11 TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Istilah komunikasi yang semula merupakan fenomena sosial, kemudian menjadi ilmu yang secara akademik berdisiplin mandiri, dewasa ini dianggap amat penting sehubungan dengan dampak sosial yang menjadi kendala bagi manusia akibat perkembangan teknologi. Effendy (2003) menyatakan hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Verderber (1990) menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses transaksi untuk memperoleh tujuan bersama dalam suatu peristiwa. Istilah komunikasi atau ”communication” yang dalam bahasa latin disebut sebagai ”communicatio” dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Kata sama di sini maksudnya adalah sama makna. Stuart (1983) dalam Vardiansyah (2004) kata komunikasi berasal dari bahasa latin ”communis” yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar katanya communis adalah communico, yang artinya berbagi. Dalam hal ini, yang dibagi adalah pemahaman bersama melalui pertukaran pesan. Komunikasi sebagai kata kerja ”communicate” berarti (1) untuk bertukar pikiranpikiran, perasaan-perasaan dan informasi; (2) untuk membuat tahu; (3) untuk membuat sama; dan (4) untuk mempunyai sebuah hubungan yang simpatik. Sedangkan dalam kata benda communication berarti: (1) pertukaran simbol, pesan-pesan yang sama dan informasi; (2) proses pertukaran di antara individuindividu melalui simbol-simbol yang sama; (3) seni untuk mengekspresikan gagasan-gagasan dan (4) ilmu pengetahuan tentang pengiriman informasi. Rogers dan Shoemaker (1995), West dan Turner (2007) maupun Mardikanto (1988) mengartikan komunikasi adalah suatu proses dimana semua partisipan atau pihak-pihak yang berkomunikasi saling menciptakan, membagi, menyampaikan dan bertukar informasi, antara satu dengan lainnya dalam rangka mencapai suatu pengertian bersama. Edwin (1982) dalam Cangara (2006) menggambarkan bahwa meja komunikasi (communication) dapat berdiri tegak jika ditopang empat kaki yang 12 terdiri dari; 1) pengirim pesan (sender), 2) pesan (message), 3) saluran/media (channel), 4) penerima pesan (receiver). 1) Hambatan Komunikasi Tidaklah mudah untuk melakukan komunikasi secara efektif. Bahkan beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkinlah seseorang melakukan komunikasi yang sebenar-benarnya efektif. Effendy (2003) menyatakan ada beberapa hal yang merupakan hambatan komunikasi yang harus menjadi perhatian bagi komunikator agar komunikasinya sukses, antara lain 1) gangguan semantik dan gangguan mekanik, 2) kepentingan, 3) motivasi terpendam, dan 4) prasangka. Widjaja (2000) menyatakan bahwa problem komunikasi biasanya merupakan suatu gejala bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Problem komunikasi ada yang berasal dari pengirim (komunikator), transmisi dan penerima. Hambatan dalam komunikasi antara lain: a) kurangnya perencanaan dalam komunikasi (tidak dipersiapkan lebih dahulu), b) perbedaan persepsi, c) perbedaan harapan, d) kondisi fisik atau mental yang kurang baik, e) pesan yang tidak jelas, f) prasangka yang buruk, g) transmisi yang kurang baik, h) penilaian/evaluasi yang prematur, i) tidak ada kepercayaan, j) ada ancaman, k) perbedaan status, pengetahuan, bahasa, l) distorsi (kesalahan informasi). Effendy (2002) menyatakan faktor-faktor penghambat komunikasi, terdiri dari; 1) hambatan sosio-antro-psikologis, proses komunikasi berlangsung dalam konteks situasional. Ini berarti bahwa komunikator harus memperhatikan situasi ketika komunikasi dilangsungkan, sebab situasi amat berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi, terutama situasi yang berhubungan dengan faktor sosiologis-antropologis-psikologis, 2) hambatan semantik, dan 3) hambatan mekanis. Lionberger dan Gwin (1982) dan Mardikanto (1988) menyatakan bahwa hambatan (barrier) yang sering dihadapi dalam saluran antar pribadi antara lain: a) kesenjangan budaya, b) generalisasi yang salah, c) perilaku yang mencurigakan, d) kredibilitas sumber, e) makna dari kata yang digunakan, f) selingan yang membingungkan, g) gangguan-gangguan yang lain. 13 2) Pengertian dan Macam Saluran Komunikasi Rogers (2003) dan Mardikanto (1988) menyatakan saluran komunikasi sebagai sesuatu melalui mana pesan dapat disampaikan dari sumber kepada penerimanya. Sesuatu yang dimaksud di sini, dapat memiliki arti ganda, yaitu: a. Alat pembawa pesan b. Saluran yang dilalui oleh alat pembawa pesan c. Media atau wahana yang memungkinkan alat pembawa pesan itu melalui jalan atau saluran yang harus dilaluinya. Oleh sebab itu, dalam proses komunikasi selalu terjadi pergantian peran antara semua pihak yang berkomunikasi, maka saluran komunikasi dapat diartikan sebagai: sesuatu (alat pembawa, saluran atau jalan, dan media atau wahana) yang memungkinkan pengiriman dan diterimanya pesan oleh pihak-pihak yang saling berkomunikasi. Rogers dan Shoemaker (1995) dan Mardikanto (1988) menyatakan bahwa pada dasarnya terdapat dua macam saluran komunikasi, yaitu : 1. Saluran Media Massa, yaitu segala bentuk media massa (baik media cetak maupun media elektronik ) yang memungkinkan seseorang atau sekelompok kecil orang dapat menyampaikan pesan kepada masyarakat luas. 2. Saluran antar pribadi, yaitu segala bentuk hubungan atau pertukaran pesan antar dua orang atau lebih secara langsung (tatap muka) dengan atau tanpa alat bantu, yang mungkin semua pihak yang berkomunikasi dapat memberikan respons atau umpan balik secara langsung. Dalam perkembangannya, karena masing-masing saluran komunikasi yang disebutkan tadi memiliki kekurangan dan keunggulannya sendiri-sendiri, kemudian dikembangkanlah suatu bentuk komunikasi antara kedua macam saluran komunikasi itu, yang berupa: forum media, yaitu suatu saluran komunikasi yang berupa: sekelompok kecil orang yang dapat saling tatap muka untuk berkomunikasi yakni mendiskusikan pesan-pesan yang diterima dari suatu sumber tertentu melalui media massa. Bentuk-bentuk forum media yang dapat dijumpai dalam kehidupan seharihari adalah: kelompok-pendengar dan kelompencapir (kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa televisi). 