2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis Beberapa teori yang ditinjau untuk mendukung penelitian ini adalah teori pembangunan ekonomi, hubungan perubahan struktur dan pertumbuhan ekonomi, teori perubahan struktural, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi dan model input output untuk melihat perubahan struktural (economic landscape) yang terjadi. 2.1.1. Teori Klasik Pembangunan Ekonomi Kepustakaan pembangunan ekonomi pasca perang dunia kedua didominasi empat aliran pemikiran yang terkadang bersaing satu sama lain. Keempat pendekatan itu adalah: (1) model pertumbuhan tahapan linear (linear stage of growth models); (2) teori dan pola struktural (theories and pattern of structural changes); (3) revolusi ketergantungan internasional (the international-dependence revolution); serta (4) kontra revolusi pasar bebas neoklasik (the neo classical free market counter-revolution). Berbagai modifikasi dari pendekatan teori-teori klasik telah banyak dikemukakan pada beberapa tahun belakangan ini (Todaro dan Smith 2006). Model pertumbuhan tahapan linear mengindentikkan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi agregat secara cepat. Pendekatan ini tergusur oleh dua aliran pemikiran ekonomi yang berkembang pada dekade 1970-an yaitu aliran pemikiran yang menitikberatkan pada teori dan pola perubahan struktural, dan aliran pemikiran revolusi ketergantungan internasional. Sepanjang dekade 1980an dan awal 1990-an pemikiran yang paling menonjol adalah pendekatan kontra revolusi neoklasik atau seringkali disebut neo-liberal, suatu pemikiran yang menekankan pada peranan menguntungkan perekonomian terbuka, pasar-pasar bebas dan swastanisasi. Pendekatan yang ada saat ini menggambarkan variasi keempat perspektif pemikiran klasik sebagaimana tersebut diatas. 2.1.2. Perubahan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Perubahan struktur dalam perekonomian merujuk pada perubahan struktur perekonomian yang mendasar dalam jangka panjang, bukan hanya perubahan struktur dalam lingkup mikro dan dalam jangka pendek. Struktur perekonomian 8 yang dimaksud adalah formasi sektor/industri dalam suatu perekonomian. Salah satu contoh perubahan struktural adalah perekonomian subsisten yang mengalami industrialisasi sehingga kontribusi dominan sektor pertanian bergeser ke sektor manufaktur. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan struktural sangatlah berbeda untuk masing-masing wilayah. Perubahan struktural bisa disebabkan antara lain oleh dampak dari suatu kebijakan, perubahan sumber daya, penduduk maupun keadaan sosial yang sifatnya permanen. Perubahan struktur ekonomi berjalan seiring dengan pertumbuhan PDB yang merupakan total pertumbuhan nilai tambah bruto (NTB) dari semua sektor ekonomi. Bila dalam suatu sistem perekonomian hanya ada dua sektor, yaitu industri (i) dan pertanian (p) dengan NTB masing-masing ; NTBi dan NTBp yang membentuk PDB, maka persamaannya menjadi PDB = NTBi + NTBp ....................................................................... (2.1) atau, 1 = [a(t) i + a(t) p] PDB .............................................................. (2.2) di mana a(t)i dan a(t)p adalah pangsa PDB masing-masing dari industri dan pertanian; t menunjukkan periode. Pada tahap „awal‟ pembangunan (t=0), sebelum industrialisasi dimulai atau sektor industri belum berkembang a(t)i < a(t)p. Dalam proses pembangunan terjadi transformasi ekonomi, dimana pangsa PDB dari sektor industri meningkat dan pangsa PDB dari sektor pertanian menurun. Pada tahap „akhir‟ pembangunan ekonomi (t=1) nilai a(1)i > a(1)p dimana a(1)i > a(0)p dan a(1)p < a(0)p (Tambunan 2006). 2.1.3. Teori Perubahan Struktural Teori Perubahan Struktural (structural change theory) memusatkan perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan negara-negara yang masih terbelakang untuk mentransformasikan perekonomian dalam negeri mereka dari pola perekonomian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih modern, lebih berorientasi ke kehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang tangguh. Pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan perubahan struktur perekonomian. Transformasi struktural sendiri merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari sektor 9 pertanian ke sektor industri atau jasa, dimana masing-masing perekonomian akan mengalami transformasi yang berbeda-beda. Pada umumnya transformasi yang terjadi di negara sedang