NEO KAPITALISME DAN PERILAKU ORGANISASI GLOBAL Topik

advertisement
NEO KAPITALISME DAN PERILAKU ORGANISASI GLOBAL
Topik kali ini akan menyoroti tentang pengelolaan dan pengaturan aspek
sumber daya manusia dalam organisasi bisnis pada masyarakat kapitalisme global
dewasa ini. Kapitalisme adalah sistem untuk mengatur kegiatan ekonomi. Praktek
manajemen dalam masyarakat kapitalisme menuntut agar perilaku organisasi bisnis
yang dikembangkan dapat sejalan dengan prinsip-prinsip efisiensi dan efektifitas atau
produktifitas. Dengan demikian perilaku organisasi bisnis bukanlah subyek yang
dapat dipelajari dalam situasi yang terisolasi, dimana sistem produksi dan budaya
dari perilaku organisasinya merupakan bagian yang tidak lepas dari dampak
modernitas sistem kapitalistik. Sehingga bagaimana manusia berfikir, merasa dan
bekerja dalam suatu organisasi bisnis tidak akan lepas dari konteks ekonomi global
yang bernafaskan kapitalisme. Hal ini juga akan berpengaruh pada bagaimana orang
hidup dan bekerja pada era kapitalisme global serta bagaimana mereka berinteraksi
satu sama lain dan bagaimana suatu keputusan diambil dalam suatu organisasi.
Suatu unit kerja dalam organisasi telah dirancang secara sosial atau kolektif
dimana seluruh kegiatannya diarahkan untuk mencapai suatu tujuan atau
serangkaian tujuan. Suatu organisasi kerja perlu dibedakan dari entitas sosial atau
kolektivitas lainnya seperti keluarga, klan atau suku, atau bahkan bentuk masyarakat
modern kompleks lainnya melalui tiga karakteristik umum. Pertama, ketika kita
menyatakan bahwa organisasi adalah suatu 'unit bisnis yang dirancang secara sosial
atau kolektivitas', hal ini mengandung arti juga bahwa adanya sekelompok orang
yang memiliki suatu tujuan yang sama, yang dengan sengaja dan sadar merancang
suatu struktur dan proses. Jika dalam konteks ini muncul istilah 'struktur sosial' maka
tujuannya adalah untuk lebih menggambarkan adanya suatu pola yang teratur
secara sosial dari segi kegiatan, hubungan dan interaksi diantara anggota suatu
kelompok atau tim kerja. Disamping itu, beberapa metode standar digunakan agar
koordinasi, norma, komunikasi, dan teknik pengendalian dapat dilakukan berulang
dalam suatu pola setiap hari. Organisasi terdiri dari sejumlah orang, dan mereka
membentuk suatu hubungan, melakukan tugas, bekerjasama antara satu dengan
lainnya untuk mencapai tujuan organisasi. Dari perspektif sosiologi, pola tersebut
sering disebut sebagai 'struktur sosial formal'. Banyak aspek struktur sosial formal
secara eksplisit dituangkan dalam bagan organisasi, uraian tugas dan dokumen
penilaian atau evaluasi kerja. Tidak semua aktivitas manusia dalam pekerjaan, relasi
dan interaksi yang muncul di tempat kerja semuanya dapat direkam dalam grafik
atau deskripsi pekerjaan tertulis. Sesuatu yang sulit dihindari dan tidak mudah
diprediksi adalah berbagai perilaku manusia diluar struktur formal, termasuk
beredarnya rumor atau 'selentingan' dan munculnya berbagai perilaku destruktif,
baik berupa ‘kenakalan’ bahkan sabotase terhadap aset peralatan milik perusahaan,
seperti mesin atau komputer oleh para pekerja yang tidak puas, atau tindakan
protes melalui serikat pekerja. Perilaku demikian sering dikategorikan sebagai
perilaku informal yang muncul dari struktur sosial informal dalam organisasi. Adanya
struktur sosial formal dan informal ini adalah blok bangunan dasar dari sebuah
organisasi.
Dalam masyarakat kapitalisme, sistem ekonomi dicirikan oleh kepemilikan
swasta atas alat-alat produksi, dimana keuntungan dapat diperoleh melalui
kompetisi pasar terkadang tanpa adanya intervensi pemerintah dalam kompetisi
pasar tersebut. Hubungan berbagai kekuatan produksi yang berkombinasi secara
dinamis membentuk suatu karakter sosial ekonomi dari suatu organisasi kerja
masyarakat. Pada gilirannya kelompok sosial sengaja dibentuk, dimana orang,
teknologi dan sumber daya sengaja dikoordinasikan dan dipadukan melalui peran
formal dalam suatu hubungan dan dilakukan pembagian kerja (division of labour)
yang dirancang untuk mencapai suatu serangkaian tujuan spesifik secara efisien.
