BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

advertisement
BAB III
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
HIPOTESIS
3.1. Kajian Teori
1)
Uang Beredar
Uang
Beredar
adalah
kewajiban
sistem
moneter
(Bank
Sentral,
Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat / BPR) terhadap sektor swasta
domestik (tidak termasuk pemerintah pusat dan bukan penduduk). Kewajiban
yang menjadi komponen Uang Beredar terdiri dari uang kartal yang dipegang
masyarakat (di luar Bank Umum dan BPR), uang giral, uang kuasi yang dimiliki
oleh sektor swasta domestik, dan surat berharga selain saham yang diterbitkan
oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa
jangka waktu sampai dengan satu tahun. Uang Beredar dapat didefinisikan
dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2). M1 meliputi uang kartal yang
dipegang masyarakat dan uang giral (giro berdenominasi Rupiah), sedangkan
M2 meliputi M1, uang kuasi (mencakup tabungan, simpanan berjangka dalam
Rupiah dan valas, serta giro dalam valuta asing), dan surat berharga yang
diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa
jangka waktu sampai dengan 1 tahun. Faktor yang memengaruhi Uang Beredar
adalah Aktiva Luar Negeri Bersih (Net Foreign Assets / NFA) dan Aktiva Dalam
Negeri Bersih (Net Domestic Assets / NDA). Aktiva Dalam Negeri Bersih antara
lain Tagihan Bersih Kepada Pemerintah Pusat (Net Claims on Central
21
22
Government / NCG) dan Tagihan kepada sektor lainnya (sektor swasta, pemeritah
daerah, lembaga keuangan dan perusahaan bukan keuangan) terutama dalam
bentuk pinjaman yang diberikan. Uang Beredar disusun dengan mengacu pada
Monetary and Financial Statistics Manual (MFSM) 2000 dan Compilation Guide
(2008). Adapun cakupan data dari Uang Beredar, terdapat pada matriks berikut:
Tabel 3.1. Matriks Cakupan Data dari Uang Beredar
Bank Beroperasi di Indonesia
Uang Beredar M2
Simpanan (Dana)
Pinjaman (Kredit)
Suku Bunga
Bank Umum
BPR
Termasuk
Termasuk
Termasuk
Termasuk
Termasuk
Termasuk
Termasuk
Tidak Termasuk
Kantor Bank
Beroperasi di
Luar Negeri
Tidak Termasuk
Tidak Termasuk
Tidak Termasuk
Tidak Termasuk
Sumber: Bank Indonesia (2015)
Menurut Sukirno (2004) kebijakan moneter yang dilakukan untuk
mengendalikan jumlah uang yang beredar terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:

Kebijakan moneter kuantitatif: Kebijakan moneter yang bersifat kuantitatif
dapat dibedakan dalam 3 (tiga) jenis tindakan, yaitu: melakukan jual beli
surat surat berharga di dalam pasar uang dan pasar modal, langkah ini
dinamakan operasi pasar terbuka; membuat perubahan ke atas suku diskonto
dan suku bunga yang harus; dibayar oleh bank-bank perdagangan; membuat
perubahan ke atas cadangan minimum yang harus disimpan oleh bank-bank
perdagangan.

Kebijakan moneter kualitatif: Kebijakan moneter yang bersifat kualitatif
biasanya dibedakan dalam 2 (dua) jenis yaitu: pengawalan pinjaman secara
terpilih; pembujukan moral.
23
2)
BI Rate
Menurut Bank Indonesia (2015) BI Rate sebagai Suku Bunga Acuan adalah:
(1)
Definisi BI Rate
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan
kepada publik.
(2)
Fungsi BI Rate
BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap
Rapat Dewan Gubernur Bulanan dan diimplementasikan pada operasi
moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas
(liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional
kebijakan moneter. Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan
pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight
(PUAB O/N). Pergerakan di Suku Bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti
oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga
kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam
perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate
apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah
ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila
inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.
Menurut Bank Indonesia (2015) penetapan BI Rate adalah:
(1)
Jadwal Penetapan dan Penentuan BI Rate
Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan
melalui mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi bulanan.
