BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pasar Modal II.1.1 Pengertian Pasar Modal Mengacu pada pendapat Darmadji dan Fakhruddin (2006), pengertian pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya. Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 memberikan pengertian yang lebih spesifik mengenai pasar modal, yaitu “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.” Pasar modal pada hakikatnya adalah jaringan tatanan yang memungkinkan pertukaran klaim jangka panjang, penambahan financial assets (dan hutang) pada saat yang sama, memungkinkan investor untuk mengubah dan menyesuaikan portfolio investasi (melalui pasar sekunder). Mengacu pada pendapat Widoatmodjo (2008), pasar modal dapat dikatakan pasar abstrak, di mana yang diperjualbelikan adalah dana-dana jangka panjang, yaitu dana yang keterikatannya dalam investasi lebih dari satu tahun. 6 II.1.2 Efek Yang Diperdagangkan di Pasar Modal Efek yang diterbitkan dan diperdagangkan di pasar modal Indonesia adalah: 1. Saham (Stock) Tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. 2. Obligasi (Bond) Surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh suatu lembaga dengan nilai nominal (nilai pari/par value) dan waktu jatuh tempo tertentu. 3. Right (Right) Hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD), yang muncul ketika emiten melakukan penawaran saham kedua. 4. Waran (Warrant) Hak untuk membeli saham atau obligasi dari satu perusahaan dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya oleh penerbit waran/perusahaan emiten. 5. Reksa dana (Mutual fund) Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portfolio Efek oleh Manajer Investasi. 6. Kontrak berjangka indeks saham (Index futures) Instrumen keuangan di mana produk yang menjadi underlying asset adalah berupa indeks. 7 7. Kontrak opsi saham (Single stock option) Instrumen derivatif yang memberikan Hak untuk membeli (call) dan menjual (put) saham pada harga, jangka waktu, dan dalam jumlah tertentu. 8. Surat Utang Negara (SUN) Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. 9. Instrumen syariah (obligasi syariah, reksa dana syariah) II.1.3 Manfaat Pasar Modal Manfaat pasar modal adalah sebagai berikut : 1. Menyediakan sumber pendanaan atau pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal. 2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi. 3. Menyediakan indikator utama (leading indicator) bagi trend ekonomi negara. 4. Memungkinkan penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah. 5. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik. 8 6. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dengan prospek yang baik. 7. Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan risiko yang bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi. 8. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses kontrol sosial. 9. Mendorong pengelolaan perusahaan dengan iklim terbuka, pemanfaatan manajemen profesional, dan penciptaan iklim berusaha yang sehat. II.2 Pemahaman Mengenai Saham Definisi Saham menurut Basir (2005) adalah sebagai berikut: “Merupakan surat berharga yang menunjukkan kepemilikan seorang investor di dalam suatu perusahaan. Artinya jika seseorang membeli saham suatu perusahaan, berarti dia telah menyertakan modal ke dalam perusahaan tersebut sebanyak jumlah saham yang dibeli” (h. 11). Saham merupakan surat berharga yang dikeluarkan sebuah perusahaan dalam rangka menambah modal disetor perusahaan tersebut. Jika sebuah perusahaan menjual sebagian sahamnya kepada masyarakat luas atau publik maka perusahaan tersebut dikatakan go public atau telah menjadi perusahaan publik, dalam arti kepemilikan atas perusahaan tersebut tidak hanya dimiliki sekelompok orang atau orang-orang yang mendirikan perusahaan tersebut, namun kepemilikannya telah menyebar ke banyak pihak. 9 II.2.1 Jenis-jenis Saham II.2.1.1 Ditinjau dari Segi Kemampuan dalam Hak Tagih atau Klaim. 1. Saham Biasa (Common Stocks), yaitu merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling bawah terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. 2. Saham Preferen (Preferred Stocks), merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi bisa juga tidak mendatangkan hasil, seperti yang dikehendaki investor. II.2.1.2 Ditinjau dari Kinerja Perdagangan. 1. Saham unggulan (Blue-Chip Stock), yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen. 2. Saham pendapatan (Income Stock), yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. 3. Saham pertumbuhan (Growth Stock - well known), yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. 4. Saham spekulatif (Speculative Stock), yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun 10 ke tahun, akan tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum pasti. 5. Saham siklikal (Counter Cyclical Stock), yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi mikro maupun situasi bisnis secara umum. II.2.2 Keuntungan Berinvestasi Saham Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham, yaitu: 1. Dividen (dividend) adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Investor yang berhak menerima dividen adalah investor yang memegang saham hingga batas waktu yang ditentukan oleh perusahaan pada saat pengumuman dividen. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai (cash dividend), yaitu kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah Rupiah tertentu untuk setiap saham, atau dapat pula berupa dividen saham (stock dividend), yaitu kepada setiap pemegang saham diberikan dividen dalam bentuk saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang investor akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut. 2. Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham 11 di pasar sekunder. Umumnya investor jangka pendek mengejar keuntungan melalui capital gain dan menuju ke arah spekulasi, yaitu membeli saham pada pagi hari, menjualnya lagi pada siang hari jika harga saham mengalami kenaikan. II.2.3 Risiko Berinvestasi Saham Saham dikenal dengan karakteristik “imbal hasil tinggi, risiko tinggi” (high risk, high return). Artinya, saham merupakan surat berharga yang memberikan peluang keuntungan dan potensi risiko yang tinggi. Saham memungkinkan investor untuk mendapatkan imbal hasil atau capital gain yang besar dalam waktu singkat. Namun, dengan sering berfluktuasinya harga saham, maka saham juga dapat membuat investor mengalami kerugian besar dalam waktu singkat. Risiko investor yang memiliki saham, di antaranya: 1. Tidak Mendapat Dividen Perusahaan akan membagikan dividen jika operasinya menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, perusahaan tidak dapat membagikan dividen jika mengalami kerugian. Dengan demikian, potensi keuntungan investor untuk mendapatkan dividen ditentukan oleh kinerja perusahaan tersebut. 2. Capital Loss Dalam aktivitas perdagangan saham, investor tidak selalu mendapatkan capital gain atau keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya investor harus menjual saham dengan 12 harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian, seorang investor mengalami capital loss. 3. Perusahaan Bangkrut atau Dilikuidasi Jika sebuah perusahaan bangkrut, maka tentu saja akan berdampak secara langsung terhadap saham perusahaan tersebut. Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di Bursa Efek, jika sebuah perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa atau di-delist. 4. Saham Dikeluarkan dari Bursa (Delisting) Saham perusahaan di-delist dari bursa umumnya dikarenakan kinerja yang buruk, misalnya dalam kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan, mengalami kerugian beberapa tahun, tidak membagikan dividen secara berturut-turut selama beberapa tahun, dan berbagai kondisi lainnya sesuai Peraturan Pencatatan Efek di Bursa. Darmadji et al. menjelaskan saham yang telah tercatat di bursa (listed) dapat mengalami delisting, yaitu penghapusan pencatatan dari daftar saham di bursa. Saham yang telah mengalami delisting dapat tercatat kembali di bursa atau yang dikenal dengan istilah relisting. BEJ mengatur ketentuan mengenai delisting dan relisting melalui Peraturan Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (delisting) dan Pencatatan Kembali (relisting) Saham di Bursa, yang mulai efektif berlaku sejak tanggal 19 Juli 2004. 13 • Delisting atas suatu saham dari daftar efek yang tercatat di bursa dapat terjadi karena: 1. Permohonan delisting saham yang diajukan oleh emiten yang bersangkutan (voluntary delisting); 2. Dihapus pencatatan sahamnya oleh bursa (forced delisting). • Persyaratan voluntary delisting 1. Telah tercatat sekurang-kurangnya lima tahun; 2. Disetujui RUPS (bukan RUPS Pemegang Saham Independen); 3. Buy back atas saham pemegang saham yang tidak menyetujui, yaitu pada harga tertinggi antara: a. Harga nominal; b. Harga pasar tertinggi selama dua tahun ditambah premi dua tahun, yaitu harga perdana x tingkat bunga SBI tiga bulan atau tingkat bunga obligasi pemerintah yang setara; c. Harga wajar berdasarkan laporan penilaian (appraisal). • Kriteria forced delisting 14 1. Emiten mengalami kondisi atau peristiwa secara signifikan mempengaruhi yang kelangsungan usaha, baik finansial atau hukum; 2. Dihentikan sementara (disuspensi) perdagangan sahamnya selama 24 bulan di pasar reguler dan pasar tunai. 5. Saham Dihentikan Sementara (Suspensi) Jika suatu saham di-suspend atau dihentikan perdagangannya oleh otoritas Bursa Efek, yang menyebabkan investor tidak dapat menjual sahamnya hingga suspensi tersebut dicabut. Suspensi biasanya berlangsung dalam waktu singkat, misalnya satu sesi perdagangan, dua sesi perdagangan, namun dapat pula berlangsung dalam kurun waktu beberapa hari perdagangan. II.2.4 Laba Per Saham (Earning Per Share/EPS) Laba per saham (earning per share/EPS) merupakan rasio yang menunjukkan bagian laba untuk setiap saham. EPS menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tergambar pada setiap lembar saham. Semakin tinggi nilai EPS tentu saja menyebabkan semakin besar laba dan kemungkinan peningkatan jumlah dividen yang diterima pemegang saham. EPS dihitung dengan rumus: 15 Umumnya perhitungan EPS menggunakan basis laporan keuangan akhir tahun (auditan), namun dapat pula menggunakan laporan keuangan tengah tahunan, atau laporan keuangan kuartalan. II.2.5 Price-Earning Ratio (PER) Price-Earning Ratio (PER) menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. PER dihitung dalam satuan kali. Bagi investor yang akan membeli saham, semakin kecil PER suatu saham, semakin bagus karena saham tersebut termasuk dalam kategori murah. PER dihitung dengan rumus: II.2.6 Return On Equity (ROE) ROE merupakan rasio keuangan yang banyak digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan, khususnya menyangkut profitablilitas perusahaan. ROE mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atas modalnya sendiri. ROE dihitung dengan rumus: 16 II.3 Aksi Korporasi (Corporate Action) Darmadji et al. memberikan definisi: Aksi korporasi merupakan aktivitas emiten yang berpengaruh terhadap jumlah saham yang beredar maupun terhadap harga saham di pasar. Aksi korporasi merupakan berita yang umumnya menarik perhatian pihak-pihak yang terkait di pasar modal, khususnya para pemegang saham. Keputusan aksi korporasi harus disetujui dalam suatu rapat umum, baik Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), ataupun Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Persetujuan pemegang saham adalah mutlak untuk berlakunya suatu aksi korporasi sesuai dengan peraturan yang ada di pasar modal. II.3.1 Aksi Korporasi dan Kepentingan Pemegang Saham Aksi korporasi merupakan istilah di pasar modal yang menunjukkan aktivitas strategis emiten atau perusahaan tercatat (listed company) yang berpengaruh terhadap kepentingan pemegang saham. Pengaruh tersebut dalam wujud perubahan jumlah saham yang beredar maupun harga saham. Beberapa bentuk aksi korporasi yang umumnya dilakukan emiten antara lain adalah : pembagian dividen baik tunai maupun saham, pemecahan saham (stock split) atau penyatuan saham (reverse split), saham bonus, penawaran umum terbatas (right issue), dan pembelian kembali saham (buy back). Di