Rekonstruksi Pemikiran, Filosofi Dan Perancangan Arsitektur Islam Berbasiskan Al-Qur’an Dan Sunnah Nangkula Utaberta1 Abstrak Banyak perancangan dan pemikiran Arsitektur Islam lahir dari sebuah duplikasi dan peniruan terhadap bentuk-bentuk, elemen dan ornamentasi dari bangunan yang dianggap sebagai produk dari Masyarakat Muslim. Pendekatan ini seringkali terbatasi dengan penggunaan simbol-simbol atau bentuk fisik yang dianggap merepresentasikan Islam dan biasanya berasal dari Timur Tengah. Pada perancangan masjid misalnya, pendekatan yang berorientasi pada fisik biasanya menekankan perlunya kubah, menara atau mihrab sebagai elemen yang wajib ada pada sebuah masjid. Paper ini akan berusaha menggali pemikiran, filosofi dan perancangan yang berasal dari nilai dan prinsip dasar dari Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah untuk kemudian diinterpretasikan dan diterapkan dalam perancangan Arsitektur Islam yang sesuai dengan semangat zaman, tempat dan kondisi sosial masyarakat. Diharapkan kajian ini akan membuka diskusi yang lebih luas bagi pengembangan berbagai perancangan dan pemikiran Arsitektur Islam khususnya di Aceh yang lebih ber-nilai, progresif dan integratif di masa depan Pendahuluan Tujuan utama dari paper ini adalah menjelaskan beberapa prinsip dan nilai-nilai yang dapat menjadi dasar bagi pembentukan kerangka pemikiran,ide-ide dan filosofi Arsitektur Islam. Pembahasannya sendiri akan terbagi atas prinsip pengingatan pada Tuhan, prinsip pengingatan pada ibadah dan perjuangan, prinsip pengingatan pada kehidupan setelah mati, prinsip pengingatan akan kerendahan hati, prinsip pengingatan akan wakaf dan kesejahteraan publik, prinsip pengingatan terhadap toleransi kultural, prinsip pengingatan kehidupan yang berkelanjutan dan prinsip pengingatan tentang keterbukaan. Pada bagian akhir akan dilampirkan beberapa artikel yang penulis tulis bagi Aceh Institute sebagai contoh aplikasi dari nilai-nilai yang dibahas pada paper ini. Diharapkan kajian ini dapat menjadi dasar bagi pembahasan dan pengembangan pemikiran,ide-ide dan kerangka filosofi Arsitektur Islam di masa depan. Prinsip Pengingatan kepada Tuhan Melalui berbagai firmannya Allah banyak mengingatkan kita untuk lebih banyak berkontemplasi merenungi ciptaan-Nya di alam ini. Melalui berbagai ayat Al-Qur’an, Ia banyak mengajak kita untuk merenungi penciptaan alam dan mengambil pelajaran dari makhluk ciptaan-Nya tersebut. Sebagaimana terlihat pada beberapa ayat berikut ini: And is He Who spread out the Earth, and set thereon mountains standing firm, and (flowing) rivers: and fruit of every kind He made in pairs, two and two: He drawled the night as a veil o’er Day. Behold, verily in these things there are Signs for those who consider! 1 Nangkula Utaberta ST. M. Arch, adalah staf pengajar di Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Jakarta, saat ini sedang menyelesaikan PhD di Jabatan Seni Bina, Fakulti Alam Bina, Universiti Teknologi Malaysia 191 And in the earth are tracts (diverse though) neighboring, and gardens of vines and fields sown with corn, and palm trees-grown out of single roots o otherwise: watered with same water, yet some of them We make more excellent others to eat. Behold, verily in these things.2 Alam merupakan bukti dari kebesaran dan ke-Maha Agungan-Nya, dengan memperhatikan alam maka akan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepadaNya. Hal ini telah ditegaskan oleh Frank Lloyd Wright 3 melalui berbagai tulisan beliau, sebagaimana terlihat berikut ini: “True education is a matter of seeing in, not merely seeing at. Seeing in means seeing nature. Now when popular education uses the world nature, it may mean the elements; it may mean animal life; it means pretty much from the; waist down. Whereas nature with a capital “N”- I am talking about the inner meaning of the word Nature-is all the body of god we’re ever going to see. It is practically the body of God for us. By studying that nature we learn who we are, what we are, and how we are to be.”4 Karenanya sangat penting bagi kita untuk memperlihatkan kebesaran alam sebagai ciptaan langsung dari Allah jika dibandingkan dengan bangunan atau produk ciptaan manusia. Perancangan bangunan dan perkotaan haruslah berusaha mendekatkan penghuninya dengan suasana yang lebih alami dan dekat dengan alam. Makhluk ciptaan Allah seperti pepohonan, rumput dan bunga-bungaan haruslah mendominasi sebuah perancangan bangunan,perumahan atau perkotaan yang Islami. Pada perancangan bangunan dan perancangan perkotaan dewasa ini, prinsip yang lebih mengutamakan penjagaan terhadap alam seringkali ditinggalkan. Para pengembang dan arsitek lebih memilih untuk meratakan lahan, menghancurkan alamnya, baru kemudian mendirikan bangunan sesuai keinginannya. Bagian yang alami kemudian dibuat terpisah dalam bentuk taman buatan di sekitar bangunan.Kita akan melihat bagaimana manusia menjajah alam melalui usaha pengasingan elemenelemen alam tersebut dari produk ciptaan manusia. Suatu contoh yang cukup baik dari segi pengintegrasian alam dengan bangunan dapat dilihat pada perancangan bangunan yang dilakukan oleh Frank Lloyd Wright. Pada perancangan bangunannya, Wright tidak serta-merta meratakan tanah dan lahan yang akan dibangunnya namun beliau secara hati-hati memilih pohon atau elemen alami yang dapat digunakan sebagai elemen utama dari bangunannya. Setelah itu beliau akan secara hati-hati juga menyusun massa bangunan diantara elemen alam tersebut. Dalam memilih bahan bangunan dan ornamentasi pun beliau secara hati-hati mengambil elemen dengan karakter yang sesuai dengan kondisi alam sekitarnya. Berbeda dengan perancangan bangunan besar seperti istana atau bangunan klasik yang mementingkan aspek simetrifitas dan tampak bangunan,bangunan karyaWright lebih bergerak secara organik, asimetri dan berorientasi pada ruang di bagian dalam bangunannya. Sebagaimana terlihat pada beberapa contoh bangunan beliau berikut ini: 2 QS Ar-Rad 3-4 Salah satu arsitek terbesar di dunia, yang banyak mempropagandakan sebuah arsitek yang dekat dengan alamnya, contoh bangunan dan pemikiran beliau akan banyak menjadi rujukan dalam paper ini. 4 Wright, Frank Lloyd, Truth Against the World, hal 269 3 192 Contoh beberapa bangunan yang dirancang oleh Frank Lloyd Wright Hasil dari pendekatan perancangan ini sungguh luar biasa, bangunan akan menyatu dengan alam sekitarnya. Elemen alam akan terlihat mendominasi sementara bangunan akan terlihat merendah dan berdiri serasi dengan lingkungannya. Walaupun Frank Lloyd Wright bukanlah seorang Muslim namun metode dan pendekatan perancangan beliau terlihat lebih islami dibandingkan banyak arsitek Muslim yang hanya mengutamakan simbol-simbol Islam dibandingkan substansi ajarannya. Selain perancangan dan pembentukan masa bangunan, elemen alam seperti cahaya matahari, aliran udara, suara-suara alam dan gemericik air perlu diintegrasikan ke dalam bangunan. Bangunan sedapat mungkin harus menggunakan sumber energi yang ramah dengan lingkungannya. Penggunaan pencahayaan dan pengudaraan buatan yang dapat merusak lingkungan perlu dihindari dan efek negatifnya perlu diminimalisir sehingga tercipta hubungan yang serasi antara manusia dengan alam sekitarnya sebagai sarana pembentukan kecintaan kita kepada Tuhan. Prinsip Pengingatan pada Ibadah dan Perjuangan Islam merupakan agama yang sangat berbeda dengan agama lain karena tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, namun juga mengatur bagaimana hubungan sesama manusia dalam konteks hubungan dengan Tuhannya. Secara teoritis dan praktis prinsip ini cukup kompleks karena ia tidak hanya berbicara tentang aspek ibadah saja namunjuga berbicara mengenai muamalat dan perjuangan perbaikan kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena konsep ibadah dalam Islam menyatu dengan keseharian kehidupan Muslim itu sendiri. Hal ini terlihat dari Firman Allah berikut ini: Alif, Lam, Mim. This is the Book; in it is guidance sure, without doubt, to those who fear Allah; Who believe in the Unseen, are steadfast in prayer, and spend out of what We have provided for them; And who believe in the Revelation sent to thee, and sent before thy time, and (in their hearts) have the assurance of the Hereafter. They are on (true) guidance, from their Lord, and it is these who will prosper.5 The believers must (eventually) win through,- Those who humble themselves in their prayers; Who avoid vain talk; Who are active in deeds of charity; Who abstain from sex, Except with those joined to them in the marriage bond, or (the captives) whom their right hands possess,- for (in their case) they are free from blame, But those whose desires exceed those limits are 5 QS Al Baqarah 1-5. 193 transgressors;- Those who faithfully observe their trusts and their covenants; And who (strictly) guard their prayers;- These will be the heirs.6 Rasulullah sendiri melalui berbagai hadith beliau secara tegas menjelaskan bahwa seorang Muslim bukanlah seorang individu yang berdiri sendiri dan mencari keimanan dan ketakwaan untuk dirinya sendiri. Seorang Muslim adalah bagian dari masyarakatnya karenanya ia perlu berjuang demi kebaikan dan kesejahteraan masyarakatnya, sebagaimana terlihat pada beberapa hadith berikut: Abu al-Darda’ reported the Apostle of Allah (may peace be upon him) as saying: Shall I not inform you of something more excellent in degree than fasting, prayer and almsgiving (sadaqah)? The people replied: Yes, Prophet of Allah! He said: it is putting things rights between people, spoiling them is the shaver (destructive).7 Abu Dhar reported the Apostle of Allah (may peace be upon him) as saying: He who separates the community within a span takes off the noose of Islam from his neck.8 Dalam dunia arsitektur, hal merupakan suatu prinsip yang membawa implikasi sangat besar. Dalam perancangan masjid misalnya, ide tentang prinsip ibadah dan perjuangan menjadikan masjid bukan hanya sekedar tempat sholat dan ibadah ritual saja. Namun juga berperan sebagai pusat kegiatan sehari-hari dan pusat interaksi serta aktivitas dari komunitas Muslim di kawasan tersebut. Hal ini berarti perancangan ruang-ruang suatu masjid haruslah dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan aktivitas di luar aktivitas ritual seperti sholat atau i’tikaf memungkinkan untuk dijalankan. Aktivitas seperti olah-raga, seminar, diskusi keagamaan, sekolah dan pusat pendidikan, perpustakaan, aktivitas perniagaan dan kegiatan yang dapat memperkuat ukhuwah dan silaturahmi seharusnya mendapat porsi perhatian yang cukup sebagaimana aktivitas ritual tadi. Karenanya masjid seharusnya dirancang agar mampu menarik perhatian dan mengundang jama’ah untuk bergabung dan beraktivitas di dalamnya. Masjid bukanlah monument atau bangunan suci yang justru diletakkan terpisah dan terasing dari masyarakatnya. Ia haruslah menjadi pusat aktivitas yang menyatukan dan menjadi sarana dari berbagai kegaiatan masyarakat karenanya elemen-elemen seperti pagar dan dinding bangunan seharusnya lebih terbuka dan memberi kesan mengundang daripada melarang orang untuk masuk ke dalamnya. Karakter masjid sebagaimana disebutkan diatas cukup unik dibandingkan bangunan peribadatan yang lain seperti gereja atau kuil. Pada bangunan gereja atau kuil, ruang dalam bangunan haruslah sedapat mungkin dibuat setenang dan sekhidmatmungkin sehingga orang dapat khusyuk beribadah, sementara pada bangunan masjid harus dipisahkan antara bagian yang memungkinkan ibadah secara khusyuk dengan bagian yang memungkinkan pergerakan dan aktivitas yang lebih bebas. Karenanya diperlukan perancangan dan zoning yang lebih jelas dan dinamis. Prinsip Pengingatan pada Kehidupan Setelah Kematian 6 QS Al Mu’minun 1-10. Sunan Abu Dawud Vol.III, hal 1370 8 Sunan Abu Dawud Vol.III, hal 1332 7 194 Prinsip ini adalah prinsip yang sangat penting namun sering dilupakan oleh banyak orang. Kematian dankehidupan setelah mati menjadi salah satu pilar penting dari prinsip hidup, filosofi, dan keimanan dalam Islam. Seringkali