berkembang adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri. Perubahan struktur atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi modern, secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi permintaan, perdagangan, produksi dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus, untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita (Chenery 1960, 1964; Chenery et. al. 1986; Chenery dan Syrquin 1975; Chenery dan Taylor 1968; Chenery dan Watanabe 1958). Aspek penting lain dari transformasi struktural adalah sisi ketenagakerjaan. Clark dalam Nasoetion (1991) merumuskan bahwa pertumbuhan ekonomi melalui proses transformasi dapat dicapai melalui (1) peningkatan produktivitas tenaga kerja di setiap sektor dan (2) transfer tenaga kerja dari sektor yang produktivitas tenaga kerjanya rendah ke sektor yang produktivitas tenaga kerjanya lebih tinggi. Menurut model pembangunan yang dikemukakan oleh Lewis (1954) diacu dalam Firdaus (1998), perekonomian terbelakang terdiri dari dua sektor, yakni: (1) sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja yang sama dengan nol dan (2) sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten. Sama halnya dengan model yang disusun oleh Lewis, analisis pola pembangunan (pattern of development analysis) terhadap perubahan struktural juga memusatkan perhatiannya pada proses yang mengubah struktur ekonomi, industri dan kelembagaan secara bertahap pada perekonomian yang terbelakang sehingga memungkinkan tampilnya industri-industri baru untuk menggantikan sektor pertanian sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Hipotesis utama dari model perubahan struktural adalah bahwa pembangunan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perubahan yang dapat diamati, yang ciri-ciri pokoknya sama di semua negara. Perbedaan-perbedaan dapat terjadi diantara negara berkembang dalam hal langkah-langkah yang 10 ditempuh serta pola umum pembangunannya tergantung sejumlah faktor. Pendekatan yang menekankan pada pola dan bukan teori, membuat para praktisi beresiko mengambil kesimpulan yang salah tentang hubungan sebab akibat (kausalitas). Studi empiris tentang proses perubahan struktural mengarah pada kesimpulan bahwa langkah dan pola pembangunan dapat berbeda karena faktorfaktor domestik maupun internasional, dan banyak diantaranya diluar kendali negara-negara berkembang secara individual. Para ekonom meyakini adanya polapola tertentu dalam proses pembangunan di hampir semua negara, meskipun rumusannya bervariasi. Para analis perubahan struktural optimis bahwa ramuan kebijakan ekonomi yang benar akan memberikan pola pertumbuhan ekonomi yang menguntungkan secara berkesinambungan. 2.1.4. Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Banyak yang sependapat bahwa salah satu syarat perlu (necessary condition) untuk dapat dicapainya transformasi struktural dari pertanian (primer) ke industri manufaktur (sekunder) adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri yang tangguh (Kuncoro 1996). Kuznet (1961) telah menelaah perkembangan peran sektor pertanian dalam transformasi pembangunan. Peran sektor pertanian menurut Kuznet antara lain adalah; (i). kontribusi produk, yaitu sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan baku industri; (ii). kontribusi pasar, yaitu rumah tangga sektor pertanian adalah sasaran utama konsumsi output sektor industri baik yang bersifat konsumsi langsung maupun yang digunakan sebagai input dalam proses produksi pertanian; (iii). kontribusi devisa, dimana sektor pertanian juga berperan dalam menyumbangkan devisa atas ekspor barangbarang yang dihasilkan dari proses produksinya. Gollin et. al. (2002) menyatakan bahwa model perubahan struktural dapat menjawab dua pertanyaan penting mengenai proses industrialisasi. Pertanyaan tersebut adalah mengapa proses industrialisasi pada setiap negara mempunyai waktu permulaan yang berbeda-beda dan mengapa pada beberapa negara proses tersebut berjalan lambat. Implikasi penting dari model perubahan struktural tersebut adalah bahwa pertumbuhan produktivitas sektor pertanian merupakan kunci penting proses pertumbuhan. Model Gollin adalah pengembangan dari model pertumbuhan neoklasik yang memasukkan sektor pertanian secara eksplisit. 