samping itu aksi korporasi juga mencakup aksi strategis emiten lainnya seperti; merger, akuisisi, spin off, penawaran umum perdana (initial public offering – IPO), secondary offering maupun additional listing 17 seperti private placement, konversi saham baik dari waran, rights, ataupun obligasi. Kebijakan itu dapat dilakukan terpisah ataupun terkait antara satu dengan yang lainnya tergantung dari keputusan pemegang saham tersebut. Aksi korporasi merupakan aktivitas emiten yang menarik perhatian pelaku pasar seperti analis saham, manager investasi, manajer dana (fund manager), investor, atau pemegang saham. Umumnya pihak-pihak yang berkepentingan akan mencermati dengan seksama setiap langkah yang dilakukan manajemen emiten dalam proses aksi korporasi; baik sejak rencana hingga proses pelaksanaannya. Pemegang saham berkepentingan dengan aksi korporasi karena beberapa hal seperti: 1. Perubahan komposisi kepemilikan dan dilusi saham. Sebuah aksi korporasi dapat mengakibatkan berubahnya komposisi pemegang saham serta dapat berakibat menurunnya persentase kepemilikan (dilusi saham), sebagai contoh, jika pemegang saham/investor tidak mengambil bagian dalam rangka right issue. 2. Dana tambahan. Pemegang saham tidak selalu memiliki dana tambahan untuk turut serta dalam sebuah aksi korporasi, misalnya pada right issue. 3. Perubahan permodalan perusahaan. Aksi korporasi yang menyangkut perubahan saham dapat berakibat pada perubahan pada sisi modal sendiri (ekuitas), dan dapat berdampak pada perubahan pada indikatorindikator yang berkaitan dengan permodalan. 4. Jumlah saham beredar. Jumlah saham yang beredar dapat berubah, bertambah atau berkurang secara cukup signifikan di pasar. Hal 18 tersebut tentu saja dapat berpengaruh terhadap kinerja saham atau likuiditas perdagangan saham. Faktor lain yang terpengaruh atas perubahan jumlah saham beredar adalah perubahan laba per saham (earning per share). 5. Harga saham. Aksi korporasi dapat berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham di pasar; di mana harga saham merupakan perhatian utama bagi pemegang saham khususnya investor yang aktif memeperdagangkan sahamnya terlebih bagi investor dengan horizon waktu yang pendek atau lebih ekstrem lagi bagi para investor yang memperdagangkan sahamnya dalam kurun waktu harian (day-trader). 6. Dividen. Bagi pemegang saham atau lebih khusus lagi pemegang saham dengan horizon waktu jangka panjang (long term investment) atau investor institusi maka suatu aksi korporasi yang dilakukan emiten misalnya merger atau peningkatan modal dapat berakibat pada meningkatnya kinerja perusahaan yang berujung pada peningkatan profitabilitas yang berarti peluang dividen yang lebih besar. 7. Likuiditas. Hal ini mencerminkan laju perdagangan saham atau sejauh mana suatu saham aktif atau tidaknya diperdagangkan. Pada titik ekstrem terdapat beberapa saham yang tidak aktif diperdagangkan dalam kurun waktu tertentu atau dikenal sebagai saham tidur. Penyebab tidak likuidnya suatu saham dapat disebabkan oleh kinerja emiten tersebut, namun dapat pula disebabkan harga saham yang terlalu tinggi. Pada titik lainnya terdapat beberapa saham yang selalu aktif diperdagangkan sehingga memudahkan investor dalam 19 melakukan jual dan beli. Investor khusunya jangka pendek berkepentingan dengan likuiditas suatu saham, karena hal tersebut memungkinkan terciptanya peluang capital gain bagi investor. Aksi korporasi misalnya meningkatnya pemecahan likuiditas saham perdagangan dapat saham, berakibat yang pada tentunya merupakan hal positif bagi investor. 8. Strategi investasi. Setiap investor baik institusi maupun perorangan memiliki preferensi berbeda baik terhadap peluang keuntungan (return) maupun potensi kerugian atau risiko (risk). Preferensi tersebut tercermin dalam strategi yang dijalankan investor. Ada investor yang memegang saham untuk kurun waktu yang lama di mana fokusnya adalah dividen, sementara investor lainnya dengan horizon waktu jangka pendek di mana yang menjadi fokusnya adalah capital gain. Bahkan ada tipe investor yang keputusan atau perputaran investasinya didasarkan pada pertimbangan kurun waktu tertentu. Misalnya ada investor yang memutar investasinya setiap tiga bulanan, maka apa pun kondisinya ia akan melakukan rotasi atas saham-sahamnya dalam kurun waktu tersebut. Strategi investasi yang berbeda tentu akan memandang aksi korporasi dalam sudut pandang dan kepentingan berbeda. Sebagai contoh, pada day trader tidak berkepentingan dengan rencana emiten untuk membagikan dividen. 9. Portofolio investasi. Manager investasi suatu portofolio atau reksa dana berkepentingan bagaimana meningkatkan nilai portofolio investasi yang dikelolanya. Nilai atau kinerja portofolio sangat 20 ditentukan sumbangan nilai yang diberikan salah satu komponen portofolio tersebut, misalnya sebagian saham dalam portofolio tersebut merupakan saham dalam sektor perbankan. Manager investasi tersebut tentu berkepentingan jika salah satu saham yang dikelolanya akan melakukan right issue. Terlebih jika dalam kurun waktu yang relatif sama, manager investasi tersebut dihadapkan dengan beberapa rencana aksi korporasi atas saham-saham yang dikelolanya. II.3.2 Landasan Hukum Pelaksanaan Aksi Korporasi Umumnya pelaksanaan aksi korporasi mengacu kepada landasan hukum atau beberapa ketentuan yang diatur dalam: 1. Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, berisikan berbagai hal fundamental atas pendirian awal suatu perseroan, penyetoran modal, nilai nominal saham, ketentuan tentang pemegang saham, Rapat Umum Pemegang Saham, pembelian kembali saham, penambahan modal, penggabungan perusahaan, pembubaran perusahaan, dan lain-lain. 2. Ketentuan Badan Pengawas Pasar Modal. Seluruh perusahaan publik di samping mengikuti ketentuan yang diatur dalam UU PT, juga mengikuti berbagai peraturan yang ada di pasar modal baik UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maupun aturan-aturan Badan Pengawas Pasar Modal yang berkaitan dengan berbagai bentuk aksi korporasi. 