1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tabel Grand

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tabel Grand, Medium dan Applied Teori
Gambar 2.1 – Theoritical Framework
Sumber : Berman, B. dan J. R. Evans. Retail Management : A Strategic Approach
(11th ed.) Uppersaddle River: Pretice Hall International, Inc
2.2 Manajemen Pemasaran
2.2.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran adalah suatu aktivitas yang bertujuan mencapai sasaran
perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau
klien dari produsen. Pemasaran merupakan suatu hal kegiatan yang penting
1
untuk dilakukan oleh setiap perusahaan, karena pamasaran adalah ujung
tombak kesuksesan dari suatu perusahaan. Dalam kegiatan pemasaran dapat
membantu proses konsentrasi dalam mengembangkan segala sumber daya
guna suatu peningkatan penjualan produk.
Pemasar yang terampil mampu merangsang permintaan untuk produk
perusahaan, namunhal ini terlalu terbatas pada pandangan pemasar dalam
melakukan tugas. Bila pemasar memahami kebutuhan pelanggan, dapat
mengembangkan produk dan jasa yang menyediakan nilai yang unggul bagi
pelanggan, menetapkan harga, mendistribusikan, dan mepromosikan produk
dan jasa itu secara efektif, maka produk dan jasa itu akan mudah untuk dijual.
Di sebagian besar masyarakat, pemasaran sering diartikan sebagai proses
penjualan barang dan jasa, tetapi apabila dilihat lebih mendalam pengertian
pemasaran mempunyai aspek yang lebih luas daripada pengertian tersebut. Di
defenisikan secara luas, pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana
pribadi atau organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan
melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain. Dalam konteks
bisnis yang lebih sempit, pemasaran mencakup menciptakan hubungan
pertukaran muatan nilai dengan pelanggan yang menguntungkan. Berikut ini
adalah pendapat ahli tentang pengertian pamasaran yaitu:
Menurut American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009,
p.45) bahwa “Marketing is an organization function and a set processes for
creating, communicating, and delivering value to customers and for
managing customer relationship in ways that benefit the organization and it
stakeholders.”
Sedangkan, definisi dari organisasi yang sama American Marketing
Association di tahun yang berbeda dalam Kotler dan Keller (2012, p.5),
definisi tersebut sedikit berubah menjadi “Marketing is the activ-ity, set
of institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and
exchanging offerings that have value for customers, clients, partners, and
society at large.”
Kotler (2005, p.10) seorang ahli pemasaran mengemukakan ”Pemasaran
adalah proses sosial dan manajerial, dengan proses itu individu dan
kelompok mendapatkan
apa
yang
mereka butuhkan
dan
inginkan
dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan
produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.”
Sedangkan Menurut penulis pengertian dari Pemasaran adalah proses
pencarian atas apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen, menyediakan
barang atau jasa untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut dan
mengkomunikasikan nilai barang atau jasa serta penciptaan hubungan dengan
pelanggan sehingga dapat menciptakan kepuasan bagi pelanggan dan
memberikan laba bagi perusahaan yang bersangkutan.
Gambar 2. 2 Sistem Pemasaran Sederhana
Berdasarkan gambar di atas, kita dapat mengamati bahwa ada pertukaran
menghubungkan perilaku antara pemasar dan konsumen. Oleh karena itu
konsumen dianggap penting oleh pemasar mengingat fakta bahwa mereka
memberikan uang kepada para pemasar, alasannya adalah karena konsumen
dapat memberikan kontribusi lebih jauh mengenai informasi penting yang
ditujukan untuk para pemasar sebagai sesuatu yang harus dipertimbangkan
ketika membuat strategi pemasaran.
Tujuan pemasaran adalah untuk memenuhi target pelanggan dan memuaskan
kebutuhan dan keinginan. Ini jelas, karena konsumen yang puas akan datang
untuk membeli atau menggunakan barang atau jasa yang ditawarkan oleh
pemasar. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih baik dari pola bertindak
konsumen terhadap barang atau jasa akan sangat vital. Informasi yang
memadai dalam bidang perilaku konsumen kemudian akan dianggap penting.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah proses
perpindahan barang
atau jasa dari produsen ke konsumen, atau semua
kegiatan yang berhubungan dengan arus barang atau jasa dari produsen ke
konsumen.
2.2.2 Marketing mix
Pemasaran pada saat ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam
dunia usaha, terjadinya perubahan-perubahan dalam lingkungan bisnis
menyebabkan perusahaan harus selalu menyesuaikan strategi yang digunakan
agar keadaan perusahaan akan lebih baik dan mengarah pada kepuasan
konsumen.
Dalam melakukan kegiatan pemasaran, dibutuhkan suatu program atau
rencana pemasaran untuk mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan.
Program pemasaran tersebut terdiri dari sejumlah keputusan tentang bauran
alat-alat pemasaran yang digunakan, alat-alat pemasaran ini disebut dengan
bauran pemasaran (marketing mix).
Hal ini seperti yang disampaikan Kotler (2007:17). “Marketing mix is the set
of controllable tactical marketing tools- product, price, place and promotionthat the firm blend to produce the response it wants in the target market “.
Maksudnya bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat
pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk terus menerus mencapai
tujuan pemasarannya di pasar sasaran”.
Sementara
itu
menurut
Mc
Carthy
dalam
Kotler
(2007:17)
mengklasifikasikan alat-alat itu menjadi empat kelompok yang disebut 4P
dalam pemasaran yaitu: Produk (product), Harga (price), Tempat (place),
Promosi (promotion).
Untuk itu peusahaan harus dapat dikombinasikan dan dikoordinasikan agar
perusahaan dapat melakukan tugas yaitu: melayani konsumen melalui
manajemen pemasaran yang merupakan bagian integral dari perusahaan
dalam
rangka
untuk
mengembangkan
usaha,
mendapatkan
laba,
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.
Selanjutnya Zeilthaml and Bitner yang peneliti kutip dari jurnal Ratih
Handayani (2005), mengemungkakan konsep bauran pemasaran tradisional
terdiri dari 4P yaitu produck (produk), price (harga), place (tempat) and
promotion (promosi). Sementara itu pemasaran jasa perlu bauran pemasaran
yang diperluas dengan menambah unsure non tradisional marketing mix
yaitu people (orang), process (proses), physical evidence (bukti fisik).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Bauran Pemasaran (marketing mix) adalah
suatu perangkat yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempergaruhi
permintaan terhadap produknya dan perangkat-perangkat tersebut akan
menentukan tingkat keberhasilan pemasaran bagi perusahaan, serta semua ini
ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumennya.
1.
Produk (Product)
Menurut Suprapto dan Limakrisna (2007; 11) produk adalah segala
sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan
dan kebutuhan
2.
Harga (Price)
Menurut Yazid (2005; 20) menyatakan bahwa harga memainkan
peranan penting dalam bauran pemasaran karena harga berhubungan
dengan pendapatan suatu bisnis, sedangkan elemen-elemen lain dalam
bauran pemasaran menimbulkan biaya.
3.
Tempat (Place)
Menurut Philip Kotler (2005; 114) tempat adalah berbagai kegiatan
perusahaan untuk membuat produknya terjangkau dan tersedia bagi
pasar sasarannya.
4.
Promosi (Promotion)
Menurut Alma Buchari (Ratih. H, 2005; 58) promosi adalah suatu
bentuk komunikasi pemasaran yang merupakan aktivitas pemasaran
yang
berusahan
menyebarkan
informasi,
mempengaruhi
atau
membujuk dan atau mengingatkan pasar atas peusahaan dan
produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk
yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan.
5.
Pelaku (People)
Dalam
hubungannya
pemasaran
jasa,
maka
pelaku
sangat
mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Keputusan dalam pelaku
ini berarti sehubungan dengan seleksi, training, motivasi dan
manajemen sumber daya manusia.
6.
Proses (Process)
Merupakan bagian gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri dari
prosedur, jadwal pekerjaan, mekanisme aktivitas dan hal-hal rutin
dimana jasa diberikan dan disampaikan kepada konsumen.
7.
Bukti Fisik (Physical Evidence)
Pada pemasaran jasa lebih dilihat sebagai out come dari kegiatan
distribusi dan logistik, dimana pelayanan diberikan kepada konsumen
untuk mencapai kepuasan. Physical Evidence meliputi suatu bukti
nyata dari barang yang dipasarkan oleh pemasar. Hal ini berkaitan
dengan pembuktian nyata dari sebuah produk bauran pemasaran.
2.2.3 Saluran Distribusi
Saluran distribusi merupakan salah satu komponen terpenting di
dalam Pemasaran, karena untuk menyampaikan barang dan jasa dari
produsen ke tangan konsumen dengan baik.
2.2.3.1 Pengertian Saluran Distribusi
Saluran distribusi merupakan suatu cara untuk menyampaikan barang
maupun jasa dari perantara kepada konsumen akhir. Saluran distribusi
menurut Kotler dan Amstrong yang dialih bahasakan oleh Bob Saran
(2008:43) adalah “sebagai serangkaian organisasi yang saling tergantung dan
terlibat, dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk
digunakan atau untuk di konsumsi. Salah satu hal yang terpenting dalam
bauran pemasaran adalah saluran distribusi yang terancang dengan baik oleh
perusahaan, karena hal ini berkaitan dengan penyampaian barang dan jasa
kepada konsumen akhir”.
Sebagus apapun sebuah produk, kalau tidak tersedia di tempat yang tepat
maka tidak akan ada gunanya. Karena itu, salah satu pertimbangan utama
dalam mensegmentasikan pasar dan menentukan sasaran pasar adalah dengan
aksesbilitas yang baik. Artinya pasar yang akan dituju harus dapat dijangkau,
kalau tidak bentuk strategi apapun yang ditentukan, hanya akan berada di
awang-awang (Henry Simmamora, 1996 : 78) yang dikutip oleh Yudhi
Koesworodjati.
2.2.3.2 Tingkatan Saluran Distribusi
Dalam melakukan kegiatan distribusi barang dan jasa yang di tujukan ke
pasaran untuk konsumen. Adapun saluran pemasaran konsumen menurut
Kotler dan Keller yang dialih bahasakan oleh Benyamin Molan (2007:129),
empat tingkatan saluran adalah sebagai berikut :
1.
Saluran Nol tingkat (Produsen-Konsumen)
Disebut juga “Saluran Pemasaran Langsung“ saluran ini terdiri dari
produsen yang menjual langsung kepada konsumen.
2.
Saluran Satu Tingkat (Produsen-Pengecer-Konsumen)
Saluran satu tingkat mempunyai satu perantara penjualan. Dalam
pasar konsumen, perantara itu sekaligus merupakan pengecer atau
kios. Sedangkan dalam pasar industri seringkali perantara itu
bertindak sebagai agen atau distributor penjualan atau makelar.
