NEO KAPITALISME DAN PERILAKU ORGANISASI GLOBAL Topik kali ini akan menyoroti tentang pengelolaan dan pengaturan aspek sumber daya manusia dalam organisasi bisnis pada masyarakat kapitalisme global dewasa ini. Kapitalisme adalah sistem untuk mengatur kegiatan ekonomi. Praktek manajemen dalam masyarakat kapitalisme menuntut agar perilaku organisasi bisnis yang dikembangkan dapat sejalan dengan prinsip-prinsip efisiensi dan efektifitas atau produktifitas. Dengan demikian perilaku organisasi bisnis bukanlah subyek yang dapat dipelajari dalam situasi yang terisolasi, dimana sistem produksi dan budaya dari perilaku organisasinya merupakan bagian yang tidak lepas dari dampak modernitas sistem kapitalistik. Sehingga bagaimana manusia berfikir, merasa dan bekerja dalam suatu organisasi bisnis tidak akan lepas dari konteks ekonomi global yang bernafaskan kapitalisme. Hal ini juga akan berpengaruh pada bagaimana orang hidup dan bekerja pada era kapitalisme global serta bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain dan bagaimana suatu keputusan diambil dalam suatu organisasi. Suatu unit kerja dalam organisasi telah dirancang secara sosial atau kolektif dimana seluruh kegiatannya diarahkan untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Suatu organisasi kerja perlu dibedakan dari entitas sosial atau kolektivitas lainnya seperti keluarga, klan atau suku, atau bahkan bentuk masyarakat modern kompleks lainnya melalui tiga karakteristik umum. Pertama, ketika kita menyatakan bahwa organisasi adalah suatu 'unit bisnis yang dirancang secara sosial atau kolektivitas', hal ini mengandung arti juga bahwa adanya sekelompok orang yang memiliki suatu tujuan yang sama, yang dengan sengaja dan sadar merancang suatu struktur dan proses. Jika dalam konteks ini muncul istilah 'struktur sosial' maka tujuannya adalah untuk lebih menggambarkan adanya suatu pola yang teratur secara sosial dari segi kegiatan, hubungan dan interaksi diantara anggota suatu kelompok atau tim kerja. Disamping itu, beberapa metode standar digunakan agar koordinasi, norma, komunikasi, dan teknik pengendalian dapat dilakukan berulang dalam suatu pola setiap hari. Organisasi terdiri dari sejumlah orang, dan mereka membentuk suatu hubungan, melakukan tugas, bekerjasama antara satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan organisasi. Dari perspektif sosiologi, pola tersebut sering disebut sebagai 'struktur sosial formal'. Banyak aspek struktur sosial formal secara eksplisit dituangkan dalam bagan organisasi, uraian tugas dan dokumen penilaian atau evaluasi kerja. Tidak semua aktivitas manusia dalam pekerjaan, relasi dan interaksi yang muncul di tempat kerja semuanya dapat direkam dalam grafik atau deskripsi pekerjaan tertulis. Sesuatu yang sulit dihindari dan tidak mudah diprediksi adalah berbagai perilaku manusia diluar struktur formal, termasuk beredarnya rumor atau 'selentingan' dan munculnya berbagai perilaku destruktif, baik berupa ‘kenakalan’ bahkan sabotase terhadap aset peralatan milik perusahaan, seperti mesin atau komputer oleh para pekerja yang tidak puas, atau tindakan protes melalui serikat pekerja. Perilaku demikian sering dikategorikan sebagai perilaku informal yang muncul dari struktur sosial informal dalam organisasi. Adanya struktur sosial formal dan informal ini adalah blok bangunan dasar dari sebuah organisasi. Dalam masyarakat kapitalisme, sistem ekonomi dicirikan oleh kepemilikan swasta atas alat-alat produksi, dimana keuntungan dapat diperoleh melalui kompetisi pasar terkadang tanpa adanya intervensi pemerintah dalam kompetisi pasar tersebut. Hubungan berbagai kekuatan produksi yang berkombinasi secara dinamis membentuk suatu karakter sosial ekonomi dari suatu organisasi kerja masyarakat. Pada gilirannya kelompok sosial sengaja dibentuk, dimana orang, teknologi dan sumber daya sengaja dikoordinasikan dan dipadukan melalui peran formal dalam suatu hubungan dan dilakukan pembagian kerja (division of labour) yang dirancang untuk mencapai suatu serangkaian tujuan spesifik secara efisien. Karakteristik umum kedua, bahwa dalam organisasi kegiatan manusia diarahkan untuk mencapai 'tujuan atau serangkaian tujuan'. Dalam masyarakat kapitalisme suatu organisasi memiliki tujuan profit sebagai target spesifik, atau berorientasi pada maksimalisasi keuntungan. Bahkan – bila dimungkinkan - masih ada perusahaan multinasional