21 3. Ketentuan Bursa. Sebagai perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa, pelaksanaan aksi korporasi juga harus memenuhi beberapa ketentuan yang ada di Bursa, khususnya yang berkaitan dengan peraturan pencatatan. Beberapa aturan yang masuk dalam ruang lingkup peraturan pencatatan BEI, antara lain: • Peraturan I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan Oleh Perusahaan Tercatat. • Peraturan I-E tentang Kewajiban Penyampaian Informasi. • Peraturan I-G tentang Penggabungan Usaha dan Peleburan Usaha. • Peraturan I-H tentang Sanksi. • Peraturan I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa. II.3.3 Rapat Umum Pemegang Saham Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan organ tertinggi perseroan terbatas seperti yang tertuang dalam UUPT No. 1 Tahun 1995, di mana dinyatakan: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris (Pasal 1 angka 3 UUPT). 22 RUPS tidak saja merupakan pertemuan para pemegang saham untuk menilai kinerja perseroan selama satu periode tahun buku termasuk alokasi penggunaannya, penunjukkan akuntan baru, dan lain-lain, namun juga merupakan sarana untuk memutuskan berbagai keputusan strategis perusahaan, termasuk keputusan aksi korporasi. Seperti yang telah diatur dalam UUPT No. 1 Tahun 1995, keputusankeputusan aksi korporasi yang berkaitan dengan perubahan anggaran dasar, modal, pembelian kembali saham, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pembubaran, dan lain-lain, merupakan wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. Pada forum RUPS, para pemegang saham dengan hak suara yang dimiliki, dapat menyetujui, menolak, atau tidak memberikan suara (abstain) atas suatu usulan agenda. Tidak jarang, keputusan suatu agenda menyisakan kekecewaan pada sekelompok pemegang saham yang kalah jumlah ketika dilakukan pemungutan suara. Dalam konteks kepemilikan atau penyertaan dalam suatu perseroan, memang jumlah atau porsi kepemilikan sangat berpengaruh terhadap suatu keputusan, di mana pemegang saham mayoritas (majority shareholders) akan mendominasi hasil akhir sebuah keputusan. Keputusan mengenai RUPS diatur dalam Undang-undang PT, yaitu antara lain: • RUPS terdiri atas RUPS Tahunan dan RUPS lain yang dapat dilakukan atas permintaan pemegang saham atau dalam hal perseroan akan melakukan hal-hal yang mempersyaratkan 23 dilakukannya RUPS, misalnya penggabungan usaha. Apabila permohonan pemegang saham untuk mengadakan RUPS telah lewat 30 hari sejak tanggal permintaan, maka pengadilan negeri dapat memberikan izin kepada pemohon untuk melakukan sendiri pemanggilan RUPS (Pasal 65 UUPT). • RUPS oleh Perusahaan Terbuka wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 14 hari sebelum pemanggilan RUPS (Pasal 70 UUPT). • RUPS dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili 1/2 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali RUPS kedua dihadiri 1/3 bagian, RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar dihadiri 2/3 bagian, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, pengambilan keputusan untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perusahaan, pembubaran perusahaan dan memperpanjang jangka waktu pendirian perseroan dihadiri oleh 3/4 bagian, atau anggaran dasar menentukan lain (Pasal 73 dan 75 UUPT). II.4 Dividen Dividen menurut Darmadji et al. adalah sebagai berikut: 24 “Pembagian sisa laba bersih perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham atas persetujuan RUPS. Dividen dapat berbentuk tunai (cash dividend) atau saham (stock dividend)” (h. 178). Menurut pendapat Sulistyastuti (2002): Kebijakan pemberian dividen tidak saja membagikan keuntungan yang telah diperoleh perusahaan kepada para investor, tetapi kebijakan perusahaan membagikan dividen harus selalu diikuti dengan pertimbangan adanya kesempatan investasi kembali (reinvestment). Ukuran yang menentukan proporsi laba yang diinvestasikan kembali biasa adalah retention ratio. Retention ratio diperoleh dari = 1 - dividend payout ratio. II.4.1 Jenis-jenis Dividen Dividen dapat diberikan dalam berbagai bentuk. Dilihat dari bentuk dividen yang didistribusikan kepada pemegang saham, dividen dapat dibedakan menjadi beberapa jenis: 1. Dividen tunai (cash dividend), dividen yang dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk kas (tunai). 2. Dividen saham (stock dividend), dividen yang dibagi bukan dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk saham perusahaan tersebut. 3. Dividen properti (property dividend), dividen yang dibagikan dalam bentuk aktiva lain selain kas atau saham, misalnya aktiva tetap dan surat-surat berharga. 4. Dividen likuidasi (liquidating dividend), dividen yang diberikan kepada pemegang saham sebagai akibat dilikuidasinya 25 perusahaan. Dividen yang dibagikan adalah selisih antara nilai realisasi aset perusahaan dikurangi dengan semua kewajibannya. Dari beberapa jenis dividen tersebut, jenis dividen yang sering dibagikan adalah dividen tunai dan dividen saham. Dari keduanya dividen tunai merupakan yang lebih sering dibagikan perusahaan, dan merupakan jenis dividen yang disukai oleh pemegang saham. II.4.2 Dividen Tunai Syarat-syarat dilakukannya dividen tunai, antara lain: 1. Memiliki dana kas yang cukup, sebelum merencanakan membagi dividen, emiten harus memiliki dana kas yang cukup untuk dibagikan dalam bentuk dividen kas kepada pemegang saham. Jika dividen yang dibagikan cukup besar dan emiten tidak memiliki dana kas yang cukup untuk membayar dividen dalam satu kali pembayaran, emiten dapat mempertimbangkan untuk melakukan pembayaran secara bertahap. Yang perlu diperhatikan bahwa ketentuan yang ada saat ini, dividen tunai wajib dibayarkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) Hari Bursa setelah tanggal Daftar Pemegang Saham (DPS) yang berhak atas dividen tunai (Peraturan Perdagangan Efek PT Bursa Efek Jakarta Nomor II-A.1 tentang Ketentuan Umum Perdagangan Efek di Bursa Efek Jakarta huruf C.7.e). 26 2. Memiliki saldo laba ditahan yang cukup, sumber dividen tunai adalah laba ditahan. Untuk dapat membagi dividen tunai, tentunya perusahaan harus memiliki saldo laba ditahan yang cukup. 