1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
 BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
1.1
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan salah satu indikator
untuk
membantu pergerakan harga saham. IHSG merupakan gambaran bagi para
investor untuk melakukan investasi portofolio di pasar modal. Dengan melihat
IHSG para investor dapat memprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi di pasar modal seperti harga saham dan keuntungan yang akan diperoleh.
Walaupun demikian kemungkinan-kemungkinan ini bisa saja tidak sesuai dengan
harapan yang ingin didapat oleh para investor setelah mereka melakukan investasi
portofolio tersebut, karena tingkat risiko yang akan diterima hampir sama dengan
tingkat keuntungan yang akan diraih. Jadi dengan adanya IHSG ini sangat
membantu para investor untuk melakukan investasi portofolio di pasar modal.
Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia pada
tahun 2003-2011 cukup berfluktuatif. Hal ini terlihat pada grafik perkembangan
IHSG berikut:
1
2
3
Dari gambar 1.1 dapat dilihat bahwa pada akhir tahun 2008 IHSG mengalami
penurunan yang cukup drastis yaitu berada pada level 1256,70. Hal ini disebabkan
karena
adanya kenaikan inflasi yang cukup tinggi dan karena dampak dari krisis
global. Seiring dengan menurunnya inflasi pada awal Januari 2009 IHSG kembali
naik dan berada pada level 1437,34. Semakin hari IHSG berkembang cukup baik,
hal itu dapat dilihat dari grafik 1.1 dimana IHSG terus naik meskipun dalam 3
terakhir ini IHSG sudah mengalami beberapa kali penurunan cukup drastis
tahun
namun selalu berhasil kembali ke level normal, seperti pada awal Mei 2010 IHSG
mencapai level 2960,90 namun langsung melemah signifikan menjadi 2514,12 di
akhir Mei 2010 akibat kekuatiran akan krisis Global. Begitupun pada 1 Agustus
2011 IHSG mencapai rekor tertinggi di level 4193,44 tetapi pada 4 Oktober 2011
IHSG terjungkal dan ditutup anjlok ke level 3269,451 akibat tekanan pelepasan
saham para investor yang dipengaruhi oleh krisis global yang belum diselesaikan.
IHSG kembali naik pada 17 Oktober 2011 di level 3729,01.
Terdapat beberapa faktor fundamental yang mempengaruhi fluktuasi
IHSG tersebut, diantaranya adalah inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang yang
beredar, suku bunga, maupun nilai tukar rupiah. Berbagai faktor fundamental
tersebut dianggap dapat berpengaruh terhadap ekspektasi investor yang akhirnya
berpengaruh pada pergerakan indeks (Pasaribu, Tobing, Manurung, 2008).
Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara
terus menerus selama periode tertentu (Nopirin, 1987). Kenaikan harga barang
yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar,
bukanlah merupakan inflasi (Nopirin, 2000). Atau dapat dikatakan, kenaikan
4
harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan
menyebabkan inflasi. Inflasi merupakan masalah ekonomi yang tidak asing lagi
bagi negara-negara berkembang. Kenaikan harga secara terus-menerus sering
menjadi masalah bagi negara-negara berkembang, karena negara-negara
berkembang memiliki pendapatan perkapita yang rendah. Indonesia merupakan
satu negara berkembang yang selalu dihadapkan pada gejala inflasi.
salah
Kenaikan harga yang merupakan gejala inflasi dapat mengakibatkan daya
beli masyarakat menurun. Penurunan daya beli masyarakat terjadi karena
Indonesia memiliki pendapatan perkapita yang rendah. Jika permintaan akan
barang dan jasa mengalami penurunan maka akan mengakibatkan perusahaanperusahaan mengalami penurunan laba dan profitabilitas. Penurunan profitabilitas
perusahaan mengakibatkan dividen yang dibayarkan mengalami penurunan dan
kinerja
perusahaan
pun
ikut
mengalami
penurunan.
Perusahaan
yang
profitabilitasnya kian menurun akan memberikan dampak negatif di pasar modal.
