PERBANDINGAN PENERAPAN PENCATATAN AKUNTANSI

advertisement
PERBANDINGAN PENERAPAN PENCATATAN AKUNTANSI
PEMBIAYAAN MUDHARABAH PSAK 59 PADA BPRS AL BAROKAH
DENGAN PSAK SYARIAH 105
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
SYARIFAH WINANTI
205046100649
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keleuarga, sahabat dan pengikutnya.
Atas keMaha Penyayangan Allah-lah skripsi yang berjudul “Perbandingan
Penerapan Pencatatan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah PSAK No. 59 pada BPRS
Al Barokah dengan PSAK Syariah No.105“ dapat terselesaikan dengan baik.
Dengan penuh keterbatasan, penulis menyadari betapa sederhananya karya
tulis ini, dan masih jauh dari kata sempurna. Namun penulis tidak menutup mata akan
peran berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi
ini. Dalam kesempatan ini, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih
yang begitu dalamnya kepada :
1. Bpk. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bpk. Supriyono, SE., MM dan Bpk. M. Dawud Arif Khan, SE., Ak., M.Si.,
CPA sebagai Dosen Pembimbing yang dengan sabar mendampingi penulis
selama hampir 2 tahun terakhir dan senantiasa memberikan masukan serta
pengertian kepada penulis untuk tetap semangat menyelesaikan skripsi ini.
3. Kedua Orang tua tercinta, Drs. H. Abdul Manan Hayoto, MM., dan Dra. Hj.
Widiastuti S. Manan, M.Si., yang senantiasa mendoakan penulis di setiap
i
waktu tanpa mengenal lelah. Tak pernah bosan untuk menasehati. Juga
menegur dan mengingatkan dikala penulis berbuat kesalahan, yang sangat
penulis sadari semua adalah bentuk cinta dan kasih sayang Orang tua dan
demi kebaikan penulis. Skripsi ini untuk Papa dan Mama.
4. Kakak tercinta Ahmad Winanto, SE beserta istri Reni Ratnawati, SE terima
kasih karena sudah meluangkan waktunya menjadi tempat bertanya dan
mengkonsultasikan segala hal yang khusunya berhubungan dengan skripsi.
Juga untuk keponakan pertamaku Naira Falisha Ahmad (Nafa), melihat proses
kelahiranmu membuat Tante semakin cinta sama Eyang.
5. Keluarga besar Soemartono DAT 48.
6. Sahabat terkasih Lia Marlia, Nur Sholihah, Marfani Mahaly, Yusuf Ardi
Suhartomo, Zaki Amani dan Dwi Nur Cahyani Kusumaningtyas, yang tak
pernah bosan menanyakan kapan skripsi ini akan selesai, terima kasih untuk
semua motivasi yang sudah kalian berikan.
7. Irwan Royansyah. Terima kasih sudah setia menemani dalam suka dan duka.
Mudah-mudahan silaturrahim kita akan tetap terjalin dengan baik, walau
semua sudah tak seperti dulu lagi.
8. Ibu Euis Amalia, M.Ag dan Bpk. Mu’min Rouf, MA., yang masing-masing
menjabat sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat, Konsentrasi
Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
ii
9. Segenap Dosen dan civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Utama UIN Syarf Hidayatullah atas
pelayanannya dalam melengkapi bahan penelitian.
11. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah atas keramahannya dalam pelayanan dan kelengkapan
bahan penelitian.
12. Pihak BPRS Al Barokah, Depok Timur khususnya kepada Bapak Nur Rochim
yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi
yang dibutuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.
13. Teman-teman PS A angkatan 2005, yang telah menjadi teman setia selama
menimba ilmu di Fakultas Syariah dan Hukum tercinta ini.
Dan kepada semua pihak yang sudah banyak membantu baik moriil maupun
materiil. Sungguh, hanya Allah SWT-lah yang dapat membalas semua kebaikan
kalian.
Jakarta, September 2011
Syarifah Winanti
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan untuk memenuhi gelar strata satu (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya tulis ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
untuk menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2011
Syarifah Winanti
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 6
D. Review Terdahulu ................................................................... 8
E. Objek Penelitian ...................................................................... 11
F. Metodologi Penelitian ............................................................. 11
G. Sistematika Penulisan ............................................................. 13
BAB II
PEMBIAYAAN DAN AKUNTANSI SYARI’AH
A. Pengertian BPRS ..................................................................... 15
B. Pengertian Pembiayaan dan Macamnya ................................. 22
C. Pembiayaan Mudharabah ....................................................... 29
D. Pengertian dan Prinsip Akuntansi Syari’ah ............................ 39
E. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah No. 105 .... 43
v
BAB III
GAMBARAN UMUM BPRS AL BAROKAH
A. Sejarah Singkat BPRS Al Barokah ......................................... 59
B. Visi dan Misi BPRS Al Barokah ............................................ 62
C. Struktur Organisasi BPRS Al Barokah ................................... 62
D. Prosedur Pengajuan Pembiayaan BPRS Al Barokah .............. 64
E. Prinsip Akad BPRS Al Barokah ............................................. 66
F. Produk dan Layanan BPRS Al Barokah ................................. 67
BAB IV
PERBANDINGAN PENERAPAN PENCATATAN AKUNTANSI
PEMBIAYAAN MUDHARABAH PSAK NO. 59 PADA BPRS AL
BAROKAH DENGAN PSAK SYARIAH NO.105
A. Penerapan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah pada BPRS Al
Barokah .................................................................................... 70
B. Perbandingan Penerapan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah
PSAK Syariah No. 105 ............................................................ 77
vi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 89
B. Saran ....................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 90
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 92
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akuntansi merupakan hal penting dalam bisnis, sebab pengambilan
keputusan bisnis di antaranya didasarkan pada informasi yang diperoleh dari
akuntansi. Pada setiap tahapan pengambilan keputusan, keberadaan informasi
mempunyai peranan penting, baik mulai dari proses pengidentifikasian persoalan,
mencari alternatif pemecahan persoalan, maupun memonitor pelaksanaan
keputusan yang diterapkan. Oleh karena itu, dalam berbagai tulisan mengenai
tanggapan atau kritik terhadap akuntansi sekarang, mulai tampak adanya
ketidakpuasan terhadap apa yang diberikan akuntansi konvensional pada
masyarakat. Berbagai kasus yang terjadi di masyarakat adalah masih
ditemukannya manipulasi laporan akuntansi yang seharusnya dilaporkan.1
Keuntungan atau laba merupakan target dari sebuah perusahaan dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari teori akuntnasi. Laba menempati
posisi penting dalam akuntansi, baik akuntansi konvensional maupun akuntansi
syariah. Perbedaan yang paling substansial adalah laba perusahaan menurut
akuntansi syariah dikembangkan sebagai dasar penentuan besarnya zakat hasil
1
M. Akhyar Adnan, Akuntansi Syariah: Arah, Prospek dan Tantangannya, Yogyakarta:
UII Press, 2005, cet.II, h.vi
1
2
usaha, dasar pendistribusian dividen, dasar penentuan pajak kepada pemerintah
dan sebagai dasar untuk memprediksi laba perusahaan pada periode selanjutnya.
Penyajian laporan keuangan menjadi mengemuka seiring dengan
kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau investor sebelum
melakukan aktivitas bisnis. Secara ekonomi, investor menanamkan modalnya
untuk mendapatkan hasil (return) dalam periode tertentu (dalam jangka pendek
atau jangka panjang) serta tidak sukanya investor terhadap risiko. Untuk
meminimalisir risiko, salah satu pendekatan yang digunakan adalah dengan
menganalisis financial performance perusahaan yang tercermin dalam laporan
keuangan.
Laporan keuangan (financial statement) merupakan sarana untuk
mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan manajemen atas sumber
daya pemilik. Sedangkan laporan laba-rugi (income statement) merupakan suatu
bentuk laporan keuangan yang dijadikan salah satu parameter mengukur kinerja
perusahaan.2 Laporan keuangan juga bertujuan untuk menyediakan informasi
yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi. Perusahaan-perusahaan yang go public khususnya di
Indonesia, diwajibkan untuk mempublikasikan laporan keuangan perusahaan
2
Iwan Triyuwono dan Mohamad As’udi, Akuntansi Syariah: Memformulasikan Konsep
Laba dalam Konteks Metafora Zakat, Jakarta: Salemba Empat, 2001, edisi pertama, h. 1.
3
secara periodik sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada
masyarakat.
Seiring dengan makin maraknya perekonomian syariah, sudah waktunya
diberlakukan laporan keuangan berbasis syariah menggantikan laporan keuangan
konvensional. Diharapkan dengan laporan keuangan berbasis syariah dapat
menekan berbagai penyimpangan, manipulasi, dan penghasilan tidak halal
lainnya.3 Berdasar pendekatan di atas, keberadaan akuntansi syariah tidak terlepas
dengan etika moral dalam menghasilkan atau mengupayakan suatu tingkat
keuntungan yang diinginkan oleh perusahaan.4
Standar akuntansi tersebut harus dapat menyajikan informasi yang cukup,
dapat dipercaya dan relevan bagi para penggunanya, namun tetap dalam konteks
syariah Islam. Penyajian informasi semacam itu penting bagi proses pembuatan
keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan bank Islam atau
lembaga-lembaga keuangan Islam lainnya.
Mudharabah secara teknis adalah kontrak atau akad kerja sama usaha
antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedang
pihak lainnya menjadi pengelola. Mudharabah merupakan salah satu bentuk
3
Perlu, Pembukuan Syariah,
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0505/31/0605.htm, diakses pada tanggal 12
Maret 2009
4
Agus Eko Sujianto, Prinsip, Konsep Dasar dan Tujuan Laporan Keuangan Akuntansi
Syariah, Ahkam, Jurnal Hukum Islam, Vol. 10 No. 1 (Juli 2005) h. 16-23
4
kegiatan investasi yang diatur dalam ajaran Islam yang memerlukan pencatatan
sebagai alat bukti, sebagaiana Firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah ayat
282,:
          
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…. “
Urgensi pencatatan dalam ajaran Islam tersebut sejalan dengan konsep
akuntansi yang berupaya untuk menjaga keadilan dalam masyarakat, karena
akuntansi memelihara catatan sebagai accountability (pertanggungjawaban)
dalam menjaga keakurasiannya.5
Akuntansi merupakan alat untuk merefleksikan realitas. Akuntansi harus
didasarkan pada etika ketika realitas dibangun dalam kaitannya dengan etika. Jika
tidak, realitas Islam dalam akuntansi akan direfleksikan dalam presentasi lain dan
pada gilirannya akan menyesatkan pihak-pihak yang tertarik padanya.6
BPRS Al Barokah dalam prakteknya masih menggunakan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 untuk pencatatan penjurnalan
pembiayaan mudharabahnya. Hal ini dikarenakan BPRS Al Barokah belum
5
Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1999, h. 121
6
Iwan Triyuono, Organisasi dan Akuntansi Syariah, Yogyakarta: LKIS, 2000, h. 23
5
merasa perlu untuk menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Syariah No. 105 yang khusus membahas tentang mudharabah dan sudah efektif
mulai Januari 2008 lalu.
Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis membuat skripsi ini dengan judul
“Perbandingan Penerapan Pencatatan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah
PSAK No. 59 pada BPRS Al Barokah dengan PSAK Syariah No.105”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam membahas skripsi ini penulis perlu membatasi permasalahan yang
diuraikan dengan batasan yang tegas agar tidak terjadi penyimpanganpenyimpangan dan tercapainya efektifitas dari penelitian ini. BPRS Al Barokah
dalam hal ini masih menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 59 untuk pencatatan penjurnalan pembiayaan mudharabahnya. Oleh
karena itu penulis membatasi pada pencatatan akuntansi pembiayaan mudharabah
PSAK No. 59 yang diterapkan oleh BPRS Al Barokah dan membandingkannya
dengan PSAK Syariah No. 105.
6
Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan penulis memberikan
perumusan antara lain:
1. Bagaimana pencatatan pembiayaan mudharabah yang diterapkan oleh
BPRS Al Barokah?
2. Apakah pencatatan pembiayaan mudharabah pada BPRS Al Barokah,
sudah sesuai dengan Pernyataan Standar Akunansi Keuangan (PSAK)
Syariah No. 105? Jika belum, mengapa BPRS Al Barokah belum
menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah
No.105 dalam pencatatannya?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pencatatan pembiayaan mudharabah yang diterapkan
pada BPRS Al Barokah.
2. Untuk mengetahui Standar Akuntansi Keuangan yang diterapkan oleh
BPRS Al Barokah dalam pencatatan pembiayaan mudharabahnya.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
Bagi Lembaga Keuangan Syariah
1. Sebagai sumber informasi untuk pengembangan BPRS dan lembaga
keuangan syariah lainnya di masa yang akan datang.
7
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk lebih memantapkan strategi yang telah
digunakan oleh BPRS Al Barokah selama ini.
3. Sebagai bahan evaluasi atas kinerja BPRS Al Barokah selama ini.
Bagi Peneliti
1. Dapat menambah pengalaman serta latihan dalam memechkan masalahmasalah.
2. Sebagai sarana menambah wawasan peneliti terutama yang berhubungan
dengan jurusan yang ditekuni selama kuliah.
3. Sebagai bahan referensi atau tambahan informasi bagi siapa saja yang
ingin mempelajari lebih dalam mengenai analisis perlakuan akuntansi
pembiayaan mudharabah.
8
D. Review Terdahulu
No
1
Penelitian Sebelumnya
Penulis
Judul :
Judul :
Analisis Perlakuan Akuntansi
Perbandingan Penerapan Pencatatan
Pembiayaan pada BMT Al Husnayain
Akuntansi Pembiayaan Mudharabah PSAK
No. 59 pada BPRS Al Barokah dengan
PSAK Syariah No. 105.
2
Rumusan Masalah :
Rumusan Masalah :
- Bagaimana perlakuan akuntansi
- Bagaiamana pencatatan pembiayaan
pembiayaan syariah pada BMT Al
mudharabah yang diterapkan oleh BPRS
Husnayaian yang meliputi,
Al Barokah
pembiayaan Mudharabah,
Murabahah dan Qardhul Hasan?
-
- Apakah pencatatan pembiayaan
mudharabah pada BPRS Al Barokah
sudah sesuai dengan PSAK Syariah No.
105? Jika belum, mengapa BPRS Al
Barokah belum menerapkan PSAK
Syariah No. 105 dalam pencatatannya.
3
Metode Penelitian :
Metode Penelitian :
- Analisia Deskriptif
- Analisa Deskriptif
- Library Search
- Penelitian Kepustakaan
9
- Field Research
4
- Penelitian Lapangan
Hasil Akhir :
Hasil Akhir :
Dilihat dari perlakuan pencatatan
- BPRS Al Barokah menerapkan PSAK
akutansinya, masih belum sesuai
Syari’ah dalam pencatatan pembiayaan
dengan PSAK No. 59. hal ini
mudharabahnya.
disebabkan karena masih kurangnya
pemahaman pengelola BMT Al
Husnayain mengenai transaksi
pembiayaan syariah dan pencatatan
akuntansinya.
10
No
1
Penelitian Sebelumnya
Penulis
Judul :
Judul :
Penerapan Prinsip Akuntansi
Aplikasi Akuntansi Pembiayaan
Pembiayaan Murabahah PT. BPRS
Mudharabah dalam Bank Syariah
Wakalumi, Ciputat
2
Rumusan Masalah :
Rumusan Masalah :
Bagaimana mekanisme perhitungan
- Bagaiamana pencatatan pembiayaan
pada pembiayaan murabahah pada
mudharabah yang diterapkan oleh BPRS
BPRS Wakalumi, yang menggunakan
Al Barokah
pendekatan lending rate?.
- Apakah pencatatan pembiayaan
mudharabah pada BPRS Al Barokah
sudah sesuai dengan PSAK Syariah No.
105? Jika belum, mengapa BPRS Al
Barokah belum menerapkan PSAK
Syariah No. 105 dalam pencatatannya
3
Metode Penelitian :
Metode Penelitian :
- Analisia Deskriptif
- Analisa Deskriptif
- Library Search
- Penelitian Kepustakaan
- Field Research
- Penelitian Lapangan
11
4
Hasil Akhir :
Hasil Akhir :
BPRS Wakalumi menggunakan
- BPRS Al Barokah menerapkan PSAK
metode lending rate yang tidak jauh
Syari’ah dalam pencatatan pembiayaan
berbeda dengan metode yang
mudharabahnya.
digunakan pada bank konvensional,
hal ini dikarenakan memang belum
adanya metode yang baku tentang
perhitungan margin keuntungan
murabahah.
E. Objek Penelitian
Penulisan skripsi ini memilih BPRS Al Barokah, Jl. Proklamasi Blok A
No. 9, Sukmajaya-Depok sebagai objek penelitian.
F. Metodolodi Penelitian
1. Metode Analisis
Data yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif, yaitu dengan
cara memberikan gambaran kepada pembaca mengenai bagaimana langkahlangkah penelitian ini dilakukan, sehingga masalah tersebut dapat dipecahkan.
Adapun dalam menganalisis data tersebut adalah:
12
a) Melakukan analisis terhadap pencatatan pembiayaan mudharabah
pada BPRS Al Barokah.
b) Melakukan analisis terhadap standar akuntansi keuangan yang
diterapkan oleh BPRS Al Barokah.
Jenis data yang akan diteliti adalah :
a) Data primer, yaitu data-data hasil wawancara dan observasi dengan cara
mengadakan tanya jawab atau komunikasi dengan pihak atau personil
BPRS Al Barokah yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
b) Data sekunder, yaitu data-data yang disajikan oleh pihak BPRS Al
Barokah dan data-data lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis berusaha mencari data-data yang
diperlukan melalui:
a) Penilitian kepustakaan, adalah penelitian dengan cara mengumpulkan
bahan-bahan dan teori-teori yang berhubungan dengan transaksi dan
perlakuan akuntansi untuk piutang.
b) Penelitian lapangan, yaitu penelitian dengan cara meneliti langsung ke
BPRS Al Barokah untuk mendapatkan informasi atau data yang
diperlukan bagi penelitian.
13
3. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini merujuk pada buku pedoman penulisan
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2007.
G. Sistematika Penulisan
Secara garis besar skripsi ini terdiri dari lima bab dengan beberapa sub
bab. Agar mendapat arah dan gambaran yang jelas mengenai hal yang tertulis
dalam skripsi ini, maka akan dijelaskan beberapa hal dalam pembahasan sebagai
berikut:
Bab I. Pendahuluan, yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan
dan Perumusan Masalah, Review Terdahulu, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Objek Penelitian, Metodologi Penelitan, dan Sistematika Penulisan.
Bab II. Pembiayaan dan Akuntansi Syariah., yang meliputi Pengertian
BPRS, Pengertian Pembiayaan dan macamnya, Pembiayaan Mudharabah,
Pengertian dan Prinsip Akuntansi Syariah, Pernyataan Standar Akuntansi Syariah
No. 105
Bab III. Gambaran Umum BPRS Al Barokah meliputi Sejarah Singkat,
Visi dan Misi, Struktur Organisasi, Prosedur Pengajuan Pembiayaan, Prinsip
Akad, Produk dan Layanan BPRS Al Barokah
14
Bab IV. Perbandingan Penerapan Pencatatan Akuntansi Pembiayaan
Mudharabah PSAK NO. 59 pada BPRS Al Barokah dengan PSAK Syariah
NO.105, yang meliputi Penerapan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah pada
BPRS Al Barokah dan Perbandingan Penerapan Akuntansi Pembiayaan
Mudharabah PSAK Syariah No. 105.
Bab V. Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran
Daftar Pustaka
Lampiran.
BAB II
PEMBIAYAAH DAN AKUNTANSI SYARIAH
A. Pengertian BPRS
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menurut Undang-Undang
Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 9 adalah Bank Syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR
yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur
menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999
tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga
keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan
prinsip-prinsip syariah terutama bagi hasil.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah perubahan dari Bank Perkreditan
Rakyat Syariah. Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya perbedaan antara
kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Definisi pembiayaan berubah
secara signifikan dibandingkan definisi yang ada dalam Undang-Undang
Perbankan sebelumnya, No. 10 Tahun 1998. Pembiayaan berarti dapat berupa
transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam
meminjam dan transaksi sewa menyewa jasa (multijasa)1.
1
Ikhtisar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
15
16
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah umumnya berfungsi sebagai lembaga
keuangan yang memberikan pembiayaan pada masyarakat. Usaha Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) meliputi2 :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk :
a. Simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentagan dengan
prinsip syariah.
b. Investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lainnya
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
a. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah atau Musyarakah.
b. Pembiayaan berdasarkan akad Murabahah, Salam atau Istishna.
c. Pembiayaan berdasarkan akad Qardh.
d. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan akad Ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah
Muntahiya Bittamlik.
e. Pengambilalihan hutang berdasarkan akad Hiwalah.
3. Menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan
akad Wadi’ah atau Investasi berdasarkan akad mudharabah dan/atau akad lain
yang tidak bertentagan dengan prinsip syariah.
2
Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008 pasal 21.
17
4. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang
ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional dan Unis Usaha
Syariah
5. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya
yang sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
Dalam menjalankan kegiatan operasional perbankan, Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah dilarang untuk :
1. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
3. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
4. Melakukan penyertaan modal.
5. Melakukan usaha perasuransian.
6. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha BPRS yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Dengan karakter yang dimiliki BPRS sebagai bank yang tidak sepenuhnya
sama dengan Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, maka dibuatlah ketentuanketentuan khusus dalam memperjelas mengenai hal-hal yang bersangkutan
dengan masalah internal di dalamnya. Seperti diterbitkannya Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 - Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
18
Latar belakang diterbitkannya PBI ini adalah untuk memberkan landasan
hukum yang lebih jelas mengenai persyaratan dan tata cara pendirian Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) termasuk pengaturan kepemilikan dan
permodalan, kepengurusan, perluasan jaringan serta kegiatan usaha BPRS.
Keberadaan BPRS dimaksudkan untuk dapat memberikan layanan perbankan
secara cepat, mudah dan sederhana kepada masyarakat khususnya pengusaha
menengah, kecil dan mikro baik di pedesaan maupun perkotaan yang selama ini
belum terjangkau oleh layanan bank umum.
PBI ini dikeluarkan sebagai penyesuaian atas 2 PBI berikut sekaligus
mencabut PBI dimaksud pada tanggal berlakunya PBI ini, yaitu 3:
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang
Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, dan
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/25/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004
tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah.
3. BPRS hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha setelah
memperoleh izin Bank Indonesia, berupa:
a. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan
pendirian BPRS.
3
Ringkasan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 - Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah.