3. Saluran Dua Tingkat (Produsen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen)
Saluran dua tingkat mempunyai dua perantara penjualan. Di dalam
pasar konsumen mereka merupakan distribusi atau pedagang besar
dan sekaligus pengecer atau kios. Sedangkan dalam pasar industri
mereka mungkin merupakan sebuah penyalur tunggal dan penyalur
industri.
1. Saluran
Tiga
Tingkat
Pengecer-Konsumen)
(Produsen-Pedagang
Besar-Pemborong-
Saluran tiga tingkat mempunyai tiga perantara penjualan, yang terdiri
dari distributor atau pedagang besar, pemborong dan pengecer atau
kios.
2.2.4 Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen melibatkan perilaku individu dalam merencanakan, membeli,
mengkonsumsi barang atau jasa yang dibelinya. Dalam pembelian produk, perilaku
antara konsumen satu dan yang lainya bisa sama atau bisa berbeda. Konsumen
sebelum melakukan pembelian produk, ada yang sudah direncanakan dan ada yang
belum direncanakan. Perilaku konsumen yang belum melakukan perencanaan dalam
pembelian, dapat mendorong untuk melakukan pembelian spontan (impulse buying).
Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan
organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, idea tau
pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. (Kotler, 2005)
Perialku konsumen yang loyal terhadap suatu produk tentu saja menguntungkan bagi
produsennya karena konsumen akan terus berusaha mencari produk yang
diinginkannya.Tetapi , jika konsumen terus menerus kesulitan mencari produk yang
diinginkannya, maka lama-lama konsumen akan mencoba merek lain. Sementara itu
perilaku konsumen yang tidak loyal atau dengan perkataan lain membeli suatu
produk hanya karena kebebasan saja, perlu memperhatikan aspek-aspek lain secara
lebih serius. (Simamora, 2008)
Gambar 2.3 - Model Perilaku Konsumen
Sumber : Kotler (2008)
Dari model di atas, dapat dijelaskan terdapat tiga fakotr yang mempengaruhi pilihan
konumen, yaitu :
1. Konsumen Individu
Pilihan untuk memilih suatu produk dengan merek tertentu dipengaruhi oleh
kebutuhan konsumen, persepsi atas karakteristik merek, dan sikap ke arah pilihan.
Sebagai tambahan, pilihan merek dipengaruhi oleh demografi konsumen, gaya hidup,
dan karakteristik seseorang
2. Pengaruh Lingkungan
Pilihan konsumen terhadap suatu merek di pengaruhi oleh lingkungan budaya, norma
kemasyarakatan, pengaruh kedaerahan atau kesukuan, kelas sosial , sosial ekonomi,
teman, anggota keluarga, dan faktor situasional yang berasal dari situasi dimana
produk tersebut di beli dan di butuhkan oleh konsumen.
3. Strategi pemasaran
Pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi
konsumen. ariabel-variabelnya adalah barang, harga, periklanan dan distribusi yang
mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan. Pemasar harus
mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama
pemasaran dalam pengembangan pemasaran.
2.2.4.1 Keputusan Pembelian
Menurut Engel et. Al (2000) keputusan pembelian adalah proses merumuskan
berbagai alternatf tindakan guna menjatuhkan pilihan pada salah satu alternative
tertentu untuk melakukan pembelian. Suatu proses membeli bukan sekedar
mengetahui berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan
peran dalam pembelian dan keputusan untuk membeli.
Pada dasarnya manusia bertindak secara rasional dengan cara mempertimbangkan
segala jenis informasi yang mereka dapatkan dan mempertimbangkan segala sesuatu
yang bias muncul dari tindakanya sebelum melakukan perilaku tertentu
Meurut Simamora (2008,) terdapat tiga peran yang terjadi dalam keputusan membeli
yaitu:
1. Pemrakarsa (initiator). Yaitu orang yang pertama kali menyarankan membeli
suatu produkataupun jasa tertentu.
2. Pemberi pengaruh (influencer). Orang yang pandangan/nasihatnya member
bobot dalam pengambilan keputusan akhir.
3. Pengambilan keputusan (decider). Orang yang sangat menentukan sebagian
atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli,
kapan hendak dibeli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara
membeli, dan dimana akan membeli.
Menurut Kotler (2000) mengemukakan bahwa tahap-tahap yang diliwati pembeli
untuk mencapai keputusan membeli melewati lima tahap.
Gambar 2.4 - Proses Keputusan Pembelian
Sumber : Kotler (2008)
1.Pengenalan Masalah
Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah dimana pembeli mengenali
adanya masalah atau kebutuhan. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan
dari dalam diri pembeli atau dari luar. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan
sebenar nya dan keadaan yang diinginkan. Konsumen akan segera memahami
kebutuhan yang berlum perlu harus segera di penuhi dengan yang sama sama harus
segera di penuhi
2. Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya terhadap suatu produk mungkin
akan mencari informasi yang lebih banyak lagi. Pada umumnya, konsumen
menerima sebagian besar informasi mengenai suatu produk dari sumber komersial,
yang dikendalikan oleh pemasar. Akan tetapi, sumber yang paling efektif cenderung
sumber pribadi. Sumber pribadi tanpaknya bahkan lebih penting dalam
mempengaruhi pembelian jasa. Sumber komersial biasanya memberitahu pembeli,
tetapi sumber pribadi membenarkan atau mengevaluasi produk bagi pembeli.
3. Evaluasi Alternatif
Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen menggunakan
informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dalam menentukan pilihan. konsumen
mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing
individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan, menggunakan
perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis. Pada waktu lain, konsumen yang
sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali; mereka membeli
berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi.
4. Keputusan Pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan membentuk niat
untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli konsumen adalah membeli
merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli
dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain yaitu pendapat
dari orang lain mengenai harga, merek yang akan dipilih konsumen. Faktor kedua
adalah faktor situasi yang tidak diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat
produk yang diharapkan. Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tak diharapkan bisa
menambah niat pembelian.
5. Perilaku Pasca Pembelian
Tahap dari proses keputusan pembeli, yaiitu konsumen mengambil tindakan lebih
lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak puas. Yang
menentukan pemmbeli merasa puas atau tidak puas dengan suatu pembelian terletak
pada hubungan antara harapan konsumen dengan manfaati yang diterima konsumen
dari produk tersebut. Bila produk tidak memenuhi harapan, konsumen merasa tidak
puas, bila memenuhi harapan konsumen merasa puas, bila melebihi harapan
konsumen akan merasa puas
2.3 Pengertian Usaha Eceran (Retailing)
Di dalam perekonomian yang menjadi salah satu bagian yang terpenting
adalah adanya perantara dalam saluran pemasaran, adalah pengecer ( retailing )
sebagai penyalur terakhir kepada konsumen.
Pengertian eceran ( retailing ) menurut Berman & Evan ( 2005 : 54 ), adalah
sebagai berikut, retailing melibatkan penjualan barang dan jasa pada konsumen akhir
untuk penggunaan perorangan, keluarga, atau rumah tangga yang merupakan langkah
terakhir dari distribusi”.
Sedangkan menurut Phillip Kotler & Kevin Lane Keller dialih bahasakan
oleh Benyamin Molan ( 2007 : 164 ) “ Retailing merupakan suatu bisnis yang terdiri
dari kegiatan-kegiatan menjual baik berupa barang maupun jasa kepada konsumen
akhir untuk kepentingan individu dan keluarga, bukan untuk keperluan bisnis”.
Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa perdagangan eceran adalah
suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir dan ini merupakan
mata rantai terakhir untuk kepentingan pribadi bukan bisnis.
2.3.1 Pengertian Pengecer ( retailer)
Penjualan barang dan jasa dari produsen hingga kosumen akhir baik yang
berasal dariprodusen, pedagang besar, atau pengecer dapat melakukan penjualan
eceran barang atau jasa tersebut dimana saja.
Menurut Kotler dan Keller (2007:64) mengemukakan pengecer sebagai setiap
usaha bisnis yang volume penjualannya terutama dari eceran.
Sedangkan menurut Levy dan Weitz mendefinisikan pengecer sebagai :
Retailer is a business that sells products or service, or both, to consumers for their
personal or family use.
Usaha eceran merupakan salah satu usaha yang memiliki peranan penting
bagi pelaku bisnis karena merupakan perantara terakhir yang berhubungan langsung
dengan konsumen. Dengan keberadaan usaha eceran memberikan pengaruh yang
baik bagi konsumen yang hanya membeli barang atau jasa dalam jumlah kecil sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya.
2.3.2 Jenis - Jenis Retail Modern
Menurut Levy dan Weitz dalam bukunya “Retailing Management” (2007:39) ritel
dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu food retailer, general merchandise retailer, dan
non store retailer.
a. Food Retailers
Food Retailer terdiri dari :
1. Supermarkets konvensional biasanya mempersilahkan pengunjung untuk melayani
dirinya sendiri dalam mencari kebutuhan seperti perlengkapan sehari-hari, daging,
perlengkapan yang bukan termasuk makanan seperti perawatan kesehatan data lainlain. Contoh : Hero, Superindo.
2. Hypermarkets, mempunyai luas 100.000-300.000 m2 hypermarkets juga termasuk
salah satu ritel yang cepat berkembang. Contoh : Hypermart, Giant.
3. Convenience stores, atau toko kebutuhan sehari-hari memberikan aneka ragam
barang kebutuhan yang terbatas dengan lokasi yang terjangkau. Contoh : Mini
market Alfamart, Circle K.
b. General Merchandise Retailers
General Merchandise Retailers terdiri dari :
1. Department Store, Menangani beberapa bagian penjualan produk di bawah satu
atap, sebuah department store menyediakan variasi produk belanja dan produkproduk khusus secara luas termasuk pakaian, kosmetik, peralatan rumah tangga, alatalat elektronik dan kadang-kadang mebel. Pembelian biasanya dilakukan masing-
masing bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah agar ekonomis dalam
promosi, pembelian, pelayanan dan pengawasan. Contoh : Yogya, Ramayana.
2. Speciality Stores, atau toko khusus yaitu toko eceran yang mengkhususkan diri
pada jenis barang dagangan tertentu. Format toko khusus memungkinkan pengecer
memperhalus strategi segmentasi mereka dan menempatkan barang dagangan
mereka di target pasar yang spesifik. Sebuah toko khusus tidak hanya merupakan
sejenis toko, tetapi juga merupakan metode operasi eceran, yaitu mengkhususkan diri
pada jenis barang dagangan tertentu. Contoh : Toko buku Gramedia, Aquarius.
3. Drugstores, Toko obat (drug store) menawarkan produk-produk dan jasa yang
berkaitan dengan farmasi sebagai daya tarik utama mereka. Konsumen paling sering
tertarik dengan sebuah toko obat oleh farmasinya atau ahli farmasinya, kenyamanan
atau karena ia mempertahankan rencana resep pihak ketiga mereka. Contoh : Apotik
Kimia Farma.
