rekonstruksi pemikiran, filosofi dan perancangan

advertisement
Rekonstruksi Pemikiran, Filosofi Dan Perancangan Arsitektur
Islam Berbasiskan Al-Qur’an Dan Sunnah
Nangkula Utaberta1
Abstrak
Banyak perancangan dan pemikiran Arsitektur Islam lahir dari sebuah duplikasi dan
peniruan terhadap bentuk-bentuk, elemen dan ornamentasi dari bangunan yang
dianggap sebagai produk dari Masyarakat Muslim. Pendekatan ini seringkali terbatasi
dengan penggunaan simbol-simbol atau bentuk fisik yang dianggap
merepresentasikan Islam dan biasanya berasal dari Timur Tengah. Pada perancangan
masjid misalnya, pendekatan yang berorientasi pada fisik biasanya menekankan
perlunya kubah, menara atau mihrab sebagai elemen yang wajib ada pada sebuah
masjid. Paper ini akan berusaha menggali pemikiran, filosofi dan perancangan yang
berasal dari nilai dan prinsip dasar dari Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah untuk
kemudian diinterpretasikan dan diterapkan dalam perancangan Arsitektur Islam yang
sesuai dengan semangat zaman, tempat dan kondisi sosial masyarakat. Diharapkan
kajian ini akan membuka diskusi yang lebih luas bagi pengembangan berbagai
perancangan dan pemikiran Arsitektur Islam khususnya di Aceh yang lebih ber-nilai,
progresif dan integratif di masa depan
Pendahuluan
Tujuan utama dari paper ini adalah menjelaskan beberapa prinsip dan nilai-nilai yang
dapat menjadi dasar bagi pembentukan kerangka pemikiran,ide-ide dan filosofi
Arsitektur Islam. Pembahasannya sendiri akan terbagi atas prinsip pengingatan pada
Tuhan, prinsip pengingatan pada ibadah dan perjuangan, prinsip pengingatan pada
kehidupan setelah mati, prinsip pengingatan akan kerendahan hati, prinsip
pengingatan akan wakaf dan kesejahteraan publik, prinsip pengingatan terhadap
toleransi kultural, prinsip pengingatan kehidupan yang berkelanjutan dan prinsip
pengingatan tentang keterbukaan. Pada bagian akhir akan dilampirkan beberapa
artikel yang penulis tulis bagi Aceh Institute sebagai contoh aplikasi dari nilai-nilai
yang dibahas pada paper ini. Diharapkan kajian ini dapat menjadi dasar bagi
pembahasan dan pengembangan pemikiran,ide-ide dan kerangka filosofi Arsitektur
Islam di masa depan.
Prinsip Pengingatan kepada Tuhan
Melalui berbagai firmannya Allah banyak mengingatkan kita untuk lebih banyak
berkontemplasi merenungi ciptaan-Nya di alam ini. Melalui berbagai ayat Al-Qur’an,
Ia banyak mengajak kita untuk merenungi penciptaan alam dan mengambil pelajaran
dari makhluk ciptaan-Nya tersebut. Sebagaimana terlihat pada beberapa ayat berikut
ini:
And is He Who spread out the Earth, and set thereon mountains standing
firm, and (flowing) rivers: and fruit of every kind He made in pairs, two and
two: He drawled the night as a veil o’er Day. Behold, verily in these things
there are Signs for those who consider!
1
Nangkula Utaberta ST. M. Arch, adalah staf pengajar di Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia Jakarta, saat ini sedang menyelesaikan PhD di Jabatan Seni Bina, Fakulti Alam
Bina, Universiti Teknologi Malaysia
191
And in the earth are tracts (diverse though) neighboring, and gardens of
vines and fields sown with corn, and palm trees-grown out of single roots o
otherwise: watered with same water, yet some of them We make more
excellent others to eat. Behold, verily in these things.2
Alam merupakan bukti dari kebesaran dan ke-Maha Agungan-Nya, dengan
memperhatikan alam maka akan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepadaNya. Hal ini telah ditegaskan oleh Frank Lloyd Wright 3 melalui berbagai tulisan
beliau, sebagaimana terlihat berikut ini:
“True education is a matter of seeing in, not merely seeing at. Seeing in
means seeing nature. Now when popular education uses the world nature, it
may mean the elements; it may mean animal life; it means pretty much from
the; waist down. Whereas nature with a capital “N”- I am talking about the
inner meaning of the word Nature-is all the body of god we’re ever going to
see. It is practically the body of God for us. By studying that nature we learn
who we are, what we are, and how we are to be.”4
Karenanya sangat penting bagi kita untuk memperlihatkan kebesaran alam
sebagai ciptaan langsung dari Allah jika dibandingkan dengan bangunan atau produk
ciptaan manusia. Perancangan bangunan dan perkotaan haruslah berusaha
mendekatkan penghuninya dengan suasana yang lebih alami dan dekat dengan alam.
Makhluk ciptaan Allah seperti pepohonan, rumput dan bunga-bungaan haruslah
mendominasi sebuah perancangan bangunan,perumahan atau perkotaan yang Islami.
Pada perancangan bangunan dan perancangan perkotaan dewasa ini, prinsip
yang lebih mengutamakan penjagaan terhadap alam seringkali ditinggalkan. Para
pengembang dan arsitek lebih memilih untuk meratakan lahan, menghancurkan
alamnya, baru kemudian mendirikan bangunan sesuai keinginannya. Bagian yang
alami kemudian dibuat terpisah dalam bentuk taman buatan di sekitar bangunan.Kita
akan melihat bagaimana manusia menjajah alam melalui usaha pengasingan elemenelemen alam tersebut dari produk ciptaan manusia.
Suatu contoh yang cukup baik dari segi pengintegrasian alam dengan
bangunan dapat dilihat pada perancangan bangunan yang dilakukan oleh Frank Lloyd
Wright. Pada perancangan bangunannya, Wright tidak serta-merta meratakan tanah
dan lahan yang akan dibangunnya namun beliau secara hati-hati memilih pohon atau
elemen alami yang dapat digunakan sebagai elemen utama dari bangunannya. Setelah
itu beliau akan secara hati-hati juga menyusun massa bangunan diantara elemen alam
tersebut. Dalam memilih bahan bangunan dan ornamentasi pun beliau secara hati-hati
mengambil elemen dengan karakter yang sesuai dengan kondisi alam sekitarnya.
Berbeda dengan perancangan bangunan besar seperti istana atau bangunan klasik
yang mementingkan aspek simetrifitas dan tampak bangunan,bangunan karyaWright
lebih bergerak secara organik, asimetri dan berorientasi pada ruang di bagian dalam
bangunannya. Sebagaimana terlihat pada beberapa contoh bangunan beliau berikut
ini:
2
QS Ar-Rad 3-4
Salah satu arsitek terbesar di dunia, yang banyak mempropagandakan sebuah arsitek yang dekat dengan
alamnya, contoh bangunan dan pemikiran beliau akan banyak menjadi rujukan dalam paper ini.
4
Wright, Frank Lloyd, Truth Against the World, hal 269
3
192
Contoh beberapa bangunan yang dirancang oleh Frank Lloyd Wright
Hasil dari pendekatan perancangan ini sungguh luar biasa, bangunan akan
menyatu dengan alam sekitarnya. Elemen alam akan terlihat mendominasi sementara
bangunan akan terlihat merendah dan berdiri serasi dengan lingkungannya. Walaupun
Frank Lloyd Wright bukanlah seorang Muslim namun metode dan pendekatan
perancangan beliau terlihat lebih islami dibandingkan banyak arsitek Muslim yang
hanya mengutamakan simbol-simbol Islam dibandingkan substansi ajarannya.
Selain perancangan dan pembentukan masa bangunan, elemen alam seperti
cahaya matahari, aliran udara, suara-suara alam dan gemericik air perlu diintegrasikan
ke dalam bangunan. Bangunan sedapat mungkin harus menggunakan sumber energi
yang ramah dengan lingkungannya. Penggunaan pencahayaan dan pengudaraan
buatan yang dapat merusak lingkungan perlu dihindari dan efek negatifnya perlu
diminimalisir sehingga tercipta hubungan yang serasi antara manusia dengan alam
sekitarnya sebagai sarana pembentukan kecintaan kita kepada Tuhan.
Prinsip Pengingatan pada Ibadah dan Perjuangan
Islam merupakan agama yang sangat berbeda dengan agama lain karena tidak hanya
mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, namun juga mengatur
bagaimana hubungan sesama manusia dalam konteks hubungan dengan Tuhannya.
Secara teoritis dan praktis prinsip ini cukup kompleks karena ia tidak hanya berbicara
tentang aspek ibadah saja namunjuga berbicara mengenai muamalat dan perjuangan
perbaikan kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena konsep ibadah dalam Islam
menyatu dengan keseharian kehidupan Muslim itu sendiri. Hal ini terlihat dari Firman
Allah berikut ini:
Alif, Lam, Mim. This is the Book; in it is guidance sure, without doubt, to
those who fear Allah; Who believe in the Unseen, are steadfast in prayer, and
spend out of what We have provided for them; And who believe in the
Revelation sent to thee, and sent before thy time, and (in their hearts) have
the assurance of the Hereafter. They are on (true) guidance, from their Lord,
and it is these who will prosper.5
The believers must (eventually) win through,- Those who humble themselves
in their prayers; Who avoid vain talk; Who are active in deeds of charity;
Who abstain from sex, Except with those joined to them in the marriage bond,
or (the captives) whom their right hands possess,- for (in their case) they are
free from blame, But those whose desires exceed those limits are
5
QS Al Baqarah 1-5.
193
transgressors;- Those who faithfully observe their trusts and their covenants;
And who (strictly) guard their prayers;- These will be the heirs.6
Rasulullah sendiri melalui berbagai hadith beliau secara tegas menjelaskan
bahwa seorang Muslim bukanlah seorang individu yang berdiri sendiri dan mencari
keimanan dan ketakwaan untuk dirinya sendiri. Seorang Muslim adalah bagian dari
masyarakatnya karenanya ia perlu berjuang demi kebaikan dan kesejahteraan
masyarakatnya, sebagaimana terlihat pada beberapa hadith berikut:
Abu al-Darda’ reported the Apostle of Allah (may peace be upon him) as
saying: Shall I not inform you of something more excellent in degree than
fasting, prayer and almsgiving (sadaqah)? The people replied: Yes, Prophet
of Allah! He said: it is putting things rights between people, spoiling them is
the shaver (destructive).7
Abu Dhar reported the Apostle of Allah (may peace be upon him) as saying:
He who separates the community within a span takes off the noose of Islam
from his neck.8
Dalam dunia arsitektur, hal merupakan suatu prinsip yang membawa
implikasi sangat besar. Dalam perancangan masjid misalnya, ide tentang prinsip
ibadah dan perjuangan menjadikan masjid bukan hanya sekedar tempat sholat dan
ibadah ritual saja. Namun juga berperan sebagai pusat kegiatan sehari-hari dan pusat
interaksi serta aktivitas dari komunitas Muslim di kawasan tersebut. Hal ini berarti
perancangan ruang-ruang suatu masjid haruslah dibuat sedemikian rupa sehingga
memungkinkan aktivitas di luar aktivitas ritual seperti sholat atau i’tikaf
memungkinkan untuk dijalankan. Aktivitas seperti olah-raga, seminar, diskusi
keagamaan, sekolah dan pusat pendidikan, perpustakaan, aktivitas perniagaan dan
kegiatan yang dapat memperkuat ukhuwah dan silaturahmi seharusnya mendapat
porsi perhatian yang cukup sebagaimana aktivitas ritual tadi.
Karenanya masjid seharusnya dirancang agar mampu menarik perhatian dan
mengundang jama’ah untuk bergabung dan beraktivitas di dalamnya. Masjid
bukanlah monument atau bangunan suci yang justru diletakkan terpisah dan terasing
dari masyarakatnya. Ia haruslah menjadi pusat aktivitas yang menyatukan dan
menjadi sarana dari berbagai kegaiatan masyarakat karenanya elemen-elemen seperti
pagar dan dinding bangunan seharusnya lebih terbuka dan memberi kesan
mengundang daripada melarang orang untuk masuk ke dalamnya.
Karakter masjid sebagaimana disebutkan diatas cukup unik dibandingkan
bangunan peribadatan yang lain seperti gereja atau kuil. Pada bangunan gereja atau
kuil, ruang dalam bangunan haruslah sedapat mungkin dibuat setenang dan
sekhidmatmungkin sehingga orang dapat khusyuk beribadah, sementara pada
bangunan masjid harus dipisahkan antara bagian yang memungkinkan ibadah secara
khusyuk dengan bagian yang memungkinkan pergerakan dan aktivitas yang lebih
bebas. Karenanya diperlukan perancangan dan zoning yang lebih jelas dan dinamis.
Prinsip Pengingatan pada Kehidupan Setelah Kematian
6
QS Al Mu’minun 1-10.
Sunan Abu Dawud Vol.III, hal 1370
8
Sunan Abu Dawud Vol.III, hal 1332
7
194
Prinsip ini adalah prinsip yang sangat penting namun sering dilupakan oleh banyak
orang. Kematian dankehidupan setelah mati menjadi salah satu pilar penting dari
prinsip hidup, filosofi, dan keimanan dalam Islam. Seringkali sebagai seorang
manusia kita dilenakan dengan kesibukkan di dunia ini, lalu melupakan bahwa kita
akan mati. Dalam prinsip keimanan Islam dinyatakan bahwa setelah kematian setiap
orang akan mendapatkan balasan dari perbuatannya di dunia.Dalam berbagai ayatNya Allah SWT banyak mengingatkan manusia untuk mempersiapkan bekal bagi
menghadapi kehidupan setelah mati dengan memperbanyakkan amalan di dunia ini.
