2. tinjauan pustaka

advertisement
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
Beberapa teori yang ditinjau untuk mendukung penelitian ini adalah teori
pembangunan ekonomi, hubungan perubahan struktur dan pertumbuhan ekonomi,
teori perubahan struktural, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi
dan model input output untuk melihat perubahan struktural (economic landscape)
yang terjadi.
2.1.1. Teori Klasik Pembangunan Ekonomi
Kepustakaan pembangunan ekonomi pasca perang dunia kedua didominasi
empat aliran pemikiran yang terkadang bersaing satu sama lain. Keempat
pendekatan itu adalah: (1) model pertumbuhan tahapan linear (linear stage of
growth models); (2) teori dan pola struktural (theories and pattern of structural
changes); (3) revolusi ketergantungan internasional (the international-dependence
revolution); serta (4) kontra revolusi pasar bebas neoklasik (the neo classical free
market counter-revolution). Berbagai modifikasi dari pendekatan teori-teori klasik
telah banyak dikemukakan pada beberapa tahun belakangan ini (Todaro dan
Smith 2006).
Model pertumbuhan tahapan linear mengindentikkan pembangunan
dengan pertumbuhan ekonomi agregat secara cepat. Pendekatan ini tergusur oleh
dua aliran pemikiran ekonomi yang berkembang pada dekade 1970-an yaitu aliran
pemikiran yang menitikberatkan pada teori dan pola perubahan struktural, dan
aliran pemikiran revolusi ketergantungan internasional. Sepanjang dekade 1980an dan awal 1990-an pemikiran yang paling menonjol adalah pendekatan kontra
revolusi neoklasik atau seringkali disebut neo-liberal, suatu pemikiran yang
menekankan pada peranan menguntungkan perekonomian terbuka, pasar-pasar
bebas dan swastanisasi. Pendekatan yang ada saat ini menggambarkan variasi
keempat perspektif pemikiran klasik sebagaimana tersebut diatas.
2.1.2. Perubahan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi
Perubahan struktur dalam perekonomian merujuk pada perubahan struktur
perekonomian yang mendasar dalam jangka panjang, bukan hanya perubahan
struktur dalam lingkup mikro dan dalam jangka pendek. Struktur perekonomian
8
yang dimaksud adalah formasi sektor/industri dalam suatu perekonomian. Salah
satu contoh perubahan struktural adalah perekonomian subsisten yang mengalami
industrialisasi sehingga kontribusi dominan sektor pertanian bergeser ke sektor
manufaktur. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan struktural
sangatlah berbeda untuk masing-masing wilayah. Perubahan struktural bisa
disebabkan antara lain oleh dampak dari suatu kebijakan, perubahan sumber daya,
penduduk maupun keadaan sosial yang sifatnya permanen.
Perubahan struktur ekonomi berjalan seiring dengan pertumbuhan PDB
yang merupakan total pertumbuhan nilai tambah bruto (NTB) dari semua sektor
ekonomi. Bila dalam suatu sistem perekonomian hanya ada dua sektor, yaitu
industri (i) dan pertanian (p) dengan NTB masing-masing ; NTBi dan NTBp yang
membentuk PDB, maka persamaannya menjadi
PDB = NTBi + NTBp
....................................................................... (2.1)
atau,
1 = [a(t) i + a(t) p] PDB
.............................................................. (2.2)
di mana a(t)i dan a(t)p adalah pangsa PDB masing-masing dari industri dan
pertanian; t menunjukkan periode. Pada tahap „awal‟ pembangunan (t=0),
sebelum industrialisasi dimulai atau sektor industri belum berkembang a(t)i < a(t)p.
Dalam proses pembangunan terjadi transformasi ekonomi, dimana pangsa PDB
dari sektor industri meningkat dan pangsa PDB dari sektor pertanian menurun.
Pada tahap „akhir‟ pembangunan ekonomi (t=1) nilai a(1)i > a(1)p dimana a(1)i >
a(0)p dan a(1)p < a(0)p (Tambunan 2006).