Investor akan ragu-ragu menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut atau
bahkan tidak mau membeli saham perusahaan tersebut karena laba per saham dan
dividen per saham turun. Kurangnya investor akan membuat perusahaan
mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan harga saham per lembar. Apabila
saham per lembar turun maka akan membuat Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) turun, karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan
informasi pergerakan seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Grafik berikut menggambarkan perkembangan inflasi di Indonesia pada tahun
2003-2011.
5
Gambar 1.2 Grafik Perkembangan Inflasi di Indonesia periode 2003-2011
Perkembangan inflasi pada tahun 2003-2011 sangat fluktuatif, hal ini
dapat dilihat dari gambar 1.2. Pada awal tahun 2005 Indonesia mengalami inflasi
yang cukup tinggi yaitu berada pada tingkat 7,32% dan mencapai puncak
tertingginya pada November 2005 yaitu berada pada tingkat 18,38%. Hal ini di
karenakan terjadinya kenaikan harga minyak dunia yang menyebabkan naiknya
harga BBM di Indonesia (www.bi.go.id). Hal ini terjadi kembali pada tahun 2008
dimana pada saat itu terjadi krisis global yang menyebabkan harga minyak dunia
naik dan pemerintah harus menaikan harga BBM, ini terlihat pada gambar 1.2 di
bulan September 2008 yaitu inflasi mencapai tingkat 12,14%. Namun setelah
September 2008, inflasi secara perlahan mengalami penurunan sampai akhir tahun
2009.Berdasarkan grafik perkembangan IHSG dan grafik perkembangan inflasi
diatas, dapat dilihat bahwa ketika inflasi tinggi, IHSG cenderung berada di level
rendah sebaliknya ketika inflasi rendah, IHSG cenderung berada di level tinggi.
Krisis global pun nyatanya berdampak pada perubahan IHSG, hal itu dapat dilihat
6
dari grafik 1.1 yang menggambarkan dimana IHSG turun ke level 1256,70 pada
Oktober 2008 karena investor menjual sahamnya.
Dari uraian dan data di atas penulis menduga bahwa perubahan atau
perkembangan yang terjadi pada berbagai variabel ekonomi di suatu negara akan
memberikan pengaruh kepada pasar modal. Inflasi merupakan salah satu variabel
ekonomi yang memberikan pengaruh negatif pada pasar modal yaitu Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG). Berdasarkan latar belakang di atas, maka Penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH INFLASI
TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK
INDONESIA PERIODE 2003-2011”.
7
1.2
Identifikasi Masalah Penelitian
Dalam tugas akhir yang akan penulis susun, ada beberapa perumusan
masalah,
yaitu:
1. Bagaimana perkembangan inflasi yang terjadi di Indonesia
2. Bagaimana perkembangan IHSG di BEI
3. Apakah inflasi berpengaruh signifikan terhadap IHSG, dan berapa besar
pengaruh inflasi terhadap IHSG
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui perkembangan inflasi yang terjadi di Indonesia.
2. Untuk mengetahui perkembangan IHSG di BEI.
3. Untuk mengetahui apakah inflasi berpengaruh signifikan terhadap
IHSG dan berapa besar pengaruhnya.
1.3.2
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis
Dengan penelitian ini Penulis dapat mempraktikan secara nyata materi
yang Penulis dapat di bangku kuliah dalam bentuk Tugas Akhir ini,
sehingga dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan pengalaman
Penulis mengenai inflasi dan Indeks Harga Saham Gabungn (IHSG).
8
2. Bagi Lembaga Pendidikan
Dengan penelitian ini dapat menambah perbendaharaan pengetahuan dan
meningkatkan kualitas pendidikan khususnya dalam bidang pasar modal.
3. Bagi Pihak lain
Agar masyarakat dapat memperoleh wawasan tentang inflasi dan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG).