Hal ini terlihat pada beberapa ayat berikut:
It is not righteousness that ye turn your faces Towards east or West; but it is
righteousness- to believe in Allah and the Last Day, and the Angels, and the
Book, and the Messengers; to spend of your substance, out of love for Him,
for your kin, for orphans, for the needy, for the wayfarer, for those who ask,
and for the ransom of slaves; to be steadfast in prayer, and practice regular
charity; to fulfil the contracts which ye have made; and to be firm and
patient, in pain (or suffering) and adversity, and throughout all periods of
panic. Such are the people of truth, the Allah-fearing.9
Those who leave their homes in the cause of Allah, and are then slain or die,On them will Allah bestow verily a goodly Provision: Truly Allah is He Who
bestows the best provision.10
Rasulullah sendiri juga banyak mengingatkan kita akan pentingnya bagi kita untuk
berhati-hati dalam kehidupan kita bagi mempersiapkan kehidupan yang akan kita lalui
setelah mati sebagaimana terlihat pada hadith berikut ini:
Anas b. Malik reported: There passed a bier (being carried by people) and It
was lauded in good terms. Upon this the Apostle of Allah (may peace be upon
him) said: It has become certain, it has become certain, it has become
certain. And there passed a bier and it was condemned in bad words. Upon
this the Apostle of Allah (may peace be upon him) said: It has become
certain, it has become certain, it has become certain. ‘Umar said: May my
father and mother be ransom for you! There passed a bier and it was
condemned in bad words, and you said: It has become certain, it has become
certain, it has become certain. Upon this the Messenger of Allah (may peace
be upon him) said: He whom you praised in good terms, Paradise has
become certain for him, and he whom you condemned in bad words, Hell has
become certain for him. You are Allah’s witnesses in the earth, you are
Allah’s witnesses in the earth, you are Allah’s witnesses in the earth.11
Pemakaman merupakan salah satu bentuk arsitektur dari prinsip ini. Agak sulit
menemukan literatur berkenaan dengan teori dan konsep pemakaman dalam konteks
Arsitektur Islam karena biasanya dianggap tabu atau tidak penting. Namun kalau kita
lihat berbagai hadith Rasulullah berikut ini, kita akan mendapati bahwa pemakaman
merupakan elemen yang sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian yang cukup
serius.
9
QS Al-Baqarah: 177
QS Al-Hajj: 58
11
Sahih Muslim Vol. II, hal 451
10
195
It is narrated on the authority of ‘Amir ibn Rabi’a (may Allah be pleased with
him) that the Prophet (may peace be upon him) said: Whenever you see a
funeral procession, stand up for that until it moves away or is lowered on the
ground.12
It is reported on the authority of Ibn Juraij that the Holy Prophet (may peace
be upon him)said: Should anyone amongst you see a bier he must stand up so
long as it is within sight in case he does not intend to follow it.13
Pemakaman merupakan suatu bangunan yang penting,karena ia dibangun bukan
untuk orang yang sudah mati namun sebagai pengingatan bagi orang yang masih
hidup. Karenanya perletakkan pemakaman haruslah diletakkan di tempat yang mudah
terlihat dari kehidupan sehari-hari. Manusia perlu untuk senantiasa diingatkan bahwa
mereka akan mati sehingga lebih berhati-hati dan lebih tenggang rasa dengan
masyarakat sekitarnya. Apabila lahan yang mahal menjadi alasan dari pemilihan
lokasi untuk perletakkan pemakaman maka mungkin dapat digunakan simbol atau
monumen untuk mengindikasikan bahwa di tempat tersebut terdapat pemakaman.
Mengingat pentingnya pemakaman bagi kehidupan keseharian sebagaimana
dijelaskan diatas. Pemakaman perlu dirancang dan didesain sehinggamemudahkan
orang untuk datang dan berziarah disana. Perlu juga disediakan fasilitas yeng
mendukung fungsi utama ini seperti toilet dan ruang-ruang untuk bersitirahat. Perlu
juga disediakan ruang-ruang yang dapat digunakan secara khusyuk bagi orang-orang
untuk mengingat kematian dan meningkatkan ketaqwaan.
Prinsip Pengingatan akan Kerendahan Hati
Islam mengajarkan seorang Muslim untuk merendahkan diri di hadapan Tuhannya.
Seorang pemimpin haruslah merendahkan dirinya di hadapan orang yang dia pimpin.
Seorang panglima harus merendahkan diri dari tentara yang dipimpinnya. Pelajaran
akhlak ini terlihat dengan jelas dari keseharian Rasulullah SAW, sebagaimana terlihat
pada hadith berikut:
Narrated Anas bin Malik: While we were sitting aith the Prophet in the
mosque, a man came riding on camel. He made his camel kneel down in the
mosque, tied its foreleg and then said: “Who amongst us you is
Muhammad?” At that time the Prophet was sitting amongst us (his
Companions) leaning on his arm. We replied, “This white man reclining on
his arm. The man then addressed him, “O Son of ‘Abdul Muttalib.” The
Prophet said , “I am here to the Prophet “I want to ask you something and
will be hard in questioning. So do not angry want.” The man said, “I ask you
by your Lord, and the Lord of those who came before, has Allah sent you as
an Apostle to all the mankind?” The Prophet 1 replied, “By Allah, yes.” The
man further said, “I ask you by Allah. Has ordered you to observed fasts
during this month of the year (i.e Ramadan)?” He replied. “By Allah, yes.”
The man further said, “I ask you by Allah/ has Allah ordered you to Zakat
from from our rich people and distribute it to amongst our poor people?”
The Prophet replied, “By Allah, yes.” There upon that man said, “I believe in
12
13
Sahih Muslim Vol. II, hal 454
Sahih Muslim Vol. II, hal 454
196
all that with which you have been sent by my people as a messenger, and I
am Dimam bin Tha’laba from the brothers of Bani Sa’ad bin Bakr.”14
Dari hadith ini terlihat bahwa orang yang ingin bertemu dengan Rasulullah tersebut
tidak dapat mengenali Rasulullah diantara para sahabatnya. Dari sini dapat kita
asumsikan bahwa rasulullah pasti tidak berbeda dengan sahabat yang lain. Ia
tidakmengenakan mahkota, tidak mengenakan baju kebesaran, tidak duduk di tempat
yang khusus melainkan bercampur dan berpenampilan sebagaimana sahabat yang
lain. Dari sini terlihat akhlak kerendahan hati Rasulullah dan bagaimana
iamenghormati para sahabatnya sebagai saudara se-iman. Pada beberapa kisah
dibawah ini diceritakan beberapa kisah tentang kerendahan hati Rasulullah yang
walaupun menjadi seorang pemimpin tetap memperhatikan dan mengasihi orangorang yang dipimpinnya.
It is narrated on the authority of Abu Huraira that a dark-complexioned
woman (or a youth) used to sweep the mosque. The Messenger of Allah (may
peace be upon him) missed her (or him) and inquired about her (or him). The
people told him that she (or he) had died. He asked why they did not inform
him, and it appears as if they had treated her (or him) or her (or his) affairs
as of little account. He (the Holy Prophet) said: Lead me to her (or his)
grave. Their led him to that place and he said prayer over her (or him) and
then remarked: Verily, these graves are full of darkness for their dwellers.
Verily, the Mighty and Glorious Allah illuminates them for their occupants by
reason of my prayer over them.15
Narrated Ibn ‘Abbas A person died and Allah’s Apostle used to visit him. He
died at night and (the people) buried him at night. In the morning they
informed the Prophet (about his death). He said, “What prevented you from
informing me?” They replied, “It was night and it was a dark night and so we
dislike to trouble you” The Prophet went to his grave and offered the
(funeral) prayer.16
Dalam dunia arsitektur prinsip ini membawa implikasi yang sangat besar. Ia berbicara
tentang bagaimana seharusnya kita meletakkan dan menyusun massa bangunan dalam
konteks lingkungannya. Ukuran bangunan sebagaimana kita belajar dari penampilan
Rasulullah tadi tidak seharusnya berdiri terlalu besar secara kontras dibandingkan
bangunan sekitarnya. Pemilihan bahan dan material bangunan pun harus dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak terkesan terlalu mewah yang akhirnya akan banyak
menghabiskan uang untuk perawatannya.
Kesan monumental pada bangunan (biasanya terjadi pada Masjid atau
bangunan pemerintahan) yang seringkali justru menyebabkan pemborosan lahan dan
menghabiskan banyak biaya harus dihindari karena ia akan memberikan imej yang
negatif terhadap Islam (sebagai agama yang feudal, penuh dengan pemborosan, haus
kekuasaan dan terbelakang),namun kita harus berusaha memberikan imej
Islamsebagai agamayang demokratis, progresif dan siapmenerima berbagai
perubahan. Bangunan pun tidak seharusnya mengacaukan komposisi alami dari
lingkungan alaminya dengan memaksakan komposisi simetri yang seringkali justru
dipaksakan demi alas an simbolik atau formalitas saja.
14
Sahih Muslim Vol. II, hal 453
Sahih Muslim Vol. II, hal 453
16
Sunan Abu Dawud Vol.2, hal 192
15
197
Beberapa contoh bangunan yang dibangun secara monumental (dari kiri ke kanan):
Atas:Taj Mahal di India, Versailles di Prancis. Bawah: Perancangan Kota Berlin oleh
Hitler dan Kota Forbidden City di Cina.
Dalam perancangan rumah sendiri, hadith berikut ini secara tergas menjelaskan
tentang prinsip kerendahan hati ini:
Anas bin Malik said: the Apostle of Allah (may peace be upon him) came out
and seeing a high-domed building and said: What is it? His companions
replied to him: It belongs to so and so, one of the Ansar. He said: He said
nothing but kept the matter in mind. When its owner came and gave him a
salutation among the people, he turned away from him. When he had done
several times, the man realized that anger was connected with him and the
turning away was because of him. So he complained of that to his
companions, saying: T swear by Allah that I cannot understand the Apostle of
Allah (may peace be upon him). They said: He, went out and saw your domed
building, so the man returned to it and demolished it, leveling it to the
ground. One day the Apostle of Allah (may peace be upon him) came out and
did not see it. He asked: What has happened to the domed building? They
replied: Its owner complained to us of your turning away, and when we
informed him about it, he demolished it. He said: Every building is a
misfortune for its owner, except what cannot, meaning except what cannot be
done without.17
17
Sunan Abu Dawud, Vol. III, hal 1444-1445
198
Prinsip Pengingatan akan Wakaf dan Kesejahteraan Publik
Sebagaimana semangat dan prinsip yang telah disebutkan sebelumnya, Islam
mengajarkan agar umatnya berinteraksi dan saling menolong dalam masyarakat.
Islam tidak pernah memerintahkan umatnya untuk menyendiri dan mencari
keshalehan untuk dirinya sendiri. Dalam Islam terdapat beberapa amalan pribadi
seperti I’tikaf dan sholat sunnah namun kesemuanya dibingkai oleh kerangka
kehidupan bermasyarakat. Karenanya aktivitas dan fasilitas sosial merupakan suatu
elemen penting dalam kehidupan masyarakat Muslim. Hal ini dapat dilihat pada
beberapa hadith berikut:
Abu Shuraih att-Ka’bi reported the Apostle of Allah (may peace be upon
him) as saying: He who believes in Allah and the last Day should honour his
guest. Provisions for the road are what will serve for a day and night
hospitality extends for three days; what goes after that is sadaqah (charity).
And it is not allowable that a guest should stay till he makes himself an
encumbrance.18
Narrated Abu Huraira: Allah’s Apostle (may peace be upon him) said, “The
poor person’s is not the one who goes round the people and ask them for a
mouthful or two (meals) o a date or two but the poor is that who has not
enough (money) to satisfy his needs and whose condition is not know to
others that others may give him something in charity, and who does not beg
of people.19
Dari hadith ini terlihat bahwa Rasulullah sangat memperhatikan kehidupan sosial dari
umatnya. Pada hadith yang pertama rasulullah mengajarkan kita untuk menghormati
tamu dan menjaga fasilitas umum, ini menunjukkan bagaimana Islam sangat
menggalakkan kegiatan dan aktivitas sosial. Hadith yang kedua menyuruh kita agar
memperbanyak sedekah dan kontribusi kepada masyarakat melalui sebuah
perumpamaan yang unik. Dari sini kembali terlihat bagaimana perhatian Islam
terhadap kehidupan bermasyarakat umatnya. Pentingnya menjaga fasilitas sosial dan
anjuran untuk melakukan kegiatan sosial juga dapat dilihat pada beberapa hadith
berikut ini:
Abu Sa’id al-Khudri reported the Apostle of Allah (may peace be upon him)
as saying: Avoid sitting in the roads. The people said: Apostle of Allah I must
have meeting places in which to converse. The Apostle of Allah (may peace
be upon him) said: If you insist on meeting, give the road its due. They asked:
What it the due of roads, Apostle of Allah? He replied: Lowering the eyes,
removing anything offensive, returning salutations, commanding what is
reputable and forbidding what is disreputable.20
‘Umar b. al-Khattab quoted the Prophet (may peace be upon him) as saying
on the same occasion: Help the oppressed (sorrowful) and guide those who
have lost their way.21
Dalam dunia arsitektur prinsip ini membawa implikasi yang sangat besar. Yang
pertama, bahwa fasilitas umum dan fasilitas sosial perlu mendapatkan prioritas yang
utama. Berbeda dengan perancangan bangunan dewasa ini yang seringkali
18
Sunan Abu Dawud, Vol.III, hal 1058
Sahih Al Bukhari, Vol.II, hal 324
20
Sunan Abu Dawud, Vol. III, hal 1346
21
Sunan Abu Dawud, Vol.IV, hal 1347
19
199
mengutamakan aspek komersial dari suatu bangunan dengan mengetepikan fasilitas
dan kebutuhan umum untuk masyarakat. Dalam sebuah mall seringkali fasilitas umum
seperti tempat bermain anak, tempat duduk, taman atau masjid menjadi bagian dari
bangunan yang terpinggirkan karena dianggap tidak memiliki nilai komersial. Hal ini
tentu bertentangan dengan prinsip dan hadith diatas, sehingga kita perlu
merekonstruksi pola pikir dan pemahaman kita dari sebuah pola perancangan yang
berorientasi kepada materialistik ke pemikiran yang lebih sosial dan mengutamakan
kepentingan publik.