2.1.3. Teori Perubahan Struktural
Teori Perubahan Struktural (structural change theory) memusatkan
perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan negara-negara yang masih
terbelakang untuk mentransformasikan perekonomian dalam negeri mereka dari
pola perekonomian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih modern,
lebih berorientasi ke kehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri
manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang tangguh. Pertumbuhan
ekonomi telah mengakibatkan perubahan struktur perekonomian. Transformasi
struktural sendiri merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari sektor
9
pertanian ke sektor industri atau jasa, dimana masing-masing perekonomian akan
mengalami transformasi yang berbeda-beda.
Pada umumnya transformasi yang terjadi di negara sedang berkembang
adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri. Perubahan struktur
atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi modern, secara umum dapat
didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan
komposisi permintaan, perdagangan, produksi dan faktor-faktor lain yang
diperlukan secara terus menerus, untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita (Chenery 1960,
1964; Chenery et. al. 1986; Chenery dan Syrquin 1975; Chenery dan Taylor 1968;
Chenery dan Watanabe 1958). Aspek penting lain dari transformasi struktural
adalah sisi ketenagakerjaan. Clark dalam Nasoetion (1991) merumuskan bahwa
pertumbuhan ekonomi melalui proses transformasi dapat dicapai melalui (1)
peningkatan produktivitas tenaga kerja di setiap sektor dan (2) transfer tenaga
kerja dari sektor yang produktivitas tenaga kerjanya rendah ke sektor yang
produktivitas tenaga kerjanya lebih tinggi.
Menurut model pembangunan yang dikemukakan oleh Lewis (1954) diacu
dalam Firdaus (1998), perekonomian terbelakang terdiri dari dua sektor, yakni: (1)
sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan
ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja yang sama dengan nol dan (2)
sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan
menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit
dari sektor subsisten. Sama halnya dengan model yang disusun oleh Lewis,
analisis pola pembangunan (pattern of development analysis) terhadap perubahan
struktural juga memusatkan perhatiannya pada proses yang mengubah struktur
ekonomi, industri dan kelembagaan secara bertahap pada perekonomian yang
terbelakang sehingga memungkinkan tampilnya industri-industri baru untuk
menggantikan sektor pertanian sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi.
Hipotesis utama dari model perubahan struktural adalah bahwa
pembangunan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perubahan yang dapat
diamati, yang ciri-ciri pokoknya sama di semua negara. Perbedaan-perbedaan
dapat terjadi diantara negara berkembang dalam hal langkah-langkah yang
10
ditempuh serta pola umum pembangunannya tergantung sejumlah faktor.
Pendekatan yang menekankan pada pola dan bukan teori, membuat para praktisi
beresiko mengambil kesimpulan yang salah tentang hubungan sebab akibat
(kausalitas). Studi empiris tentang proses perubahan struktural mengarah pada
kesimpulan bahwa langkah dan pola pembangunan dapat berbeda karena faktorfaktor domestik maupun internasional, dan banyak diantaranya diluar kendali
negara-negara berkembang secara individual. Para ekonom meyakini adanya polapola tertentu dalam proses pembangunan di hampir semua negara, meskipun
rumusannya bervariasi. Para analis perubahan struktural optimis bahwa ramuan
kebijakan ekonomi yang benar akan memberikan pola pertumbuhan ekonomi
yang menguntungkan secara berkesinambungan.
2.1.4. Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi
Banyak yang sependapat bahwa salah satu syarat perlu (necessary
condition) untuk dapat dicapainya transformasi struktural dari pertanian (primer)
ke industri manufaktur (sekunder) adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dan
sektor industri yang tangguh (Kuncoro 1996). Kuznet (1961) telah menelaah
perkembangan peran sektor pertanian dalam transformasi pembangunan. Peran
sektor pertanian menurut Kuznet antara lain adalah; (i). kontribusi produk, yaitu
sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan baku industri; (ii). kontribusi
pasar, yaitu rumah tangga sektor pertanian adalah sasaran utama konsumsi output
sektor industri baik yang bersifat konsumsi langsung maupun yang digunakan
sebagai input dalam proses produksi pertanian; (iii). kontribusi devisa, dimana
sektor pertanian juga berperan dalam menyumbangkan devisa atas ekspor barangbarang yang dihasilkan dari proses produksinya.