sebagai seorang manusia kita dilenakan dengan kesibukkan di dunia ini, lalu melupakan bahwa kita akan mati. Dalam prinsip keimanan Islam dinyatakan bahwa setelah kematian setiap orang akan mendapatkan balasan dari perbuatannya di dunia.Dalam berbagai ayatNya Allah SWT banyak mengingatkan manusia untuk mempersiapkan bekal bagi menghadapi kehidupan setelah mati dengan memperbanyakkan amalan di dunia ini. Hal ini terlihat pada beberapa ayat berikut: It is not righteousness that ye turn your faces Towards east or West; but it is righteousness- to believe in Allah and the Last Day, and the Angels, and the Book, and the Messengers; to spend of your substance, out of love for Him, for your kin, for orphans, for the needy, for the wayfarer, for those who ask, and for the ransom of slaves; to be steadfast in prayer, and practice regular charity; to fulfil the contracts which ye have made; and to be firm and patient, in pain (or suffering) and adversity, and throughout all periods of panic. Such are the people of truth, the Allah-fearing.9 Those who leave their homes in the cause of Allah, and are then slain or die,On them will Allah bestow verily a goodly Provision: Truly Allah is He Who bestows the best provision.10 Rasulullah sendiri juga banyak mengingatkan kita akan pentingnya bagi kita untuk berhati-hati dalam kehidupan kita bagi mempersiapkan kehidupan yang akan kita lalui setelah mati sebagaimana terlihat pada hadith berikut ini: Anas b. Malik reported: There passed a bier (being carried by people) and It was lauded in good terms. Upon this the Apostle of Allah (may peace be upon him) said: It has become certain, it has become certain, it has become certain. And there passed a bier and it was condemned in bad words. Upon this the Apostle of Allah (may peace be upon him) said: It has become certain, it has become certain, it has become certain. ‘Umar said: May my father and mother be ransom for you! There passed a bier and it was condemned in bad words, and you said: It has become certain, it has become certain, it has become certain. Upon this the Messenger of Allah (may peace be upon him) said: He whom you praised in good terms, Paradise has become certain for him, and he whom you condemned in bad words, Hell has become certain for him. You are Allah’s witnesses in the earth, you are Allah’s witnesses in the earth, you are Allah’s witnesses in the earth.11 Pemakaman merupakan salah satu bentuk arsitektur dari prinsip ini. Agak sulit menemukan literatur berkenaan dengan teori dan konsep pemakaman dalam konteks Arsitektur Islam karena biasanya dianggap tabu atau tidak penting. Namun kalau kita lihat berbagai hadith Rasulullah berikut ini, kita akan mendapati bahwa pemakaman merupakan elemen yang sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian yang cukup serius. 9 QS Al-Baqarah: 177 QS Al-Hajj: 58 11 Sahih Muslim Vol. II, hal 451 10 195 It is narrated on the authority of ‘Amir ibn Rabi’a (may Allah be pleased with him) that the Prophet (may peace be upon him) said: Whenever you see a funeral procession, stand up for that until it moves away or is lowered on the ground.12 It is reported on the authority of Ibn Juraij that the Holy Prophet (may peace be upon him)said: Should anyone amongst you see a bier he must stand up so long as it is within sight in case he does not intend to follow it.13 Pemakaman merupakan suatu bangunan yang penting,karena ia dibangun bukan untuk orang yang sudah mati namun sebagai pengingatan bagi orang yang masih hidup. Karenanya perletakkan pemakaman haruslah diletakkan di tempat yang mudah terlihat dari kehidupan sehari-hari. Manusia perlu untuk senantiasa diingatkan bahwa mereka akan mati sehingga lebih berhati-hati dan lebih tenggang rasa dengan masyarakat sekitarnya. Apabila lahan yang mahal menjadi alasan dari pemilihan lokasi untuk perletakkan pemakaman maka mungkin dapat digunakan simbol atau monumen untuk mengindikasikan bahwa di tempat tersebut terdapat pemakaman. Mengingat pentingnya pemakaman bagi kehidupan keseharian sebagaimana dijelaskan diatas. Pemakaman perlu dirancang dan didesain sehinggamemudahkan orang untuk datang dan berziarah disana. Perlu juga disediakan fasilitas yeng mendukung fungsi utama ini seperti toilet dan ruang-ruang untuk bersitirahat. Perlu juga disediakan ruang-ruang yang dapat digunakan secara khusyuk bagi orang-orang untuk mengingat kematian dan meningkatkan ketaqwaan. Prinsip Pengingatan akan Kerendahan Hati Islam mengajarkan seorang Muslim untuk merendahkan diri di hadapan Tuhannya. Seorang pemimpin haruslah merendahkan dirinya di hadapan orang yang dia pimpin. Seorang panglima harus merendahkan diri dari tentara yang dipimpinnya. Pelajaran akhlak ini terlihat dengan jelas dari keseharian Rasulullah SAW, sebagaimana terlihat pada hadith berikut: Narrated Anas bin Malik: While we were sitting aith the Prophet in the mosque, a man came riding on camel. He made his camel kneel down in the mosque, tied its foreleg and then said: “Who amongst us you is Muhammad?” At that time the Prophet was sitting amongst us (his Companions) leaning on his arm. We replied, “This white man reclining on his arm. The man then addressed him, “O Son of ‘Abdul Muttalib.” The Prophet said , “I am here to the Prophet “I want to ask you something and will be hard in questioning. So do not angry want.” The man said, “I ask you by your Lord, and the Lord of those who came before, has Allah sent you as an Apostle to all the mankind?” The Prophet 1 replied, “By Allah, yes.” The man further said, “I ask you by Allah. Has ordered you to observed fasts during this month of the year (i.e Ramadan)?” He replied. “By Allah, yes.” The man further said, “I ask you by Allah/ has Allah ordered you to Zakat from from our rich people and distribute it to amongst our poor people?” The Prophet replied, “By Allah, yes.” There upon that man said, “I believe in 12 13 Sahih Muslim Vol. II, hal 454 Sahih Muslim Vol. II, hal 454 196 all that with which you have been sent by my people as a messenger, and I am Dimam bin Tha’laba from the brothers of Bani Sa’ad bin Bakr.”14 Dari hadith ini terlihat bahwa orang yang ingin bertemu dengan Rasulullah tersebut tidak dapat mengenali Rasulullah diantara para sahabatnya. Dari sini dapat kita asumsikan bahwa rasulullah pasti tidak berbeda dengan sahabat yang lain. Ia tidakmengenakan mahkota, tidak mengenakan baju kebesaran, tidak duduk di tempat yang khusus melainkan bercampur dan berpenampilan sebagaimana sahabat yang lain. Dari sini terlihat akhlak kerendahan hati Rasulullah dan bagaimana iamenghormati para sahabatnya sebagai saudara se-iman. Pada beberapa kisah dibawah ini diceritakan beberapa kisah tentang kerendahan hati Rasulullah yang walaupun menjadi seorang pemimpin tetap memperhatikan dan mengasihi orangorang yang dipimpinnya. It is narrated on the authority of Abu Huraira that a dark-complexioned woman (or a youth) used to sweep the mosque. The Messenger of Allah (may peace be upon him) missed her (or him) and inquired about her (or him). The people told him that she (or he) had died. He asked why they did not inform him, and it appears as if they had treated her (or him) or her (or his) affairs as of little account. He (the Holy Prophet) said: Lead me to her (or his) grave. Their led him to that place and he said prayer over her (or him) and then remarked: Verily, these graves are full of darkness for their dwellers. Verily, the Mighty and Glorious Allah illuminates them for their occupants by reason of my prayer over them.15 Narrated Ibn ‘Abbas A person died and Allah’s Apostle used to visit him. He died at night and (the people) buried him at night. In the morning they informed the Prophet (about his death). He said, “What prevented you from informing me?” They replied, “It was night and it was a dark night and so we dislike to trouble you” The Prophet went to his grave and offered the (funeral) prayer.16 Dalam dunia arsitektur prinsip ini membawa implikasi yang sangat besar. Ia berbicara tentang bagaimana seharusnya kita meletakkan dan menyusun massa bangunan dalam konteks lingkungannya. Ukuran bangunan sebagaimana kita belajar dari penampilan Rasulullah tadi tidak seharusnya berdiri terlalu besar secara kontras dibandingkan bangunan sekitarnya. Pemilihan bahan dan material bangunan pun harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terkesan terlalu mewah yang akhirnya akan banyak menghabiskan uang untuk perawatannya. Kesan monumental pada bangunan (biasanya terjadi pada Masjid atau bangunan pemerintahan) yang seringkali justru menyebabkan pemborosan lahan dan menghabiskan banyak biaya harus dihindari karena ia akan memberikan imej yang negatif terhadap Islam (sebagai agama yang feudal, penuh dengan pemborosan, haus kekuasaan dan terbelakang),namun kita harus berusaha memberikan imej Islamsebagai agamayang demokratis, progresif dan siapmenerima berbagai perubahan. Bangunan pun tidak seharusnya mengacaukan komposisi alami dari lingkungan alaminya dengan memaksakan komposisi simetri yang seringkali justru dipaksakan demi alas an simbolik atau formalitas saja. 14 Sahih Muslim Vol. II, hal 453 Sahih Muslim Vol. II, hal 453 16 Sunan Abu Dawud Vol.2, hal 192 15 197 Beberapa contoh bangunan yang dibangun secara monumental (dari kiri ke kanan): Atas:Taj Mahal di India, Versailles di Prancis. Bawah: Perancangan Kota Berlin oleh Hitler dan Kota Forbidden City di Cina. Dalam perancangan rumah sendiri, hadith berikut ini secara tergas menjelaskan tentang prinsip kerendahan hati ini: Anas bin Malik said: the Apostle of Allah (may peace be upon him) came out and seeing a high-domed building and said: What is it? His companions replied to him: It belongs to so and so, one of the Ansar. He said: He said nothing but kept the matter in mind. When its owner came and gave him a salutation among the people, he turned away from him. When he had done several times, the man realized that anger was connected with him and the turning away was because of him. So he complained of that to his companions, saying: T swear by Allah that I cannot understand the Apostle of Allah (may peace be upon him). They said: He, went out and saw your domed building, so the man returned to it and demolished it, leveling it to the ground. One day the Apostle of Allah (may peace be upon him) came out and did not see it. He asked: What has happened to the domed building? They replied: Its owner complained to us of your turning away, and when we informed him about it, he demolished it. He said: Every building is a misfortune for its owner, except what cannot, meaning except what cannot be done without.17 17 Sunan Abu Dawud, Vol. III, hal 1444-1445 198 Prinsip Pengingatan akan Wakaf dan Kesejahteraan Publik Sebagaimana semangat dan prinsip yang telah disebutkan sebelumnya, Islam mengajarkan agar umatnya berinteraksi dan saling menolong dalam masyarakat. Islam tidak pernah memerintahkan umatnya untuk menyendiri dan mencari keshalehan untuk dirinya sendiri. Dalam Islam terdapat beberapa amalan pribadi seperti I’tikaf dan sholat sunnah namun kesemuanya dibingkai oleh kerangka kehidupan bermasyarakat. Karenanya aktivitas dan fasilitas sosial merupakan suatu elemen penting dalam kehidupan masyarakat Muslim. Hal ini dapat dilihat pada beberapa hadith berikut: Abu Shuraih att-Ka’bi reported the Apostle of Allah (may peace be upon him) as saying: He who believes in Allah and the last Day should honour his guest. Provisions for the road are what will serve for a day and night hospitality extends for three days; what goes after that is sadaqah (charity). And it is not allowable that a guest should stay till he makes himself an encumbrance.18 Narrated Abu Huraira: Allah’s Apostle (may peace be upon him) said, “The poor person’s is not the one who goes round the people and ask them for a mouthful or two (meals) o a date or two but the poor is that who has not enough (money) to satisfy his needs and whose condition is not know to others that