KARAKTERISASI DAN PENENTUAN PARAMETER KINETIK ENZIM

advertisement
PENDAHULUAN
Laktosa merupakan gula pereduksi yang
terdapat pada atom C pertama dari molekul
glukosa. Seperti diketahui laktosa merupakan
disakarida yang tersusun dari glukosa dan
galaktosa dengan ikatan 1-4. Di dalam tubuh,
laktosa disintesis di dalam kelenjar susu (Belitz
et al. 2009). Laktosa merupakan karbohidrat
utama dengan proporsi 4.7% dari total susu
(Chaplin 2004).
β-galaktosidase termasuk kelompok enzim
glikosidase yang mampu menghidrolisis gugus
β-D-galaktosil terminal dari polimer β-Dgalaktosida. Enzim β-galaktosidase termasuk
dalam kelompok metaloenzim dan merupakan
enzim tetramer dengan empat subunit yang
identik (Jacobson et al. 1994).
Enzim β-D-galaktosidase ini berfungsi
dalam memecah laktosa yang terdapat di
mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja
memecah laktosa menjadi monosakarida yang
siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan
galaktosa.
Apabila
ketersediaan
β-Dgalaktosidase tidak mencukupi, laktosa yang
terkandung dalam susu tidak akan mengalami
proses pencernaan dan akan dipecah oleh
bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi
yang terjadi dapat menimbulkan gas yang
menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut.
Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna
akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak
terjadi penyerapan air dari feses sehingga
penderita akan mengalami diare. Gejala ini
dinamakan laktosa intoleran, dimana suatu
kondisi ketidakmampuan mencerna laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa karena enzim βD-galaktosidase yang rendah pada mukosa usus
halus. Penderita laktosa intoleran di Amerika
sekitar 95%, Eropa 50%, Asia 80%, dan Afrika
80% (Rusynyk & Still 2001).
Enzim β-galaktosidase banyak digunakan
untuk biosintesis galaktooligosakarida dan
laktulosa yang merupakan senyawa prebiotik,
pemacu pertumbuhan mikrob probiotik, dan
yang
terpenting
dalam
keseimbangan
mikroflora dalam usus pencernaan manusia.
Manfaat lain dari β-galaktosidase adalah untuk
mengkonversikan limbah industri susu hewani
menjadi substrat untuk bioindustri (Gonzalec
Siso et al.1996).
Enzim β-galaktosidase dapat dihasilkan dari
tanaman, hewan, dan mikroorganisme. Salah
satunya
adalah
Enterobacter
cloacae.
Enterobacter cloacae menghasilkan
βgalaktosidase dengan aktivitas transglikosilasi
sebesar 55%
(Liu et al. 2009). Bidang
Mikrobiologi
LIPI
Cibinong
telah
mengidentifikasi kemampuan
E. cloacae
dalam memproduksi enzim ini. Namun
demikian,
karakterisasi
dan
penentuan
parameter kinetik enzim β-galaktosidase dari
bakteri Enterobacter cloacae belum diteliti.
Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi
(aktivitas, pH optimum, suhu optimum,
aktivator, inhibitor dan tingkat pemurnian) serta
menentukan parameter kinetik (Vmaks dan KM)
enzim β-galaktosidase dari Enterobacter
cloacae. Hipotesis penelitian ini adalah
bakteri Enterobacter cloacae menghasilkan
β-galaktosidase yang terkarakterisasi. Selain
itu,
dihasilkan
β-galaktosidase
dari
Enterobacter cloacae yang terukur parameter
kinetik (Vmaks dan KM) dan tingkat
pemurniannya. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
berbagai bakteri Enterobacter cloacae yang
menghasilkan
β-galaktosidase
yang
terkarakterisasi. Selain itu, diharapkan juga
dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
parameter kinetik (Vmaks dan KM) dan tingkat
pemurnian enzim β-galaktosidase dari bakteri
Enterobacter cloacae.