4. Category specialist yaitu toko diskon dengan ukuran yang besar. Ritel ini dasarnya
adalah discount speciality stores. Dengan menawarkan barang-barang yang lengkap
dengan harga yang rendah. Contoh : Toy “R”, old navy.
5. Extreme Value Retailers yaitu sebuah toko kecil dan termasuk toko diskon dengan
lini penuh yang menawarkan barang dagangan yang terbatas dengan harga yang
sangat murah Contoh : Toko serbu (serba lima ribu).
c. Non Store Retailers
Non Store Retailers terdiri dari :
1. Electronic Retailers atau sering dikenal dengan e-tailling, online tailing, dan
internet tailing adalah format ritel di mana peritel berkomunikasi dengan konsumen
dan menawarkan barang dan jasa yang dijual melalui internet. Contoh : Nixon watch,
e-bay.
2. Catalog and Direct Mail Retailers yaitu format ritel bukan toko di mana peritel
menawarkan produknya menggunakan catalog. Contoh : Oriflame (produk
kecantikan), sophie martin.
3. Direct Selling atau penjualan langsung adalah format ritel yang menggunakan
sales people yang secara langsung mendatangi konsumen di lokasi yang cocok.
Contoh : Tianshi.
4. Television Home Shopping yaitu format ritel di mana konsumen menonton suatu
program TV yang mendemontrasikan produk yang mereka tawarkan. Contoh :
Inovation store
5. Services retailing yaitu jenis ritel yang lebih banyak menyediakan pelayanan
daripada barang yang dijual, atau bahkan hanya menjual jasa. Contoh : Garda otto.
2.3.3 Bauran Usaha Eceran (Retailing Mix)
Dalam industri Ritel terdapat bauran yang penting untuk diperhatikan demi
kelangsungan bisnis ritel tersebut. Dengan memperhatikan semua bauran tersebut. Di
harapkan suatu bisnis ritel dapat menjadi lebih unggul dibanding peritel lainya.
Menurut Levy dan Weitz (2004 : 148) mendefinisikan : retailing mix is refers
to a nature of merchandise and service offered, pricing policy, advertising, and
promotion program, approach to store design and visual merchandising, and typical
location.approach to store design and visual merchandising, and typical location.
Sedangkan Menurut Ma’aruf dalam bukunya “Pemasaran Ritel” (2005:114),
retailing mix terdiri dari:
1. Lokasi, Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai
lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang
sama.
2. Produk yang dijual dalam ritel tersebut disebut merchandise. Merchandise yang
akan dijual penting dipilih dengan benar, karena merchandise adalah “mesin sukses”
bagi pengecer.
3. Harga, merupakan satu-satunya unsur dalam berbagai unsur bauran pemasaran
ritel itu yang bakal mendatangkan laba bagi peritel. Penentuan harga yang tepat akan
sangat mendukung tercapainya tujuan perusahaan.
4. Promosi, Image (citra) dibangun dengan program promosi. Program promosi yang
lengkap disebut bauran promosi (promotion mix) yang terdiri atas iklan, sales
promotion, public relations, dan personal selling.
5. Suasana dalam gerai, Gerai kecil yang tertata dan menarik akan lebih mengundang
pembeli apabila dibandingkan gerai yang di atur biasa saja. Atmosphere dalam gerai
dapat mempengaruhi perilaku konsumen, seperti betah berlama-lama di dalam
toko,melakukan pembelian, dan juga berpengaruh pada image toko.
6. Pelayanan, Pelayanan eceran bertujuan memfasilitasi para pembeli saat mereka
berbelanja di gerai. Hal-hal yang dapat memfasilitasi para pembeli terdiri atas
layanan konsumen, personal selling, layanan transaksi berupa cara pembayaran
yang mudah, dan lain-lain.
7. Customer Service, Pelayanan yang diberikan oleh perusahaan untuk menagani
keluhan dari konsumen. Hal ini bermaksud untuk mengikat loyalitas konsumen agar
konsumen merasa puas dengan mendapat bantuan informasi dari customer service.
2.4 Store Atmosphere
2.4.1 Store
Menurut Maretha (2011) store atau toko merupakan sebuah tempat
yang umum nya tertutup dan di dalam nya terjadi perdagangan benda yang spesifik
seperti buku, makanan, minuman dan sebagainya. Dalam hal bangunan atau
arsitektur nya, bangunan toko biasanya lebih mewah dibandingkan dengan
warung. Didalam toko jenis barang barang yang dijual pun lebih modern. Proses
transaksi didalam toko juga lebih modern.
2.4.2 Atmosphere
Menurut Levy
(2012;p490)
dan
Weitz
Atmosphere
yang menstimulasi
5
dalam
adalah
desain
indra. Biasanya
bukunya “Retailing
Management”
sebuah
atau
retailers
lingkungan
menstimulasi
suasana
persepsi
dan
emosional konsumen melalui pencahayaan, warna, music, dan aroma. Dalam buku
tersebut dan dihalaman yang sama dikatakan riset telah menunjukan penting
nya elemen Atmosphere untuk dipadukan dan diaplikasikan. Contoh nya “the
right music with the right scent”. Menurut Maretha (2011) Atmosphere merupakan:
1.
Lingkungan intelektual yang dominan
2.
Sebuah
kualitas
estetika
atau
efek
yang
menyenangkan dari sebuah tempat
3.
Suasana atau perasaan dalam sebuah tempat atau
situasi.
4.
Atmosphere juga bagaimana interaksi antar konsumen dan kepuasan konsumen
dipengaruhi oleh suasana tempat dalam sebuah lembaga atau perusahaan.
Interaksi sesama konsumen memiliki pengaruh pada kepuasan dan loyalitas
terhadap perusahaan.
Jadi
bisa
ditarik
kesimpulan
bahwa
atmosfer
merupakan
suasana
yang
tercipta dalam sebuah lingkungan yang di stimulisasikan melalui komunikasi visual,
pencahayaan. Warna, musik, aroma dan interior yang bisa mempengaruhi persepsi
dan emosi pengunjung atau konsumen.
2.4.3 Store Atmosphere
Dengan menghubungkan relasi antara teori Store dan Atmosphere yang sudah
dibahas
sebelumnya,
lingkungan toko
bias
merupakan
menstimuli 5 indra konsumen
di
simpulkan
suasana
dan
atau
bahwa Store
lingkungan
mempengaruhi
Atmosphere atau
toko
persepsi
dan
yang
bisa
emosional
konsumen terhadap toko, sesuai dengan pernyataan Levy dan Weitz (2012;p490).
Lingkungan toko juga dapat mempengaruhi pembelian dalam toko tersebut,
didukung melaui teori, bahwa store atmosphere yang terencana dapat menarik minat
konsumen untuk membeli (Kotler 2005). Minat pembelian secara mendadak
juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan toko, karena menurut Kurniawan dan
Kunto (2013) Store Atmosphere sangat mempengaruhi Impulse Buying, oleh
karena itu pembenahan elemen elemen Store Atmosphere harus sangat diperhatikan,
Menurut Berman dan Evans (2007;p544) store atmosphere merujuk kepada
karakteristik fisik toko yang menampilkan image dan menarik perhatian konsumen.
Dan menurut Schiffman & Kanuk yang dikutip dari Jurnal Penelitian Maretha dan
Kuncoro (2011) menyatakan bahwa “Toko - toko atau gerai mempunyai citra toko
perusahaan itu sendiri yang membantu mempengaruhi kualitas yang dirasakan
dan keputusan konsumen mengenai pembelian produk”
2.4.3.1 Elemen Store Atmosphere
Menurut Berman dan Evans dalam bukunya “Retail Management” (2007; 545).
Store Atmosphere (Atmospherics) dapat dibagi menjadi beberapa elemen penting
yang akan mempengaruhi suasana toko yang diinginkan. Key element tersebut
adalah : Exterior , General Interior, Store Layouts dan Displays.
Gambar 2. 5 Elemen - Elemen Store Atmosphere
Sumber : Berman dan Evans (2007;542)
1.
Exterior
Menurut Berman dan Evans dalam bukunya “Retail Management” (2007;p545)
Eksterior atau bagian depan toko memiliki imbas yang sangat kuat terhadap image
toko dan harus di rencanakan secara tepat.
Bagian depan toko adalah total ekstrior fisik dari toko itu sendiri. Yang
meliputi Marquee (papan nama) , pintu masuk, jendela, pencahyaan dan konstruksi
material. Dengan tampilan depan toko retailer dapat menampilkan diskon dan
tampilan lainnya. Konsumen yang melewati depan toko dapat menilai toko
tersebut dari eksterior nya. Ada beberapa alternative dalam menampilkan basic store
front :
a)
Modular
persegi atau
b)
structure
: berbentuk
1
buah
kotak yang menyambungkan beberapa toko.
Prefabricated
structure
:
frame atau
kerangka
bangunan yang dirakit dalam sebuah toko.
c)
Prototype
Store
: desain
yang
disediakan
franschisor untuk membantu perkembangan atmosphere.
d)
Recessed Storefront : memikat konsumen dengan
bersembunyi dibalik toko toko lain, sehingga konsumen penasaran dan
berjalan memeriksa toko tersebut.
e)
Unique Building : struktur bangunan yang berbeda
Yang termasuk exterior toko ialah pintu masuk toko. Pintu masuk toko harus
memperlihatkan tiga hal utama yaitu:
a.
Jumlah pintu masuk yang dibutuhkan. Sebuah
toko diharapkan dapat mengatur antara pintu keluar dan pintu masuk
toko. Pintu sebuah toko juga harus dapat menghalangi potensi terjadinya
pencurian.
b.
Tipe dari pintu masuk yang dipilih, apakah dapat
secara otomatis membuka sendiri atau
jalan
masuk
c.
yang
bersifat
manual.
Lantai
dapat menggunakan semen, keramik atau karpet.
Jalan masuknya. Jalan yang lebar dan lapang
dapat menciptakan atmosfer yang berbeda dibandingkan jalan yang kecil
dan sempit.
Dalam beberapa kasus, tercapainya tujuan store atmosphere adalah melalui penataan
yang unik dan menarik perhatian. Bagian depan toko yang berbeda, papan nama toko
yang menarik, sirkulasi udara yang menarik, dan bangunan toko yang tidak biasa.
2.
General Interior
Banyak elemen - elemen yang mempengaruhi persepsi konsumen ketika
mereka memasuki bagian dalam toko. Suara dan aroma dapat mempengaruhi
perasaan konsumen. Perlengkapan toko dapat direncanakan berdasarkan kegunaan
dan estetikanya. Meja, rak barang, pintu merupakan bagian dari dekorasi interior.
Dinding toko juga mempengaruhi atmosfer dengan pemilihan wallpaper yang
berbeda pada setiap toko yang disesuaikan dengan keadaan toko. Konsumen juga
dipengaruhi oleh temperatur udara didalam toko. Kurang sejuknya udara dapat
mempercepat keberadaan konsumen di dalam toko. Ruangan yang luas dan tidak
padat menciptakan suasana yang berbeda dengan ruangan yang sempit dan padat.