Karakteristik umum kedua, bahwa dalam organisasi kegiatan manusia diarahkan
untuk mencapai 'tujuan atau serangkaian tujuan'. Dalam masyarakat kapitalisme
suatu organisasi memiliki tujuan profit sebagai target spesifik, atau berorientasi
pada maksimalisasi keuntungan. Bahkan – bila dimungkinkan - masih ada
perusahaan multinasional modern yang menghindari membayar pajak, atau
menghindari mengeluarkan biaya untuk membersihkan polusi yang mereka ciptakan,
suatu pemasukan yang seharusnya masuk ke kas negara tempat dimana mereka
berada dan beroperasi. Sementara organisasi non-profitlah yang memiliki kebajikan
yang bertujuan untuk membantu fakir miskin, beasiswa, merawat orang sakit atau
mempromosikan karya seni. Karakteristik umum ketiga, secara eksternal terdapat
suatu keterkaitan antara organisasi dengan masyarakat, atau lingkungan yang lebih
luas, khususnya yang berkaitan dengan kepuasan atau ketidakpuasan konsumen,
lobi politik, pencemaran ekosistem dan produk sampingan lainnya dari kegiatan
produksi. Dalam ekonomi kapitalis barat, perusahaan-perusahaan besar telah
menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk melindungi diri mereka dari
konsekuensi sosial atas tindakan mereka. Meskipun terdapat retorika tentang
organisasi dengan sejumlah 'tanggung jawab sosial', namun para eksekutif akan
lebih memprioritaskan kepentingan perusahaan dan pemegang saham di atas
kepentingan lainnya.
Organisasi bervariasi dalam hal tujuan, ukuran, barang atau jasa yang mereka
tawarkan dan kepemilikan saham serta manajemen perusahaan. Ukuran organisasi
biasanya dinilai dari jumlah orang yang dipekerjakan. Kita semua sudah akrab dengan
organisasi dari berbagai ukuran, dari mulai ukuran yang berskala kecil, seperti agen
koran, sampai berupa kios, toko atau hotel. Dalam skala yang lebih besar terdapat
organisasi seperti Ford Motor Company, Lloyds Bank, Google dan organisasi
pemerintahan. Suatu organisasi dapat dikelompokkan kedalam empat kategori
utama sesuai dengan produk mereka, yakni: produksi pangan dan ekstraksi
(misalnya, pertanian, kehutanan dan pertambangan), manufaktur (misalnya, pakaian,
mobil dan ponsel), jasa (misalnya, tata kecantikan rambut, perusahaan kereta api
dan maskapai penerbangan) serta pengolahan informasi (misalnya riset pasar).
Sebagian besar organisasi kerja dapat dikategorikan ke dalam organisasi pencari
profit, dan sebagian lagi bergerak sebagai organisasi non-profit atau nirlaba.
Organisasi nirlaba dibentuk tidak untuk mencari keuntungan, diantara kegiatannya
dapat berupa kegiatan amal, galeri seni atau jasa kesehatan, sehingga dalam
mengukur keberhasilan atau kegagalan dari kegiatan mereka tidak dari seberapa
banyak keuntungan yang diperoleh, akan tetapi dengan menggunakan beberapa
tolok ukur yang lain. Suatu universitas misalnya, bisa diukur keberhasilannya
dengan parameter jumlah total mahasiswa yang telah diluluskan, dan seberapa
banyak jumlah yang terserap oleh kegiatan produktif, atau seberapa banyak hibah
yang diperoleh dari dukungan masyarakat. Suatu organisasi profit bisa dimiliki oleh
satu orang, satu keluarga atau sekelompok kecil orang, dan bahkan bisa dimiliki oleh
suatu negara (BUMN). Seseorang dapat memiliki dan mengelola usaha kecil dengan
mempekerjakan beberapa orang lain. Tidak semua bisnis berupa milik gabungan,
tetapi juga banyak perusahaan yang dimiliki oleh hanya beberapa gelintir orang saja.
Diperkirakan bahwa sepertiga dari perusahaan terkemuka di Amerika Serikat (yang
masuk dalam kategori majalah fortune) dikendalikan oleh satu keluarga. Organisasi
milik pribadi atau keluarga adalah sebagian besar dari ekonomi Amerika Serikat dan
Inggris. Perusahaan swasta mungkin memiliki saham yang dikuasai oleh perusahaan
lain, dimana sahamnya tidak diperdagangkan secara terbuka di bursa saham.
Sebaliknya, organisasi lainnya memperdagangkan sahamnya secara bebas di bursa
saham dan dimiliki oleh sejumlah orang atau perusahaan. Organisasi seperti ini
biasanya membagikan dividen – proporsional dengan profit - kepada para
pemegang saham mereka.
Perilaku organisasi merupakan bidang studi yang tidak mudah untuk
didefinisikan karena mencakup wilayah yang sangat kompleks dan luas yang
mengacu pada berbagai disiplin ilmu, kerangka teori dan tradisi penelitian. Dalam
perdebatan akademik tentang perilaku organisasi, terdapat sudut pandang teori
yang berbeda dalam melakukan interpretasi terhadap perilaku organisasi. Meskipun
ada standar baku perilaku organisasi dengan definisi tunggal, namun hal tersebut
cenderung berisi polemik antara teori perilaku organisasi dan praktek manajemen.