TINJAUAN PUSTAKA
β-Galaktosidase
β-galaktosidase (EC 3.2.1.23) termasuk
enzim hidrolase yang dapat menghidrolisis
ikatan β-D-galaktosida pada ujung nonreduksi
residu β-D-galaktosa (Gambar 1). Nama
sistematiknya
adalah
β-D-galaktosida
galaktohidrolase. Enzim ini mempunyai nama
lain yaitu laktase. Enzim β-galaktosidase
bersifat intraseluler pada bakteri dan khamir,
tetapi bersifat ekstraseluler pada fungi. Enzim
β-galaktosidase juga bersifat induktif, karena
akan diproduksi jika terdapat induser berupa
laktosa (Mahoney 2004).
Enzim β-galaktosidase dari bakteri seperti
Lactobacillus bulgaricus bersifat aktif pada pH
rendah (dibawah pH 5.5) dengan suhu berkisar
30-60ºC. Enzim β-galaktosidase dari yeast
seperti
Kluyveromyces
lactis
dan
Kluyveromyces fragilis bersifat aktif pada
pH netral sekitar 6-8 dengan suhu berkisar
25-40ºC. Enzim yang sama hasil produksi dari
fungi seperti Aspergillus niger dan Aspergillus
oryzae aktif pada pH rendah berkisar 2.5-6.0
serta bersifat termostabil (Mahoney 2004). βgalaktosidase terdapat pada usus halus manusia
yang dapat menghidrolisis laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa serta mempunyai pH
optimum 6 (Campbell et al. 2000)
Matthews (2005) menyatakan bahwa enzim
ini berbentuk tetramer yang terdiri dari 4 rantai
2
polipeptida (monomer) serta berbobot molekul
sekitar 464 kDa. Setiap monomer terdiri dari
1023 asam amino. Enzim ini berperan sebagai
katalisator pada reaksi hidrolisis dan
transglikosilasi (Liu et al. 2009).
Gambar 1 Reaksi hidrolisis laktosa oleh βgalaktosidase (Chaplin 2004).
Enterobacter cloacae
Bakteri ini memiliki klasifikasi sebagai
berikut: kingdom Bacteria, filum Proteobacteria
kelas
Gamma
Proteobacteria,
ordo
Enterobacteriales, famili Enterobacteriaceae,
genus Enterobacter, dan spesies Enterobacter
cloacae. Enterobacter cloacae merupakan
bakteri Gram negatif, tidak membentuk spora,
anaerob fakultatif, dan motil dengan flagela
peritrikus (Buchanan 2006). Enterobacter
cloacae mempunyai bentuk seperti batang
dengan ukuran 0.3-0.6 x 0.8-2.0 µm, sehingga
kecil dibandingkan dengan bakteri lainnya
(Gambar 2). Enterobacter cloacae
dapat
diisolasi dari buah-buahan, usus hewan, tanah,
dan perairan (Pelczar & Chan 1999).
Liu et al (2009) menyatakan bahwa bakteri
ini mampu menghasilkan β-galaktosidase
dengan suhu optimum 35°C dan aktif pada
kisaran pH 6.5-10.5. Enzim β-galaktosidase
yang dihasilkan dari bakteri ini mampu
mengkatalisis
reaksi
hidrolisis
dan
transglikosilasi.
Gambar 2 Enterobacter cloacae (Pelczar &
Chan 1999).
Isolasi dan Pemekatan Enzim
Pemekatan enzim merupakan langkah awal
dari proses pemurnian selanjutnya dan dapat
digunakan untuk keperluan analisis enzim.
Pemekatan enzim dapat dilakukan dengan dua
metode
yaitu
analitik
dan
preparatif
(penyiapan). Metode analitik menggunakan
pengendapan
asam
(contohnya
asam
trikloroasetat) dan imunopresipitasi yang dapat
menyebabkan denaturasi protein. Berbeda
dengan metode analitik, metode preparatif tetap
mempertahankan aktivitas protein. Pemekatan
protein dengan metode preparatif misalnya
dengan pengendapan garam, pengendapan
dengan senyawa organik, ultrafiltrasi, liofiliasi,
dan dialisis. Metode pemekatan β-galaktosidase
yang dilakukan pada penelitian ini adalah
menggunakan pengendapan dengan garam.
Pengendapan protein pada awal pemurnian
berfungsi untuk memekatkan konsentrasi
protein enzim, mereduksi volume larutan
enzim, dan memisahkan enzim yang diinginkan
dari sebagian enzim yang tidak dikehendaki.