modern yang menghindari membayar pajak, atau menghindari mengeluarkan biaya untuk membersihkan polusi yang mereka ciptakan, suatu pemasukan yang seharusnya masuk ke kas negara tempat dimana mereka berada dan beroperasi. Sementara organisasi non-profitlah yang memiliki kebajikan yang bertujuan untuk membantu fakir miskin, beasiswa, merawat orang sakit atau mempromosikan karya seni. Karakteristik umum ketiga, secara eksternal terdapat suatu keterkaitan antara organisasi dengan masyarakat, atau lingkungan yang lebih luas, khususnya yang berkaitan dengan kepuasan atau ketidakpuasan konsumen, lobi politik, pencemaran ekosistem dan produk sampingan lainnya dari kegiatan produksi. Dalam ekonomi kapitalis barat, perusahaan-perusahaan besar telah menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk melindungi diri mereka dari konsekuensi sosial atas tindakan mereka. Meskipun terdapat retorika tentang organisasi dengan sejumlah 'tanggung jawab sosial', namun para eksekutif akan lebih memprioritaskan kepentingan perusahaan dan pemegang saham di atas kepentingan lainnya. Organisasi bervariasi dalam hal tujuan, ukuran, barang atau jasa yang mereka tawarkan dan kepemilikan saham serta manajemen perusahaan. Ukuran organisasi biasanya dinilai dari jumlah orang yang dipekerjakan. Kita semua sudah akrab dengan organisasi dari berbagai ukuran, dari mulai ukuran yang berskala kecil, seperti agen koran, sampai berupa kios, toko atau hotel. Dalam skala yang lebih besar terdapat organisasi seperti Ford Motor Company, Lloyds Bank, Google dan organisasi pemerintahan. Suatu organisasi dapat dikelompokkan kedalam empat kategori utama sesuai dengan produk mereka, yakni: produksi pangan dan ekstraksi (misalnya, pertanian, kehutanan dan pertambangan), manufaktur (misalnya, pakaian, mobil dan ponsel), jasa (misalnya, tata kecantikan rambut, perusahaan kereta api dan maskapai penerbangan) serta pengolahan informasi (misalnya riset pasar). Sebagian besar organisasi kerja dapat dikategorikan ke dalam organisasi pencari profit, dan sebagian lagi bergerak sebagai organisasi non-profit atau nirlaba. Organisasi nirlaba dibentuk tidak untuk mencari keuntungan, diantara kegiatannya dapat berupa kegiatan amal, galeri seni atau jasa kesehatan, sehingga dalam mengukur keberhasilan atau kegagalan dari kegiatan mereka tidak dari seberapa banyak keuntungan yang diperoleh, akan tetapi dengan menggunakan beberapa tolok ukur yang lain. Suatu universitas misalnya, bisa diukur keberhasilannya dengan parameter jumlah total mahasiswa yang telah diluluskan, dan seberapa banyak jumlah yang terserap oleh kegiatan produktif, atau seberapa banyak hibah yang diperoleh dari dukungan masyarakat. Suatu organisasi profit bisa dimiliki oleh satu orang, satu keluarga atau sekelompok kecil orang, dan bahkan bisa dimiliki oleh suatu negara (BUMN). Seseorang dapat memiliki dan mengelola usaha kecil dengan mempekerjakan beberapa orang lain. Tidak semua bisnis berupa milik gabungan, tetapi juga banyak perusahaan yang dimiliki oleh hanya beberapa gelintir orang saja. Diperkirakan bahwa sepertiga dari perusahaan terkemuka di Amerika Serikat (yang masuk dalam kategori majalah fortune) dikendalikan oleh satu keluarga. Organisasi milik pribadi atau keluarga adalah sebagian besar dari ekonomi Amerika Serikat dan Inggris. Perusahaan swasta mungkin memiliki saham yang dikuasai oleh perusahaan lain, dimana sahamnya tidak diperdagangkan secara terbuka di bursa saham. Sebaliknya, organisasi lainnya memperdagangkan sahamnya secara bebas di bursa saham dan dimiliki oleh sejumlah orang atau perusahaan. Organisasi seperti ini biasanya membagikan dividen – proporsional dengan profit - kepada para pemegang saham mereka. Perilaku organisasi merupakan bidang studi yang tidak mudah untuk didefinisikan karena mencakup wilayah yang sangat kompleks dan luas yang mengacu pada berbagai disiplin ilmu, kerangka teori dan tradisi penelitian. Dalam perdebatan akademik tentang perilaku organisasi, terdapat sudut pandang teori yang berbeda dalam melakukan interpretasi terhadap perilaku organisasi. Meskipun ada standar baku perilaku organisasi dengan definisi tunggal, namun hal tersebut cenderung berisi polemik antara teori perilaku organisasi dan praktek manajemen. Terdapat suatu penjelasan populer tentang perilaku organisasi, yakni sebagai studi sistematik berkenaan dengan sikap dan perilaku individu