19
b. Izin usaha, yaitu izin untuk melakukan kegiatan ushaa BPRS setelah
persiapan sebagaimana dalam huruf (a) selesai dilakukan.
4. Bentuk badan hukum BPRS adalah Perseroan Terbatas dengan modal disetor
BPRS paling kurang sebesar :
a. Rp. 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di
wilayah DKI Jakarta dan Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Tangerang dan
Bekasi.
b. Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di
wilayah ibukota propinsi di luar wilayah tersebut di atas.
c. Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk BPRS yang didirikan di
wilayah tersebut pada huruf (a) dan huruf (b) di atas. Mengingat kondisi
dan perkembangan perekonomian daerah yang berbeda-beda, maka Bank
Indonesia dapat meminta calon pemilik BPRS untuk menyediakan modal
disetor di atas jumlah minimum yang dipersyaratkan.
5. BPRS dilarang didirikan dan/atau dimiliki oleh pihak bukan Warga Negara
atau bukan badan hukum Indonesia.
6. BPRS yang telah mendapat izin usaha dari Bank Indonesia wajib
mencantumkan secara jelas frase ”Bank Pembiayaan Rakyat Syariah” atau
”BPR Syariah” atau ”BPRS” pada penulisan namanya dan logi iB pada kantor
BPRS yang bersangkutan.
20
7.
BPRS wajib memiliki Pemegang Saham Pengendali (PSP). Dalam hal BPRS
tidak memiliki PSP, maka salah satu pemegang saham akan ditunjuk sebagai
PSP oleh Bank Indonesia. PSP berfungsi sebagai koordinator pemegang
saham untuk mengefektifkan komunikasi antara pemilik bank dengan
stakeholder.
8. Perubahan kepemilikan BPRS yang mengakibatkan perubahan dan/atau
terjadinya PSP baru, tunduk kepada tatacara perubahan kepemilikan BPRS
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
mengenai
penggabungan
(merger),
peleburan
(konsolidasi)
dan
pengambilalihan (akuisisi).
9. Jumlah anggota Dewan Komisaris BPRS paling sedikit 2 (dua) orang dan
paling banyak 3 (tiga) orang. Jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah
BPRS paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 3 (tiga) orang,
sedangkan jumlah Anggota Direksi paling sedikit 2 (dua) orang.
10. Anggota Direksi berpendidikan formal paling kurang setingkat Diploma III
atau Sarjana Muda dan wajib memiliki sertifikasi kelulusan dari lembaga
sertifikasi paling lambat 2 (dua) tahun setelah tanggal pengangkatan efektif.
11. Rencana
pemberhentian
dan/atau
pengunduran
diri
anggota
Dewan
Komisaris, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Pengawas Syariah wajib
disampaikan kepada Bank Indonesia.
21
12. Pembukaan Kantor Cabang BPRS harus berlokasi dalam 1 (satu) wilayah
propinsi yang sama dengan kantor pusatnya dan telah tercantum dalam
rencana kerja tahunan BPRS serta didukung dengan teknologi sistem
informasi yang memadai.
13. BPRS yang akan membuka Kantor Cabang harus menambah modal disetor
paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari ketentuan modal
minimal sesuai dengan lokasi pembukaan Kantor Cabang.
14. Pemindahan alamat Kantor Pusat dan Kantor Cabang hanya dapat dilakukan
dalam wilayah Kabupaten/Kota yang sama dan harus mempertimbangkan
kepentingan nasabah serta mendapat izin dari Bank Indonesia.
15. Pembukaan, Pemindahan dan Penutupan Kegiatan Kas di luar Kantor wajib
dilaporkan oleh Direksi BPRS kepada Bank Indonesia secara semesteran
untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember.
Penutupan sementara di luar hari libur resmi wajib memperoleh
persetujuan dari Bank Indonesia.
22
B. Pengertian Pembiayaan dan Macamnya
Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis. Bisnis adalah
aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses
penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi). Pelaku bisnis
dalam menjalankan bisnisnya sangan membutuhkan sumber modal. Jika tidak
memiliki modal secara cukup, maka ia akan berhubungan dengan pihka lain
seperti bank untuk mendapatkan suntikan dana, dengan melakukan pembiayaan.
Menurut Undang-Undang Perbankan Syari‟ah No. 21 Tahun 2008 Pasal 1
No. 25, dinyatakan bahwa:
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berupa:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang qardh, dan
d. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa.
Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan anatara Bank Syari‟ah dan/atau
UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi
23
fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil4.
Pembiayaan juga mempunyai pengertian pendanaan yang diberikan oleh
suatu pihak kepada pihak yang mendukung investasi yang telah direncanakan,
baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain pembiayaan adalah
pendanaan
yang
dikeluarkan
untuk
mendukung
investasi
yang
telah
direncanakan5.
Pembiayaan pada perbankan syariah atau istilah teknisnya disebut sebagai
aktiva produktif. Menurut ketentuan Bank Indonesia, aktiva produktif adalah
penanaman dana bank syariah baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing
dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat penghargaan syariah,
penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan
kontijensi pada rekening administratif serta Sertifikat Wadi’ah Bank Indoneisa
(Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003)6
4
Undang-Undang ini diakses pada tanggal 22 Maret 2011 dari
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4-6CF9-4DF5-A674-0073B0A6168A/14396/UU_21_08_Syariah.pdf
5
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah., Yogyakarta: UPP-AMP YKPN,
2005. h.17
6
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,
2000,cet.ke-4, h.92
24
Macam-macam Pembiayaan
Sesuai dengan akad pengembangan produk, bank syariah memiliki
macam-macam pembiayaan. Yang pada dasarnya dapat dikelompokkan menurut
beberapa aspek, diantaranya:7
a. Pembiayaan menurut tujuan :
1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk mendapat modal dalam
rangka pengembangan suatu usaha.
2) Pembiayaan investasi, yaitu pembayaan yang dimaksudkan untuk
melakukan investasi atau pengadaan barang konsumtif.
b. Pembiayaan menurut jangka waktu :
1) Pembiayaan jangka waktu pendek, di mana pembiayaan ini dilakukan
dengan jangka waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun.
2) Pembiayaan jangak waktu menengah, di mana pembiayaan ini dilakukan
dengan jangka waktu 1 tahun samapi dengan 5 tahun.
3) Pembiayaan jangka waktu panjang, di mana pembiayaan dilakukan
dengan jangka waktu lebih dari 5 tahun.
Sedangkan jenis pembiayaan pada bank syariah akan diwujudkan dalam
bentuk aktiva produktif dan aktiva tidak produktif, yaitu:8
7
8
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, op. cit., h. 22
Ibid, h. 22-25
25
a. Jenis aktiva produktif pada bank syariah, dialokasikan dalam bentuk
pembiayaan sebagai berikut:
1) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Jenis pembiayaan dengan prinsip
ini meliputi:
a) Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan
pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan
pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya.
b) Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan musyarakah adalah perjanjian di antara para pemilik
dana/modal untuk mencampuradukan dana/modal mereka pada suatu
usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan di natara pemilik
dana/modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelum akad
perjanjian.
2) Pembiayaan dengan prinsip jual beli (piutang). Untuk jenis pembiayaan
dengan prinsip ini meliputi:
a) Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah adalah perjanjian jual-beli anatara bank dan
nasabah di mana Bank syariah membeli barag yang diperlukan oleh
nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan
26
sebesar harga perolehan ditambah dengan margin/keuntungan yang
disepakati antara Bank syariah dan nasabah.
b) Pembiayaan Salam
Pembiayaan salam adalah perjanjian jual beli dengan cara pemesanan
dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih dahulu.
c) Pembiayaan Istishna
Pembiayaan Istishna adalah perjanjian jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang dengan criteria dan persyaratan tertentu
yang disepakati anatar pemesan dan penjual.
3) Pembiayaan dengan prinsip sewa. Untuk jenis pembiayaan ini
diklasifikasikan menjadi pembiayaan:
a) Pembiayaan Ijarah
Pembiayaan Ijarah adalah perjanjian sewa menyewa suatu barang
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa.
b) Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bil-Tamlik/Wa Iqtina
Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bil-Tamlik/Wa Iqtina yaitu perjanjian
sewa menyewa suatu barang yang diakhiri dengan perpindahan
kepemilikan barang dari pihak yang memberikan sewa kepada pihak
penyewa.
27
4) Surat Berharga Syariah
Surat berharga syariah adalah surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip
syariah yang lazim diperdagangkan di pasar uang dan/atau pasar modal
anatar lain wesel, obligasi syariah, sertifikat dana syariah dan surat
berharga lainnya berdasarkan prinsip syariah.
5) Penempatan
Penempatan adalah penanaman dana Bank syariah pada Bank syariah
lainnya dan/atau Bank Perkreditan Syariah anatar lain dalam bentuk giro,
dan/atau tabungan wadi’ah, deposito berjangka dan/atau tabungan
mudharabah,
pembiayaan
yang
diberikan,
Sertifikat
Investasi
Mudharabah Antar Bank (Sertifikat IMA) dan/atau bentuk-bentuk
penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.
6) Penyertaan Modal
Penyertaan modal adalah penanaman dana Bank syariah dalam bentuk
saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah,
termasuk penanaman dana dalam bentuk surat utang konversi (convertible
bonds) dengan opsi saham (equity swap) atau jenis transaksi tertentu yang
berakibat Bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada
perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah.
Adapun perusahaan yang bergerak di bidang keungan syariah adalah Bank
syariah, BPR syariah, dan perusahaan di bidang keuangan lain
28
berdasarkan prnsip syariah sebagaimana diatur dalam perundangundangan yang berlaku.
7) Penyertaan Modal Sementara
Penyertaan modal sementara adalah penyertaan modal Bank syariah dalam
perusahaan untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan/atau piutang (dept
in equity swap) sebgaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang berlaku, termasuk dalam surat utang konversi (convertible bonds)
dengan opsi saham (equity swap) atau jenis transaksi tertentu yang
berakibat Bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada
perusahaan nasabah.
8) Transaksi Rekening Administratif
Transaksi rekening administratif adalah komitmen dan kontijensi (off
balance sheet) berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank garansi,
akseptasi/endosemen, Irrevocable Letter of Credit (L/C) yang masih
berjalan, akseptasi wesel impor atas L/C berjangka, standby L/C, dan
garansi lain berdasarkna prinsip syariah.
9) Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI)
SWBI adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti
penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadi’ah. SWBI tersebut
29
merupakan piranti moneter yang sesuai dengan prinsip syariah yang
diciptakan dalam rangka pelaksanaan pengendalian moneter.9
Jenis aktiva tidak produktif yang berkaitan dengan aktivitas pembiayaan
adalah berbentuk pinjaman, yang disebut dengan Pinjaman Qardh. Pinjaman
Qardh atau talangan adalah penyediaan dana dan/atau tagihan antara Bank
syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan
pembayaran sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu.
C. Pembiayaan Mudharabah
Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara pemilik
dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar
nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi
kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana kecuali bila disebabkan oleh
misconduct, negligence atau violation oleh pengelola dana.
SKEMA MUDHARABAH
9
Indonesia.