1.4
Kerangka Pemikiran
Perekonomian di Indonesia tidak lepas dari peran bank yang merupakan
pelaksana kebijakan moneter. Kebijakan moneter di Indonesia dikeluarkan oleh
Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter untuk melakukan tugas
pengendalian moneter yang meliputi menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur
dan mengawasi bank. Salah satu kewenangan bank adalah untuk menetapkan
sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi. Inflasi merupakan
variabel ekonomi yang setiap perubahannya memiliki dampak terhadap sistem
ekonomi termasuk pasar modal. Berdasarkan pemikiran di atas maka Penulis
mengemukakan dalam bentuk bagan pemikiran berikut ini:
9
Teori Kuantitas:
 Jumlah uang
yang beredar
(expectation)
Teori Keynes:
 Permintaan lebih besar
dibandingkan dengan penawaran
Jumlah uang beredar
yang terlalu banyak
Pemerintah : Defisit anggaran
Pengusaha : Investasi Kredit naik
Permintaan
barang naik
Teori Strukturalis:
 Ketidakelastisan penerimaan
ekspor dan impor,
 Ketidakelastisan penawaran
dan permintaan
 Ongkos produksi barang
impor mahal
 Permintaan barang naik,
kenaikan upah produksi
Harga barang secara
keseluruhan naik
Inflasi meningkat
Daya beli masyarakat turun
Permintaan barang turun
Laba perusahaan turun
Dividen saham biasa
yang dibayarkan turun
Laba per saham
turun
Investor berkurang
Harga saham per
lembar turun
IHSG turun
Gambar 1.3 Bagan Kerangka Pemikiran
10
Menurut Boediono (2001 : 161-167), faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya inflasi ada 3, yaitu teori kuantitas, teori keynes, dan teori strukturalis.
Menurut
teori kuantitas, inflasi terjadi karena bertambahnya jumlah uang beredar.
Bertambahnya jumlah uang beredar diakibatkan pemerintah mengalami defisit
anggaran yang dibiayai oleh pencetakan uang baru secara terus-menerus. Jumlah
beredar yang meningkat menyebabkan masyarakat memiliki harapan adanya
uang
kenaikan
harga di masa yang akan datang. Harapan tersebut menyebabkan
masyarakat membelanjakan uangnya untuk membeli barang-barang dan untuk
berjaga-jaga di masa yang akan datang, sehingga permintaan akan barang dan jasa
meningkat.
Menurut teori Keynes, bahwa inflasi terjadi di karenakan masyarakat ingin
hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan
efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah
barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi
inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini
terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan
untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Dengan keadaan daya beli
antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen), maka selanjutnya
akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang
memiliki daya beli yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang
memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat
sehingga laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat
tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai
11
pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif
masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi supply barang (inflationary gap
menghilang).
Teori strukturalis berpendapat bahwa faktor penyebab inflasi adalah
karena ketidakelastisan biaya impor dan penerimaan ekspor, serta ketidakelastisan
penawaran dan permintaan. Meningkatnya permintaan yang tidak diiringi
bertambahnya
penawaran akan menyebabkan harga-harga di pasar naik. Harga naik merupakan gejala inflasi, karena harga naik akan menyebabkan daya
harga
beli masyarakat mengalami penurunan.
Menurut Sunariyah (2004:22) “inflasi yang tinggi menyebabkan
menurunnya profitabilitas suatu perusahaan, sehingga akan menurunkan
pembagian dividen dan daya beli masyarakat juga menurun. Sehingga inflasi yang
tinggi mempunyai hubungan negatif dengan pasar ekuitas”. Dari pernyataan di
atas Penulis berpendapat bahwa tingginya harga barang dan jasa akan
berpengaruh negatif pada permintaan barang dan jasa karena daya beli masyarakat
yang menurun, sehingga permintaan akan turun. Permintaan yang turun akan
mengakibatkan pendapatan perusahaan berkurang dan laba yang didapat
perusahaan akan turun, sehingga profitabilitas suatu perusahaan turun. Penurunan
profitabilitas pada perusahaan-perusahaan go public akan mengakibatkan
pembayaran dividen kepada pemegang saham ikut berkurang.