11 Analisis pada beberapa negara industri dengan menggunakan model ini memberikan jawaban atas pertanyaan awal. Perbedaan income antar negara pada tahun 2000 ternyata bukanlah perbedaan steady state. Negara-negara yang terlambat memulai proses pembangunan akan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat jika dibandingkan negara-negara yang memulai lebih dulu proses pembangunannya. Pembangunan merupakan proses yang berjalan dengan lambat. Negara yang memulai industrialisasi pada tahun 1950 akan mencapai tingkat steady state setidaknya dalam 100 tahun; suatu transisi yang lebih lambat jika dibandingkan dengan model pertumbuhan neoklasik. Adanya distorsi dari aktivitas sektor pertanian akan semakin menyebabkan tenaga kerja berpindah ke sektor manufaktur. Berdasarkan model ini dapat disimpulkan bahwa rendahnya produktivitas sektor pertanian dapat memperlambat proses industrialisasi. Sebuah negara dengan proses industrialisasi yang berjalan lambat perlu mengetahui faktor-faktor yang dapat memicu peningkatan produktivitas sektor pertaniannya. 2.1.5. Model Input Output Hubungan antara susunan input dan distribusi output merupakan teori dasar yang melandasi model input output (IO). Secara sederhana, model IO menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antarsatuan kegiatan ekonomi untuk suatu waktu tertentu yang disajikan dalam bentuk tabel. Isian sepanjang baris menunjukkan alokasi output dan isian menurut kolom menunjukkan pemakaian input dalam proses produksi (BPS 2000). Sebagai model kuantitatif, model IO mampu memberi gambaran menyeluruh tentang: (1) Struktur perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai tambah masing-masing kegiatan ekonomi di suatu daerah, (2) Struktur input antara (intermediate input), yaitu penggunaan barang dan jasa oleh kegiatan produksi di suatu daerah, (3) Struktur penyediaan barang dan jasa baik yang berupa produksi dalam negeri maupun barang-barang yang berasal dari impor, dan (4) Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh kegiatan produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi dan ekspor. 12 Kerangka dasar model IO terdiri atas empat kuadran seperti disajikan pada Gambar 2.1. Kuadran I : Transaksi antarkegiatan (nxn) Kuadran II : Permintaan akhir (nxm) Kuadran III : Input primer sektor produksi (pxn) Kuadran IV : Input primer permintaan akhir (pxm) Sumber: BPS, 2000 Gambar 2.1. Kerangka Dasar Model Input-Output Kuadran I : Menunjukkan arus barang dan jasa yang dihasilkan dan digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi di suatu perekonomian. Kuadran ini menunjukkan distribusi penggunaan barang dan jasa untuk suatu proses produksi sehingga disebut juga sebagai transaksi antara (intermediate transaction). Kuadran II : Menunjukkan permintaan akhir (final demand). Permintaan akhir yaitu penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi yang biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan persediaan (stock), dan ekspor. Kuadran III : Memperlihatkan input primer dari sektor-sektor produksi, yaitu semua balas jasa setiap faktor produksi yang biasanya meliputi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Kuadran IV : Memperlihatkan input primer yang langsung didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir. Informasi ini digunakan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau dikenal dengan sebutan data Social Accounting Matrix (SAM). Dalam penyusunan Tabel IO, kuadran ini tidak disajikan. Tiap kuadran dinyatakan dalam bentuk matriks, masing-masing dengan dimensi seperti tertera pada Gambar 2.1. Bentuk seluruh matriks ini menunjukkan 13 kerangka model IO yang berisi uraian statistik mengenai transaksi barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu periode tertentu. Kumpulan sektor produksi pada kuadran pertama, yang berisi kelompok produsen, memanfaatkan berbagai sumberdaya dalam menghasilkan barang dan jasa yang secara makro disebut sebagai sistem produksi. Sektor di dalam sistem produksi ini dinamakan sektor “endogen”. Sedangkan sektor di luar sistem produksi, yaitu yang berada di kuadran kedua, ketiga dan keempat dinamakan sektor “eksogen”. Model IO membedakan dengan tegas sektor endogen dan sektor eksogen. Output, selain digunakan dalam sistem produksi dalam bentuk permintaan antara, juga digunakan di luar sistem produksi dalam bentuk permintaan akhir. Input yang digunakan dalam sistem produksi ada yang berasal dari dalam sistem produksi berupa input antara dan juga ada yang berasal dari luar sistem produksi yang disebut input primer (Isard 1998). Model analisis IO dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan dalam merencanakan pembangunan sektoral. Model IO menghasilkan kajian tentang penentuan leading sector yang dapat dijadikan fokus pembangunan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Integrasi perekonomian dalam model IO merefleksikan hubungan atau keterkaitan antar sektor (intersectoral) yang merupakan hubungan saling ketergantungan satu dengan lainnya. Perroux (1955) dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010) mengatakan bahwa keterkaitan antar sektor merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh pusat pertumbuhan (growth pole) dalam pembangunan ekonomi. Growth pole tersebut seharusnya lebih mengacu pada suatu sektor yang bisa menyebar dalam berbagai aktivitas sektor produksi sehingga mampu menggerakkan ekonomi secara keseluruhan. 2.1.5.1. Simplifikasi Tabel Input Output Tabel IO pertama kali diperkenalkan oleh W. Leontief pada tahun 1930an. Tabel IO adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor produksi di dalam suatu perekonomian dengan bentuk penyajian berupa matriks. Angka-angka di dalam Tabel IO menunjukkan hubungan dagang antar sektor yang berada dalam perekonomian suatu wilayah. Setiap baris menunjukkan secara rinci jumlah penjualan dari sebuah sektor, yang tertera pada kolom penjual, ke berbagai sektor, yang tertulis 14 di bawah label pembeli. Karena suatu sektor tidak menjual barangnya kepada semua sektor yang ada, maka umum dijumpai angka nol dalam suatu baris di dalam Tabel IO. Adapun kolom dalam Tabel IO mencatat berbagai pembelian yang dilakukan suatu sektor terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor yang ada di dalam wilayah tersebut. Jika angka-angka yang berada pada kolom suatu sektor juga banyak dijumpai angka nol, hal ini karena suatu sektor tidak selalu membeli barang dan jasa dari seluruh sektor yang ada di perekonomian negara tersebut (Nazara 1997). Selain transaksi antar sektor, terdapat beberapa transaksi yang juga dicatat dalam Tabel IO. Perusahaan-perusahaan di dalam suatu sektor menjual hasil produknya ke konsumen (rumah-tangga), pemerintah dan perusahaan di luar negeri, ditambah lagi sebagian hasil produksi juga dijadikan bagian dari investasi oleh sektor lainnya. Penjualan-penjualan yang baru saja disebutkan ini dapat dikelompokkan ke dalam satu neraca yang disebut “konsumsi akhir.” Dalam hal pembelian, selain barang dan jasa dari berbagai sektor, perusahaan juga membutuhkan jasa tenaga kerja dan memberikan kompensasi pada pemilik modal atau kapital. Pembayaran jasa kepada tenaga kerja dan pemilik modal disebut pembayaran untuk “nilai tambah.” Selain itu perusahaan juga membeli barang dan jasa dari luar negeri, dengan kata lain, perusahaan mengimpor barang dan jasa. Transaksi impor barang dan jasa ini dicatat pada baris “impor.” Secara sederhana simplifikasi dari Tabel IO dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Simplifikasi Tabel Input Output Sektor Penjual 1 2 . . . n Nilai Tambah Impor Total Input 1 x11 x21 . . . xn1 v1 m1 X1 Sumber: BPS, 2000 Sektor Pembeli 2 ... x12 ... x22 ... . . . . . . xn2 ... v2 ... m2 X2 ... ... n x1n x2n . . . xnn vn mn Xn Konsumsi Akhir f1 f2 . . . fn Total Produksi X1 X2 . . . Xn 15 Dari Tabel IO pada Tabel 2.1 dapat dibuat dua persamaan neraca yang berimbang: n Baris : x ij fi Xi i 1,..., n ij v j m j X j j 1,..., n ................................... (2.4) ...................................... (2.3) j 1 n Kolom : x i 1 dimana xij adalah nilai aliran barang atau jasa dari sektor i ke sektor j; fi adalah total konsumsi akhir; vj adalah nilai tambah dan mj adalah impor. Definisi neraca yang berimbang adalah jumlah output sama dengan jumlah input. Aliran antar industri dapat ditransformasi menjadi koefisien-koefisien dengan mengasumsikan bahwa jumlah berbagai pembelian adalah tetap untuk suatu tingkat total output (dengan kata lain, tidak ada economies of scale) dan tidak ada kemungkinan substitusi antara suatu bahan baku input dan bahan baku input lainnya (dengan kata lain, bahan baku input dibeli dalam proporsi yang tetap). Koefisien-koefisien ini adalah: aij xij / X j ...................................................................................... (2.5) xij aij X j ...................................................................................... (2.6) atau Dengan menggabungkan kedua persamaan di atas didapat: n a ij X j fi Xi i 1,..., n ..................................................... (2.7) j 1 Dalam notasi matriks persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: AX f X ................................................................................ (2.8) dimana : aij Anxn ; f i f nx1 ; dan X i X nx1 .................................................. (2.9) Dengan memanipulasi persamaan di atas didapat hubungan dasar dari Tabel IO, yaitu: (I - A)-1 f =X ............................................................................. (2.10) dimana (I - A )-1 dinamakan sebagai matriks kebalikan Leontief (Leontief 1986). Matriks ini mengandung informasi penting tentang bagaimana kenaikan produksi dari suatu sektor akan menyebabkan berkembangnya sektor-sektor lainnya. 16 Karena setiap sektor memiliki pola (pembelian dan penjualan dengan sektor lain) yang berbeda-beda, maka dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainnya berbeda-beda. Matriks kebalikan Leontief merangkum seluruh dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainnya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai multiplier (ij). Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks kebalikan Leontief (I – A)-1. 2.1.5.2. Asumsi Dasar Model Input Output Secara konseptual terdapat 3 (tiga) asumsi dasar yang melandasi penyusunan model IO dan model-model ekonomi yang diturunkan dari Tabel IO (BPS 2000), antara lain berangkat dari asumsi-asumsi sebagai berikut: a. Asumsi homogenitas, yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya memproduksi satu jenis output dengan struktur input tunggal dan bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor. b. Asumsi proporsionalitas, yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier, yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding (berbanding lurus) dengan kenaikan atau penurunan output sektor yang dihasilkan. c. Asumsi aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa di luar sistem Tabel I-O semua pengaruh luar diabaikan. Dengan asumsi-asumsi tersebut, model analisis I-O mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain: karena rasio input-output konstan sepanjang periode analisis, produsen tidak dapat menyesuaikan perubahanperubahan inputnya atau mengubah proses peroduksi. Selain itu, hubungan yang tetap ini berarti bahwa apabila input suatu sektor diduakalikan maka outputnya akan dua kali juga. Asumsi ini menolak adanya pengaruh perubahan teknologi ataupun produktivitas yang berarti perubahan kuantitas dan harga input sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output (Nazara 1997). 17 2.1.6. Teori Keterkaitan Antarsektor Berbagai teori telah menjelaskan bagaimana keterkaitan antar sektor mempengaruhi perekonomian suatu negara, antara lain pemikiran Mellor dan Lele (1973) serta Mellor (1976, 1986, 1989) yang terkenal dengan model rural led strategy of growth, serta Johnston dan Kilby (1975) yang mengembangkan konsep agricultural and structural transformation model. King dan Byerlee (1978) menemukan bahwa keterkaitan industri dengan sektor pertanian akan sangat kuat jika sektor industri mempunyai keterkaitan kebelakang yang tinggi. Adelman (1984) menekankan pentingnya agricultural demand led industrialization (ADLI) dan membuktikan bahwa strategi ini lebih superior dibanding strategi export led growth apabila diterapkan di negara berkembang dimana peran sektor pertanian masih substansial. 2.1.7. Multiplier Product Matrix Jiemin dan Planting (2000) menggunakan suatu matriks pengganda output atau Multiplier Product Matrix (MPM) untuk melihat dampak suatu sektor secara keseluruhan dalam suatu perekonomian. MPM dapat memotret pengaruh suatu sektor berdasarkan keterkaitan ke belakang dan ke depan yang sekaligus pula bisa menjelaskan hubungan antara suatu sektor dengan sektor-sektor lainnya. Untuk mencari Matrix of Product Multiplier dilakukan dengan rumusan sebagai berikut : MPM V1 dimana : b1. b2. bi. b. j V1 . b.1 b.2 ... b.n . b n. ................................... (2.11) V = jumlah semua komponen di dalam matriks Leontief Invers n V = n b i 1 j 1 ij bi. = jumlah semua kolom dalam baris i dari matriks Leontief Invers, atau sering digunakan untuk mengukur besaran forward linkage. b.j = jumlah semua baris dalam kolom j dari matriks Leontief Invers, atau sering digunakan untuk mengukur backward linkage. 