others may give him something in charity, and who does not beg of people.19 Dari hadith ini terlihat bahwa Rasulullah sangat memperhatikan kehidupan sosial dari umatnya. Pada hadith yang pertama rasulullah mengajarkan kita untuk menghormati tamu dan menjaga fasilitas umum, ini menunjukkan bagaimana Islam sangat menggalakkan kegiatan dan aktivitas sosial. Hadith yang kedua menyuruh kita agar memperbanyak sedekah dan kontribusi kepada masyarakat melalui sebuah perumpamaan yang unik. Dari sini kembali terlihat bagaimana perhatian Islam terhadap kehidupan bermasyarakat umatnya. Pentingnya menjaga fasilitas sosial dan anjuran untuk melakukan kegiatan sosial juga dapat dilihat pada beberapa hadith berikut ini: Abu Sa’id al-Khudri reported the Apostle of Allah (may peace be upon him) as saying: Avoid sitting in the roads. The people said: Apostle of Allah I must have meeting places in which to converse. The Apostle of Allah (may peace be upon him) said: If you insist on meeting, give the road its due. They asked: What it the due of roads, Apostle of Allah? He replied: Lowering the eyes, removing anything offensive, returning salutations, commanding what is reputable and forbidding what is disreputable.20 ‘Umar b. al-Khattab quoted the Prophet (may peace be upon him) as saying on the same occasion: Help the oppressed (sorrowful) and guide those who have lost their way.21 Dalam dunia arsitektur prinsip ini membawa implikasi yang sangat besar. Yang pertama, bahwa fasilitas umum dan fasilitas sosial perlu mendapatkan prioritas yang utama. Berbeda dengan perancangan bangunan dewasa ini yang seringkali 18 Sunan Abu Dawud, Vol.III, hal 1058 Sahih Al Bukhari, Vol.II, hal 324 20 Sunan Abu Dawud, Vol. III, hal 1346 21 Sunan Abu Dawud, Vol.IV, hal 1347 19 199 mengutamakan aspek komersial dari suatu bangunan dengan mengetepikan fasilitas dan kebutuhan umum untuk masyarakat. Dalam sebuah mall seringkali fasilitas umum seperti tempat bermain anak, tempat duduk, taman atau masjid menjadi bagian dari bangunan yang terpinggirkan karena dianggap tidak memiliki nilai komersial. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip dan hadith diatas, sehingga kita perlu merekonstruksi pola pikir dan pemahaman kita dari sebuah pola perancangan yang berorientasi kepada materialistik ke pemikiran yang lebih sosial dan mengutamakan kepentingan publik. Bangunan-bangunan yang merupakan institusi sosial seperti rumah jompo, rumah orang cacat dan orang-orang yang miskin perlu ditingkatkan fasilitasnya. Masyarakat digalakkan untuk saling membantu tanpa kecuali termasuk terhadap orang-orang di luar Islam. Islam menggalakkan tanggung jawab komunitas bukan hanya perseorangan. Prinsip Pengingatan terhadap Toleransi Kultural Sejarah telah mencatat Islam sebagai satu-satunya agama yang memiliki toleransi yang luar biasa. Di negara-negara dimana Islam menjadi umat mayoritas, toleransi dan kerjasama antara satu agama dengan agama yang lain berjalan dengan baik dan berkembang. Hal ini membuktikan bagaimana Islam sebagai sebuah sistem hidup menjadi rahmat bagi seluruh alam sebagaimana dinyatakan oleh Allah berikut ini: We sent thee not, but as a Mercy for all creatures.22 We have not sent thee but as a universal (Messenger) to men, giving them glad tidings, and warning them (against sin), but most men understand not.23 Sikap toleransi Rasulullah terlihat jelas pada hadith berikut: It is narrated on the authority of Ibn Abu Laila that while Qais b. Sa’d and Sahl b. Hunaif weer both in Qadisiyya a bier passed by them and they both stood up. They were told that it was the bier of one of the people of the land (non_Muslim). They said that a bier passed before the Holy Prophet (may peace be upon him) and he stood up. He was told that he (the dead man) was a Jew. Upon this he remarked: Was he not a human being or did he not have a soul? And in the hadith transmitted by ‘Amr b. Murra with the same chain of transmitters, (the words) are: “There passed a bier before us”.24 Sejarah telah mencatat bagaimana bencinya umat Yahudi kepada Rasulullah dan umatnya hingga hari ini. Namun pada hadith diatas terlihat bagaimana penghormatan dan penghargaan Rasulullah kepada mereka. Bahkan kepada orang yang sudah mati sekalipun. Allah telah menciptakan manusia terdiri dari berbagai bangsa dan ras, namun hal ini tidak menjadi sumber perpecahan karena dalam Islam ukuran derajat seseorang di mata Allah terletak pada ketaqwaan dan keimanannya sebagaimana terlihat pada ayat berikut: O mankind! We created you from a single (pair) of a male and a female, and made you into nations and tribes, that ye may know each other (not that ye may despise (each other). Verily the most honoured of you in the sight of 22 QS Al-Anbiya: 107 QS Saba: 28 24 Sahih Muslim Vol. II, hal 454 23 200 Allah is (he who is) the most righteous of you. And Allah has full knowledge and is well acquainted (with all things).25 Ayat tersebut juga mengajarkan kita untuk saling mengenal satu sama lain dan bekerja sama bagi kesejahteraan bersama. Dalam Arsitektur, hal ini menegaskan akan kewajiban kita untuk menghormati budaya dan kehidupan sosial masyarakat dimana bangunan tersebut berdiri. Selama tidak bertentangan dengan Islam kita diperbolehkan mempergunakan bahasa arsitektur masyarakat setempat dengan memanfaatkan potensi dan material yang ada di tempat tersebut. Hal ini tentu menjadi prinsip yang menjamin flesibilitas perancangan bangunan dalam Islam. Dalam perancangan masjid misalnya, dari hasil kajian yang luas di berbagai negara terhadap perancangan sebuah masjid, kita akan mendapati berbagai variasi dan kreasi yang sungguh luar biasa. Masjid dibuat dengan teknologi, biaya dan sumber daya yang disesuaikan dengan kondisi regional dimana ia berdiri, tanpa sebuah keharusan untuk meletakkan elemen tertentu. Dari sini perancangan masjid yang bercorak Timur Tengah di negara yang beriklim tropis seperti Indonesia dan Malaysia tentu harus dikaji kesesuainnya. Berbagai bentuk tipologi masjid di berbagai negara (dari kiri ke kanan), atas: tipologi masjid di tanah Arab, tipologi masjid di Afrika, Tipologi Masjid di Turki dan Anatolia, Tipologi Masjid di Iran. Bawah: Tipologi masjid di India, Tipologi masjid di Cina, Tipologi masjid di Asia Tenggara. Pada aspek yang lain seperti perancangan sebuah rumah tinggal, aspek budaya dan pola kehidupan sosial masyarakat perlu diperhatikan ketika kita akan menyusun perletakkan dan program ruangnya. Sensivitas hubungan antara lelaki dan perempuan atau penghormatan antara orang muda dan orang tua perlu mendapat perhatian dan pertimbangan yang serius dalam proses perancangan sebuah bangunan tinggal. Prinsip Pengingatan akan Kehidupan yang Berkelanjutan 25 QS Al Hujurat: 13 201 Allah menciptakan manusia sebagai Kahlifah di muka bumi ini. Khalifah berarti pemimpin sekaligus pemelihara dan penjaga. Karenanya manusia memiliki kewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan alam ini bagi kepentingan generasi yang akan datang. Dewasa ini kita melihat banyak sekali kerusakan yang terjadi di muka bumi ini yang disebabkan oleh tingkah laku manusia sebagaimana dinyatakan oleh Allah berikut ini: Mischief has appeared on land and sea because of (the meed) that the hands of men have earned, that (Allah) may give them a taste of some of their deeds: in order that they may turn back (from Evil). Say: "Travel through the earth and see what was the end of those before (you): Most of them worshipped others besides Allah."26 Islam sebagaimana terlihat pada hadith dibawah ini melihat seluruh alam sebagai tempat sholat yang harus dijaga kebersihan dan kesuciannya. Karenanya sebagai seorang Muslim kita perlu menjaga kelestarian alam ini sebagaimana kita menjaga tempat sholat kita. Dari sini terlihatlah bagaimana konsepsi Islam yang tinggi dalam menjaga lingkungannya. Hudhaifa reported: The Messenger of Allah (may peace be upon him) said: I have been made to excel (other) people in three (things)Our rows have been made like the rows of the angels and the whole earth has been made a mosque for us, and its dust has been made a purifier for us in case water is not available. And he mentioned another characteristic too.27 Kehidupan berkelanjutan dalam penulisan ini setidaknya memiliki dua konteks yaitu konteks alami dan konteks sosial. Konteks alami artinya bahwa pembangunan yang kita lakukan hendaknya memperhatikan kebutuhan generasi penerus. Kita harus berusaha melestarikan alam demi kepentingan generasi yang akan datang karenanya diperlukan sebuah perencanaan dampak lingkungan hidup dari setiap pembangunan dan pembinaan yang kita lakukan. Hal ini terlihat dari sikap Rasulullah yang ketika perang pun melarang tentara Islam dari merusak lingkungan. Dari beberapa hadithnya Rasulullah pun menggalakkan umatnya untuk menanam pohon sebagai bentuk sedekahnya kepada lingkungannya, sebagaimana terlihat pada hadith berikut: Jabir (Allah be pleased with him) reported Allah’s Messenger (may peace be upon him) as saying: Never a Muslim plants a tree, but he has the reward of charity for him, for what is eaten out of that is charity; what is stolen of that, what the beast eat out of that, what the birds eat out of that is charity for him. (In short) none incurs a loss to him but it becomes a charity on his part.28 Kehidupan berkelanjutan dalam konteks sosial berarti bahwa kita harus menyiapkan suatu sistem pemerintahan dan politik yang berkelanjutan. Penggantian pemimpin merupakan suatu hal yang wajar, yang kita perlu lakukan adalah mempersiapkan calon pemimpin masa depan sebanyak-banyaknya sehingga jika terjadi pergantian kepemimpinan, proses transisinya tidak mengganggu kehidupan rakyat banyak. Kepemimpinan bukanlah posisi yang perlu diperebutkan oleh sekelompok elit dalam masyarakatuntuk mendapatkan keuntungan materil, namun ia merupakan suatu 26 QS Ar-Rum:41-42 Sahih Muslim Vol. I, hal 265 28 Sahih Muslim, Vol. III, hal 818 27 202 tanggung jawab yang harus siap dipikul oleh setiap warga negara sebagai bentuk tanggung jawab dan kontribusinya kepada masyarakat. Dalam dunia Arsitektur kedua prinsip ini memiliki implikasi yang sangat besar. Kelestarian secara alami mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan betul-betul kondisi lahan dan lingkungan sekitar kita sebelum merancang sebuah bangunan. Pemilihan bahan dan penggunaan teknologi perlu betul-betul diperhatikan sebelum kita melakukan suatu perubahan terhadap tapak dan mengolahnya. Sementara Kelestarian secara sosial memberikan pengajaran kepada kita agar lebih memperhatikan bahasa arsitektur yang kita gunakan dalam merancang sebuah bangunan. Bahasa arsitektur feodal dalam perancangan bangunan pemerintahan atau bangunan umum seperti simetri dan skala raksasa dengan set back yang berlebihan perlu dihindari demi menciptakan sebuah bangunan pemerintahan atau bangunan umum yang lebih demokratis dan akrab dengan masyarakat. Prinsip Pengingatan tentang Keterbukaan Prinsip akuntabilitas publik berbicara tentang proses tranparansi atau keterbukaan dari suatu pemerintahan kepada rakyat yang dipimpinnya. Prinsip ini juga berbicara tentang kewajiban pemerintah untuk menghilangkan dan menghindari apa-apa yang dapat mengganggu serta mengancam keselamatan umum demi kesejahteraan bersama. Dalam upaya memenuhi ide akuntabilitas yang pertama diperlukan kritik terhadap penguasa dalam upaya meluruskan jalannya pemerintahan oleh rakyat. Sejarah telah mencatat bahwa Islam telah membuktikan suatu sistem demokrasi yang begitu baik dimana seorang rakyat dapat dengan mudah mengkritik pemimpinnya sebagaimana terlihat pada kisah berikut ini: One night Sa;id Al-Musayyab heard Umar Abdul Aziz reciting aloud the Quran in the Mosque of the Prophet. Sa’id ordered his son to go to the person who was praying and tell him to lower his voice n recitation. His son replied that the mosque is a public place and that they had not a single right to it and furthermore, the man who was reciting was the Governor of Medinah. Sa’id then