Gollin et. al. (2002) menyatakan bahwa model perubahan struktural dapat
menjawab dua pertanyaan penting mengenai proses industrialisasi. Pertanyaan
tersebut adalah mengapa proses industrialisasi pada setiap negara mempunyai
waktu permulaan yang berbeda-beda dan mengapa pada beberapa negara proses
tersebut berjalan lambat. Implikasi penting dari model perubahan struktural
tersebut adalah bahwa pertumbuhan produktivitas sektor pertanian merupakan
kunci penting proses pertumbuhan. Model Gollin adalah pengembangan dari
model pertumbuhan neoklasik yang memasukkan sektor pertanian secara eksplisit.
11
Analisis pada beberapa negara industri dengan menggunakan model ini
memberikan jawaban atas pertanyaan awal. Perbedaan income antar negara pada
tahun 2000 ternyata bukanlah perbedaan steady state. Negara-negara yang
terlambat memulai proses pembangunan akan mempunyai pertumbuhan yang
lebih cepat jika dibandingkan negara-negara yang memulai lebih dulu proses
pembangunannya. Pembangunan merupakan proses yang berjalan dengan lambat.
Negara yang memulai industrialisasi pada tahun 1950 akan mencapai tingkat
steady state setidaknya dalam 100 tahun; suatu transisi yang lebih lambat jika
dibandingkan dengan model pertumbuhan neoklasik. Adanya distorsi dari
aktivitas sektor pertanian akan semakin menyebabkan tenaga kerja berpindah ke
sektor manufaktur. Berdasarkan model ini dapat disimpulkan bahwa rendahnya
produktivitas sektor pertanian dapat memperlambat proses industrialisasi. Sebuah
negara dengan proses industrialisasi yang berjalan lambat perlu mengetahui
faktor-faktor yang dapat memicu peningkatan produktivitas sektor pertaniannya.
2.1.5. Model Input Output
Hubungan antara susunan input dan distribusi output merupakan teori
dasar yang melandasi model input output (IO). Secara sederhana, model IO
menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan
antarsatuan kegiatan ekonomi untuk suatu waktu tertentu yang disajikan dalam
bentuk tabel. Isian sepanjang baris menunjukkan alokasi output dan isian menurut
kolom menunjukkan pemakaian input dalam proses produksi (BPS 2000).
Sebagai model kuantitatif, model IO mampu memberi gambaran
menyeluruh tentang:
(1)
Struktur perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai
tambah masing-masing kegiatan ekonomi di suatu daerah,
(2)
Struktur input antara (intermediate input), yaitu penggunaan barang
dan jasa oleh kegiatan produksi di suatu daerah,
(3)
Struktur penyediaan barang dan jasa baik yang berupa produksi dalam
negeri maupun barang-barang yang berasal dari impor, dan
(4)
Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh kegiatan
produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi dan
ekspor.
12
Kerangka dasar model IO terdiri atas empat kuadran seperti disajikan pada
Gambar 2.1.
Kuadran I : Transaksi antarkegiatan
(nxn)
Kuadran II : Permintaan akhir
(nxm)
Kuadran III : Input primer
sektor produksi
(pxn)
Kuadran IV : Input primer
permintaan akhir
(pxm)
Sumber: BPS, 2000
Gambar 2.1. Kerangka Dasar Model Input-Output
Kuadran I
: Menunjukkan arus barang dan jasa yang dihasilkan dan
digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi di
suatu perekonomian. Kuadran ini menunjukkan distribusi
penggunaan barang dan jasa untuk suatu proses produksi
sehingga disebut juga sebagai transaksi antara (intermediate
transaction).
Kuadran II
: Menunjukkan permintaan akhir (final demand). Permintaan akhir
yaitu penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi
yang biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, pengeluaran
pemerintah,
pembentukan
modal
tetap
bruto,
perubahan
persediaan (stock), dan ekspor.
Kuadran III
: Memperlihatkan input primer dari sektor-sektor produksi, yaitu
semua balas jasa setiap faktor produksi yang biasanya meliputi
upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak
langsung neto.
Kuadran IV
: Memperlihatkan input primer yang langsung didistribusikan ke
sektor-sektor permintaan akhir. Informasi ini digunakan dalam
Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau dikenal dengan
sebutan
data
Social
Accounting
Matrix
(SAM).