PBI Nomor: 2/9/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentag Sertifikat Wadi‟ah Bank
30
Pemilik Dana
1
)
)
Akad Mudharabah
1
)
)
Pengelola Dana
2
)
) Proyek
Usaha
Porsi
Rugi
Porsi
Laba
4
)
)
Porsi Laba
3
)
)
4
)
)
Hasil Usaha:
Apabila untung akan dibagi sesuai nisbah,
Apabila rugi ditanggung pemilik dana
5
)
)
Keterangan:
1. Pemilik dana dan pengelola dana menyepakati akad mudharabah.
2. Proyek usaha sesuai akad mudharabah dikelola pengelola dana.
3. Proyek usaha menghasilkan laba atau rugi.
4. Jika untuk dibagi sesuai nisbah.
5. Jika rugi ditanggung oleh pemilik dana
31
Akad mudharabah merupakan suatu transaksi pendanaan atau investasi
yang berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam
akad mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana.
Kepercayaan ini penting dalam akad mudharabah karena pemilik dana
tidak boleh ikut campur di dalam manajemen perusahaan atau proyek uang yang
dibiayai dengan dana pemilik dana tersebut, kecuali sebatas memberikan saransaran dan melakukan pengawasan pada pengelola dana. Apabila usaha tersebut
mengalami kegagalan dan terjadi kerugian yang mengakibatkan sebagian atau
bahkan seluruh modal yang ditanamkan oleh pemilik dana habis, maka yang
menanggung kerugian keuanngan hanya pemilik dana. Sedangkan pengelola dana
sama sekali tidak menanggung atau tidak harus mengganti kerugian atas modal
yang hilang, kecuali kerugian tersebut terjadi akibat kesengajaan, kelalaian atau
pelanggaran akad yang dilakukan oleh pengelola dana.
Hal ini sesuai dengan prinsip sistem keuangan syariah yaitu bahwa pihakpihak yang terlibat dalam suatu transaksi harus bersama-sama menanggung risiko
dalam hal transaksi mudharabah, pemilik dana menanggung kerugian finansial
dan pengelola dana akan memiliki risiko nonfinansial. Sesuai dengan hadis Nabi
SAW yang diriwayatkan oleh Ali ra:
“Pungutan itu tergantung pada kekayaan, sedangkan laba tergantung
pada apa yang mereka sepakati bersama.”
32
Dalam mudharabah, pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah
tertentu untuk bagiannya karena dapat dipersamakan dengan riba yaitu meminta
kelebihan atau imbalan tanpa ada faktor penyeimbang (iwad) yang diperbolehkan
syariah. Keuntungan yang dibagikan pun tidak boleh menggunakan nilai proyeksi
(predictive value) akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan, yang
mengacu pada laporan hasil usaha yang secara periodik disusun oleh pengelola
dana dan diserahkan pada pemilik dana.
Pada prinsipnya dalam mudharabah tidak boleh ada jaminan atas modal,
namun demikian agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik
dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan
tersebut hanya dapat dicairkan ketika pengelola dana terbukti melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai atau melakukan pelanggaran terhadap hal-hal
yang telah disepakati bersama dalam akad.
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), mudharabah
diklasifikasikan ke dalam 3 jenis, yaitu:
1. Mudharabah Mutlaqah
Adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada
pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga
investasi tidak terikat.
33
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikn batasan kepada
pengelola antara lain mengenai lokasi, cara dan atau objek investasi atau
sektor usaha. Mudharabah jenis ini disebut juga dengan investasi terikat.
3. Mudharabah Musytarakah
Adalah mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau
dananya dalam kerja sama investasi. Jenis mudharabah seperti ini disebut
mudharabah musytarakah yang merupaka perpaduan akad mudharabah dan
akad musytarakah.
Adapun landasan pembiayaan mudharabah menurut Fatwa Dewan
Syariah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah
adalah :
1. Firman Allah QS. An Nisa‟ ayat 29:
...ْ‫ض يِ ُْكُى‬
ٍ ‫ٍ َحسَا‬
ْ َ‫ٌ حِجَازَ ًة ع‬
َ ْ‫ٌ َحكُى‬
ْ َ‫عمِ اِالَ أ‬
ِ ‫ََآ أَ َُهَا انَرٍََِْ آيَ ُىْا الَحَ ْؤ ُكهُىْا َأيْىَاَنكُ ْى بَُْ َُكُ ْى بِانْبَا‬
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil)
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”.
34
2. Firman Allah QS. Al Ma‟idah ayat 1:
… ‫ََاأَ َُهَا انَرٍََِْ آيَ ُىْا أَوْفُىْا بِا ْنعُقُىْ ِد‬
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”
3. Firman Allah QS. Al Baqarah ayat 283:
...َُّ‫ َونَُْ َخقِ اهللَ زَب‬،َُّ‫ضكُ ْى َبعْضًا َفهْ ُئَ ِد انَرِي اإْ ُحًٍَِ َأيَا َخ‬
ُ ْ‫ٍ َبع‬
َ ِ‫فَبٌِْ َأي‬..
“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya…”.
4. Hadis Nabi Riwayat Thabrani:
‫ال‬
َ ٌ
ْ َ‫عهًَ صَاحِبِِّ أ‬
َ ‫ط‬
َ ‫ل يُضَازَبَتً ِاشْ َخ َس‬
َ ‫غهِبِ اِذَا دَفَ َع ا ْنًَا‬
َ ًُ ‫ٍ عَبْ ِد ا ْن‬
ُ ْ‫ض ب‬
ُ ‫كَاٌَ سَُِدََُا ا ْنعَبَا‬
‫ك‬
َ ‫م َذِن‬
َ ‫ٌ َف َع‬
ْ ِ‫ فَب‬،ٍ‫ث كَبِدٍ َزعْبَت‬
َ ‫ٌ بِ ِّ دَابَ ًت ذَا‬
َ ِ‫ال َشْ َخس‬
َ َ‫ و‬،‫ل بِ ِّ وَادًَِا‬
َ ‫ال َ ُْ ِص‬
َ َ‫ و‬،‫حسًا‬
ْ َ‫ك بِ ِّ ب‬
َ ‫سُه‬
َْ
ً‫سهَ َى فَؤَجَاشَ ُِ (زواِ انغبساٍَ ف‬
َ ‫عهَُْ ِّ وَآنِ ِّ َو‬
َ ‫هلل‬
ُ ‫صهًَ ا‬
َ ‫هلل‬
ِ ‫ش ْسعُُّ َزسُ ْىلَ ا‬
َ َ‫ فَ َبهَغ‬،ًٍَِ‫ض‬
َ
.)‫األوسظ عٍ ابٍ عباض‬
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak
menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu
dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan
yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.”
(HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
35
5. Hadis Nabi Riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib:
،ٍ‫جم‬
َ َ‫ َانْبَُْعُ ِانًَ أ‬:ُ‫ٍ انْ َب َسكَت‬
َ ِ‫د فِ ُْه‬
ٌ َ‫ َثال‬:َ‫قَال‬
َ‫سهَى‬
َ ‫عهَُْ ِّ وَآنِ ِّ َو‬
َ ‫هلل‬
ُ ‫صهًَ ا‬
َ ٍ
َ ِ‫ٌ انَُب‬
َ َ‫أ‬
)‫ج الَ ِنهْبَُْ ِع (زواِ ابٍ ياجّ عٍ صهُب‬
ِ َُْ‫شعِ ُْسِ ِنهْب‬
َ ‫ظ انْ ُب ِس بِان‬
ُ ‫خ ْه‬
َ َ‫ و‬،ُ‫وَا ْنًُقَازَضَت‬
“Nabi bersabda, „Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara
tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut
untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.‟” (HR. Ibnu Majah dari
Shuhaib).
6. Hadis Nabi Riwayat Tirmizi dari „Amr bin „Auf:
ًَ‫عه‬
َ ٌ
َ ‫سِهًُى‬
ْ ًُ ‫حسَايًا وَا ْن‬
َ ‫م‬
َ‫ح‬
َ َ‫حالَالً أَوْ أ‬
َ ‫حسَ َو‬
َ ‫صهْحًا‬
ُ ‫ال‬
َ ِ‫سِهًٍَُِ ا‬
ْ ًُ ‫ٍ ا ْن‬
َ َُْ‫ح جَا ِئ ٌص ب‬
ُ ْ‫ّصه‬
ُ ‫اَن‬
.‫حسَايًا‬
َ ‫م‬
َ‫ح‬
َ َ‫حالَالً أَوْ أ‬
َ ‫حسَ َو‬
َ ‫ش ْسعًا‬
َ َ‫عهِىْ اِال‬
ِ ‫شسُو‬
ُ
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum
muslimin
terikat
dengan
syarat-syarat
mereka
kecuali
syarat
yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
Sebelum melakukan akad mudharabah, terlebih dulu harus memenuhi
rukun dan beberapa ketentuan syariah akad mudharabah, antara lain:
Rukun mudharabah:
a. Pelaku, terdiri atas: pemilik dana dan pengelola dana.
b. Objek Mudharabah, berupa: modal dan kerja
c. Ijab Kabul/serah terima
d. Nisbah keuntungan
36
Ketentuan syariah, adalah sebagai berikut:
1. Pelaku
a. Pelaku harus cakap hukum dan baligh
b. Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan nonmuslim
c. Pemilik dana tidak boleh ikut cambur dalam pengelolaan usa tetapi boleh
mengawasi.
2. Objek Mudharabah
Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dilakukannya akad
mudharabah.

Modal
a. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset senilai (dinilai
sebesar nilai wajar), harus jelas jumlah dan jenisnya.
b. Modal harus tunai dan tidak hutang. Tanpa adanya setora modal
berarti pemilik dana tidak memberikan kontribusi apa pun padahal
pengelola dana harus bekerja.
c. Modal harus diketahui dengan jumlah yang jelas sehingga dapat
dibedakan dari keuntungan.
d. Pengelola dana tidak diperkenankan untuk memudharabahkan
kembali modal mudharabah, dan apabila terjadi maka dianggap tejadi
pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana.
37
e. Pengelola dana tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal
kepada orang lain dan apabila terjadi maka ianggap terjadi
pelanggaran keuali atas seizin pemilik dana.
f. Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut
kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tdak dilarang secara
syariah.

Kerja
a. Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan,
selling skill, managment skill dan lain-lain.
b. Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diinvestasikan oleh
pemilik dana.
c. Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan syariah.
d. Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan yang ada dalam
bentuk kontrak.
e. Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, pengelola dana sudah menerima
modal dan sudah bekerja maka pengelola dana berhak mendapatkan
imbalan/upah.
38
3. Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridha/rela di antara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
4. Nisbah Keuntungan
a. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan,
mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang
bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh. Pengelola dana
mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik modal mendapat
imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui
dengan jelas oleh kedua belah pihak.
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c. Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan
menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba.
Lamanya kerja sama dalam mudharabah tidak tentu dan tidak terbatas,
tetapi semua pihak berhak utuk menentukan jangka waktu kontrak kerja sana
dengan memeberitahukan pihak lainnya. Namun akad mudharabah dapat berakhir
karena hal-hal sebagai berikut (Sabiq, 2008):
1. Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya, maka mudharabah
berakhir pada waktu yang telah ditentukan.
39
2. Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.
3. Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal.
4. Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha untuk
mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad. Sebagai pihak yang
mengemban amanah ia harus bersikap hati-hatidengan beritikad baik.
5. Modal sudah tidak ada.
D. Pengertian dan Prinsip Akuntani Syariah
Pengertian Akuntansi Syariah
Sejarah dan pemikiran akuntansi syariah tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan perekonomian Islam termasuk nilai-nilai yang sesuai dengan
Islam. Sedangkan di sisi lain akuntansi syariah sebagai cabang dari ilmu
akuntansi yang merupakan ilmu pengetahuan tentu harus melampaui proses dan
tahapan tertentu.