serta kelompok dalam organisasi, yang akan memberikan wawasan tentang bagaimana mengelola dan mengubah perilaku manusia dalam suatu organisasi. Organisasi merupakan salah satu arena tempat dimana perilaku sosial berlangsung, atau tempat dimana berbagai jenis perilaku sosial tertentu terjadi. Perilaku organisasi dibentuk dalam bingkai tatanan sosial, budaya dan kelembagaan masyarakat secara lebih luas. Hal tersebut dapat difahami sebagai rangkaian proses aktif yang kompleks dari partisipasi manusia, baik formal maupun informal, pada beberapa tingkatan kelembagaan masyarakat, baik dalam lingkungan mikro maupun makro yang dibentuk oleh peran organisasi dan sistem kekuasaan. Dengan demikian, perilaku organisasi dapat didefinisikan pula sebagai pendekatan multidisiplin dan studi sistematik terhadap organisasi formal dan perilaku orang didalamnya, dimana semua struktur aktivitas terjadi dalam organisasi. Perilaku kerja dalam konteks ini meliputi komunikasi tatap muka, pengambilan keputusan, praktik etikal, gaya kepemimpinan dan kerjasama tim serta proses pembelajaran dan proses inovatif yang dilakukan. Ada perilaku organisasi yang bersifat individual termasuk didalamnya perilaku kognitif, seperti berpikir dan mengamati, ada perilaku afektif seperti perasaan atau keyakinan stereotipe tentang hal tertentu. Adapun perilaku yang bersifat sosial meliputi persaingan sosial, pengucilan, mangkir, intimidasi, diskriminasi ras, etnik dan gender, serta konflik vertikal ataupun horisontal diantara para manajer dan para pekerja di dalam organisasi. Lingkungan makrostruktur merupakan hubungan antar kelas sosial, sistem budaya, hubungan patriarkal, lingkungan ekonomi dan politik – berupa lingkungan eksternal – yang mewakili 'makrokosmos' atau dunia luar, yang berdampak pada kehidupan organisasi dan perilaku. Struktur global terdiri dari sejumlah organisasi internasional multilateral, seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), pola komunikasi global, dan struktur perdagangan internasional sebagai aspek yang mengitari dan mempengaruhi organisasi kerja. Bagaimana lingkungan makro global mempengaruhi perilaku organisasi? Di Perancis misalnya, perubahan makro-global telah mengubah kebijakan 'makro' publik untuk meningkatkan perpanjangan waktu kerja, yang diklaim oleh para politisi bahwa kebijakan tersebut akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan daya saing internasional negara Perancis. Suatu perubahan makrostruktur yang diterjemahkan kedalam kebijakan publik yang kurang tepat, pada gilirannya akan menghasilkan reakasi dari dalam organisasi, sebagai zona mikrokosmik, dan akibatnya sebagian para pekerja malah berhenti bekerja dan turun ke jalan untuk memprotes kebijakan publik dari pemerintah tersebut. Oleh karena itu dalam membuat kebijakan publik, kita perlu mempertimbangkan tiga tingkat struktur sosial, yakni struktur global, makro dan mikro, kesemuanya merupakan lingkaran konsentrik sebagai lapisan “orbiter” yang mengitari orang-orang di tempat kerja. Sosiolog Amerika Serikat terkemuka C. Wright Mills berpendapat bahwa kita hanya bisa mendapatkan pemahaman penuh tentang perilaku manusia, jika kita mampu memahami mereka melampaui pengalaman pribadinya dan menemukan pengalaman tersebut dalam konteks ekonomi, politik dan sosial-budaya yang lebih besar dari struktur lingkungan makro mereka. Mills menulis bahwa hanya dalam imajinasi sosiologis kita dapat memahami interaksi manusia dan masyarakat, biografi dan sejarah dunia. Menurut Mills perilaku individu, manajer, dan tim kerja, tidak sepenuhnya dapat dipahami tanpa mengacu pada konteks eksternal organisasi. Dengan demikian, di era global-kapitalistik ini memahami isu dan fenomena relevan yang berkaitan dengan perilaku kerja di negara kapitalis maju, adalah penting untuk mengingatkan diri kita bahwa pengaruh global dari sistem ekonomi kapitalis internasional juga telah merambah kedalam sendi-sendi sistem perekonomian nasional kita, bahkan sebagian dari pelakunya juga tinggal di negara-negara berkembang. Bahwa adanya arus mobilitas para pekerja asing atau ekspatriat merupakan arena kekuatan sosial yang bersaing yang dapat menimbukan paradoks, ketegangan, kecurangan, konflik dan perubahan sosial. Karakterisasi organisasi sebagai 'arena' persaingan dapat memberikan kerangka teoritik untuk memahami perilaku manajer dan para pekerja dalam kaitannya dengan