called onto the reciter and said, “O you who is praying. If you desire that Allah The most High to accept your prayer, then lower your voice. If you desire that people accept you, the people are only in need of Allah.” When Umar, the Governor of Medinah heard, this advice, he shortened his supererogatory prayer and lowered his voice in recitation.29 Kerangka dan dasar dari kritikan terhadap pemerintah atau usaha untuk memperbaiki keadaan ini terlihat jelas dari hadith Rasulullah berikut ini: It is narrated on the authority of Tariq b. Shihab:…….Abu Sa’id said: I heard the Messenger of Allah )may peace be upon him) saying, “Who amongst you should see something abominable should modify it with the help of his hand; and if he has not strength enough to do it, then he should do it with his tongue, and if he has not enough strength to do it even then he should abhor it from his heart, and that is the least of faith.”30 29 30 Khan, hal 195-196 Siddiqui., Vol.1, hadith no. 79, hal. 33 203 Dalam dunia arsitektur prinsip ini memberikan sebuah implikasi yang luar biasa terutama dalam perancangan bangunan pemerintahan. Bangunan parlemen Jerman yang telah diperbaharui dari bangunan lamanya yang berarsitek klasik dapat menjadi kasus yang menarik. Pada bangunan ini masyarakat dapat berjalan di bagian atapnya dan dapat melihat bagaimana wakil rakyatnya bersidang. Perancangan ini menunjukkan supremasi sekaligus pengawasan dari masyarakat kepada pemimpinnya. Ide akuntabilitas yang kedua berhubungan dengan usaha pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama menghilangkan hal-hal yang dapat membahayakan kepentingan bersama. Dari hadith yang disebutkan sebelumnya bahwa kita dituntut untuk secara aktif merespon kemungkaran atau hal-hal yang negatif dalam masyarakat dengan segala potensi yang ada pada diri kita. Mengenai kewajiban kita untuk menyingkirkan bahaya dari masyarakat secara tegas dijelaskan oleh Rasulullah pada beberapa hadith berikut: It is narrated on the authority of Abu Huraira that the Messenger of Allah (may peace and blessings be upon him) said: Faith has over seventy branches or over sixty branches, the most excellent of which is the declaration that there in no God but Allah, and the humblest of which is the removal of what is injurious from the path: and modesty is the branch of faith.31 Abu Dharr reported: The Apostle of Allah (may peace and blessing be upon him) said: The deeds of the people, good and bad, were presented before me, and I found the removal of something objectionable from the road among their goog deeds, and the sputum mucus left unburied in the mosque among their evil deeds.32 Abu Huraira reported Allah’s Messenger (may peace and blessing be upon him) saying: A person while walking along the path saw the branches of the tree lying there. He said: By Allah, I shall remove these from this so that these may not do harm to the Muslims, and he was admitted to Paradise.33 Dalam dunia arsitektur ide kedua dari prinsip keterbukaan ini berimplikasi terhadap perancangan minimum dari bangunan untuk keselamatan anak. Pada bangunan tinggi seperti apartemen dan rumah susun aspek keamanan bagi anak-anak seringkali diabaikan, padahal berdasarkan hadith diatas ketika kita dapat menghilangkan bahaya dari masyarakat yang lain maka kita akan mendapatkan pahala selama usaha yang kita lakukan tersebut masih dapat melindungi orang lain. Penggunaan ornamentasi pada bangunan-bangunan umum apalagi bangunan pemerintahan yang pada akhirnya menghabiskan banyak uang untuk pembuatan dan pemeliharaannya perlu dihindari, dana yang ada sebaiknya disalurkan untuk kesejahteraan orang banyak dan usaha-usaha perlindungan di masa depan. Ornamen dapat digunakan untuk membahasakan slogan atau ide-ide yang membangun kepada masyarakat namun hendaknya tidak keluar dari koridor diatas. Mengenai penggunaan ornamentasi ini pun harus diperhatikan dalam perancangan dalam perancangan bangunan termasuk masjid sebagaimana secara tegas dinyatakan dalam hadith berikut ini: 31 Sahih Muslim, Vol. I, hal 27 Sahih Muslim, Vol. I, hal 277 33 Sahih Muslim, Vol. IV, hal 1380 32 204 The construction of the mosque. Abu Sa’id said, “The roof of the mosque was made of the leaves of date palms.” ‘Umar ordered a mosque to be built and said, “Protect the people from rain. Beware of red and yellow decorations for they put the people to trial.” Anas reciting a part of a Hadith said, “They will boast of them (mosques) rather than coming frequently to them for offering prayers.” Ibn ‘Abbas said, “You (Muslims) will surely decorate your mosques as the Jews and Cristians decorated (their churches and temples).34 Ibn ‘Abbas reported the Apostle of Allah (may peace be upon him) as saying: I was not commanded to build high mosques. Ibn ‘Abbas said: You will certainly adorn them as the Jews and Christians did.35 Dari uraian diatas terlihatlah bagaimana Islam mengatur aspek akuntabilitas atau keterbukaan secara jelas dalam perancangan bangunan dan kehidupan bermasyarakat. Kesimpulan Pembahasan diatas berusaha mengeluarkan berbagai ide dan kerangka teori Arsitektur Islam yang lahir dari prinsip-prinsip dasar Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadith. Berbeda dengan kajian tipologi yang biasa dilakukan pada berbagai kajian tentang Arsitektur Islam, pendekatan ini berusaha melihat ke dalam sistem nilai yang ada dalam Islam untuk kemudian diimplementasikan dalam perancangan bangunan. Dari kajian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam usaha memahami dan membentuk kerangka teori Arsitektur Islam diperlukan pemahaman terhadap nilai-nilai internal Islam, pemahaman terhadap teori-teori dasar arsitektur, kondisi sosial-politik masyarakat, pemahaman terhadap nilai-nilai modern awal, pemahaman terhadap aspek kelestarian lingkungan dan pemahaman terhadap fungsi kontemporer bangunan. Prinsip-prinsip perancangan sebagaimana dibahas diatas yang meliputi prinsip pengingatan pada Tuhan, prinsip pengingatan pada ibadah dan perjuangan, prinsip pengingatan pada kehidupan setelah mati, prinsip pengingatan akan kerendahan hati, prinsip pengingatan akan wakaf dan kesejahteraan publik, prinsip pengingatan terhadap toleransi kultural, prinsip pengingatan kehidupan yang berkelanjutan dan prinsip pengingatan tentang keterbukaan, mungkin hanya sebagian kecil dari nilai-nilai moral yang ada pada Islam yang memungkinkan kajian ini untuk dikembangkan secara lebih luas dan mendalam di masa depan. Referensi 1. Rujukan Asas Islam: Ali, A.Y. 1983. The Holy Qur’an: Translation and Commentar., Maryland : Amana Corporation. Al-Mundziri, Abdul Azhim. 2003. Shahih Muslim. Jakarta: Pustaka Amani. Az-Zabidi, Zainudin Ahmad. 2002. Shahih Al Bukhari. Jakarta: Pustaka Amani. Dahlan H.A.A. 2000. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an. Bandung: Penerbit Diponegoro. 34 35 Sahih Al Bukhari, Vol. I, hal 260 Sunan Abu Dawud, vol. I, hal 116 205 Guillaume A. 1967. The Life of Muhammad: A Translation of Ibn Ishaq Sirat Rasul Allah. Oxford: Oxford University Press. 2. Rujukan Tentang Pemikiran Islam Abu Sulayman, AbdulHamid A. 1963. Crisis in Muslim Mind. Riyadh: IIIT In-house Desktop Publishing. Ahmad, Dusuki. 1985. ‘Peranan Masjid sebagai Institusi Pembangunan’, Dakwah, September 1985. A’la Maududi, Abul. 1978. System of Government under the Holy Prophet. Lahore: Islamic Publication Limited. Al Faruqi. Ismail. 1992. Al Tawhid: Its Implementation for thought and life. Herndon, USA: International Institute of Islamic Thought. Al-Turabi, Hasan. 2003. Fiqih Demokratis: Dari Tradisionalisme Kolektif Menuju Modernisme Populis. Bandung: Mizan Media Utama. Al-Qaradhawi, Yusuf. 2000. Sunnah: Sumber Ilmu dan Peradaban. Selangor: The International Institute of Islamic Thought, Malaysia. Gazalba, Sidi. 1975. Masjid: Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam edisi ketiga. Jakarta: Pustaka Antara. Hasan, S. 1990. ‘Masjid sebagai Pusat Peribadatan’. Dakwah, Mei 1990 Lapidus, Ira M. 1988. A History of Islamic Society. Cambridge: Cambridge University Press. Proceeding International Seminar: Islam and The Challenges of Science and Technology in the 21st Century, Johor Bahru 7-9 September 2003, Masjid Sultan Ismail, Universiti Teknologi Malaysia. Qurtuby, Sumanto Al. 2003. Ahimsakarya Press Indonesia. Arus Cina-Islam-Jawa.Yogyakarta: Inspeal 3. Rujukan Tentang Arsitektur Islam Al-Khalil, Samir. 1991. The Monument: Art, Vulgarity and Responsibilities in Iraq. London: Andre Deutsch Ltd. Bargebuhr, Frederic P. 1968. The Alhambra. Berlin: Walter de Gruyter & Co. Bamborough, Philip. 1976. The Treasures of Islam. Dorset: Blandford Press. Creswell, KAC. 1968. A Short Account of Early Muslim Architecture. Beirut: Librarie du Liban. Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala dan Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Masjid Kuno Indonesia. Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat. Frishman. Martin & Hasan-Uddin Khan. 1994. The Mosque: History Architectural Development & Regional Diversity. London: Thames & Hudson Ltd. Gupta, Satish. 1995. Our World in Colour: Taj Mahal. Hongkong: The Guidebook Company Ltd. Hoag. JD. 1963 Western Islamic Architecture. New York: George Braziller Inc. 206 Hoag. JD. 1989. Islamic Architecture. London: Faber and Faber. Holod. Renata & Hasan Uddin Khan. 1997. The Mosque and the Modern World. London: Thames and Hudson Ltd. Michell. George. 1995. Architecture of the Islamic World. London: Thames and Hudson Ltd. Mumtaz, Kamil Khan. 1986. Architecture in Pakistan. Singapore: Concept Media Nasir, Abdul Halim. 1984. Masjid-Masjid di Semenanjung Malaysia. Kuala Lumpur: Berita Publishing Sdn Bhd. Nasr, Seyyed Hossein. 1987. Islamic Art and Spirituality. Cambridge: Golgonooza Press. Omer. Spahic. 2002. Studies in the Islamic Built Environment. Kuala Lumpur: Research Centre, International Islamic University Malaysia. Proceedings of an International Seminar: Sponsored by the Aga Khan Award for Architecture and The Indonesian Institute of Architect 15-19 October 1990, Expressions of Islam in Buildings, Jakarta & Yogyakarta: Aga Khan Trust for Culture on Behalf of The Aga Khan Awrd for Architecture. Rivoira, G.T. 1975. Moslem Architecture: Its origins and Development. New York: Hacker Art Books. Serageldin, Ismail. 1989. Space for Freedom: The Search for Architectural Excellence in Muslim Societie. Butterworth: The Aga Khan Award for Architecture & Butterworth Architecture. Tajuddin M Rasdi, Mohd. 1998. Mosque as a community Development Centre. Johor Bahru: Penerbit Universiti Teknologi Malaysia. Tajuddin M Rasdi., Mohd. 1999. Peranan, Kurikulum dan Rekabentuk Masjid sebagai Pusat Pembangunan Masyarakat. Johor Bahru: Penerbit Universiti Teknologi Malaysia. Utaberta, Nangkula. 2003. KALAM Papers: Makna dan Arti Keindahan dalam Arsitektur Islam. Johor Bahru: Pusat Kajian Alam Bina Dunia Melayu (KALAM). Utaberta, Nangkula. 2003. KALAM Papers: Peranan Penting Pemakaman dalam Arsitektur Islam. Johor Bahru: Pusat Kajian Alam Bina Dunia Melayu (KALAM). Utaberta, Nangkula (2003). Muslim Architecture in Peninsular Malaysia: Clasification of Styles and Probable Socio-Political Influence of Mosques. Johor Bahru: Pusat Kajian Alam Bina Dunia Melayu (KALAM). 4. Rujukan tentang Frank Lloyd Wright Wright, Frank Lloyd. 1949. Genius and Mobocracy. New York: Horizon Press. Wright, Frank Lloyd. 1957. Truth Against the World. interscience Publication. New York: A Wiley- Wright, Frank Lloyd. 1957. A Testament. London: Architectural Press. Wright, Frank Lloyd. 1958. The Living City. New York: Horizon Press. Wright, Olgivanna Lloyd. 1966. Frank Lloyd Wright; His Life, His Work, His Words. London: Pitman Publishing. 207 Wright, Frank Lloyd. 