14 Komunikasi dalam bidang pertanian terdiri dari beberapa unsur yaitu; komunikator, pesan dan komunikan (petani), sedangkan faktor dalam proses komunikasi adalah saluran yang menunjang tercapainya tujuan penyampaian pesan (Soekartawi, 2005). Saluran komunikasi meliputi saluran interpersonal dan media massa. Saluran interpersonal adalah saluran yang melibatkan komunikasi tatap muka (antara sumber dengan penerima) antara dua orang atau lebih; misalnya rapat, pertemuan langsung, getok tular dan lain sebagainya. Saluran media massa adalah alat penyampaian pesan yang memungkinkan dicapainya khalayak dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat. 3) Karakteristik Saluran Komunikasi Saluran komunikasi yang terdiri dari saluran media massa dan saluran antar pribadi masing-masing memiliki karakteristik yang oleh Rogers (2003), Mardikanto (1988) dan Depari dan MacAndrews (1998) dapat diringkaskan dalam bentuk matrik seperti tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik komunikasi antar pribadi dan media massa Karakteristik Komunikasi Alur pesan yang disampaikan Kecepatan untuk mencapai sasaran Akurasi pesan untuk sasaran yang luas Kemampuan untuk memilih sasaran yang tepat Kemampuan untuk memecahkan masalah tertentu Jumlah umpan balik Pengaruh yang mungkin dapat diharapkan Antar Pribadi Dua arah Lambat Rendah*) Media Massa Searah Cepat Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Perubahan sikap Rendah Perubahan pengetahuan Sumber : Mardikanto (1988) Keterangan: *) Rendahnya akurasi pesan untuk sasaran yang luas, disebabkan karena pemahaman setiap individu terhadap sesuatu pesan tidak selalu sama seperti yang diharapkan, terlebih jika antar pihak yang berkomunikasi kurang memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik Akibat adanya perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh kedua saluran komunikasi tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1. Media massa hanya efektif untuk mengubah pengetahun sasaran, terutama di negara-negara yang relatif sudah maju 2. Saluran antar pribadi, sangat efektif untuk mengubah sikap sasaran, terutama untuk golongan masyarakat penganut yang semakin lambat. 15 Kesimpulan di atas ternyata selaras dengan hasil penelitian Mardikanto (1988) yang menyimpulkan bahwa: Media massa dan forum media sebagai sumber informasi hanya dinikmati oleh petani lapisan atas (yang memiliki pendidikan formal dan kekayaan yang lebih baik); sedangkan petani lapisan bawah lebih menyukai kontak tani dan tokoh-tokoh masyarakat sebagai sumber informasi tentang inovasi. Feliciano (1976) dalam Mardikanto (1988) mengungkapkan beberapa kelemahan media massa sebagai saluran komunikasi pembangunan yang disebabkan karena: (1) Pesan yang disampaikan sering kurang jujur, terutama yang menyangkut program nasional yang menimbulkan kerawanan seperti : Integrasi-nasional dan keluarga berencana. Hal serupa juga dikemukakan oleh Mardikanto (1988) tentang pesan keberhasilan pembangunan yang ditayangkan lewat saluran televisi. (2) Bahasa dan kalimat (istilah) yang digunakan seringkali kurang akrab dengan masyarakat sasarannya. (3) Isi pesan sering kurang memperhatikan kebutuhan pembangunan yang sebenarnya. (4) Isi pesan sering kali terlalu berorientasi kepada masalah-masalah teknis, tetapi kurang memperhatikan aspek-aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan sasarannya. (5) Isi pesan kurang memperhatikan sistem nilai yang berlaku di dalam masyarakat sasarannya. Di lain pihak dampak dari cerita sukses yang disajikan oleh media massa tentang keberhasilan pembangunan, selain menumbuhkan dampak positif berupa harapan-harapan yang semakin meningkat, bahwa cerita-cerita seperti itu sekaligus juga menimbulkan kekecewaan yang terus meningkat yang berakibat buruk dalam bentuk rendahnya partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa saluran antar pribadi selalu merupakan saluran yang lebih efektif. Lionberger dan Gwin (1982) dan Mardikanto (1988) mengemukakan dua ciri yang harus diperhatikan dalam 16 penerapan saluran antar pribadi, yaitu: a) saluran antar pribadi sebenarnya merupakan saluran ganda (multiple channels), sebab di dalam berkomunikasi tatap muka, tidak hanya memperhatikan bahasa yang digunakan, tetapi juga memperhatikan: ekspresi raut muka, pakaian yang digunakan, tingkat kelantangan suara, waktu yang tepat untuk berkomunikasi, tempat berkomunikasi dan lainlain, b) saluran antar pribadi sering menghadapi hambatan (barrier). 4) Pola Komunikasi Devito (1997), Rakhmat (2007) dan Nurudin (2005) menyatakan bahwa pola komunikasi terbagi atas empat pola yakni: 1. Komunikasi dengan diri sendiri (intrapersonal), yaitu keputusan merupakan hasil berpikir atau hasil usaha intelektual, keputusan selalu melibatkan pikiran dari berbagai alternatif, keputusan selalu melibatkan tindakan nyata walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan. 2. Komunikasi antarpribadi (interpersonal), yaitu suatu proses komunikasi secara tatap muka yang dua orang (atau lebih). Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dibedakan menjadi dua yakni pertama, komunikasi diadik atau dyadic communication adalah komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka yang dilakukan melalui tiga bentuk percakapan, wawancara dan dialog, kedua, komunikasi kelompok kecil atau small group communication adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka hal mana anggota-anggotanya berinteraksi satu sama lain. 3. Komunikasi kelompok merupakan penyampaian pesan oleh pembicara kepada khalayak dalam jumlah yang lebih besar pada tatap muka, komunikasi berlangsung kontinyu dan bisa dibedakan mana sumber dan penerima, dan pesan yang disampaikan terencana (dipersiapkan) dan bukan spontanitas untuk segmen khalayak tertentu. 4. Komunikasi massa. Sesuatu bisa dikatakan komunikasi massa jika mencakup: 1) komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. 2) komunikator dalam komunikasi mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu 17 sama lain. 3) pesan bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang dan bukan untuk sekelompok orang tertentu. 4) sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan. 5) komunikasi massa dikontrol oleh gate keeper (pentapis informasi). 6) umpan balik dalam sifatnya tertunda. 5) Model Penyebaran Informasi Mardikanto (1988), Effendy (2003), Nurudin (2005) dan Rogers (2003) menyatakan bahwa model penyebaran informasi (inovasi) dalam komunikasi pembangunan beragam, yaitu: 5.1 Model jarum hypodermic Model komunikasi jarum hypodermic, merupakan model komunikasi searah dengan menggunakan saluran komunikasi media massa. Media massa dianggap sebagai jarum raksasa yang menyuntik semua sasarannya yang bersifat pasif. Media massa mempunyai pengaruh yang tinggi dalam memaksakan kehendak (penerapan Penerapan model ini dilandasi dua asumsi pokok yaitu: a. Inovasi terhadap masyarakat sasarannya yang tidak mempunyai kesempatan untuk berpikir atau tidak memiliki bargaining power untuk menolaknya. b. Setiap individu sasaran sifatnya otonom, artinya, hanya terikat pada informasi yang diterima dari media massa dan tidak terikat oleh anggota kelompok (masyarakatnya). 5.2 Model Komunikasi satu tahap Model Komunikasi satu tahap pada hakekatnya sama dengan model jarum hypodermic, yaitu merupakan model komunikasi searah dengan menggunakan saluran komunikasi media massa. Bedanya adalah : (1) Adanya pengakuan mengenai asas selektivitas, artinya: a) Setiap media massa memiliki kekuatan yang berbeda tentang pengaruhnya pada masyarakat sasarannya, dan b) setiap kelompok masyarakat sasaran, juga bersifat dalam memilih media massa yang disukai maupun isi pesannya. (2) Adanya pengakuan tentang munculnya reaksi (umpan balik) yang berbeda yang diberikan oleh anggota masyarakat sasarannya. 