Bangunan-bangunan yang merupakan institusi sosial seperti rumah jompo,
rumah orang cacat dan orang-orang yang miskin perlu ditingkatkan fasilitasnya.
Masyarakat digalakkan untuk saling membantu tanpa kecuali termasuk terhadap
orang-orang di luar Islam. Islam menggalakkan tanggung jawab komunitas bukan
hanya perseorangan.
Prinsip Pengingatan terhadap Toleransi Kultural
Sejarah telah mencatat Islam sebagai satu-satunya agama yang memiliki toleransi
yang luar biasa. Di negara-negara dimana Islam menjadi umat mayoritas, toleransi
dan kerjasama antara satu agama dengan agama yang lain berjalan dengan baik dan
berkembang. Hal ini membuktikan bagaimana Islam sebagai sebuah sistem hidup
menjadi rahmat bagi seluruh alam sebagaimana dinyatakan oleh Allah berikut ini:
We sent thee not, but as a Mercy for all creatures.22
We have not sent thee but as a universal (Messenger) to men, giving them
glad tidings, and warning them (against sin), but most men understand not.23
Sikap toleransi Rasulullah terlihat jelas pada hadith berikut:
It is narrated on the authority of Ibn Abu Laila that while Qais b. Sa’d and
Sahl b. Hunaif weer both in Qadisiyya a bier passed by them and they both
stood up. They were told that it was the bier of one of the people of the land
(non_Muslim). They said that a bier passed before the Holy Prophet (may
peace be upon him) and he stood up. He was told that he (the dead man) was
a Jew. Upon this he remarked: Was he not a human being or did he not have
a soul? And in the hadith transmitted by ‘Amr b. Murra with the same chain
of transmitters, (the words) are: “There passed a bier before us”.24
Sejarah telah mencatat bagaimana bencinya umat Yahudi kepada Rasulullah dan
umatnya hingga hari ini. Namun pada hadith diatas terlihat bagaimana penghormatan
dan penghargaan Rasulullah kepada mereka. Bahkan kepada orang yang sudah mati
sekalipun. Allah telah menciptakan manusia terdiri dari berbagai bangsa dan ras,
namun hal ini tidak menjadi sumber perpecahan karena dalam Islam ukuran derajat
seseorang di mata Allah terletak pada ketaqwaan dan keimanannya sebagaimana
terlihat pada ayat berikut:
O mankind! We created you from a single (pair) of a male and a female, and
made you into nations and tribes, that ye may know each other (not that ye
may despise (each other). Verily the most honoured of you in the sight of
22
QS Al-Anbiya: 107
QS Saba: 28
24
Sahih Muslim Vol. II, hal 454
23
200
Allah is (he who is) the most righteous of you. And Allah has full knowledge
and is well acquainted (with all things).25
Ayat tersebut juga mengajarkan kita untuk saling mengenal satu sama lain dan
bekerja sama bagi kesejahteraan bersama.
Dalam Arsitektur, hal ini menegaskan akan kewajiban kita untuk
menghormati budaya dan kehidupan sosial masyarakat dimana bangunan tersebut
berdiri. Selama tidak bertentangan dengan Islam kita diperbolehkan mempergunakan
bahasa arsitektur masyarakat setempat dengan memanfaatkan potensi dan material
yang ada di tempat tersebut. Hal ini tentu menjadi prinsip yang menjamin flesibilitas
perancangan bangunan dalam Islam.
Dalam perancangan masjid misalnya, dari hasil kajian yang luas di berbagai
negara terhadap perancangan sebuah masjid, kita akan mendapati berbagai variasi dan
kreasi yang sungguh luar biasa. Masjid dibuat dengan teknologi, biaya dan sumber
daya yang disesuaikan dengan kondisi regional dimana ia berdiri, tanpa sebuah
keharusan untuk meletakkan elemen tertentu. Dari sini perancangan masjid yang
bercorak Timur Tengah di negara yang beriklim tropis seperti Indonesia dan Malaysia
tentu harus dikaji kesesuainnya.
Berbagai bentuk tipologi masjid di berbagai negara (dari kiri ke kanan), atas: tipologi
masjid di tanah Arab, tipologi masjid di Afrika, Tipologi Masjid di Turki dan
Anatolia, Tipologi Masjid di Iran. Bawah: Tipologi masjid di India, Tipologi masjid
di Cina, Tipologi masjid di Asia Tenggara.
Pada aspek yang lain seperti perancangan sebuah rumah tinggal, aspek
budaya dan pola kehidupan sosial masyarakat perlu diperhatikan ketika kita akan
menyusun perletakkan dan program ruangnya. Sensivitas hubungan antara lelaki dan
perempuan atau penghormatan antara orang muda dan orang tua perlu mendapat
perhatian dan pertimbangan yang serius dalam proses perancangan sebuah bangunan
tinggal.
Prinsip Pengingatan akan Kehidupan yang Berkelanjutan
25
QS Al Hujurat: 13
201
Allah menciptakan manusia sebagai Kahlifah di muka bumi ini. Khalifah berarti
pemimpin sekaligus pemelihara dan penjaga. Karenanya manusia memiliki kewajiban
untuk menjaga, memelihara dan melestarikan alam ini bagi kepentingan generasi yang
akan datang. Dewasa ini kita melihat banyak sekali kerusakan yang terjadi di muka
bumi ini yang disebabkan oleh tingkah laku manusia sebagaimana dinyatakan oleh
Allah berikut ini:
Mischief has appeared on land and sea because of (the meed) that the hands
of men have earned, that (Allah) may give them a taste of some of their
deeds: in order that they may turn back (from Evil). Say: "Travel through the
earth and see what was the end of those before (you): Most of them
worshipped others besides Allah."26
Islam sebagaimana terlihat pada hadith dibawah ini melihat seluruh alam sebagai
tempat sholat yang harus dijaga kebersihan dan kesuciannya. Karenanya sebagai
seorang Muslim kita perlu menjaga kelestarian alam ini sebagaimana kita menjaga
tempat sholat kita. Dari sini terlihatlah bagaimana konsepsi Islam yang tinggi dalam
menjaga lingkungannya.
Hudhaifa reported: The Messenger of Allah (may peace be upon him) said: I
have been made to excel (other) people in three (things)Our rows have been
made like the rows of the angels and the whole earth has been made a
mosque for us, and its dust has been made a purifier for us in case water is
not available. And he mentioned another characteristic too.27
Kehidupan berkelanjutan dalam penulisan ini setidaknya memiliki dua konteks yaitu
konteks alami dan konteks sosial. Konteks alami artinya bahwa pembangunan yang
kita lakukan hendaknya memperhatikan kebutuhan generasi penerus. Kita harus
berusaha melestarikan alam demi kepentingan generasi yang akan datang karenanya
diperlukan sebuah perencanaan dampak lingkungan hidup dari setiap pembangunan
dan pembinaan yang kita lakukan. Hal ini terlihat dari sikap Rasulullah yang ketika
perang pun melarang tentara Islam dari merusak lingkungan. Dari beberapa hadithnya
Rasulullah pun menggalakkan umatnya untuk menanam pohon sebagai bentuk
sedekahnya kepada lingkungannya, sebagaimana terlihat pada hadith berikut:
Jabir (Allah be pleased with him) reported Allah’s Messenger (may peace be
upon him) as saying: Never a Muslim plants a tree, but he has the reward of
charity for him, for what is eaten out of that is charity; what is stolen of that,
what the beast eat out of that, what the birds eat out of that is charity for him.
(In short) none incurs a loss to him but it becomes a charity on his part.28
Kehidupan berkelanjutan dalam konteks sosial berarti bahwa kita harus menyiapkan
suatu sistem pemerintahan dan politik yang berkelanjutan. Penggantian pemimpin
merupakan suatu hal yang wajar, yang kita perlu lakukan adalah mempersiapkan
calon pemimpin masa depan sebanyak-banyaknya sehingga jika terjadi pergantian
kepemimpinan, proses transisinya tidak mengganggu kehidupan rakyat banyak.
Kepemimpinan bukanlah posisi yang perlu diperebutkan oleh sekelompok elit dalam
masyarakatuntuk mendapatkan keuntungan materil, namun ia merupakan suatu
26
QS Ar-Rum:41-42
Sahih Muslim Vol. I, hal 265
28
Sahih Muslim, Vol. III, hal 818
27
202
tanggung jawab yang harus siap dipikul oleh setiap warga negara sebagai bentuk
tanggung jawab dan kontribusinya kepada masyarakat.
Dalam dunia Arsitektur kedua prinsip ini memiliki implikasi yang sangat besar.
Kelestarian secara alami mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan betul-betul
kondisi lahan dan lingkungan sekitar kita sebelum merancang sebuah bangunan.
Pemilihan bahan dan penggunaan teknologi perlu betul-betul diperhatikan sebelum
kita melakukan suatu perubahan terhadap tapak dan mengolahnya. Sementara
Kelestarian secara sosial memberikan pengajaran kepada kita agar lebih
memperhatikan bahasa arsitektur yang kita gunakan dalam merancang sebuah
bangunan. Bahasa arsitektur feodal dalam perancangan bangunan pemerintahan atau
bangunan umum seperti simetri dan skala raksasa dengan set back yang berlebihan
perlu dihindari demi menciptakan sebuah bangunan pemerintahan atau bangunan
umum yang lebih demokratis dan akrab dengan masyarakat.
Prinsip Pengingatan tentang Keterbukaan
Prinsip akuntabilitas publik berbicara tentang proses tranparansi atau keterbukaan dari
suatu pemerintahan kepada rakyat yang dipimpinnya. Prinsip ini juga berbicara
tentang kewajiban pemerintah untuk menghilangkan dan menghindari apa-apa yang
dapat mengganggu serta mengancam keselamatan umum demi kesejahteraan bersama.
Dalam upaya memenuhi ide akuntabilitas yang pertama diperlukan kritik terhadap
penguasa dalam upaya meluruskan jalannya pemerintahan oleh rakyat. Sejarah telah
mencatat bahwa Islam telah membuktikan suatu sistem demokrasi yang begitu baik
dimana seorang rakyat dapat dengan mudah mengkritik pemimpinnya sebagaimana
terlihat pada kisah berikut ini:
One night Sa;id Al-Musayyab heard Umar Abdul Aziz reciting aloud the
Quran in the Mosque of the Prophet. Sa’id ordered his son to go to the
person who was praying and tell him to lower his voice n recitation. His son
replied that the mosque is a public place and that they had not a single right
to it and furthermore, the man who was reciting was the Governor of
Medinah. Sa’id then called onto the reciter and said, “O you who is praying.
If you desire that Allah The most High to accept your prayer, then lower your
voice. If you desire that people accept you, the people are only in need of
Allah.” When Umar, the Governor of Medinah heard, this advice, he
shortened his supererogatory prayer and lowered his voice in recitation.29
Kerangka dan dasar dari kritikan terhadap pemerintah atau usaha untuk memperbaiki
keadaan ini terlihat jelas dari hadith Rasulullah berikut ini:
It is narrated on the authority of Tariq b. Shihab:…….Abu Sa’id said: I heard
the Messenger of Allah )may peace be upon him) saying, “Who amongst you
should see something abominable should modify it with the help of his hand;
and if he has not strength enough to do it, then he should do it with his
tongue, and if he has not enough strength to do it even then he should abhor
it from his heart, and that is the least of faith.”30
29
30
Khan, hal 195-196
Siddiqui., Vol.1, hadith no. 79, hal. 33
203
Dalam dunia arsitektur prinsip ini memberikan sebuah implikasi yang luar biasa
terutama dalam perancangan bangunan pemerintahan. Bangunan parlemen Jerman
yang telah diperbaharui dari bangunan lamanya yang berarsitek klasik dapat menjadi
kasus yang menarik. Pada bangunan ini masyarakat dapat berjalan di bagian atapnya
dan dapat melihat bagaimana wakil rakyatnya bersidang. Perancangan ini
menunjukkan supremasi sekaligus pengawasan dari masyarakat kepada pemimpinnya.