Dalam
penyusunan Tabel IO, kuadran ini tidak disajikan.
Tiap kuadran dinyatakan dalam bentuk matriks, masing-masing dengan
dimensi seperti tertera pada Gambar 2.1. Bentuk seluruh matriks ini menunjukkan
13
kerangka model IO yang berisi uraian statistik mengenai transaksi barang dan jasa
antar berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu periode tertentu. Kumpulan sektor
produksi pada kuadran pertama, yang berisi kelompok produsen, memanfaatkan
berbagai sumberdaya dalam menghasilkan barang dan jasa yang secara makro
disebut sebagai sistem produksi. Sektor di dalam sistem produksi ini dinamakan
sektor “endogen”. Sedangkan sektor di luar sistem produksi, yaitu yang berada di
kuadran kedua, ketiga dan keempat dinamakan sektor “eksogen”. Model IO
membedakan dengan tegas sektor endogen dan sektor eksogen. Output, selain
digunakan dalam sistem produksi dalam bentuk permintaan antara, juga
digunakan di luar sistem produksi dalam bentuk permintaan akhir. Input yang
digunakan dalam sistem produksi ada yang berasal dari dalam sistem produksi
berupa input antara dan juga ada yang berasal dari luar sistem produksi yang
disebut input primer (Isard 1998).
Model analisis IO dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan
dalam merencanakan pembangunan sektoral. Model IO menghasilkan kajian
tentang penentuan leading sector yang dapat dijadikan fokus pembangunan untuk
mencapai target pertumbuhan ekonomi. Integrasi perekonomian dalam model IO
merefleksikan hubungan atau keterkaitan antar sektor (intersectoral) yang
merupakan hubungan saling ketergantungan satu dengan lainnya. Perroux (1955)
dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010) mengatakan bahwa keterkaitan antar
sektor merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh pusat pertumbuhan
(growth pole) dalam pembangunan ekonomi. Growth pole tersebut seharusnya
lebih mengacu pada suatu sektor yang bisa menyebar dalam berbagai aktivitas
sektor produksi sehingga mampu menggerakkan ekonomi secara keseluruhan.
2.1.5.1. Simplifikasi Tabel Input Output
Tabel IO pertama kali diperkenalkan oleh W. Leontief pada tahun 1930an. Tabel IO adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi
barang dan jasa yang terjadi antar sektor produksi di dalam suatu perekonomian
dengan bentuk penyajian berupa matriks. Angka-angka di dalam Tabel IO
menunjukkan hubungan dagang antar sektor yang berada dalam perekonomian
suatu wilayah. Setiap baris menunjukkan secara rinci jumlah penjualan dari
sebuah sektor, yang tertera pada kolom penjual, ke berbagai sektor, yang tertulis
14
di bawah label pembeli. Karena suatu sektor tidak menjual barangnya kepada
semua sektor yang ada, maka umum dijumpai angka nol dalam suatu baris di
dalam Tabel IO. Adapun kolom dalam Tabel IO mencatat berbagai pembelian
yang dilakukan suatu sektor terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh
berbagai sektor yang ada di dalam wilayah tersebut. Jika angka-angka yang
berada pada kolom suatu sektor juga banyak dijumpai angka nol, hal ini karena
suatu sektor tidak selalu membeli barang dan jasa dari seluruh sektor yang ada di
perekonomian negara tersebut (Nazara 1997).
Selain transaksi antar sektor, terdapat beberapa transaksi yang juga dicatat
dalam Tabel IO. Perusahaan-perusahaan di dalam suatu sektor menjual hasil
produknya ke konsumen (rumah-tangga), pemerintah dan perusahaan di luar
negeri, ditambah lagi sebagian hasil produksi juga dijadikan bagian dari investasi
oleh sektor lainnya. Penjualan-penjualan yang baru saja disebutkan ini dapat
dikelompokkan ke dalam satu neraca yang disebut “konsumsi akhir.” Dalam hal
pembelian, selain barang dan jasa dari berbagai sektor, perusahaan juga
membutuhkan jasa tenaga kerja dan memberikan kompensasi pada pemilik modal
atau kapital. Pembayaran jasa kepada tenaga kerja dan pemilik modal disebut
pembayaran untuk “nilai tambah.” Selain itu perusahaan juga membeli barang dan
jasa dari luar negeri, dengan kata lain, perusahaan mengimpor barang dan jasa.