18 5.3 Model Komunikasi dua tahap Model Komunikasi ini merupakan gabungan antara penggunaan saluran komunikasi media massa dan saluran antar pribadi. Pesan yang disebarluaskan oleh media massa diterima oleh pemuka pendapat (opinion leader), untuk kemudian disebarluaskan ke seluruh anggota masyarakat yang berada di bawah pengaruh tokoh (pemuka pendapat) tersebut. Berbeda dengan model “jarum hypodermic” dalam model ini selain tidak hanya mengandalkan saluran media massa sebagai satu-satunya saluran komunikasi yang ampuh, juga berasumsi bahwa setiap individu tidaklah otonom, tetapi selalu berinteraksi dengan anggota masyarakat yang lainnya. Model komunikasi dua tahap ini memperoleh kritik yang menyangkut: (1) Mengandung konotasi bahwa pemuka pendapat saja yang aktif berhubungan dengan media massa, sedang pengikutnya bersifat pasif (menunggu) upaya penyebaran inovasi yang dilakukan oleh pemuka pendapat (tokohnya). (2) Mengandung konotasi bahwa, pemuka pendapat hanya menunggu atau menggantungkan diri pada inovasi dari media massa. Padahal, pada kenyataannya, sumber inovasi sangatlah beragam dan tidak hanya berasal dari media massa saja. (3) Proses komunikasi tidak selalu dua tahap, melainkan dapat hanya satu tahap atau bahkan lebih dari dua tahap. (4) Ketergantungan pemuka pendapat pada media massa bukan karena ketokohannya dalam masyarakat, melainkan dari sifat sebagai pengenal awal (early adopter). (5) Peran setiap macam saluran komunikasi dalam tahapan penerimaan inovasi sangatlah berbeda-beda. Padahal dalam model komunikasi dua tahap tidak dijelaskan seberapa jauh peran masing-masing macam saluran (media massa dan antar pribadi) untuk setiap tahapan penerimaan inovasi. (6) Di dalam kenyataannya, tidak semua anggota masyarakat yang bukan tokoh adalah pengikut dari pemuka pendapat. 19 5.4 Model Komunikasi banyak tahap Model ini sebenarnya merupakan rangkuman dari model-model penyebaran informasi yang telah dikemukakan terdahulu. Pada model ini, tidak secara eksplisit menyatakan media massa atau saluran antar pribadi sebagai saluran yang terpenting. Demikian pula, model ini tidak membeda-bedakan kedudukan atau peran masing-masing anggota masyarakat di dalam proses penyebaran informasi. Mardikanto (1988) menyatakan bahwa untuk kepentingan ini lebih lanjut mengenalkan Analisis Jaringan Komunikasi (Communication Network Analysis) yang mencoba melakukan analisis tentang kedudukan dan hubungan antar individu di dalam masyarakat dan perannya dalam proses penyebaran informasi. Dengan melakukan analisis “sosiometri” seperti itu, sekaligus akan dapat diketahui saluran komunikasi dan model penyebaran informasi apa yang diterapkan di dalam sistem sosial (masyarakat) yang bersangkutan. Dengan kata lain, dengan analisis ini dapat diketahui: siapa berhubungan dengan siapa, siapa berhubungan melalui apa, dan seberapa jauh kekuatan hubungan antar individu dalam proses penyebaran informasi dengan mengujinya menggunakan analisisanalisis direct factor analysis. Efektivitas Komunikasi dan Komponen Teknologi Usahatani padi Tubbs dan Moss (2001) menyatakan bahwa secara sederhana, komunikasi dikatakan efektif bila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Sebenarnya, ini hanya salah satu ukuran bagi efektivitas komunikasi. Secara umum, komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima. Bila S adalah pengirim atau sumber pesan dan R penerima pesan, maka komunikasi disebut mulus dan lengkap bila respons yang diinginkan S dan respons yang diberikan R identik: R makna yang ditangkap penerima -- = ---------------------------------------- = 1 S makna yang dimaksud pengirim 20 Nilai 1 – yang menunjukkan kesempurnaan penyampaian dan penerimaan pesan jarang diperoleh. Kenyataannya, nilai ini tidak pernah dicapai, palingpaling hanya dapat dihampiri saja. Semakin besar kaitan antara yang kita maksud dengan respons yang kita terima, semakin efektif pula komunikasi yang kita lakukan. Bisa saja R/S bernilai 0, yang berarti tidak ada kaitan sama sekali antara respons yang kita inginkan dengan respons yang kita peroleh. Kita tidak dapat menilai keefektivan komunikasi yang kita lakukan bila apa yang kita maksudkan tidak jelas; kita harus benar-benar tahu apa yang kita inginkan. Salah satu hal yang membuat defenisi awal mengenai komunikasi efektif tidak memadai (”bila orang berhasil menyampaikan maksudnya”) adalah bahwa dalam berkomunikasi, mungkin kita menginginkan sebuah hasil atau lebih dari beberapa kemungkinan hasil yang dapat diperoleh. Ukuran komunikasi yang efektif, yaitu pemahaman, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. 1) Pemahaman Arti pokok pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan rangsangan seperti yang dimaksudkan oleh pengirim pesan. Dalam hal ini, komunikator dikatakan efektif bila penerima memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikannya (kadang-kadang, komunikator menyampaikan pesan tanpa disengaja, yang juga dipahami dengan baik). Kegagalan utama dalam berkomunikasi adalah ketidakberhasilan dalam penyampaikan isi pesan secara cermat Semakin banyak jumlah orang yang terlibat dalam konteks komunikasi, semakin sulit pula untuk menentukan seberapa cermat pesan diterima. 2) Mempengaruhi Sikap Tindakan mempengaruhi orang lain merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Dalam berbagai situasi kita berusaha mempengaruhi sikap orang lain, dan berusaha agar orang lain memahami ucapan kita. Proses mengubah dan merumuskan kembali sikap, atau pengaruh sikap (attitude influence), berlangsung terus seumur hidup. Dalam hubungan antara dua orang, pengaruh sikap sering disebut ”pengaruh sosial.” 21 Bila diterapkan pada konteks komunikasi publik dan komunikasi massa, proses mempengaruhi sikap disebut ”membujuk” (persuasi). Pengkajian komunikasi massa terutama berkenaan dengan pengaruh persuasif pesan terhadap para pemimpin pendapat yang merupakan bagian dari khalayak yang lebih luas. Dalam menentukan tingkat keberhasilan berkomunikasi, komunikator bisa gagal mengubah sikap orang lain, namun orang tersebut tetap memahami apa yang komunikator maksudkan. Dengan perkataan lain, kegagalan dalam pandangan seseorang jangan disamakan dengan kegagalan dalam meningkatkan pemahaman. 3) Memperbaiki Hubungan Bila seseorang dapat memilih kata yang tepat, mempersiapkannya jauh sebelumnya, dan mengemukakannya dengan tepat pula, maka hasil komunikasi yang sempurna dapat dipastikan. keseluruhan masih memerlukan Namun keefektifan komunikasi secara suasana keefektifan komunikasi keseluruhan masih memerlukan suasana psikologi yang positif secara dan penuh ketidakpercayaan, maka pesan yang disampaikan oleh komunikator yang paling kompeten pun bisa saja berubah makna atau didiskreditkan. Kegagalan dalam berkomunikasi, selain disebabkan karena isi pesan tidak dipahami secara cermat juga disebabkan karena gangguan dalam hubungan insani yang berasal dari kesalahpahaman. Hal ini tumbuh dari rasa frustrasi, kemarahan atau kebingungan (kadang-kadang muncul ketiga hal sekaligus) sebagai akibat kegagalan awal dalam pemahaman. Dengan mengakui bahwa awal kesalahpahaman biasa muncul dalam komunikasi sehari-hari, mungkin kita dapat lebih sabar menghadapinya dan menghindarinya, atau paling tidak meminimalkan pengaruh buruknya terhadap hubungan antarpersonal. 