BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Menurut pengkoordinasian Robbins dan Coulter kegiatan-kegiatan (2012), pekerjaan, manajemen sehingga adalah pekerjaan proses tersebut terselesaikan secara efektif dan efisien melalui orang lain. Efisiensi mengacu pada memperoleh output terbesar dengan input yang terkecil. Namun tidaklah cukup menjadi sekedar efisien, manajemen juga memfokuskan pada efektivitas. Efektivitas sering digambarkan sebagai ‘melakukan pekerjaan yang benar’ yaitu, menyelesaikan aktivitas-aktivitas kerja yang membantu organisasi mencapai sasaran. Sedangkan menurut Hasibuan (2014), manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2.1.1 Fungsi Manajemen Menurut Robbins dan Coulter (2012) fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan (Planning) Mendefinisikan sasaran-sasaran, menetapkan strategi, dan mengembangkan rencana kerja untuk mengelola aktivitas-aktivitas. 2. Pengorganisasian (Organizing) Menentukan apa yang harus diselesaikan, bagaimana caranya, dan siapa yang akan mengerjakannya. 3. Memimpin (Leading) Memotivasi, memimpin, dan tindakan-tindakan lainnya yang melibatkan interaksi dengan orang lain. 4. Pengendalian (Controlling) Mengawasi aktivitas-aktivitas demi memastikan segala sesuatunya terselesaikan sesuai rencana. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen ada empat yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, maka suatu kegiatan yang ada di dalam organisasi akan terkoordinasi dengan baik. 11 12 Dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, tentu saja peran sumber daya manusia (SDM) sangat penting, karena sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting yang bisa menunjang keberhasilan suatu organisasi. Oleh karena itu selain manajemen, kita harus memahami pula mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). 2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mangkunegara (2013) manajemen sumber daya manusia merupakan suatu perencanaan, pengawasan terhadap pengorganisasian, pengadaan, pengkoordinasian, pengembangan, pelaksanaan, pemberian balas dan jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Menurut Hasibuan (2014) sumber daya manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Senada dengan itu, Badriyah (2015) berpendapat bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan perhatiannya pada pengaturan peranan sumber daya manusia dalam kegiatan organisasi. Dan menurut Mathis dan Jackson (2010), manajemen sumber daya manusia adalah merancang sistem manajemen untuk memastikan bahwa bakat manusia digunakan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia manajemen merupakan kegiatan yang berfungsi untuk mengatur, mengolah, serta memanfaatkan sumber daya manusia, dengan harapan tujuan perusahaan dapat tercapai. Perusahaan tidak lagi memandang sumber daya manusia sebagai beban, akan tetapi sebagai aset dalam persaingan dengan perusahaan lain. 2.3 Motivasi Menurut Robbins dan Judge (2013) motivasi adalah proses yang, menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Sementara motivasi umum berkaitan dengan usaha mencapai tujuan apapun, kita akan mempersempit fokus tersebut menjadi tujuan-tujuan organisasional untuk mencerminkan minat kita terhadap perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan. Menurut Sedarmayanti (2009) motivasi merupakan kesediaan mengeluarkan upaya tingkat tinggi ke arah tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan 13 upaya untuk memenuhi kebutuhan individual. Kebutuhan merupakan suatu keadaan internal yang menyebabkan hasil tertentu tampak menarik. Dari batasan yang telah diutarakan secara sederhana dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan timbulnya perilaku yang mengarah pada tujuan tertentu dengan penuh komitmen sampai tercapainya tujuan dimaksud. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan bekerja individu atau kelompok terhadap pekerjaan guna mencapai tujuan. 2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Mengacu pada teori Herzberg dalam Mathis & Jackson (2010) menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruh oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu: 1. Maintenance Factors Faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh kesejahteraan fisik. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung secara terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali kepada titik nol. setelah dipenuhi. Faktor pemeliharaan ini meliputi hal- hal seperti gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, mobil dinas dan macammacam tunjangan lainnya. Hilangnya fakor pemeliharaan dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan karyawan dan meningkatkannya absensi karyawan, bahkan dapat menyebabkan turnover. 2. Motivation Factors Faktor motivasi adalah hal-hal yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yang menyangkut kepuasan psikologis dala melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan. Misalnya ruangan yang nyaman, penerangan yang baik, dan penempatan yang tepat. Dalam teori ini timbul pendapat bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus direncanakan sebaik mungkin, agar kedua faktor ini (faktor maintenance dan faktor motivasi) dapat dipenuhi. 14 Gambar 2.1 Faktor Motivasi Implikasi penelitian Herzberg terhadap manajemen dan praktik sumber daya manusia adalah dimana seseorang mungkin tidak termotivasi untuk bekerja lebih keras walaupun manajer telah mempertimbangkan dan menyampaikan faktor-faktor hygiene dengan hati-hati untuk menghindari ketidakpuasan karyawan. Herzberg menyarankan bahwa hanya motivator yang membuat karyawan mencurahkan lebih banyak usaha dan dengan demikian meningkatkan kinerja karyawan. 2.3.2 Tujuan Motivasi Motivasi mempunyai tujuan sebagaimana dalam Hasibuan (2014) mengungkapkan bahwa motivasi ; • Mendorong gairah dan semangat kerja pegawai • Meningkatkan moral dan kepuasan kerja pegawai • Meningkatkan produktivitas kerja pegawai • Mempertahankan loyalitas dan kestabilan pegawai perusahaan • Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi pegawai • Menciptakan suasanan dan hubungan kerja yang baik • Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi pegawai • Meningkatkan tingkat kesejahteraan pegawai • Mempertinggi rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugas-tugasnya • Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku 2.3.3 Jenis-Jenis Motivasi Menurut Hasibuan (2014) jenis-jenis motivasi adalah sebagai berikut 1. Motivasi Positif Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi 15 standar. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja. 2. Motivasi Negatif Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan pemberian sanksi, teguran, atau hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut akan hukuman, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik. 2.4 Penilaian Kinerja Karyawan Menurut Mathis dan Jackson (2010) penilaian kinerja adalah proses evaluasi mengenai seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set standar dan kemudian mengomunikasikannya dengan karyawan. Dessler (2011) berpendapat penilaian kinerja adalah evaluasi mengenai kinerja seorang karyawan, baik kinerja yang lalu atau saat ini, sebagai standar kinerja karyawan tersebut. Dan menurut Mangkunegara (2013) penilaian kinerja adalah proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah proses evaluasi kinerja yang dilakukan organisasi terhadap karyawan, penilaian kinerja dilakukan agar organisasi dan karyawan itu sendiri mengetahui standar kinerja yang mereka miliki. Apabila standar tersebut telah diketahui, maka organisasi dapat menyiapkan rencana-rencana tertentu untuk mempertahankan ataupun untuk meningkatkan standar kinerja yang dimiliki oleh karyawan mereka. 2.4.1 Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Badriyah (2015) penilaian kinerja dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Secara garis besar, tujuan utama penilaian kinerja adalah sebagai berikut: a. Evaluasi terhadap tujuan organisasi Evaluasi terhadap tujuan (goal) organisasi, mencakup : • Feedback pada pekerjaan untuk mengetahui posisi mereka. • Pengembangan data yang valid untuk pembayaran upah atau bonus dan keputusan promosi serta menyediakan media komunikasi untuk keputusan tersebut. 16 • Membantu manajemen membuat keputusan pemberhentian sementara atau PHK dengan memberikan peringatan kepada pekerja tentang kinerja kerja mereka yang tidak memuaskan b. Pengembangan tujuan organisasi Pengembangan tujuan organisasi, mencakup : • Pelatihan dan bimbingan pekerjaan dalam rangka memperbaiki kinerja dan pengembangan potensi pada masa yang akan datang. • Mengembangkan komitmen organisasi melalui diskusi kesempatan karir dan perencanaan karir. • Memotivasi pekerja 2.4.2 Metode Penilaian Kinerja Menurut Hanggraeni (2012) terdapat beberapa metode penilaian kinerja, yaitu: 1. Rating Scales Dalam metode ini orang yang memberikan penilaian diharuskan memberikan penilaian terhadap kinerja individu dengan menggunakan skala angka yang merentang dari rendah sampai tinggi. 