3. Telah disetujui oleh RUPS, rencana pembagian dividen hanya dapat dilakukan jika telah disetujui RUPS. Jika RUPS telah menyetujui untuk membagi dividen tunai, maka perusahaan sudah harus mengakui adanya kewajiban dividen tersebut. II.4.3 Dividen Saham Jika emiten ingin membagi dividen tapi tidak memiliki dana kas yang cukup, emiten dapat mempertimbangkan untuk membagi dividen saham. Dengan membagi dividen saham, perusahaan memperoleh manfaat berupa saving kas sehingga dana kas tersebut dapat dipakai untuk tujuan yang lain, namun disisi lain pemegang saham juga dapat menikmati adanya tambahan saham walaupun secara riil, nilai investasinya sebenarnya tidak berubah. Di samping itu ada beberapa tujuan yang melatarbelakangi dibagikannya dividen saham: 1. Meningkatkan jumlah modal disetor perusahaan, dengan dibagikannya dividen saham, berarti perusahaan mengurangi saldo Akun Laba Ditahan dan ditransfer ke Akun Modal Saham Biasa. Dengan demikian, perusahaan dapat memiliki struktur permodalan yang lebih kuat. 2. Meningkatkan likuiditas perdagangan saham, dibagikannya dividen saham berakibat jumlah saham yang beredar akan 27 bertambah. Bertambahnya jumlah saham ini, secara teoretis akan menurunkan harga pasar saham setelah dibagikannya dividen saham. Semakin banyaknya jumlah saham yang beredar dan diikuti harga saham yang semakin murah akan mendorong peningkatan likuiditas perdagangan saham. Syarat-syarat pembagian dividen saham: 1. Memiliki saldo laba ditahan yang cukup, sebagaimana dividen tunai, dividen saham juga berasal dari pembagian laba ditahan. Perbedaan pengaruh dividen saham dengan dividen tunai adalah pada dividen saham tidak ada arus kas yang keluar dari perusahaan dan hanya pemindahan dari akun Laba Ditahan menjadi Modal Saham, sedangkan pada dividen kas perusahaan harus mengeluarkan kas untuk dibagikan kepada pemegang saham. Dengan demikian, jika perusahaan akan membagikan dividen saham, saldo laba ditahan harus mencukupi untuk pembagian dividen saham dimaksud. 2. Telah disetujui oleh RUPS, sebagaimana dividen tunai, pembagian dividen saham juga harus mendapatkan persetujuan para pemegang saham dalam RUPS. 3. Harga teoretis saham memenuhi ketentuan bursa, dalam Peraturan Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor I-A Tahun 2004 tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas selain Saham yang diterbitkan, huruf V.3.2. dinyatakan “Harga teoretis saham hasil 28 tindakan penerbitan saham baru sekurang-kurangnya Rp. 100 (seratus rupiah).” Selanjutnya pada huruf V.3.3. dinyatakan “Harga teoretis dihitung berdasarkan rata-rata harga penutupan saham perusahaan yang bersangkutan selama 25 (dua puluh lima) Hari Bursa berturut-turut di Pasar Reguler sebelum Perusahaan Tercatat melakukan iklan pengumuman mengenai akan dilakukannya pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham yang mengagendakan pembagian dividen.” II.4.4 Dividen Interim dan Final Mengacu pada pendapat Basir et al. dividen interim atau dividen sementara adalah dividen yang dibayarkan pada tahun berjalan sebelum pembukuan perusahaan ditutup. Dividen interim ini akan diperhitungkan sebagai bagian dari dividen final, sementara dividen final adalah dividen yang dibagikan setelah pembukuan perusahaan ditutup dan merupakan dividen akhir untuk tahun buku yang bersangkutan. II.4.5 Jadwal yang Berkaitan dengan Pembagian Dividen Salah satu faktor yang perlu diperhatikan khususnya para investor, adalah mengenai jadwal yang berkaitan dengan pembagian dividen serta jadwal lainnya yang berkaitan dengan dividen, misalnya kapan sebaiknya membeli suatu saham sehingga mendapat kesempatan untuk mendapatkan 29 saham yang tercatat sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. Berkaitan dengan jadwal pembagian dividen, terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui, yaitu: 1. Tanggal pengumuman (Declaration Date), merupakan tanggal pengumuman pembagian dividen yang disampaikan emiten. 2. Cum-Dividend Date, merupakan tanggal terakhir perdagangan saham yang masih mengandung hak untuk mendapatkan dividen (baik tunai maupun saham). 3. Ex-Dividend Date, merupakan tanggal di mana perdagangan saham sudah tidak mengandung hak untuk mendapatkan dividen. Jadi, jika membeli pada tanggal ini atau sesudahnya, maka saham tersebut sudah tidak lagi memberikan dividen. Sebaliknya, jika seseorang ingin menjual saham dan masih ingin mendapatkan hak dividen, maka ia harus menjual pada ex-dividend date atau sesudahnya. 4. Tanggal pencatatan (Recording Date), merupakan tanggal pencatatan atau tanggal penentuan para pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. 5. Tanggal pembayaran (Dividend Payment), merupakan tanggal pembayaran dividen kepada pemegang saham yang berhak. II.4.6 Pengaruh Cum dan Ex-Dividend Pada Harga Saham Secara umum pembagian dividen tunai direspon positif oleh investor, apalagi jika dividen yang dibagikan cukup besar. Harga saham perusahaan 30 yang membagikan dividen umumnya jika dianggap tidak ada faktor lain yang berpengaruh akan naik sesuai ke tingkat wajarnya sesuai dengan besarnya dividen yang dibagikan sampai dengan tanggal cum-dividend namun diperhitungkan juga pajak atas dividen sebesar 15% sesuai Pasal 23 Undang-undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Namun jika telah memasuki tanggal ex-dividend, maka harga saham umumnya akan terkoreksi kembali (karena pembeli saham pada tanggal ex-dividend tidak lagi berhak menerima dividen). II.4.7 Pengaruh Dividen terhadap Harga Saham Jumlah dividen yang akan dibayarkan oleh suatu perusahaan akan diperhitungkan oleh investor (khususnya investor jangka panjang) dalam memilih saham yang akan dibeli. Hal ini karena jumlah dividen akan diperhitungkan sebagai salah satu dalam penentuan imbal hasil yang disyaratkan (required rate of return). II.4.8 Dividend Payout Ratio dan Dividend Yield Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio – DPR) merupakan rasio yang mengukur perbandingan dividen terhadap laba perusahaan. Jika rasio pembayaran dividen dihitung dalam basis per lembar saham, maka rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: 