Terdapat suatu penjelasan populer tentang perilaku organisasi, yakni sebagai studi
sistematik berkenaan dengan sikap dan perilaku individu serta kelompok dalam
organisasi, yang akan memberikan wawasan tentang bagaimana mengelola dan
mengubah perilaku manusia dalam suatu organisasi. Organisasi merupakan salah
satu arena tempat dimana perilaku sosial berlangsung, atau tempat dimana berbagai
jenis perilaku sosial tertentu terjadi. Perilaku organisasi dibentuk dalam bingkai
tatanan sosial, budaya dan kelembagaan masyarakat secara lebih luas. Hal tersebut
dapat difahami sebagai rangkaian proses aktif yang kompleks dari partisipasi
manusia, baik formal maupun informal, pada beberapa tingkatan kelembagaan
masyarakat, baik dalam lingkungan mikro maupun makro yang dibentuk oleh peran
organisasi dan sistem kekuasaan. Dengan demikian, perilaku organisasi dapat
didefinisikan pula sebagai pendekatan multidisiplin dan studi sistematik terhadap
organisasi formal dan perilaku orang didalamnya, dimana semua struktur aktivitas
terjadi dalam organisasi. Perilaku kerja dalam konteks ini meliputi komunikasi tatap
muka, pengambilan keputusan, praktik etikal, gaya kepemimpinan dan kerjasama tim
serta proses pembelajaran dan proses inovatif yang dilakukan. Ada perilaku
organisasi yang bersifat individual termasuk didalamnya perilaku kognitif, seperti
berpikir dan mengamati, ada perilaku afektif seperti perasaan atau keyakinan
stereotipe tentang hal tertentu. Adapun perilaku yang bersifat sosial meliputi
persaingan sosial, pengucilan, mangkir, intimidasi, diskriminasi ras, etnik dan gender,
serta konflik vertikal ataupun horisontal diantara para manajer dan para pekerja di
dalam organisasi. Lingkungan makrostruktur merupakan hubungan antar kelas
sosial, sistem budaya, hubungan patriarkal, lingkungan ekonomi dan politik – berupa
lingkungan eksternal – yang mewakili 'makrokosmos' atau dunia luar, yang
berdampak pada kehidupan organisasi dan perilaku. Struktur global terdiri dari
sejumlah organisasi internasional multilateral, seperti Bank Dunia, Dana Moneter
Internasional (IMF) dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), pola komunikasi
global, dan struktur perdagangan internasional sebagai aspek yang mengitari dan
mempengaruhi organisasi kerja. Bagaimana lingkungan makro global mempengaruhi
perilaku organisasi? Di Perancis misalnya, perubahan makro-global telah mengubah
kebijakan 'makro' publik untuk meningkatkan perpanjangan waktu kerja, yang
diklaim oleh para politisi bahwa kebijakan tersebut akan meningkatkan produktivitas
tenaga kerja dan daya saing internasional negara Perancis. Suatu perubahan
makrostruktur yang diterjemahkan kedalam kebijakan publik yang kurang tepat,
pada gilirannya akan menghasilkan reakasi dari dalam organisasi, sebagai zona
mikrokosmik, dan akibatnya sebagian para pekerja malah berhenti bekerja dan turun
ke jalan untuk memprotes kebijakan publik dari pemerintah tersebut. Oleh karena itu
dalam membuat kebijakan publik, kita perlu mempertimbangkan tiga tingkat struktur
sosial, yakni struktur global, makro dan mikro, kesemuanya merupakan lingkaran
konsentrik sebagai lapisan “orbiter” yang mengitari orang-orang di tempat kerja.
Sosiolog Amerika Serikat terkemuka C. Wright Mills berpendapat bahwa kita hanya
bisa mendapatkan pemahaman penuh tentang perilaku manusia, jika kita mampu
memahami mereka melampaui pengalaman pribadinya dan menemukan
pengalaman tersebut dalam konteks ekonomi, politik dan sosial-budaya yang lebih
besar dari struktur lingkungan makro mereka. Mills menulis bahwa hanya dalam
imajinasi sosiologis kita dapat memahami interaksi manusia dan masyarakat,
biografi dan sejarah dunia. Menurut Mills perilaku individu, manajer, dan tim kerja,
tidak sepenuhnya dapat dipahami tanpa mengacu pada konteks eksternal organisasi.