2. Checklist Metode ini penilaian harus memilih penyataan-pernyataan yang paling sesuai untuk mendeskripsikan kinerja individu. 3. Paired Comparison Method Dalam metode ini, semua pekerja dinilai secara bersama-sama dengan teman kerjanya yang lain untuk kriteria-kriteria tertentu. 4. Alternation Ranking Method Penilaian kinerja dengan metode ini adalah menggunakan semua pekerja dari yang memiliki kinerja paling bagus sampai dengan yang memiliki kinerja paling buruk. 5. Critical Incident Method Dalam metode ini perilaku yang dianggap tidak biasa dan buruk dicatat untuk kemudian dilakukan review dengan pekerja pada waktu yang telah ditentukan. 6. Narrative Form 17 Metode yang memungkinkan penilaian memberikan penilaian dalam bentuk naratif atau esai tertulis. 7. Behaviorally Anchored Rating Scale (BARS) Metode ini menggabungkan penilaian naratif dengan penilaian kuantitatif rating scale. 8. Management by Objectives (MBO) Penilaian ditentukan oleh pekerja bersama-sama dengan atasannya untuk kemudian dilakukan evaluasi secara bersama-sama secara berkala. 9. 360 Degree Penilaian diberikan oleh atasan saja, maka dalam metode ini penilaian diberikan secara 360 derajat yang berarti dari semua pihak, meliputi atasan, bawahan, teman sekerja, penilaian oleh diri sendiri, pelanggan, serta semua pihak yang terlibat dalam proses kerja individu. 2.4.3 Elemen Penilaian Kinerja Menurut Hanggraeni (2012) dalam proses penilaian kinerja ada beberapa elemen penting yang menjadi dasar pokok dari proses ini, yaitu : Gambar 2.2 Elemen enilaian Kinerja Sumber: Hanggraeni (2012) 1. Proses penilaian kinerja adalah penentuan standar-standar kinerja (performance appraisal). Standar kinerja didenifisikan sebagai patokan yang akan digunakan sebagai dasar penilaian kinerja aktual individu. 18 2. Pengukuran kinerja (performance measure) yang didefinisikan sebagai rating atau angka yang digunakan untuk memberikan penilaian terhadap kinerja seseorang pekerja. 3. Pemberian umpan balik (feedback) yang diberikan kepada pekerja sebagai hasil dari penilaian kinerja mereka. Ini berkaitan dengan hal-hal apa saja yang harus ditingkatkan, standar apa yang belum terpenuhi, dan keberhasilan-keberhasilan apa yang telah dicapai. 2.4.4 Subyek yang Melakukan Penilaian Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan secara individual. Menurut Mathis dan Jackson (2010), subjek yang dapat melakukan penilaian kinerja adalah sebagai berikut : a. Atasan menilai bawahan Karyawan didasarkan pada asumsi bahwa pengawas adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil. b. Karyawan Menilai Atasan Sejumlah organisasi di masa kini meminta karyawan atau anggota kelompok untuk memberi nilai pada kinerja pengawas dan manajer. c. Anggota Tim Menilai Sesamanya Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah jenis penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya. d. Karyawan Menilai Diri Sendiri Penilaian terhadap sendiri dapat diterapkan dalam situasi tertentu. Sebagai alat pengembangan diri, hal ini dapat membuat para karyawan untuk memikirkan mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan tujuan untuk peningkatan. e. Penilai dari Luar Penilaian juga dapat dilakukan oleh orang-orang dari luar yang diundang untuk melakukan tinjauan kinerja. Salah satu contoh dari penilaian ini adalah ketika dimana suatu tim peninjau mengevaluasi seorang direktur perguruan tinggi. Selain itu, pelanggan dan klien dari sebuah organisasi juga adalah sumber nyata untuk penilaian dari luar. f. Penilaian dari Multisumber (Umpan Balik 360º) 19 Dalam umpan balik dari multisumber, manajer tidak lagi menjadi sumber tunggal dari informasi penilaian kinerja. Berbagai rekan kerja dan pelanggan dapat memberikan umpan balik mengenai karyawan kepada manajer. Hal ini memungkinkan manajer untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber. Tetapi manajer tetap menjadi titik pusat untuk menerima umpan balik dari awal dan untuk terlibat dalam tindak lanjut yang diperlukan, bahkan dalam sistem multisumber. Jadi, persepsi manajer mengenai kinerja karyawan masih berpengaruh dalam jalannya proses tersebut. 