18 Sehingga persamaan MPM tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : MPM = (1/V * FL * BL) dimana : .............................................................. (2.12) FL = Forward Linkage BL = Backward Linkage Melalui analisis MPM dapat diamati bagaimana keadaan struktur perekonomian suatu daerah dari periode ke periode, sehingga dapat dilihat bagaimana perubahan struktur itu terjadi setiap waktu. 2.2. Tinjauan Empiris Studi empiris tentang perubahan struktural perekonomian telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sebagian besar yang dirujuk dalam tulisan ini adalah penelitian tentang transformasi struktural yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain dalam kerangka model IO. Penelitian lain yang mendukung adalah model ekonomi yang melihat peran dan keterkaitan sektoral dalam perekonomian secara keseluruhan. 2.2.1. Transformasi Struktural Penelitian Saraan (2006) menggunakan data key indicator of developping asian and pasific countries tahun 1980-2004 dengan metode Ordinary Least Square menyimpulkan bahwa telah terjadi transformasi struktural perekonomian di Indonesia pada periode pengamatan yaitu transformasi sektor pertanian ke sektor industri. Fabiomarta (2004) dengan metode yang sama mengembangkan Model Chenery-Syrquin untuk data Indonesia tahun 1977-2002 menemukan adanya kecenderungan menurunnya peranan sektor primer. Sementara itu, Hill (1996) menguraikan transformasi struktural pada periode 1966–1992 dengan obyek penelitian perekonomian Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan, bahwa transformasi yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu tersebut dinilai terlalu cepat. Hal ini ditandai dengan sumbangan sektor pertanian terhadap Gross Domestic Product (GDP) telah menyusut hingga kurang dari setengahnya sejak tahun 1966, dan pada tahun 1992 sumbangannya hanya tinggal 36%. Penurunan ini ternyata diikuti dengan kenaikan sumbangan sektor industri (secara luas mencakup pertambangan, industri manufaktur, fasilitas umum dan kontruksi), yang sumbangannya pada saat itu sebesar 35% lebih besar dari nilainya pada 19 pertengahan dekade 1960-an. Selanjutnya, Nasoetion (1991) mengatakan bahwa transformasi struktural adalah gejala alamiah yang harus dialami oleh setiap perekonomian yang sedang tumbuh. Oleh sebab itu kebijakan rekayasa transformasi struktur dibutuhkan untuk memaksimumkan dampak positif dari transformasi tersebut. Nazara dan Amir (2005) dalam kerangka Model Input Output menguraikan bahwa selama kurun waktu tahun 1994–2000 telah terjadi perubahan struktur perekonomian Jawa Timur, yang ditunjukkan oleh perubahan dalam visualisasi economic landscape dengan menggunakan Multiplier Product Matrix. Perubahan ini mengindikasi adanya perubahan pengaruh sektoral terhadap perekonomian atau perubahan peranan sektor-sektor penting bagi perekonomian pada tahun 1994 dan tahun 2000. Perubahan struktur ekonomi Jawa Timur periode 1994–2000 masih terlalu kecil, namun dapat diterangkan bahwa telah terjadi perubahan kontribusi output sektor ekonomi, perubahan sektor unggulan dan keterkaitan antar sektor ekonomi. Jacob (2003) dalam hasil penelitiannya yang berjudul “Structural Change, Liberalisation and Growth: The Indonesian Experience in an Input Output Perspective” menggunakan data IO 1971-1995 menguraikan pengaruh policy regimes terhadap rekayasa kebijakan transformasi struktural perekonomian di Indonesia. Sementara Marks (2007), dalam “Ocupational structure and stuctural change in Indonesia, 1880-2000” mengaitkan transformasi struktural perekonomian Indonesia dengan data ketenagakerjaan. Hayashi (2005) melakukan penelitian tentang perubahan struktural sektor perekonomian dan perdagangan yang terjadi di Indonesia menggunakan pendekatan analisis IO. Beberapa penelitian lain yang berkaitan dengan proses transformasi struktural perekonomian suatu negara menggunakan kerangka Model IO pernah dilakukan, antara lain: Jiemin & Planting (2000) di US 1972-1996; Guilhoto, et. al. (2000) di Brazil 1985-1995; Hewings & Sonis (1998 & 2003) di China dan Chicago serta Hewings, et. al. (1996) di Chicago 1975-2011. Penelitian terakhir dilakukan oleh Ramos, et. al. (2010) menggunakan Multiplier Product Matrix untuk menguraikan perubahan struktural perekonomian di Philipina periode tahun 1979-2000. 