1954. The Natural House. New York: Horizon Press. Lampiran 1 Artikel untuk Aceh Institute Agustus 2006, Masalah “Inferioriti Kompleks” pada Perancangan Masjid Modern di Nusantara Nangkula Utaberta36 Sebagai sebuah negeri yang baru menerapkan Syari’ah Islam di Indonesia, tentu propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), perlu melakukan berbagai pembenahan di berbagai sektor. Keberhasilan perjuangan untuk penerapan Syariat Islam di negeri Serambi Mekkah ini tidak seharusnya menjadikan kita menepuk dada, namun diperlukan sebuah kerja keras bagi membuktikan keyakinan dan keimanan kita bahwa pelaksanaan Syariah Islam merupakan solusi dari berbagai masalah yang ada pada masyarakat Aceh. Arsitektur merupakan salah satu aspek yang tidak bisa tidak, perlu mendapatkan perhatian yang serius. Penggunaan bahasa Arsitektural yang tepat dan ekspresi bangunan yang sesuai dengan semangat Islam mutlak diperlukan bagi memberikan warna dalam pembentukkan wajah dan elemen fisik dari berbagai bangunan dan ruang publik yang ada di Propinsi NAD. Artikel ini akan berusaha memberikan beberapa contoh dan kritik terhadap beberapa buah masjid di Malaysia yang dipahami sebagai produk dari pergeseran dan penafsiran yang salah terhadap Arsitektur Islam. Ia akan berusaha menguraikan berbagai masalah dari berbagai kesalahan pada pemilihan bahasa Arsitektur masjid-masjid ini dan bagaimana implikasinya terhadap pola pikir, imej dan pemahaman umat Islam di Indonesia. Masalah “inferiority kompleks” atau rasa rendah diri ini begitu serius, karena dalam praktek perancangan masjid modern di Indonesia dewasa ini masyarakat memiliki kecenderungan untuk menghendaki perancangan masjid sebagaimana yang mereka lihat pada masjid-masjid baru di Malaysia tersebut. Krisis Revivalisme pada Perancangan Masjid di Malaysia 36 Nangkula Utaberta ST. M.Arch adalah seorang staf pengajar di Universitas Indonesia, pernah menjadi staf peneliti dan staf pengajar di Universiti Teknologi Malaysia. 208 Kalau kita lihat berbagai perancangan masjid dan bangunan Arsitektur Islam di Malaysia dewasa ini, kita akan menemukan sebuah lompatan-lompatan yang luar biasa. Berbagai pembangunan masjid besar dan megah menghiasi berbagai penjuru kota di Malaysia. Di satu sisi tentu hal ini menggembirakan hati kita sebagai seorang Muslim, namun di sisi lain hal ini tentu memberikan sebuah perasaan risau dan tanda tanya. Penulis melihat sebuah usaha masalah serius dari berbagai perancangan masjid tersebut yakni dari segi penggunaan bahasa arsitektural dan ekspresi bangunan yang digunakan. Mengapa bahasa arsitektural yang digunakan adalah bahasa Arsitektur Timur Tengah, Turki, Iran dsb? Mengapa harus dibuat sedemikian besar dan megah? Mengapa harus sedemikian mahal? Beberapa masjid hasil Revivalisme Timur Tengah (atas: Masjid Shah Alam dan Masjid Wilayah Persekutuan, bawah Masjid Putrajaya. Pada kasus di lapangan pemilihan bahasa arsitektur ini ternyata berimplikasi besar terhadap berbagai perancangan masjid yang penulis temukan di lapangan. Banyak klien kaya di Indoensia yang kemudian menghendaki bangunan masjid yang sebesar dan semegah yang ada di Malaysia tersebut. Sebagai orang yang pernah mengalami pendidikan arsitektur, penulis memahami implikasi dan efek negatif dari pemikiran ini. Karenanya merupakan suatu kewajiban bagi penulis untuk menjelaskan apa yang penulis pahami dari maraknya penggunaan bahasa Arsitektur Timur Tengah (Revivalisme Yimur Tengah) ini sebagai pelajaran bagi kita semua. Masalah pertama yang menjadi akar dari permasalahan revivalisme dalam tipologi Masjid di Malaysia adalah masalah Inferiority Complex atau perasaan rendah diri dalam masalah Keislaman dari pembuat Masjid tersebut terhadap Umat Islam yang ada di Timur Tengah. Perasaan ini beranggapan bahwa Islam yang ada di Timur Tengah jauh lebih baik dari Islam yang ada di Asia Tenggara terutama Malaysia karena Islam yang ada di Timur Tengah lebih dekat kepada Rasulullah SAW. Perasaan rendah diri ini kemudian berimplikasi dalam banyak hal, salah satunya dalam perancangan sebuah Masjid. Sebab lain dari Revivalisme tipologi masjid ini adalah pendekatan tradisional, bahwa kondisi ideal Islam adalah kondisi di masa lampau (standar kebudayaan Islam terletak pada masa lampau). Masalahnya contoh Arsitektural yang diambil bukanlah pada zaman Rasulullah, Sahabat atau Khulafaur Rasyidin namun pada masa dimana peradaban Islam dianggap mengalami kejayaan, yang biasanya dipahami sebagai Turki Ustmani atau Safavid di Persia. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin dianggap sebagai suatu masa dimana pembinaan sebuah bangunan atau Arsitektural dianggap sebagai suatu hal yang tidak berguna, Masa ini dalam sejarah Islam dianggap sebagai sebuah masa “Kevakuman” dalam karya-karya Arsitektur karenanya produk-produk Arsitektural pada masa ini tidak dapat dikatakan sebagai suatu produk Arsitektur Islam. Karenanya banyak Arsitek yang kemudian mengambil tipologi Masjid-masjid pada zaman Turki Ustmani dan Safavid di Persia sebagai rujukan dari desain-desain mereka. 209 Rekonstruksi Masjid Rasulullah dengan berbagai aktivitas dan semangat keIslamannya Revivalisme pada prinsipnya adalah pembangkitan kembali apa yang pernah ada di masa lampau. Metode ini sebenarnya dapat menjadi suatu sumber ide dan inspirasi dalam sebuah perancangan, namun ketika ia lebih merupakan sebuah penjiplakan dan imitasi maka sebagaimana telah disebutkan sebelumnya akan membawa banyak masalah baik dari segi akar intelektual, imej yang ditimbulkan dan aplikasinya dalam perancangan. Jika masalah yang pertama lebih merupakan sebab dari seluruh krisis revivalisme dalam tipologi sebuah masjid dan lebih berbicara dalam tatanan konsep, maka masalah-masalah yang ada berikutnya lebih merupakan suatu hal yang aplikatif dan tampak pada sebuah bangunan. Masalah kedua dari suatu proses penjiplakan yang terjadi dalam tipologi sebuah Masjid adalah krisis imej dan simbol pada sebuah Masjid. Masalah ini biasanya direpresentasikan dengan penggunaan kubah, menara, mihrab dan banyak elemen masjid lainnya. Jika kita kaji berbagai ayat Al-Qur-an dan hadits serta berbagai sumber otentik dari prinsip nilai-nilai Islam lainnya maka kita akan mendapati sebuah kenyataan bahwa tidak ada batasan yang baku dari perancangan sebuah masjid. Elemen-elemen masjid sebagaimana yang disebutkan sebelumnya lebih merupakan sebuah produk dari pemikiran Islam yang terlahir dari interaksi antara prinsip-prinsip dasar Islam dengan pemikiran masyarakat ketika itu. Artinya ia bukanlah prinsip yang asas dari Islam itu sendiri. Jika kita lihat beberapa masjid seperti Masjid Putrajaya, Masjid Shah Alam, Masjid Wilayah dan Masjid UTM37 dsb kita akan mendapati sebuah kenyataan bahwa aspek simbol dan imej ini begitu diutamakan sehingga mengorbankan banyak hal terutama biaya. Pada Masjid Putra kita medapati penggunaan kubah Iran lengkap dengan segala ukiran dan ornamennya yang pasti mahal baik dari segi pembuatannya maupun perawatannya tanpa sebuah fungsi yang jelas selain pembentuk imej dan simbol. Pada kasus Masjid Shah Alam dan Masjid UTM selain dari kubahnya yang pasti mahal, kita juga mendapati banyak sekali menara hasil jiplakan dari Blue Mosque dan banyak masjid lainnya pada masa Turki Ustmani yang tidak memperhitungkan fungsi dan biaya yang harus dikeluarkan. Sekali lagi alasan utamanya adalah imej dan simbolisme. Hal yang sama juga akan kita temui dalam Masjid Wilayah, Masjid UIA dan banyak masjid sejenisnya. Masalah ketiga yang menjadi inti masalah dari proses penjiplakan ini adalah bergesernya fungsi Masjid dari fungsi awalnya sebagai pusat pembangunan masyarakat pada masa Rasulullah, menjadi sebuah rumah Tuhan dan tempat ibadah 37 Masjid Universiti Teknologi Malaysia (UTM) 210 saja pada berbagai Masjid di Malaysia atau bahkan menjadi monumen dan simbol negara sebagaimana pada kasus Masid Putra dan Masjid Shah Alam. Masalah ini merupakan masalah yang sangat krusial dan penting karena ia tidak hanya berhubungan dengan masalah Arsitektural dari masjid saja namun ikut mempengaruhi bagaimana anatomi dan perkembangan masyarakat Islam. Masalah ini ikut menentukan dan membentuk kualitas masyarakat Islam. Di masa lampu ketika Masjid berperan sebagai pusat pembangunan masyarakat sebagaimana Masjid Rasulullah dan Masjid-masjid kampung dahulu, kita mendapati sebuah sistem masyarakat yang sangat rapat dan interaktif. Masyarakat biasa berkumpul, berdiskusi dan bekerjasama di dalam masjid. Banyak masalah yang dapat dibicarakan serta diselesaikan bersama-sama sehingga masjid sebagai sentral interaksi masyarakat bekerja dengan baik. Masjid Universiti Teknologi Malaysia dengan elemen-elemen yang ditiru : Gerbang Iwan di Iran, Menara dari Blue Mosque di Turki dan Kubah dari Masjid-i Shah di Isfahan. Pada kasus masjid UTM kita mendapati sebuah konsep tentang Rumah Tuhan yang berimplikasi dalam perancangan hingga pemilihan bahan dari Masjid ini. Konsep rumah Tuhan memberikan sebuah implikasi bahwa sebuah Masjid haruslah besar, cantik dan mahal. Hal inilah yang kemudian melahirkan banyak pertanyaan pada banyak aspek dari Masjid UTM terutama ketika dikaitkan dengan biaya yang harus dikeluarkan karenanya. Ide tentang rumah Tuhan menyebabkan penggunaan Masjid menjadi sangat terbatas pada kegiatan-kegiatan ritual saja. Kegiatan-kegiatan seperti kegiatan sosial, olah raga, pelatihan-pelatihan keterampilan, kajian dan diskusi keislaman bahkan diskusi akademik pun menjadi suatu kegiatan yang sulit ditemukan. Pada perancangan berbagai masjid Revivalime sebagaimana Masjid Putrajaya dan Masjid Shah Alam kita mendapati sebuah masalah yang sangat serius! Karena pada konsep awalnya masjid tersebut diperuntukkan untuk monumen maka proses lansekap, penataan massa dan penempatan posisinya pun disesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Akibatnya situasi dan posisi dari masjid tersebut memang ’menjauhkan diri’ dari masyarakat yang seharusnya menjadi pengguna masjid tersebut. Karenanya jangan heran jika Masjid yang dibangun sebagai monumen tersebut kemudian ditinggalkan oleh jama’ahnya. Karena sebenarnya bukan jamaah sebenarnya yang meninggalkan masjid tersebut namun masjid tersebutlah yang dirancang untuk tidak didatangi oleh jamaahnya. Jika Masjid kemudian dirancang untuk ditinggalkan oleh jemaahnya maka untuk apa kita kemudian menyebutnya Masjid. Dua pergeseran fungsi dari Masjid sebagaimana disebutkan diatas merupakan suatu hal yang berbahaya karena ia mengkotak-kotakkan antara aspek sekular dari Islam dengan aspek religiusnya. Islam adalah suatu agama yang melihat masalah duniawi dengan masalah akhirat sebagai sebuah kesatuan sistem dan kesatuan makna. Ia adalah suatu agama yang dekat dengan keseharian umatnya, suatu agama yang melihat kehidupan keseharian sebagai suatu bentuk ibadah sebagaimana ibadah ritualnya. Melepaskan dua makna ibadah di dalamnya hanya akan menimbulkan 211 degradasi pemahaman Islam pada masyarakat dan akhirnya menyeartikelkan kemunduran dalam pemahaman keislaman. Masalah kempat berhubungan erat dengan imej dari sebuah bangsa. Proses Revivalisme yang berdasarkan sebuah penjiplakan akan membawa banyak masalah pada identitas nasional. Ada berbagai alasan yang menyebabkan suatu bangsa melakukan peniruan atau Revivalisme. Sebagian berpendapat bahwa dengan melakukan penjiplakan terhadap suatu produk akan menjadikan bangsa mereka sehebat peradaban yang mereka tiru tersebut. Sebagian karena masalah politik agar bangsanya diakui sebagai bagian dari suatu komunitas, sementara sebagian yang lain dilakukan dalam upaya mengangkat derajat kemuliaan dari bangsanya. Namun dari semua motif yang ada jelas sekali terlihat bahwa revivalisme atau penjiplakan lahir dari perasaan inferior atau rendah diri dari suatu bangsa yang merasa tidak memiliki apa-apa. Bangsa Kita Memiliki Bahasa Arsitektur Sendiri untuk Arsitektur Masjid Jika kita mau melihat sejarah, maka kita akan mendapati bahwa sebenarnya bangsa kita memiliki warisannya sendiri. Tipologi masjid tradisional merupakan Masjid yang lahir dari budaya dan sistem nilai masyarakat setempat. Metode perancangan ini telah teruji oleh waktu dan tempat, karenanya kemampuan adaptasi terhadap lingkungan dan kondisi bangsa ini tentu juga telah teruji. Satu hal yang penting dari pendekatan ini adalah ia mencerminkan budaya dan identitas dari bangsa kita karenanya dapat menjadi suatu bentuk kebanggan kita terhadap apa sebenarnya identitas Malaysia. Masalah yang terakhir sebenarnya telah digambarkan pada pembahasan sebelumnya. Ia berbicara tentang masalah yang timbul sebagai sebuah implikasi dari penjiplakan yang terjadi pada pendekatan Revivalisme terhadap kondisi fisik dan budaya setempat. Secara sederhana dapat kita pahami bahwa suatu pengadopsian suatu budaya memerlukan sebuah adaptasi. Memperjelas apa yang telah disampaikan sebelumnya bahwa untuk tipologi sebuah masjid kita memiliki identitas dan produk tersendiri. Pada masjid-masjid tradisional kita mendapati bahwa bahan yang digunakan merupakan bahan yang mudah didapati di lokasi pembangunan sehingga dapat mengurangi biaya konstruksi. Atap yang digunakan pun merupakan bumbung meru yang sesuai dengan iklim setempat dan merupakan suatu bentuk adaptasi terhadap sistem nilai serta budaya setempat.38 38 Bumbung Meru menurut beberapa ahli sejarah berasal dari filosofi Gunung Mahameru yang merupakan suatu mitos suci dari agama Hindu. Pengadaptasian ini dapat dimengerti mengingat sebelum Islam datang datang Hindu telah menyebar dan dianut oleh masyarakat di wilayah Nusantara. 