bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker terkenal sebagai penyakit yang mematikan karena sel
kanker memiliki kemampuan proliferasi yang tinggi dan kemampuan
untuk menghindari program bunuh diri sel (apoptosis) (Hanahan dan
Weinberg, 2011). Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang
mempunyai prevalensi cukup tinggi. Kanker payudara dapat terjadi pada pria
maupun wanita, namun prevalensi pada wanita jauh lebih tinggi. Kanker
payudara merupakan jenis kanker yang banyak menyerang wanita dan
menjadi penyebab kematian kedua setelah kanker paru-paru (Siegel dkk.,
2012). Pada tahun 2012 dilaporkan sebanyak 1,7 juta wanita terdiagnosa
kanker payudara dengan angka kematian mencapai 522.000. Insidensi kanker
payudara dan kematian cukup tinggi terjadi di negara berkembang,
disebabkan karena ketiadaan akses fasilitas pengobatan dan kurangnya
kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini kanker payudara (World
Health Organization, 2012)
Doxorubicin merupakan salah satu agen kemoterapi yang sering
digunakan dalam pengobatan berbagai jenis penyakit kanker, termasuk
kanker payudara. Permasalahan utama yang timbul pada penggunaan agen
kemoterapi doxorubicin dalam pengatasan kanker payudara adalah timbulnya
efek
samping
pada
jaringan
normal,
penekanan
sistem
imun
1 2 (Wattanapitayaku dkk., 2004) dan terjadinya resistensi (Mechetner dkk.,
1998). Resistensi sel terhadap doxorubicin terjadi dengan diperantarai oleh
berbagai mekanisme, antara lain terjadinya inaktivasi obat, pengeluaran oleh
pompa efflux pada membran sel, mutasi pada target, dan kegagalan inisiasi
apoptosis (Notarbartolo dkk., 2005). Resistensi sel kanker akibat kemoterapi
dapat terjadi dengan peningkatan ekspresi Bcl-2 dan P-glikoprotein (P-gp).
Bcl-2 akan meningkatkan kekebalan sel terhadap pemacuan apoptosis
sedangkan P-gp merupakan salah satu jenis protein transport sel yang
diekspresikan oleh gen MDR-1 (Valeria, 2005). Banyak agen kemoterapi
yang memiliki indeks terapi yang sempit sehingga dapat menyebabkan
multidrug resistance (MDR) dan menimbulkan biodistribusi yang tidak
spesifik. Keterbatasan pada penggunaan kemoterapi konvensional inilah yang
sering menyebabkan kurang optimalnya dosis yang diberikan, keterlambatan
pengobatan dan dapat mengurangi kepatuhan pasien dalam melaksanakan
terapi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menemukan metode
penyembuhan penyakit kanker payudara yang bersifat efektif dan selektif.
Salah satu agen kemoterapi yang digunakan dalam pengobatan kanker
payudara adalah doxorubicin.
Penggunaan agen pendamping bersama dengan agen kemoterapi
merupakan usaha terapi kanker untuk meningkatkan efektivitas agen
kemoterapi sekaligus menurunkan efek sampingnya (Sharma dkk., 2004). Kokemoterapi merupakan strategi terapi kanker dengan mengkombinasikan
3 suatu senyawa kemopreventif yang bersifat tidak toksik dengan agen
kemoterapi. Hal ini dapat meningkatkan efikasi agen kemoterapi karena
adanya kombinasi yang sinergis dan memperkecil kemungkinan efek samping
karena mengurangi dosis agen kemoterapi (Zhao dkk., 2004). Beberapa
tanaman mengandung senyawa yang potensial untuk digunakan sebagai agen
ko-kemoterapi adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dan awarawar (Ficus septica).
Ekstrak temulawak dan ekstrak awar-awar awalnya digunakan untuk
pengobatan tradisional di masyarakat, kemudian sekarang dikembangkan
sebagai antikanker. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa EET dan
EEA memiliki aktivitas sitotoksik pada beberapa sel kanker.Pada sel kanker
kolon Widr, EEA , EET mempunyai IC50 sebesar75,86 µg/ml dan 84,78
µg/ml (CCRC). Sedangkan pada sel MCF-7, EEA, EET mempunyai IC50
sebesar 76,22 µg/ml dan 57,68 µg/ml (CCRC). Sekti (2010) menunjukkan
bahwa EEA mampu menghambat proliferasi sel kanker payudara T47D
melalui pemacuan apoptosis dengan menurunkan ekspresi Bcl-2. Pada
pengamatan siklus sel, EEA memodulasi siklu sel pada fase G1(Nugroho
dkk., 2013). Kurkumin yang terkandung dalam EET mampu menghambat
NF-ĸB yang merupakan faktor transkripsi Bcl-2 dan Bcl-XL dan mampu
memodulasi siklus sel pada fase G2/M(Aggarwal dkk., 2006)
Pada analisis siklus sel terhadap sel T47D menunjukkan bahwa
perlakuan doxorubicin tunggal pada konsentrasi 8nM menyebabkan sel
4 terakumulasi pada fase G2/M, sedangakan apabila dikombinasikan dengan
fraksi F.septica tidak larut heksana pada konsentrasi 5μg/ml menyebabkan sel
terakumulasi pada fase G1 (Nugroho dkk., 2013). Selain
itu, apabila
doxorubicin dikombinasikan dengan EEA atau EET terhadap sel kanker
payudara 4T1 menunjukkan efek yang sinergis (CCRC). Ekstrak temulawak
dan ekstrak awar-awar terbukti mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap sel
kanker. Harapannya, setelah dilakukan kombinasi antara EEA, EET, dan
doxorubicin mampu mengurangi efek samping serta resistensi sel kanker
payudara akibat penggunaan doxorubicin. Penelusuran mekanisme molekuler
dapat dilakukan melalui modulasi siklus sel dan induksi apoptosis.