Konsumen dapat berlama - lama di dalam toko apabila mereka tidak terganggu oleh
orang lain ketika sedang melihat-lihat produk yang dijual.
Toko dengan bentuk bangunan yang modern serta perlengkapan yang baru akan lebih
mendukung atmosfer. Remodelling bangunan dan pembaharuan peralatan toko yang
lama dengan yang baru juga dapat meningkatkan citra toko dimata konsumen. Yang
perlu diperhatikan dari semua hal diatas adalah bagaimana perawatannya agar dapat
selalu terlihat bersih. Tidak peduli bagaimana mahalnya interior sebuah toko apabila
terlihat kotor maka akan menimbulkan kesan yang jelek.
3.
Store Layout
Store Layout adalah pengelolaan dalam hal penentuan lokasi dan fasilitas restoran.
Pengelolaan toko juga harus memanfaatkan ruangan toko yang ada. Pengelola toko
juga harus memanfaatkan ruangan toko yang ada se-efektif mungkin. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam merancang layout adalah sebagai berikut:
a.
Allocation of floor space for selling, personnel, and
customers.
Dalam suatu toko, ruangan yang ada harus dialokasikan untuk :
1.
Selling Space (Ruangan Penjualan)
Ruangan untuk menempatkan dan tempat berinteraksi antara konsumen dan
pramusaji.
a). Personnel Space (Ruangan Pegawai)
Ruangan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan pramusaji seperti
tempat beristirahat atau makan.
b). Customers Space (Ruangan Pelanggan)
Ruangan yang disediakan untuk meningkatkan kenyamanan konsumen
seperti toilet, ruang tunggu.
b.
Traffic Flow (Arus Lalu Lintas)
Macam-macam penentuan arus lalu lintas toko, yaitu:
1.
Grid Layout (Pola Lurus)
Penempatan fitur dalam satu lorong utama yang panjang.
2.
Loop/Racetrack Layout (Pola Memutar)
Terdiri dari gang utama yang dimulai dari pintu masuk, mengelilingi
seluruh ruangan, dan biasanya berbentuk lingkaran atau persegi,
kemudian kembali ke pintu masuk.
3.
Spine Layout (Pola Berlawanan Arah)
Pada spine layout gang utama terbentang dari depan sampai belakang
toko, membawa pengunjung dalam dua arah.
4.
Free - flow Layout (Pola Arus Bebas)
Pola yang paling sederhana dimana barang-barang diletakkan dengan
bebas.
4. Interior Displays
Ketika layout toko sudah diaplikasikan dengan detail, retailer selanjutnya harus
merencanakan interior displays. Jenis - jenis Interior Displays adalah sebagai
berikut:
a)
Assortment Display : Merupakan bentuk interior
displays yang digunakan untuk berbagai macam produk yang berbeda dan
dapat mempengaruhi konsumen untuk merasakan, melihat, dan mencoba
produk. Kartu ucapan, majalah, buku dan produk sejenis lainnya merupakan
produk-produk yang menggunakan assortment displays.
b)
Theme-Setting Display : merupakan bentuk interior
displays yang menggunakan tema - tema tertentu digunakan dengan maksud
membangun suasana atau nuansa tertentu.
c)
Ensemble Display : bentuk displays digunakan untuk
satu pasang produk yang merupakan gabungan dari berbagai macam produk.
d)
Rack Display : bentuk displays tempat gantungan
produk yang ditawarkan.
e)
Cut Case : Merupakan interior displays yang murah
hanya menggunakan kertas biasa. Biasanya digunakan di supermarket atau
toko yang
sedang menyelenggarakan diskon. Bentuk lain dari cut case
adalah dump bin, merupakan tempat menumpuk pakaian-pakaian atau bukubuku yang sedang diskon.
2.5 Integrated Marketing Communication (IMC)
2.5.1 Definisi IMC
Integrated Marketing Communication (IMC), konsep yang berkembang di tahun
1980an ini didefinisikan oleh Schultz (2004) sebagai sebuah strategi dalam proses
bisnis dengan membuat perencanaan, membangun, mengeksekusi dan mengevaluasi
pelaksanaan program komunikasi merek yang terkoordinasi pada konsumen,
pelanggan, atau sasaran lain yang relevan dengan audience eksternal dan internal. Di
lain kesempatan, Shimp (2010) mendefinisikan IMC sebagai sebuah proses
komunikasi yang terdiri dari perencanaan, penciptaan, pengintegrasian dan
penerapan berbagai bentuk komunikasi pemasaran (iklan, sales promotion, publikasi,
event dan lain sebagainya). Sedangkan asosiasi agen periklanan Amerika atau yang
dikenal dengan nama The 4As (The American Association of Advertising Agency)
mengatakan bahwa IMC adalah konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang
matang dengan mengevaluasi peran masing-masing bentuk komunikasi pemasaran
(periklanan umum, sales promotion, public relations dan lain-lain) dan memadukan
bentuk-bentuk komunikasi pemasaran ini untuk memberikan kejelasan, konsistensi
dan dampak komunikasi yang maksimal (Belch 2009). Dengan mempelajari ketiga
definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IMC adalah sebuah konsep
komunikasi yang terencana, terintegrasi dan diterapkan dalam berbagai bentuk
komunikasi pemasaran untuk memberikan pemahaman dan dampak yang maksimal
melalui konsistensi pesan komunikasi kepada konsumen, pelanggan ataupun pihak
lain yang relevan dengan barang atau jasa yang dikomunikasikan.
Untuk dapat mencapai tujuan komunikasi, perusahaan dapat menggunakan sebuah
alat bantu yang disebut promotion mix (Belch 2009). Adapun beberapa elemen yang
terdapat di dalam promotion mix ini adalah sebagai berikut:
• Advertising
Adalah segala bentuk komunikasi non-personal melalui berbagai media massa
seperti TV, radio, majalah dan koran mengenai informasi tentang perusahaan, produk
dan jasa atau ide sebuah sponsor yang dikenal. Elemen komunikasi ini paling banyak
digunakan pemasar karena dapat menjangkau target audience dalam jumlah yang
lebih besar daripada elemen – elemen lain. Selain itu, advertising juga dapat
membangun ekuitas merek dengan menciptakan brand image dan brand association
melalui eksekusi iklan ke dalam benak konsumen.
• Direct Marketing
Merupakan sebuah aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan secara
langsung kepada konsumennya. Umumnya aktivitas pemasaran ini dilakukan dengan
cara mengirimkan direct mail, melakukan telemarketing dan direct selling kepada
konsumen yang dituju. Untuk dapat melakukan hubungan secara langsung dengan
para konsumen potensialnya maka perusahaan mengelola data based konsumen.
• Interactive/ Internet Marketing
Aktivitas pemasaran yang dilakukan secara interaktif melalui CD-ROMs, handphone
digital, TV interaktif dan lain sebagainya atau secara online menggunakan jaringan
internet untuk mengkomunikasikan produk dan jasanya. Melalui aktivitas ini,
perusahaan dan konsumen dapat melakukan komunikasi 2 arah langsung secara realtime.
• Sales Promotion
Aktivitas pemasaran yang dilakukan dengan cara memberikan nilai incentive kepada
tim penjualan, distributor, atau konsumennya secara langsung untuk mendorong
penjualan dengan cepat. Sales promotion yang dilakukan kepada konsumen biasanya
dengan membagikan sample produk, kupon dan lain sebagainya untuk mendorong
konsumen agar langsung melakukan pembelian. Sedangkan sales promotion yang
dilakukan kepada distributor dan pedagang dilakukan dalam bentuk kontes
penjualan, pemberian harga khusus, penyediaan merchandising dan masih banyak
lagi bentuk lainnya.
• Publicity/ Public Relations:
Sama halnya dengan advertising, publikasi/ public relations adalah komunikasi nonpersonal melalui berbagai media massa seperti TV, radio, majalah dan koran
mengenai perusahaan, produk, jasa atau sponsor acara yang didanai langsung atau
tidak langsung yang dilakukan dalam bentuk news release, press conference, artikel,
film dan lain-lain. Bedanya dengan advertising adalah, untuk masuk ke jaringan
media massa perusahaan tidak mengeluarkan dana khusus melainkan menyediakan
berita seputar produk dan jasa, melakukan event atau aktivitas lain yang menarik
untuk diliput atau dipublikasikan oleh media massa. Sedangkan public relation
adalah fungsi manajemen yang dilakukan untuk mengevaluasi perilaku publik,
mengedentifikasi kebijakan dan prosedur individu atau organisasi terhadap public
interest, serta mengeksekusi sebuah program untuk dapat diterima dan dipahami oleh
publik. Tujuan utama melakukan public relation adalah untuk menciptakan dan
mengelola image positif perusahaan di mata publik yang biasanya dilakukan dengan
cara melakukan pengumpulan dana, mensponsori acara khusus, berpartisipasi dalam
aktivitas sebuah komunitas dan masih banyak lagi yang lainnya.
• Personal Selling
Adalah aktivitas komunikasi yang dilakukan secara langsung oleh pihak penjual
untuk meyakinkan pembeli potensial membeli produk atau jasa yang ditawarkan.
Melalui aktivitas komunikasi ini, penjual dapat memodifikasi pesan komunikasi agar
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen serta mendapatkan feedback
langsung dari konsumennya.
Gambar 2.6 The Promotional Mix
Sumber: Belch 2009
2.6 Sales Promotion
Perusahaan harus membagi seluruh anggaran promosi di antara sarana promosi
utama, yaitu periklanan, personal selling, promosi penjualan, dan hubungan
masyarakat (public relations). Perusahaan harus memadukan sarana promosi dengan
cermat dalam bauran promosi yang terpadu. Perusahaan mempertimbangkan
berbagai faktor pada waktu mengembangkan bauran pemasaran, yang meliputi jenis
produk / pasar, strategi mendorong (push strategy) atau strategi menarik (pull
strategy), tahap kesiapan konsumen, dan tahap daur hidup produk.
Menurut (Kwok & Mark, 2008 : 174), “Sales promotions can offer many consumer
benefits, the most obvious being monetary savings, although consumers also may be
motivated by the desire for quality, convenience, value expression, exploration and
entertainment”.
Menurut Sujana & Iswandi (2008 : 27), “Sales Promotion
dapat memberikan
perkembangan terhadap hasil penjualan yang dicapai suatu perusahaan, meskipun
tidak setiap kebijaksanaan sales promotion yang diadakan memberikan hasil yang
memuaskan bagi perusahaan”.