24

Respon kebijakan moneter (BI Rate) ditetapkan berlaku sampai
dengan RDG / Rapat Dewan Gubernur berikutnya;

Penetapan respon kebijakan moneter (BI Rate) dilakukan dengan
memperhatikan efek tunda kebijakan moneter (lag of monetary policy)
dalam memengaruhi inflasi;

Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula,
penetapan stance kebijakan
moneter dapat
dilakukan
sebelum
RDG Bulanan melalui RDG Mingguan.
(2)
Besar Perubahan BI Rate
Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate
(secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin atau bps).
Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar
terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat
dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.
Bagi dunia perbankan, suku bunga dapat dikatakan sebagai harga yang
harus dikeluarkan bank kepada nasabah yang menyimpan dananya di bank,
dan di sisi lain dapat dikatakan sebagai harga yang dibayar nasabah kepada bank
atas dana yang telah dipinjamkan (nasabah yang memperoleh pinjaman).
Menurut Mankiw (2003:86) tingkat bunga adalah harga yang menghubungkan
masa kini dan masa depan. Menurut Sunariyah (2011:82) suku bunga adalah
harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok
per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang
digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur.
25
3)
Kurs Rupiah
Kurs Rupiah adalah besaran jumlah mata uang Rupiah yang dibutuhkan
untuk mendapatkan satu unit mata uang asing.
Nilai tukar atau kurs merupakan harga mata uang suatu negara yang
dinyatakan dalam mata uang negara lain. Dengan kata lain bahwa nilai tukar yaitu
mengukur nilai suatu valuta suatu negara dari perspektif valuta negara lain.
Sejalan dengan berubahnya kondisi ekonomi, nilai tukar akan juga berubah secara
substansional (Irawan, 2012:28).
Menurut Mankiw (2006:128) para ekonom membedakan kurs menjadi dua:
(1)
Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang
dua negara simbolnya e.
(2)
Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang
di antara dua negara.
Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika adalah harga atau nilai tukar
mata uang Indonesia (IDR / Indonesian Rupiah) yang dinyatakan dalam
mata uang Amerika Serikat (USD / United States Dollar) dan bisa diartikan
banyaknya jumlah Rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh 1 (satu) USD.
Metode penghitungan kurs tengah yang umum dipakai Bank Indonesia
adalah dengan menjumlahkan kurs jual dan kurs beli yang kemudian dibagi
dengan dua (Bank Indonesia, 2015).
26
Teori yang berkaitan dengan kurs adalah 1) Balance of Payment Approach:
Pendekatan ini didasarkan pada pendapat bahwa nilai tukar valuta ditentukan oleh
kekuatan penawaran dan permintaan terhadap valuta tersebut. Adapun alat yang
digunakan untuk mengukur kekuatan penawaran dan permintaan tersebut adalah
balance of payment; 2) Purchasing Power Parity: Teori ini agak berbeda dengan
pendekatan sebelumnya. Teori ini berusaha untuk menghubungkan nilai tukar
dengan daya beli valuta tersebut terhadap barang dan jasa. Pendekatan ini
mengunakan apa yang disebut law of one price sebagai dasar. Dalam law of one
price disebutkan bahwa dengan asumsi tertentu, dua barang yang identik (sama
dalam segala hal) harusnya mempunyai harga yang sama; 3) Fisher Effect: Teori
ini diperkenalkan oleh Irving Fishing. Fisher effect menyatakan bahwa tingkat
suku bunga nominal di suatu negara akan sama dengan tingkat suku bunga riil
ditambah tingkat inflasi di negara itu. Pernyataan tersebut dapat digambarkan
dengan persamaan sebagai berikut: suku bunga nominal = suku bunga riil +
tingkat inflasi. Tingkat suku bunga nominal di 2 negara dapat berbeda
karena tingkat inflasi mereka berbeda; 4) International Fisher Effect: Pendapat ini
didasari oleh fisher effect, bahwa pergerakan nilai mata uang suatu negara di
banding negara lain (pergerakan kurs) disebabkan oleh perbedaan suku bunga
nominal yang ada di kedua negara tersebut. Implikasi dari international
fisher effect adalah bahwa orang tidak bisa menikmati keuntungan yang lebih
tinggi hanya dengan menanamkan dana mereka ke negara yang mempunyai suku
bunga nominal tinggi karena nilai mata uang negara yang suku bunganya tinggi
tersebut akan terdepresiasi (turun nilainya) sebesar selisih bunga nominal dengan
negara yang mempunyai suku bunga nominal lebih rendah (Irawan, 2012:29-30).