2.4.5 Dimensi pada Penilaian Kinerja Menurut Nawawi (2008) dimensi penilaian kinerja sebagai berikut: 1. Relevansi Harus sesuai dengan standar kinerja dan tujuan organisasi, serta kesesuaian standar penilaian kinerja dengan target kerja. 2. Sensitivitas Mampu membedakan antara kinerja yang efektif dan tidak efektif. Sensitivitas ini meliputi penilaian yang objektif, dan penilaian dijadikan sebagai alat evaluasi. 3. Reliabilitas Penilaian harus konsisten. Reliabilitas ini meliputi penilaian memiliki standar yang jelas, dan penilaian menggunakan sistem yang baku sesuai dengan critical element kerja yang diidentifikasi melalui job analysis dan dimensi yang dinilai melalui formulir penilaian. 4. Akseptabilitas Penilaian kinerja harus dapat diterima oleh semua pihak dan harus didukung oleh program sumberdaya manusia. Pembuatan penilaian kinerja harus mendapat masukan dari karyawan dan manajer. Akseptabilitas ini meliputi pembagian tanggung jawab kerja yang jelas, dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar penghargaan dan sanksi. 5. Praktis Instrumen penilaian kinerja harus mudah dimengerti serta dapat dilaksanakan oleh karyawan dan manajer. Praktis ini meliputi informasi yang mudah diperoleh, dan komunikatif. 2.5 Kepuasan Kerja 20 Kepuasan kerja adalah cermin dari perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Mangkunegara (2013) mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyongkong atau tidak menyongkong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Menurut Colquitt, Lepine, Wesson (2013) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian satu pekerjaan atau pengalam kerja. Sedangkan menurut Wijono (2010) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu hasil perkiraan individu terhadap pekerjaan atau pengalaman positif dan menyenangkan dirinya. Sedangkan menurut Bradiyah (2015) kepuasan kerja adalah sikap atau perasaan karyawan terhadap aspek-aspek yang menyenangkan atau tidak menyenangkan mengenai pekerjaan yang sesuai dengan penilaian masing-masing pekerja. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang dirasakan oleh seseorang terhadap hasil yang telah dia rasakan dalam melakukan pekerjaan yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan. 2.5.1 Komponen-Komponen Kepuasan Kerja Menurut Wijono (2010) terdapat tiga komponen kunci yang penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai, kepentingan, dan persepsi. Komponen pertama kepuasan kerja adalah suatu fungsi dari nilai-nilai (values). Nilai-nilai dipandang dari segi keinginan seseorang baik yang disadari ataupun tidak, biasanya berkaitan dengan apa yang diperolehnya. Di lain sisi disebut sebagai kebutuhan pokok yang disyaratkan, yang ada dalam pikiran seseorang. Komponen kedua dari kepuasan kerja adalah kepentingan (importance). Kepentingan mereka dalam menempatkan nilai-nilai tersebut, dan perbedaanperbedaan tersebut secara kritis yang dapat menentukan tingkat kepuasan kerja mereka. Komponen terakhir yang penting dari kepuasan kerja adalah persepsi (perception). Kepuasan didasarkan pada persepsi individu terhadap situasi saat ini dan nilai-nilai individu. Mengingat bahwa persepsi mungkin bukan merupakan refleksi yang akurat dan lengkap dari suatu realitas dan objektif. Ketika individu tidak mempersepsi, individu harus melihat bahwa situasi yang sebenernya untuk dipahami sebagai reaksi pribadi. 21 2.5.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja karyawan sangat diperlukan, karena kepuasan kerja karyawan akan meningkatkan produktivitas kerja. Adanya ketidakpuasan pada karyawan dalam bekerja akan membawa akibat-akibat yang kurang menguntungkan baik bagi perusahaan maupun bagi karyawan itu sendiri. Menurut Luthans (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu : 1. Pekerjaan itu sendiri (The Work Itself) Kepuasan terhadap kepuasan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan, dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar atau tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. 