Dengan demikian, di era global-kapitalistik ini memahami isu dan fenomena relevan
yang berkaitan dengan perilaku kerja di negara kapitalis maju, adalah penting untuk
mengingatkan diri kita bahwa pengaruh global dari sistem ekonomi kapitalis
internasional juga telah merambah kedalam sendi-sendi sistem perekonomian
nasional kita, bahkan sebagian dari pelakunya juga tinggal di negara-negara
berkembang. Bahwa adanya arus mobilitas para pekerja asing atau ekspatriat
merupakan arena kekuatan sosial yang bersaing yang dapat menimbukan paradoks,
ketegangan, kecurangan, konflik dan perubahan sosial. Karakterisasi organisasi
sebagai 'arena' persaingan dapat memberikan kerangka teoritik untuk memahami
perilaku manajer dan para pekerja dalam kaitannya dengan aspek politik, gender,
sistem kekuasaan atau pemerintahan dan ideologi. Dengan mengenali interaksi
antara dimensi sosial global, makro dan mikro, kita akan dituntun untuk mengakui
adanya hubungan dinamik antara kekuatan eksternal di satu sisi, dan proses
manajemen internal baik individual dan tim kerja di sisi lain.
Manifestasi perilaku manusia merupakan parameter dimana sejumlah dimensi
yang saling terkait dapat diidentifikasi. Berikut ini adalah model integratif-terbuka
yang perlu dipertimbangkan dalam mempelajari perilaku organisasi, yang dibagi
menjadi empat komponen, dimana masing-masing adalah:
• kekuatan lingkungan sebagai masukan atau pengaruh dari konteks eksternal;
• proses untuk mengubah input menjadi output dan juga outcome dalam konteks
manajemen;
• evaluasi atas output dan/atau outcome; dan
• umpan balik yang menghubungkan proses kekuatan eksternal dengan konteks
internal dalam organisasi, dan dari konteks internal organisasi ke arah konteks
eksternal organisasi.
Yang dimaksud dengan konteks eksternal adalah lingkungan kapitalisme
global itu sendiri, dan dalam hal ini kita akan menyoroti beberapa 'input' yang paling
penting dalam studi tentang perilaku organisasi. Yaitu tentang bagaimana konteks
kekuatan eksternal berdampak pada proses internal organisasi, misalnya melalui
kegiatan ekonomi global, peraturan pemerintah, perubahan teknologi, sosial-budaya
dan tekanan ekologi. Pendekatan globalisme akan menggarisbawahi kebutuhan
untuk mengaudit organisasi dalam totalitasnya, atau tentang bagaimana perilaku
organisasi internal merespon tuntutan konteks eksternal. Adalah sudah menjadi
fakta sejarah bahwa kita hidup di dunia global yang saling berhubungan. Salah satu
indikator hubungan interaktif dari tatanan global ini, adalah dengan terjadinya
percepatan akselerasi globalisasi ekonomi yang telah mengubah paradigma
ekonomi-politik dewasa ini. Laporan dari berbagai lembaga internasional telah
memberi gambaran bahwa profit yang tinggi telah berhasil direalisasikan oleh suatu
korporasi dengan memindahkan operasi produksi ke luar negeri dalam skala ekonomi
yang luas.
Struktur organisasi terbentuk dari interaksi antara individu, kelompok atau tim
kerja dan kendali organisasi. Konteks organisasi menggambarkan pola hubungan
antara aktivitas kerja dan teknologi yang berulang, hari demi hari secara teratur.
Paling tidak ada enam variabel yang dapat dapat diidentifikasi yang memberikan
dampak pada interaksi aktif manusia dalam struktur organisasi, yakni: variabel
strategi, struktur, pola hubungan kerja, teknologi, manusia dan proses pengendalian.
Dalam konteks organisasi, suatu langkah strategik biasanya mengacu pada apa yang
dilakukan oleh seorang eksekutif senior dari waktu ke waktu untuk mencapai tujuan
organisasi. Suatu struktur organisasi dibuat untuk membagi aktivitas kerja kedalam
tugas spesifik sehingga dapat dicapai koordinasi dan pengendalian dalam kegiatan
organisasi. Formulasi struktur organisasi dapat mengambil banyak bentuk. Isu
tentang perubahan bentuk struktur organisasi sempat dihangatkan oleh perdebatan
tentang pergeseran bentuk organisasi birokratik dengan tugas-tugas yang sangat
khusus ke arah hirarki otoritas strategik sebagai bentuk organisasi pasca-birokratik,
yakni: melalui pengambilan keputusan dan perencanaan jangka panjang yang
dilakukan oleh para manajer, termasuk hubungan pelaporan formal, tim kerja,
departementasi dan sistem pengorganisasian. Dalam organisasi birokratik, suatu
model organisasi ditandai dengan hirarki kewenangan dan tanggung jawab serta
pembagian kerja yang jelas, aturan dan prosedur yang tegas, dimana partisipasi,
spesialisasi dan otoritas para pekerja bersifat pasif.
Pola hubungan kerja merupakan masalah penting dalam perilaku organisasi.
Di beberapa organisasi, pola hubungan ini dapat mendukung dan memupuk rasa
otonomi dalam pengembangan aspek manusia. Sebaliknya pada organisasi lain, pola
hubungan ini justru memendam api dalam sekam, kurang mengindahkan proses
belajar dan jenjang karir, serta suasana stres mengancam pada kesehatan fisik dan
mental para pekerja. Dalam hubungan aktivitas kerja, faktor motivasional dan
sistem imbalan, seyogyanya terkait dengan kepuasan atau ketidak puasan kerja.