212 Beberapa contoh tipologi Masjid Nusantara (Dari kiri ke kanan), Masjid Agung Banten, Masjid Taluk (padang), Masjid Demak, Masjid Lubuk Bauk (padang) dan Masjid Limo Kaum (padang) Suatu Renungan untuk Perancangan Masjid di Nangroe Aceh Darussalam Sejarah telah mencatat bahwa Masjid Baiturrahman merupakan masjid yang dibuat oleh pemerintah Kolonial Belanda sebagai suatu upaya untuk mengurangi pengaruh para ulama besar Aceh yang anti dan gigih melawan pemerintah Belanda. Bahasa Arsitektur Moghul dari India Utara yang digunakan merupakan interpretasi pemerintah Belanda terhadap bentuk “Islam Ideal” yang berusaha mangalahkan pamor Islam yang dibawa oleh para Ulama besar kita. Mereka memberikan stigma “Islam Tradisional” kepada para ulama kita termasuk merendahkan masjid ciptaan mereka yang lebih dekat dengan masyarakat Aceh. Suatu produk Arsitektur lahir dari situasi dan kondisi serta pemikiran suatu peradaban karenanya kita perlu memahami bagaimana sebenarnya situasi, kondisi serta pemikiran yang menyebabkankan keberadaan produk tersebut. Tanpa sebuah pemahaman terhadap situasi, kondisi dan pemikiran dibalik terciptanya sebuah obyek kita akan mendapat sebuah masalah serius dalam prinsip, mekanisme dan aplikasi dari produk tersebut. Penulis tidak mengajak kita untuk membenci Masjid Baiturrahman sebagai sebuah karya Arsitektural besar di Aceh, namun melalui artikel ini mari sama-sama kita lakukan evaluasi terhadap perancangan masjid di masa depan agar lebih sesuai dengan semangat, prinsip hidup dan aspirasi masyarakat Aceh. Lampiran 2 Artikel untuk Aceh Institute Oktober 2006, Taj Mahal: Krisis Cita Rasa Personal dan Misinterpretasi dalam Perancangan Masjid di Indonesia. 213 Nangkula Utaberta39 Pendahuluan Tujuan utama penulisan artikel ini adalah menjelaskan krisis cita rasa personal yang terjadi pada perancangan dan pembangunan Taj Mahal di Agra, India dan pengaruhnya terhadap perancangan masjid di Indonesia. Artikel ini sangat penting bagi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai negeri yang baru menerapkan syariat Islam di Indonesia, agar perancangan masjidnya tidak terjebak dalam “object centered discourse” atau diskusi yang hanya berorientasi kepada obyek. Dalam perkembangan perancangan masjid, pendekatan yang berorientasi pada obyek seringkali kurang melihat substansi, nilai-nilai atau prinsip-prinsip Islam sebagai sebuah komponen penting yang seharusnya menjiwai serta mendasari sebuah perancangan Arsitektur yang Islami. Pembahasan artikel ini sendiri akan meliputi kesalahan persepsi terhadap Taj Mahal, krisis pada motif personal dari Shah Jehan sebagai pembuatnya, penggunaan bahan dan material, bagaimana perletakkan Taj Mahal dalam konteks lingkungannya serta pelajaran dari Taj Mahal yang dapat kita pakai dalam perancangan masjid Indonesia di masa depan. Diharapkan dari pembahasan ini, kita akan dapat mengambil pelajaran dalam memilih dan menggunakan bahasa Arsitektur yang lebih sesuai untuk perancangan masjid atau bangunan dengan karakter Islam di NAD untuk masa datang. Semoga kita tidak terjebak dalam duplikasi dan peniruan obyek atau bentuk yang akhirnya lebih merupakan pembentukan imej tanpa melihat konteks dan fungsi dari bangunan itu sendiri. Kesalahan Persepsi terhadap Taj Mahal Masalah dan isu pertama dari interpretasi masyarakat dan beberapa arsitek terhadap Taj Mahal adalah pemahaman bahwa Taj Mahal adalah sebuah Masjid atau tempat suci masyarakat Muslim di India. Masalah ini merupakan sebuah masalah yang sederhana namun membawa implikasi yang sangat serius. Taj Mahal bukanlah masjid atau bangunan suci melainkan ia adalah sebuah sebuah makam atau kuburan dari seorang raja dari kerajaan Moghul Muslim India bersama dengan istrinya. Kenyataan bahwa taj Mahal adalah sebuah makam dapat dilihat pada gambar interiornya dibawah ini. 39 Nangkula Utaberta ST. M.Arch adalah seorang staf pengajar di Universitas Indonesia, pernah menjadi staf peneliti dan staf pengajar di Universiti Teknologi Malaysia. 214 Interior dari Taj Mahal dan gambar detail dari nisan Sheh Jehan dan istrinya Mumtaz Mahal yang menunjukkan bahwa ia adalah sebuah makam bukan Masjid. Namun karena bentuk dan ornamentasinya ia sering disalah-artikan sebagai masjid. Kesalahan persepsi ini menjadikan Taj Mahal banyak dijadikan referensi atau rujukan dalam perancangan masjid atau Islamic Centre di Indonesia. Hal ini diperparah dengan pembangunan masjid yang banyak dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda khususnya di Aceh dan Sumatera Utara (menggantikan masjid tradisional yang lama). Pembangunan beberapa masjid besar oleh Pemerintah Kolonial Belanda ini kemudian menggunakan bahasa Arsitektur India Utara (Moghul) yang merupakan bahasa “alien” atau bahasa asing bagi bangsa dan masyarakat tradisional Indonesia. Bahasa asing ini tentu menarik karena tidak pernah terlihat sebelumnya (kecuali oleh orang-orang yang pernah pergi ke India atau Mekkah-yang jumlahnya dalam masyarakat sangat sedikit sekali). Bahasa baru ini kemudian diterima, dikembangkan bahkan dijadikan “Bahasa Ideal” oleh masyarakat kita untuk arsitektur masjid atau bangunan Arsitektur Islam lainnya. Sehingga pada perancangan masjid atau bangunan dengan karakter Islam terasa kurang “afdhol” tanpa penggunaan bentuk dan ekspresi sebagaimana terlihat pada Taj Mahal. Penyalah-artian atau misinterpretasi ini memberikan pemahaman kepada kita tentang dua hal. Yang pertama, bahwa telah menjadi sebuah pemahaman umum bahwa bentuk masjid adalah sebagaimana Taj Mahal tersebut (artinya telah terbentuk dalam benak masyarakat bahwa bentuk Masjid adalah sebagaimana Taj Mahal tersebut), namun pemahaman yang kedua justru berlaku berkebalikan yaitu bahwa pemahaman bahwa Taj Mahal adalah Masjid telah menciptakan sebuah pemahaman tipologi Masjid yang baru, bahwa masjid seharusnya seperti Taj Mahal. Pemahaman yang pertama melihat persepsi terhadap Taj Mahal sebagai akibat sedangkan pemahaman yang kedua melihatnya sebagai sebab. Baik pemahaman yang pertama maupun pemahaman yang kedua berorientasi kepada obyek bukan kepada nilai atau apa sebenarnya menjadi ide dibalik pembuatan Taj Mahal. Pendekatan begini tidak akan memiliki akar yang kuat selain lebih merupakan pembentuk imej saja. Disamping itu ia tidak akan banyak berkembang karena hanya bergerak dari satu bentuk yang satu ke bentuk yang lain tanpa sebuah kerangka berpikir dan pijakan yang jelas. Motif Pribadi di Balik Pembangunan Taj Mahal Masalah dan isu berikutnya yang terjadi pada pembangunan Taj Mahal adalah motif pribadi dibalik pembangunannya. Perlu dipahami bahwa Taj Mahal adalah sebuah bangunan yang dibuat oleh Shah Jehan sebagai sebuah bentuk rasa cintanya kepada istrinya Mumtaz Mahal. Bangunan ini dibuat dengan mengorbankan nyawa ribuan rakyatnya. Menurut Rosdan Abdul Manan (salah seorang sejarawan-rekan penulis) bahkan sebenarnya Shah Jehan berencana membuat Taj Mahal yang lain dengan 215 ukuran dan keindahan yang sama namun berwarna hitam. Namun usaha ini digagalkan oleh anak beliau dengan mengambil alih kekuasaan dan mengasingkan Shah Jehan dari tahtanya untuk kemudian meninggal dan dikuburkan di samping istrinya. Dari penjelasan diatas jelas terlihat bahwa motif di balik pembuatan Taj Mahal adalah pribadi dan tidak ada hubungannya dengan perjuangan Islam apalagi usaha mendefinisikan apa sebenarnya Arsitektur Islam. Karenanya ia tidak dapat menjadi sebuah tipologi bangunan yang mencerminkan apalagi dijadikan referensi dan bentuk ideal dari Arsitektur Islam. Hal yang terjadi pada penafsiran orang terhadap Taj Mahal tadi merupakan suatu hal yang penting karena ia memberikan sebuah contoh yang sangat jelas bagaimana suatu motif pribadi dapat mempengaruhi pemahaman orang terhadap apa yang dipahami sebagai Arsitektur Islam. Dari studi penulis tentang sejarah Islam didapati bahwa seringkali motif pribadi atau kelompok-lah yang mempengaruhi dan menjadi latar belakang dari lahirnya berbagai bangunan khususnya masjid. Karenanya penting bagi kita untuk memilah-milah dan memahami situasi dan kondisi yang menyebabkan lahirnya sebuah bangunan bukan hanya sekedar mengambil bentuk atau ekspresinya saja Pembahasan tentang dua permasalahan yang disebutkan sebelumnya berbicara tentang imej Taj mahal dan implikasi yang ditimbulkannya ia belum berbicara tentang aspek dan permasalahan fisik dari Taj Mahal sendiri. Pembahasan masalah berikutnya akan berbicara tentang masalah yang ada pada aspek fisik dari Taj Mahal. Penggunaan Bahan dan Material di Taj Mahal Pembahasan aspek fisik dari Taj Mahal akan dimulai dari bahan yang digunakan. Sebagaimana bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan sebuah istana atau bangunan bangsawan (feudal), bahan yang digunakan merupakan bahan yang mewah. Taj Mahal menggunakan marmer putih (suatu bahan yang cukup mahal bahkan hingga saat ini). Dari sini dapat kita lihat bahwa semangat yang berusaha dibangun yaitu menonjolkan sesuatu atau menunjukkan suatu secara berlebihan. Taj Mahal yang dibuat dari bahan yang sangat mahal dan berlebihan. Tidak sesuai dengan semangat kesederhanaan dalam Islam. Hal ini merupakan suatu hal yang bertentangan dengan prinsip dan semangat yang ada dalam Islam, sebagaimana yang kita lihat pada hadith berikut ini: 216 Ibnu Said berkata:“Saya mendengar Rasulullah SAW berkata: Seseorang yang membiarkan pakaiannya menjuntai selama sholat dengan tujuan menyombongkan diri, Allah Yang Maha Kuasa tidak lagi berkepentingan untuk mengampuni dan melindunginya dari neraka.40 Ibn Abi Laila berkata: Ketika Hudzaifah berada di Madinah, ia meminta segelas air. Seorang sahabat memberikan kepadanya air di dalam wadah perak, Ia mencampakkannya dan berkata (walaupun aku menegurnya): “ketahuilah sesungguhnya Rasulullah SAW melarang untuk mengenakan sutera atau brokat, dan minum dari wadah emas atau perak. Dia mengatakan seseorang yang melakukan itu di dunia tidak akan mendapatkannya di hari kemudian.41 Dua hadith ini menceritakan tentang bagaimana Rasulullah melarang umatnya untuk berlebih-lebihan dalam segala hal termasuk di dalamnya bagaimana mendirikan bangunan dan memilih bahan untuk bangunan kita. Islam berbicara tentang bahasa arsitektural yang sederhana, rendah hati dan fungsional sebagaimana terlihat pada hadith dibawah ini : Annas bin Malik berkata: Rasulullah SAW suatu hari melihat sebuah bangunan besar dengan kubah diatasnya kemudian berkata: Apakah itu ? Para sahabat menjawab: Itu merupakan bangunan milik fulan…, salah seorang dari kaum Anshor. Rasulullah tidak mengucapkan sepatah kata pun sehingga menimbulkan tanda tanya besar. Ketika pemiliknya memberikan salam kepadanya Rasulullah memalingkan wajahnya dan melangkah pergi. Si pemilik ini mengulanginya berulangkali