B. Perumusan Masalah
1.
Apakah kombinasi ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dan
ekstrak
awar-awar
(Ficus
septica)
meningkatkan
efek
sitotoksik
doxorubicin pada sel kanker payudara T47D?
2.
Apakah kombinasi ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb),
ekstrak awar-awar (Ficus septica) dapat mengubah regulasi siklus sel
kanker payudara T47D ?
3.
Apakah kombinasi ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb),
ekstrak awar-awar (Ficus septic) mampu meningkatkan induksi apoptosis
pada sel kanker payudara T47D?
5 C. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian mengenai aktivitas ekstrak awar-awar dan ekstrak
temulawak sebagai antikanker telah dilakukan. Ekstrak etanolik daun awarawar terbukti mampu meningkatkan aktivitas sitotoksik agen kemoterapi
doxorubicin pada sel MCF-7 dan T47D dengan cara menginduksi apoptosis
dan menurunkan ekspresi protein Bcl-2 (Sekti dkk., 2010). Ekstrak larut
etanol daun awar-awar memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker
payudara T47D dengan IC50 13 μg/ml serta mampu menginduksi apoptosis
sel tersebut melalui penekanan ekspresi protein Bcl-2 (Pratama, 2010).
Aktivitas
sitotoksik
komponen
fenantroindolisidin
yang
terkandung dalam ekstrak etanolik awar-awar menunjukkan nilai poten
pada cell lines carcinoma KB-VI (multidrugs resistance cell) dan KB-31(sensitive cell). Salah satu komponen fenantroindolisidin berupa 6-Odesmethylantofine dari Tylophora tanakae mempunyai IC50 7 ± 3 nM untuk
sel KB-3-1 dan IC50 10 ± 4 nM untuk sel KB-VI (Staerk dkk., 2002).
Ficuseptin, tiloforin, serta campuran tilokrebrin dan isotilokrebrin terbukti
mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker nasofaring HONE-1 dan
sel kanker lambung NUGC (Damu dkk., 2005). Ekstrak etanolik daun F.
septica terbukti memberikan efek sitotoksik terhadap sel kanker payudara
T47D dengan IC50 58,58 μg/ml (Nurcahya, 2007). Pada penelitian terbaru
juga terbukti bahwa ekstrak etanolik daun awar-awar memiliki efek
sitotoksik terhadap sel MCF-7 dengan nilai IC50 6 μg/mL. Selain itu ekstrak
6 etanolik daun awar-awar juga mampu meningkatkan aktivitas sitotoksik
doxorubicin terhadap sel MCF-7 (Mubarok dkk., 2008). Penelitian lain
melaporkan bahwa tiloforin mampu menghambat pertumbuhan sel kanker
HepG2 (human hepatoma cell line)dan NUGC-3 dengan mempengaruhi
siklus sel fase G1 (Wu dkk., 2002). Alkaloid antofin menghambat
proliferasi sel kanker A549 dan HCT 116 dengan mekanisme aksi pada
siklus sel fase G0/G1. Pada sel kanker Col2, antofin memiliki efek
sitotoksik dengan mekanisme modulasi siklus sel pada fase G2/M (Sang
dkk., 2003). Pada analisis siklus sel terhadap sel T47D menunjukkan bahwa
perlakuan doxorubicin tunggal pada konsentrasi 8nM menyebabkan sel
terakumulasi pada fase G2/M, sedangakan apabila dikombinasikan dengan
fraksi F.septica tidak larut heksana pada konsentrasi 5μg/ml menyebabkan
sel terakumulasi pada fase G1 (Nugroho dkk., 2013).