Akuntansi syariah pada dasarnya merupakan bentuk aplikasi dari nilainilai Islam sebagai suatu agama yang tidak hanya mengatur masalah keimanan
tetapi juga mengatur masalah kehidupan sehari-hari.
Secara sederhana, pengertian akuntansi syariah dapat dijelaskan melalui
akar kata yang dimilikinya, yaitu akuntansi dan syariah. Definisi bebas dari
akuntansi adalah identifikasi transaksi yang kemudian diikuti dengan kegiatan
pencatatan, penggolongan serta pengikhtisaran transaksi tersebut sehingga
40
menghasilkan laporan keangan yang dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan.
Definisi bebas dari syariah adalah aturan yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT untuk dipatuhi oleh manusia dalam menjalani segala aktivitas hidupnya di
dunia. Jadi, akuntansi syariah dapat diartikan sebagai proses akuntansi atas
transaksi-transaksi yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Allah SWT.
Oleh sebab itu, akuntansi syariah dibutuhkan untuk mendukung kegiatan
yang harus dilakukan sesuai syariah, karena tidak mungkin dapat menerapkan
akuntansi yang sesuai dengan syariah jika transaski yang dicatat oleh proses
akuntansi tersebut tidak sesuai dengan syariah.10
Akuntansi sebagaimana difirmankan Allah dalam QS. Al Baqarah ayat
282 Artinya ”Hai orang-orang yang beriman, apaila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di anatara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
janganlah
penulis
enggan
menuliskannya
sebagaimana
Allah
telah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun
daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau
leah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah
10
Sri Nurhayati dan Washilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2, Jakarta, Salemba
Empat, 2009, h.2
41
walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orag saksi
(dari orang-orang lelaki) di antaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka
(boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi menginagtkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas
waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat
menguatkan
persaksian
dan
lebih
dekat
kepada
tidak
(menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menuliskannya. Dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu
lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan
pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah
Mahamengetahui segala sesuatu.”
42
Prinsip-prinsip Akuntansi Syariah
Secara filosofis teori akuntansi syariah memiliki prinisp-prinsip sebagai
berikut11:
1. Humanis
Humanis memberikan suatu pengertian bahwa akunstansi syariah bersifat
manusiawi, sesuai dengan fitrah manusia dan dapat dipraktekkan sesuai
dengan kapasitas yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk yang selalu
berinteraksi dengan orang lain (dan alam) secara dinamis dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Emansipatoris
Emansipatoris mempunyai pengertian bahwa teori akuntansi syariah mampu
melakukan perubahan-perubahan yang signifikan terhadap teori dan praktek
akuntansi modern yang eksis saat ini. Perubahan-perubahan yang dimaksud di
sini adalah perubahan yang membebaskan. Pembebasan dari ikatan-ikatan
semua yang tidak perlu diikuti, pembebasan dari kekuatan semua (pseudo
power), dan pembebasan dari ideologi semu.
3. Transendental
Transendental mempunyai makna bahwa teori akuntansi syariah melintas
batas disiplin ilmu ilmu akuntansi itu sendiri. Dengan prinsip ini teori
11
Iwan Triyuwono, Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah, Jakarta:PT.
RajaGrafindo Persada, 2006, ed.I, h. 320-321.
43
akuntansi syariah dapat memperkaya dirinya dengan mengadopsi disiplin ilmu
lainnya, seperti; sosiologi, psikologi, dan lainya.
4. Teleologikal
Teleologikal memberikan suatu dsar pemikiran bahwa akuntansi tidak sekedar
memberikan informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi, tetapi juga
memiliki tujuan transendental sebagai bentuk pertanggungjawaban manusia
terhadap Tuhannya, kepada sesama manusia, dan kepada alam semesta.
Prinsip ini mengantarkan manusia pada tujuan hakikat kehidupan yaitu, falah
(kemenangan).
E. Penyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah No. 10512
Prinsip Pembagian Hasil Usaha
11. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi
hasil atau bagi laba (profit sharing). Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka
dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total
pendapatan usaha (omzet). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba,
dasar pembagian adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban
yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
Pengakuan dan Pengukuran
Akuntansi untuk Pemilik Dana
12
Standar Akuntansi Keuangan/Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta, Salemba Empat, 2007
44
12. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana sebagai investasi
mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada
pengelola dana.
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
a) investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan;
b) investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai
wajar aset nonkas pada saat penyerahan:
i) jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatya diakui, maka
selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi
sesuai jangka waktu akad mudharabah.
ii) jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka
selisihnya diakui sebagai kerugian
14. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan
rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak
pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan
mengurangi saldo investasi mudharabah.
15. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa
adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut
diperhitungkan pada saat bagi hasil.
45
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha
mudharabah diterima oleh pengelola dana.
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam aset nonkas tersebut
mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara
efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak
langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat
pembagian bagi hasil.
18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh:
a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipeuhi;
b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim
dan/atau yang telah ditentukan dalam akad; atau
c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang
19. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan
belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui
sebagai piutang.
Penghasilan Usaha
20. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan
usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang
disepakati.
46
21. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah
berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi.
Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara:
a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi;
dan
b) pengembalian investasi mudharabah;
diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
22. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui
berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola
dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
23. Kerugian akibat kelalaian atas kesalahan pengelola dana dibebankan pada
pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah.
24. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai
piutang.
Akuntansi untuk Pengelola Dana
25. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai
dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang
diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar
nilai tercantumnya.
26. Jika pengelola dana menyalurkan dana syirkah temporer yang diterima maka
pengelola dana mengakui sebagai aset sesuai ketentuan pada paragraf 12-13
47
27. Pengelola dana kengakui pendapatan atas pengeluaran dana syirkah temporer
secara bruto sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana.
28. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip,
yaitu bagi laba atau bagi hasil seperti yang dijelaskan pada paragraf 11.
29. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah
diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai
kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana.
30. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana
diakui sebagai beban pengelola dana.
Dalam mudharabah istilah profit and loss sharing tidak tepat digunakan
karena yang dibagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk
kerugiannya (loss). Sehingga selanjutnya akan digunakan istilah prinsip bagi hasil
seperti yang digunakan dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998, karena
apabila usaha tersebut gagal maka yang menanggung kerugiannya adalah pemilik
dana.
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan
pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui
berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan hasil usaha dari
pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil
usaha.
48
Adapun perlakuan akuntansi mudharabah PSAK Syariah No. 105 dalam
buku Sri Nurhayati dan Washilah “Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2”
adalah sebagai berikut13:
1. Akuntansi untuk Pemilik Dana
1) Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai
investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset
nonkas kepada pegelola dana.
2) Pengukuran investasi mudharabah:
(a) investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan;
(b) investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai
wajar aset nonkas pada saat penyerahan
Nilai dari investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas harus
disetujui oleh pemilik dana dan pengelola dana pada saat akad.
Ada dua (2) alasan tidak digunakannya dasar historical cost untuk
mengukur aset nonkas (Siswantoro, 2003).

Penggunaan nilai yang disetujui oleh pihak yang melakukan kontrak
untuk mencapai satu tujuan akuntansi keuangan.
13
Sri Nurhayati dan Washilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2, Jakarta, Salemba
Empat, 2009, h.120-125
49

Penggunaan nilai yang disetujui (agreed value) oleh pihak yang
melakukan investasi kontrak untuk nilai aset nonkas menuju aplikasi
konsep representational fathfulness dalam pelaporan.
Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan.
Jurnal pada saat penyerahan kas:
Db. Investasi Mudharabah
xxx
Kr. Kas
xxx
Investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai
wajar aset nonkas pada saat penyerahan. Kemungkinannya ada 2:

Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya
diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka
waktu akad mudharabah.
Jurnal pada saat penyerahan aset nonkas:
Db. Investasi Mudharabah
xxx
Kr. Keutungan Tangguhan
xxx
Kr. Aset Nonkas
xxx
Jurnal amortisasi keuntungan tangguhan:
Db. Keuntungan Tangguhan
Kr. Keuntungan
xxx
xxx
50

Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka
selisihnya diakui sebagai kerugian.
Jurnal pada saat penyerahan aset nonkas:
Db. Investasi Mudharabah
xxx
Db. Kerugian Penurunan Nilai
xxx
Kr. Aset Nonkas Mudharabah
xxx
3) Penurunan nilai jika investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas:
(a) Penurunan nilai sebelum usaha dimulai
Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai
disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan karena kelalaian
atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut
diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah.
Jurnal:
Db. Kerugian Investasi Mudharabah
xxx
Kr. Investasi Mudharabah
xxx
(b) Penurunan nilai setelah usaha dimulai
Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha
tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian
tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi mudharabah
namun diperhitungkan pada saat pembagian hasil usaha.
51
Jurnal:
Db. Kerugian Investasi Mudharabah
xxx
Kr. Penyisihan Investasi Mudharabah
xxx
Db. Kas
xxx
Db. Penyisihan Investasi Mudharabah
xxx
Kr. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah
xxx
4) Kerugian
Pencatatan kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad
mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan
kerugian investasi.
Jurnal:
Db. Kerugian Investasi Mudharabah
Kr. Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah
xxx
xxx
Catatan:
Tujuan dicatat sebagai penyisihan agar jelas nilai investasi awal
mudharabah.
52
5) Hasil usaha
Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai
piutang.
Jurnal:
Db. Piutang Pendapatan Bagi Hasil
xxx
Kr. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah
xxx
Pada saat pengelola dana membayar bagi hasil
Jurnal:
Db. Kas
xxx
Kr. Piutang Pendapatan Bagi Hasil
xxx
6) Akad mudharabah berakhir
Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara investasi mudharabah
setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan pengembalian
investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Jurnal:
Db. Kas/Piutang/Aset Nonkas
xxx
Db. Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah
xxx
Kr. Investasi Mudharabah
xxx
Kr. Keuntungan Investasi Mudharabah
xxx
53
ATAU
Db. Kas/Piutang/Aset Nonkas
xxx
Db. Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah
xxx
Db. Kerugian Investasi Mudharabah
xxx
Kr. Investasi Mudharabah
xxx
7) Penyajian
Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan
sebesar nilai tercatat, yaitu nilai investasi mudharabah dikurangi
penyisihan kerugian (jika ada).
8) Pengungkapan
Pemilik dana mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi
mudharabah, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana,
pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah dan lain-lain;
(b) Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya;
(c) Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan;
(d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
54
2. Akuntansi untuk Pengelola Dana
1) Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui
sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset
nonkas yang diterima.
2) Pengukuran dana syirkah temporer
Dana syirkah temporer diukur sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset
nonkas yang diterima.
Jurnal:
Db. Kas/Aset nonkas
xxx
Kr. Dana Syirkah Temporer
xxx
3) Penyaluran kembali dana syirkah temporer
Jika pengelola dana menyalurkan kembali dana syirkah temporer yang
diterima maka pengelola dana mengakui sebagai aset (investasi
mudharabah). Sama seperti akuntansi pemilik dana. Dan ia akan
mengakui pendapatan secara bruto sebelum dikurangi bagian hak pemilik
dana.