20 2.2.2. Peranan Sektoral Kuncoro (1996) melakukan studi empiris mengenai struktur, prilaku dan kinerja agroindustri di Indonesia dan membuktikan bahwa agroindustri terutama industri pengolahan hasil pertanian memiliki kaitan yang erat dengan subsektor penyedia inputnya khususnya dengan sektor pertanian. Uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktural dalam agro industri yang bersifat mendasar selama tahun 1980-1990. Penelitian Firdaus (1998) tentang peran sektoral ekonomi Indonesia pada fase industrialisasi menyimpulkan bahwa industri pertanian secara umum menunjukkan keragaan yang lebih baik dalam struktur produksi, multiplier tenaga kerja dan pendapatan, serta keterkaitan kebelakang dan kedepan. Analisis IO menunjukkan pembangunan ekonomi pada fase industrialisasi sudah sejalan dengan konsep agribisnis, namun masih kurang didukung oleh pengembangan sektor jasa/lembaga keuangan. Menurut Hayashi (2005), selama tahun 1985 sampai dengan tahun 2000 sektor manufaktur memberikan peningkatan kontribusi output, peningkatan ekspor dan penurunan ketergantungan impor. Tetapi kemajuan tersebut bukan dihasilkan dari peningkatan permintaan ekspor melainkan lebih disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah. Sholihah (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh keterkaitan antar sektor terhadap pertumbuhan ekonomi beberapa daerah di Indonesia. Penelitiannya antara lain menyimpulkan bahwa: keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah; sementara keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kaldor (1967) dalam Felipe (1998) mengungkapkan alasan mengapa pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur mempengaruhi pertumbuhan sektor selain manufaktur yaitu bahwa sektor manufaktur memiliki backward linkage dan forward linkage yang lebih besar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Selanjutnya Dewi (2010) menyimpulkan dari hasil analisis hukum Kaldor I, II dan III bahwa secara umum sektor manufaktur turut berperan dalam roda perekonomian 21 Indonesia. Kenyataan yang menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai tambah sektor perdagangan turut memberikan kontribusi yang sama besarnya dengan kontribusi pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur dalam pertumbuhan PDB, dapat dijelaskan oleh hasil analisis regresi linear sederhana yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan nilai tambah sektor perdagangan dipengaruhi oleh pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur. Riset yang akan dilakukan berikut ini memiliki perbedaan dalam hal cakupan dan ruang lingkup penelitian jika dibandingkan beberapa penelitian sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Penelitian ini mengkaji data input output Indonesia tahun 1971 sampai dengan tahun 2008 mencakup keseluruhan sektor dalam perekonomian yang dirinci menjadi 66 sektor. Runtun data IO yang tersusun dapat memperlihatkan peran sektoral dalam proses perubahan struktur perekonomian (economic landscape) secara lebih terperinci. 2.3. Kerangka Pemikiran Perekonomian Indonesia Struktur Ekonomi Model IO ? Peran Sektoral Sektor Kunci Economic Landscape Transformasi Struktural Gambar 3.1. Alur Pemikiran Strategis 22 Proses transformasi struktural yang terjadi di Indonesia merupakan hasil dari penerapan kebijakan pembangunan jangka panjang yang terencana. Perencanaan pembangunan semestinya beorientasi pada tujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan perubahan struktur perekonomian. Kebijakan rekayasa transformasi struktural diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari transformasi tersebut dalam perekonomian. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian empirik terhadap perubahan struktur perekonomian (economic landscape) di Indonesia dalam kerangka model IO selama kurun waktu 1971 sampai dengan 2008. Model IO digunakan dalam analisis struktur, perilaku dan kinerja sektoral dalam proses transformasi struktural. Multiplier Product Matrix akan memvisualisasikan perubahan struktur perekonomian yang terjadi. Bagan alur penelitian ditampilkan pada Gambar 3.2. Model IO Data IO 1971 1975 Analisis Struktur Analisis Perilaku demand/ supply key sector MPM 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 Kinerja Sektoral Transformasi Struktural Gambar 3.2. Alur Kerja Studi Economic Lanscape 23 2.4. Hipotesis Penelitian Beberapa hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Tabel Input Output Indonesia relatif baik untuk digunakan sebagai model perencanaan ekonomi 2. Sektor sekunder memiliki peran dominan dalam proses transformasi struktural perekonomian Indonesia 3. Dinamika sektor kunci memengaruhi proses transformasi struktural perekonomian Indonesia.