Selain itu, ekstrak temulawak mengandung senyawa aktif kurkumin
juga memiliki aktivitas sitotoksik pada beberapa sel kanker. Kurkumin adalah
senyawa yang dapat menghambat proliferasi pada beberapa jenis sel tumor
termasuk diantaranya B-cell dan T-cell leukemia, colon carcinoma,dan
epidemoid carcinoma cells. Kurkumin dapat menghambat proliferasi sel
kanker payudara (jenis BT20, SKBR3, MCF-7, T47D dan ZR75-I) secara in
vitro. Efek antiproliferasi ini sangat tergantung pada reseptor estrogen (ER)
positif (Aggarwal dkk., 2006). Penghambatan aktivasi pada reseptor estrogen
ini akan mengakibatkan penghambatan aktivitas beberapa faktor transkripsi
7 melalui induksi RNA polimerase yang dapat menghambat proliferasi sel
kanker.
Mekanisme antiproliferasi kurkumin pada sel myeloma dikaitkan
dengan kemampuan kurkumin menghambat nuclear factor-κВ (NF-κВ) dan I
κВα kinase (Aggarwal dkk., 2006). Peran NF-κВ yang merupakan faktor
transkripsi gen-gen seperti Bcl-2 dan Bcl-XL yang bersifat anti-apoptosis dan
cyclin D1 yang bersifat antiproliferatif. Efek kurkumin pada penghambatan
NF-κВ dapat memacu terjadinya apoptosis dan menekan terjadinya
proliferasi. Kurkumin dapat memacu aktivasi enzim caspase-7 dan caspase-9
yang dapat menstimulasi proses apoptosis pada sel myeloma (Aggarwal dkk.,
2006). Selain itu, kurkumin apabila dilakukan kombinasi dengan xanthorizol
dapat memacu apoptosis pada sel kanker payudara MDA-MB 231 (Cheah
dkk., 2009). Ar-tumeron yang terkandung dalam Curcuma longa Linn. dapat
menginduksi apoptosis melalui jalur intrinsik dan ekstrinsik pada sel HepG2
(Shao-Bin dkk., 2012)
Pada penelitian ini akan dikaji pemanfaatan ekstrak awar-awar dan
ekstrak temulawak dengan agen kemoterapi doxorubicin pada sel kanker
payudara T47D. Penelitian yang akan dilakukan difokuskan untuk mengkaji
efek sitotoksik kombinasi antara ekstrak awar-awar dan ekstrak temulawak
dan doxorubicin yang kemudian dikonfirmasi melalui induksi apoptosis dan
modulasi silus sel pada sel kanker payudara T47D.
8 D. Kepentingan Penelitian
Kanker payudara merupakan jenis kanker dengan angka kejadian
mencapai 11 juta pada tahun 2011 dan pada tahun 2030 diperkirakan akan
bertambah menjadi 27 juta (World Health Organization, 2012). Penelitian ini
diusulkan untuk mengeksplorasi bahan alam yang berpotensi dalam usaha
penanganan kanker, terutama skrining potensi herbal sebagai agen
kemopreventif. Salah satu upaya pengobatan yang dilakukan adalah kokemoterapi yaitu memanfaatkan senyawa bahan alam yang berefek sinergis
dengan agen kemoterapi sehingga dosis agen kemoterapi dapat diturunkan.
Bahan alam yang dimanfaatkan sebagai agen kombinasi terapi dalam
pengobatan kanker payudara adalah EEA dan EET. Hasil penelitian ini akan
sangat bermanfaat untuk menambah data ilmiah yang valid mengenai aktivitas
sitotoksik dan induksi apoptosis EEA dan EET dan kombinasinya dengan
doxorubicin pada sel kanker payudara T47D, sehingga dapat dipublikasikan
menjadi sebuah artikel dalam jurnal ilmiah serta menjadi sumber data yang
bermanfaat bagi pengembangan penelitian selanjutnya. Selain itu, juga dapat
mengembangkan pengobatan kanker yang efektif antara kombinasi EEA dan
EET dengan agen kemoterapi doxorubicin.
9 E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam usaha
pengembangan pengobatan kanker yang efektif. Harapan kedepan,
penggunaan bahan alam utamanya ekstrak temulawak dan ekstrak awarawar bukan hanya sebagai agen kemoprevensi namun juga dapat
digunakan dalam kombinasi dengan agen kemoterapi doxorubicin pada
pengobatan penyakit kanker. Data yang diperoleh akan menambah data
ilmiah mengenai aktivitas kombinasi ekstrak temulawak dan ekstrak awarawar dengan doxorubicin dalam pengobatan kanker.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk :
2.a. Mengkaji efek sitotoksik kombinasi ekstrak temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb) dan ekstrak awar-awar (Ficus septica) dengan
doxorubicin terhadap sel kanker payudara T47D.
2.b. Mengkaji pengaruh ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)
dan ekstrak awar-awar (Ficus septica) maupun kombinasinya dengan
doxorubicin terhadap profil siklus sel kanker payudara T47D.
2.c. Mengkaji efek induksi apoptosis oleh kombinasi ekstrak temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb) dan ekstrak awar-awar (Ficus septica)
dan doxorubicin pada sel kanker payudara T47D.
Download