Dalam konsep 'perilaku', reaksi individu secara rasional maupun emosional dapat
dinyatakan dalam kapasitas individu atau anggota tim kerja, dan pola reakasi ini juga
didorong oleh proses pengendalian dalam organisasi setelah berinteraksi dengan
berbagai kekuatan global. Tentu saja manusia bukanlah benda mati dalam
organisasi, meskipun mereka telah dibantu dan berinteraksi dengan teknologi,
maka ketika mereka memproduksi barang dan/atau jasa, memberikan pelayanan,
maka faktor pembelajaran dan kreativitas atau imajinasi manusia tidak dapat
digantikan. Faktor lain yang relevan dengan perilaku organisasi adalah aspek
demografi, seperti usia, pendidikan, pengalaman, keterampilan, kemampuan dan
gaya belajar, sebagai variabel yang dapat mempengaruhi bagaimana individu dan tim
kerja berperilaku dan berhubungan satu sama lain di tempat kerja. Memahami
dinamika hubungan kerja dan perilaku individu merupakan hal kompleks yang
menarik, yang menggugah kita untuk menguji konsep kepribadian dan identitas.
Dinamika dari kedua aspek tersebut dibentuk oleh kontrak psikologik, berupa
harapan para pekerja terhadap organisasi, misalnya seperti upah atau gaji,
keamanan kerja atau kepuasan kerja. Penyimpangan perilaku dalam organisasi
seperti kenakalan, pembakaran, penipuan, kebohongan, pencurian dan sabotase
jarang dilaporkan, dan duri dalam organisasi tersebut biasanya dianggap merupakan
bagian dari realitas kehidupan berorganisasi. Begitu juga masalah gender, kelas atau
status sosial, ras dan etnik adalah bagian dari realitas organisasi yang menuntut
perhatian lebih. Dengan demikian, aspek 'manusia ' dalam model pendekatan ini
tidak dapat dilihat dalam konteks yang terisolasi. Artinya kita perlu mengadopsi
pendekatan multidimensional untuk mempelajari perilaku organisasi dalam tiga
tingkat analisis, yakni analisis tingkat individu, organisasi, dan lingkungan. Sejumlah
studi menunjukkan bahwa organisasi formal membutuhkan struktur pengendalian.
Jika premis ini kita akui, maka pertanyaan berikutnya adalah, oleh siapa dan
bagaimana sebenarnya pengendalian ini dapat dilakukan, dan mengapa
pengendalian ini diperlukan? Dalam abad ini proses pengendalian dapat dilakukan
secara langsung oleh teknologi atau secara tidak langsung oleh penilaian karya dari
rekan kerja dalam tim kerja, melalui budaya organisasi, atau dengan berbagai teknik
manajemen sumber daya manusia yang dirancang untuk membuat perilaku para
pekerja lebih mudah diprediksi dan dikendalikan.
Bagaimana pekerjaan dirancang dan bagaimana orang berperilaku dalam
organisasi juga dipengaruhi oleh keputusan manajemen, serta dipengaruhi oleh
peristiwa penting apa yang terjadi di luar batas organisasi. Istilah 'manajer' merujuk
pada sekelompok pekerja yang mengatur dan mengkoordinasikan, dan membuat
keputusan tentang siapa yang mengerjakan, pekerjaan apa yang dilakukan, dan
bagaimana hal tersebut dilakukan. Adakalanya seorang manajer dibedakan dengan
'pemimpin' dikarenakan adanya perbedaan cara dalam mengarahkan para pekerja,
cara pertama melalui sistem pengendalian dan ketergantungan pada posisi hirarkis,
dan cara yang kedua dengan menginspirasi para pekerja, dan pembentukan
komitmen serta mobilitas yang tinggi. Adalah penting untuk memahami bahwa juga
terdapat hubungan antara stabilitas internal organisasi dengan ketidakstabilan yang
terjadi diluar, dan antara pengambilan keputusan dan perilaku di internal organisasi.
Hubungan antara konteks eksternal, strategi bisnis, desain struktur dan proses
pengendalian, serta kemampuan dan sikap para pekerja, juga akan mempengaruhi
cara manajer melakukan kegiatan manajerialnya. Dalam hal ini seorang manajer
dapat mengadopsi berbagai macam cara untuk mencapai tujuan organisasinya.
Adanya gabungan dari berbagai variabel diatas, merupakan dasar bagi manajer
untuk 'menyelesaikan sesuatu melalui orang lain'. Istilah manajemen lebih identik
dengan pengertian 'mengelola', sementara istilah 'manajer' yang berasal dari kata
Italia “maneggiare”, merupakan atribut yang disandangkan pada orang yang
menangani atau melatih kuda. Henri Fayol, dalam buku monumentalnya yang
berjudul administrative management dan ia dianggap sebagai salah seorang peletak
dasar ilmu manajemen, mendefinisikan manajemen sebagai rangkaian empat
kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang manajer, yaitu melakukan
perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan. Siklus manajemen
tersebut sampai hari ini masih banyak dianut sebagai fungsi untuk merencanakan,
mengatur, mengarahkan dan mengendalian. Pengertian perencanaan yang
dimaksudkan oleh Henri Fayol adalah upaya untuk mempelajari masa depan dan
menyusun rencana aksi. Sementara pengertian pengorganisasian merupakan upaya
koordinasi dengan semua para pekerja dan hirarki dalam aspek organisasional.