Setiap kali suatu perusahaan meningkatkan nilai produknya dengan menawarkan
pengalaman atau insentif seperti penurunan harga atau memberikan sesuatu secara
cuma - cuma, maka perusahaan tersebut melakukan Sales Promotion dimaksudkan
untuk memotivasi tindakan konsumen (Machfoedz, 2010 : 31)
Menurut Blattberg di dalam Kotler (2002 : 681), sales promotion terdiri dari
kumpulan alat-alat insentif yang beragam, sebagian besar berjangka pendek,
dirancang untuk mendorong pembelian suatu produk atau jasa tertentu secara lebih
cepat dan lebih besar oleh konsumen atau pedagang. Menurut Schoell at all di dalam
Alma (2004 : 189), sales promotion adalah keinginan menawarkan insentif dalam
periode tertentu untuk mendorong keinginan calon konsumen, para penjual atau
pelantara.
Sales promotion terdiri atas berbagai ragam sarana promosi yang dirancang untuk
merangsang tanggapan pasar lebih awal atau lebih kuat. Sarana tersebut meliputi :
1. Sales promotion konsumen
2. Sales promotion perdagangan
3. Sales promotion bisnis wiraniaga
Menurut Strang di dalam Kotler (2002 : 681), ada beberapa faktor yang memberikan
kontribusi pada pertumbuhan pesat sales promotion tertutama dalam pasar
konsumen.
1. Faktor - faktor dari dalam meliputi :
a. Kini promosi semakin lebih diakui oleh manajemen puncak sebagai
sarana penjualan yang efektif
b. Manager produk mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
menggunakan sarana sales promotion
c. Manager produk mendapat tekanan yang lebih besar agar dapat
meningkatkan penjualan.
2. Faktor - faktor dari luar terdiri atas :
a. Bertambah banyaknya jumlah retail modern
b. Pesaing sering menggunakan promosi
c. Konsumen semakin berorientasi harga
d. Perdagangan lebih banyak menuntut tawar menawar yang di haruskan
oleh produsen.
Sales promotion meliputi berbagai sarana promosi yang didesain untuk memotivasi
respon pasar lebih awal. Sales Promotion yang dimaksud dapat berupa promosi
konsumen, sebagai contoh : produk, kupon, potongan harga, dan sebagainya;
promosi perdagangan, seperti : produk gratis, keringanan harga pembelian, dan
sebagainya (Machfoedz, 2010 : 32). Oleh karena itu perusahaan harus mempunyai
strategi atau program semacam program sales promotion dimana suatu hasil riset
mengemukakan bahwa ada faktor - faktor yang dapat dilakukan dengan sales
promotion. Sales promotion dapat menawarkan suatu persuasi kepada konsumen
untuk segera mengambil keputusan membeli suatu produk hanya dengan membuat
produk lebih bernilai. Sales promotion juga dapat membantu memperkenalkan suatu
produk baru atau menghidupkan mereka sepanjang waktu dengan memperkuat pesan
dan citra periklanan, menciptakan daya tarik antara merek dan konsumen, dan
memberikan saluran baru untuk menjangkau segmen khalayak.
Adapun tujuan utama dari sales promotion adalah memodifikasi tingkah laku,
menginformasikan, mempengaruhi dan membujuk serta meningkatkan pelanggan
tentang perusahaan dan bauran pemasarannya. Promosi penjualan juga dimanfaatkan
untuk menawarkan nilai tambah kepada konsumen, sebagai suatu stimulus untuk
mendorong penjualan dengan segera. Stimulus ini dapat diarahkan kepada
konsumen, distributor, agen, dan anggota wiraniaga.
1. Modifikasi Tingkah Laku
Orang-orang yang melakukan komunikasi ini mempunyai beberapa alas an, antara
lain : mencari kesenangan, mencari bantuan, memberikan pertolongan, memberikan
informasi, mengemukakan ide dan pendapat. Sedangkan promosi dari segi lain
berusaha merubah tingkah laku dan pendapat, dan memperkuat tingkah laku yang
ada. Penjual (sebagai sumber) selalu berusaha menciptakan kesan baik tentang
dirinya atau mendorong pembelian barang dan jasa perusahaan.
2. Memberitahu
Kegiatan promosi ini dapat ditunjukkan untuk memberitahu pasar yang dituju
tentang penawaran perusahaan. Promosi yang bersifat informasi umumnya lebih
sesuai dilakukan pada tahap-tahap awal di dalam siklus kehidupan produk. Kiranya
hal ini merupakan masalah penting untuk meningkatkan permintaan primer.
Sedangkan orang tidak akan membeli barang atau jasa sebelum mereka mengetahui
produk tersebut dan apa faedahnya.
3. Membujuk
Promosi yang bersifat membujuk (persuasif) umumnya kurang disenangi oleh
sebagian masyarakat. Namun kenyataan sekarang ini justru yang banyak muncul
adalah promosi yang bersifat persuasif. Promosi demikian ini terutama diarahkan
untuk mendorong pembelian. Promosi yang bersifat persuasif ini akan menjadi
dominan jika produk yang bersangkutan mulai memasuki tahap pertumbuhan di
dalam siklus kehidupannya.
4. Mengingatkan
Promosi yang bersifat mengingatkan dilakukan terutama untuk mempertahankan
merek produk di hati masyarakat dan perlu dilakukan selama tahap kedewasaan di
dalam siklus kehidupan produk. Ini berarti pula perusahaan berusaha untuk paling
tidak mempertahankan pembeli yang ada.
Jika tujuan pengembangan promosi penjualan untuk akselerasi penjualan diabaikan,
diperlukan efektifitas implikasi perubahan perilaku audience. Terbentuknya pola
perilaku baru merupakan efek yang diinginkan. Jika promosi penjualan diharapkan
dapat berperan dalam jangka panjang, yakni terciptanya perilaku pembelian, maka
pola perilaku baru ini perlu dipelajari dan dimanfaatkan sebagai landasan tetap.
Tujuan lain dari sales promotion adalah mengidentifikasi dan menarik konsumen
baru, mengkomunikasikan produk baru, meningkatkan jumlah konsumen untuk
produk yang telah dikenal secara luas, menginformasikan kepada konsumen tentang
peningkatan kualitas produk, mengajak konsumen untuk mendatangi took tempat
penjualan produk, memotivasi konsumen agar membeli suatu produk (Machfoedz,
2010 : 32).
Metode sales promotion dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu promosi
penjualan konsumen dan promosi penjualan perdagangan. Teknik promosi penjualan
konsumen ditujukan untuk memotivasi konsumen agar mencoba mendatangi toko
eceran dan / atau membeli produk tertentu. Teknik ini dapat dimanfaatkan untuk
menarik orang mendatangi toko – toko pengecer tertentu, memperkenalkan produk
baru, atau untuk mempromosikan produk yang sudah dikenal. Adapun promosi
penjualan perdagangan ditujukan untuk memberikan dorongan kepada penggrosir
atau pengecer agar membawa dan memasarkan produk perusahaan secara agresif.
Teknik promosi ini pada umumnya menawarkan imbalan kepada perantara berupa
uang, barang dagangan, hadiah, atau bantuan promosi, agar membeli produk atau
menyelenggarakan aktivitas tertentu.
Untuk memahami promosi penjualan diperlukan kajian terhadap beberapa teknik
promosi penjualan. Metode promosi penjualan diklasifikasikan dalam dua kategori,
yaitu metode promosi penjualan yang digunakan oleh pengecer dan teknik promosi
penjualan produk baru.
Menurut Machfoedz (2010 : 35), teknik promosi pejualan produk baru yang paling
banyak digunakan dalam mempromosikan barang baru antara lain :
1. Contoh Gratis
Perusahaan menerapkan contoh gratis untuk beberapa alasan, diantaranya yaitu
memotivasi pencobaan produk, meningkatkan volume penjualan pada tahap daur
hidup produk, atau untuk mendapatkan distribusi yang diharapkan. Pemberian contoh
gratis, perusahaan harus mempertimbangkan faktor – faktor tertentu, seperti sifat
pasar dan iklan yang mendahuluinya.
2. Coupons
Menurut Manuere, Gwangwava, dan Gutu (2012 : 1160) “Coupons are legal
certificates offered by manufacturers and retailers. They grant specified savings on
selected products when presented for redemption at the point of purchase”. Kupon
digunakan untuk memotivasi konsumen agar mencoba produk baru atau produk yang
telah dikenal, meningkatkan volume penjualan dengan cepat, menarik konsumen
untuk melakukan pembelian kembali, atau memperkenalkan inovasi baru, baik dari
segi kemasan, ukuran, dan sebagainya. Kupon biasanya menurunkan harga jual
produk.
3. Kontes merupakan suatu promosi penjualan yang menyenangkan. Strategi ini
menciptakan rasa senang dengan menjanjikan “sesuatu tanpa syarat” dan
menawarkan hadiah menarik berupa barang atau sejumlah uang. Kontes memerlukan
persaingan di antara para peserta untuk meraih satu atau leih dari satu hadiah
berdasarkan criteria tertentu. Adapun sweeptakes merupakan suatu teknik promosi
penjualan dimana pemenang ditetapkan berdasarkan bukti pembelian secara acak.
Suatu permainan, seperti kuis yang mengajukan pertanyaan tertentu adalah salah satu
bentuk sweeptakes. Kontes atau sweeptakes yang baik dapat meningkatkan
keterlibatan konsumen, sehingga dapat meningkatkan frekuensi penjualan, dan
memotivasi minat terhadap produk yang kurang mendapat perhatian konsumen.
4. Rabat adalah tawaran yang diajukan oleh pemasar untuk mengembalikan sebagian
uang pembelian kepada konsumen yang membeli produk mereka. Rabat
dimaksudkan untuk memotivasi pembelian konsumen sampai dengan batas waktu
tertentu. Rincian tentang rabat biasanya disampaikan melalui media cetak atau surat
langsung (direct mail). Informasi scara luas dapat dismapaikan melalui media
penyiaran radio, atau televisi. Rabat dianggap sebagai sarana promosi yang menarik,
karena dapat meningkatkan penjualan tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi dan
lebih mengena pada sasaran apabila dibandingkan dengan kupon.
5. Premi adalah suatu produk / barang dagangan yang ditawarkan dengan harga
murah atau bahkan gratis. Premi digunakan sebagai insentif langsung untuk
memotivasi konsumen agar membeli suatu produk tertentu. Barang premi digunkan
untuk menambah niali produk dan mencerminkan keunggulan atas produk pesaing.
Premi berfungsi untuk meningkatkan penjualan dengan menarik konsumen
melakukan pembelian ulang, membngkitkan motivasi pembelian dan perilaku
pengalihan merek, serta mengimbangi gerak pesaing.
2.7 Visual Merchandising and Display
Ada dua tipe dasar dari cara penyajian atau mempresentasikan barang - barang yang
ditawarkan di dalam toko yaitu on-shelf merchandising dan visual merchandising.
Retailer harus memahami komponen-komponen dasar dalam cara penyajian barang
dan bagaimana pengaruh potensialnya dalam mendukung image yang mau diciptakan
untuk sebuah toko dan juga pengaruhnya terhadap tingkat penjualan, termasuk di
dalamnya adalah pemilihan tipe perabotan yang sesuai.