aspek politik, gender, sistem kekuasaan atau pemerintahan dan ideologi. Dengan mengenali interaksi antara dimensi sosial global, makro dan mikro, kita akan dituntun untuk mengakui adanya hubungan dinamik antara kekuatan eksternal di satu sisi, dan proses manajemen internal baik individual dan tim kerja di sisi lain. Manifestasi perilaku manusia merupakan parameter dimana sejumlah dimensi yang saling terkait dapat diidentifikasi. Berikut ini adalah model integratif-terbuka yang perlu dipertimbangkan dalam mempelajari perilaku organisasi, yang dibagi menjadi empat komponen, dimana masing-masing adalah: • kekuatan lingkungan sebagai masukan atau pengaruh dari konteks eksternal; • proses untuk mengubah input menjadi output dan juga outcome dalam konteks manajemen; • evaluasi atas output dan/atau outcome; dan • umpan balik yang menghubungkan proses kekuatan eksternal dengan konteks internal dalam organisasi, dan dari konteks internal organisasi ke arah konteks eksternal organisasi. Yang dimaksud dengan konteks eksternal adalah lingkungan kapitalisme global itu sendiri, dan dalam hal ini kita akan menyoroti beberapa 'input' yang paling penting dalam studi tentang perilaku organisasi. Yaitu tentang bagaimana konteks kekuatan eksternal berdampak pada proses internal organisasi, misalnya melalui kegiatan ekonomi global, peraturan pemerintah, perubahan teknologi, sosial-budaya dan tekanan ekologi. Pendekatan globalisme akan menggarisbawahi kebutuhan untuk mengaudit organisasi dalam totalitasnya, atau tentang bagaimana perilaku organisasi internal merespon tuntutan konteks eksternal. Adalah sudah menjadi fakta sejarah bahwa kita hidup di dunia global yang saling berhubungan. Salah satu indikator hubungan interaktif dari tatanan global ini, adalah dengan terjadinya percepatan akselerasi globalisasi ekonomi yang telah mengubah paradigma ekonomi-politik dewasa ini. Laporan dari berbagai lembaga internasional telah memberi gambaran bahwa profit yang tinggi telah berhasil direalisasikan oleh suatu korporasi dengan memindahkan operasi produksi ke luar negeri dalam skala ekonomi yang luas. Struktur organisasi terbentuk dari interaksi antara individu, kelompok atau tim kerja dan kendali organisasi. Konteks organisasi menggambarkan pola hubungan antara aktivitas kerja dan teknologi yang berulang, hari demi hari secara teratur. Paling tidak ada enam variabel yang dapat dapat diidentifikasi yang memberikan dampak pada interaksi aktif manusia dalam struktur organisasi, yakni: variabel strategi, struktur, pola hubungan kerja, teknologi, manusia dan proses pengendalian. Dalam konteks organisasi, suatu langkah strategik biasanya mengacu pada apa yang dilakukan oleh seorang eksekutif senior dari waktu ke waktu untuk mencapai tujuan organisasi. Suatu struktur organisasi dibuat untuk membagi aktivitas kerja kedalam tugas spesifik sehingga dapat dicapai koordinasi dan pengendalian dalam kegiatan organisasi. Formulasi struktur organisasi dapat mengambil banyak bentuk. Isu tentang perubahan bentuk struktur organisasi sempat dihangatkan oleh perdebatan tentang pergeseran bentuk organisasi birokratik dengan tugas-tugas yang sangat khusus ke arah hirarki otoritas strategik sebagai bentuk organisasi pasca-birokratik, yakni: melalui pengambilan keputusan dan perencanaan jangka panjang yang dilakukan oleh para manajer, termasuk hubungan pelaporan formal, tim kerja, departementasi dan sistem pengorganisasian. Dalam organisasi birokratik, suatu model organisasi ditandai dengan hirarki kewenangan dan tanggung jawab serta pembagian kerja yang jelas, aturan dan prosedur yang tegas, dimana partisipasi, spesialisasi dan otoritas para pekerja bersifat pasif. Pola hubungan kerja merupakan masalah penting dalam perilaku organisasi. Di beberapa organisasi, pola hubungan ini dapat mendukung dan memupuk rasa otonomi dalam pengembangan aspek manusia. Sebaliknya pada organisasi lain, pola hubungan ini justru memendam api dalam sekam, kurang mengindahkan proses belajar dan jenjang karir, serta suasana stres mengancam pada kesehatan fisik dan mental para pekerja. Dalam hubungan aktivitas kerja, faktor motivasional dan sistem imbalan, seyogyanya terkait dengan kepuasan atau ketidak puasan kerja. Dalam konsep 'perilaku', reaksi individu secara rasional maupun emosional dapat dinyatakan dalam kapasitas individu atau anggota tim kerja, dan pola reakasi ini juga didorong