31 Sedangkan imbal hasil dividen (dividend yield – DY) digunakan untuk mengukur jumlah dividen per saham relatif terhadap harga pasar yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Semakin besar dividend yield, maka akan semakin menarik bagi investor. Dividend yield dihitung dengan rumus sebagai berikut: II.5 Pembelian Kembali Saham (Buy back) Di Indonesia, umumnya rencana pembelian kembali saham direspons positif oleh investor, hal tersebut dapat dilihat dari tidak jatuhnya secara drastis harga saham perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham. Hal ini terkait dengan keinginan emiten untuk menjaga harga sebelumnya. Jika harga sahamnya turun, perusahaan dapat melaksanakan pembelian kembali sahamnya, dengan demikian harga saham tersebut mulai naik kembali. Basir et al. menjelaskan bahwa: Buy back merupakan salah satu bentuk tindakan korporasi yang dilakukan emiten yang mempunyai alasan sebagai berikut: 1. Untuk Menjaga Kewajaran Harga Saham Emiten perlu menjaga harga sahamnya agar mencerminkan kondisi yang sebenarnya, karena harga saham suatu perusahaan merupakan tolak ukur baik atau tidaknya kinerja keuangan perusahaan tersebut. Buy back saham dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif yang dapat dipakai oleh emiten untuk meningkatkan kembali harga sahamnya yang telah jatuh di 32 pasar. Buy back akan mengakibatkan naiknya laba per saham (earning per share) dan harga saham di pasar. Saham yang dimiliki masyarakat pun akan berkurang (supply berkurang), akibatnya adalah harga saham akan naik, dengan asumsi jumlah permintaan terhadap saham tersebut tetap. 2. Sinyal Psikologis ke Pasar Pengumuman buy back diharapkan mampu menularkan sinyal positif ke pasar bahwa harga saham mungkin sudah undervalued, dengan demikian investor atau pasar diharapkan bereaksi positif untuk melakukan pembelian pada saham tersebut sehingga pada gilirannya harga saham kembali ke tingkat yang diharapkan emiten. 3. Melakukan Pembelian Kembali Saham Untuk Dijual Kembali Emiten yang telah melakukan pembelian kembali saham dapat menjual kembali sahamnya di bursa. Jika saham yang telah dibeli kembali ini dapat dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi dari harga perolehannya, maka selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian kembali saham tersebut di tambahkan sebagai Tambahan Modal Disetor. Hal ini akan memperbaiki struktur permodalan emiten tersebut. 4. Melakukan Pembelian Kembali Saham Untuk Dibagikan Kepada Karyawan Beberapa perusahaan melakukan pembelian kembali saham dengan tujuan saham yang telah dibeli kembali akan dibagikan kepada karyawan sebagai insentif agar karyawan tersebut dapat terus bekerja di perusahaan 33 tersebut. Insentif seperti ini biasa disebut kompensasi karyawan berbasis saham (employee stock option plan – ESOP) yaitu semacam program insentif bagi karyawan untuk memiliki saham perusahaan di mana karyawan bekerja. 5. Untuk Menghindari Diri dari Akuisisi oleh Perusahaan yang Lain Karena Memiliki Dana Kas yang Melimpah Perusahaan yang memiliki prospek yang bagus di masa depan apalagi sedang memiliki dana kas yang melimpah merupakan salah satu perusahaan yang sering diincar untuk diakuisisi. Sebagai salah satu cara pertahanan diri agar tidak diakuisisi, perusahaan tersebut dapat menggunakan dana kas yang dimilikinya untuk buy back. 6. Pertimbangan Pajak Ketika seorang investor mendapatkan pembagian dividen, maka akan dikenakan sejumlah pajak atas penghasilan dari dividen tersebut. Artinya return yang diberikan oleh emiten kepada pemegang menjadi berkurang karena adanya pajak atas dividen. Hal tersebut menjadi semakin penting ketika tingkat pajak yang dikenakan atas pendapatan dividen relatif besar. Untuk alasan demikian, maka emiten memilih melakukan buy back sehingga pemegang saham diberikan pilihan untuk menjual saham ketika investor merasa bahwa pilihan tersebut akan memberikan return yang lebih riil atau return yang memang diharapkan investor. Investor tentu akan bersedia menjual saham yang dipegangnya ketika emiten bersedia membeli pada harga yang lebih tinggi dibanding harga pasar. 7. Faktor Fleksibilitas bagi Emiten 34 Keputusan emiten untuk membagikan dividen merupakan keputusan yang harus direncanakan secara matang baik menyangkut waktu, dana kas yang tersedia, dan pertimbangan kondisi keuangan perusahaan lainnya. Berbeda dengan keputusan dividen, pelaksanaan buy back bagi manajemen lebih fleksibel, karena manajemen emiten memiliki kekuasaan untuk mengatur kapan dan berapa besar transaksi yang akan dilakukan (pembelian kembali saham). 8. Sebagai Upaya Penghematan Dividen Pembelian kembali saham dapat mengurangi saham yang beredar di masyarakat sehingga perusahaan dapat banyak menghemat pembagian dividen jika melakukan pembagian dividen saham. Hal ini karena saham yang telah dibeli kembali tidak mendapatkan hak memperoleh dividen. II.5.1 Treasury Stock Treasury Stock menurut definisi yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary edisi 6 adalah: “Stock issued by a company but later reacquired. It may be held in the companys treasury indefinetely, reissued to the public or retired. Treasury stocks received no dividends and has no vote while held by the company”(p. 1458). Sedangkan menurut Darmadji et al. “Treasury Stock adalah saham yang diterbitkan dan kemudian dibeli kembali oleh perusahaan” (h. 104). Jika dilihat dari definisi yang diberikan, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya yang dimaksud dengan treasury stock adalah saham-saham yang 35 dibeli kembali oleh perusahaan. Ini berarti hal-hal yang berhubungan dengan treasury stock maupun tata cara pelaksanaannya di Indonesia ini harus tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40 Undang-Undang Perseroan Terbatas. II.5.2 Ketentuan Tentang Pembelian Kembali Saham Beberapa ketentuan yang terkait dengan pembelian kembali saham adalah sebagai berikut : 1. Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. • Harus mendapatkan persetujuan RUPS. Pembelian kembali saham hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS (Pasal 30 ayat 1). Keputusan RUPS tersebut sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili pialang sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara tersebut (ayat 2). • Dibayar dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan UU No.1 Tahun 1995 ini (Pasal 30 ayat 1 huruf a). Yang dimaksud dengan kekayaan bersih adalah kekayaan bersih menurut neraca 36 tahunan yang disahkan dalam waktu enam bulan terakhir (penjelasan Pasal 30 ayat 1 huruf a). • Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama dengan yang dimiliki anak perusahaan, dan gadai saham yang dipegang tidak melebihi 10% dari jumlah modal yang ditempatkan (Pasal 30 ayat 1 huruf b). • Pembelian kembali saham perseroan tidak menyebabkan ditariknya saham tersebut, kecuali dalam hal pengurangan modal (penjelasan Pasal 30 ayat 1). 2. Peraturan Bapepam No. XI.B.2 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik, di antaranya: • RUPS dilarang mendelegasikan kewenangan untuk membeli kembali saham kepada direksi atau komisaris dalam jangka waktu lebih dari 18 (delapan belas) bulan. • Emiten atau perusahaan publik wajib mengungkapkan rencana pembelian kembali saham kepada seluruh pemegang saham sekurang-kurangnya 28 (dua puluh delapan) hari sebelum RUPS. Rencana pembelian kembali saham wajib memuat informasi sebagai berikut : a. Perkiraan jadwal dan biaya pembelian kembali saham tersebut; 37 b. Perkiraan menurunnya perusahaan publik pendapatan sebagai emiten akibat atau pelaksanaan pembelian kembali saham dan dampak atas biaya pembiayaan emiten atau perusahaan publik; c. Proforma laba per saham emiten atau perusahaan publik setelah rencana pembelian kembali saham dilaksanakan, dengan mempertimbangkan menurunnya pendapatan; d. Pembatasan harga saham untuk pembelian kembali saham; e. Pembatasan jangka waktu pembelian kembali saham; f. Metoda yang akan digunakan untuk membeli kembali saham; g. Pembahasan dan analisis manajemen mengenai pengaruh pembelian kembali saham terhadap kegiatan usaha dan pertumbuhan emiten atau perusahaan publik di masa mendatang; h. Rencana emiten atau perusahaan publik atas saham yang akan dibeli kembali, apakah akan dijual kembali atau akan mengurangi modal emiten atau perusahaan publik. II.5.3 Ketentuan Pembelian Saham dan Penjualan Kembali di Bursa Efek 38 Tata cara Pembelian Kembali Saham dan Penjualannya kembali di Bursa Efek juga diatur dalam Peraturan Bapepam No. XI.B.2 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik. Adapun Ketentuan Pembelian Kembali Saham jika dilakukan di Bursa Efek adalah: a. Transaksi beli dilakukan melalui 1 (satu) anggota bursa; b. Transaksi beli tidak dapat dilakukan pada saat pembukaan atau penutupan perdagangan atau dalam waktu 30 (tiga puluh) menit sesudah pembukaan atau 30 (tiga puluh) menit sebelum penutupan; c. Tawaran untuk membeli kembali saham harus lebih rendah atau sama dengan harga perdagangan sebelumnya; d. Maksimum pembelian kembali saham pada setiap hari adalah 25% (dua puluh lima per seratus) dari volume perdagangan harian, dengan ketentuan apabila mengakibatkan pecahan satuan perdagangan, maka pembelian tersebut dibulatkan menjadi 1 (satu) satuan perdagangan; e. Orang dalam emiten atau perusahaan publik dilarang melakukan transaksi atas saham emiten atau perusahaan publik tersebut pada hari yang sama dengan pembelian kembali saham yang dilakukan oleh perusahaan melalui Bursa Efek. Saham yang dibeli kembali dapat dijual kembali oleh emiten melalui bursa efek dengan ketentuan: 39 a. Transaksi jual wajib dilaksanakan melalui 1 (satu) anggota bursa; b. Transaksi jual dilarang dilaksanakan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pembelian kembali oleh emiten atau perusahaan publik; c. Penjualan dilarang dilaksanakan pada saat pembukaan atau penutupan perdagangan atau dalam waktu 30 (tiga puluh) menit sesudah pembukaan atau 30 (tiga puluh) menit sebelum penutupan; d. Penawaran jual harus sama lebih atau lebih tinggi dari harga perdagangan sebelumnya; e. Maksimum penjualan kembali saham pada setiap hari adalah 25% (dua puluh lima per seratus) dari volume perdagangan harian, dengan ketentuan apabila mengakibatkan pecahan satuan perdagangan, maka penjualan tersebut dibulatkan menjadi 1 (satu) satuan perdagangan; f. Orang dalam emiten atau perusahaan publik dilarang melakukan transaksi atas saham emiten atau perusahaan publik tersebut pada hari yang sama dengan penjualan kembali saham yang dilakukan oleh emiten atau perusahaan publik melalui Bursa Efek. II.5.4 Buy back dan EPS Beberapa tujuan dari langkah buy back diantaranya adalah memberikan sinyal ke pasar bahwa harga saham undervalued, mengubah struktur modal serta mengurangi free cash flow yang dapat disalahgunakan 40 oleh manajemen. Namun, motif yang sering diajukan manajemen saat melakukan buy back adalah untuk menaikkan EPS. EPS atau Earning Per share merupakan angka yang menunjukkan laba bersih perusahaan yang diterima setiap saham. Ada 2 cara yang paling umum untuk menghitung EPS, yaitu basic EPS dan fully diluted EPS. Untuk teknik basic EPS, di pakai jika perusahaan hanya mempunyai saham biasa. Sedangkan teknik fully diluted EPS digunakan jika perusahaan mamakai instrumen pendanaan yang dapat dikonversikan menjadi saham biasa. Contohnya obligasi konversi, opsi saham dan waran. Basic EPS merupakan laba bersih yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi jumlah saham biasa yang beredar. Laba bersih dihasilkan selama periode fiskal, misalnya satu tahun, namun jumlah saham yang beredar pada periode tersebut akan fluktuatif jika perusahaan menerbitkan saham beberapa kali atau melakukan langkah buy back. Oleh karenanya, jumlah saham yang beredar dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang (time-weighted average share outstanding). Tambahan tersebut berkisar dari angka satu untuk periode awal dan nol untuk akhir periode. Buy back mempengaruhi nilai EPS, baik melalui laba bersih atau jumlah saham beredar. Dampak buy back pada jumlah saham beredar tergantung timing buy back. Tindakan buy back