4). Tindakan Mendorong orang lain untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan yang kita inginkan, merupakan hasil yang paling sulit dicapai dengan berkomunikasi. Lebih mudah mengusahakan agar pesan kita dipahami daripada mengusahakannya agar pesan kita disetujui. Beberapa perilaku muncul karena paksaan, tekanan sosial atau karena peranan dokter; semua ini tidak memerlukan perubahan sikap terlebih dahulu. Bila komunikator mencoba membangkitkan tindakan pada 22 penerima pesan, kemungkinan responsnya sesuai dengan yang komunikator inginkan akan lebih besar bila komunikator dapat: (1) memudahkan pemahaman penerima tentang apa yang diharapkan komunikator, (2) meyakinkan penerima bahwa tujuan komunikator itu masuk akal, dan (3) mempertahankan hubungan harmonis dengan penerima. Tindakan yang komunikator harapkan tidak terjadi secara otomatis, namun besar kemungkinan akan terwujud bila ketiga hal tersebut dapat dipenuhi oleh komunikator. Kesulitan dalam mengusahakan agar penerima pesan melakukan tindakan seperti yang diharapkan oleh pengirim pesan, menjadi jauh lebih besar dalam konteks komunikasi organisasional dan komunikasi massa. Vardiansyah (2004) menyatakan bahwa efektivitas komunikasi adalah pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri komunikan, yaitu kognitif (pengetahuan seseorang menjadi tahu tentang sesuatu), afektif (sikap seseorang terbentuk, misalnya setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu) dan konatif (tingkah laku, yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu). Efek komunikasi dapat diukur dengan membandingkan antara pengetahuan, sikap dan tindakan sebelum dan sesudah komunikan menerima pesan. Karenanya efektivitas komunikasi adalah salah satu elemen komunikasi yang penting untuk mengetahui berhasil tidaknya komunikasi yang diinginkan oleh komunikator. Apabila motif komunikasi dimaknai sebagai tujuan komunikasi, maka dapat dinyatakan bahwa (1) apabila hasil (H) yang didapatkan sama dengan tujuan (T) yang diharapkan, dikatakan bahwa komunikasi berlangsung efektif, (2) apabila hasil (H) yang didapatkan lebih besar dari tujuan (T) yang diharapkan, dikatakan bahwa komunikasi berlangsung sangat efektif. Sebaliknya, (3) apabila hasil (H) yang didapatkan lebih kecil daripada tujuan (T) yang diharapkan, dikatakan bahwa komunikasi tidak atau kurang efektif. Secara matematis digambarkan sebagai berikut: H = T : komunikasi efektif H > T : komunikasi sangat efektif H < T : komunikasi kurang/tidak efektif 23 Rakhmat (2007) menyatakan efek pesan media massa meliputi aspek (1) efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi; (2) efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungan dengan emosi, sikap atau nilai; (3) efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku. Homopili dan Heteropili dalam Jaringan Komunikasi Rogers (2003) mengemukakan bahwa prinsip dasar pada komunikasi antarmanusia adalah bahwa pertukaran ide berlangsung dalam banyak frekuensi antara individu yang sepadan atau homopilus. Homopili adalah tingkat di mana sepasangan individu yang berkomunikasi adalah serupa. Kesamaan semacam itu berada dalam atribut tertentu, seperti kepercayaan, pendidikan, status sosial ekonomi dan semacamnya. Label konsep “homopili” diberikan pada fenomena ini beberapa dekade yang lalu oleh Lazarsfeld dan. Merton (1964) dalam Rogers (2003) namun ide umum dari perilaku homopili ini dicatat seabad yang lalu oleh sosiolog Perancis, Tarde (1903) dalam Rogers (2003): “Social Relations, saya ulangi, adalah lebih dekat antara individu-individu yang menyerupai satu sama lain dalam pekerjaan dan pendidikan.” Heteropili adalah tingkat dimana pasangan individu yang berinteraksi adalah berbeda dalam atribut-atribut tertentu. Heteropili merupakan lawan dari homopili. Homopili sering terjadi karena komunikasi menjadi lebih efektif ketika sumber dan penerima adalah homopili. Ketika dua individu berbagi makna umum, kepercayaan dan saling memahami, komunikasi antara mereka kemungkinan lebih efektif. Individu menikmati kenyamanan berinteraksi dengan lainnya yang serupa. Komunikasi yang heteropili antara individu yang tidak serupa mungkin menyebabkan disonansi kognitif (cognitive dissonance) karena seorang individu terekspos pesan yang tidak konsisten dengan keberadaan kepercayaan, suatu keadaan psikologis yang tidak nyaman. 24 Homopili dan komunikasi efektif saling berkaitan. Semakin komunikasi ada di antara individu bersifat diadik, semakin memungkinkan mereka menjadi homopilus. Semakin homopilus dua individu, semakin memungkinkan komunikasi mereka menjadi efektif. Individu yang menyimpang dari prinsip homopili dan berusaha berkomunikasi dengan lainnya yang berbeda sering menghadapi frustasi pada komunikasi yang tidak efektif. Perbedaan dalam kecakapan teknis, status sosial ekonomi, kepercayaan dan bahasa sering membawa pada interpretasi yang keliru, dengan cara demikian menyebabkan pesan menjadi tidak diperhatikan. Namun komunikasi yang heteropilus memiliki potensi keterangan khusus, bahkan meskipun hal itu jarang terjadi. Jaringan heteropilus sering merangkai hubungan dua kelompok, juga sepasang dua himpunan individual yang secara sosial tidak sama dalam suatu sistem. Heteropilus antarpribadi ini menjalin dalam suatu sistem, disebut “jembatan,” adalah penting secara khusus dalam menyalurkan informasi mengenai inovasi, seperti yang dinyatakan dalam teori Granovetter (1973) dalam Rogers (2003): “ikatan-kekuatan-kelemahan.” Jadi komunikasi homopilus mungkin sering dan mudah, namun tidak bisa segenting kurang seringnya komunikasi heteropilus dalam difusi inovasi. Homopili mempercepat proses difusi, namun membatasi penyebaran inovasi kepada individu yang terhubung dalam jaringan hubungan terdekat. Pada akhirnya, proses difusi dapat berlangsung hanya melalui jalinan komunikasi yang setidak-tidaknya sedikit heteropilus. Komponen Teknologi Usahatani Padi Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat, lahan sawah beririgasi masih tetap menjadi andalan bagi produksi padi nasional. Program intensifikasi yang dicanangkan sejak sekitar tiga dekade yang lalu, pada awalnya telah mampu meningkatkan produktivitas dan produksi padi secara nyata. Tetapi, sejak dekade terakhir, produktivitas padi cenderung melandai dan bahkan ada yang menurun di beberapa lokasi (Wahyunindyawati et al. 2003; Wasito dan Zulkifli 2004). Teknologi usahatani padi termasuk dalam kegiatan prima tani merupakan rekomendasi umum dengan pendekatan PTT, rekomendasi umum itu lebih 25 dijabarkan dan disesuaikan dengan kondisi setempat (Zaini et al. 2004), antara lain: 1. Komponen Teknologi (rekomendasi umum) : (1) Tanam varietas padi unggul. (2) Gunakan benih bermutu : bersih, sehat dan bernas (berlabel). (3) Olah tanah secara sempurna. (4) Pelihara persemaian dengan baik. (5) Tanam bibit umur 21hari. (6) Atur tata tanam secara tepat. (7) Beri pupuk N (urea), P(SP-36/TSP) dan K (KCl/ZK) sesuai kebutuhan tanah, dan keseimbangannya dengan hara P/K tanah. (8) Airi tanaman padi secara efektif dan efisien sesuai kondisi tanah. (9) Kendalikan hama dan penyakit secara terpadu. (10) Kendalikan gulma secara tepat. (11) Pupuk tanaman dengan bahan organik (12) Tangani proses panen dan pascapanen dengan baik. 2. Rekomendasi dengan pendekatan PTT sesuai kondisi setempat (1) Varietas yang sesuai lingkungan setempat; (2) Benih bermutu/berlabel; sesuai selera pasar, rendam dalam larutan garam/ZA, ambil yang tenggelam. (3) Pengolahan tanah sempurna, minimal atau tanpa olah sesuai keperluan dan kondisi lingkungan; faktor yang menentukan: kemarau panjang, pola tanam, jenis/tekstur tanah. (4) Persemaian basah atau persemaian kering; pemupukan persemaian. (5) Tanam bibit muda 15-21 hari (4 daun). (6) Tata tanam tegel pada MK; tata tanam jajar legowo (2:1;3:1; 4:1) pada MH (tergantung kesepakatan petani). (7) Pemupukan N dengan bagan warna daun (BWD); pemupukan P, K sesuai analisis tanah, atau kebutuhan tanaman. (8) Pengairan dengan genangan pada tanah sarang yang baru dibuka; pengairan berselang pada tanah yang airnya dapat diatur dan ketersediaan air terjamin. 