Ide akuntabilitas yang kedua berhubungan dengan usaha pemerintah dan
masyarakat untuk bersama-sama menghilangkan hal-hal yang dapat membahayakan
kepentingan bersama. Dari hadith yang disebutkan sebelumnya bahwa kita dituntut
untuk secara aktif merespon kemungkaran atau hal-hal yang negatif dalam
masyarakat dengan segala potensi yang ada pada diri kita. Mengenai kewajiban kita
untuk menyingkirkan bahaya dari masyarakat secara tegas dijelaskan oleh Rasulullah
pada beberapa hadith berikut:
It is narrated on the authority of Abu Huraira that the Messenger of Allah
(may peace and blessings be upon him) said: Faith has over seventy branches
or over sixty branches, the most excellent of which is the declaration that
there in no God but Allah, and the humblest of which is the removal of what
is injurious from the path: and modesty is the branch of faith.31
Abu Dharr reported: The Apostle of Allah (may peace and blessing be upon
him) said: The deeds of the people, good and bad, were presented before me,
and I found the removal of something objectionable from the road among
their goog deeds, and the sputum mucus left unburied in the mosque among
their evil deeds.32
Abu Huraira reported Allah’s Messenger (may peace and blessing be upon
him) saying: A person while walking along the path saw the branches of the
tree lying there. He said: By Allah, I shall remove these from this so that
these may not do harm to the Muslims, and he was admitted to Paradise.33
Dalam dunia arsitektur ide kedua dari prinsip keterbukaan ini berimplikasi
terhadap perancangan minimum dari bangunan untuk keselamatan anak. Pada
bangunan tinggi seperti apartemen dan rumah susun aspek keamanan bagi anak-anak
seringkali diabaikan, padahal berdasarkan hadith diatas ketika kita dapat
menghilangkan bahaya dari masyarakat yang lain maka kita akan mendapatkan pahala
selama usaha yang kita lakukan tersebut masih dapat melindungi orang lain.
Penggunaan ornamentasi pada bangunan-bangunan umum apalagi bangunan
pemerintahan yang pada akhirnya menghabiskan banyak uang untuk pembuatan dan
pemeliharaannya perlu dihindari, dana yang ada sebaiknya disalurkan untuk
kesejahteraan orang banyak dan usaha-usaha perlindungan di masa depan. Ornamen
dapat digunakan untuk membahasakan slogan atau ide-ide yang membangun kepada
masyarakat namun hendaknya tidak keluar dari koridor diatas.
Mengenai penggunaan ornamentasi ini pun harus diperhatikan dalam
perancangan dalam perancangan bangunan termasuk masjid sebagaimana secara tegas
dinyatakan dalam hadith berikut ini:
31
Sahih Muslim, Vol. I, hal 27
Sahih Muslim, Vol. I, hal 277
33
Sahih Muslim, Vol. IV, hal 1380
32
204
The construction of the mosque. Abu Sa’id said, “The roof of the mosque was made of
the leaves of date palms.” ‘Umar ordered a mosque to be built and said, “Protect the
people from rain. Beware of red and yellow decorations for they put the people to
trial.” Anas reciting a part of a Hadith said, “They will boast of them (mosques)
rather than coming frequently to them for offering prayers.” Ibn ‘Abbas said, “You
(Muslims) will surely decorate your mosques as the Jews and Cristians decorated
(their churches and temples).34
Ibn ‘Abbas reported the Apostle of Allah (may peace be upon him) as saying: I was
not commanded to build high mosques. Ibn ‘Abbas said: You will certainly adorn
them as the Jews and Christians did.35
Dari uraian diatas terlihatlah bagaimana Islam mengatur aspek akuntabilitas
atau keterbukaan secara jelas dalam perancangan bangunan dan kehidupan
bermasyarakat.
Kesimpulan
Pembahasan diatas berusaha mengeluarkan berbagai ide dan kerangka teori Arsitektur
Islam yang lahir dari prinsip-prinsip dasar Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadith. Berbeda
dengan kajian tipologi yang biasa dilakukan pada berbagai kajian tentang Arsitektur
Islam, pendekatan ini berusaha melihat ke dalam sistem nilai yang ada dalam Islam
untuk kemudian diimplementasikan dalam perancangan bangunan. Dari kajian diatas
dapat disimpulkan bahwa dalam usaha memahami dan membentuk kerangka teori
Arsitektur Islam diperlukan pemahaman terhadap nilai-nilai internal Islam,
pemahaman terhadap teori-teori dasar arsitektur, kondisi sosial-politik masyarakat,
pemahaman terhadap nilai-nilai modern awal, pemahaman terhadap aspek kelestarian
lingkungan dan pemahaman terhadap fungsi kontemporer bangunan.
Prinsip-prinsip perancangan sebagaimana dibahas diatas yang meliputi
prinsip pengingatan pada Tuhan, prinsip pengingatan pada ibadah dan perjuangan,
prinsip pengingatan pada kehidupan setelah mati, prinsip pengingatan akan
kerendahan hati, prinsip pengingatan akan wakaf dan kesejahteraan publik, prinsip
pengingatan terhadap toleransi kultural, prinsip pengingatan kehidupan yang
berkelanjutan dan prinsip pengingatan tentang keterbukaan, mungkin hanya sebagian
kecil dari nilai-nilai moral yang ada pada Islam yang memungkinkan kajian ini untuk
dikembangkan secara lebih luas dan mendalam di masa depan.
Referensi
1. Rujukan Asas Islam:
Ali, A.Y. 1983. The Holy Qur’an: Translation and Commentar., Maryland : Amana
Corporation.
Al-Mundziri, Abdul Azhim. 2003. Shahih Muslim. Jakarta: Pustaka Amani.
Az-Zabidi, Zainudin Ahmad. 2002. Shahih Al Bukhari. Jakarta: Pustaka Amani.
Dahlan H.A.A. 2000. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat
Al-Qur’an. Bandung: Penerbit Diponegoro.
34
35
Sahih Al Bukhari, Vol. I, hal 260
Sunan Abu Dawud, vol. I, hal 116
205
Guillaume A. 1967. The Life of Muhammad: A Translation of Ibn Ishaq Sirat Rasul
Allah. Oxford: Oxford University Press.
2. Rujukan Tentang Pemikiran Islam
Abu Sulayman, AbdulHamid A. 1963. Crisis in Muslim Mind. Riyadh: IIIT In-house
Desktop Publishing.
Ahmad, Dusuki. 1985. ‘Peranan Masjid sebagai Institusi Pembangunan’, Dakwah,
September 1985.
A’la Maududi, Abul. 1978. System of Government under the Holy Prophet. Lahore:
Islamic Publication Limited.
Al Faruqi. Ismail. 1992. Al Tawhid: Its Implementation for thought and life. Herndon,
USA: International Institute of Islamic Thought.
Al-Turabi, Hasan. 2003. Fiqih Demokratis: Dari Tradisionalisme Kolektif Menuju
Modernisme Populis. Bandung: Mizan Media Utama.
Al-Qaradhawi, Yusuf. 2000. Sunnah: Sumber Ilmu dan Peradaban. Selangor: The
International Institute of Islamic Thought, Malaysia.
Gazalba, Sidi. 1975. Masjid: Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam edisi ketiga.
Jakarta: Pustaka Antara.
Hasan, S. 1990. ‘Masjid sebagai Pusat Peribadatan’. Dakwah, Mei 1990
Lapidus, Ira M. 1988. A History of Islamic Society. Cambridge: Cambridge University
Press.
Proceeding International Seminar: Islam and The Challenges of Science and
Technology in the 21st Century, Johor Bahru 7-9 September 2003, Masjid Sultan
Ismail, Universiti Teknologi Malaysia.
Qurtuby, Sumanto Al. 2003.
Ahimsakarya Press Indonesia.
Arus
Cina-Islam-Jawa.Yogyakarta:
Inspeal
3. Rujukan Tentang Arsitektur Islam
Al-Khalil, Samir. 1991. The Monument: Art, Vulgarity and Responsibilities in Iraq.
London: Andre Deutsch Ltd.
Bargebuhr, Frederic P. 1968. The Alhambra. Berlin: Walter de Gruyter & Co.
Bamborough, Philip. 1976. The Treasures of Islam. Dorset: Blandford Press.
Creswell, KAC. 1968. A Short Account of Early Muslim Architecture. Beirut: Librarie
du Liban.
Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala dan
Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998.
Masjid Kuno Indonesia. Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan
Kepurbakalaan Pusat.
Frishman. Martin & Hasan-Uddin Khan. 1994. The Mosque: History Architectural
Development & Regional Diversity. London: Thames & Hudson Ltd.
Gupta, Satish. 1995. Our World in Colour: Taj Mahal. Hongkong: The Guidebook
Company Ltd.
Hoag. JD. 1963 Western Islamic Architecture. New York: George Braziller Inc.
206
Hoag. JD. 1989. Islamic Architecture. London: Faber and Faber.
Holod. Renata & Hasan Uddin Khan. 1997. The Mosque and the Modern World.
London: Thames and Hudson Ltd.
Michell. George. 1995. Architecture of the Islamic World. London: Thames and
Hudson Ltd.
Mumtaz, Kamil Khan. 1986. Architecture in Pakistan. Singapore: Concept Media
Nasir, Abdul Halim. 1984. Masjid-Masjid di Semenanjung Malaysia. Kuala Lumpur:
Berita Publishing Sdn Bhd.
Nasr, Seyyed Hossein. 1987. Islamic Art and Spirituality. Cambridge: Golgonooza
Press.
Omer. Spahic. 2002. Studies in the Islamic Built Environment. Kuala Lumpur:
Research Centre, International Islamic University Malaysia.
Proceedings of an International Seminar: Sponsored by the Aga Khan Award for
Architecture and The Indonesian Institute of Architect 15-19 October 1990,
Expressions of Islam in Buildings, Jakarta & Yogyakarta: Aga Khan Trust for
Culture on Behalf of The Aga Khan Awrd for Architecture.
Rivoira, G.T. 1975. Moslem Architecture: Its origins and Development. New York:
Hacker Art Books.
Serageldin, Ismail. 1989. Space for Freedom: The Search for Architectural
Excellence in Muslim Societie. Butterworth: The Aga Khan Award for
Architecture & Butterworth Architecture.
Tajuddin M Rasdi, Mohd. 1998. Mosque as a community Development Centre. Johor
Bahru: Penerbit Universiti Teknologi Malaysia.
Tajuddin M Rasdi., Mohd. 1999. Peranan, Kurikulum dan Rekabentuk Masjid
sebagai Pusat Pembangunan Masyarakat. Johor Bahru: Penerbit Universiti
Teknologi Malaysia.
Utaberta, Nangkula. 2003. KALAM Papers: Makna dan Arti Keindahan dalam
Arsitektur Islam. Johor Bahru: Pusat Kajian Alam Bina Dunia Melayu (KALAM).
Utaberta, Nangkula. 2003. KALAM Papers: Peranan Penting Pemakaman dalam
Arsitektur Islam. Johor Bahru: Pusat Kajian Alam Bina Dunia Melayu
(KALAM).
Utaberta, Nangkula (2003). Muslim Architecture in Peninsular Malaysia:
Clasification of Styles and Probable Socio-Political Influence of Mosques. Johor
Bahru: Pusat Kajian Alam Bina Dunia Melayu (KALAM).
4. Rujukan tentang Frank Lloyd Wright
Wright, Frank Lloyd. 1949. Genius and Mobocracy. New York: Horizon Press.
Wright, Frank Lloyd. 1957. Truth Against the World.
interscience Publication.
New York: A Wiley-
Wright, Frank Lloyd. 1957. A Testament. London: Architectural Press.
Wright, Frank Lloyd. 1958. The Living City. New York: Horizon Press.
Wright, Olgivanna Lloyd. 1966. Frank Lloyd Wright; His Life, His Work, His Words.
London: Pitman Publishing.
207
Wright, Frank Lloyd. 1954. The Natural House. New York: Horizon Press.
Lampiran 1
Artikel untuk Aceh Institute Agustus 2006,
Masalah “Inferioriti Kompleks” pada Perancangan Masjid Modern di
Nusantara
Nangkula Utaberta36
Sebagai sebuah negeri yang baru menerapkan Syari’ah Islam di Indonesia,
tentu propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), perlu melakukan berbagai
pembenahan di berbagai sektor. Keberhasilan perjuangan untuk penerapan Syariat
Islam di negeri Serambi Mekkah ini tidak seharusnya menjadikan kita menepuk dada,
namun diperlukan sebuah kerja keras bagi membuktikan keyakinan dan keimanan kita
bahwa pelaksanaan Syariah Islam merupakan solusi dari berbagai masalah yang ada
pada masyarakat Aceh.
Arsitektur merupakan salah satu aspek yang tidak bisa tidak, perlu
mendapatkan perhatian yang serius. Penggunaan bahasa Arsitektural yang tepat dan
ekspresi bangunan yang sesuai dengan semangat Islam mutlak diperlukan bagi
memberikan warna dalam pembentukkan wajah dan elemen fisik dari berbagai
bangunan dan ruang publik yang ada di Propinsi NAD. Artikel ini akan berusaha
memberikan beberapa contoh dan kritik terhadap beberapa buah masjid di Malaysia
yang dipahami sebagai produk dari pergeseran dan penafsiran yang salah terhadap
Arsitektur Islam. Ia akan berusaha menguraikan berbagai masalah dari berbagai
kesalahan pada pemilihan bahasa Arsitektur masjid-masjid ini dan bagaimana
implikasinya terhadap pola pikir, imej dan pemahaman umat Islam di Indonesia.
Masalah “inferiority kompleks” atau rasa rendah diri ini begitu serius, karena dalam
praktek perancangan masjid modern di Indonesia dewasa ini masyarakat memiliki
kecenderungan untuk menghendaki perancangan masjid sebagaimana yang mereka
lihat pada masjid-masjid baru di Malaysia tersebut.
Krisis Revivalisme pada Perancangan Masjid di Malaysia
36
Nangkula Utaberta ST. M.Arch adalah seorang staf pengajar di Universitas Indonesia, pernah menjadi
staf peneliti dan staf pengajar di Universiti Teknologi Malaysia.