dan reaksi Rasulullah tetap sama, sehingga orang tersebut menyadari bahwa kemarahan Rasulullah karena ia. Sehingga akhirnya ia menanyakan hal tersebut kepada sahabat yang lain dengan berkata: Saya bersumpah demi Allah bahwa saya tidak memahami sikap Rasulullah SAW. Para sahabat menjawab ia bertindak seperti itu setelah melihat bangunan besar dengan kubah milikmu. Sang sahabat itu kemudian pulang ke rumahnya dan menghancurkannya sehingga rata dengan tanah. Suatu hari Rasulullah melihat ke arah yang sama dan tidak melihat bangunan kubah itu lagi. Ia bertanya: Apa yang telah terjadi pada bangunan berkubah tersebut? Mereka (para sahabat) menjawab: “pemiliknya mengeluh bahwa kau (Rasulullah SAW) memalingkan wajahmu ketika berjumpa dengannya dan ketika kami memberitahukan sebabnya dia pun menghancurkannya. Rasulullah berkata: “Setiap bangunan adalah fitnah bagi pemiliknya kecuali yang tanpanya manusia tidak dapat hidup”.42 Dari hadith-hadith diatas terlihat apa sebenarnya semangat kesederhanaan dan keindahan sebenarnya yang terdapat dalam Islam. Bahkan untuk kasus Taj Mahal yang merupakan sebuah pemakaman Rasulullah banyak mengeluarkan hadith yang secara tegas memberikan sebuah batasan tentang pembangunannya. Sebagaimana dapat kita lihat pada hadith berikut: Abu Hayyaj al-Asadi ra berkata: Ali ra berkata kepadaku bahwa aku dikirim kepadamu pada misi yang sama dengan Rasulullah SAW untuk menyatakan 40 Sunnah Abu Dawud Vol I, Hal 167 Sunnah Abu Dawud Vol III, Hal 1053 42 Sunnah Abu Dawud Vol III hal 1444-1445 41 217 bahwa tidak sepatutnya saya meninggalkan kuburan yang tinggi tanpa meratakannya dan meninggalkan sebuah tanda tanpa menyederhanakannya.43 Abu All Al-Hamdani berkata: Kami bersama Fudalah bin Ubaid di Rudis, sebuah tempat di Roma. Salah seorang sahabat kami meninggal, Fudhalah memerintahkan kami untuk menggali makamnya dan meratakannya, Ia kemudian berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW memerintahkan untuk meratakannya, Abu Dawud menjelaskan bahwa Rudis berada di sebuah pulau di tengah laut.44 Jadi dari dua hadith ini jelas terlihat bahwa Rasulullah memerintahkan kita untuk tidak melebih-lebihkan dalam mendirikan suatu makam atau kuburan. Bahkan secara jelas beliau mengisyaratkan untuk meratakannya agar tidak terlihat sebagai suatu bentuk kesombongan dari orang atau keluarga dari orang yang sudah meninggal. Pada hadith yang lain Rasulullah menampakkan sebuah kekhawatiran bahwa kuburan yang dibuat mewah tersebut kemudian akan menjadi tempat penyembahan dan ritual yang berbau musyrik sebagaimana terlihat pada hadith beliau berrikut ini: Diceritakan oleh ‘Urwa: Aisyah ra berkata, ketika Rasulullah SAW sedang sakit keras beliau berkata, ‘Allah mengutuk orang yahudi dan orang kristen karena mereka menjadikan makam dari Nabi mereka sebagai tempat menyembah dan sholat. Aisyah menambahkan bukan karena makam nabi dan rasul itu tidak penting tapi saya khawatir akan dijadikan sebagai tempat menyembah dan berdoa.45 Diceritakan dari Aisyah ra: Ketika Rasulullah sedang sakit beberapa istrinya bercerita tentang sebuah gereja yang mereka lihat di Ethiopia yang bernama Mariya. Umi Salma dan Umi Habiba telah pergi ke Ethiopia dan keduanya menceritakan bagaimana indahnya gereja tersebut dengan segala gambar yang ada di dalamnya. Rasulullah mengangkat kepalanya dan berkata “Mereka yang ketika salah seorang diantaranya meninggal, membuat penyembahan di makamnya dan membuat gambar-gambar seperti itu diatasnya”. Mereka adalah makhluk yang terburuk dalam pandangan Allah.46 Dari sini dapat kita lihat bagaimana kesesuaian antara pembangunan dan pemilihan bahan Taj Mahal dengan prinsip dan nilai-nilai Islam. Taj Mahal tidak dapat dikatakan sebagai suatu produk yang Islami karena secara jelas ia bertentangan dengan semangat dan prinsip dasar yang coba dibangun oleh Islam. Ia hanyalah sebuah produk masyarakat muslim di suatu negara atau kawasan tertentu yang menunjukkan situasi dan konteks sosial dari lingkungannya. Posisi dan Penempatan Taj Mahal terhadap Lingkungannya Masalah lain dari perancangan Taj Mahal adalah bagaimana posisi dan penempatan dari bangunan ini terhadap kondisi site dan lingkungan sekitarnya. Sebagaimana gambar berikut, bangunan ini lebih terlihat sebagai sebuah monument yang berdiri angkuh di lingkungannya dari pada sebuah bangunan yang berusaha menyatu dengan 43 Sunan Abu Dawud Vol II, hal 914-915 Sunan Abu Dawud Vol II, hal 915 45 Shahih Al-Bukhari Vol II, hal 232 46 Shahih Bukhari Vol II, hal 237 44 218 lingkungannya. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip, semangat dan nilai-nilai Islam, karena dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan Hadith Islam berulangkali mengajarkan untuk melihat dan menghormati alam. Allah juga mengajarkan bagaimana manusia untuk dapat beradaptasi dan mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang ada di alam sekitarnya. Penempatan Taj Mahal yang menentang lingkungan serta skalanya yang luar biasa besar, lebih terlihat sebagai sebuah monument yang angkuh dan tidak manusiawi. Skala yang grand atau monumental dari Taj Mahal menunjukkan bagaimana bangunan tersebut berusaha menunjukkan dirinya untuk mendapatkan perhatian lebih dari orang-orang yang melihatnya. Pembentukkan imej atau skala besar hanya dimungkinkan ketika suatu bangunan dibuat dalam skala besar atau diletakkan di tempat yang lebih terbuka seperti padang rumput atau di tengah danau. Fasad atau tampak bangunan yang simetris sebagaimana biasa terlihat pada banyak bangunan klasik jelas pada tampak bangunan ini. Tampak simetris ini seringkali merupakan sebuah pembentukkan imej tanpa memperhitungkan fungsi dan sirkulasi di bagian dalam bangunan. Pembuatan kesan monumental juga dibentuk dari aksis atau garis tegas buatan yang dipaksakan sebagai suatu bentuk pemerkosaan dan penganiayaan terhadap lahan dengan segala karakter dan keunikan yang dimiliknya. Taj Mahal dan Pelajaran Bagi Perancangan Masjid Kita Dari pembahasan diatas terlihat bahwa pada kasus Taj Mahal kita mendapati sebuah pelajaran tentang bagaimana peranan dan pengaruh dari citarasa personal mempengaruhi suatu produk bangunan Arsitektur Islam, baik dalam perancangan, pemilihan bahan maupun perletakkan bangunannya. Banyaknya masjid atau Islamic Centre yang dibangun Sekarang dengan menggunakan bahasa Arsitektur Taj Mahal atau Arsitektur Mughal yang terkenal dengan kubah bawang dan ornamentasi lengkungnya kemungkinan disebabkan oleh ketidak-tahuan dan kurangnya informasi berkenaan dengan bangunan-bangunan tersebut dalam konteks asalnya. Penjiplakan ini kemungkinan juga terjadi karena interpretasi dan pendekatan fisik yang banyak dilakukan oleh para arsitek dan masyarakat terhadap bangunan-bangunan tersebut yang dianggap sebagai produk dari kejayaan Islam karenanya dianggap merepresentasikan Islam dalam bentuk Arsitektur. 219 Beberapa contoh masjid di Indonesia (masjid besar dan lingkungan) yang menggunakan ekspresi dan bentuk fisik Taj Mahal seperti penggunaan kubah dan menara sebagai bahasa arsitekturalnya. Sudah terlalu banyak masjid yang dibuat dengan sedemikian mewah (sebagaimana Taj Mahal) di Indoensia, penulis tidak berharap untuk menemukan lebih banyak lagi masjid seperti ini di Aceh. Indonesia memiliki bahasa arsitektur sendiri yang dapat kita temukan pada berbagai masjid tradisional Indonesia seperti Masjid Demak Banten atau Masjid Limo Kaum di Madang. Bahasa Arsitektur masjid Indonesia ini lahir dari sebuah interaksi antara prinsip dan nilai-nilai dasar Islam dengan kondisi sosial-budaya, kemampuan teknologi dan sistem sosial masyarakat Indonesia dan telah teruji oleh waktu mampu berfungsi sebagai masjid selama ratusan tahun. Dengan sebuah studi yang integratif dan terperinci terhadap arsitektur tradisional ini ditambah dengan pengembangan teknologi dan pemahaman struktur masyarakat modern kita akan mendapatkan sebuah sistem dan pendekatan perancangan masjid yang lebih baik bagi Indonesia. Beberapa contoh ekspresi bangunan Masjid Nusantara (kanan-Masjid Banten dan kiriMasjid Demak) Kita perlu melakukan penyadaran dan pembelajaran terhadap masyarakat luas tentang berbagai fakta ini. Para penguasa tidak dapat terlalu diharapkan karena biasanya semakin monumental suatu masjid pada masa pemerintahannya maka akan semakin baik nama ia terukir dan dikenang orang. Para arsitek dan kontraktor sendiri juga tidak dapat terlalu diharapkan karena semakin besar biaya dan semakin mewah suatu bangunan maka akan semakin besarlah komisi yang mereka terima. Harapan hanya dapat diharapkan kepada pihak-pihak yang tidak memetik keuntungan dari fenomena pembuatan masjid-masjid mewah dan mahal ini, karenanya mari sama-sama kita bekerja sama bagi pengoptimalan dan pengembangan masjid sebagai pusat pembangunan masyarakat yang lebih baik. 220 Lampiran 2 Artikel untuk Aceh Institute November 2006, Pemilihan Bahasa Arsitektur bagi Perancangan Elemen dan Wajah Kota Islami: Studi terhadap Kekuatan serta Agenda Politik Penguasa terhadap Perancangan Kota Baghdad, Irak Nangkula Utaberta47 Pemilihan bahasa arsitektur merupakan sebuah elemen penting dalam perancangan sebuah kota. Ia membentuk wajah dan imej utama dari sebuah komunitas dengan segala aspek budaya, politik bahkan kerangka sistem sosial yang dimilikinya. Artikel ini akan berusaha memberikan sebuah studi dari bagaimana suatu kekuatan dan pengaruh politik dari penguasa dapat mempengaruhi pembentukan imej dari suatu kota melalui pembentukan monumen dan landmark dari kota tersebut. Pembahasannya sendiri akan terbagi atas penggunaan aksis yang ”keras” dalam perancangan kota Baghdad, analisa terhadap “Victory of Arch” sebagai salah satu elemen penting dari perancangan kota Baghdad dan Pengaruh Kemenangan Irak atas Iran dalam Pambentukan Imej Politik Sadam Husein pada ”Muka” Kota Baghdad Diharapkan artikel ini dapat memberikan sebuah pelajaran bagi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang mendapatkan kesempatan kedua bagi perancangan kotakotanya agar tidak terjebak pada sebuah perancangan yang hanya mengejar imej atau motif politik tertentu saja. Penulis sengaja memilih kota Baghdad sebagai sebuah kota yang memiliki karakter Islam yang kuat dengan segala motif politiknya dan berharap artikel ini bisa membuka diskusi bagi perancangan kota di NAD yang jauh lebih demokratis, rendah hati, akrab dengan alam dan bersendikan semangat kerakyatan. Aksis yang ”Keras” dalam Perancangan Kota Baghdad Sebelum kita bicara tentang kota Baghdad secara spesifik, mari kita lihat beberapa kasus dari penggunaan aksis yang keras dalam perancangan sebuah kota sebagaimana terlihat pada beberapa kota berikut: 47 Nangkula Utaberta ST. M.Arch adalah seorang staf pengajar di Universitas Indonesia, pernah menjadi staf peneliti dan staf pengajar di Universiti Teknologi Malaysia. 