27
4)
Harga Minyak Mentah Indonesia
Menurut Kementerian Keuangan (2009) ICP (Indonesian Crude Price) atau
Harga Minyak Mentah Indonesia merupakan basis harga minyak mentah yang
digunakan dalam APBN. ICP (Indonesian Crude oil Price) adalah harga rata-rata
minyak mentah Indonesia di pasar internasional yang dipakai sebagai indikator
perhitungan bagi hasil minyak. ICP ditetapkan setiap bulan dan dievaluasi
setiap semester.
Menurut Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (2015) penetapan
besarnya harga minyak merupakan hal yang sangat penting mengingat berapa
besar harga minyak berpengaruh terhadap pembagian produksi (lifting) antara
Kontraktor dan pemerintah. Oleh karena itu, Pemerintah mengambil peran dalam
penetapan metoda perhitungan harga minyak mentah Indonesia (ICP).
Penentuan harga minyak di pasar internasional sebagaimana kita ketahui
merupakan masalah yang kompleks, lihat posting posting sebelumnya tentang
harga minyak.
Perhitungan ICP saat ini mengikuti formula tertentu yang merupakan
harga rata rata tertimbang dari sumber yang kompeten dalam perdagangan minyak
internasional, antara lain: Platts, RIM, dan APPI.
Platts adalah penyedia jasa informasi energi terbesar di dunia, jasa
informasi tidak terbatas pada minyak, namun juga gas alam, kelistrikan,
petrokimia, batubara, dan tenaga nuklir.
RIM Intelligence Co, adalah badan independen yang berpusat di Tokyo
dan Singapore, mereka menyediakan data harga minyak untuk pasar asia pasific
dan timur tengah.
28
APPI (Asian Petroleum Price Index), menggunakan sistem panel
(panel pricing) dimana penentuan harga minyak dilakukan oleh partisipan pelaku
industri (seperti: trader, refiner, dan producer). APPI dikeluarkan oleh
SeaPac Services di Hongkong. APPI dianggap sebagai mekanisme penentuan
harga yang standar untuk wilayah Asia Timur.
Formula harga minyak ICP terus mengalami perubahan, sebelumnya
formula ICP: ICP = 40% Platts + 40% RIM + 20% APPI. Sejak Oktober 2006,
Indonesia mengubah bobot perhitungan ICP, dimana persentase APPI berkurang,
formula menjadi: ICP = 47.5% Platts + 47.5% RIM + 5% APPI. Sejak Juli 2007,
APPI di-drop, sehingga ICP menjadi 50:50 untuk Platts dan RIM.
Menurut Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia Nomor: 23 Tahun 2012, formula Harga Minyak Mentah Indonesia
adalah
formula
yang
digunakan
untuk
menghitung
dan
menentukan
Harga Minyak Mentah Indonesia. Tim Harga Minyak Mentah yang selanjutnya
disebut tim harga adalah tim yang yang bertugas untuk melakukan evaluasi dan
menyampaikan usulan penetapan formula Harga Minyak Mentah Indonesia
kepada menteri. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Minyak dan gas bumi. Direktur jenderal adalah direktur
jenderal yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan
gas bumi. Badan pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan
pengendalian kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi.
Menurut Kementerian Keuangan (2009) sesuai dengan karakteristik
dan
kualitasnya,
sampai
dengan
saat
ini
terdapat
50
jenis
minyak
mentah Indonesia yang masing-masing mempunyai harga yang berbeda.
29
50 jenis ICP tersebut pada dasarnya terbagi 3 (tiga) kelompok yaitu:
1) 8 jenis minyak mentah (SLC, Cinta, Widuri, Duri, Attaka, Belida, Arjuna, dan
Senipah Condensate); harganya berdasarkan formula ICP yang mengacu pada
publikasi APPI, RIM dan PLATT’S; 2) 1 jenis minyak mentah (Bontang Return
Condensate / BRC) harganya dihitung berdasarkan Publikasi MOPS Naphta; 3) 41
jenis minyak mentah lainnya harganya dihitung berdasarkan formula
yang
mengacu pada 8 jenis ICP tersebut di atas (huruf a).