Transaksi impor barang dan jasa ini dicatat pada baris “impor.” Secara sederhana
simplifikasi dari Tabel IO dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Simplifikasi Tabel Input Output
Sektor
Penjual
1
2
.
.
.
n
Nilai
Tambah
Impor
Total
Input
1
x11
x21
.
.
.
xn1
v1
m1
X1
Sumber: BPS, 2000
Sektor Pembeli
2
...
x12
...
x22
...
.
.
.
.
.
.
xn2
...
v2
...
m2
X2
...
...
n
x1n
x2n
.
.
.
xnn
vn
mn
Xn
Konsumsi
Akhir
f1
f2
.
.
.
fn
Total
Produksi
X1
X2
.
.
.
Xn
15
Dari Tabel IO pada Tabel 2.1 dapat dibuat dua persamaan neraca yang
berimbang:
n
Baris
:
x
ij
 fi  Xi
i  1,..., n
ij
 v j  m j  X j j  1,..., n ................................... (2.4)
...................................... (2.3)
j 1
n
Kolom :
x
i 1
dimana xij adalah nilai aliran barang atau jasa dari sektor i ke sektor j; fi adalah
total konsumsi akhir; vj adalah nilai tambah dan mj adalah impor. Definisi neraca
yang berimbang adalah jumlah output sama dengan jumlah input.
Aliran antar industri dapat ditransformasi menjadi koefisien-koefisien
dengan mengasumsikan bahwa jumlah berbagai pembelian adalah tetap untuk
suatu tingkat total output (dengan kata lain, tidak ada economies of scale) dan
tidak ada kemungkinan substitusi antara suatu bahan baku input dan bahan baku
input lainnya (dengan kata lain, bahan baku input dibeli dalam proporsi yang
tetap). Koefisien-koefisien ini adalah:
aij  xij / X j
...................................................................................... (2.5)
xij  aij X j
...................................................................................... (2.6)
atau
Dengan menggabungkan kedua persamaan di atas didapat:
n
a
ij
X j  fi  Xi
i  1,..., n
..................................................... (2.7)
j 1
Dalam notasi matriks persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
AX  f  X
................................................................................ (2.8)
dimana :
aij  Anxn ; f i  f nx1 ; dan X i  X nx1
.................................................. (2.9)
Dengan memanipulasi persamaan di atas didapat hubungan dasar dari Tabel IO,
yaitu:
(I - A)-1 f
=X
............................................................................. (2.10)
dimana (I - A )-1 dinamakan sebagai matriks kebalikan Leontief (Leontief 1986).
Matriks ini mengandung informasi penting tentang bagaimana kenaikan produksi
dari suatu sektor akan menyebabkan berkembangnya sektor-sektor lainnya.
16
Karena setiap sektor memiliki pola (pembelian dan penjualan dengan sektor lain)
yang berbeda-beda, maka dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap
total produksi sektor-sektor lainnya berbeda-beda. Matriks kebalikan Leontief
merangkum seluruh dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total
produksi sektor-sektor lainnya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai
multiplier (ij). Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks
kebalikan Leontief (I – A)-1.
2.1.5.2. Asumsi Dasar Model Input Output
Secara konseptual terdapat 3 (tiga) asumsi dasar yang melandasi
penyusunan model IO dan model-model ekonomi yang diturunkan dari Tabel IO
(BPS 2000), antara lain berangkat dari asumsi-asumsi sebagai berikut:
a. Asumsi homogenitas, yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya
memproduksi satu jenis output dengan struktur input tunggal dan bahwa
tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor.
b. Asumsi proporsionalitas, yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi
hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier, yaitu tiap
jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding
(berbanding lurus) dengan kenaikan atau penurunan output sektor yang
dihasilkan.
c. Asumsi aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total
pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing
sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa di luar sistem Tabel I-O semua
pengaruh luar diabaikan.