2.7.1 On-Shelf Merchandising
On-shelf merchandising adalah penyajian barang-barang di meja pajangan, rak, dan
perabotan di seluruh toko. “On-shelf merchandising is the display of merchandising
on counters, racks, shelves, and fixtures throughout the store” (Dunne & Lusch,
2005 p.467). Yang dimaksudkan disini adalah barang - barang yang disentuh, dicoba,
diperiksa, dibaca, dimengerti dan yang akan dibeli nantinya oleh pelanggan. Maka
dari itu, on-shelf merchandising tidak hanya harus menyajikan barang-barang dengan
menarik tetapi juga menyajikannya dengan cara yang mudah untuk dimengerti dan
diakses oleh pelanggan. Lebih jauh, penataan barang-barang tersebut harus masuk
akal sehingga pelanggan tidak mengalami kesulitan untuk mengembalikannya ke
tempat semula. Selain itu, penataan barang-barang sebaiknya jangan berlebihan
sehingga membuat pelanggan takut untuk menyentuh.
Tak kalah untuk
dipertimbangkan yaitu jangan sampai penataan barang-barang tersebut malah akan
dapat membahayakan atau mencederai pelanggan.
Kesalahan umum yang sering dilakukan oleh retailer yaitu menjejalkan barang
sebanyak mungkin ke dalam toko dengan harapan mereka dapat meningkatkan
tingkat penjualan mereka.Pada dasarnya terdapat enam metode pada tipe ini yang
digunakan oleh retailer untuk menyajikan barang-barang yang ditawarkan dimana
masing-masing dari metode ini dapat memberikan dampak yang dramatis terhadap
store image dan juga space productivity. Pada metode-metode penyajian tersebut
terdapat faktor psikologi.
a. Shelfing
Metode ini menempatkan barang-barang pada rak-rak yang ada dalam gondola atau
di dinding. Metode shelfing ini fleksibel dan lebih mudah untuk merawat barangbarang yang ditawarkan.
b. Hanging
Beberapa jenis barang khususnya pakaian dapat digantung pada softlines features
seperti round racks ataupun four-way racks atau bisa juga digantung pada palang
yang di pasang di dinding.
c. Pegging
Barang-barang kecil dapat dipancangkan di pengait yang dipasang di gondola
maupun di dinding. Metode ini menimbulkan kesan rapi tapi sangat dibutuhkan
tenaga yang lebih intensif untuk menata dan menjaga kerapiannya.
d. Folding
Barang yang cukup besar dapat dilipat kemudian diletakkan ke dalam rak atau
ditempatkan di atas meja. Hal ini dapat menciptakan image high-fashion dengan
harga yang lebih mahal.
e. Stacking
Barang - barang yang besar dapat diletakkan ditumpuk di bagian bawah gondola atau
langsung diletakkan diatas lantai yang akan menimbulkan kesan volume besar
dengan harga murah.
f. Dumping
Barang-barang yang kecil-kecil dengan jumlah yang banyak dapat diletakkan di
sebuah keranjang di dalam gondola atau di dinding. Metode ini efektif untuk
menimbulkan kesan volume besar dan harga murah.
2.7.2 Visual Merchandising
Visual merchandising adalah kegiatan mempromosikan penjualan barang - barang,
terutama oleh mereka presentasi di outlet ritel. Desain interior dalam toko dapat
mempertahankan minat pelanggan, mendorong pelanggan untuk menurunkan
pertahanan psikologis mereka dan mudah untuk membuat keputusan pembelian
(Kotler,1974; Walters dan Putih,1987; Hitner,1992; Omar,1999, Davies dan Ward,
2002). Dunne,Lusch (2008), display dari store dapat menimbulkan suatu kesan yang
baik dan artisitik bagi konsumen dan menciptakan presentasi visual merchanding
terhadap customer.
Merchandising juga menyangkut price image karena hal itu erat hubungannya
dengan dampak dari pemilihan barang-barang dengan kualitas yang sesuai dengan
image yang mau ditampilkan dan pemilihan metode penyajian barang-barang
tersebut sehingga memperkuat image tersebut. Tetapi dalam penelitian ini,
merchandising lebih ditekankan pada cara penyajianya karena hal tersebut erat
hubungannya dengan menciptakan store environment.
Oleh karena itu, entrepreneur telah mengakui bahwa titik visual merchandising
dalam bisnis membuat dampak yang signifikan terhadap keputusan membeli
konsumen ( Schiffman dan Kanuk, 2007).
Roger Cox, Paul Brittain. (2000), visual merchandising sangat penting untuk tidak
melebihkan konsep untuk menghindari dari pemborosan anggaran atau pun biaya
agar menimbulkan impulse buying secara berkala.
2.7.2.1 Tujuan Visual Merchandising
Tujuan utama visual merchandising adalah untuk menciptakan lingkungan yang logis
dan menyenangkan secara visual yang akan menangkap perhatian konsumen dan
diterjemahkan ke dalam penjualan meningkat. Penekanan telah menjauh dari dalam
toko menampilkan produk,terhadap unsur-unsur yang merangsang indera pembeli
seperti video layar datar atau grafis,music,bau,pencahayaan dan lantai yang
cenderung menangkap citra merek atau kepribadian dan membantu untuk
menciptakan lingkungan yang unik dan pengalaman berbelanja (McGoldrick,1990;
Marsh,1999). Simulasi visual dan komunikasi telah lama dianggap aspek penting
dari toko oleh para praktisi dan akedemis ( McGoldrick,1999,2002).
2.7. 2.2 Komponen Visual Merchandising :
Ada hal-hal tertentu yang pengecer perlu berhati-hati saat melanjutkan dengan proses
menampilkan produknya. Komponen-komponen ini bila digabungkan bersama-sama
dalam rasio yang tepat akan membuat hasil yang sukses :
1.
Membuat Barang Dagangan menjadi Titik Fokus
Tujuan utama dari layar untuk menampilkan produk dalam area tampilan
keseluruhan. Pelanggan memberikan tiga sampai lima detik perhatian mereka untuk
menampilkan jendela barang toko mereka.
2.
Menilai Semua Sudut
Amati dari arah mana pelanggan yang paling mendekati layar dan pastikan bahwa
pandangan yang terbaik dari layar tersebut adalah salah satu sudut yang kebanyakan
orang akan melihat
3.
Posisi Produk
Posisi barang dagangan dan penampilan produk yang mendukung adalah faktor
kunci dalam ke efektifan penggunaan ruang. Penyalahgunaan ruang dapat merugikan
keberhasilan dalam penjualan produk.
4.
Graphics dan Tanda
Tanda dapat digunakan untuk mendidik pelanggan tentang barang dagangan untuk
dijual atau mengumumkan promosi khusus
2.8 Shopping Emotion
Emosi dapat diartikan sebagai “consciousness of the occurrence of some
physiological arousal followed by a behavioral response along with appraised
meaning of both” (Sheth, et al., 1999). Dari definisi ini terlihat bahwa emosi terdiri
atas tiga komponen, yaitu fisiologis, behavioral dan kognitif. Secara lebih rinci,
elemen-elemen emosi dapat dijabarkan berdasarkan model fungsional, yakni
antecedent, appraisal, feeling action tendency, action dan goal (Roseman,Wiest, dan
Swartz, 1994, dikutip dalam Edvardsson, 1998).
Emosi yang mana meliputi perasaan dan suasana hati (mood) merupakan faktor
penting dalam pembuatan keputusan oleh konsumen (Park, Kim, & Forney, 2006
p. 436). Peter dan Olson mengklasifikasikan emosi ke dalam dua dimensi, yaitu
positif dan negatif (Peter & Olson, 2005).
Emosi positif dapat dilihat melalui perasaan-perasaan positif seperti senang,
mencintai, menyukai, menikmati, puas, dan siaga (Peter&Olson,2005). Para
pengunjung yang telah berlangganan dalam suatu toko karena alasan menyukai atau
nyaman dengan lingkungan dalam toko tersebut, akan secara tidak terduga
menghabiskan uang yang lebih banyak sebagai hasil dari suasana yang mendorong
timbulnya mood positif (Park, Kim, & Forney, 2006, p. 442).
Respon terhadap lingkungan belanja tersebut secara langsung dapat menghasilkan
tindakan impulse buying (Semuel, 2005). Kemudian Mehrabian dan Russel (1974)
memperkenalkan tiga variabel yang membentuk respon afektif lingkungan tersebut
yaitu:
1.
Pleasure, mengacu pada tingkat di mana seseorang
merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia yang berkaitan dengan situasi
tersebut.
2.
Arousal, mengacu pada tingkat di mana seseorang
merasa siaga, digairahkan, atau situasi aktif.
3.
Dominance, dimana seseorang merasa dikendalikan,
dipengaruhi, terkendali, ataupun penting.
Dengan demikian, faktor emosional tidak boleh diabaikan dalam analisis perilaku
konsumen. Pemahaman mengenai sisi rasional dan emosional konsumen dapat
memberikan manfaat berupa gambaran yang lebih utuh mengenai perilaku konsumen
secara keseluruhan. Suasana hati atau emosi seseorang atau kondisi psikologis pada
saat pembelian dapat memiliki dampak besar pada apa yang dia beli atau bagaimana
ia menilai pembeliannya (Solomon : 2007)
Dalam Utami (2010:66) model Mehrabian-Russel (Model M-R) didasarkan atas
paradigm stimulus-organism-respons (S-O-R), yang menghubungkan unsur-unsur
lingkungan dengan perilaku mendekat-menghindar (approach-avoidance) terhadap
lingkungan. Model M-R didasarkan atas dua asumsi, yaitu:
a. Perasaan dan emosi manusia menentukan apa yang akan dilakukan dan bagaimana
melakukannya
b.Manusia merespon dengan bentuk emosi yang berbeda - beda terhadap lingkungan
yang berbeda, dan menimbulkan reaksi untuk mendekat atau menjauhi lingkungan.
Model M-R mengemukakan bahwa faktor - faktor lingkungan dan emosi yang
berkaitan erat dengan kepribadian individu, dapat mempengaruhi respons emosi
utama, yaitu kegembiraan, dominan, atau kegairahan. Kemudian respons emosi ini
memengaruhi tipe kemungkinan perilaku konsumen dimana individu beraksi, yaitu
mendekati atau menghindari lingkungan. Terdapat tiga bentuk emosi dasar yang
mempengaruhi perilaku mendekat (approach-avoidance) pada lingkungan tempat
belanja. Respons emosi tersebut dikenal dengan akronim PAD, yaitu sebagi berikut:
a. Menggembirakan–tidak menggembirakan (pleasure - displeasure)
- Kegembiraan menggambarkan sejauh mana seseorang merasa nyaman, ceria, atau
puas di dalam suatu lingkungan.
b. Menggairahkan - tidak menggairahkan (arousal-nonarousal)
- Kegairahan berkaitan dengan sejauh mana seseorang merasa tertarik atau
terstimulasi waspada atau aktif dalam situasi.
c. Mendominasi-submisif (dominance-submissivennes)
- Dominan menggambarakan sejauh mana seseorang merasa terkendali atau bebas
untuk bertindak
2.9 Impulse Buying
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007: 511) impulse buying merupakan
keputusan yang emosional atau menurut desakan hati. Emosi dapat menjadi
sangat kuat dan kadang kala berlaku sebagai dasar dari motif pembelian yang
dominan.