Menurut Saputra (2012:26) minyak mentah atau yang juga dikenal sebagai
crude oil merupakan komoditas dan kebutuhan utama dunia saat ini. Bahkan
Indonesia yang merupakan negara penghasil minyak ternyata belum mampu
mencukupi kebutuhan domestiknya akan minyak. Adapun komposisi minyak
mentah (crude oil) adalah sebagai berikut: Karbondioksida (CO2) 83-87%,
Hidrogen (H2) 10-14%, Nitrogen (N2) 0,1-2%, Oksigen (O2) 0,1-1,5%, Belerang
(Sf) 0,5-6%, dan Logam lain <1000 ppm. Output dari minyak mentah yang
digunakan sehari-harinya adalah solar, bensin, pertamax, kerosin. Sebesar 84%
dari Minyak Mentah akan diolah menjadi bahan bakar kendaraan (bensin), bahan
bakar pesawat terbang (kerosin), diesel (solar), bahan pemanas bumi (heating),
bahan bakar lain dan gas cair (liquefied petroleum gas). Barel adalah satuan alat
tukar Minyak Mentah ke Kurs Dollar. Satu barel sama dengan 159 liter.
Pemilihan Dollar sebagai alat tukar minyak dan emas adalah karena mata uang
USD dikenal hampir seluruh Dunia. Khusus untuk minyak, Amerika adalah
negara yang konsumsi minyak tertinggi di dunia melebihi Cina. Barel juga diakui
dan dipakai sebagai alat satuan minyak mentah karena sudah resmi menggunakan
standar ISO 9001:2000.
30
5)
Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks Harga Saham Gabungan adalah suatu rangkaian informasi
historis mengenai pergerakan harga saham gabungan, sampai tanggal tertentu.
Indeks Harga Saham Gabungan mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai
pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menggambarkan suatu rangkaian
informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan seluruh saham,
sampai pada tanggal tertentu. Pergerakan harga saham tersebut disajikan setiap
hari, berdasarkan harga penutupan di bursa pada hari tersebut. Indeks tersebut
disajikan untuk periode tertentu. IHSG berubah setiap hari karena: perubahan
Harga Pasar yang terjadi setiap hari; Adanya saham tambahan (masuknya emiten
baru yang tercatat di Bursa Efek, atau terjadinya tindakan corporate action berupa
stock split, right, waran, dividen saham, saham bonus, dan saham konversi).
Ada beberapa pendekatan atau metode perhitungan yang digunakan untuk
menghitung Indeks, yaitu: Menghitung arithmetic mean harga saham yang masuk
dalam anggota indeks; Menghitung geometric mean dari indeks individual saham
yang masuk anggota indeks; dan Menghitung rata-rata tertimbang Nilai Pasar.
Umumnya semua Indeks Harga Saham Gabungan (Composite) menggunakan
metode rata-rata tertimbang termasuk di Bursa Efek Indonesia (Bursa Efek
Indonesia, 2012). Metodologi Perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan:
Nilai Pasar adalah kumulatif dari perkalian harga saham dengan jumlah
saham tercatat. Nilai Dasar adalah kumulatif dari perkalian harga saham dengan
31
jumlah saham tercatat pada hari dasar (Bursa Efek Indonesia, 2014:19).
Menurut
Saputra (2012:28-29) Nilai Pasar adalah kumulatif jumlah saham
tercatat (yang digunakan untuk perhitungan indeks) dikalikan dengan harga pasar.
Nilai Pasar biasa disebut juga kapitalisasi pasar. Rumus untuk menghitung
Nilai Pasar adalah: Nilai Pasar = p1q1 + p2q2 + .... + piqi + pnqn.
Keterangan: p adalah closing price (harga yang terjadi) untuk emiten ke-i.
q adalah jumlah saham yang digunakan untuk perhitungan indeks (jumlah saham
yang tercatat) untuk emiten ke-i. n adalah Jumlah emiten yang tercatat di BEI
(jumlah emiten yang digunakan untuk perhitungan indeks).