oleh proses pengendalian dalam organisasi setelah berinteraksi dengan berbagai kekuatan global. Tentu saja manusia bukanlah benda mati dalam organisasi, meskipun mereka telah dibantu dan berinteraksi dengan teknologi, maka ketika mereka memproduksi barang dan/atau jasa, memberikan pelayanan, maka faktor pembelajaran dan kreativitas atau imajinasi manusia tidak dapat digantikan. Faktor lain yang relevan dengan perilaku organisasi adalah aspek demografi, seperti usia, pendidikan, pengalaman, keterampilan, kemampuan dan gaya belajar, sebagai variabel yang dapat mempengaruhi bagaimana individu dan tim kerja berperilaku dan berhubungan satu sama lain di tempat kerja. Memahami dinamika hubungan kerja dan perilaku individu merupakan hal kompleks yang menarik, yang menggugah kita untuk menguji konsep kepribadian dan identitas. Dinamika dari kedua aspek tersebut dibentuk oleh kontrak psikologik, berupa harapan para pekerja terhadap organisasi, misalnya seperti upah atau gaji, keamanan kerja atau kepuasan kerja. Penyimpangan perilaku dalam organisasi seperti kenakalan, pembakaran, penipuan, kebohongan, pencurian dan sabotase jarang dilaporkan, dan duri dalam organisasi tersebut biasanya dianggap merupakan bagian dari realitas kehidupan berorganisasi. Begitu juga masalah gender, kelas atau status sosial, ras dan etnik adalah bagian dari realitas organisasi yang menuntut perhatian lebih. Dengan demikian, aspek 'manusia ' dalam model pendekatan ini tidak dapat dilihat dalam konteks yang terisolasi. Artinya kita perlu mengadopsi pendekatan multidimensional untuk mempelajari perilaku organisasi dalam tiga tingkat analisis, yakni analisis tingkat individu, organisasi, dan lingkungan. Sejumlah studi menunjukkan bahwa organisasi formal membutuhkan struktur pengendalian. Jika premis ini kita akui, maka pertanyaan berikutnya adalah, oleh siapa dan bagaimana sebenarnya pengendalian ini dapat dilakukan, dan mengapa pengendalian ini diperlukan? Dalam abad ini proses pengendalian dapat dilakukan secara langsung oleh teknologi atau secara tidak langsung oleh penilaian karya dari rekan kerja dalam tim kerja, melalui budaya organisasi, atau dengan berbagai teknik manajemen sumber daya manusia yang dirancang untuk membuat perilaku para pekerja lebih mudah diprediksi dan dikendalikan. Bagaimana pekerjaan dirancang dan bagaimana orang berperilaku dalam organisasi juga dipengaruhi oleh keputusan manajemen, serta dipengaruhi oleh peristiwa penting apa yang terjadi di luar batas organisasi. Istilah 'manajer' merujuk pada sekelompok pekerja yang mengatur dan mengkoordinasikan, dan membuat keputusan tentang siapa yang mengerjakan, pekerjaan apa yang dilakukan, dan bagaimana hal tersebut dilakukan. Adakalanya seorang manajer dibedakan dengan 'pemimpin' dikarenakan adanya perbedaan cara dalam mengarahkan para pekerja, cara pertama melalui sistem pengendalian dan ketergantungan pada posisi hirarkis, dan cara yang kedua dengan menginspirasi para pekerja, dan pembentukan komitmen serta mobilitas yang tinggi. Adalah penting untuk memahami bahwa juga terdapat hubungan antara stabilitas internal organisasi dengan ketidakstabilan yang terjadi diluar, dan antara pengambilan keputusan dan perilaku di internal organisasi. Hubungan antara konteks eksternal, strategi bisnis, desain struktur dan proses pengendalian, serta kemampuan dan sikap para pekerja, juga akan mempengaruhi cara manajer melakukan kegiatan manajerialnya. Dalam hal ini seorang manajer dapat mengadopsi berbagai macam cara untuk mencapai tujuan organisasinya. Adanya gabungan dari berbagai variabel diatas, merupakan dasar bagi manajer untuk 'menyelesaikan sesuatu melalui orang lain'. Istilah manajemen lebih identik dengan pengertian 'mengelola', sementara istilah 'manajer' yang berasal dari kata Italia “maneggiare”, merupakan atribut yang disandangkan pada orang yang menangani atau melatih kuda. Henri Fayol, dalam buku monumentalnya yang berjudul administrative management dan ia dianggap sebagai salah seorang peletak dasar ilmu manajemen, mendefinisikan manajemen sebagai rangkaian empat kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang manajer, yaitu melakukan perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan. Siklus manajemen tersebut sampai hari ini masih banyak dianut sebagai fungsi untuk merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengendalian. Pengertian