208
Kalau kita lihat berbagai perancangan masjid dan bangunan Arsitektur Islam
di Malaysia dewasa ini, kita akan menemukan sebuah lompatan-lompatan yang luar
biasa. Berbagai pembangunan masjid besar dan megah menghiasi berbagai penjuru
kota di Malaysia. Di satu sisi tentu hal ini menggembirakan hati kita sebagai seorang
Muslim, namun di sisi lain hal ini tentu memberikan sebuah perasaan risau dan tanda
tanya. Penulis melihat sebuah usaha masalah serius dari berbagai perancangan masjid
tersebut yakni dari segi penggunaan bahasa arsitektural dan ekspresi bangunan yang
digunakan. Mengapa bahasa arsitektural yang digunakan adalah bahasa Arsitektur
Timur Tengah, Turki, Iran dsb? Mengapa harus dibuat sedemikian besar dan megah?
Mengapa harus sedemikian mahal?
Beberapa masjid hasil Revivalisme Timur Tengah (atas: Masjid Shah Alam dan
Masjid Wilayah Persekutuan, bawah Masjid Putrajaya.
Pada kasus di lapangan pemilihan bahasa arsitektur ini ternyata berimplikasi
besar terhadap berbagai perancangan masjid yang penulis temukan di lapangan.
Banyak klien kaya di Indoensia yang kemudian menghendaki bangunan masjid yang
sebesar dan semegah yang ada di Malaysia tersebut. Sebagai orang yang pernah
mengalami pendidikan arsitektur, penulis memahami implikasi dan efek negatif dari
pemikiran ini. Karenanya merupakan suatu kewajiban bagi penulis untuk menjelaskan
apa yang penulis pahami dari maraknya penggunaan bahasa Arsitektur Timur Tengah
(Revivalisme Yimur Tengah) ini sebagai pelajaran bagi kita semua.
Masalah pertama yang menjadi akar dari permasalahan revivalisme dalam
tipologi Masjid di Malaysia adalah masalah Inferiority Complex atau perasaan rendah
diri dalam masalah Keislaman dari pembuat Masjid tersebut terhadap Umat Islam
yang ada di Timur Tengah. Perasaan ini beranggapan bahwa Islam yang ada di Timur
Tengah jauh lebih baik dari Islam yang ada di Asia Tenggara terutama Malaysia
karena Islam yang ada di Timur Tengah lebih dekat kepada Rasulullah SAW.
Perasaan rendah diri ini kemudian berimplikasi dalam banyak hal, salah satunya
dalam perancangan sebuah Masjid.
Sebab lain dari Revivalisme tipologi masjid ini adalah pendekatan tradisional,
bahwa kondisi ideal Islam adalah kondisi di masa lampau (standar kebudayaan Islam
terletak pada masa lampau). Masalahnya contoh Arsitektural yang diambil bukanlah
pada zaman Rasulullah, Sahabat atau Khulafaur Rasyidin namun pada masa dimana
peradaban Islam dianggap mengalami kejayaan, yang biasanya dipahami sebagai
Turki Ustmani atau Safavid di Persia.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, zaman Rasulullah dan Khulafaur
Rasyidin dianggap sebagai suatu masa dimana pembinaan sebuah bangunan atau
Arsitektural dianggap sebagai suatu hal yang tidak berguna, Masa ini dalam sejarah
Islam dianggap sebagai sebuah masa “Kevakuman” dalam karya-karya Arsitektur
karenanya produk-produk Arsitektural pada masa ini tidak dapat dikatakan sebagai
suatu produk Arsitektur Islam. Karenanya banyak Arsitek yang kemudian
mengambil tipologi Masjid-masjid pada zaman Turki Ustmani dan Safavid di Persia
sebagai rujukan dari desain-desain mereka.
209
Rekonstruksi Masjid Rasulullah dengan berbagai aktivitas dan semangat keIslamannya
Revivalisme pada prinsipnya adalah pembangkitan kembali apa yang pernah
ada di masa lampau. Metode ini sebenarnya dapat menjadi suatu sumber ide dan
inspirasi dalam sebuah perancangan, namun ketika ia lebih merupakan sebuah
penjiplakan dan imitasi maka sebagaimana telah disebutkan sebelumnya akan
membawa banyak masalah baik dari segi akar intelektual, imej yang ditimbulkan dan
aplikasinya dalam perancangan.
Jika masalah yang pertama lebih merupakan sebab dari seluruh krisis
revivalisme dalam tipologi sebuah masjid dan lebih berbicara dalam tatanan konsep,
maka masalah-masalah yang ada berikutnya lebih merupakan suatu hal yang aplikatif
dan tampak pada sebuah bangunan.
Masalah kedua dari suatu proses penjiplakan yang terjadi dalam tipologi
sebuah Masjid adalah krisis imej dan simbol pada sebuah Masjid. Masalah ini
biasanya direpresentasikan dengan penggunaan kubah, menara, mihrab dan banyak
elemen masjid lainnya. Jika kita kaji berbagai ayat Al-Qur-an dan hadits serta
berbagai sumber otentik dari prinsip nilai-nilai Islam lainnya maka kita akan
mendapati sebuah kenyataan bahwa tidak ada batasan yang baku dari perancangan
sebuah masjid. Elemen-elemen masjid sebagaimana yang disebutkan sebelumnya
lebih merupakan sebuah produk dari pemikiran Islam yang terlahir dari interaksi
antara prinsip-prinsip dasar Islam dengan pemikiran masyarakat ketika itu. Artinya ia
bukanlah prinsip yang asas dari Islam itu sendiri.
Jika kita lihat beberapa masjid seperti Masjid Putrajaya, Masjid Shah Alam,
Masjid Wilayah dan Masjid UTM37 dsb kita akan mendapati sebuah kenyataan bahwa
aspek simbol dan imej ini begitu diutamakan sehingga mengorbankan banyak hal
terutama biaya. Pada Masjid Putra kita medapati penggunaan kubah Iran lengkap
dengan segala ukiran dan ornamennya yang pasti mahal baik dari segi pembuatannya
maupun perawatannya tanpa sebuah fungsi yang jelas selain pembentuk imej dan
simbol. Pada kasus Masjid Shah Alam dan Masjid UTM selain dari kubahnya yang
pasti mahal, kita juga mendapati banyak sekali menara hasil jiplakan dari Blue
Mosque dan banyak masjid lainnya pada masa Turki Ustmani yang tidak
memperhitungkan fungsi dan biaya yang harus dikeluarkan. Sekali lagi alasan
utamanya adalah imej dan simbolisme. Hal yang sama juga akan kita temui dalam
Masjid Wilayah, Masjid UIA dan banyak masjid sejenisnya.
Masalah ketiga yang menjadi inti masalah dari proses penjiplakan ini adalah
bergesernya fungsi Masjid dari fungsi awalnya sebagai pusat pembangunan
masyarakat pada masa Rasulullah, menjadi sebuah rumah Tuhan dan tempat ibadah
37
Masjid Universiti Teknologi Malaysia (UTM)
210
saja pada berbagai Masjid di Malaysia atau bahkan menjadi monumen dan simbol
negara sebagaimana pada kasus Masid Putra dan Masjid Shah Alam.
Masalah ini merupakan masalah yang sangat krusial dan penting karena ia
tidak hanya berhubungan dengan masalah Arsitektural dari masjid saja namun ikut
mempengaruhi bagaimana anatomi dan perkembangan masyarakat Islam. Masalah ini
ikut menentukan dan membentuk kualitas masyarakat Islam.
Di masa lampu ketika Masjid berperan sebagai pusat pembangunan
masyarakat sebagaimana Masjid Rasulullah dan Masjid-masjid kampung dahulu, kita
mendapati sebuah sistem masyarakat yang sangat rapat dan interaktif. Masyarakat
biasa berkumpul, berdiskusi dan bekerjasama di dalam masjid. Banyak masalah yang
dapat dibicarakan serta diselesaikan bersama-sama sehingga masjid sebagai sentral
interaksi masyarakat bekerja dengan baik.
Masjid Universiti Teknologi Malaysia dengan elemen-elemen yang ditiru : Gerbang
Iwan di Iran, Menara dari Blue Mosque di Turki dan Kubah dari Masjid-i Shah di
Isfahan.
Pada kasus masjid UTM kita mendapati sebuah konsep tentang Rumah Tuhan
yang berimplikasi dalam perancangan hingga pemilihan bahan dari Masjid ini.
Konsep rumah Tuhan memberikan sebuah implikasi bahwa sebuah Masjid haruslah
besar, cantik dan mahal. Hal inilah yang kemudian melahirkan banyak pertanyaan
pada banyak aspek dari Masjid UTM terutama ketika dikaitkan dengan biaya yang
harus dikeluarkan karenanya. Ide tentang rumah Tuhan menyebabkan penggunaan
Masjid menjadi sangat terbatas pada kegiatan-kegiatan ritual saja. Kegiatan-kegiatan
seperti kegiatan sosial, olah raga, pelatihan-pelatihan keterampilan, kajian dan diskusi
keislaman bahkan diskusi akademik pun menjadi suatu kegiatan yang sulit ditemukan.
Pada perancangan berbagai masjid Revivalime sebagaimana Masjid Putrajaya
dan Masjid Shah Alam kita mendapati sebuah masalah yang sangat serius! Karena
pada konsep awalnya masjid tersebut diperuntukkan untuk monumen maka proses
lansekap, penataan massa dan penempatan posisinya pun disesuaikan dengan
kebutuhan tersebut. Akibatnya situasi dan posisi dari masjid tersebut memang
’menjauhkan diri’ dari masyarakat yang seharusnya menjadi pengguna masjid
tersebut. Karenanya jangan heran jika Masjid yang dibangun sebagai monumen
tersebut kemudian ditinggalkan oleh jama’ahnya. Karena sebenarnya bukan jamaah
sebenarnya yang meninggalkan masjid tersebut namun masjid tersebutlah yang
dirancang untuk tidak didatangi oleh jamaahnya. Jika Masjid kemudian dirancang
untuk ditinggalkan oleh jemaahnya maka untuk apa kita kemudian menyebutnya
Masjid.
Dua pergeseran fungsi dari Masjid sebagaimana disebutkan diatas merupakan
suatu hal yang berbahaya karena ia mengkotak-kotakkan antara aspek sekular dari
Islam dengan aspek religiusnya. Islam adalah suatu agama yang melihat masalah
duniawi dengan masalah akhirat sebagai sebuah kesatuan sistem dan kesatuan makna.
Ia adalah suatu agama yang dekat dengan keseharian umatnya, suatu agama yang
melihat kehidupan keseharian sebagai suatu bentuk ibadah sebagaimana ibadah
ritualnya. Melepaskan dua makna ibadah di dalamnya hanya akan menimbulkan
211
degradasi pemahaman Islam pada masyarakat dan akhirnya menyeartikelkan
kemunduran dalam pemahaman keislaman.
Masalah kempat berhubungan erat dengan imej dari sebuah bangsa. Proses
Revivalisme yang berdasarkan sebuah penjiplakan akan membawa banyak masalah
pada identitas nasional. Ada berbagai alasan yang menyebabkan suatu bangsa
melakukan peniruan atau Revivalisme. Sebagian berpendapat bahwa dengan
melakukan penjiplakan terhadap suatu produk akan menjadikan bangsa mereka
sehebat peradaban yang mereka tiru tersebut. Sebagian karena masalah politik agar
bangsanya diakui sebagai bagian dari suatu komunitas, sementara sebagian yang lain
dilakukan dalam upaya mengangkat derajat kemuliaan dari bangsanya. Namun dari
semua motif yang ada jelas sekali terlihat bahwa revivalisme atau penjiplakan lahir
dari perasaan inferior atau rendah diri dari suatu bangsa yang merasa tidak memiliki
apa-apa.
Bangsa Kita Memiliki Bahasa Arsitektur Sendiri untuk Arsitektur Masjid
Jika kita mau melihat sejarah, maka kita akan mendapati bahwa sebenarnya bangsa
kita memiliki warisannya sendiri. Tipologi masjid tradisional merupakan Masjid yang
lahir dari budaya dan sistem nilai masyarakat setempat. Metode perancangan ini telah
teruji oleh waktu dan tempat, karenanya kemampuan adaptasi terhadap lingkungan
dan kondisi bangsa ini tentu juga telah teruji. Satu hal yang penting dari pendekatan
ini adalah ia mencerminkan budaya dan identitas dari bangsa kita karenanya dapat
menjadi suatu bentuk kebanggan kita terhadap apa sebenarnya identitas Malaysia.
Masalah yang terakhir sebenarnya telah digambarkan pada pembahasan
sebelumnya. Ia berbicara tentang masalah yang timbul sebagai sebuah implikasi dari
penjiplakan yang terjadi pada pendekatan Revivalisme terhadap kondisi fisik dan
budaya setempat. Secara sederhana dapat kita pahami bahwa suatu pengadopsian
suatu budaya memerlukan sebuah adaptasi.
Memperjelas apa yang telah disampaikan sebelumnya bahwa untuk tipologi sebuah
masjid kita memiliki identitas dan produk tersendiri. Pada masjid-masjid tradisional
kita mendapati bahwa bahan yang digunakan merupakan bahan yang mudah didapati
di lokasi pembangunan sehingga dapat mengurangi biaya konstruksi. Atap yang
digunakan pun merupakan bumbung meru yang sesuai dengan iklim setempat dan
merupakan suatu bentuk adaptasi terhadap sistem nilai serta budaya setempat.38
38
Bumbung Meru menurut beberapa ahli sejarah berasal dari filosofi Gunung Mahameru yang
merupakan suatu mitos suci dari agama Hindu. Pengadaptasian ini dapat dimengerti mengingat sebelum
Islam datang datang Hindu telah menyebar dan dianut oleh masyarakat di wilayah Nusantara.