Upaya mengarahkan dilakukan untuk memastikan bahwa semua upaya telah
difokuskan pada tujuan bersama, adapun aspek pengendalian mengandung arti
bahwa semua kegiatan di tempat kerja harus dilakukan sesuai dengan aturan dan
perintah yang telah disusun secara spesifik. Menurut Peter Drucker, juga salah
seorang pakar manajemen terkemuka, menyatakan juga bahwa manajemen
mengekspresikan keyakinan dasar masyarakat barat modern dalam mengelola
masyarakat dan dunia kerja .
Dengan demikian, untuk mempelajari perilaku manusia di tempat kerja, kita
perlu membahas dua pertanyaan yang saling berhubungan: yakni tentang apa yang
dilakukan oleh seorang manajer? Dan, mengapa manajer melakukannya? Lingkup
pekerjaan manajerial merupakan topik yang amorf dalam kepustakaan hingga saat
ini. Sejak pertengahan abad kedua puluh, berbagai penelitian belum memberikan
gambaran yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan manajer. Henry
Mintzberg memberikan konsep multifaset tentang pekerjaan seorang manajer, yang
terdiri dari tiga serangkaian perilaku, yakni: perilaku interpersonal, informasional dan
pengambilan keputusan. Adapun pengertian 'peran' dalam konteks ini mengacu
pada salah satu bagian perilaku individu yang diharapkan melakukan kegiatan
tertentu sejalan dengan posisi yang mereka pegang dalam organisasi. Dalam
menjalankan peran antarpribadi , seorang manajer adalah sekaligus juga seorang
pemimpin, penghubung dan pelayan - disamping mewakili otoritas resmi.
Dikatakan juga bahwa seorang manajer adalah 'pusat saraf' penyebaran informasi.
Mereka bertangung jawab
dalam memonitor dan menseleksi informasi,
menyebarkan informasi dan bertindak sebagai juru bicara dalam perannya dalam
konteks hubungan interpersonal. Karena perannya dalam menjalin hubungan
interpersonal dan seorang informator, maka seorang manajer memiliki empat peran
pengambilan keputusan, yakni sebagai entrepreneur, mengatasi gangguan
(pemadam api), pengalokasian sumber daya dan berperan sebagai negosiator.
Sejauh mana seorang manajer melakukan berbagai fungsi tersebut bergantung juga
pada posisi mereka pada hirarki organisasi dan wewenang serta tanggung jawab
fungsional mereka secara spesifik. Misalnya saja porsi dari peran manajer sumber
daya manusia (SDM), dimana fungsinya lebih ditujukan untuk memperhatikan
penanganan gangguan dan peran negosiasi, mengingat sifat pekerjaan mereka.
Variasi dari fungsi dan tugas manajerial tidak hanya terkait dengan posisi manajer
dalam hierarki manajemen, akan tetapi juga ikut ditentukan oleh tingkat pendidikan
rekan kerja mereka. Yang menarik disini adalah tentang peran manajer dalam iklim
kerja yang kreatif, dimana seorang manajer tidak hanya mengkoordinasikan tugas
kerja sehari-hari sermata, akan tetapi juga memainkan peran utama dalam
mensukseskan suatu proyek. Namun pada umumnya praktek manajemen masih
diwarnai oleh siklus konvensional manajemen ala Fayolian Klasik, dimana tugas
manajer diantaranya adalah:
• Bertindak sebagai tokoh atau pemimpin unit organisasi;
• Berhubungan dengan manajer lain;
• Pemantauan, penyaringan dan menyebarluasan informasi;
• Mengalokasikan sumber daya;
• Penanganan konflik dan memelihara alur kerja;
• Bernegosiasi dengan manajer atau perwakilan lainnya;
• Kreatif dan inovatif;
• Melakukan perencanaan; dan
• Mengendalikan serta mengarahkan bawahan.
Suatu studi tentang perilaku organisasi akan melibatkan pengetahuan
multidisiplin yang masing-masing ditunjang oleh disiplin ilmu sosial lainnya, seperti
ilmu psikologi, sosiologi, antropologi dan politik .
Psikologi
Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan
proses mental secara sistematik. Meskipun kita tidak bisa secara langsung
mengamati proses mental - artinya kita tidak dapat mengindrai apa yang terdapat
pada aktivitas otak dan imajinasi serta jenis perilaku kompleks lainnya – akan
tetapi dapat diformulasikan suatu konsep tentang aktivitas mental tersebut, seperti
halnya proses berpikir, memori, pencitraan dan pembelajaran. Telah lama para
psikolog disibukkan dengan penelitian tentang belajar dan berusaha untuk
menjawab satu pertanyaan kunci: " Mengapa seseorang berperilaku dengan cara
tertentu? Cabang ilmu psikologi terapan yang berhubungan dengan aspek perilaku
manusia dalam organisasi kerja, adalah psikologi organisasi atau psikologi industri.