2. Atasan (Supervisor) Atasan yang senantiasa memberikan perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Dengan cara-cara atasan dalam memperlakukan bawahannya dapat menjadi menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi bawahannya tersebut. Dan hal ini mempengaruhi kepuasan kerja kepemimpinan yang kosisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa. Hubungan fungsional sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada keterkaitan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua hubungan positif. 3. Teman sekerja (Co-worker) Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka dalam jumlah tertentu, berada dalam suatu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan social terpenuhi). Sifat alami dari kelompok atau tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu. 4. Promosi (Promotion) 22 Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Menyangkut kemungkinan seseorang untuk maju dalam organisasi dan dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, serta proses kenaikan jabatan terbuka atau kurang terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang. 5. Gaji (Pay) Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Disamping memenuhi kebutuhan tingkat rendah (sandang, pangan, dan papan), uang dapat merupakan simbol, dari pencapaian (achievement), keberhasilan, dan pengakuan atau penghargaan. Jumlah uang yang diperoleh dapat secara nyata mewakili kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkan. 6. Kondisi kerja (Working Conditions) Bekerja dalam ruangan yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakan akan menimbulkan ketidaknyamanan untuk bekerja. Orang akan mencari alasan untuk sering-sering keluar ruangan kerjanya. Dalam hal ini perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan kerja yang nyaman untuk digunakan, dalam kondisi yang baik maka kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja. 2.5.3 Cara Karyawan Mengungkapkan Ketidakpuasan Robbins & Coulter (2012), mengemukakan bahwa ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Pada gambar 2.3 menunjukan empat respon yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan 2 dimensi: Gambar 2.3 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja Sumber: Robbins & Judge (2008) 23 Respon-respon tersebut didefinisikan seperti berikut: 1. Exit (Keluar) Perilaku ketidakpuasan yang ditunjukan untuk meniggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri. 2. Voice (Aspirasi) Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktifitas serikat kerja. 3. Loyaty (Kesetiaan) Secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”. 4. Neglect (Pengabaian) Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan. Dapat disimpulkan ketika karyawan tersebut merasa puas dengan pekerjaannya, maka karyawan tersebut akan memeberikan suatu timbal balik yang lebih baik terhadap perusahaan. Sedangkan ketika karyawan tidak merasa puas, maka karyawan cenderung berlaku sebaliknya dari ketika ia merasa puas dengan pekerjaannya. 2.6 Kerangka Pemikiran Penelitian masalah yang terdapat di PT. Swadharma Duta Data dengan judul Analisis Pengaruh Motivasi dan Penilaian Kinerja Karyawan Terhadap Kepuasan Kerja Pada PT. Swadharma Duta Data. Yang menunjukan bahwa motivasi dan penilaian kinerja karyawan sebagai variabel independent (X1 dan X2) atau variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai variabel dependent (Y) atau variabel yang dipengaruhi. Berdasarkan paradigma diatas maka dapat digambarkan model penelitiannya, sebagai berikut : 24 Motivasi (X1) Penilaian Kinerja (X) Penilaian Kinerja (X2) Gambar 2.4 Model Penelitian Sumber : Peneliti 2015 2.7 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2013). Berdasarkan rumusan masalah yang ada dan teori-teori di atas, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut Motivasi Kerja (H1) Ho: Tidak ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja pada PT. Swadharma Duta Data. H1: Ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja pada PT. Swadharma Duta Data. Penilaian Kinerja (H2) Ho: Tidak ada pengaruh penilaian kinerja karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. Swadharma Duta Data. H1: Ada pengaruh penilaian kinerja karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. Swadharma Duta Data. Motivasi Kerja dan Penilaian Kinerja (H3) Ho: Tidak ada pengaruh motivasi dan penilaian kinerja karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. Swadharma Duta Data. 25 H1: Ada pengaruh motivasi dan penilaian kinerja karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. Swadharma Duta Data. 26