu merupakan penyakit
berbahaya
bagi suatu umat, lalu mengapa
kronis yang berbahaya. Sungguh penyakit
sampai menimpa mereka?
Ketahuilah bahwa terserangnya suatu umat
oleh penyakit kronis ini karena tingginya rasa
ego pada diri mereka dengan merasa lebih dari
selain mereka. Baik yang sifatnya sangat
pribadi, seperti yang terjadi pada iblis, atau
pun yang berkaitan dengan pihak lain seperti
nenek moyang, mazhab, tokoh dll. Sehingga
menjadilah ia sebagai penghalang bagi mereka
untuk menerima kebenaran dari pihak lain.
sallam berkata kepada Abu Thalib di akhirakhir kehidupannya itu, “Wahai pamanku,
ucapkanlah Laa ilaaha illallah sebuah kalimat
yang aku akan membela engkau dengannya di
hadapan Allah!” Maka Abu Jahl segera
menimpali, “Wahai Abu Thalib, apakah engkau
membenci agama ‘Abdul Muththalib (ayah Abu
Thalib)?” Setiap kali Rasulullah mengulangi
ucapannya maka ditimpali oleh Abu Jahl
dengan perkataan yang sama, “Apakah engkau
membenci agama ‘Abdul Muththalib?” Akhirnya
Abu Thalib meninggal dunia dalam keadaan
kafir karena terpedaya ucapan Abu Jahl untuk
tetap berpegang dengan agama kekafiran yang
dianut oleh nenek moyangnya. (Lihat kisah ini
dalam Shahih Muslim, Kitabul Iman)
K asus-k asus fanatisme di tengah
masyarakat tentunya beragam. Akan tetapi
yang paling banyak terjadi di setiap umat dari
masa ke masa adalah fanatik terhadap nenek
moyang/pendahulu dan ajaran mereka.
Tanpa peduli apakah pendahulu mereka di
atas Al-Haq (kebenaran) atau tidak.
Apakah Boleh Fanatik terhadap Salah
Sebagaimana yang Allah jelaskan dalam
beberapa ayat Al-Qur`an saat mereka Satu dari Empat Mazhab yang Ada?
menolak dakwah para rasul. Di antaranya
Merupakan sesuatu yang maklum dalam
adalah firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa:
kehidupan beragama, bolehnya mengikuti
“Dan sungguh telah Kami utus Nuh kepada mazhab imam yang empat yang tersebar di
kaumnya dan ia berkata, ‘Wahai kaumku, kalangan umat Islam; hanafi, maliki, syafi’i
beribadahlah kepada Allah tidak ada bagi kalian dan hanbali, dengan memahami dalil-dalilnya
sesembahan selain Dia (Allah), tidakkah kalian dan tidak mempertahankan pendapat
bertakwa? Maka sebagian orang-orang kafir dari mazhabnya saat bertentangan dengan Alkaumnya menjawab, ‘Tidaklah ia (Nuh) kecuali Qur`an dan Sunnah Rasulullah shallallaahu
manusia biasa seperti kalian, seandainya Allah ‘alaihi wa sallam.
kehendaki pasti Dia akan mengutus malaikat,
Adapun sikap fanatik terhadap salah satu
kami belum pernah mendengar ajakan (dakwah)
dari
empat mazhab tersebut, dan meyakini
seperti ini pada nenek moyang kami dahulu.”
salahnya
mazhab selainnya, serta tidak
(Ghafir: 5)
mengindahkan kebenaran yang ada,
Demikian pula yang terjadi pada dua tokoh merupakan sebab rusaknya persatuan umat.
kafir Quraisy Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Terlebih jika fanatik dan taklid tersebut
Umayyah, dengan alasan yang sama mereka dilandasi ketidakpahaman terhadap mazhab
menolak dakwah Rasulullah shallallaahu yang dianut.
‘alaihi wa sallam dan mengajak Abu Thalib
Pa r a i m a m m a z h a b p u n t i d a k
paman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menganjurkan
atau bahkan melarang umat
di akhir-akhir kehidupannya kepada ajaran
Islam
bersikap
fanatik dan taklid kepada
nenek moyang tersebut.
mereka. Sebagaimana pernyataan mereka
Tatkala Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa berikut ini:
Download