yang mengurangi jumlah saham beredar tidak secara otomatis menurunkan EPS, karena buy back juga mempengaruhi laba bersih. Perlu diingat bahwa tindakan buy back 41 memerlukan dana tunai yang berasal dari internal perusahaan atau utang baru. Laba bersih akan berkurang sejumlah imbal hasil (return) yang seharusnya dihasilkan oleh kas yang digunakan untuk buy back atau berkurang sejumlah bunga utang. Penelitian Hribar (2003) terhadap sampel 23.704 kasus buyback di Amerika Serikat menunjukkan bahwa hanya 11% kasus buy back yang berhasil meningkatkan EPS secara nyata. Jika EPS berhasil dinaikkan, dampak dari return yang hilang karena berkurangnya dana untuk investasi dapat memperburuk EPS di periode yang akan datang. Dapat disimpulkan bahwa langkah buy back tidak selalu berimplikasi menaikan nilai EPS. Menurut Hribar, buy back hanya akan menaikkan EPS jika return yang hilang atau pembayaran bunga lebih kecil dari earning-to-price ratio (EPS dibagi harga saham) saat buy back dilakukan. Karena itu, harga buy back yang terlalu tinggi akan mengecilkan earning-to-price ratio sehingga EPS justru turun dengan adanya buy back. Jika buy back dilakukan mendekati akhir periode fiskal atau jika return yang hilang adalah return yang baru bisa dinikmati pada periode yang akan datang, dampak buy back terhadap laba bersih sangat kecil. Dengan demikian, EPS tahun ini akan meningkat akibat berkurangnya saham beredar. Dampak penuh dari buy back ini akan terasa pada periode-periode fiskal berikutnya. Aksi manajemen perusahaan mengelola laba dapat merugikan pemegang saham. Seorang manajer terkadang memiliki wawasan yang 42 lebih pendek dari investor. Karena kinerjanya dievaluasi setiap tahun, manajer cenderung lebih fokus pada pencapaian target tahunan, misalnya EPS. Manajer juga sensitif terhadap menurunnya harga saham perusahan dan sedapat mungkin berusaha untuk menahannya. Buy back menawarkan solusi cepat (jangka pendek) untuk kedua hal tersebut. Tetapi, langkah ini dapat menjadi solusi jangka pendek dengan biaya jangka panjang. Kas untuk buy back seharusnya dapat dimanfaatkan untuk melakukan investasi baru yang menciptakan nilai tambah. Karena belum tentu pemegang saham akan semakin untung jika naiknya EPS tahun ini ternyata menekan kinerja perusahaan pada periode yang akan datang. II.5.5 Hubungan antara Dividen dengan Buy Back Selain meningkatkan likuiditas dan harga saham, buy back digunakan oleh perusahaan sebagai alternatif kebijakan dividen. Bagi perusahaan yang menetapkan rasio pembayaran dividen secara konstan, ketika terjadi peningkatan laba secara drastis dan melebihi pertumbuhan normal, justru menjadi bumerang. Hal ini menimbulkan terjadinya nilai dividen perlembar saham yang sangat tinggi. Sebaliknya, bagi emiten ini mendatangkan kekuatiran tersendiri yaitu ketika pertumbuhan laba menurun sehingga emiten hanya mampu membayarkan dividen kecil. Sebagai strategi untuk mendistribusikan pendapatan, maka buy back dapat dijadikan strategi menghindari pembayaran dividen yang terlalu tinggi. Dengan demikian emiten dapat memberikan dividen relatif stabil. 43 Penelitian yang dilakukan oleh Pantouw (2008) tentang Dampak dari Pembelian Kembali Saham dan Pengaruhnya Terhadap Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan, menyatakan bahwa ketika suatu perusahaan berada dalam keadaan stagnan/mendatar pada umumnya mengalami prospek yang menurun. Pada situasi tersebut manajemen perlu mengambil tindakantindakan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai perusahaannya. Buy back atau pembelian kembali saham merupakan salah satu aksi korporasi/perusahaan atau corporate action yang dilakukan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Dengan melakukan buy back, jumlah saham yang dimiliki perusahaan berkurang. Berkurangnya jumlah saham ini akan meningkatkan laba per lembar saham atau earning per share (EPS) bila perusahaan dapat mempertahankan kinerja keuangannya. Peningkatan EPS berdampak pada kenaikan harga saham perusahaan. Harga saham perusahaan mencerminkan nilai suatu perusahaan. Sehingga kenaikan harga saham dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dana yang digunakan untuk kegiatan buy back berasal dari laba ditahan perusahaan. Pendanaan ini menyangkut kebijakan dividen perusahaan. Bahwa apakah dalam melakukan buy back, perusahaan akan tetap membagikan sebagian labanya dalam bentuk dividen atau seluruh laba akan ditahan untuk mendanai buy back. Dengan demikian kebijakan dividen mendukung kegiatan buy back. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak buy back terhadap kebijakan dividen dan nilai perusahaan. Nilai perusahaan 44 terdiri dari nilai pasar saham dan nilai intrinsik saham perusahaan. Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah keputusan buy back dapat meningkatkan nilai pasar saham dan nilai intrinsik saham perusahaan serta untuk mengetahui bagaimana dampak buy back terhadap kebijakan dividen perusahaan. Penelitian yang dilakukan adalah pada PT. Bank Central Asia Tbk (BCA). PT. Bank Central Asia, Tbk adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perbankan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan dana yang berasal dari laba ditahan perusahaan tahun 2004 sebesar Rp 7.187.069.000.000,- BCA telah melakukan buy back sebesar 45.493.000 lembar saham selama tahun 2006 dengan total Rp 190.996.000.000,-. Setelah melakukan buy back, laba per lembar saham atau earning per share (EPS) perusahaan mengalami kenaikan. Kenaikan EPS ini pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga saham perusahaan. Kenaikan harga saham ini meningkatkan nilai perusahaan. Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa buy back dapat meningkatkan nilai pasar saham dan nilai intrinsik saham BCA. Tetapi buy back tidak berdampak terhadap kebijakan dividen, dalam arti tidak ada perubahan dalam hal kebijakan dividen. Hal ini dikarenakan laba yang diperoleh BCA jumlahnya besar sehingga BCA tetap dapat membagikan sebagian labanya dalam bentuk dividen dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk laba ditahan. 45