Cabang ini telah pengembangan model umum tentang perilaku manusia di tempat
kerja, dengan penekanan pada aspek interaksi sosial, baik pada tingkat individu,
kelompok atau organisasi secara keseluruhan, disamping melakukan pengujian dan
prediksi teoritik terhadap fakta-fakta empirik yang dapat dimati.
Sosiologi
Sosiologi adalah studi sistematik tentang pola hubungan sosial yang berkembang
antara manusia, yang dalam konteks ini secara khusus berfokus pada analisis
masyarakat industri. Sosiolog telah membuat kontribusi terbesar pada
pengembangan konsep perilaku organisasi melalui studi mereka pada organisasi
formal. Sosiologi juga telah meneliti hubungan antara perilaku organisasi dan
budaya, serta telah menganalisis faktor makro-struktur dan struktur global yang
mempengaruhi struktur dan proses organisasi. Secara esensial sosiologi membahas
pertanyaan-pertanyaan tentang: apa yang dimaksud dengan “masyarakat?” Apakah
masyarakat hanya terdiri dari manusia secara individual semata, bagaimana
keterkaitan individu dengan kelompok sosial, dan bagaimana pembentukan strata
sosial dengan sistem kekuasaan.
Antropologi
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia. Antropologi budaya
atau etnologi, merupakan sub-disiplin dari antropologi. Para etnolog adalah mereka
yang terpesona oleh berbagai macam budaya di dunia. Misalnya, multikulturalisme
sebagai fenomena yang terjadi di Eropa dan Amerika Utara dapat diselidiki dan
dipahami asal-usulnya dengan perspektif antropologi, dan dalam hal ini ilmu
antropologi lebih berkecimpung dengan konsep etnosentrisme, relativisme budaya
dan culture shock. Etnosentrisme adalah kecenderungan dari sekelompok orang yang
melihat budaya mereka sendiri sebagai hal superior dibanding budaya orang lain.
Sebaliknya, relativisme budaya merupakan apresiasi terhadap semua keragaman
budaya yang memiliki nilai intrinsik dan unik yang harus dinilai dan dipahami dari
sudut pandang mereka sendiri. Hal ini berkaitan juga dengan etika positif yang
mengasumsikan bahwa orang tidak pantas untuk mengevaluasi kebiasaan dan adat
istiadat orang lain untuk memahami mereka. Ketika para pekerja bermigrasi dan
berhadapan dengan budaya yang sangat berbeda dari budaya mereka sendiri, boleh
jadi mereka mengalami perasaan disorientasi, perasaan terisolasi, kesepian dan
depresi, dan inilah yang dinamakan sebagai culture shock. Dalam hal perilaku
organisasi, menyadari tentang etnosentrisme, relativisme budaya dan culture shock
dapat membantu kita dalam mengembangkan pemikiran yang lebih akurat dan
kritis, khususnya dalam mengembangkan manajer yang lebih baik dan mumpuni
dalam keragaman etniknya.
Politik
Politik adalah studi tentang individu dan perilaku kelompok dalam suatu sistem
politik ketatanegaraan. Politik tidak hanya mempelajari tentang bagaimana
pembuatan keputusan bagi masyarakat, akan tetapi juga memfokuskan studinya
pada persaingan politik yang terjadi di tengah-tengah konflik sosial. Oleh karena itu
politik, sering juga difahami sebagai perjuangan untuk meraih kekuasaan dan
bagaimana melakukan pengelolaan terhadap konflik kepentingan.Dalam beberapa
tahun terakhir ini, ilmu politik telah memberikan kontribusi signifikan pada perilaku
organisasi, terutama dalam memahami perilaku manajerial, khususnya yang
berkenaan dengan pemahaman tentang aspek kekuasaan dan bagaimana individu
dan kelompok memanipulasi kekuasaan untuk kepentingan pribadinya.
Menyadari tentang adanya relevansi pandangan dari para psikolog,
sosiolog, antropolog dan politik, sedikit banyak telah membantu kemampuan kita
untuk secara akurat menjelaskan dan memprediksi perilaku manusia dalam
organisasi.