Jurnal pencatatan ketika menerima pendapatan hasil dari penyaluran
kembali dana syirkah temporer:
Db. Kas/Piutang
Kr. Pendapatan yang belum dibagikan
xxx
xxx
55
Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah
diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui
sebagai kewajiban sebesar bagi hasil usaha yang menjadi porsi hak
pemilik dana.
Jurnal:
Db. Beban Bagi Hasil Mudharabah
xxx
Kr. Utang Bagi Hasil Usaha Mudharabah
xxx
Jurnal pada saat pengelola dana membayar bagi hasil:
Db. Utang Bagi Hasil Mudharabah
xxx
Kr. Kas
xxx
4) Sedangkan apabila pengelola dana mengelola sendiri dana mudharabah
berarti ada pendapatan dan beban yang diakui dan pencatatannya sama
dengan akuntansi konvensional yaitu:
Saat mencatat pendapatan:
Db. Kas/Piutang
xxx
Kr. Pendapatan
xxx
Saat mencatat beban:
Db. Beban
Kr. Kas/Utang
xxx
xxx
56
Jurnal penutup yang dibuat akhir periode (apabila diperoleh keuntungan):
Db. Pendapatan
xxx
Kr. Beban
xxx
Kr. Pendapatan yang Belum dibagikan
xxx
Jurnal ketika dibagihasilkan kepada pemilik dana:
Db. Beban Bagi Hasil Mudharabah
xxx
Kr. Utang Bagi Hasil Mudharabah
xxx
Jurnal pada saat pengelola dana membayar bagi hasil usaha:
Db. Utang Bagi Hasil Mudharabah
xxx
Kr. Kas
xxx
Jurnal penutup yang dibuat apabila terjadi kerugian:
Db. Pendapatan
xxx
Db. Penyisihan Kerugian
xxx
Kr. Beban
xxx
5) Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana
diakui sebagai beban pengelola dana.
Jurnal:
Db. Beban
Kr. Utang Lain-lain/Kas
xxx
xxx
57
6) Di akhir akad
Jurnal:
Db. Dana Syirkah Temporer
xxx
Kr. Kas/Aset Nonkas
xxx
Jika ada penyisihan kerugian sebelumnya
Jurnal:
Db. Dana Syirkah Temporer
xxx
Kr. Kas/Aset Nonkas
xxx
Kr. Penyisihan Kerugian
xxx
7) Penyajian
Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan
keuangan:
(a) dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai
tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah; yaitu sebesar dana syirkah
temporer dikurangi dengan penyisihan kerugian (jika ada)
(b) bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi
belum diserahkan kepada peilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil
yang belum dibagikan sebagai kewajiban.
8) Pengungkapan
Pengelola dana menungkapkan transaksi mudharabah dalam laporan
keuangan:
58
(a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana,
pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah dan lain-lain;
(b) Rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya;
(c) Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayyadah.
(d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
BAB III
GAMBARAN UMUM BPRS AL BAROKAH
A. Sejarah singkat dan Perkembangan BPRS Al Barokah
Sejarah berdirinya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia
sebagai salah satu bentuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang tidak bisa dilepas
dari sejarah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada masa-masa sebelumnya.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) status hukumnya disahkan
dalam Paket Kebijakkan Keuangan Moneter dan Perbankan melalui PAKTO
(Paket tanggal 27 Oktober 1998), pada hakikatnya merupakan model baru dari
Lumbung Desa dan Bank Desa dengan beraneka ragam namanya khususnya di
pulau Jawa sejak akhir tahun 1890-an hingga tahun 1967. Sejak dikeluarkan
Undang-Undang tentang Perbankan, status hukumnya menjadi lembaga keuangan
bank dengan upaya-upaya pembenahan terhadap badan-badan desa.
Berdirinya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia selain
didasari oleh tuntutan berusaha (Muamalah) sesuai hukum (Syariah) Islam yang
merupakan keinginan kuat dari sebagian besar umat Islam di Indonesia, juga
sebagai langkah aktif dalam rangka restukturisasi perekonomian di Indonesia
yang dituangkan kedalam berbagai kebijakkan keuangan dan moneter Perbankan
secara umum. Secara khusus adalah mengisi peluang terhadap kebijakan yang
59
60
membebaskan bank dalam penetapan tingkat suku bunga, yang kemudian dikenal
dengan Bank tanpa Bunga.
PT. BPR Syariah Al-Barokah yang berkedudukan Jalan Proklamasi Blok
A No. 9 Depok, didirikan dengan Akta Nomor 56 Notaris Harun Kamil SH
tanggal 12 Juni 1995, Notaris di Jakarta. Akta pendirian ini disetujui oleh Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
dengan
surat
keputusan:
Nomor
KEP-
046/KM.17/1996, tertanggal 6 Februari 1996 dan mulai melaksanakan kegiatan
dan beroperasi pada tanggal 11 Maret 1996
Ide konkrit pendirian PT. BPR Syariah Al-Barokah berawal dari sebuah
kegiatan pengajian yang diikuti oleh para pensiunan Karyawan PT. Stanvac
Indonesia, yang masih aktif bekerja di PT. Exspan Sumatera, PT. Exspan
Nusantara, dan PT. Exspan Petrogas Intranusa yang merupakan bagian dari PT.
Medco Energi, yakni perusahaan yang mengelola minyak dan gas bumi.
Para
pensiunan
karyawan
PT.
Stanvac
Indonesia
ini
akhirnya
menghasilkan ide dan kesepakatan untuk mendirikan sebuah Bank Perkreditan
Rakyat yang mempunyai sistem operasional berdasarkan syariah Islam yaitu
dengan menggunakan sistem bagi hasil (Mudharabah), usaha berserikat
(Musyarakah), dan jual beli (Murabahah).1
Pada saat penandatanganan Akta Pendirian PT. BPR Syariah Al-Barokah
terdapat 25 (dua puluh lima) orang sebagai pemegang saham yang mendukung
1
PT. BPRS Al-Barokah, Profil Perusahaan PT.BPRS Al-Barokah, (Jakarta: PT.
BPRS Al-Barokah, 1996)
61
penuh pendirian bank tersebut. Dengan Modal Dasar sebesar Rp 200.000.000,(dua ratus juta rupiah) yang disetor tunai kepada Bank Indonesia sebesar Rp
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sebagai Deposito. Kemudian setelah
memenuhi syarat yang ditentukan Undang-Undang, maka Bank Indonesia
mengizinkan PT. BPR Syariah Al-Barokah beroperasi dan pada tanggal 11 Maret
1996 secara resmi PT. BPR Syariah Al Barokah melaksanakan kegiatannya.
Dengan perkembangan yang terus maju maka PT. BPR Syariah AlBarokah sejak tahun 2005 telah merubah Modal Dasar menjadi Rp
2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) dengan Modal Disetor sebesar Rp
1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).2
PT. BPR Syariah Al-Barokah adalah Bank yang aktivitasnya dan sistem
operasionalnya berdasarkan prinsip syariah Islam, antara lain menghimpun dan
menyalurkan dana berdasarkan prinsip jual beli (Murabahah), bagi hasil
(Mudharabah), berserikat (Musyarakah), dan kerja sama dalam bidang keuangan
dan perbankan yang berpedoman kepada ketentuan syariah (hukum Islam).
2
Ibid.
62
B. Visi dan Misi BPRS Al Barokah
Visi dari PT. BPR Syariah Al-Barokah yaitu menjadi salah satu Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah terbaik di Indonesia.
Misi dari PT. BPR Syariah Al-Barokah yaitu:
1. Memberdayakan potensi ekonomi umat sesuai dengan prinsip syariah Islam
2. Menggalang dan menyalurkan dana guna meningkatkan kemakmuran dan rasa
keadilan.3
C. Struktur Organisasi BPRS Al Barokah
Sebagai BPRS yang akan terus berkembang, BPRS Al Barokah didukung
oleh struktur organisasi yang memadai dengan kelengkapan fungsi-fungsi
pengendalian yang dibutuhkan BPRS.
Struktur organisasi yang disusun bersifat fleksibel dalam arti bila terjadi
pengembangan kebutuhan atau perubahan dalam deskripsi tugas, maka pos atau
bagian dapat dikembangakn sesuai dengan kebutuhan. Secara garis besar struktur
organisasi di maksud adalah sebagai berikut :
3
Ibid.
63
Fatwa-Fatwa
D.S.N
M.U.I
R.U.P.S
Dewan Komisaris
D.P.S
Direktur Utama
Direktur
Personalia
Litbang &
Pemasaran
Keterangan:
D. S. N
M. U. I
D. P. S
R. U. P. S
Promosi
Penagihan
= Dewan Syariah Nasional
= Majelis Ulama Indonesia
= Dewan Pengawas Syariah
= Rapat Umum Pemegang Saham
Akuntansi
Keuangan
Kasir
64
D. Prosedur Pengajuan Pembiayaan
Prosedur pengajuan pembiayaan di BPRS Al Barokah dimulai dengan
adanya rencana pengembangan usaha oleh nasabah. Lalu nasabah dapat langsung
datang ke BPRS Al Barokah untuk mengisi formulir permohonan dan melengkapi
persyaratan
berupa
data
historis
usaha/perusahaan,
data
proyeksi
usaha/perusahaan dan data jaminan/agunan. Setelah dianggap cukup, data tersebut
akan diberikan kepada pihak BPRS Al Barokah akan memeriksa persyaratan
tersebut, mengkonfirmasi data dan dokumen yang telah diberikan oleh nasabah.
Jika semua persyaratan lengkap maka pihak BPRS Al Barokah akan melakukan
analisa 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral dan Condition of Economy)
yang diikuti dengan analisa keuangan. Jika nasabah tersebut dianggap layak untuk
menerima pembiayaan makan akan langsung disetujui pembiayaannya. Jika
dianggap tidak layak maka akan diberi kesempatan untuk merevisinya dari awal,
namun jika sudah direvisi dan tetap tidak layak juga, maka BPRS Al Barokah
tidak akan menyetujui pengajuan pembiayaan yang diajukan oleh nasabah.
Adapun dalam bentuk bagan, dapat di gambarkan sebagai berikut :
65
Rencana Pengembangan Usaha
Mengisi Formulir Permohonan
Melengkapi Persyaratan :
 Data histories usaha/perusahaan
 Data proyeksi usaha/perusahaan
 Data jaminan/agunan
Tidak
Persyaratan Lengkap ?
Ya
Penyeerahan Dokumen ke BPRS
Konfirmasi data/dokumen
Tidak
Persyaratan Lengkap ?
Ya
Analisa Kelayakan 5 C
Analisa Keuangan
Tidak
Revisi ?
Layak ?
Tidak
Stop
Ya
Persetujuan Pembiayaan
66
E. Prinsip Akad BPRS Al Barokah
1. Prinsip Kerjasama
Prinsip ini merupakan sistem yang meliputi tata cara pembagian, bagi hasil
usaha antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana
(mudharib). Bentuk produk ini dapat menggunakan akad mudharabah atau
musyarakah.
2. Prinsip Jual Beli
Prinsip ini merupakan penyaluran dalam bentuk jual beli dengan pembiayaan
ditangguhkan dengan cara penjualan barang dari BPRS kepada nasabah
dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan barang ditambah margin
keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BPRS. Akad yang dapat
dipakai dalam prinsip ini adalah murabahah4.