212
Beberapa contoh tipologi Masjid Nusantara (Dari kiri ke kanan), Masjid Agung
Banten, Masjid Taluk (padang), Masjid Demak, Masjid Lubuk Bauk (padang) dan
Masjid Limo Kaum (padang)
Suatu Renungan untuk Perancangan Masjid di Nangroe Aceh Darussalam
Sejarah telah mencatat bahwa Masjid Baiturrahman merupakan masjid yang dibuat
oleh pemerintah Kolonial Belanda sebagai suatu upaya untuk mengurangi pengaruh
para ulama besar Aceh yang anti dan gigih melawan pemerintah Belanda. Bahasa
Arsitektur Moghul dari India Utara yang digunakan merupakan interpretasi
pemerintah Belanda terhadap bentuk “Islam Ideal” yang berusaha mangalahkan
pamor Islam yang dibawa oleh para Ulama besar kita. Mereka memberikan stigma
“Islam Tradisional” kepada para ulama kita termasuk merendahkan masjid ciptaan
mereka yang lebih dekat dengan masyarakat Aceh.
Suatu produk Arsitektur lahir dari situasi dan kondisi serta pemikiran suatu
peradaban karenanya kita perlu memahami bagaimana sebenarnya situasi, kondisi
serta pemikiran yang menyebabkankan keberadaan produk tersebut. Tanpa sebuah
pemahaman terhadap situasi, kondisi dan pemikiran dibalik terciptanya sebuah obyek
kita akan mendapat sebuah masalah serius dalam prinsip, mekanisme dan aplikasi dari
produk tersebut.
Penulis tidak mengajak kita untuk membenci Masjid Baiturrahman sebagai
sebuah karya Arsitektural besar di Aceh, namun melalui artikel ini mari sama-sama
kita lakukan evaluasi terhadap perancangan masjid di masa depan agar lebih sesuai
dengan semangat, prinsip hidup dan aspirasi masyarakat Aceh.
Lampiran 2
Artikel untuk Aceh Institute Oktober 2006,
Taj Mahal: Krisis Cita Rasa Personal dan Misinterpretasi dalam Perancangan
Masjid di Indonesia.
213
Nangkula Utaberta39
Pendahuluan
Tujuan utama penulisan artikel ini adalah menjelaskan krisis cita rasa personal yang
terjadi pada perancangan dan pembangunan Taj Mahal di Agra, India dan
pengaruhnya terhadap perancangan masjid di Indonesia. Artikel ini sangat penting
bagi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai negeri yang baru menerapkan syariat
Islam di Indonesia, agar perancangan masjidnya tidak terjebak dalam “object
centered discourse” atau diskusi yang hanya berorientasi kepada obyek. Dalam
perkembangan perancangan masjid, pendekatan yang berorientasi pada obyek
seringkali kurang melihat substansi, nilai-nilai atau prinsip-prinsip Islam sebagai
sebuah komponen penting yang seharusnya menjiwai serta mendasari sebuah
perancangan Arsitektur yang Islami.
Pembahasan artikel ini sendiri akan meliputi kesalahan persepsi terhadap Taj
Mahal, krisis pada motif personal dari Shah Jehan sebagai pembuatnya, penggunaan
bahan dan material, bagaimana perletakkan Taj Mahal dalam konteks lingkungannya
serta pelajaran dari Taj Mahal yang dapat kita pakai dalam perancangan masjid
Indonesia di masa depan.
Diharapkan dari pembahasan ini, kita akan dapat mengambil pelajaran dalam
memilih dan menggunakan bahasa Arsitektur yang lebih sesuai untuk perancangan
masjid atau bangunan dengan karakter Islam di NAD untuk masa datang. Semoga kita
tidak terjebak dalam duplikasi dan peniruan obyek atau bentuk yang akhirnya lebih
merupakan pembentukan imej tanpa melihat konteks dan fungsi dari bangunan itu
sendiri.
Kesalahan Persepsi terhadap Taj Mahal
Masalah dan isu pertama dari interpretasi masyarakat dan beberapa arsitek terhadap
Taj Mahal adalah pemahaman bahwa Taj Mahal adalah sebuah Masjid atau tempat
suci masyarakat Muslim di India. Masalah ini merupakan sebuah masalah yang
sederhana namun membawa implikasi yang sangat serius. Taj Mahal bukanlah masjid
atau bangunan suci melainkan ia adalah sebuah sebuah makam atau kuburan dari
seorang raja dari kerajaan Moghul Muslim India bersama dengan istrinya. Kenyataan
bahwa taj Mahal adalah sebuah makam dapat dilihat pada gambar interiornya
dibawah ini.
39
Nangkula Utaberta ST. M.Arch adalah seorang staf pengajar di Universitas Indonesia, pernah menjadi
staf peneliti dan staf pengajar di Universiti Teknologi Malaysia.
214
Interior dari Taj Mahal dan gambar detail dari nisan Sheh Jehan dan istrinya Mumtaz
Mahal yang menunjukkan bahwa ia adalah sebuah makam bukan Masjid.
Namun karena bentuk dan ornamentasinya ia sering disalah-artikan sebagai
masjid. Kesalahan persepsi ini menjadikan Taj Mahal banyak dijadikan referensi atau
rujukan dalam perancangan masjid atau Islamic Centre di Indonesia. Hal ini
diperparah dengan pembangunan masjid yang banyak dilakukan oleh Pemerintah
Kolonial Belanda khususnya di Aceh dan Sumatera Utara (menggantikan masjid
tradisional yang lama). Pembangunan beberapa masjid besar oleh Pemerintah
Kolonial Belanda ini kemudian menggunakan bahasa Arsitektur India Utara (Moghul)
yang merupakan bahasa “alien” atau bahasa asing bagi bangsa dan masyarakat
tradisional Indonesia. Bahasa asing ini tentu menarik karena tidak pernah terlihat
sebelumnya (kecuali oleh orang-orang yang pernah pergi ke India atau Mekkah-yang
jumlahnya dalam masyarakat sangat sedikit sekali). Bahasa baru ini kemudian
diterima, dikembangkan bahkan dijadikan “Bahasa Ideal” oleh masyarakat kita untuk
arsitektur masjid atau bangunan Arsitektur Islam lainnya. Sehingga pada perancangan
masjid atau bangunan dengan karakter Islam terasa kurang “afdhol” tanpa
penggunaan bentuk dan ekspresi sebagaimana terlihat pada Taj Mahal.
Penyalah-artian atau misinterpretasi ini memberikan pemahaman kepada kita
tentang dua hal. Yang pertama, bahwa telah menjadi sebuah pemahaman umum
bahwa bentuk masjid adalah sebagaimana Taj Mahal tersebut (artinya telah terbentuk
dalam benak masyarakat bahwa bentuk Masjid adalah sebagaimana Taj Mahal
tersebut), namun pemahaman yang kedua justru berlaku berkebalikan yaitu bahwa
pemahaman bahwa Taj Mahal adalah Masjid telah menciptakan sebuah pemahaman
tipologi Masjid yang baru, bahwa masjid seharusnya seperti Taj Mahal. Pemahaman
yang pertama melihat persepsi terhadap Taj Mahal sebagai akibat sedangkan
pemahaman yang kedua melihatnya sebagai sebab.
Baik pemahaman yang pertama maupun pemahaman yang kedua berorientasi
kepada obyek bukan kepada nilai atau apa sebenarnya menjadi ide dibalik pembuatan
Taj Mahal. Pendekatan begini tidak akan memiliki akar yang kuat selain lebih
merupakan pembentuk imej saja. Disamping itu ia tidak akan banyak berkembang
karena hanya bergerak dari satu bentuk yang satu ke bentuk yang lain tanpa sebuah
kerangka berpikir dan pijakan yang jelas.
Motif Pribadi di Balik Pembangunan Taj Mahal
Masalah dan isu berikutnya yang terjadi pada pembangunan Taj Mahal adalah motif
pribadi dibalik pembangunannya. Perlu dipahami bahwa Taj Mahal adalah sebuah
bangunan yang dibuat oleh Shah Jehan sebagai sebuah bentuk rasa cintanya kepada
istrinya Mumtaz Mahal. Bangunan ini dibuat dengan mengorbankan nyawa ribuan
rakyatnya. Menurut Rosdan Abdul Manan (salah seorang sejarawan-rekan penulis)
bahkan sebenarnya Shah Jehan berencana membuat Taj Mahal yang lain dengan
215
ukuran dan keindahan yang sama namun berwarna hitam. Namun usaha ini
digagalkan oleh anak beliau dengan mengambil alih kekuasaan dan mengasingkan
Shah Jehan dari tahtanya untuk kemudian meninggal dan dikuburkan di samping
istrinya.
Dari penjelasan diatas jelas terlihat bahwa motif di balik pembuatan Taj
Mahal adalah pribadi dan tidak ada hubungannya dengan perjuangan Islam apalagi
usaha mendefinisikan apa sebenarnya Arsitektur Islam. Karenanya ia tidak dapat
menjadi sebuah tipologi bangunan yang mencerminkan apalagi dijadikan referensi
dan bentuk ideal dari Arsitektur Islam.
Hal yang terjadi pada penafsiran orang terhadap Taj Mahal tadi merupakan
suatu hal yang penting karena ia memberikan sebuah contoh yang sangat jelas
bagaimana suatu motif pribadi dapat mempengaruhi pemahaman orang terhadap apa
yang dipahami sebagai Arsitektur Islam. Dari studi penulis tentang sejarah Islam
didapati bahwa seringkali motif pribadi atau kelompok-lah yang mempengaruhi dan
menjadi latar belakang dari lahirnya berbagai bangunan khususnya masjid. Karenanya
penting bagi kita untuk memilah-milah dan memahami situasi dan kondisi yang
menyebabkan lahirnya sebuah bangunan bukan hanya sekedar mengambil bentuk atau
ekspresinya saja
Pembahasan tentang dua permasalahan yang disebutkan sebelumnya
berbicara tentang imej Taj mahal dan implikasi yang ditimbulkannya ia belum
berbicara tentang aspek dan permasalahan fisik dari Taj Mahal sendiri. Pembahasan
masalah berikutnya akan berbicara tentang masalah yang ada pada aspek fisik dari Taj
Mahal.
Penggunaan Bahan dan Material di Taj Mahal
Pembahasan aspek fisik dari Taj Mahal akan dimulai dari bahan yang digunakan.
Sebagaimana bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan sebuah istana atau
bangunan bangsawan (feudal), bahan yang digunakan merupakan bahan yang mewah.
Taj Mahal menggunakan marmer putih (suatu bahan yang cukup mahal bahkan
hingga saat ini). Dari sini dapat kita lihat bahwa semangat yang berusaha dibangun
yaitu menonjolkan sesuatu atau menunjukkan suatu secara berlebihan.
Taj Mahal yang dibuat dari bahan yang sangat mahal dan berlebihan. Tidak sesuai
dengan semangat kesederhanaan dalam Islam.
Hal ini merupakan suatu hal yang bertentangan dengan prinsip dan semangat yang
ada dalam Islam, sebagaimana yang kita lihat pada hadith berikut ini:
216
Ibnu Said berkata:“Saya mendengar Rasulullah SAW berkata: Seseorang
yang membiarkan pakaiannya menjuntai selama sholat dengan tujuan
menyombongkan diri, Allah Yang Maha Kuasa tidak lagi berkepentingan
untuk mengampuni dan melindunginya dari neraka.40
Ibn Abi Laila berkata: Ketika Hudzaifah berada di Madinah, ia meminta
segelas air. Seorang sahabat memberikan kepadanya air di dalam wadah
perak, Ia mencampakkannya dan berkata (walaupun aku menegurnya):
“ketahuilah sesungguhnya Rasulullah SAW melarang untuk mengenakan
sutera atau brokat, dan minum dari wadah emas atau perak. Dia mengatakan
seseorang yang melakukan itu di dunia tidak akan mendapatkannya di hari
kemudian.41
Dua hadith ini menceritakan tentang bagaimana Rasulullah melarang umatnya untuk
berlebih-lebihan dalam segala hal termasuk di dalamnya bagaimana mendirikan
bangunan dan memilih bahan untuk bangunan kita. Islam berbicara tentang bahasa
arsitektural yang sederhana, rendah hati dan fungsional sebagaimana terlihat pada
hadith dibawah ini :
Annas bin Malik berkata: Rasulullah SAW suatu hari melihat sebuah
bangunan besar dengan kubah diatasnya kemudian berkata: Apakah itu ? Para
sahabat menjawab: Itu merupakan bangunan milik fulan…, salah seorang dari
kaum Anshor. Rasulullah tidak mengucapkan sepatah kata pun sehingga
menimbulkan tanda tanya besar. Ketika pemiliknya memberikan salam
kepadanya Rasulullah memalingkan wajahnya dan melangkah pergi. Si
pemilik ini mengulanginya berulangkali dan reaksi Rasulullah tetap sama,
sehingga orang tersebut menyadari bahwa kemarahan Rasulullah karena ia.
Sehingga akhirnya ia menanyakan hal tersebut kepada sahabat yang lain
dengan berkata: Saya bersumpah demi Allah bahwa saya tidak memahami
sikap Rasulullah SAW. Para sahabat menjawab ia bertindak seperti itu setelah
melihat bangunan besar dengan kubah milikmu. Sang sahabat itu kemudian
pulang ke rumahnya dan menghancurkannya sehingga rata dengan tanah.
Suatu hari Rasulullah melihat ke arah yang sama dan tidak melihat bangunan
kubah itu lagi. Ia bertanya: Apa yang telah terjadi pada bangunan berkubah
tersebut? Mereka (para sahabat) menjawab: “pemiliknya mengeluh bahwa
kau (Rasulullah SAW) memalingkan wajahmu ketika berjumpa dengannya
dan ketika kami memberitahukan sebabnya dia pun menghancurkannya.