Tujuan investor membeli saham adalah untuk mendapatkan dividen yang
tinggi dan laba per saham (capital gain) yang tinggi, maka profitabilita suatu
perusahaan di Bursa Efek Indonesia dianggap tidak menguntungkan lagi, maka
investor tidak mau membeli saham perusahaan tersebut. Kurangnya investor akan
12
membuat perusahaan memutuskan untuk melakukan penurunan harga saham per
lembar agar menarik investor. Turunnya harga saham per lembar akan
mengakibatkan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun, karena Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan gambaran pergerakan harga saham
gabungan. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka Penulis dapat
mengemukakan
bahwa inflasi berbanding terbalik terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan
(IHSG).
1.5
Hipotesis
H0 : b = 0 (inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG)
H1 : b ≠ 0 (inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG)
1.6
Metodologi Penelitian
1.6.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan
metode kausalitas yaitu menguraikan suatu masalah tertentu dan menggambarkan
suatu situasi atau kejadian yang diteliti.
1.6.2 Data Penelitian
Data penelitian terdiri dari data inflasi periode Januari 2003-Desember
2011 dan data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) periode Januari 2003Desember 2011.
13
1.6.2.1 Jenis Data
Jenis data yang di gunakan dalam penelitian ini, baik untuk data inflasi dan
IHSG
adalah data kuantitatif periode 2003-2011 yang merupakan data purposive
sampling yaitu data sampel yang diambil sesuai dengan kebutuhan.
1.6.2.2 Sumber Data
Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data sekunder. Adapun
sumber data yang Penulis gunakan untuk penyusunan Tugas Akhir ini didapat dari
laporan Bank Indonesia, data pada Yahoo Finance dan data pada Indonesia Stock
Exchange (IDX).
1.6.2.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan Library Research (Studi
Kepustakaan), yang meliputi:
a.
Quotasi, yaitu pengambilan data sesuai dengan aslinya yang dikutip dari
referensi-referensi atau literatur yang ada.
b.
Phrase, yaitu mengambil intisari dari suatu pernyataan atau paragraph dengan
menggunakan kata-kata sendiri.
c.
Summary, yaitu mengambil rangkuman dari suatu bab atau buku dengan
menggunakan kata-kata sendiri.
14
1.6.3 Alat Analisis Data
Dalam menyelesaikan permasalahan di Tugas Akhir ini Penulis
menggunakan
software berupa SPSS versi 16.00 dengan analisis sebagai berikut:
1.
Analisis Regresi Sederhana
Analisis regresi sederhana merupakan fungsi persamaan antara variabel
terikat yang ditunjukkan untuk meramalkan atau memanipulasi dalam artian
menambah atau mengurangi variabel bebas untuk mencapai nilai tertentu dari
nilai variabel terikat. Dalam analisis regresi linier sederhana digunakan rumus
sebagai berikut:
Y= a + bX
Keterangan :
2.
Y
= Indeks Harga Saham Gabungan (poin)
a
= Nilai konstan
b
= Koefisien regresi
X
= inflasi (%)
Korelasi Sederhana
Analisis korelasi berguna untuk menentukan suatu besaran yang
menyatakan bagaimana kuatnya hubungan suatu variabel dengan variabel lain.
Simbol dari besaran korelasi adalah r yang disebut koefisien korelasi. Adapun
rumusnya sebagai berikut:
(
(
)
)
(
(
)
)(
(
)
)
(
)
15
Keterangan:
r
= Koefisien Korelasi
X
= Inflasi
Y
= IHSG
n
= Jumlah Data
3.
Koefisien Determinasi
Untuk mengetahui besarnya pengaruh kontribusi inflasi terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) yang akan dihitung dengan Koefisien
Determinasi (KD) sebagai berikut:
KD =
x 100%
Keterangan :
1.7
KD
= Koefisien Determinasi
r
= Korelasi
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah Bank Indonesia, Indonesian Stock Exchange dan
Finance Yahoo. Penelitian dilakukan mulai Februari sampai dengan Mei 2012.
Download