Semuel (2006), mendefinisikan unplanned buying adalah suatu tindakan
pembelian yang dibuat tanpa direncanakan terlebih sebelumnya atau keputusan
pembelian dilakukan pada saat berada di dalam toko. Cobb dan Hayer dalam
Semuel (2006), mengklasifikasikan suatu pembelian impulsif terjadi apabila
tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu
pada saat masuk ke dalam toko.
Pernyataan tersebut didukung oleh Iyer (2007), impulse buying adalah suatu
fakta kehidupan dalam perilaku konsumen yang dibuktikan sebagai suatu
kegiatan pembelian yang berhubungan dengan lingkungan dan keterbatasan
waktu dalam berbelanja, dimana rute pembelian yang mereka lakukan semstinya
berbeda. Rute tersebut dapat dibedakan melalui hirarki impulse yang
memperlihatkan bahwa perilaku didasarkan pada respon afektif yang
dipengaruhi oleh perasaan yang kuat, sehingga impulse buying terjadi ketika
terdapat perasaan positif yang sangat kuat yang kemudian diikuti oleh sikap
pembelian.
Kollat dan Willet, dalam Semuel (2006), memperkenalkan Tipologi perencanaan
masuk toko, meliputi perencanaan sebelum masuk toko, meliputi perncanaan
terhadap produk dan merek produk, kategori produk, kelas produk, kebutuhan
umum yang ditetapkan, kebutuhan umum yang belum ditetapkan.
Beberapa peneliti pemasaran beranggapan bahwa impulse sinonim dengan
unplanned ketika para psikolog dan ekonom memfokuskan pada aspek irasional
atau pembelian impulsif murni (Bayley dan Nancarrow dalam Semuel, 2006).
Thomson et al, dalam semuel, 2006, mengemukakan bahwa ketika terjadi
pembelian impulsif akan memberikan pengalaman emosional lebih dari pada
rasional, sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka
pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan rasional dibanding
irasional.
Gambar 2. 7 Customer’s Shopping List
Sumber : Berdasarkan Data Nielsen Retail Audit, 2015
2.9.1
Dimensi Impulse Buying
Menurut Loudon dan Della yang dikutip dari Kurniawan dan Kunto
(2013), terdapat 4 dimensi dari pembelian tak terencana, yaitu :
1.
Pure Impulse
Adalah pembelian yang memang benar-benar murni secara spontan.
2.
Suggestion Impulse
Adalah ketika calon pembeli tidak mempunyai pengetahuan sebelumnya
atas produk tersebut dan baru pertama kali melihat dan merasa
membutuhkan produk tersebut.
3.
Reminder Impulse
Adalah ketika calon pembeli mengingat pengalaman sebelumnya
dalam pemakaian
produk tersebut dan atau mengingat barang
tersebut setelah melihat atau mendengarkan lewat iklan.
4.
Planned Impulse
Adalah ketika calon pembeli memasuki toko dengan harapan untuk
mencari barang dengan harga special, penukaran kupon, dan sebagainya.
Engel, Blackwell, dan Miniard (Fadjar, 2007), menyatakan bahwa suatu pembelian
dapat direncanakan dalam suatu pengertian walaupun niat yang pasti tidak
dinyatakan secara verbal atau secara tertulis pada daftar belanja. Berdasarkan
penelitian Rook dan Fisher (Negara dan Dharmmesta, 2003), bahwa pembelian
bardasarkan impulse terjadi katika konsumen mengalami desakan tiba-tiba, yang
biasanya sangat kuat dan menetap untuk membeli sesuatu dengan segera.
Menurut Rook (Cahyorini dan Rusfian, 2011: 12), pembelian impulsif terdiri dari
karakteristik berikut :
1. Power, compulsion, and insensity, adanya motivasi untuk mengesampingkan hal hal lain dan bertindak secepatnya.
2. Spontaneity,
pembelian
impulsif
terjadi
secara
tak
terduga
dan
memotivasi konsumen untuk membeli saat itu juga, seringkali karena respon
terhadap stimuli visual point-of-sale.
3. Excitement and Stimulation, keinginan membeli tiba-tiba ini sering kali
diikuti oleh emosi seperti “exciting”, “thrilling”, atau “wild”.
4. Disregard for consequences, keinginan untuk membeli dapat menjadi tidak dapat
ditolak sampai konsekuensi negatif yang mungkin terjadi diabaikan.
Karakteristik produk yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif adalah
produk yang harganya murah dan ada kebutuhan marjinal (pakaian, gadget)
akan produk tersebut, mempunyai umur produk yang pendek, berukuran kecil atau
ringan, dan mudah dalam penyimpannya. Bagi peritel sendiri, pembelian
impulsif dapat dimanfaatkan dengan baik karena dapat mendongkrak penjualan.
2.10 Hubungan antar Variabel
2.10.1 Hubungan Antara Store Atmosphere dengan Shopping Emotion (H1)
Mowen dan Minor (2002:139) menyatakan para peneliti berpendapat bahwa atmosfir
(suasana) mempengaruhi sejauh mana konsumen menghabiskan uang di luar tingkat
yang direncanakan di sebuah toko. Suasana toko mempengaruhi keadaan emosional
pembelanja, yang kemudian mendorong untuk meningkatkan atau mengurangi
belanja. Selain itu dalam Kurniawan (2013) media promosi juga dapat berperan
cukup besar dalam membentuk emosi konsumen. Dikarenakan media promosi ini
dapat mendorong sesorang untuk membeli produk yang bukan mereka butuhkan
namun yang juga mereka inginkan.
Pada penelitian Sherman dkk (dalam Kurniawan, 2013) terlihat bahwa dominance
sebagai salah satu domain dari tingkat emosi yang dikonsepkan oleh Mehrabian dan
Russell tidak termasuk dikarenakan didasarkan pada beberapa studi yang telah
dilakukan sebelumnya, ditemukan bahwa faktor dominance mempunyai nilai
prediksi yang sangat kecil (tidak signifikan). Hal ini sejalan bahwa internal suasana
ritel dari outlet ritel dikodekan langsung oleh para konsumen dalam hal dua dimensi
emosional, yaitu kesenangan (pleasure) dan gairah (arousal). (Rossiter and
Percy:1997)
Kedua emosional ini memilik pengaruh besar pada kesediaan konsumen untuk
menghabiskan waktu di toko dan juga untuk membeli lebih banyak (Donovan dan
Rossister : 1992). Selain itu pernyataan Mowen dan Minor (2002:139) bahwa
keadaan emosional terdiri dari dua perasaan yang dominan yaitu kesenangan dan
bergairah.
2.10.2 Hubungan Antara Sales Promotion dengan Shopping Emotion (H2)
Menurut Jurnal Wong Ai Jean & Rashad Yazdanifard (2015), Konsumen memahami
hubungan antara perilaku pembelian mereka selama promosi penjualan dan kepuasan
mental mereka pribadi dan persepsi diri. Sebagian besar konsumen saat ini dirasakan
bahwa penjualan promosi hanya akan menguntungkan konsumen dalam hal
keuangan. Namun, melalui penelitian yang ditinjau dalam ini Artikel, konsumen
mental kesejahteraan lebih mungkin yang ditingkatkan melalui promosi penjualan
juga.
Selain menerima manfaat keuangan selama penjualan promosi, konsumen juga
menerima pribadi mental-being. Selain itu, konsumen cenderung merasa aman untuk
membeli merek yang menerima baik masukan dari konsumen. Karena itu, konsumen
telah menjadi bijaksana untuk membeli lebih selama penjualan periode promosi,
yang pada gilirannya membantu pemasar untuk mencapai agenda promosi penjualan.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Simamora (2007:614), promosi adalah
usaha perusahaan untuk mempengaruhi calon pembeli melalui pemakaian segala
unsur atau bauran pemasaran menurut Djaslim Saladin dan Yevis Marty Oesman
(2002 : 123) Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang
bertujuan untuk merubah sikap dan tingkah laku pembeli, yang sebelumnya tidak
mengenal menjadi mengenal sehingga menjadi pembeli dan mengingat produk
tersebut.
2.10.3 Hubungan Visual Merchandising & Display dengan Shopping Emotion
(H3)
Visual merchandising atau presentasi visual, adalah sarana untuk berkomunikasi toko
/ nilai perusahaan dan kualitas gambar kepada calon konsumen. "Tujuan dari visual
merchandising adalah untuk mendidik pelanggan meningkatkan citra toko /
perusahaan dan untuk mendorong beberapa penjualan dengan menunjukkan pakaian
bersama-sama dengan aksesoris" (Frings, 1999). Dengan demikian, setiap toko
mencoba untuk meningkatkan citra toko dan untuk melakukannya, itu menarik untuk
komoditas semenarik untuk pelanggan dan membuat mereka setia kepada merek
yang mereka dan mendorong membeli perilaku.
Visual merchandise dapat terpenuhi dengan menghadirkan merek tertentu melalui
kerja kelompok iklan toko, menampilkan, atau tampil di koordinasi dengan mode dan
departemen komersial sehingga toko dapat menjual barang dan jasa dari perusahaan
kepada pelanggan (Kim, 2003). Frings (1999) menunjukkan bahwa pelanggan
biasanya menganalisis Acara kasus di dalam dan di luar toko di mana susunan barang
diakses kepada pelanggan dan merek komersial sangat penting.
2.10.4 Hubungan Antara Store Atmosphere dengan Impulse Buying (H4)
Lingkungan toko atau store atmosphere yang terencana dapat menarik minat
konsumen untuk membeli (Kotler 2005). Minat pembelian secara mendadak juga
dapat dipengaruhi oleh lingkungan toko,
karena
menurut
Kurniawan
dan
Kunto (2013) Store Atmosphere sangat mempengaruhi Impulse.
Jurnal penelitian Graa dan Daniel Kebir (2012) berjudul, Application Of Stimulus &
Response Model To Impulse Buying Behaviour Of Algerian Consumers, menyatakan
bahwa ada hubungan Antara Store Atmosphere dengan Impulse Buying. Jurnal ini
meneliti bagaimana Situasional Factor dan Emotional States dapat mempengaruhi
Impulse buying pada konsumen di Algerian. Dan hasil yang didapat menyatakan
bahwa Store Environtment, Perceived Crowding dan Time Pressure mempengauhi
Impulse Buying Secara Positif.