Dengan
asumsi-asumsi
tersebut,
model
analisis
I-O
mempunyai
keterbatasan-keterbatasan, antara lain: karena rasio input-output konstan
sepanjang periode analisis, produsen tidak dapat menyesuaikan perubahanperubahan inputnya atau mengubah proses peroduksi. Selain itu, hubungan yang
tetap ini berarti bahwa apabila input suatu sektor diduakalikan maka outputnya
akan dua kali juga. Asumsi ini menolak adanya pengaruh perubahan teknologi
ataupun produktivitas yang berarti perubahan kuantitas dan harga input sebanding
dengan perubahan kuantitas dan harga output (Nazara 1997).
17
2.1.6. Teori Keterkaitan Antarsektor
Berbagai teori telah menjelaskan bagaimana keterkaitan antar sektor
mempengaruhi perekonomian suatu negara, antara lain pemikiran Mellor dan Lele
(1973) serta Mellor (1976, 1986, 1989) yang terkenal dengan model rural led
strategy of growth, serta Johnston dan Kilby (1975) yang mengembangkan konsep
agricultural and structural transformation model. King dan Byerlee (1978)
menemukan bahwa keterkaitan industri dengan sektor pertanian akan sangat kuat
jika sektor industri mempunyai keterkaitan kebelakang yang tinggi. Adelman
(1984) menekankan pentingnya agricultural demand led industrialization (ADLI)
dan membuktikan bahwa strategi ini lebih superior dibanding strategi export led
growth apabila diterapkan di negara berkembang dimana peran sektor pertanian
masih substansial.
2.1.7. Multiplier Product Matrix
Jiemin dan Planting (2000) menggunakan suatu matriks pengganda output
atau Multiplier Product Matrix (MPM) untuk melihat dampak suatu sektor secara
keseluruhan dalam suatu perekonomian. MPM dapat memotret pengaruh suatu
sektor berdasarkan keterkaitan ke belakang dan ke depan yang sekaligus pula bisa
menjelaskan hubungan antara suatu sektor dengan sektor-sektor lainnya. Untuk
mencari Matrix of Product Multiplier dilakukan dengan rumusan sebagai berikut :
MPM  V1
dimana :
 b1. 
 
 b2. 
bi. b. j  V1  . b.1 b.2 ... b.n 
 
 . 
b 
 n. 
................................... (2.11)
V = jumlah semua komponen di dalam matriks Leontief Invers
n
V =
n
b
i 1 j 1
ij
bi. = jumlah semua kolom dalam baris i dari matriks Leontief Invers,
atau sering digunakan untuk mengukur besaran forward
linkage.
b.j = jumlah semua baris dalam kolom j dari matriks Leontief Invers,
atau sering digunakan untuk mengukur backward linkage.
18
Sehingga persamaan MPM tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
MPM = (1/V * FL * BL)
dimana :
.............................................................. (2.12)
FL = Forward Linkage
BL = Backward Linkage
Melalui analisis MPM dapat diamati bagaimana keadaan struktur
perekonomian suatu daerah dari periode ke periode, sehingga dapat dilihat
bagaimana perubahan struktur itu terjadi setiap waktu.
2.2. Tinjauan Empiris
Studi empiris tentang perubahan struktural perekonomian telah dilakukan
oleh beberapa peneliti. Sebagian besar yang dirujuk dalam tulisan ini adalah
penelitian tentang transformasi struktural yang terjadi di Indonesia maupun di
negara lain dalam kerangka model IO. Penelitian lain yang mendukung adalah
model ekonomi yang melihat peran dan keterkaitan sektoral dalam perekonomian
secara keseluruhan.