Prinsip
pengendapan
dengan
garam
berdasarkan
pada kelarutan protein yang
berinteraksi polar dengan molekul air, interaksi
ionik protein dengan garam, dan daya tolak
menolak protein yang bermuatan sama.
Pengendapan
dengan
garam
biasanya
menggunakan garam divalen seperti MgCl2,
MgSO4, dan amonium sulfat biasanya lebih
efektif daripada garam monovalen seperti
NaCl, NH4Cl, dan KCl (Boyer 2000). Efek
salting-in tidak dipengaruhi oleh sifat garam
netral tetapi dipengaruhi oleh konsentrasi dan
jumlah muatan pada tiap ion dalam larutan.
Kelarutan protein meningkat pada kenaikan
konsentrasi garam, kenaikan kelarutan protein
akan meningkatkan kekuatan ion larutan.
Pada penambahan garam dengan konsentrasi
tertentu kelarutan protein akan menurun
(salting-out). Konsentrasi garam yang optimum
ini sekaligus menurunkan aktivitas enzim. Hal
ini dikarenakan sebagian protein mengalami
denaturasi dan rusak oleh pengaruh perlakuan
selama pengendapan. Semakin banyak molekul
air yang berikatan dengan ion-ion garam akan
menyebabkan penarikan molekul air yang
mengelilingi permukaan protein. Peristiwa ini
mengakibatkan protein saling berinteraksi,
teragregasi, dan mengendap (Scopes 1987).
Pemilihan garam amonium sulfat untuk
pengendapan β-galaktosidase karena beberapa
keuntungan seperti kelarutannya tinggi, tidak
bersifat toksik, murah, dan stabilitasnya
terhadap enzim. Proses pengendapan terjadi
penurunan kadar protein pada supernatan dan
akan terjadi peningkatan protein pada endapan.
Penambahan garam dilakukan sedikit demi
sedikit sambil diaduk pada suhu rendah, hal
ini bertujuan untuk menghindari timbulnya buih
yang dapat menyebabkan denaturasi protein.
3
Karakterisasi Enzim
Bakteri mengandung enzim konstitutif
dan induktif. Enzim konstitutif merupakan
enzim yang terdapat dalam sel bakteri dalam
jumlah tetap dan tidak bergantung pada
keadaan metabolisme organisme tersebut
seperti enzim yang terlibat di dalam lintasan
glikolisis. Enzim induktif dalam sel bakteri
terdapat dalam berbagai konsentrasi. Dalam
keadaan normal terdapat dalam jumlah kecil,
tetapi konsentrasinya akan meningkat dengan
cepat bila substrat tersebut merupakan sumber
karbon satu-satunya bagi sel (Lehninger 2004).
Aktivitas enzim terhadap substrat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu, pH, suhu,
konsentrasi substrat, aktivator (koenzim dan
kofaktor), dan inhibitor.
pH
Efek pH pada enzim berkaitan dengan
keadaan ionisasi dari sistem yang dikatalisis,
termasuk substrat, dan enzim itu sendiri.
Perubahan pH dapat mempengaruhi keadaan
ionisasi dari asam-asam amino pada sisi aktif
enzim
sehingga
akan
mempengaruhi
interaksinya dengan molekul substrat. Kadar
pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
akan menyebabkan ketidakstabilan pada
konformasi enzim sehingga menyebabkan
struktur pada enzim rusak. Enzim mempunyai
pH optimum yang khas yang akan
menyebabkan aktivitas maksimal. Keadaan
optimum ini dihubungkan dengan saat gugus
pemberi proton atau penerima proton yang aktif
pada sisi enzim berada pada kondisi ionisasi
yang tepat. Keadaan optimum tidak harus sama
dengan pH lingkungannya.
Aktivitas enzim dalam sel sebagian diatur
oleh pH media kulturnya (Lehninger 2004).
Enzim β-galaktosidase yang berasal dari fungi
mempunyai pH optimum sekitar 2.5-4.5,
sedangkan yang berasal dari yeast berkisar 6.07.0 (Huang et al. 1995). Enzim β-galaktosidase
dari bakteri mempunyai pH optimum 5.0-7.0
(Winarno 1999).