26 (9) Gunakan komponen PHT (pengendalian hama/penyakit terpadu) secara tepat sesuai jadwal tanam (golongan air); pemberian pestisida secara bijaksana (pada situasi di mana musuh alami rendah). (10) Dapat menggunakan landak pada tata tanam tegel atau legowo; dapat menggunakan racun rumput (herbisida). (11) Langsung, kembalikan jerami ke dalam tanah; tidak langsung, gunakan jerami sebagai pakan ternak, gunakan kompos sebagai pupuk. (12) Panen pada saat paling tepat saat ketika 90% gabah menguning; rontokkan gabah dengan mesin perontok (segera setelah panen, malai jangan ditumpuk terlalu lama); keringkan gabah dengan sinar matahari atau mesin pengering. Efektivitas komunikasi pemuka pendapat kelompok tani terhadap komponen teknologi usahatani padi yang dikaji sebagai peubah terikat, antara lain: (1) pemahaman teknologi usahatani padi, (2) sikap terhadap teknologi usahatani padi, (3) tindakan untuk melakukan teknologi usahatani padi. Pemuka Pendapat Pemuka pendapat atau opinion leader adalah orang yang mempunyai keunggulan dari masyarakat kebanyakan. Nurudin (2005) menyatakan bahwa sudah sepantasnya jika mereka mempunyai karakteristik yang membedakan dirinya dengan yang lain. Beberapa karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Lebih tinggi pendidikan formalnya dibandingkan dengan anggota masyarakat lain; 2. Lebih tinggi status sosial ekonominya (SSE); 3. Lebih inovatif dalam menerima dan mengadopsi ide baru; 4. Lebih tinggi pengenalan medianya (media exposure); 5. Kemampuan empatinya lebih besar; 6. Partisipasi sosial lebih besar; 7. Lebih kosmopolit (mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas). Penyebar luasan pesan (inovasi) di dalam model komunikasi dua tahap sangat bergantung pada pemuka pendapat, maka kualitas pemuka pendapat, sangat menentukan efektivitas komunikasi. 27 Rogers (2003) dan Mardikanto (1988) mengemukakan karakteristik pemimpin pendapat yang membedakannya dengan pengikutnya. antara lain: 1. Komunikasi ke Luar (eksternal). (a) Pemimpin pendapat memiliki keterdedahan media massa yang lebih besar dibandingkan para pengikutnya. Konsep dasar dari hipotesis arus dua tahap menyatakan bahwa pemimpin pendapat memiliki keterdedahan yang lebih besar pada saluran komunikasi massa. Jalinan eksternal mungkin disediakan melalui saluran media massa, oleh seorang pemimpin pendapat yang kosmopolit, atau oleh pemimpin pendapat yang sering berhubungan dengan agen perubahan. (b) Pemimpin pendapat lebih kosmopolit daripada pengikutnya. Para pemimpin pendapat memiliki derajat kekosmopolitan tertentu ketika mereka membawa ide baru dari luar kelompok sosialnya ke para anggotanya. Pemuka pendapat “membawa informasi melintasi batasan antar kelompok, perantara di antara kelompok.” (c) Pemimpin pendapat memiliki kontak yang lebih luas dengan agen perubahan dibanding para pengikutnya. Para agen perubahan berusaha menggunakan pemimpin pendapat untuk mempengaruhi aktivitas difusi, jadi tidaklah mengejutkan, jika pemimpin pendapat lebih sering memiliki kontak yang luas dengan agen perubahan daripada pengikutnya. 2. Mudah Terjangkau (keakraban). Pemimpin pendapat agar lebih mudah menyebarkan pesan suatu inovasi, maka mereka harus ekstensif menjalin jaringan antarpribadi dengan pengikutnya. Para pemimpin pendapat secara sosial harus dapat terjangkau. Salah satu indikatornya adalah partisipasi sosial. Komunikasi tatap muka mengenai ide baru perlu dilakukan dalam suatu pertemuan formal maupun informal. Pemimpin pendapat memiliki partisipasi sosial yang lebih luas dibandingkan para pengikutnya. Keakraban pemuka pendapat dengan masyarakat berkaitan dengan sering hadirnya pemuka pendapat dalam kelompok diskusi tentang informasi (inovasi) yang diselenggarakan oleh masyarakat di lingkungannya. 3. Status Sosial Ekonomi. Pemimpin pendapat memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan para pengikutnya. Baik yang menyangkut: kekayaan, pendidikan formal, keadaan fisik rumah tinggal, intelektualitas, nilai aspirasi dan status kekerabatannya. 28 4. Keinovatifan. pemimpin pendapat adalah lebih inovatif dibandingkan para pengikutnya. Namun, pemimpin pendapat tidak mesti selalu inovator. Ada kalanya mereka tidak inovator. Hal ini berkaitan dengan dampak dari norma sistem keinovatifannya, karena bergantung pada bagian terbesar para pengikutnya. Norma sistem menentukan apakah pemimpin pendapat inovator atau tidak. Ketika norma sistem sosial menyokong perubahan, pemimpin pendapat adalah lebih inovatif, namun ketika norma sistem tersebut tidak menyokong perubahan; pemimpin pendapat tidak secara khusus inovatif. Ruch dalam Nurudin (2005) syarat seorang pemimpin (termasuk pemimpin opini), adalah: 1. Social Perception, artinya seorang pemimpin harus dapat memiliki ketajaman menghadapi situasi; 2. Ability in abstract thinking, artinya pemimpin harus memiliki kecakapan secara abstrak terhadap masalah yang dihadapi; 3. Emotional stability, artinya pemimpin harus memiliki perasaan stabil, tidak mudah terkena pengaruh dari luar (yang tidak diyakini dan bertolak belakang dengan keyakinan masyarakat). Salah satu keunggulan Pemuka pendapat dibanding dengan masyarakat kebanyakan adalah pada umumnya pemuka pendapat itu lebih mudah menyesuaikan diri dengan dengan masyarakatnya, lebih kompeten dan lebih tahu memelihara norma yang ada. Kemampuan dirinya memelihara norma menjadi salah satu konsekuensi logis bentuk pelayanan atau suri teladan yang diberikan atau ditunjukkan kepada masyarakat. Pada diri seorang pemimpin bisa jadi hanya melekat beberapa ciri saja, salah satunya adalah status sosial, yang dilihat dari ketokohan pemuka pendapat di dalam sistem sosialnya (Rogers, 2003). Namun, karena kemampuannya menjaga kredibilitas (karena wibawa atau wewenang) ia ditokohkan oleh masyarakatnya. Yang jelas dalam beberapa hal ia lebih unggul dari yang lainnya. Rogers dalam Depari dan MacAndrews (1998) bahwa kemampuan pemuka pendapat memelihara norma yang berlaku dalam masyarakat merupakan salah satu bentuk pelayanan yang dilakukannya terhadap masyarakat. Bagaimanakah cara Pemuka pendapat memelihara norma masyarakatnya serta membimbing 29 mereka dalam mengadopsi ide baru? Apabila