3. Prinsip Kebajikan
Prinsip ini merupakan pembiayaan kebajikan, lebih bersifat sosial dan tidak
profit oriented, lebih dirasakan sebagai pinjaman lunak bagi Bisnis Usaha
Kecil (BUK) yang benar-benar kekurangan modal. Nasabah tidak perlu
membagi keuntungan kepada BPRS, tetapi hanya membayar biaya riil yang
tidak dapat dihindari terjadinya suatu kontrak, misalnya biaya administrasi
pembiayaan.
4
Hertanto Widodo (ed), Pedoman Praktis Operasional BPRS, (Bandung, MIZAN,
1999), h.48
67
Sumber pembiayaan ini hanya satu sumber yang boleh dilakukan, yaitu
dari simpanan yang berasal dari dana titipan yang bersuber dari ZIS atau harus
merupakan kekayaan BPRS tersebut. Yang termasuk dalam prinsip kebajikan
adalah Qardhul hasan.
F. Produk dan Layanan BPRS Al Barokah5
PENGHIMPUNAN DANA
a. Tabungan Mudharabah Al-Barokah
Transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada
pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang
sesuai dengan syari’ah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah
pihak nerdasarkan nisbah yang telah disepakati.
b. Deposito Mudharabah Al-Barokah
Bank menerima deposito berjangka pribadi maupun badan usaha. Akad
penerimaannya mudharabah, di mana bank menerima dana yang digunakan
sebagai penyertaan sementara dalam jangka waktu 1 bulan, 3 bulan 6 bulan 12
bulan dan seterusnya.
c. Tabungan Wadi’ah
Bank menerima tabungan pribadi maupun badan usaha dalam bentuk
tabungan bebas. Akad penerimaan yang digunakan yakni wadi’ah. Bank akan
5
Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Bank Indonesia
68
memberikan kadar profit kepada nasabah yang dihitung harian dan dibayar
setiap bulan.
PENYALURAN DANA
a. Piutang Murabahah
Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah
dengan margin
yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual
menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.
b. Piutang Wakalah
Wakalah merupakan pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak (muwakkil)
kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal yang boleh untuk diwakilkan.
c. Piutang Ijarah
Transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa antara pemilik objek
sewa termasuk hak pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk
mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan.
d. Piutang Qard
Transkasi pinjam meminjam dana tanpa imbalan degan kewajiban pihak
peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau dengan cara
angsuran dalam jangka waktu tertentu
e. Pembiayaan Mudharabah
69
Perjanjian antara pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank)
yang keuntungannya dibagi menurut rasio sesuai dengan kesepakatan. Jika
mengalami kerugian maka pengusaha menanggung kerugian dana, sedangkan
bank menanggung materiil dan kehilangan imbalan kerja.
f. Pembiayaan Musyarakah
Perjanjian antara pengusaha dengan bank, di mana modal kedua belah pihak
digabungkan utuk sebuah usaha yang dikelola bersama-sama. Keuntungan
dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan awal.
BAB IV
PERBANDINGAN PENERAPAN PENCATATAN AKUNTANSI
PEMBIAYAAN MUDHARABAH PSAK NO. 59 PADA BPRS AL
BAROKAH DENGAN PSAK SYARIAH NO.105
A. Penerapan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah pada BPRS Al
Barokah.
Untuk
lebih
memahami
penerapan
akuntansi
pembiayaan
mudharabah pada BPRS Al Barokah, akan diperjelas melalui studi kasus
di bawah ini :
Contoh kasus 1
BMT Al Husnayain memerlukan dana sebesar Rp. 40.000.000,untuk jangka waktu 10 bulan.yang akan disalurkan oleh BMT Al
Husnayain kepada mitra usahanya dengan akad jual-beli (Murabahah).
Angsuran pokok mitra usaha kepada BMT Al Husnayain sebesar Rp.
4.000.000,-/bulan. Sedangkan hasil (keuntungan) akan dibagi dan
dibayarkan pada setiap bulannya akhir periode kerjasama dengan nisbah
yang telah disepakati oleh BMT Al Husnyaian dan BPRS Al Barokah
adalah 60:40.
70
71
Kerjasama antara BMT Al Husnayain dengan BPRS Al Barokah
dengan akad bagi hasil (Mudharabah) dengan alur kerjasama sebagai
berikut :
Mudharabah
BPRS AL
BAROKAH
BMT AL
HUSNAYAIN
Hasil
Angsuran
Dari data di atas, BPRS Al Barokah membuat penjurnalan sebagai
berikut:
Jurnal pada saat pencairan dana mudharabah oleh BPRS Al
Barokah kepada BMT Al Husnayain,
Db. Pembiayaan Mudharabah Husnayain
Rp. 40.000.000
Kr. Kas BPRS Al Barokah
Rp. 40.000.000
Jurnal pada saat pembayaran biaya administrasi oleh BMT Al
Husnayain,
Db. Rekening BMT Al Husnayain
Kr. Kas BPRS Al Barokah
Rp.
600.000
Rp.
600.000
72
Jurnal pembayaran angsuran pokok oleh BMT Al Husnayaian,
Db.Kas BPRS Al Barokah
Kr. Pembiayaan Mudharabah Husnayain
Rp. 4.000.000
Rp. 4.000.000
Penerimaan bagi hasil dari BMT Al Husnayain yang dibayarkan per
bulan kepada BPRS Al Barokah,
Pada bulan ke-1 BMT Al Husnyaian mendapatkan keuntungan
sebesar Rp. 1.380.000. Nisbah bagi hasil untuk BPRS Al Barokah adalah
60:40. Sehingga bagi hasil bulan ke-1 adalah sebagai berikut :
Db.
Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Pendapatan bagi hasil BMT Al Husnayain
552.000
Rp.
552.000
Pada bulan ke-2 BMT Al Husnyaian mendapatkan keuntungan
sebesar Rp. 1.236.000. Sehingga bagi hasil bulan ke-2 adalah sebagai
berikut :
Db.
Kas BPRS Al Barokah
Kr. Pendapatan bagi hasil BMT Al Husnayain
Rp.
494.400
Rp.
494.400
73
Pada bulan ke-3 BMT Al Husnyaian mendapatkan keuntungan
sebesar Rp. 1.092.000. Sehingga bagi hasil bulan ke-3 adalah sebagai
berikut :
Db.
Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Pendapatan bagi hasil BMT Al Husnayain
436.800
Rp.
436.800
Pada bulan ke-4 BMT Al Husnyaian mendapatkan keuntungan
sebesar Rp. 948.000. Sehingga bagi hasil bulan ke-4 adalah sebagai
berikut:
Db.
Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Pendapatan bagi hasil BMT Al Husnayain
379.200
Rp.
379.200
Pada bulan ke-5 BMT Al Husnyaian mendapatkan keuntungan
sebesar Rp. 804.000. Sehingga bagi hasil bulan ke-5 adalah sebagai
berikut:
Db.
Kas BPRS Al Barokah
Kr. Pendapatan bagi hasil BMT Al Husnayain
Rp.
321.600
Rp.
321.600
Pada bulan ke-6 BMT Al Husnyaian mendapatkan keuntungan
sebesar Rp. 660.000. Sehingga bagi hasil bulan ke-6 adalah sebagai
berikut:
74
Db.
Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Pendapatan bagi hasil BMT Al Husnayain
264.000
Rp.
264.000
Pada bulan ke-7 BMT Al Husnyaian mendapatkan keuntungan
sebesar Rp. 516.000. Sehingga bagi hasil bulan ke-7 adalah sebagai
berikut:
Db.
Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Pendapatan bagi hasil BMT Al Husnayain
206.400
Rp.
206.400
Pada bulan ke-8 BMT Al Husnyaian mendapatkan keuntungan
sebesar Rp. 372.000. Sehingga bagi hasil bulan ke-8 adalah sebagai
berikut:
Db.
Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Pendapatan bagi hasil BMT Al Husnayain
148.800
Rp.
148.800
Pada bulan ke-9 BMT Al Husnyaian mendapatkan keuntungan
sebesar Rp. 228.000. Sehingga bagi hasil bulan ke-9 adalah sebagai
berikut:
Db.
Kas BPRS Al Barokah
Kr. Pendapatan bagi hasil BMT Al Husnayain
Rp.
91.200
Rp.
91.200
75
Pada bulan ke-10 BMT Al Husnyaian mendapatkan keuntungan
sebesar Rp. 84.000. Sehingga bagi hasil bulan ke-10 adalah sebagai
berikut:
Db.
Kas BPRS Al Barokah
Kr. Pendapatan bagi hasil BMT Al Husnayain
Rp.
33.600
Rp.
33.600
Contoh kasus 2:
CV. Dhaya Prima Sejati (Bpk. Basuki) memerlukan dana sebesar
Rp. 498.000.000 untuk jangka waktu 12 bulan yang akan digunakan dalam
pelaksanaan pekerjaan (gunning) pemeliharaan rutin kebersihan gerbang
tol Paket G.02 dari Jasa Marga Highway Corp. Bagi hasil didapat dari 15%
biaya overhead dari nominal dana yang dibutuhkan yaitu Rp. 74.700.000
yang akan dibagikan sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan
dibayarkan pada akhir periode kerjasama. Angsuran pokok yang harus
dibayarkan oleh nasabah adalah Rp. 143.175.000/3 bulan.
76
Dari data di atas, BPRS Al Barokah membuat penjurnalan sebagai
berikut:
Jurnal pada saat pencairan dana mudharabah oleh BPRS Al
Barokah kepada CV. Dhaya Prima Sejati (Bpk. Basuki),
Db. Pembiayaan Mudharabah Bpk. Basuki
Kr. Kas BPRS Al Barokah
Rp. 498.000.000
Rp. 498.000.000
Jurnal pada saat pembayaran biaya administrasi oleh CV. Dhaya
Prima Sejati,
Db. Rekening BMT Bpk. Basuki
Kr. Kas BPRS Al Barokah
Rp. 1.830.000
Rp. 1.830.000
Jurnal pembayaran angsuran pokok oleh CV. Dhaya Prima Sejati
(Bpk. Basuki),
Db.Kas BPRS Al Barokah
Kr. Pembiayaan Mudharabah Bpk. Basuki
Rp. 143.175.000
Rp. 143.175.000
77
Nisbah yang disepakati antara BPRS Al Barokah dengan CV.
Dhaya Prima Sejati adalah 20:80. Penerimaan bagi hasil dari CV. Dhaya
Prima Sejati yang dibayarkan pada akhir periode kerjasama.
Db. Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Pendapatan bagi hasil Bpk. Basuki
14.940.000
Rp.
14.940.000
B. Penerapan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah PSAK Syariah No.
105
Dalam ketentuan pencatatan akuntansi pembiayaan mudharabah
PSAK Syariah No.105 dijelaskan beberapa ketentuan mengenai pencatatan
akuntansi penyerahan pembiayaan mudharabah, yakni:
Paragraf 12, Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui
sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan
aset nonkas kepada pengelola dana.
Paragraf 13 poin a, Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar
jumlah yang dibayarkan.
Paragraf 15 poin c (PSAK 59), Beban yang terjadi sehubungan dengan
mudharabah tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan mudharabah
kecuali telah disepakati bersama.
78
Sehingga, pencatatan akuntansi pada saat penyerahan pembiayaan,
menurut PSAK No.105 adalah sebagai berikut:
Contoh kasus 1:
Db. Investasi Mudharabah BMT Husnayain
Kr. Kas BPRS Al Barokah
Rp. 40.000.000
Rp. 40.000.000
Contoh kasus 2:
Db. Investasi Mudharabah Bpk. Basuki
Kr. Kas BPRS Al Barokah
Rp. 498.000.000
Rp. 498.000.000
Pembayaran angsuran pokok mudharabah dari nasabah, menurut
PSAK No.59 adalah:
Paragraf 16, Setiap pembayaran kembali atas pembiayaan mudharabah
oleh pengelola dana mengurangi saldo pembiayaan mudharabah.