Nilai Dasar adalah kumulatif jumlah saham pada hari dasar dikali dengan
harga pada hari dasar. Hari dasar perhitungan Indeks adalah tanggal 10 Agustus
1982 dengan Nilai 100. Sedangkan jumlah emiten yang tercatat pada waktu itu
adalah sebanyak 13 emiten. Saat ini di Bursa Efek Indonesia ada beberapa jenis
indeks. Dari berbagai jenis indeks harga saham tersebut, dalam penelitian ini
hanya menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai objek
penelitian karena IHSG merupakan proyeksi dari pergerakan seluruh saham biasa
dan saham preferen yang tercatat di BEI. IHSG pertama kali diperkenalkan pada
tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga semua saham yang
tercatat di Bursa Efek Jakarta baik saham biasa maupun saham preferen.
Suatu indeks diperlukan sebagai sebuah indikator utama yang secara umum
menggambarkan pergerakan harga dari sekuritas-sekuritas. Indeks harga saham
setiap hari dihitung menggunakan harga saham terakhir (closing price) yang
terjadi di bursa.
32
3.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini memuat berbagai penelitian yang telah dilakukan
oleh Peneliti lain baik dalam bentuk Penelitian dan Jurnal. Penelitian yang
ada telah mendasari pemikiran penulis dalam penyusunan Tesis, adapun
Penelitiannya adalah sebagai berikut:
Appa (2014) meneliti Pengaruh Inflasi dan Kurs Rupiah / Dolar Amerika
terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu nilai tukar
Rupiah / Dolar Amerika dan, inflasi IHK secara bersama-sama berpengaruh
terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia diterima.
Secara parsial variabel nilai tukar Rupiah / Dolar Amerika berpengaruh
signifikan. Sedangkan variabel inflasi IHK tidak signifikan. Dan dari kedua
variabel tersebut yang paling dominan pengaruhnya terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) adalah Nilai Tukar Rupiah / Dolar Amerika. Dengan nilai
Standardized Coefficient sebesar 0,649 dan probabilitas signifikasi sebesar
0,003.
Arif
(2014)
meneliti
Pengaruh
Produk
Domestik
Bruto,
Jumlah
Uang Beredar, Inflasi dan BI Rate terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
di Indonesia periode 2007-2013. Hasil pengujian hipotesis secara parsial
yang dilakukan dengan uji t menunjukan bahwa risiko sistematik eksternal
Produk Domestik Bruto (PDB), Jumlah Uang Beredar (JUB), dan suku bunga SBI
tidak memengaruhi secara signifikan perubahan harga saham di Indonesia yang
dilihat berdasarkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama periode
2007 sampai dengan 2013. Berbeda untuk pengujian hipotesis secara keseluruhan
33
dengan menggunakan uji F terlihat bahwa risiko sistematik eksternal
Produk Domestik Bruto, Jumlah Uang Beredar, dan SBI sangat memengaruhi
perubahan harga saham di Indonesia yang dilihat berdasarkan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) selama periode 2007 sampai dengan 2013 secara
signifikan.
Novianto (2011) meneliti Analisis Pengaruh Nilai Tukar (Kurs) Dolar
Amerika / Rupiah (US$ / Rp), Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi, dan Jumlah
Uang Beredar (M2) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 1999.1-2010.6. Setelah dilakukan
uji penyimpangan asumsi klasik, hasilnya menunjukkan data terdistribusi normal
dan tidak diperoleh suatu penyimpangan. Berdasarkan hasil perhitungan
disimpulkan bahwa keempat variabel independen yaitu nilai tukar (kurs) Rupiah,
tingkat suku bunga SBI 1 bulan, inflasi, dan jumlah uang beredar (M2) secara
bersama-sama berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di
Bursa Efek Indonesia (BEI) diterima. Secara parsial variabel nilai tukar (kurs)
Rupiah dan jumlah uang beredar (M2) berpengaruh signifikan. Sedangkan
variabel inflasi dan tingkat suku bunga SBI tidak signifikan. Dan dari keempat
variabel tersebut yang paling dominan pengaruhnya terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan di Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah nilai tukar (kurs) Rupiah.