221 Sebuah Rancangan Kota Berlin pada Rezim ”Hitler” yang dilakukan oleh Albert Speers pada tahun 1940-an Lapangan Tiananmen, Beijing: sebuah gerbang menuju Forbidden City (bagian yang berwarna orange), dirancang kembali oleh Rezim komunis dengan menambahkan mouseleum (makam) dan monumen Mao TseTung di bagian tengah dengan beberapa bangunan Institusi seperti parlemen dan museum sejarah Cina di kiri dan kanan lapangan. Istana Versailles yang dibangun oleh Raja Louis di Prancis, penuh dengan aksis yang keras, bentuk dan penyusunannya yang simetri memperlihatkan sebuah pemaksaan terhadap lingkungan alaminya 222 Perancangan dan penyusunan aksis yang simetri dan keras pada Taj Mahal di Agra, menunjukkan sebuah bahasa arsitektur yang ”angkuh” dan tidak akrab dengan lingkungannya. Gambar yang pertama memperlihatkan sebuah usulan perancangan kota berlin yang dilakukan oleh Albert Speer, Sebenarnya menurut para ahli sejarah Hitler sendiri lah yang mengawasi langsung dan memberikan ide serta prinsip perancangannya. Kubah yang menjadi bangunan utma kota Berlin yang direncanakan ini menjadi kubah terbesar di dunia dengan diameter lebih dari 50 M. Walaupun tidak sempat terlaksana karena NAZI kemudian kalah perang, namun rancangan ini telah menunjukkan bagaimana interpretasi dan persepsi seorang penguasa dengan sistem terpimpin (diktator) dalam merancang sebuah kota dalam mengekspresikan ide dan gagasannya. Sementara gambar kedua memperlihatkan perancangan pusat kota Beijing di Cina yang memperlihatkan lapangan Tiananmen sebagai pintu gerbang ke Kota terlarang (Forbidden City) yang merupakan kota kekaisaran tua Cina. Penambahan monumen berupa makam Mao Tse Tung sebagai pemimpin besar komunis Cina memperlihatkan bagaimana kekuatan komunis di Cina berupaya memperlihatkan esistensinya sebagai ideologi negara. Gambar yang ketiga memperlihatkan perancangan istana Versailles yang dibangun oleh Kaisar Louis pada abad pertengahan. Dalam berbagai catatan sejarah kita telah menemukan bagaimana kekejaman dan kediktatoran Raja Louis terutama Raja Louis XV, XVI dan XVII yang melihat dirinya sebagai raja yang berkuasa atas segalanya, termasuk hukum dan nyawa rakyatnya. aksis simetri yang dibuat, menurut banyak catatan sejarah merujuk usaha Kaisar untuk menunjukkan supremasinya atas sistem sosial di Prancis. Pada gambar yang terakhir memperlihatkan sebuah perancangan lansekap dan tapak dari Taj Mahal yang berusaha memberi kesan agung dengan skala yang sangat monumental namun memiliki semangat yang sama dengan Versailles. Melalui keempat contoh ini, penulis berusaha memperlihatkan bagaimana suatu pemahaman politik dan karakter pemerintahan dari suatu bangsa mempengaruhi penggunaan aksis pada perancangan kota dan monumen pentingnya. Selain contoh diatas masih banyak contoh perancangan kota dan tapak monumen lain yang juga memiliki semangat yang sama, sebutlah misalnya perancangan kota Washington, India baru (Chandigarh), beberapa negara Amerika Latin termasuk Malaysia (perancangan Putrajaya) dan Indonesia (di daerah Monas, Senayan dsb). Contoh ini memperlihatkan secara sederhana bahwa aksis telah menjadi sebuah bahasa arsitektur dari sebuah pemerintahan yang diktator, feudal atau absolut. Sementara di negaranegara yang lebih demokratis seperti Inggris dan Singapura aksis ini tidak terlalu terlihat (kecuali pada kota-kota tuanya). Hal yang sama juga terlihat pada perancangan kota Baghdad sebagaimana terlihat pada gambar berikut: 223 Kota Baghdad yang memperlihatkan sebuah aksis yang ”keras” dan terlihat memaksa alam agar terbentuk sesuai keinginan manusia. Bahasa arsitektur perkotaan dengan aksis yang ”keras” ini seringkali mengabaikan potensi dan kondisi alam dari tapak yang dibangun. Manusia seringkali merasa dirinya ”Tuhan” dan menganggap dia berhak membentuk alam semaunya. Mungkin pelajaran berharga dapat kita ambil dari perancangan tapak yang dilakukan oleh seorang arsitek Amerika, Frank Lloyd Wright yang sangat menghormati tapak dan lingkungan alami dari bangunannya sebagaimana terlihat pada beberapa gambar berikut: Beberapa contoh bangunan karya Frank Lloyd Wright yang memperlihatkan interaksi positif antara bangunan dengan lingkungan alamnya. Analisa terhadap “Victory of Arch” Sebagai Salah Satu Elemen Penting dari Perancangan Kota Baghdad “Victory of Arch” merupakan suatu elemen yang sangat penting dalam perancangan kota Baghdad karena ia berbicara dan menjelaskan banyak hal tentang bagaimana pola pikir dari pemerintah Irak terhadap pembangunan kota tersebut seharusnya. 224 Victory of Arch adalah sebuah monumen yang selesai dibangun pada tanggal 8 Agustus 198948 untuk mengenang kemenangan Iran atas Iran. Monumen ini sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini memiliki skala yang luar biasa besar. Lengan hingga genggaman tangan dari pemegang pedang menjulang sepanjang 16 meter. Pedangnya sendiri berdiri setinggi 40 meter diatas permukaan tanah. Bendera kecil yang terdapat di ujung pertemuan antar dua pedang besar tersebut menjulang setinggi 7 meter (bisa dibayangkan bagaimana besar dan megahnya monumen ini). Victory of Arch, Baghdad, Irak. Elemen dari monument ini sendiri terdiri atas “The Exploiding Ground” (bagian paling dasar dari monumen) terbuat dari perunggu dengan berat 4 ton sebuah, sementara Lengan dan gripnya dengan berat 20 ton sebuah.49 Pedang yang terhunus terbuat dari stainless steel seberat 24 Ton sebuah. Dari sini dapat dibayangkan betapa besar dan berat monument ini. Namun di luar dari ukuran dan skala dari bangunan ini aspek simbolisasi dan muatan politik dari monumen ini ternyata lebih besar. Mari kita mulai dari bagian bawah (exploiding ground-tanah yang meledaknya dan gripnya). Bagian ini terbuat dari 5000 helm tentara Iran yang berhasil dikalahkan dan diambil langsung dari medan perang. Hal ini sekali lagi berbicara tentang supremasi Irak atas Iran dan menunjukkan bagaimana hebatnya negara tersebut. Pemilihan elemen lengan yang menggenggam pedang lebih menarik lagi. Ia dibahasakan dengan begitu jelas 50 dalam bentuk lengan dan model untuk lengan tersebut memang diambil dari lengan Presiden Sadam Husein untuk menunjukkan kehebatan beliau dalam memimpin peperangan mengalahkan Iran. Disini terlihat sekali motif politis pribadi dalam pembuatan monumen ini. Elemen pedang sebagai elemen utama dari monumen ini tentu saja memegang peranan utama dalam membahasakan apa yang diinginkan oleh penguasa Irak. Pedang yang disimbolkan disini bukanlah pedang sembarangan namun ia adalah pedang Qadisiyya. 51Jika kita ingat sejarah pada tahun 637 M tentara Muslim telah mengalahkan pasukan Persia yang ketika itu merupakan salah satu kekuatan terbesar di dunia dan menandai pembebasan sekaligus peng-Islaman Irak. Pedang tersebut merupakan kepunyaan Sa’ad bin Abi Waqash yang secara gemilang telah memimpin tentara Muslim. Pembuatan monumen ini membahasakan sebuah ilustrasi yang jelas 48 Pembangunannya sendiri sudah dimulai sejak 22 April 1985. Bagian ini begitu besar hingga harus dibuat di Basingstoke, Inggris karena tidak ada pabrik yang mampu membuatnya. 50 Dalam pembuatan monument biasanya elemen dan bagian dari monument tersebut disamarkan atau dipenuhi dengan simbolisme demi kepentingan aspek estetikanya. 51 Karena tidak ada yang pernah melihat bagaimana bentuk asli dari pedang tersebut maka apa yang ada pada monument tersebut hanya rekaan saja. 49 225 bahwa Sadam Husein adalah Sa’ad bin Abi Waqash pada tahun 1980. Ilustrasi ini memperjelas kampanye yang disampaikan oleh Partai Bha’ats (partai pemerintah Sadam Husein) bahwa perang Iran-Iraq merupakan perang Qadisiyya dari Sa’ad “Sadam Husein” bin Abi Waqash melawan Persia (Iran direfleksikan sebagai Persia). Pada desain awalnya kedua pedang ini tidak identik. Pedang yang satunya seharusnya pedang dhu’l Faqar atau pedang yang digunakan oleh Rasulullah pada Perang Badar. Untuk memperjelas pesan perang suci untuk kejayaan Islam dari monument ini. Namun masalahnya pedang tersebut diwariskan kepada Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah dan sebagaimana kita semua ketahui bahwa Ali merupakan pujaan sekaligus pemimpin orang-orang Syi’ah. Dan orang-orang syiah berpusat di Iran, jadi merupakan suatu hal yang tidak logis untuk menggunakan pedang Ali untuk membunuhi orang-orang Iran, sebagaimana yang diduga oleh Samir al Khalil berikut: “Apakah pedang ini dalam bentuk monumennya dibangun karena alasan keindahan (mungkin ia akan merusak simetri dari sebuah arch, terutama pada pertemuan dimana pedang tersebut saling menyilang)? Saya tidak tahu. Dari sudut pandang simbolisme rezim yang berkuasa sepertinya ia harus dipertahankan. Untuk menggambarkan pemimpin Sunni Sadam Husein membunuh orang Iran (penganut Syi’ah) dengan pedang ‘Ali akan memberikan sebuah semangat yang sama sebagimana ia (Sadam Husein) berinagurasi (berjalan dengan gagah) di depan monumen tersebut dengan mengendarai kuda putih (yang biasa dipakai oleh Ali).”52 Disini terlihat sekali pesan politis dari penguasa Iraq melalui monumen ini. Elemen yang digunakan adalah elemen dan bahasa Islam namun pesan yang disampaikan adalah agenda politis dari penguasa. Hal ini memberikan sebuah pemahaman akan peranan sebuah pesan politis dalam pembentukan imej tentang apa yang dipahami sebagai produk yang islami.53 Jika kita hanya melihat obyeknya saja maka kita akan kehilangan apa sebenarnya esensi dari pembangunan monumen ini dengan melihatnya sebagai produk Arsitektur Islam. Pengaruh Kemenangan Irak atas Iran dalam Pambentukan Imej Politik Sadam Husein pada ”Muka” Kota Baghdad Isu ketiga adalah bagaimana kemenangan Irak atas Iran diangkat sebagai pembentuk imej pemerintahan Sadam Husein yang berkaitan dengan pembangunan kota Baghdad. Apa yang tertera dalam monumen “Victory of Arch” merupakan suatu contoh dari pengaruh kemenangan Irak atas Iran ini. Jika kita perhatikan ilustrasi dan gambar-gambar dibawah ini kita yang banyak terdapat di seantero kota Baghdad, akan memberikan sebuah pemahaman tentang bagaimana sebenarnya ide dan pesan politis dari penguasa membentuk kota Baghdad sebagaimana pesan yang disampaikan melalui Victory of Arch tadi. 52 “Was this sword eliminated in built version of the monument for aesthetic reason (perhaps it spoiled the symmetry of the arch, especially at the apex where the swords cross)? I don’t know. From the point of view of the regime’s own symbolism, however, it ought to have been retained. To depict the Sunni leader Sadam Husein killing Iranians with the swords of ‘Ali’ would be in the same spirit as having him inaugurate the monument by riding under it on a white stallion.”-Lihat Samir al Khalil, The Monument: Art, Vulgarity and Responsibility in Iraq, hal 11. 53 Kasus serupa dapat kita temui dalam berbagai kasus dari produk Arsitektural yang dainggap Islami. 226 Beberapa propaganda yang berusaha menyetarakan antara Sadam Husein dengan Sa’ad bin Abi Waqash (Pembebas Irak dari Persia). Dari penjelasan inilah kita dapat melihat korelasi kuat antara unsur dan motif politik praktis serta pembentukkan imej dari sebuah kekuatan politik terhadap perwajahan sebuah kota. Beberapa gambar yang menunjukkan usaha pemerintah Sadam Husein untuk mengangkat citra dan Imej Sadam sebagai tokoh utama Iraq. Sebuah Pelajaran Bagi Perancangan Kota dan Perwajahan Aceh. Penjelasan sederhana diatas mengajarkan sebuah pelajaran berharga kepada kita bahwa pembentukan sebuah kota Muslim seperti Baghdad yang seharusnya merujuk kepada prinsip dan nilai-nilai dasar Islam sebagaimana yang terdapat dalam AlQur’an dan hadith justru menjadi sarana bagi penguasa untuk mendongkrak popularitas dan menanamkan doktrinasi kepada masyarakatnya. Penjelasan diatas juga mengajarkan kepada kita untuk secara hati-hati mepergunakan aksis sebagai sebuah bahasa arsitektur khususnya dalam perancangan kota dan kawasan, karena bisa jadi pendekatan yang kita lakukan justru merusak lahan berorientasi kepada arsitektur feudal dan diktator di masa lampau. Dalam perancangan kota dan pengolahan sebuah tapak, apalagi ketika harus mengangkat nilai-nilai dan prinsip luhur dari Islam, kita perlu memperhitungkan konteks sosial-masyarakat yang ada, respon terhadap kondisi alami yang ada pada lahan dan bagaimana kerangka historis dari daerah tersebut. Simbolisasi dan pembentuk imej yang seringkali menghabiskan banyak biaya harus dihindarkan. Desain harus dikembalikan dalam kerangka berpikir dan karakter nilai-nilai dan prinsip dari Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Motif-motif politik yang bertujuan melanggengkan kekuasan harus sama-sama kita cegah. Desain harus mencerminkan sebuah hubungan yang sehat antara penguasa dengan rakyatnya. Segala kebijakan berkenaan dengan perancangan kota dan tapak harus dikembalikan kepada semangat pelayanan publik, peningkatan hubungan sesama manusia, pendekatan pada Allah SWT dan pemeliharaan dan pelestarian alam sekitar. Semoga NAD dapat mengambil pelajaran dari kegagalan perancangan kota Baghdad dan kota-lain (yang sudah mulai menampakkan berbagai masalah saat ini) 227 dan menghasilkan sebuah perancangan yang lebih akrab dengan lingkungan, demokratis dan menjunjung nilai-nilai dan prinsip dasar Islam. 228