perencanaan yang dimaksudkan oleh Henri Fayol adalah upaya untuk mempelajari masa depan dan menyusun rencana aksi. Sementara pengertian pengorganisasian merupakan upaya koordinasi dengan semua para pekerja dan hirarki dalam aspek organisasional. Upaya mengarahkan dilakukan untuk memastikan bahwa semua upaya telah difokuskan pada tujuan bersama, adapun aspek pengendalian mengandung arti bahwa semua kegiatan di tempat kerja harus dilakukan sesuai dengan aturan dan perintah yang telah disusun secara spesifik. Menurut Peter Drucker, juga salah seorang pakar manajemen terkemuka, menyatakan juga bahwa manajemen mengekspresikan keyakinan dasar masyarakat barat modern dalam mengelola masyarakat dan dunia kerja . Dengan demikian, untuk mempelajari perilaku manusia di tempat kerja, kita perlu membahas dua pertanyaan yang saling berhubungan: yakni tentang apa yang dilakukan oleh seorang manajer? Dan, mengapa manajer melakukannya? Lingkup pekerjaan manajerial merupakan topik yang amorf dalam kepustakaan hingga saat ini. Sejak pertengahan abad kedua puluh, berbagai penelitian belum memberikan gambaran yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan manajer. Henry Mintzberg memberikan konsep multifaset tentang pekerjaan seorang manajer, yang terdiri dari tiga serangkaian perilaku, yakni: perilaku interpersonal, informasional dan pengambilan keputusan. Adapun pengertian 'peran' dalam konteks ini mengacu pada salah satu bagian perilaku individu yang diharapkan melakukan kegiatan tertentu sejalan dengan posisi yang mereka pegang dalam organisasi. Dalam menjalankan peran antarpribadi , seorang manajer adalah sekaligus juga seorang pemimpin, penghubung dan pelayan - disamping mewakili otoritas resmi. Dikatakan juga bahwa seorang manajer adalah 'pusat saraf' penyebaran informasi. Mereka bertangung jawab dalam memonitor dan menseleksi informasi, menyebarkan informasi dan bertindak sebagai juru bicara dalam perannya dalam konteks hubungan interpersonal. Karena perannya dalam menjalin hubungan interpersonal dan seorang informator, maka seorang manajer memiliki empat peran pengambilan keputusan, yakni sebagai entrepreneur, mengatasi gangguan (pemadam api), pengalokasian sumber daya dan berperan sebagai negosiator. Sejauh mana seorang manajer melakukan berbagai fungsi tersebut bergantung juga pada posisi mereka pada hirarki organisasi dan wewenang serta tanggung jawab fungsional mereka secara spesifik. Misalnya saja porsi dari peran manajer sumber daya manusia (SDM), dimana fungsinya lebih ditujukan untuk memperhatikan penanganan gangguan dan peran negosiasi, mengingat sifat pekerjaan mereka. Variasi dari fungsi dan tugas manajerial tidak hanya terkait dengan posisi manajer dalam hierarki manajemen, akan tetapi juga ikut ditentukan oleh tingkat pendidikan rekan kerja mereka. Yang menarik disini adalah tentang peran manajer dalam iklim kerja yang kreatif, dimana seorang manajer tidak hanya mengkoordinasikan tugas kerja sehari-hari sermata, akan tetapi juga memainkan peran utama dalam mensukseskan suatu proyek. Namun pada umumnya praktek manajemen masih diwarnai oleh siklus konvensional manajemen ala Fayolian Klasik, dimana tugas manajer diantaranya adalah: • Bertindak sebagai tokoh atau pemimpin unit organisasi; • Berhubungan dengan manajer lain; • Pemantauan, penyaringan dan menyebarluasan informasi; • Mengalokasikan sumber daya; • Penanganan konflik dan memelihara alur kerja; • Bernegosiasi dengan manajer atau perwakilan lainnya; • Kreatif dan inovatif; • Melakukan perencanaan; dan • Mengendalikan serta mengarahkan bawahan. Suatu studi tentang perilaku organisasi akan melibatkan pengetahuan multidisiplin yang masing-masing ditunjang oleh disiplin ilmu sosial lainnya, seperti ilmu psikologi, sosiologi, antropologi dan politik . Psikologi Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan proses mental secara sistematik. Meskipun kita tidak bisa secara langsung mengamati proses mental - artinya kita tidak dapat mengindrai apa yang terdapat pada aktivitas otak dan imajinasi serta jenis perilaku kompleks lainnya – akan tetapi dapat diformulasikan suatu konsep tentang aktivitas mental tersebut, seperti halnya proses berpikir, memori, pencitraan dan pembelajaran. Telah lama para psikolog disibukkan dengan penelitian tentang belajar dan berusaha untuk menjawab satu pertanyaan kunci: " Mengapa seseorang berperilaku dengan