Novitasari (2013) meneliti Pengaruh Inflasi, Harga Minyak Mentah
Indonesia, dan Suku Bunga (BI Rate) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
(Data per bulan periode 2006-2012). Berdasarkan hasil penelitian untuk
mengetahui pengaruh tingkat inflasi, harga minyak mentah indonesia, dan tingkat
suku bunga terhadap IHSG dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Hasil penelitian
34
ini mampu membuktikan adanya pengaruh secara negatif antara tingkat inflasi
dengan IHSG. Artinya kenaikan tingkat inflasi akan mengakibatkan penurunan
IHSG. Berpengaruhnya inflasi terhadap IHSG secara negatif karena kenaikan
inflasi menjadi sinyal negatif bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal dan
cenderung melepaskan Saham untuk beralih pada investasi pada bentuk lain
seperti tabungan atau deposito karena anggapan risiko yang lebih tinggi.
Peralihan investasi ke bentuk yang lain akan menyebabkan investor untuk
melakukan penjualan saham, sehingga menurunkan Harga Saham dan IHSG;
2) Hasil penelitian menunjukkan bahwa Harga Minyak Mentah Indonesia
memengaruhi IHSG secara positif. Artinya kenaikan Harga Minyak Mentah
Indonesia akan diikuti oleh kenaikan IHSG. Berpengaruhnya Minyak Mentah
Indonesia terhadap IHSG secara positif karena kenaikkan harga minyak mentah
akan mendorong investor untuk berinvestasi karena menganggap meningkatnya
permintaan global, yang berarti membaiknya ekonomi global sehingga akan
meningkatkan laba dan kinerja perusahaan. Adanya peningkatan permintaan
saham akan meningkatkan perdagangan saham yang berdampak meningkatkan
IHSG; 3) Hasil Penelitian tidak berhasil membuktikan adanya Pengaruh Tingkat
Suku Bunga dengan IHSG. Tidak berpengaruhnya Tingkat suku bunga terhadap
IHSG karena pada dasarnya investor termotivasi untuk membeli saham
perusahaan yang memiliki kinerja baik, sehingga mampu memberikan keuntungan
bagi investor dan memiliki prospek usaha yang baik. Selama tidak terjadi kondisi
makroekonomi yang menyebabkan lonjakan tingkat suku bunga, maka investor
akan tetap lebih termotivasi untuk melakukan investasi saham. Hal ini terutama
untuk investor yang suka dengan risiko mendapatkan keuntungan yang besar.
35
3.3. Kerangka Pemikiran
Menurut Enders (2004), bahwa Data time series ekonomi seperti Data
Indeks Harga Saham yang mempunyai fluktuasi tinggi kebanyakan terdapat
fenomena time variying volatility serta adanya leverage effect, yaitu efek terhadap
volatilitas berbeda antara bad news dan good news .
Secara umum indikator perekonomian memiliki hubungan positif dengan
kondisi pasar modal. Perkembangan pasar modal di Indonesia tercermin dari nilai
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pergerakan IHSG dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti faktor yang berasal dari luar negeri (eksternal) dan
faktor yang berasal dari dalam negeri (internal). Dalam penelitian ini faktor yang
dikaji adalah faktor yang berasal dari dalam negeri. Faktor tersebut dapat berupa
faktor ekonomi maupun faktor nonekonomi. Faktor-faktor makroekonomi yang
dapat memengaruhi fluktuasi IHSG yaitu Uang Beredar, BI Rate, Kurs Rupiah,
dan Harga Minyak Mentah Indonesia.
Pertumbuhan Uang Beredar yang wajar memberikan pengaruh positif
terhadap ekonomi dan pasar ekuitas secara jangka pendek. Pertumbuhan yang
drastis akan memicu inflasi yang tentunya memberikan pengaruh negatif terhadap
pasar ekuitas. Ukuran yang umum digunakan untuk mempelajari dampak uang
terhadap perekonomian adalah M1 (narrow money) dan M2 (broad money).
Jika jumlah uang beredar meningkat, maka tingkat bunga akan menurun dan
IHSG akan naik sehingga pasar akan menjadi bullish. Jika jumlah uang beredar
menurun, maka tingkat bunga akan naik dan IHSG akan turun sehingga pasar
akan menjadi bearish. Teori kuantitas uang menyatakan bahwa bank sentral yang
mengawasi penawaan uang, memiliki kendali tertinggi atas tingkat inflasi.