2.2.1. Transformasi Struktural
Penelitian Saraan (2006) menggunakan data key indicator of developping
asian and pasific countries tahun 1980-2004 dengan metode Ordinary Least
Square menyimpulkan bahwa telah terjadi transformasi struktural perekonomian
di Indonesia pada periode pengamatan yaitu transformasi sektor pertanian ke
sektor industri. Fabiomarta (2004) dengan metode yang sama mengembangkan
Model Chenery-Syrquin untuk data Indonesia tahun 1977-2002 menemukan
adanya kecenderungan menurunnya peranan sektor primer. Sementara itu, Hill
(1996) menguraikan transformasi struktural pada periode 1966–1992 dengan
obyek penelitian perekonomian Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan,
bahwa transformasi yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu tersebut dinilai
terlalu cepat. Hal ini ditandai dengan sumbangan sektor pertanian terhadap Gross
Domestic Product (GDP) telah menyusut hingga kurang dari setengahnya sejak
tahun 1966, dan pada tahun 1992 sumbangannya hanya tinggal 36%. Penurunan
ini ternyata diikuti dengan kenaikan sumbangan sektor industri (secara luas
mencakup pertambangan, industri manufaktur, fasilitas umum dan kontruksi),
yang sumbangannya pada saat itu sebesar 35% lebih besar dari nilainya pada
19
pertengahan dekade 1960-an. Selanjutnya, Nasoetion (1991) mengatakan bahwa
transformasi struktural adalah gejala alamiah yang harus dialami oleh setiap
perekonomian yang sedang tumbuh. Oleh sebab itu kebijakan rekayasa
transformasi struktur dibutuhkan untuk memaksimumkan dampak positif dari
transformasi tersebut.
Nazara dan Amir (2005) dalam kerangka Model Input Output
menguraikan bahwa selama kurun waktu tahun 1994–2000 telah terjadi perubahan
struktur perekonomian Jawa Timur, yang ditunjukkan oleh perubahan dalam
visualisasi economic landscape dengan menggunakan Multiplier Product Matrix.
Perubahan ini mengindikasi adanya perubahan pengaruh sektoral terhadap
perekonomian atau perubahan peranan sektor-sektor penting bagi perekonomian
pada tahun 1994 dan tahun 2000. Perubahan struktur ekonomi Jawa Timur
periode 1994–2000 masih terlalu kecil, namun dapat diterangkan bahwa telah
terjadi perubahan kontribusi output sektor ekonomi, perubahan sektor unggulan
dan keterkaitan antar sektor ekonomi.
Jacob (2003) dalam hasil penelitiannya yang berjudul “Structural Change,
Liberalisation and Growth: The Indonesian Experience in an Input Output
Perspective” menggunakan data IO 1971-1995 menguraikan pengaruh policy
regimes terhadap rekayasa kebijakan transformasi struktural perekonomian di
Indonesia. Sementara Marks (2007), dalam “Ocupational structure and stuctural
change
in
Indonesia,
1880-2000”
mengaitkan
transformasi
struktural
perekonomian Indonesia dengan data ketenagakerjaan. Hayashi (2005) melakukan
penelitian tentang perubahan struktural sektor perekonomian dan perdagangan
yang terjadi di Indonesia menggunakan pendekatan analisis IO.
Beberapa penelitian lain yang berkaitan dengan proses transformasi
struktural perekonomian suatu negara menggunakan kerangka Model IO pernah
dilakukan, antara lain: Jiemin & Planting (2000) di US 1972-1996; Guilhoto, et.
al. (2000) di Brazil 1985-1995; Hewings & Sonis (1998 & 2003) di China dan
Chicago serta Hewings, et. al. (1996) di Chicago 1975-2011. Penelitian terakhir
dilakukan oleh Ramos, et. al. (2010) menggunakan Multiplier Product Matrix
untuk menguraikan perubahan struktural perekonomian di Philipina periode tahun
1979-2000.
20
2.2.2. Peranan Sektoral
Kuncoro (1996) melakukan studi empiris mengenai struktur, prilaku dan
kinerja agroindustri di Indonesia dan membuktikan bahwa agroindustri terutama
industri pengolahan hasil pertanian memiliki kaitan yang erat dengan subsektor
penyedia inputnya khususnya dengan sektor pertanian. Uji korelasi Rank
Spearman menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktural dalam agro
industri yang bersifat mendasar selama tahun 1980-1990.
Penelitian Firdaus (1998) tentang peran sektoral ekonomi Indonesia pada
fase industrialisasi menyimpulkan bahwa industri pertanian secara umum
menunjukkan keragaan yang lebih baik dalam struktur produksi, multiplier tenaga
kerja dan pendapatan, serta keterkaitan kebelakang dan kedepan. Analisis IO
menunjukkan pembangunan ekonomi pada fase industrialisasi sudah sejalan
dengan konsep agribisnis, namun masih kurang didukung oleh pengembangan
sektor jasa/lembaga keuangan.