sistem norma-norma yang berlaku mendukung perubahan, maka Pemuka pendapat lebih inovatif; tetapi apabila norma yang berlaku sangat tradisional, maka Pemuka pendapat kurang inovatif. Dalam sistem sosial yang tradisional, para Pemuka pendapat pada umumnya adalah pribadi yang terpisah dari pembaharu (inovator). Para pembaharu (pada umumnya penyuluh pembangunan) dihadapi oleh anggota masyarakat tradisional dengan penuh rasa curiga dan tanpa sikap menghargai sedikitpun. Para Pemuka pendapat yang tinggal di desa yang relatif modern lebih inovatif daripada anggota masyarakatnya; tetapi di desa yang tradisional mereka umumnya sedikit lebih inovatif daripada masyarakatnya. Selain itu pada umumnya mereka lebih tua dan kurang kosmopolit. Selanjutnya Depari dan MacAndrews (1998) dan Rogers (2003) menyatakan bahwa dalam masyarakat setengah modern dimana modernisasi sedang berlangsung, pemuka pendapat membimbing masyarakat ke arah modernisasi dengan jalan mempraktekkan lebih dahulu ide-ide baru sebelum dilaksanakan oleh para petani. Karena tingkat perubahan di kalangan masyarakat tradisional di daerah pedesaan berjalan sangat lambat, maka tak ada alasan bagi pemuka pendapat untuk berorientasi ke luar sistem sosialnya, karena hanya sedikit sekali ide-ide pembaharuan yang masuk desa berasal dari sumber informasi luar desa. Apabila sumber informasi dari luar desa dianggap kurang penting bagi masyarakat tradisional, maka tidaklah begitu penting bagi pemuka pendapat untuk bersifat kosmopolit. Depari dan MacAndrews (1998) menyimpulkan sesuai dengan hipotesis yang menyatakan ”corak baru dari Pemuka pendapat akan lahir, apabila masyarakat tradisional berada dalam masa peralihan menuju masyarakat modern. Apabila hal ini terjadi, maka pemuka pendapat yang berusia lanjut cenderung untuk mengalami situasi dimana pengaruh mereka berkurang di kalangan pemuda yang karena kedudukannya memudahkan mereka berhubungan dengan dunia luar.” Rogers (2003) dan Nurudin (2005) menyatakan bahwa ada empat metoda utama dalam mengukur atau mengetahui adanya opinion leader. Keempat cara tersebut adalah: 30 1) Sosiometric method, dalam metode ini pada masyarakat ditanyakan kepada siapa mereka meminta nasihat atau mencari informasi mengenai kemasyarakatan yang dihadapinya. Metode ini bisa disebut sebagai sosiometrik atau jaringan komunikasi. 2) Informants ratings, lewat metode ini diajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu pada orang/responden yang dianggap sebagai sebagai pemimpin-pemimpin mereka. 3) Self-designing method, dengan metode ini dapat diberikan pertanyaan kepada responden dan minta ditunjukkan tendensi orang lain yang dapat menunjuk siapa-siapa yang diperkirakan mempunyai pengaruh. Validitas pertanyaan ini sangat tergantung pada ketepatan (akurasi) responden untuk mengidentifikasi dirinya sebagai pemimpin. 4) Observation method, dengan metode ini pemimpin pendapat dapat diukur melalui pengamatan, dimana suatu pengamatan dilakukan melalui identifikasi dan penilaian terhadap perilaku komunikasi dalam suatu sistem. Satu kelebihan dari cara pengamatan adalah bahwa data umumnya mempunyai suatu derajat ketelitian yang tinggi. Hubungan dalam jaringan yang diamati, adalah yang sebenarnya terjadi. Pengamatan dilakukan dalam suatu sistem yang kecil, dimana pengamat dapat melihat dan merekam hubungan interaksi antar pribadi di antara mereka. Kekurangannya adalah ketika pengamatan terjadi, diketahui oleh anggota sistem, mereka akan berperilaku yang berbeda. Pemuka Pendapat dalam Sistem Komunikasi Nurudin (2005) menyatakan bahwa pemuka pendapat atau opinion leader (pemuka pendapat, pemimpin opini, tetua, kepala adat) sangat berperan dalam mempengaruhi audience dalam arus utama komunikasi. Dalam proses komunikasi yang dikenal dengan empat model arus alir pesan, yakni, model jarum injeksi (hypodermic needle model), model alir satu tahap (one step flow model), model alir dua tahap (two step flow model), dan model alir banyak tahap (multy step flow model). Khusus dalam model alir dua tahap, model ini mengasumsikan bahwa pesan-pesan media massa tidak seluruhnya langsung mengenai audience. Oleh karena itu, dalam model ini dikenal pihak-pihak tertentu yang membawa 31 pesan dari media untuk diteruskan ke masyarakat. Pihak-pihak tertentu tersebut dikenal dengan nama opinion leader. Asumsi dari model alir dua tahap ini adalah audience dalam pembahasan opinion leader sering disebut sebagai followers dianggap tidak banyak bersentuhan dengan media massa. Adapun opinion leader diasumsikan lebih banyak bersentuhan dengan media massa. Ini juga sejalan dengan pendapat bahwa opinion leader itu pihak yang mempunyai kelebihan dibanding dengan followers-nya, termasuk di sini adalah kelebihan dalam hal kemampuannya mengakses pesan media. Sementara iru, followers mendapat informasi dari opinion leader-nya. Pesan-pesan Media massa X X Followers X Feedback Keterangan: X = opinion leader/pemuka pendapat Gambar 2. Peranan pemuka pendapat dalam model komunikasi dua tahap Nurudin (2005) menyatakan bahwa ada dua pengelompokkan opinion leader berdasarkan aktif tidaknya dalam perilaku. 1) Opinion leader aktif (opinion giving), yaitu jika ia sengaja mencari penerima atau followers untuk mengumumkan atau mensosialisasikan suatu informasi. 2) Opinion leader pasif (opinion seeking), yaitu jika ia dicari penerimanya atau followers-nya. Dalam hal ini followers-nya aktif mencari sumber informasi kepada opinion leader sehubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Peran Pemuka Pendapat dalam Pengambilan Keputusan Adopsi Teknologi Ditinjau dari penguasaan materinya, pemuka pendapat dapat digolongkan menjadi dua. Merton (1949) dalam Nurudin (2005) dan Rogers (2003) 32 menyatakan bahwa, pertama, monomorfik (monomorphic), yakni jika pemuka pendapat hanya menguasai satu permasalahan saja. Pemimpin pendapat semacam ini hanya mampu mengatasi satu permasalahan yang ada di masyarakat. Kedua, polimorfik (polymorphic), yakni jika pemuka pendapat menguasai lebih dari satu permasalahan. Pemimpin opini semacam ini mampu mengatasi berbagai permasalahan yang ada di masyarakat. Untuk ukuran pemuka pendapat yang ada di pedesaan, saat ini sangat sulit dijumpai seseorang yang hanya menguasai satu permasalahan saja. Oleh karena itu, sebagai seorang pemuka yang ditokohkan dan bahkan kadang dianggap ”serba tahu,” kepemimpinan opini lebih polimorfik. Depari dan MacAndrews (1998) menyatakan bahwa, tingkat polimorfis kepemimpinan pemuka pendapat dalam suatu sistem sosial berkaitan erat dengan keragaman masalah (dalam mana kepemimpinan tersebut diukur), corak sistem norma (modern atau tradisional) dan sebagainya. Apabila norma dalam suatu sistem itu modern, maka pada umumnya kepemimpinan pemuka pendapat lebih monomorfis. Dalam sistem masyarakat yang tradisional, jarang sekali terjadi diferensiasi masyarakat semacam ini cenderung untuk bersifat polimorfis, dimana hampir semua masalah ditangani olehnya. Soekartawi (2005) menyatakan bahwa adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal ini disebabkan karena proses adopsi sebenarnya