36
Jika bank sentral mempertahankan penawaran uang tetap stabil, tingkat
harga akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan penawaran uang dengan cepat,
tingkat harga akan meningkat dengan cepat.
Naiknya tingkat suku bunga dalam hal ini suku bunga acuan BI Rate, akan
mendorong kenaikan suku bunga pada bank umum. Kenaikan suku bunga bank
umum akan memengaruhi masyarakat dalam memilih melakukan investasi atau
menabung terhadap dana yang dimiliki. Apabila suku bunga tinggi maka
masyarakat akan cenderung untuk menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan
di bank dari pada melakukan investasi di pasar modal atau di sektor riil lainnya.
Semakin tinggi tingkat suku bunga Bank Indonesia, semakin tinggi pula
tingkat suku bunga deposito dan suku bunga pinjaman dari bank-bank di dalam
negeri. Hal ini menyebabkan saham-saham emiten yang tercatat di BEI menjadi
tidak menarik lagi bagi para investor untuk berinvestasi di pasar modal, sehingga
harga saham menjadi turun dan hal ini terefleksi pada melemahnya nilai IHSG.
Depresiasi nilai tukar atau Kurs Rupiah terhadap United States Dollar
akan menyebabkan peningkatan biaya produksi terutama bagi perusahaan yang
banyak
menggunakan
bahan
baku
impor.
Melemahnya
nilai
Rupiah
memungkinkan beban utang perusahaan semakin besar jika dinilai dengan Rupiah
dan akhirnya akan berujung pada penurunan profitabilitas perusahaan.
Menurunnya kinerja perusahaan akan direspon investor di pasar modal yang
akhirnya akan memengaruhi harga saham. Meningkatnya Kurs US$ dengan kata
lain melemahnya Rupiah dapat meningkatkan biaya impor bahan baku dan
meningkatkan suku bunga, walaupun dapat meningkatkan nilai ekspor.
Melemahnya nilai Rupiah terhadap mata uang asing memiliki pengaruh negatif
37
terhadap harga saham. Saat ini porsi impor bahan baku tinggi dari total impor
sehingga mengakibatkan ketergantungan industri nasional terhadap pasokan dari
asing. Ketika mata uang Rupiah terdepresiasi, hal ini akan mengakibatkan naiknya
biaya bahan baku tersebut. Kenaikan biaya produksi akan mengurangi
tingkat keuntungan perusahaan. Hal ini akan mendorong investor untuk
melakukan aksi jual terhadap saham-saham yang dimilikinya. Apabila
banyak investor yang melakukan hal tersebut, tentu akan mendorong
penurunan IHSG.
Harga minyak mentah merupakan salah satu indikator perekonomian
dalam asumsi makro APBN. Bagi pemerintah, naiknya harga minyak di luar batas
perkiraan anggaran akan menjadikan subsidi bahan bakar semakin besar,
jika harga minyak sudah diluar batas jangkauan subsidi pemerintah, maka
pemerintah akan mengambil jalan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Naiknya BBM menyebabkan naiknya harga barang kebutuhan, sehingga
menurunkan daya beli masyarakat, dan akan mempersulit produsen untuk
mengembangkan usahanya. Dengan naiknya harga minyak dunia maka nilai
mata uang United States Dollar akan melemah. Hal ini disebabkan karena bahan
konsumsi minyak negara Amerika sebagai konsumen minyak terbesar di dunia
juga akan meningkat yang menyebabkan neraca perdagangan negara itu menjadi
negatif. Oleh karena itu naik turunnya harga minyak dunia cukup memengaruhi
pergerakan IHSG. Setiap kenaikan harga minyak biasanya akan ikut mendongkrak
naik Indeks IHSG, demikian sebaliknya. Contohnya kejadian booming harga
minyak dunia pada tahun 2008. Harga minyak dunia sempat mencapai kisaran
134,96 US$/Barrels dipertengahan 2008, dimana setelah itu langsung terjun bebas
38
dan mencapai kisaran 38,45 US$/Barrels pada akhir 2008. Nasib IHSG juga
sama, di mana IHSG di pertengahan 2008 berada pada kisaran 2.304,508 bps
namun akhirnya merosot tajam ke kisaran 1.355,408 bps di akhir tahun tersebut.