Jurnal An Analysis Of In-Store Shopping Environtment On Consumers Impulse
Buying : Evidence From Pakistan, oleh Ali dan Hasnu (2011). Jurnal ini berisi
tentang penelitian pengaruh Store Environment yang memicu Impulse Buying
Decision. Sample yang digunakan dalah 100 pembeli yang diambil secara acak
di Abbotabad dan Islamabad, Pakistan. Hasilnya adalah peningkatan enjoyable,
pleasant dan attractive in-store yang dipengaruhi Store Atmosphere dapat
meningkatkan peluang terjadinya Impulsive Buying terhadap konsumen.
Jurnal Pengaruh Faktor - Faktor Store Environtment dan Faktor - Faktor Product
Brand terhadap Impulse Buying Behaviour di Hypermart Ciputra World Surabaya,
Hartanto (2010). Jurnal ini meneliti tentang pengaruh suasana toko pada Hypermart
Ciputra World Surabaya terhadap Impulse Buying Behaviour. Penelitian ini
menggunakan metode observasi dalam pengumpulan datanya karena penelitian
ini mencatat pola perilaku subyek (orang, obyek, benda) atau kejadian secara
sistematik tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu - individu
yang diteliti. Sehingga dari data-data yang diperoleh, dapat diketahui faktor-faktor
apa saja yang mendorong para pengunjung toko untuk melakukan impulse buying.
Hasil yang didapat Store Atmosphere memiliki pengaruh negative terhadap Impulse
Buying.
Menurut jurnal penelitian Kurniawan dan Kunto (2013) berjudul, Pengaruh Promosi
dan Store Atmosphere terhadap Impulse Buying dengan Shopping Emotion sebagai
variable Intervening Studi Kasus Di Matahari Department Store Cabang Supermall
Surabaya, Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatori. Sampel
penelitian adalah konsumen Matahari department store cabang supermall Surabaya,
yang berjumlah 150 orang. Penelitian ini menggunakan teknik analisis Structural
Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa promotion dan
store atmosphere berpengaruh terhadap shopping emotion, promotion dan Store
Atmosphere berpengaruh terhadap impulse buying, serta shopping emotion
berpengaruh terhadap impulse buying.
2.10.5 Hubungan Antara Visual Merchandising and Display dengan Impulse
Buying (H5)
Berdasarkan Hasil Penelitian Khurram L.Bhatti and Seemab Latif (2013), Hasil
membuktikan bahwa perilaku pembelian impulse konsumen secara signifikan
dipengaruhi oleh window display, forum display, floor merchandising atau bahkan
dengan nama merek toko. Studi ini menunjukkan bahwa perilaku pembelian impuls
konsumen memiliki hubungan yang kuat dengan window display karena penelitian
mengatakan bahwa ketika konsumen memvisualisasikan produk yang ditampilkan
menarik pelanggan dan membangkitkan dorongan mereka untuk melakukan impulse
buying. Forum display, juga memiliki hubungan yang sangat kuat karena ketika
pelanggan masuk ke toko dan melihat jenis produk yang ditampilkan di rak-rak
sedemikian rupa bahwa mereka menarik pelanggan untuk membeli yang mereka
tidak benar-benar direncanakan untuk membeli. Floor merchandising juga memiliki
hubungan dengan impulse buying tetapi menurut data itu moderat ketika pelanggan
berada di toko untuk berbelanja mereka ingin melakukannya dengan konsentrasi dan
ketertarikan dan ketika floor merchandising dilakukan orang-orang menghindari
untuk mendengarkan karena mereka merasa terganggu sehingga ketika floor
merchandising dilakukan konsumen sedikit ragu untuk berbelanja secara impulsif.
Perilaku pembelian impulse konsumen dan nama merek toko memiliki hubungan
yang sangat kuat karena ketika toko berhasil mengembangkan pelanggan setianya
dari merek maka setiap kali pelanggan melihat bahwa merek konsumen melakukan
pembelian yang tidak direncanakan.
Semua data ini secara efektif menunjukkan bahwa visual merchandising seperti
window display, forum display, floor merchandising dan nama toko berfungsi
sebagai stimulus yang kuat, mengingatkan dan menginspirasi pelanggan untuk
melakukan pilihan pembelian impuls sementara melangkah ke toko. Efisien
penelitian ini menunjukkan nilai visual merchandising di perhatian impulse buying.
2.10.6 Hubungan Antara Sales Promotion dengan Impulse Buying (H6)
Promosi penjualan adalah sebuah kegiatan yang yang dilakukan produsen yang
bersifat ajakan, memberikan nilai tambah atau insentif untuk membeli produk,
kepada pengecer, penjual, atau konsumen. Hal ini berarti promosi penjualan
berorientasi pada konsumen yang diarahkan pada pengguna akhir sebuah barang dan
jasa. Kekuatan-kekuatan utama dari promosi penjualan berorientasi konsumen adalah
keseragaman dan fleksibilitasnya.
Keadaan ini mengakibatkan suatu konsumen mempunyai satu motif pembelian, yang
dipandang sebagai kebutuhan yang timbul, rangsangan, atau gairah. Motif ini berlaku
sebagai kekuatan yang merangsang tingkah laku yang ditujukan untuk memuaskan
kebutuhan yang timbul. Intinya promosi penjualan dapat mengakibatkan terjadinya
pengambilan keputusan yang salah satunya adalah bersifat emosional.
Hal ini dilandasi oleh pendapat Lovelock dan Wirtz (2004:138) “Typically the
objective is to accelerate the purchasing decision or motive customers to use a
specific service sooner, in greater volume with each purchase, or more frequently”.
Intinya promosi penjualan (sales promotion) mempunyai tujuan memotivasi
konsumen untuk membeli, artinya adanya perilaku konsumen dalam membeli yang
melibatkan emosi bagi si pembelinya. Emosi ini timbul karena adanya daya tarik atas
sentimen atau gairah tertentu. Kondisi ini timbul karena adanya desakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dengan cepat.
Diungkap oleh Cummins dan Mullin (2004: 41-44) bahwa salah satu tujuan dari
promosi penjualan adalah menciptakan ketertarikan dan mengalihkan perhatian dari
harga. Intinya ketertarikan itu akan menimbulkan gairah atau antusiasme pembeli
untuk membeli suatu produk dan tetap membeli kepada toko yang bersangkutan.
Mengalihkan perhatian dari harga berkaitan dengan adanya perang harga diantaranya
variasi harga, promosi kolektor harga, dan membuat perbandingan harga yang tidak
langsung. Promosi terhadap nilai yang menciptakan ketertarikan dan mengakibatkan
pembelian tidak terencana (impulse buying).
Tujuan dari promosi penjualan adalah meningkatkan volume penjualan jangka
pendek dengan menciptakan tampilan dan aktivitas yang menarik untuk mendorong
impulse buying. Tampilan ini menimbulkan suatu kegairahan untuk membeli atau
merupakan suatu rangsangan tingkah laku untuk memuaskan kebutuhan hidup. (Fisk,
2007: 245)
2.10.7 Hubungan Antara Shopping Emotion dengan Impulse Buying (H7)
Berdasarkan hasil pengujian hipotesa, ditemukan bahwa hipotesa ini mendukung
teori dari Gilbert (2003: 129) yang menyatakan bahwa keadaan emosional
pembelanja akan menyebabkan peningkatan atau penurunan tingkat pembelian yang
direncanakan. Hal ini penting untuk mengetahui faktor apa yang merangsang dan
menyenangkan bagi konsumen merasa senang, puas, nyaman, bersemangat, tertarik,
bebas saat memilih produk dan bebas saat membeli produk sehingga mereka berniat
untuk tinggal lebih lama dalam toko serta membeli barang yang tidak direncanakan
dan barang yang tidak terpikirkan dahulu.
Emosi positif didefinisikan sebagai suasana hati yang mempengaruhi dan yang
menentukan intensitas pengambilan keputusan konsumen.(Watson dan Tellegen :
1998). Namun lebih luas perlu dibedakan mengenai emosi yang berkaitan dengan
keputusan pembelian misalnya emosi yang diciptakan merek, stimuli yang ada dan
emosi yang sifatnya lebih luas. Hal tersebut dikemukakan oleh Shiv dan Fedorikhin
dalam Premananto (2007) dengan mengklasifikasikan emosi menjadi task-induced
affect yang dinyatakan sebagai “affective reaction that arise directly from the
decision task itself‟ dan ambient affect yang dinyatakan sebagai “affective states that
arise
from
background
condition
such
as
fatigue
and
mood”
2.11 Kerangka Penelitian
Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian disusun suatu kerangka pemikiran dalam
penelitian ini seperti yang disajikan dalam gambar berikut ini:
Gambar
2.8 – Kerangka Pemikiran
Sumber : Peneliti (2016)
2.12 Hipotesis
Berdasarkan berbagai teori dan hasil penelitian terdahulu yang telah dijabarkan, dan
untuk memenuhi tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini dapat dijabarkan hipotesis untuk
pengujian sebagai berikut :
•
Untuk T-1
Ho = Tidak ada pengaruh Store Atmosphere terhadap Shopping Emotion pada Alfamart
dan Indomaret Cabang Jakarta
Ha = Ada pengaruh Store Atmosphere terhadap Shopping Emotion pada Alfamart dan
Indomaret Cabang Jakarta
•
Untuk T-2
Ho = Tidak ada pengaruh Sales Promotion terhadap Shopping Emotion pada Alfamart
dan Indomaret Cabang Jakarta
Ha = Ada pengaruh Sales Promotion terhadap Shopping Emotion pada Alfamart dan
Indomaret Cabang Jakarta
•
Untuk T-3
Ho = Tidak ada pengaruh Visual Merchandising and Display terhadap terhadap Shopping
Emotion pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta
Ha = Ada pengaruh Visual Merchandising and Display terhadap terhadap Shopping
Emotion pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta
•
Untuk T-4
Ho = Tidak ada pengaruh Store Atmosphere terhadap Impulse Buying pada Alfamart dan
Indomaret Cabang Jakarta
Ha =
Ada pengaruh Store Atmosphere terhadap Impulse Buying
pada Alfamart dan
Indomaret Cabang Jakarta
•
Untuk T-5
Ho =
Tidak ada pengaruh Sales Promotion terhadap Impulse Buying pada Alfamart dan
Indomaret Cabang Jakarta
Ha =
Ada pengaruh Sales Promotion terhadap Impulse Buying pada Alfamart dan
Indomaret Cabang Jakarta
•
Untuk T-6
Ho = Tidak ada pengaruh Visual Merchandising and Display terhadap Impulse Buying
pada Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta
Ha =
Ada pengaruh Visual Merchandising and Display terhadap Impulse Buying pada
Alfamart dan Indomaret Cabang Jakarta
•
Untuk T-7
Ho = Tidak ada pengaruh Shopping Emotion terhadap Impulse Buying pada Alfamart dan
Indomaret Cabang Jakarta
Ha = Ada pengaruh Shopping Emotion terhadap Impulse Buying pada Alfamart dan
Indomaret Cabang Jakarta
Download