adalah menyangkut proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang mempengaruhinya. Tahapan adopsi inovasi terdiri dari; a) sadar, b) minat, c) evaluasi, d) mencoba dan e) adopsi. Lionberger dan Gwin (1982) dan Rogers (2003) bahwa inovasi merupakan suatu gagasan, praktek atau objek yang dirasakan dan dianggap baru oleh seseorang atau sekelompok orang. Secara obyektif, tingkah laku manusia berpengaruh pada dapat diterima atau ditolaknya suatu inovasi. Gagasan baru dari suatu inovasi tidak hanya menyangkut pada pengetahuan baru, sehingga seseorang pada suatu waktu mungkin saja mempunyai atau mengetahui tentang suatu inovasi tetapi mau melaksanakan belum pada suatu waktu. Ciri-ciri inovasi yang diadopsi oleh seseorang atau kelompok orang, apabila inovasi tersebut: 1) mempunyai keuntungan relatif tingkat derajat (relative advantage) lebih yang baik dari gagasan sebelumnya, 2) kecocokan 33 (compatibility) merupakan derajat tingkat/nilai terhadap suatu inovasi yang dianggap sesuai dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman sebelumnya dan kebutuhan, 3) kompleksitas (complexity) merupakan derajat tingkat/nilai kesukaran dari suatu inovasi untuk dipahami dalam penggunaannya, 4) trialabilitas (trialability) merupakan derajat tingkat/nilai dari suatu inovasi yang mungkin dicoba dalam suatu waktu yang terbatas, 5) observabilitas (observability) merupakan derajat tingkat/nilai hasil dari suatu inovasi yang dirasakan atau dilihat. Soekartawi (2005) mengartikan difusi sebagai proses dimana suatu ide-ide baru (inovasi) disebarkan pada individu atau kelompok dalam suatu sistem sosial tertentu. Dengan demikian sebelum seseorang melakukan suatu adopsi, maka proses difusi berjalan lebih dahulu; dengan kata lain cepat tidaknya adopsi inovasi banyak dipengaruhi oleh cepat tidaknya proses yang terjadi dalam difusi inovasi. Rogers (2003) dan Soekartawi, (2005), ada empat elemen penting dalam proses difusi inovasi:(1) adanya inovasi, (2) adanya komunikasi, baik antar individu, antar kelompok maupun antar individu dan kelompok, (c) adanya suatu sistem sosial tertentu, dan (d) adanya kesenjangan waktu. Dengan demikian difusi inovasi sebenarnya suatu proses yang menghubungkan ”jarak” antara kedua pelaku tersebut (komunikator dan komunikan). ”Jarak” ini dapat ”panjang” atau ”pendek” tergantung dari (a) karakteristik yang dimiliki komunikator dan komunikan, (b) isi dan karakteristik dari pesan, dan (c) faktor lingkungan. Adnyana dan Kariyasa (2006) bahwa tingkat adopsi suatu teknologi pertanian dapat dipakai sebagai ukuran sampai sejauh mana teknologi yang diintroduksikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi petani setempat. Tingkat adopsi juga dapat digunakan sebagai indikasi komponen teknologi yang harus diperbaiki jika teknologi tersebut hendak dikembangkan dalam skala yang lebih luas, sesuai dengan kebutuhan petani pengadopsi. Manti dan Artuti (2003) menyatakan bahwa dari beberapa komponen teknologi budidaya padi di tingkat petani dewasa ini ada tiga komponen yang memegang peranan penting yaitu: 1) varietas unggul, 2) pemupukan dan 3) pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). 34 Musyafak dan Ibrahim (2005) bahwa salah satu yang mempengaruhi percepatan adopsi adalah sifat dari inovasi itu sendiri. Inovasi yang akan diintroduksi, harus mempunyai banyak kesesuaian (daya adaptif) terutama kondisi biofisik, sosial, ekonomi dan budaya yang ada di petani. Untuk itu, inovasi yang ditawarkan ke petani harus inovasi yang tepat guna. Strategi untuk memilih inovasi yang tepat guna adalah menggunakan kriteria-kriteria sebagai berikut: 1) inovasi harus dirasakan sebagai kebutuhan oleh petani kebanyakan, 2) inovasi memberikan keuntungan secara konkrit bagi petani, 3) inovasi harus mempunyai kompatibilitas/keselarasan, 4) inovasi harus dapat mengatasi faktor-faktor pembatas, 5) inovasi harus mendayagunakan sumberdaya yang sudah ada, 6) inovasi harus terjangkau oleh kemampuan finansial petani, 7) inovasi harus sederhana tidak rumit dan mudah dicoba, 8) inovasi harus mudah untuk diamati. Hendayana (1998), Ruswandi dan Surdianto (2004) bahwa hasil identifikasi yang dilakukan tim PSE dalam kegiatan SUTPA ditemukan 15 faktor yang dapat menjadi kendala. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dikelompokkan pada dua kelompok besar yakni faktor teknis agronomis terdiri dari; 1) kondisi fasilitas pengairan dan iklim, 2) pola tanam dan pergiliran varietas padi, 3) kemampuan penyiapan lahan, 4) teknik penanaman padi, 5) keragaan agronomi pertanaman padi, 6) organisme pengganggu tanaman, 7) pemupukan, 8) jumlah dan mutu Atabela, sedangkan faktor sosial ekonomi terdiri dari; 1) status petani, 2) permodalan usahatani, 3) ketersediaan tenaga kerja, 4) kelompok tani, 5) keragaan ekonomi usahatani padi, 6) persepsi petani, 7) persepsi dan dukungan instansi terkait. Menurut Rogers (2003) ketika jaringan difusi antarpribadi adalah heteropilus, pengikut mencari pemimpin pendapat yang status sosial ekonominya lebih tinggi, dengan pendidikan lebih formal, dengan tingkat terpaan media yang lebih besar, yang lebih kosmopolit, memiliki kontak yang lebih luas dengan agen perubahan, dan lebih inovatif. Umumnya bagi pengikut untuk mencari informasi dan nasehat mengenai inovasi dari pemimpin pendapat yang dirasakannya lebih kompeten secara teknis. Nurudin (2005) menyatakan bahwa pemuka pendapat juga lebih mempunyai gradasi homofili yang lebih baik dibandingkan dengan pihak lain. 35 Istina (1998) menyatakan bahwa lokasi berpengaruh terhadap aliran informasi, informasi terkecil terdapat pada tempat yang paling jauh, dan tingkatan efektivitas demonstrasi dalam mengadopsi suatu inovasi berhubungan dengan kedekatan jarak Lionberger dan Gwin (1982) dan Istina (1998) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi difusi suatu inovasi meliputi: a) faktor sosial, b) faktor status, c) faktor budaya, d) faktor personal dan e) faktor situasional. Beberapa karakteristik pemuka pendapat kelompok tani yang dikaji sebagai variabel bebas, antara lain: (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pendidikan nonformal, (4) pekerjaan, (5) pendapatan, (6) pengalaman usahatani, (7) luas lahan, (8) jumlah tanggungan keluarga, (9) partisipasi sosial, (10) status sosial. Sumber dan Saluran Informasi Pemuka Pendapat Pemuka pendapat dalam kelompok tani, berperan mencari dan memperoleh informasi. Sumber informasi yang sering berhubungan dengan pemuka pendapat adalah : 1. Penyuluh dan peneliti BPTP, penyuluh dan peneliti BPTP adalah petugas fungsional yang ada di BPTP yang bertugas untuk menginformasikan teknologi pertanian hasil penelitian dan pengkajian yang sesuai dengan karakteristik wilayah kepada petani. Suryana (2005) menyatakan bahwa melalui hubungan dengan peneliti dan penyuluh maka para pengguna bidang pertanian akan lebih banyak memperoleh informasi teknologi pertanian. 