Dalam konteks ini, para pembaca yang skeptik mungkin berpikir belum
melihat kegunaan praktis dari perilaku organisasi. Menurut hemat penulis, manfaat
dari paparan tentang perilaku organisasi adalah lebih pada latihan intelektual,
kegunaan praktis dari perilaku organisasi adalah untuk membuat para mahasiswa
dan para manajer lebih memperhatikan pengujian asumsi umum yang secara apriori
telah mempengaruhi pandangan masyarakat, sehingga pandangan kritisnya akan
bermanfaat dalam pengambilan keputusan mereka. Pemahaman ini penting, yang
merupakan alat bantu intelektual yang dirancang untuk membantu manajer dalam
memprediksi dan menjelaskan kegiatan organisasi, baik di luar maupun di dalam
organisasi, sehingga memprediksi perilaku orang lain merupakan persyaratan yang
melekat pada kegiatan kehidupan sehari-hari di dalam organisasi. Hidup kita akan
lebih dipermudah dengan dimilikinya kemampuan untuk memprediksi tentang
kapan orang akan merespon positif terhadap keinginan kita, atau memprediksi
bagaimana para pekerja akan merespon secara positif berkenaan dengan sistem
renumerasi yang baru diberlakukan. Dengan demikain prediksi yang hanya
mengandalkan 'common sense' semata tentang perilaku manusia sering tidak dapat
diandalkan. Pemahaman tentang disiplin perilaku organisasi akan membekali
kemampuan kita dalam melakukan generalisasi dan prediksi tentang perilaku
manusia secara sistematik yang ditunjang oleh keabsahan teori dan hasil penelitian.
Dengan mempelajari perilaku organisasi kita juga akan terbantu untuk
mengembangkan pengetahuan tentang perilaku manusia, sehingga pada gilirannya
mampu untuk memprediksi perilaku mereka dalam organisasi kerja. Meskipun
penting untuk memprediksi perilaku manusia, dan juga penting untuk memahami
dan menjelaskan perilaku manusia dalam organisasi yang kompleks. Perlu dibedakan
antara pengertian ‘prediksi’ dan ‘penjelasan’, yang keduanya tidak memiliki makna
yang sama. Suatu prediksi yang akurat biasanya mendahului pemahaman dan
penjelasan. Kita semua mampu memprediksi arah dari jatuhnya buah apel dari
pohon, akan tetapi jika kita memiliki pengetahuan tentang teori gravitasi yang
dikembangkan oleh Isaac Newton, maka sepenuhnya kita mampu menjelaskan
mengapa apel jatuh dari pohon ke tanah. Dalam konteks kerja misalnya,
pemahaman terhadap teori perilaku organisasi akan membantu kita menjelaskan
mengapa individu menjadi lebih atau kurang termotivasi ketika aspek-aspek tertentu
dari pekerjaan mereka didisain ulang, atau mengapa bentuk-bentuk baru dalam
organisasi dapat memiliki dampak negatif atau positif pada kinerja. Kemampuan
para manajer untuk memahami perilaku manusia merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk membuat pilihan informasi dan mempengaruhi tindakan organisasi.
Terdapat bukti kuat yang menunjukkan hubungan positif antara tim yang memiliki
pengetahuan tentang perilaku organisasi dengan kinerja yang unggul. Dengan
demikian kemahiran kita dalam mengelola organisasi akan ditentukan oleh
bagaimana cara kita mengelola orang-orang dalam organisasi tersebut. Dengan kata
lain, pemgembangan yang berkelanjutan terhadap organisasi akan semakin
ditentukan oleh bagaimana kita memahami dan mengelola perilaku organisasi.
Sebagaimana telah dipaparkan diatas, bahwa organisasi kerja adalah struktur sosial,
yang dirancang dan dibuat oleh orang-orang yang memiliki kemampuan untuk
membentuk dan mengubahnya. Mempelajari teori perilaku organisasi sangat
diperlukan karena tersedia 'peralatan' konseptual untuk melakukan pemahaman
terbaik terhadap lingkup organisasi secara keseluruhan.
Dalam perspektif manajerialis, kita akan melihat organisasi sebagai sistem
yang kompleks yang bagian-bagiannya bekerja sama untuk mengikat konsensus dan
stabilitas. Manajer adalah 'agen' dari pemilik dan investor,maka sebagai agen,
tentunya mereka akan berusaha memaksimalkan efisiensi, memenuhi target yang
telah ditetapkan, meminimalkan biaya dan menghasilkan profit. Tentunya seorang
manajer harus berusaha tetap bersikap rasional, artinya secara sistematik mereka
akan menerapkan berbagai teknik untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajer
melakukan apa yang mereka lakukan karena keharusan pasar atau karena
pemerintah yang mengharuskannya demikian. Dewasa ini organisasi dapat
dipandang sebagai sebuah koalisi kelompok stakeholders. Dengan demikian, perilaku
manajerial dalam organisasi 'dibatasi' oleh faktor-faktor seperti kapasitas kognitif,
informasi yang tidak sempurna, kebijakan organisasi, keputusan bisnis strategik,
resistensi dari perilaku pekerja, keyakinan manajerial serta nilai-nilai dan filosofi.
Dalam paradigma manajerialis suatu kegagalan dapat terjadi, yang sebagian besar
disebabkan oleh ketidak mampuan manajer dalam menghubungkan antara
pemahaman perilaku organisasi dengan paradigma ekonomi-politik yang berlaku
dominan di era neo-kapitalisme atau neo-liberalisme di era globalisme ini.
Jakarta, 14 Mei 2013
Faisal Afiff
Download