Suhu
Suhu mempengaruhi laju reaksi katalisis
enzim dengan dua cara. Pertama, kenaikan suhu
akan meningkatkan energi molekul substrat dan
pada akhirnya meningkatkan laju reaksi enzim.
Peningkatan suhu juga berpengaruh terhadap
perubahan konformasi substrat sehingga sisi
aktif substrat mengalami hambatan untuk
memasuki sisi aktif enzim dan menyebabkan
turunnya aktivitas enzim. Kedua, peningkatan
energi termal molekul yang membentuk
struktur protein enzim itu sendiri akan
menyebabkan rusaknya interaksi-interaksi non
kovalen yang menjaga struktur 3D enzim secara
bersama-sama sehingga enzim mengalami
denaturasi. Denaturasi menyebabkan struktur
lipatan enzim membuka pada bagian
permukaannya sehingga sisi aktif enzim
berubah dan terjadi penurunan aktivitas enzim
(Hames dan Hooper 2000).
Peningkatan suhu sebelum tercapai suhu
optimum akan meningkatkan kecepatan reaksi
katalitik enzim karena energi kinetik molekulmolekul yang bereaksi, yaitu pada saat
kompleks enzim-substrat melampaui energi
aktivasi terlalu besar, sehingga memecah
ikatan sekunder pada konformasi enzim dan sisi
aktifnya. Hal ini mengakibatkan enzim
terdenaturasi dan kehilangan sifat katalitiknya
(Matin 1981). β-galaktosidase yang dihasilkan
oleh fungi mempunyai suhu optimum 55°C,
sedangkan yeast mempunyai suhu optimum
35°C (Crueger & Crueger 1982).
Aktivator dan Inhibitor
Beberapa enzim membutuhkan komponen
tambahan bagi aktivitasnya. Bila komponen
tambahan tersebut berupa senyawa anorganik
disebut kofaktor, sedangkan jika senyawa
organik disebut koenzim. Pada beberapa enzim,
kofaktor dan koenzim terlibat langsung pada
proses katalitik, tetapi ada juga yang berfungsi
sebagai pembawa gugus fungsional tertentu.
Hampir semua enzim dapat dihambat oleh
senyawa kimia tertentu misalnya ion logam,
senyawa pengkelat, senyawa organik, bahkan
substrat enzim itu sendiri (Lehninger 2004).
Parameter Kinetik
Michaelis-Menten mendefinisikan suatu
tetapan yang dinyatakan sebagai tetapan
Michaelis-Menten (KM) adalah konsentrasi
substrat tertentu pada saat enzim mencapai
setengah kecepatan maksimumnya. Kecepatan
maksimum (Vmaks) adalah kecepatan yang
berangsur-angsur dicapai pada konsentrasi
substrat tinggi. Persamaan Michaelis-Menten
adalah pernyataan aljabar bagi bentuk
hiperbolik kurva tersebut dengan parameter
pentingnya adalah konsentrasi substrat ([S]),
kecepatan awal (V0), Vmaks, dan KM. Persamaan
ini menjadi dasar bagi semua penelitian
kinetika
enzim
karena
memungkinkan
perhitungan kuantitatif sifat-sifat enzim dan
analisis penghambatan enzim (Lehninger
2004). Persamaan Michaelis-Menten adalah
sebagai berikut.
V0 =
Vmaks[ S ]
K M + [S ]
4
Terlihat bahwa KM tidak dipengaruhi oleh
konsentrasi substrat maupun konsentrasi enzim.
KM hanya dapat diubah oleh faktor lingkungan.
Kecepatan
maksimum
(Vmaks)
dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan konsentrasi
enzim dan mengubah faktor lingkungan.
Persamaan
Michaelis-Menten
dapat
ditransformasikan ke suatu persamaan lain
yang disebut persamaan Lineweaver-Burk.
Persamaan ini akan menghasilkan nilai Vmaks
dan KM yang lebih tepat karena pemetaan 1/V0
terhadap 1/[S] menghasilkan garis lurus. Garis
ini akan memiliki sudut KM/Vmaks, perpotongan
garis pada sumbu y sebesar 1/Vmaks dan
perpotongan pada sumbu x sebesar -1/KM
(Lehninger 2004). Persamaan Lineweaver-Burk
adalah sebagai berikut.
K
1
1
1
= M .