2. Penyuluh. Mardikanto (1993) mengistilahkan penyuluh sebagai seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Karena itu, seorang penyuluh haruslah memiliki kualifikasi tertentu, baik yang menyangkut kepribadian, pengetahuan, sikap dan keterampilan menyuluh yang profesional. Mardikanto (1988) menyebutkan bahwa setiap penyuluh harus mampu menjembatani kesenjangan antar kelompok dan dalam kelompok, yang sekaligus mengarahkan agar kelompok dan anggotanya dapat bekerjasama untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh mereka semua demi tercapainya tujuan bersama yang diinginkan. 36 Soekartawi (2005) menyebutkan bahwa sumber informasi sangat berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi; sumber yang dimaksud dapat berasal dari media massa maupun media interpersonal. Saluran komunikasi yang terdiri dari saluran media massa dan saluran antar pribadi masing-masing memiliki karakteristik yang khas (Mardikanto 1988). Media massa dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat dan memberikan efek kognitif yang meliputi peningkatan kesadaran untuk belajar dan menambah pengetahuan. Sedangkan media komunikasi personal (antara peribadi) dapat menimbulkan efek perubahan perilaku. Kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh media massa adalah kebutuhan akan informasi dan eksplorasi, kebutuhan untuk melepaskan ketegangan dan mencari hiburan (Gonzales dalam Jahi 1988). Faktor yang mempengaruhi penggunaan media massa (publikasi) adalah lokasi, pekerjaan, keuntungan publikasi, keterdedahan media komunikasi seperti televisi dan radio. Effendy (2003) menyatakan televisi adalah paduan radio (broadcast) dan film (moving picture). Penonton tidak mungkin menangkap siaran televisi, kalau tidak ada unsur-unsur radio. Penonton tidak mungkin dapat melihat gambargambar yang bergerak ataupun yang tidak bergerak pada layar televisi, jika tidak ada unsur-unsur film. Jahi (1988) menyatakan bahwa televisi dapat dipakai untuk 1) memberi tahu tentang berbagai hal yang menyangkut pembangunan nasional, 2) membantu rakyat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, 3) mendidik rakyat agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan sosial maupun ekonomi. Televisi telah digunakan secara efektif untuk mengajarkan hampir segala macam subjek, baik yang teoritis maupun yang praktis, seperti matematika, bahasa, pertanian dan sebagainya. Jahi (1988) dan Effendy (2003) menyatakan bahwa siaran radio merupakan salah satu alat komunikasi yang efektif untuk menghubungi tempat-tempat terpencil. Siaran radio tidak terhambat oleh tingkat ketidakmampuan baca-tulis penduduk pedesaan yang tidak disentuh oleh media massa lain. Siaran radio berfungsi; 1) sebagai legitimizer program pembangunan, 2) sebagai guru yang 37 mengajarkan pengetahuan dan keterampilan baru, 3) sebagai katalis perubahan – dengan mempengaruhi atitud dan perilaku pendengar, 4) sebagai penyalur perasaan – berperan sebagai katup penyelamat untuk menghilangkan perasaan tertekan yang timbul dalam proses perubahan. Suatu surat kabar dan pers pedesaan yang mapan dan berdasar luas dapat sangat membantu dalam mendidik, memotivasi dan mengembangkan opini publik bagi pembangunan. Surat kabar dapat menjelaskan dan menyebarkan pesan-pesan pembangunan kepada pembaca. Surat kabar juga dapat berperan sebagai pembaru. Sejauh mana pers pedesaan efektif menjalankan peranan-peranannya tergantung pada keadaan yang sebenarnya dihadapi dan strategi pembangunan nasional (Moslem, 1983 dalam Jahi 1988). Peran lain surat kabar di pedesaan selain memperjuangkan keadilan sosial, adalah sangat berperanan penting dalam transfer teknologi pertanian kepada para petani, terlebih setelah ada peningkatan pendapatan yang dirasakan petani dari penjualan hasil pertanian. Deptan (2000) menyatakan Brosur dan Liptan (lembar informasi pertanian) merupakan media cetak yang berisi informasi teknologi pertanian dalam bentuk cetakan. Sebagai salah satu media cetak, brosur maupun liptan dapat merupakan alternatif potensial dalam penyebaran informasi dan pengetahuan masyarakat seperti diungkapkan oleh Lozare (1981) dalam Jahi (1988) bahwa meskipun ada keterbatasan penggunaan media cetak dalam pembangunan pedesaan, banyak negara Asia tetap bertahan menggunakan media cetak untuk mencapai khalayak pedesaannya. Hal ini disebabkan beberapa sifat media itu yang menguntungkan, misalnya sifat permanen pesan-pesan yang telah dicetak, keleluasaan pembaca mengontrol keterdedahannya (exposure), dan mudah disimpan serta diambil. Sifat-sifat yang menguntungkan inilah yang mengakibatkan media cetak tetap dianggap sebagai tulang punggung komunikasi. Khairil dalam Istina (1998) menyebutkan bahwa keterdedahan terhadap siaran pedesaan tidak menentukan aspek yang paling dikuasai dan paling tidak dikuasai. Sedangkan pada media televisi frekwensi dan keseriusan menonton menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan. Media massa yang mempengaruhi sikap mental adalah media cetak yang berisi anjuran. Lebih lanjut disebutkan bahwa media tercetak (leaflet) berdiri sendiri ataupun dikombinasikan 38 dengan diskusi dalam pertemuan kelompok belum mampu mengubah sikap karena sifat bahan cetakan yang informatif. Pemuka pendapat sebagai bagian dalam masyarakat khususnya petani, selalu berinteraksi ke dalam dan ke luar kelompoknya. Bungin (2006) menyatakan bahwa masyarakat mengalami proses sosial yang dimaksud adalah dimana individu, kelompok dan masyarakat bertemu, berinteraksi dan berkomunikasi sehingga melahirkan sistem-sistem sosial dan pranata sosial serta semua aspek kebudayaan. Proses sosial ini kemudian mengalami dinamika sosial lain yang disebut dengan perubahan sosial yang terus-menerus dan secara simultan bergerak dalam sistem-sistem sosial yang lebih besar. Proses-proses sosial ini akan mengalami pasang surut seirama dengan perubahan-perubahan sosial secara global. Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial, sedangkan bentuk khususnya adalah aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 2002 dalam Bungin 2006). Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial (social contact) dan adanya komunikasi (communication). Sehingga pemuka pendapat dalam perubahan sosialnya selalu berhubungan dengan sumber informasi maupun dalam memanfaatkan informasi yang bersumber dari media massa. Semakin banyak berhubungan (frekwensi) dengan sumber dan saluran informasi maka semakin berubah pengetahuan, sikap dan perilaku pemuka pendapat terhadap teknologi pertanian. Pengaruh personal yang berasal dari tetangga dan teman lebih efektif untuk meyakinkan petani untuk mencoba ide-ide baru. Peubah kedekatan dan keintiman berhubungan nyata pada peningkatan informasi pada individu yang saling terkait dalam sistem. Tiga peubah yang berhubungan dengan tingkat adopsi adalah jenis kelamin, seringnya menonton televisi dan keikutsertaannya dalam kegiatan latihan. 39 Beberapa sumber dan saluran informasi pemuka pendapat dalam frekwensi memanfaatkannya yang dikaji sebagai variabel bebas, antara lain: (1) frekwensi kontak dengan peneliti/penyuluh BPTP, (2) frekwensi kontak dengan penyuluh pertanian (PPL), (3) frekwensi menonton televisi, (4) frekwensi mendengar radio, (5) frekwensi membaca surat kabar, (6) frekwensi membaca Liptan/Brosur.