cara tertentu? Cabang ilmu psikologi terapan yang berhubungan dengan aspek perilaku manusia dalam organisasi kerja, adalah psikologi organisasi atau psikologi industri. Cabang ini telah pengembangan model umum tentang perilaku manusia di tempat kerja, dengan penekanan pada aspek interaksi sosial, baik pada tingkat individu, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, disamping melakukan pengujian dan prediksi teoritik terhadap fakta-fakta empirik yang dapat dimati. Sosiologi Sosiologi adalah studi sistematik tentang pola hubungan sosial yang berkembang antara manusia, yang dalam konteks ini secara khusus berfokus pada analisis masyarakat industri. Sosiolog telah membuat kontribusi terbesar pada pengembangan konsep perilaku organisasi melalui studi mereka pada organisasi formal. Sosiologi juga telah meneliti hubungan antara perilaku organisasi dan budaya, serta telah menganalisis faktor makro-struktur dan struktur global yang mempengaruhi struktur dan proses organisasi. Secara esensial sosiologi membahas pertanyaan-pertanyaan tentang: apa yang dimaksud dengan “masyarakat?” Apakah masyarakat hanya terdiri dari manusia secara individual semata, bagaimana keterkaitan individu dengan kelompok sosial, dan bagaimana pembentukan strata sosial dengan sistem kekuasaan. Antropologi Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia. Antropologi budaya atau etnologi, merupakan sub-disiplin dari antropologi. Para etnolog adalah mereka yang terpesona oleh berbagai macam budaya di dunia. Misalnya, multikulturalisme sebagai fenomena yang terjadi di Eropa dan Amerika Utara dapat diselidiki dan dipahami asal-usulnya dengan perspektif antropologi, dan dalam hal ini ilmu antropologi lebih berkecimpung dengan konsep etnosentrisme, relativisme budaya dan culture shock. Etnosentrisme adalah kecenderungan dari sekelompok orang yang melihat budaya mereka sendiri sebagai hal superior dibanding budaya orang lain. Sebaliknya, relativisme budaya merupakan apresiasi terhadap semua keragaman budaya yang memiliki nilai intrinsik dan unik yang harus dinilai dan dipahami dari sudut pandang mereka sendiri. Hal ini berkaitan juga dengan etika positif yang mengasumsikan bahwa orang tidak pantas untuk mengevaluasi kebiasaan dan adat istiadat orang lain untuk memahami mereka. Ketika para pekerja bermigrasi dan berhadapan dengan budaya yang sangat berbeda dari budaya mereka sendiri, boleh jadi mereka mengalami perasaan disorientasi, perasaan terisolasi, kesepian dan depresi, dan inilah yang dinamakan sebagai culture shock. Dalam hal perilaku organisasi, menyadari tentang etnosentrisme, relativisme budaya dan culture shock dapat membantu kita dalam mengembangkan pemikiran yang lebih akurat dan kritis, khususnya dalam mengembangkan manajer yang lebih baik dan mumpuni dalam keragaman etniknya. Politik Politik adalah studi tentang individu dan perilaku kelompok dalam suatu sistem politik ketatanegaraan. Politik tidak hanya mempelajari tentang bagaimana pembuatan keputusan bagi masyarakat, akan tetapi juga memfokuskan studinya pada persaingan politik yang terjadi di tengah-tengah konflik sosial. Oleh karena itu politik, sering juga difahami sebagai perjuangan untuk meraih kekuasaan dan bagaimana melakukan pengelolaan terhadap konflik kepentingan.Dalam beberapa tahun terakhir ini, ilmu politik telah memberikan kontribusi signifikan pada perilaku organisasi, terutama dalam memahami perilaku manajerial, khususnya yang berkenaan dengan pemahaman tentang aspek kekuasaan dan bagaimana individu dan kelompok memanipulasi kekuasaan untuk kepentingan pribadinya. Menyadari tentang adanya relevansi pandangan dari para psikolog, sosiolog, antropolog dan politik, sedikit banyak telah membantu kemampuan kita untuk secara akurat menjelaskan dan memprediksi perilaku manusia dalam organisasi. Dalam konteks ini, para pembaca yang skeptik mungkin berpikir belum melihat kegunaan praktis dari perilaku organisasi. Menurut hemat penulis, manfaat dari paparan tentang perilaku organisasi adalah lebih pada latihan intelektual, kegunaan praktis dari perilaku organisasi adalah untuk membuat para mahasiswa dan para manajer lebih memperhatikan pengujian asumsi umum yang secara apriori telah mempengaruhi pandangan masyarakat, sehingga pandangan kritisnya akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan mereka. Pemahaman ini penting, yang merupakan alat bantu