Dari indikator-indikator ekonomi yang telah dikemukakan maka peneliti
mencoba untuk meneliti hubungan variabel Perubahan Uang Beredar, BI Rate,
Kurs Rupiah, dan Harga Minyak Mentah Indonesia terhadap Perubahan
Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia. Secara ringkas
kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah dapat dilihat dari Gambar 3.1.
Perubahan
Uang Beredar
(X1)
Perubahan
BI Rate
(X2)
Perubahan
Kurs Rupiah
(X3)
Perubahan
Indeks Harga Saham Gabungan
(Y)
Perubahan
Harga Minyak Mentah Indonesia
(X4)
Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
X1
:
X2
:
X3
:
X4
:
Y
:
Sumber
:
Variabel Bebas ke-1 (Perubahan Uang Beredar)
Variabel Bebas ke-2 (Perubahan BI Rate)
Variabel Bebas ke-3 (Perubahan Kurs Rupiah)
Variabel Bebas ke-4 (Perubahan Harga Minyak Mentah Indonesia)
Variabel Terikat (Perubahan Indeks Harga Saham Gabungan)
Hasil Pengolahan Data Penelitian (2015)
39
3.4.
Hipotesis
Menurut Supranto dan Limakrisna (2012:31) salah satu syarat penelitian
ilmiah ialah dilakukannya pengujian hipotesis. Hipotesis pada dasarnya
merupakan pernyataan tentang sesuatu yang untuk sementara waktu dianggap
benar. Secara kuantitatif hipotesis merupakan pernyataan tentang nilai suatu
parameter yang untuk sementara waktu dianggap benar.
Menurut Supranto dan Limakrisna (2012:32) didalam penelitian hipotesis
berperan sebagai berikut: menjelaskan masalah penelitian, menunjukkan
variabel-variabel yang akan diuji pengaruhnya terhadap variabel lainnya,
merupakan pedoman petunjuk untuk pemikiran teknik analisis data (misalnya
uji parsial dengan t test dan uji simultan / bersama dengan F test di dalam analisis
regresi linier berganda), sebagai dasar untuk membuat kesimpulan penelitian.
Hipotesis nol (Ho) merupakan hipotesis yang hasilnya tidak diharapkan terjadi
dan hipotesis alternatif (Ha) merupakan hipotesis yang hasilnya diharapkan
terjadi.
Untuk mengetahui apakah variabel Perubahan Uang Beredar, BI Rate,
Kurs Rupiah, dan Harga Minyak Mentah Indonesia memiliki pengaruh terhadap
Perubahan Indeks Harga Saham Gabungan maka penelitian ini mengemukakan
hipotesis adalah sebagai berikut:
40
1)
Ho : b1 = 0 (Secara parsial variabel bebas Perubahan Uang Beredar tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Perubahan Indeks Harga
Saham Gabungan).
Ha : b1 ≠ 0 (Secara parsial variabel bebas Perubahan Uang Beredar
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Perubahan Indeks Harga
Saham Gabungan).
2)
Ho : b2 = 0 (Secara parsial variabel bebas Perubahan BI Rate tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Perubahan Indeks Harga
Saham Gabungan).
Ha : b2 ≠ 0 (Secara parsial variabel bebas Perubahan BI Rate berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat Perubahan Indeks Harga Saham
Gabungan).
3)
Ho : b3 = 0 (Secara parsial variabel bebas Perubahan Kurs Rupiah tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Perubahan Indeks Harga
Saham Gabungan).
Ha : b3 ≠ 0 (Secara parsial variabel bebas Perubahan Kurs Rupiah
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Perubahan Indeks Harga
Saham Gabungan).
4)
Ho : b4 = 0 (Secara parsial variabel bebas Perubahan Harga Minyak Mentah
Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Perubahan
Indeks Harga Saham Gabungan).
Ha : b4 ≠ 0 (Secara parsial variabel bebas Perubahan Harga Minyak Mentah
Indonesia berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Perubahan
Indeks Harga Saham Gabungan).
Download