Menurut Hayashi (2005), selama tahun 1985 sampai dengan tahun 2000
sektor manufaktur memberikan peningkatan kontribusi output, peningkatan
ekspor dan penurunan ketergantungan impor. Tetapi kemajuan tersebut bukan
dihasilkan dari peningkatan permintaan ekspor melainkan lebih disebabkan oleh
depresiasi nilai tukar rupiah.
Sholihah (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh keterkaitan antar
sektor
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
beberapa
daerah
di
Indonesia.
Penelitiannya antara lain menyimpulkan bahwa: keterkaitan total ke belakang
sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah; sementara keterkaitan total ke
depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Kaldor (1967) dalam Felipe (1998) mengungkapkan alasan mengapa
pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur mempengaruhi pertumbuhan sektor
selain manufaktur yaitu bahwa sektor manufaktur memiliki backward linkage dan
forward linkage yang lebih besar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Selanjutnya
Dewi (2010) menyimpulkan dari hasil analisis hukum Kaldor I, II dan III bahwa
secara umum sektor manufaktur turut berperan dalam roda perekonomian
21
Indonesia. Kenyataan yang menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai tambah sektor
perdagangan turut memberikan kontribusi yang sama besarnya dengan kontribusi
pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur dalam pertumbuhan PDB, dapat
dijelaskan oleh hasil analisis regresi linear sederhana yang menyimpulkan bahwa
pertumbuhan nilai tambah sektor perdagangan dipengaruhi oleh pertumbuhan
nilai tambah sektor manufaktur.
Riset yang akan dilakukan berikut ini memiliki perbedaan dalam hal
cakupan dan ruang lingkup penelitian jika dibandingkan beberapa penelitian
sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Penelitian ini mengkaji data input output
Indonesia tahun 1971 sampai dengan tahun 2008 mencakup keseluruhan sektor
dalam perekonomian yang dirinci menjadi 66 sektor. Runtun data IO yang
tersusun dapat memperlihatkan peran sektoral dalam proses perubahan struktur
perekonomian (economic landscape) secara lebih terperinci.
2.3. Kerangka Pemikiran
Perekonomian Indonesia
Struktur Ekonomi
Model IO
?
Peran Sektoral
Sektor Kunci
Economic Landscape
Transformasi Struktural
Gambar 3.1. Alur Pemikiran Strategis
22
Proses transformasi struktural yang terjadi di Indonesia merupakan hasil
dari penerapan kebijakan pembangunan jangka panjang yang terencana.
Perencanaan
pembangunan
semestinya
beorientasi
pada
tujuan
untuk
mensejahterakan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan
perubahan struktur perekonomian. Kebijakan rekayasa transformasi struktural
diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari transformasi tersebut dalam
perekonomian. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian empirik terhadap
perubahan struktur perekonomian (economic landscape) di Indonesia dalam
kerangka model IO selama kurun waktu 1971 sampai dengan 2008. Model IO
digunakan dalam analisis struktur, perilaku dan kinerja sektoral dalam proses
transformasi struktural. Multiplier Product Matrix akan memvisualisasikan
perubahan struktur perekonomian yang terjadi. Bagan alur penelitian ditampilkan
pada Gambar 3.2.
Model IO
Data IO
1971 
1975 
Analisis
Struktur
Analisis
Perilaku
demand/
supply
key sector
MPM
1980 
1985 
1990 
1995 
2000 
2005 
2008 
Kinerja Sektoral
Transformasi
Struktural
Gambar 3.2. Alur Kerja Studi
Economic
Lanscape
23
2.4. Hipotesis Penelitian
Beberapa hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Tabel Input Output Indonesia relatif baik untuk digunakan sebagai model
perencanaan ekonomi
2. Sektor sekunder memiliki peran dominan dalam proses transformasi
struktural perekonomian Indonesia
3. Dinamika sektor kunci memengaruhi proses transformasi struktural
perekonomian Indonesia.
Download