+
V0 Vmaks [S ] Vmaks
Keterangan:
Vo
= kecepatan awal
Vmaks
= kecepatan maksimum
[S]
= konsentrasi substrat
= konstanta Michaelis-Menten
KM
Analisis Aktivitas β-Galaktosidase
Aktivitas β-galaktosidase dapat diketahui
dengan menggunakan substrat laktosa untuk
menentukan jumlah glukosa dan galaktosa yang
terbentuk. Oleh karena itu, penentuan aktivitas
β-galaktosidase sering dilakukan dengan
mengukur jumlah glukosa dan galaktosa.
Umumnya digunakan o-nitrofenil-β-galaktosida
(ONPG) sebagai pengganti substrat laktosa.
Laju dari reaksi tersebut dapat diikuti dengan
memperkirakan jumlah kromogen o-nitrofenol
yang terbentuk (Winarno 1999).
Metode analisis aktivitas β-galaktosidase
pada penelitian ini menggunakan substrat onitrofenil-β-galaktosida
(oNPG).
Dalam
keadaan normal, oNPG tidak berwarna. Ketika
β-galaktosidase menghidrolisis oNPG maka
akan menghasilkan galaktosa dan o-nitrofenol
(oNP). Reaksi ini dihentikan dengan
penambahan Na2CO3 sehingga pH di dalam
larutan menjadi basa sekitar pH 10-11. Pada pH
tersebut oNP akan berubah menjadi bentuk
anionik yang berwarna kuning dan βgalaktosidase menjadi inaktif. Jumlah oNP
sebanding dengan jumlah β-galaktosidase yang
bereaksi sehingga intensitas warna kuning yang
dihasilkan dari oNP dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi enzim. Jumlah oNP
yang terbentuk dapat dideteksi dengan
spektrofotometer pada λ = 420 nm (Miller
2005) (Gambar 3).
oNPG
(tidak berwarna)
Galaktosa
oNP
(kuning)
Gambar 3 Reaksi hidrolisis ONPG oleh βgalaktosidase (Miller 2005).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain biakan
berupa Enterobacter cloacae yang merupakan
koleksi Bidang Mikrobiologi LIPI Cibinong.
Media kultur dan media produksi terdiri atas 10
g laktosa, 5 g pepton, 10 g ekstrak khamir, dan
5 g NaCl yang dilarutkan dalam 1000 mL
akuades (pH 7). Bufer yang digunakan adalah
bufer fosfat 0.1 M, 0.05 M, dan 0.01 M, bufer
asetat 0.1 M, bufer Tris-HCl 0.1 M. Bahan
untuk
penentuan
aktivitas
enzim
βgalaktosidase, pembuatan kurva standar dan
kadar protein adalah enzim β-galaktosidase,
commasie briliant blue 0.1%, o-nitrofenil-β-Dgalaktopiranosida (oNPGal), Na2CO3 1 M, dan
o-nitrofenol (oNP), bovine serum albumin
(BSA). Bahan untuk pengaruh ion logam
terhadap aktivitas enzim digunakan berbagai
ion logam (Hg+, Cu2+, Ca2+, Co2+, Mg2+, Mn2+,
Zn2+). Bahan untuk pemurnian enzim
digunakan garam amonium sulfat dan membran
selofan.
Alat-alat yang digunakan untuk penentuan
waktu produksi optimum, uji aktivitas enzim βgalaktosidase dan karakterisasinya serta
produksi β-galaktosidase adalah mikropipet,
jarum ose, tip, laminar air flow cabinet, tabung
reaksi, tabung Eppendorf, labu Erlenmeyer,
labu ukur, termometer, neraca analitik, vorteks,
penangas air Memmert, penangas bergoyang,
stopwatch, pH meter HM-25G TOADKK,
kuvet,
spektrofotometer
UV-Vis
1700
Shimadzu, inkubator Isuzu, botol sentrifus,
sonikator Eyela. Alat-alat yang digunakan
untuk dialisis adalah gelas piala 1 liter,
membran selofan, kantung dialisis, dan
magnetic stirrer.
Metode Penelitian
Penentuan Waktu Produksi Optimum (Liu
et.al 2009)
Sebanyak
2%
inokulum
bakteri
Enterobacter cloacae dengan kerapatan optik
Download