Rasulullah berkata: “Setiap bangunan adalah fitnah bagi pemiliknya kecuali
yang tanpanya manusia tidak dapat hidup”.42
Dari hadith-hadith diatas terlihat apa sebenarnya semangat kesederhanaan dan
keindahan sebenarnya yang terdapat dalam Islam. Bahkan untuk kasus Taj Mahal
yang merupakan sebuah pemakaman Rasulullah banyak mengeluarkan hadith yang
secara tegas memberikan sebuah batasan tentang pembangunannya. Sebagaimana
dapat kita lihat pada hadith berikut:
Abu Hayyaj al-Asadi ra berkata: Ali ra berkata kepadaku bahwa aku dikirim
kepadamu pada misi yang sama dengan Rasulullah SAW untuk menyatakan
40
Sunnah Abu Dawud Vol I, Hal 167
Sunnah Abu Dawud Vol III, Hal 1053
42
Sunnah Abu Dawud Vol III hal 1444-1445
41
217
bahwa tidak sepatutnya saya meninggalkan kuburan yang tinggi tanpa
meratakannya dan meninggalkan sebuah tanda tanpa menyederhanakannya.43
Abu All Al-Hamdani berkata: Kami bersama Fudalah bin Ubaid di Rudis,
sebuah tempat di Roma. Salah seorang sahabat kami meninggal, Fudhalah
memerintahkan kami untuk menggali makamnya dan meratakannya, Ia
kemudian berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW memerintahkan untuk
meratakannya, Abu Dawud menjelaskan bahwa Rudis berada di sebuah pulau
di tengah laut.44
Jadi dari dua hadith ini jelas terlihat bahwa Rasulullah memerintahkan kita untuk
tidak melebih-lebihkan dalam mendirikan suatu makam atau kuburan. Bahkan secara
jelas beliau mengisyaratkan untuk meratakannya agar tidak terlihat sebagai suatu
bentuk kesombongan dari orang atau keluarga dari orang yang sudah meninggal. Pada
hadith yang lain Rasulullah menampakkan sebuah kekhawatiran bahwa kuburan yang
dibuat mewah tersebut kemudian akan menjadi tempat penyembahan dan ritual yang
berbau musyrik sebagaimana terlihat pada hadith beliau berrikut ini:
Diceritakan oleh ‘Urwa: Aisyah ra berkata, ketika Rasulullah SAW sedang
sakit keras beliau berkata, ‘Allah mengutuk orang yahudi dan orang kristen
karena mereka menjadikan makam dari Nabi mereka sebagai tempat
menyembah dan sholat. Aisyah menambahkan bukan karena makam nabi dan
rasul itu tidak penting tapi saya khawatir akan dijadikan sebagai tempat
menyembah dan berdoa.45
Diceritakan dari Aisyah ra: Ketika Rasulullah sedang sakit beberapa istrinya
bercerita tentang sebuah gereja yang mereka lihat di Ethiopia yang bernama
Mariya. Umi Salma dan Umi Habiba telah pergi ke Ethiopia dan keduanya
menceritakan bagaimana indahnya gereja tersebut dengan segala gambar yang
ada di dalamnya. Rasulullah mengangkat kepalanya dan berkata “Mereka
yang ketika salah seorang diantaranya meninggal, membuat penyembahan di
makamnya dan membuat gambar-gambar seperti itu diatasnya”. Mereka
adalah makhluk yang terburuk dalam pandangan Allah.46
Dari sini dapat kita lihat bagaimana kesesuaian antara pembangunan dan pemilihan
bahan Taj Mahal dengan prinsip dan nilai-nilai Islam. Taj Mahal tidak dapat
dikatakan sebagai suatu produk yang Islami karena secara jelas ia bertentangan
dengan semangat dan prinsip dasar yang coba dibangun oleh Islam. Ia hanyalah
sebuah produk masyarakat muslim di suatu negara atau kawasan tertentu yang
menunjukkan situasi dan konteks sosial dari lingkungannya.
Posisi dan Penempatan Taj Mahal terhadap Lingkungannya
Masalah lain dari perancangan Taj Mahal adalah bagaimana posisi dan penempatan
dari bangunan ini terhadap kondisi site dan lingkungan sekitarnya. Sebagaimana
gambar berikut, bangunan ini lebih terlihat sebagai sebuah monument yang berdiri
angkuh di lingkungannya dari pada sebuah bangunan yang berusaha menyatu dengan
43
Sunan Abu Dawud Vol II, hal 914-915
Sunan Abu Dawud Vol II, hal 915
45
Shahih Al-Bukhari Vol II, hal 232
46
Shahih Bukhari Vol II, hal 237
44
218
lingkungannya. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip, semangat dan nilai-nilai
Islam, karena dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan Hadith Islam berulangkali
mengajarkan untuk melihat dan menghormati alam. Allah juga mengajarkan
bagaimana manusia untuk dapat beradaptasi dan mengambil pelajaran dari berbagai
peristiwa yang ada di alam sekitarnya.
Penempatan Taj Mahal yang menentang lingkungan serta skalanya yang luar biasa
besar, lebih terlihat sebagai sebuah monument yang angkuh dan tidak manusiawi.
Skala yang grand atau monumental dari Taj Mahal menunjukkan bagaimana
bangunan tersebut berusaha menunjukkan dirinya untuk mendapatkan perhatian lebih
dari orang-orang yang melihatnya. Pembentukkan imej atau skala besar hanya
dimungkinkan ketika suatu bangunan dibuat dalam skala besar atau diletakkan di
tempat yang lebih terbuka seperti padang rumput atau di tengah danau. Fasad atau
tampak bangunan yang simetris sebagaimana biasa terlihat pada banyak bangunan
klasik jelas pada tampak bangunan ini. Tampak simetris ini seringkali merupakan
sebuah pembentukkan imej tanpa memperhitungkan fungsi dan sirkulasi di bagian
dalam bangunan. Pembuatan kesan monumental juga dibentuk dari aksis atau garis
tegas buatan yang dipaksakan sebagai suatu bentuk pemerkosaan dan penganiayaan
terhadap lahan dengan segala karakter dan keunikan yang dimiliknya.
Taj Mahal dan Pelajaran Bagi Perancangan Masjid Kita
Dari pembahasan diatas terlihat bahwa pada kasus Taj Mahal kita mendapati sebuah
pelajaran tentang bagaimana peranan dan pengaruh dari citarasa personal
mempengaruhi suatu produk bangunan Arsitektur Islam, baik dalam perancangan,
pemilihan bahan maupun perletakkan bangunannya. Banyaknya masjid atau Islamic
Centre yang dibangun Sekarang dengan menggunakan bahasa Arsitektur Taj Mahal
atau Arsitektur Mughal yang terkenal dengan kubah bawang dan ornamentasi
lengkungnya kemungkinan disebabkan oleh ketidak-tahuan dan kurangnya informasi
berkenaan dengan bangunan-bangunan tersebut dalam konteks asalnya. Penjiplakan
ini kemungkinan juga terjadi karena interpretasi dan pendekatan fisik yang banyak
dilakukan oleh para arsitek dan masyarakat terhadap bangunan-bangunan tersebut
yang dianggap sebagai produk dari kejayaan Islam karenanya dianggap
merepresentasikan Islam dalam bentuk Arsitektur.
219
Beberapa contoh masjid di Indonesia (masjid besar dan lingkungan) yang
menggunakan ekspresi dan bentuk fisik Taj Mahal seperti penggunaan kubah dan
menara sebagai bahasa arsitekturalnya.
Sudah terlalu banyak masjid yang dibuat dengan sedemikian mewah (sebagaimana
Taj Mahal) di Indoensia, penulis tidak berharap untuk menemukan lebih banyak lagi
masjid seperti ini di Aceh. Indonesia memiliki bahasa arsitektur sendiri yang dapat
kita temukan pada berbagai masjid tradisional Indonesia seperti Masjid Demak
Banten atau Masjid Limo Kaum di Madang. Bahasa Arsitektur masjid Indonesia ini
lahir dari sebuah interaksi antara prinsip dan nilai-nilai dasar Islam dengan kondisi
sosial-budaya, kemampuan teknologi dan sistem sosial masyarakat Indonesia dan
telah teruji oleh waktu mampu berfungsi sebagai masjid selama ratusan tahun.
Dengan sebuah studi yang integratif dan terperinci terhadap arsitektur tradisional ini
ditambah dengan pengembangan teknologi dan pemahaman struktur masyarakat
modern kita akan mendapatkan sebuah sistem dan pendekatan perancangan masjid
yang lebih baik bagi Indonesia.
Beberapa contoh ekspresi bangunan Masjid Nusantara (kanan-Masjid Banten dan kiriMasjid Demak)
Kita perlu melakukan penyadaran dan pembelajaran terhadap masyarakat luas tentang
berbagai fakta ini. Para penguasa tidak dapat terlalu diharapkan karena biasanya
semakin monumental suatu masjid pada masa pemerintahannya maka akan semakin
baik nama ia terukir dan dikenang orang. Para arsitek dan kontraktor sendiri juga
tidak dapat terlalu diharapkan karena semakin besar biaya dan semakin mewah suatu
bangunan maka akan semakin besarlah komisi yang mereka terima. Harapan hanya
dapat diharapkan kepada pihak-pihak yang tidak memetik keuntungan dari fenomena
pembuatan masjid-masjid mewah dan mahal ini, karenanya mari sama-sama kita
bekerja sama bagi pengoptimalan dan pengembangan masjid sebagai pusat
pembangunan masyarakat yang lebih baik.
220
Lampiran 2
Artikel untuk Aceh Institute November 2006,
Pemilihan Bahasa Arsitektur bagi Perancangan Elemen dan Wajah Kota Islami:
Studi terhadap Kekuatan serta Agenda Politik Penguasa terhadap Perancangan Kota
Baghdad, Irak
Nangkula Utaberta47
Pemilihan bahasa arsitektur merupakan sebuah elemen penting dalam perancangan
sebuah kota. Ia membentuk wajah dan imej utama dari sebuah komunitas dengan
segala aspek budaya, politik bahkan kerangka sistem sosial yang dimilikinya. Artikel
ini akan berusaha memberikan sebuah studi dari bagaimana suatu kekuatan dan
pengaruh politik dari penguasa dapat mempengaruhi pembentukan imej dari suatu
kota melalui pembentukan monumen dan landmark dari kota tersebut.
Pembahasannya sendiri akan terbagi atas penggunaan aksis yang ”keras” dalam
perancangan kota Baghdad, analisa terhadap “Victory of Arch” sebagai salah satu
elemen penting dari perancangan kota Baghdad dan Pengaruh Kemenangan Irak atas
Iran dalam Pambentukan Imej Politik Sadam Husein pada ”Muka” Kota Baghdad
Diharapkan artikel ini dapat memberikan sebuah pelajaran bagi Nangroe Aceh
Darussalam (NAD) yang mendapatkan kesempatan kedua bagi perancangan kotakotanya agar tidak terjebak pada sebuah perancangan yang hanya mengejar imej atau
motif politik tertentu saja. Penulis sengaja memilih kota Baghdad sebagai sebuah kota
yang memiliki karakter Islam yang kuat dengan segala motif politiknya dan berharap
artikel ini bisa membuka diskusi bagi perancangan kota di NAD yang jauh lebih
demokratis, rendah hati, akrab dengan alam dan bersendikan semangat kerakyatan.
Aksis yang ”Keras” dalam Perancangan Kota Baghdad
Sebelum kita bicara tentang kota Baghdad secara spesifik, mari kita lihat beberapa
kasus dari penggunaan aksis yang keras dalam perancangan sebuah kota sebagaimana
terlihat pada beberapa kota berikut:
47
Nangkula Utaberta ST. M.Arch adalah seorang staf pengajar di Universitas Indonesia,
pernah menjadi staf peneliti dan staf pengajar di Universiti Teknologi Malaysia.
221
Sebuah Rancangan Kota Berlin pada Rezim ”Hitler” yang dilakukan oleh
Albert Speers pada tahun 1940-an
Lapangan Tiananmen, Beijing: sebuah gerbang menuju Forbidden City (bagian yang
berwarna orange), dirancang kembali oleh Rezim komunis dengan menambahkan
mouseleum (makam) dan monumen Mao TseTung di bagian tengah dengan beberapa
bangunan Institusi seperti parlemen dan museum sejarah Cina di kiri dan kanan
lapangan.
Istana Versailles yang dibangun oleh Raja Louis di Prancis, penuh dengan aksis yang
keras, bentuk dan penyusunannya yang simetri memperlihatkan sebuah pemaksaan
terhadap lingkungan alaminya
222
Perancangan dan penyusunan aksis yang simetri dan keras pada Taj Mahal di Agra,
menunjukkan sebuah bahasa arsitektur yang ”angkuh” dan tidak akrab dengan
lingkungannya.
Gambar yang pertama memperlihatkan sebuah usulan perancangan kota berlin yang
dilakukan oleh Albert Speer, Sebenarnya menurut para ahli sejarah Hitler sendiri lah
yang mengawasi langsung dan memberikan ide serta prinsip perancangannya. Kubah
yang menjadi bangunan utma kota Berlin yang direncanakan ini menjadi kubah
terbesar di dunia dengan diameter lebih dari 50 M. Walaupun tidak sempat terlaksana
karena NAZI kemudian kalah perang, namun rancangan ini telah menunjukkan
bagaimana interpretasi dan persepsi seorang penguasa dengan sistem terpimpin
(diktator) dalam merancang sebuah kota dalam mengekspresikan ide dan gagasannya.