intelektual yang dirancang untuk membantu manajer dalam memprediksi dan menjelaskan kegiatan organisasi, baik di luar maupun di dalam organisasi, sehingga memprediksi perilaku orang lain merupakan persyaratan yang melekat pada kegiatan kehidupan sehari-hari di dalam organisasi. Hidup kita akan lebih dipermudah dengan dimilikinya kemampuan untuk memprediksi tentang kapan orang akan merespon positif terhadap keinginan kita, atau memprediksi bagaimana para pekerja akan merespon secara positif berkenaan dengan sistem renumerasi yang baru diberlakukan. Dengan demikain prediksi yang hanya mengandalkan 'common sense' semata tentang perilaku manusia sering tidak dapat diandalkan. Pemahaman tentang disiplin perilaku organisasi akan membekali kemampuan kita dalam melakukan generalisasi dan prediksi tentang perilaku manusia secara sistematik yang ditunjang oleh keabsahan teori dan hasil penelitian. Dengan mempelajari perilaku organisasi kita juga akan terbantu untuk mengembangkan pengetahuan tentang perilaku manusia, sehingga pada gilirannya mampu untuk memprediksi perilaku mereka dalam organisasi kerja. Meskipun penting untuk memprediksi perilaku manusia, dan juga penting untuk memahami dan menjelaskan perilaku manusia dalam organisasi yang kompleks. Perlu dibedakan antara pengertian ‘prediksi’ dan ‘penjelasan’, yang keduanya tidak memiliki makna yang sama. Suatu prediksi yang akurat biasanya mendahului pemahaman dan penjelasan. Kita semua mampu memprediksi arah dari jatuhnya buah apel dari pohon, akan tetapi jika kita memiliki pengetahuan tentang teori gravitasi yang dikembangkan oleh Isaac Newton, maka sepenuhnya kita mampu menjelaskan mengapa apel jatuh dari pohon ke tanah. Dalam konteks kerja misalnya, pemahaman terhadap teori perilaku organisasi akan membantu kita menjelaskan mengapa individu menjadi lebih atau kurang termotivasi ketika aspek-aspek tertentu dari pekerjaan mereka didisain ulang, atau mengapa bentuk-bentuk baru dalam organisasi dapat memiliki dampak negatif atau positif pada kinerja. Kemampuan para manajer untuk memahami perilaku manusia merupakan prasyarat yang diperlukan untuk membuat pilihan informasi dan mempengaruhi tindakan organisasi. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan hubungan positif antara tim yang memiliki pengetahuan tentang perilaku organisasi dengan kinerja yang unggul. Dengan demikian kemahiran kita dalam mengelola organisasi akan ditentukan oleh bagaimana cara kita mengelola orang-orang dalam organisasi tersebut. Dengan kata lain, pemgembangan yang berkelanjutan terhadap organisasi akan semakin ditentukan oleh bagaimana kita memahami dan mengelola perilaku organisasi. Sebagaimana telah dipaparkan diatas, bahwa organisasi kerja adalah struktur sosial, yang dirancang dan dibuat oleh orang-orang yang memiliki kemampuan untuk membentuk dan mengubahnya. Mempelajari teori perilaku organisasi sangat diperlukan karena tersedia 'peralatan' konseptual untuk melakukan pemahaman terbaik terhadap lingkup organisasi secara keseluruhan. Dalam perspektif manajerialis, kita akan melihat organisasi sebagai sistem yang kompleks yang bagian-bagiannya bekerja sama untuk mengikat konsensus dan stabilitas. Manajer adalah 'agen' dari pemilik dan investor,maka sebagai agen, tentunya mereka akan berusaha memaksimalkan efisiensi, memenuhi target yang telah ditetapkan, meminimalkan biaya dan menghasilkan profit. Tentunya seorang manajer harus berusaha tetap bersikap rasional, artinya secara sistematik mereka akan menerapkan berbagai teknik untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajer melakukan apa yang mereka lakukan karena keharusan pasar atau karena pemerintah yang mengharuskannya demikian. Dewasa ini organisasi dapat dipandang sebagai sebuah koalisi kelompok stakeholders. Dengan demikian, perilaku manajerial dalam organisasi 'dibatasi' oleh faktor-faktor seperti kapasitas kognitif, informasi yang tidak sempurna, kebijakan organisasi, keputusan bisnis strategik, resistensi dari perilaku pekerja, keyakinan manajerial serta nilai-nilai dan filosofi. Dalam paradigma manajerialis suatu kegagalan dapat terjadi, yang sebagian besar disebabkan oleh ketidak mampuan manajer dalam menghubungkan antara pemahaman perilaku organisasi dengan paradigma ekonomi-politik yang berlaku dominan di era neo-kapitalisme atau neo-liberalisme di era globalisme ini. Jakarta, 14 Mei 2013 Faisal Afiff