Dengan jurnal sebagai berikut:
Contoh kasus 1:
Db.Kas BPRS Al Barokah
Kr. Investasi Mudharabah BMT Husnayain
Rp. 4.000.000
Rp. 4.000.000
79
Contoh kasus 2:
Db.Kas BPRS Al Barokah
Kr. Investasi Mudharabah Bpk. Basuki
Rp. 143.175.000
Rp. 143.175.000
Pencatatan akuntansi penerimaan bagi hasil mudharabah menurut
PSAK Syariah No.105 adalah:
Paragraf 10, Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan
keuntungan, maka porsi jumlah bagi hasil usaha untuk pemilik dana dan
pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil
usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana
mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian finansial menjadi
tanggungan pemilik dana.
Paragraf 11, Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan
berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba (profit sharing). Jika
berdasarkan prisip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha hádala
laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omzet). Sedangkan
jira berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto (net
profit) yaitu laba bruto dikrangi beban yang bekaitan dengan pengelolaan
dana mudharabah.
80
Paragraf 20, Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan,
penghasilan usaha diakui dalam periode terjadiny hak bagi hasil sesuai
nisbah yang disepakati.
Paragraf 24, Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana
diakui sebagai piutang.
Dengan jurnal :
Db. Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah
xxx
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah
xxx
Pada saat pengelola dana membayarkan bagi hasil, jurnalnya sebagai
berikut :
Db. Kas/Rekening
Kr. Piutang Pendapatan bagi hasil mudharabah
xxx
xxx
Total keuntungan yang diperoleh oleh BMT Al Husnayain adalah
Rp. 7.320.000, nisbah bagi hasil adalah 40% untuk BPRS Al Barokah dan
60% untuk BMT Al Husnyaian. Sehingga pendapatan bagi hasil yang
diterima oleh BPRS Al Barokah sebesar 40% x Rp. 7.320.000 = Rp.
2.928.000
Menurut ketentuan di atas, jurnal yang diperlukan pada saat
penerimaan bagi hasil secara tunai adalah:
81
Contoh kasus 1:
Db.Kas BPRS Al Barokah
Rp. 2.928.000
Kr. Piutang Pendapatan bagi hasil mudharabah
Rp. 2.928.000
Karena penerimaan bagi hasil dilakukan setiap bulan, maka
menurut ketentuan di atas, penjurnalan menjadi:
Bagi hasil bulan ke-1 adalah sebagai berikut :
Db.Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Piutang Pendapatan bagi hasil mudharabah
552.000
Rp.
552.000
Bagi hasil bulan ke-2 adalah sebagai berikut :
Db.Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Piutang Pendapatan bagi hasil mudharabah
494.400
Rp.
494.400
Bagi hasil bulan ke-3 adalah sebagai berikut :
Db.Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Piutang Pendapatan bagi hasil mudharabah
436.800
Rp.
436.800
Bagi hasil bulan ke-4 adalah sebagai berikut :
Db.Kas BPRS Al Barokah
Kr. Piutang Pendapatan bagi hasil mudharabah
Rp.
379.200
Rp.
379.200
82
Bagi hasil bulan ke-5 adalah sebagai berikut :
Db.Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Piutang Pendapatan bagi hasil mudharabah
321.600
Rp.
321.600
Bagi hasil bulan ke-6 adalah sebagai berikut :
Db.Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Piutang Pendapatan bagi hasil mudharabah
264.000
Rp.
264.000
Bagi hasil bulan ke-7 adalah sebagai berikut :
Db.Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Piutang Pendapatan bagi hasil mudharabah
206.400
Rp.
206.400
Bagi hasil bulan ke-8 adalah sebagai berikut :
Db.Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Piutang Pendapatan bagi hasil mudharabah
148.800
Rp.
148.800
Bagi hasil bulan ke-9 adalah sebagai berikut :
Db.Kas BPRS Al Barokah
Kr. Piutang Pendapatan bagi hasil mudharabah
Rp.
91.200
Rp.
91.200
83
Bagi hasil bulan ke-10 adalah sebagai berikut :
Db.Kas BPRS Al Barokah
Rp.
Kr. Piutang Pendapatan bagi hasil mudharabah
33.600
Rp.
33.600
Contoh kasus 2:
Bagi hasil didapat dari 15% biaya overhead dari nominal dana yang
dibutuhkan yaitu Rp. 74.700.000 yang akan dibagikan sesuai dengan
nisbah yang telah disepakati dan dibayarkan pada akhir periode kerjasama.
Nisbah bagi hasil adalah 20% untuk BPRS Al Barokah dan 80% untuk CV.
Dhaya
Prima Sejati. Sehingga pendapatan bagi hasil yang diterima oleh BPRS Al
Barokah sebesar 20% x Rp. 74.7000.000 = Rp. 14.940.000
Menurut ketentuan di atas, jurnal yang diperlukan pada saat
penerimaan bagi hasil secara tunai adalah:
Db.Kas BPRS Al Barokah
Kr. Piutang Pendapatan bagi hasil mudharabah
Rp.
14.940.000
Rp.
14.940.000
84
Tabel 5.1
Perbandingan Pencatatan PSAK 59 dan PSAK Syariah 105
PSAK 59
PSAK Syari’ah 105
Perbedaan
(Riil)
(Belum diterapkan)
Jurnal pada saat penyerahan pembiayaan, adalah sebagai berikut :
Db. Pembiayaan Mudharabah
Kr. Kas BPRS Al Barokah
Db. Investasi Mudharabah
Kr. Kas BPRS Al Barokah
Pada PSAK Syariah 105, Dana
mudharabah yang disalurkan
oleh
pemilik
dana
diakui
sebagai investasi mudharabah
pada saat pembayaran kas atau
penyerahan
kepada
asset
nonkas
pengelola
dana
(paragraf. 12).
Pada PSAK 59, pembiayaan
mudharabah diakui pada saat
pembayaran
penyerahan
kepada
kas
asset
atau
non
pengelola
(paragraph 14 poin a)
kas
dana
85
Jurnal pada saat pembayaran angsuran pokok mudharabah dari nasabah,
adalah sebagai berikut :
PSAK 59
PSAK Syari’ah 105
(Riil)
(Belum diterapkan)
Db. Kas/Rekening
Kr. Pembiayaan Mudharabah
Db. Kas/Rekening
Kr. Investasi Mudharabah
Perbedaan
Pada
PSAK
pembayaran
59,
kembali
setiap
atas
pembiayaan mudharabah oleh
pengelola
dana
mengurangi
saldo pembiayaan mudharabah
(paragraf 16).
Dalam PSAK Syariah 105
tidak disebutkan pada saat
pembayaran
kembali
dana
mudharabah, sehingga dapat
merujuk pada PSAK 59.
86
Jurnal pada saat penerimaan bagi hasil mudharabah, adalah sebagai
berikut :
PSAK 59
PSAK Syari’ah 105
(Riil)
(Belum diterapkan)
Db. Kas
Kr. Pendapatan bagi hasil
mudharabah
Perbedaan
Jika belum dibayarkan,
Pada
diakui sebagai piutang
Pembagian
dengan jurnal:
mudharabah dapat dilakukan
Db. Piutang pendapatan bagi
berdasarkan prinsip bagi hasil
hasil mudharabah
atau bagi laba (profit sharing).
Kr. Pendapatan bagi hasil
mudharabah
PSAK
Syariah
hasil
105,
usaha
Jika berdasarkan prisip bagi
hasil, maka dasar pembagian
hasil usaha adalah laba bruto
Jika bagi hasil sudah
(gross
dibayarkan, jurnalnya
pendapatan
sebagai berikut :
Sedangkan
Db. Kas
prinsip
Kr. Piutang pendapatan
bagi hasil mudharabah
profit)
bukan
usaha
jira
bagi
total
(omzet).
berdasarkan
laba,
dasar
pembagian adalah laba neto
(net profit) yaitu laba bruto
dikrangi beban yang bekaitan
dengan
pengelolaan
mudharabah. (paragraf 11)
dana
87
Bagian
hasil
yang
belum
dibayar oleh pengelola dana
diakui
sebagai
piutang.
(paragraf 24)
Pada PSAK 59, Bagi hasil
mudharabah dapat dilakukan
dengan dua metode yaitu bagi
laba (profit sharing) atau bagi
pendapatan (revenue sharing).
Bagi
laba
dihitung
dari
pendapatan setelah dikurangi
beban yang berkaitan dengan
pengelolaan dana mudharabah.
Sedangkan bagi pendapatan,
dihitung dari total pendapatan
pengelolaan
mudharabah
(paragraf 25).
Bagian
laba
dibayarkan
yang
oleh
tidak
pengelola
dana pada saat mudharabah
selesai
atau
dihentikan
88
sebelum
masanya
berakhir
diakui sebagai piutang jatuh
tempo kepada pengelola dana
(pargraf 28)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pencatatan pembiyaan mudharabah yang diterapkan oleh BPRS Al Barokah
mengacu pada ketentuan pencatatan yang sesuai dengan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No.59.
2. BPRS Al Barokah dalam penerapannya belum menggunakan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah terbaru untuk mudharabah
(PSAK Syariah No. 105) hal ini dikarenakan manajemen berpendapat belum
dipandang perlunya penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) Syariah No.105 tersebut.
B. Saran
1. Agar BPRS Al Barokah mulai menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan
Syariah
terbaru
dalam
melakukan
pencatatan
akuntansi
pembiayaan mudharabah, hal ini dikarenakan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Syariah terbaru PSAK Syariah No. 105 sudah mulai diberlakukan
per Januari 2008 dan agar lebih mengefektifkan kinerja BPRS Al Barokah.
89
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar Adnan, Muhammad. Akuntansi Syari’ah:Arah, Prospek dan Tantangannya,
cet.II. Yogyakarta: UI Press, 2005.
Al-Qur’an dan Terjemahnya
Eko Sujianto, Agus. “Prinsip, Konsep Dasar dan Tujuan Laporan Keuangan
Akuntansi Syari’ah”. Ahkam, Jurnal Hukum Islam, Vol 10 No. 1 (Juli 2005)
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 07/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Mudharabah
Ikhtisar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbnkan Syari’ah
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, cet.IV. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2000.
Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Bank Indonesia tahun 2008
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN,
2005
Nurhayati, Sri dan Washilah. Akuntansi Syariah di Indonesia, Ed.2, Jakarta: Salemba
Empat, 2009
Pernyataan Satandar Akuntansi Keuangan September 2007
90
91
PT. BPRS Al Barokah, Profil Perusahaan PT.BPRS Al Barokah. Jakarta: PT. BPRS
Al Barokah, 1996
Ringkasan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI.2009 – Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah
Safri Harahap, Sofyan. Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1999
Triyuwono, Iwan dan As’udi, Mohamad. Akuntansi Syari’ah:Memformulasikan
Konsep Laba dala Konteks Metafora Zakat. Jakarta: Salemba Empat, 2001,
edisi pertama.
Triyuwono, Iwan. Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2006, ed.I
.............. . Organisasi dan Akutansi Syari’ah. Yogyakarta: LKIS, 2000
Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008
Widodo, Hertanto (ed), Pedoman Praktus Operasional BPRS. Bandung: Mizan, 1999
Download