Sementara gambar kedua memperlihatkan perancangan pusat kota Beijing di Cina
yang memperlihatkan lapangan Tiananmen sebagai pintu gerbang ke Kota terlarang
(Forbidden City) yang merupakan kota kekaisaran tua Cina. Penambahan monumen
berupa makam Mao Tse Tung sebagai pemimpin besar komunis Cina memperlihatkan
bagaimana kekuatan komunis di Cina berupaya memperlihatkan esistensinya sebagai
ideologi negara.
Gambar yang ketiga memperlihatkan perancangan istana Versailles yang dibangun
oleh Kaisar Louis pada abad pertengahan. Dalam berbagai catatan sejarah kita telah
menemukan bagaimana kekejaman dan kediktatoran Raja Louis terutama Raja Louis
XV, XVI dan XVII yang melihat dirinya sebagai raja yang berkuasa atas segalanya,
termasuk hukum dan nyawa rakyatnya. aksis simetri yang dibuat, menurut banyak
catatan sejarah merujuk usaha Kaisar untuk menunjukkan supremasinya atas sistem
sosial di Prancis. Pada gambar yang terakhir memperlihatkan sebuah perancangan
lansekap dan tapak dari Taj Mahal yang berusaha memberi kesan agung dengan skala
yang sangat monumental namun memiliki semangat yang sama dengan Versailles.
Melalui keempat contoh ini, penulis berusaha memperlihatkan bagaimana suatu
pemahaman politik dan karakter pemerintahan dari suatu bangsa mempengaruhi
penggunaan aksis pada perancangan kota dan monumen pentingnya. Selain contoh
diatas masih banyak contoh perancangan kota dan tapak monumen lain yang juga
memiliki semangat yang sama, sebutlah misalnya perancangan kota Washington,
India baru (Chandigarh), beberapa negara Amerika Latin termasuk Malaysia
(perancangan Putrajaya) dan Indonesia (di daerah Monas, Senayan dsb). Contoh ini
memperlihatkan secara sederhana bahwa aksis telah menjadi sebuah bahasa arsitektur
dari sebuah pemerintahan yang diktator, feudal atau absolut. Sementara di negaranegara yang lebih demokratis seperti Inggris dan Singapura aksis ini tidak terlalu
terlihat (kecuali pada kota-kota tuanya). Hal yang sama juga terlihat pada
perancangan kota Baghdad sebagaimana terlihat pada gambar berikut:
223
Kota Baghdad yang memperlihatkan sebuah aksis yang ”keras” dan terlihat memaksa
alam agar terbentuk sesuai keinginan manusia.
Bahasa arsitektur perkotaan dengan aksis yang ”keras” ini seringkali mengabaikan
potensi dan kondisi alam dari tapak yang dibangun. Manusia seringkali merasa
dirinya ”Tuhan” dan menganggap dia berhak membentuk alam semaunya. Mungkin
pelajaran berharga dapat kita ambil dari perancangan tapak yang dilakukan oleh
seorang arsitek Amerika, Frank Lloyd Wright yang sangat menghormati tapak dan
lingkungan alami dari bangunannya sebagaimana terlihat pada beberapa gambar
berikut:
Beberapa contoh bangunan karya Frank Lloyd Wright yang memperlihatkan interaksi
positif antara bangunan dengan lingkungan alamnya.
Analisa terhadap “Victory of Arch” Sebagai Salah Satu Elemen Penting dari
Perancangan Kota Baghdad
“Victory of Arch” merupakan suatu elemen yang sangat penting dalam perancangan
kota Baghdad karena ia berbicara dan menjelaskan banyak hal tentang bagaimana
pola pikir dari pemerintah Irak terhadap pembangunan kota tersebut seharusnya.
224
Victory of Arch adalah sebuah monumen yang selesai dibangun pada tanggal 8
Agustus 198948 untuk mengenang kemenangan Iran atas Iran. Monumen ini
sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini memiliki skala yang luar biasa besar.
Lengan hingga genggaman tangan dari pemegang pedang menjulang sepanjang 16
meter. Pedangnya sendiri berdiri setinggi 40 meter diatas permukaan tanah. Bendera
kecil yang terdapat di ujung pertemuan antar dua pedang besar tersebut menjulang
setinggi 7 meter (bisa dibayangkan bagaimana besar dan megahnya monumen ini).
Victory of Arch, Baghdad, Irak.
Elemen dari monument ini sendiri terdiri atas “The Exploiding Ground” (bagian
paling dasar dari monumen) terbuat dari perunggu dengan berat 4 ton sebuah,
sementara Lengan dan gripnya dengan berat 20 ton sebuah.49 Pedang yang terhunus
terbuat dari stainless steel seberat 24 Ton sebuah. Dari sini dapat dibayangkan betapa
besar dan berat monument ini.
Namun di luar dari ukuran dan skala dari bangunan ini aspek simbolisasi dan muatan
politik dari monumen ini ternyata lebih besar. Mari kita mulai dari bagian bawah
(exploiding ground-tanah yang meledaknya dan gripnya). Bagian ini terbuat dari 5000
helm tentara Iran yang berhasil dikalahkan dan diambil langsung dari medan perang.
Hal ini sekali lagi berbicara tentang supremasi Irak atas Iran dan menunjukkan
bagaimana hebatnya negara tersebut. Pemilihan elemen lengan yang menggenggam
pedang lebih menarik lagi. Ia dibahasakan dengan begitu jelas 50 dalam bentuk lengan
dan model untuk lengan tersebut memang diambil dari lengan Presiden Sadam Husein
untuk menunjukkan kehebatan beliau dalam memimpin peperangan mengalahkan
Iran. Disini terlihat sekali motif politis pribadi dalam pembuatan monumen ini.
Elemen pedang sebagai elemen utama dari monumen ini tentu saja memegang
peranan utama dalam membahasakan apa yang diinginkan oleh penguasa Irak. Pedang
yang disimbolkan disini bukanlah pedang sembarangan namun ia adalah pedang
Qadisiyya. 51Jika kita ingat sejarah pada tahun 637 M tentara Muslim telah
mengalahkan pasukan Persia yang ketika itu merupakan salah satu kekuatan terbesar
di dunia dan menandai pembebasan sekaligus peng-Islaman Irak. Pedang tersebut
merupakan kepunyaan Sa’ad bin Abi Waqash yang secara gemilang telah memimpin
tentara Muslim. Pembuatan monumen ini membahasakan sebuah ilustrasi yang jelas
48
Pembangunannya sendiri sudah dimulai sejak 22 April 1985.
Bagian ini begitu besar hingga harus dibuat di Basingstoke, Inggris karena tidak ada pabrik
yang mampu membuatnya.
50
Dalam pembuatan monument biasanya elemen dan bagian dari monument tersebut
disamarkan atau dipenuhi dengan simbolisme demi kepentingan aspek estetikanya.
51
Karena tidak ada yang pernah melihat bagaimana bentuk asli dari pedang tersebut maka apa
yang ada pada monument tersebut hanya rekaan saja.
49
225
bahwa Sadam Husein adalah Sa’ad bin Abi Waqash pada tahun 1980. Ilustrasi ini
memperjelas kampanye yang disampaikan oleh Partai Bha’ats (partai pemerintah
Sadam Husein) bahwa perang Iran-Iraq merupakan perang Qadisiyya dari Sa’ad
“Sadam Husein” bin Abi Waqash melawan Persia (Iran direfleksikan sebagai Persia).
Pada desain awalnya kedua pedang ini tidak identik. Pedang yang satunya seharusnya
pedang dhu’l Faqar atau pedang yang digunakan oleh Rasulullah pada Perang Badar.
Untuk memperjelas pesan perang suci untuk kejayaan Islam dari monument ini.
Namun masalahnya pedang tersebut diwariskan kepada Ali bin Abi Thalib, menantu
Rasulullah dan sebagaimana kita semua ketahui bahwa Ali merupakan pujaan
sekaligus pemimpin orang-orang Syi’ah. Dan orang-orang syiah berpusat di Iran, jadi
merupakan suatu hal yang tidak logis untuk menggunakan pedang Ali untuk
membunuhi orang-orang Iran, sebagaimana yang diduga oleh Samir al Khalil berikut:
“Apakah pedang ini dalam bentuk monumennya dibangun karena alasan
keindahan (mungkin ia akan merusak simetri dari sebuah arch, terutama pada
pertemuan dimana pedang tersebut saling menyilang)? Saya tidak tahu. Dari
sudut pandang simbolisme rezim yang berkuasa sepertinya ia harus
dipertahankan. Untuk menggambarkan pemimpin Sunni Sadam Husein
membunuh orang Iran (penganut Syi’ah) dengan pedang ‘Ali akan
memberikan sebuah semangat yang sama sebagimana ia (Sadam Husein) berinagurasi (berjalan dengan gagah) di depan monumen tersebut dengan
mengendarai kuda putih (yang biasa dipakai oleh Ali).”52
Disini terlihat sekali pesan politis dari penguasa Iraq melalui monumen ini. Elemen
yang digunakan adalah elemen dan bahasa Islam namun pesan yang disampaikan
adalah agenda politis dari penguasa. Hal ini memberikan sebuah pemahaman akan
peranan sebuah pesan politis dalam pembentukan imej tentang apa yang dipahami
sebagai produk yang islami.53 Jika kita hanya melihat obyeknya saja maka kita akan
kehilangan apa sebenarnya esensi dari pembangunan monumen ini dengan melihatnya
sebagai produk Arsitektur Islam.
Pengaruh Kemenangan Irak atas Iran dalam Pambentukan Imej Politik Sadam
Husein pada ”Muka” Kota Baghdad
Isu ketiga adalah bagaimana kemenangan Irak atas Iran diangkat sebagai pembentuk
imej pemerintahan Sadam Husein yang berkaitan dengan pembangunan kota
Baghdad. Apa yang tertera dalam monumen “Victory of Arch” merupakan suatu
contoh dari pengaruh kemenangan Irak atas Iran ini. Jika kita perhatikan ilustrasi dan
gambar-gambar dibawah ini kita yang banyak terdapat di seantero kota Baghdad,
akan memberikan sebuah pemahaman tentang bagaimana sebenarnya ide dan pesan
politis dari penguasa membentuk kota Baghdad sebagaimana pesan yang disampaikan
melalui Victory of Arch tadi.
52
“Was this sword eliminated in built version of the monument for aesthetic reason (perhaps
it spoiled the symmetry of the arch, especially at the apex where the swords cross)? I don’t
know. From the point of view of the regime’s own symbolism, however, it ought to have been
retained. To depict the Sunni leader Sadam Husein killing Iranians with the swords of ‘Ali’
would be in the same spirit as having him inaugurate the monument by riding under it on a
white stallion.”-Lihat Samir al Khalil, The Monument: Art, Vulgarity and Responsibility in
Iraq, hal 11.
53
Kasus serupa dapat kita temui dalam berbagai kasus dari produk Arsitektural yang dainggap
Islami.
226
Beberapa propaganda yang berusaha menyetarakan antara Sadam Husein dengan
Sa’ad bin Abi Waqash (Pembebas Irak dari Persia).
Dari penjelasan inilah kita dapat melihat korelasi kuat antara unsur dan motif politik
praktis serta pembentukkan imej dari sebuah kekuatan politik terhadap perwajahan
sebuah kota.
Beberapa gambar yang menunjukkan usaha pemerintah Sadam Husein untuk
mengangkat citra dan Imej Sadam sebagai tokoh utama Iraq.
Sebuah Pelajaran Bagi Perancangan Kota dan Perwajahan Aceh.
Penjelasan sederhana diatas mengajarkan sebuah pelajaran berharga kepada kita
bahwa pembentukan sebuah kota Muslim seperti Baghdad yang seharusnya merujuk
kepada prinsip dan nilai-nilai dasar Islam sebagaimana yang terdapat dalam AlQur’an dan hadith justru menjadi sarana bagi penguasa untuk mendongkrak
popularitas dan menanamkan doktrinasi kepada masyarakatnya. Penjelasan diatas
juga mengajarkan kepada kita untuk secara hati-hati mepergunakan aksis sebagai
sebuah bahasa arsitektur khususnya dalam perancangan kota dan kawasan, karena
bisa jadi pendekatan yang kita lakukan justru merusak lahan berorientasi kepada
arsitektur feudal dan diktator di masa lampau.
Dalam perancangan kota dan pengolahan sebuah tapak, apalagi ketika harus
mengangkat nilai-nilai dan prinsip luhur dari Islam, kita perlu memperhitungkan
konteks sosial-masyarakat yang ada, respon terhadap kondisi alami yang ada pada
lahan dan bagaimana kerangka historis dari daerah tersebut. Simbolisasi dan
pembentuk imej yang seringkali menghabiskan banyak biaya harus dihindarkan.
Desain harus dikembalikan dalam kerangka berpikir dan karakter nilai-nilai dan
prinsip dari Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
Motif-motif politik yang bertujuan melanggengkan kekuasan harus sama-sama kita
cegah. Desain harus mencerminkan sebuah hubungan yang sehat antara penguasa
dengan rakyatnya. Segala kebijakan berkenaan dengan perancangan kota dan tapak
harus dikembalikan kepada semangat pelayanan publik, peningkatan hubungan
sesama manusia, pendekatan pada Allah SWT dan pemeliharaan dan pelestarian alam
sekitar. Semoga NAD dapat mengambil pelajaran dari kegagalan perancangan kota
Baghdad dan kota-lain (yang sudah mulai menampakkan berbagai masalah saat ini)
227
dan menghasilkan sebuah perancangan yang lebih akrab dengan lingkungan,
demokratis dan menjunjung nilai-nilai dan prinsip dasar Islam.
228
Download