KEEFEKTIVITAS TEPUNG SAGU (Metroxylon sago Rottb)

advertisement
KEEFEKTIVITAS TEPUNG SAGU (Metroxylon sago Rottb) SEBAGAI
PENURUN KOLESTEROL PADA MENCIT (Mus musculus)
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH
MARIA YULIANTI
NIM 11.027
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
PUTRA INDONESIA MALANG
Juli 2014
KEEFEKTIVITAS TEPUNG SAGU (Metroxylon sago Rottb) SEBAGAI
PENURUN KOLESTEROL PADA MENCIT (Mus musculus)
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Kepada
Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program D III
bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH
MARIA YULIANTI
NIM 11.027
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
YAYASAN PUTRA INDONESIA MALANG
Juli 2014
ABSTRAK
Yullianti, Maria. 2014. Efektivitas Tepung Sagu (Metroxylon Sago Rottb) Sebagai
Penurun Kolesterol Pada Mencit. Karya Tulis Ilmiah Akademi Analis
Farmasi Dan Makanan Putra Indonesia Malang. Pembimbing Dyah
Ratna Wulan, S.Si.
Kata kunci: Tepung sagu, Antikolesterol.
Kolesterol merupakan bahan bangun esensial bagi tubuh untuk sentesis zat
penting, seperti membrane sel, hormone kelamin, anak ginjal, vitamin D dan asam
empedu. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah dapat menyebabkan berbagai
macam penyakit seperti penyakit kardiovaskuler. Salah satu alternative yang dapat
digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol adalah tepung sagu. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui efektivitas tepung sagu sebagai penurun kadar
kolesterol mencit (Mus musculus). Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok masingmasing kelompok terdiri dari 3 ekor mencit yaitu kelompok I kontrol negatif,
kelompok II kontrol positif, kelompok III 1,9 mg/20g bb, kelompok IV 3,8
mg/20g bb, dan kelompok V 5,7 mg/20g bb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian tepung sagu dengan dosis1,9 mg/20g bb, 3,8 mg/20g bb dan 5,7
mg/20g bb, dapat menurunkan kadar kolesterol total darah. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa tepung sagu dapat menurunkan kadar
kolesterol total darah dengan dosis optimal 1,9 mg/20g bb. Penurunan kadar
kolesterol ini disebabkan adanya senyawa pectin yang dapat menghambat
terjadinya oksidasi LDL.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat serta
karunia-Nya, karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Efektivitas Tepung Sagu
(Metroxylon sago Rottb) Sebagabai Penurun Kolesterol Pada Mencit (Mus
musculus)” dapat penulis selesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai
persyaratan untuk menyelesaikan program D III di Akademi Analis Farmasi dan
Makanan Putra Indonesia Malang.
Sehubungan dengan terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini, kiranya
tidaklah berlebihan apabila pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa
terimakasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Ibu Ayu Ristamaya Yusuf,A.Md,ST. selaku Direktur Akademi Analis
Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.
2. Ibu Dyah Ratna Wulan, S.Si. selaku dosen pembimbing.
3. Ibu Erna Susanti, M, Blomed, Apt selaku dosen penguji I
4. Bapak Sugeng Wijiono., S.Si.,Apt selaku dosen penguji II
5. Ibu Wahyu Wuryandari, M.Pd selaku dosen penguji III
6. Bapak ibu Dosen beserta staf Akademi Analis Farmasi dan Makanan
Putra Indonesia Malang.
7. Kedua orang tua saya yang telah mendukung saya dalam menuntut
ilmu.
8. Rekan-rekan dan semua pihak yang langsung maupun tidak langsung
telah memberikan bimbingan, bantuan, dukungan, nasehat dan doa
yang tulus kepada penulis.
Penulis menyadari, bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih
jauh dari kesempurnaan, berkenan dengan hal ini penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan tulisan Karya
Tulis Ilmiah ini. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat membawa
kemanfaatan dan berguna bagi pembaca. Amin.
Malang, 5 Juli 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................ 4
1.5 Asumsi Penelitian ................................................................................ 4
1.6 Ruang lingkup dan Keterbatasan Penulis ............................................ 5
1.7 Definisi Istilah ..................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 7
2.1
Tanaman Sagu ................................................................................. 7
2.2
Klasifikasi dan Morfologi Sagu ....................................................... 8
2.3
Pektin ............................................................................................... 12
2.4
Kolesterol ......................................................................................... 13
2.5
Pengujian In - Vivo .......................................................................... 19
2.6
Mencit .............................................................................................. 20
2.7
Kerangka Konsep ............................................................................. 26
2.8
Hipotesis ......................................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 29
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 29
3.2 Populasi dan Sampel .......................................................................... 30
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 30
3.4 Definisi Operasional Variabel ........................................................... 31
3.5 Instrumen Penelitian .......................................................................... 32
3.6 Pengumpulan Data ............................................................................. 32
3.7 Perhitungan Bahan ............................................................................. 33
3.8 Proedur penelitian………………………………………………. ..... 39
3.9 Analisis Data ………………………………………………………. 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 41
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................. 41
4.2 Analisis Data...................................................................................... 43
BAB V PEMBAHASAN .................................................................................. 45
BAB VI PENUTUP .......................................................................................... 48
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 48
5.2 Saran .................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN_LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Daftar Tabel Halaman
Tabel 2.1 Data Biologik Nornal ......................................................................... 21
Tabel 2.2 Konversi dosis berdasarkan perbandingan binatang .......................... 25
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel……………………………………... . 31
Tabel 4.1 Persiapan Tepung sagu……………………….…………………….. 41
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kadar Kolesterol Hewan Uji ................................ 42
Tabel 4.3 Tabel Perhitungan Anova................................................................... 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
Gambar 2.1 Tanaman Sagu ( Metroxylon Sago Rottb ) ..................................... 8
Gambar 2.2 Struktur Umum Kolesterol ............................................................. 15
Gambar 2.3 Cara Memegang Mencit…………………………………………. 23
Gambar 2.4 Alat untuk penanganan hewan laboratorium hewan pengerat…. .. 23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan di berbagai bidang terutama ekonomi, telah mengubah
gaya hidup masyarakat Indonesia. Perubahan tersebut mempengaruhi pola
masyarakat yang cenderung memilih makanan praktis atau cepat saji yang
mengandung banyak lemak. Pola atau kebiasaan yang demikian, dapat
memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Salah satu contoh penyakit yang
disebabkan oleh pola hidup dan pola makan yang salah adalah
hiperkolesterol.
Hiperkolesterolemia adalah kondisi ketika kolesterol yang beredar di
dalam darah melebihi normalnya.Keadaan ini sangat berhubungan erat
dengan penyakit kardiovaskuler yang dapat mengakibatkan kematian.
Peningkatan kolesterol dapat dipicu oleh makanan yang berpotensi
mengandung lemak jenuh dan kolesterol seperti mentega, gorengan, kuning
telur,. cumi, udang, belut, siput (Dini dkk, 2001).Selain itu terjadi akibat
menurunnya ekskresi kolesterol ke usus melalui asam empedu atau produksi
di hati meningkat (Atmanegara, 2011) dan disebabkan oleh faktor genetik,
kegemukan, jenis kelamin, dan penyakit tertentu.
Pencegahan hiperkolesterolemia dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa cara seperti mengubah pola hidup dan mengkonsumsi obat
antikolesterol. Adapun berbagai macam obat antikolesterol yang sering
digunakan dengan mekanisme kerja yang berbeda-beda.Salah satunya adalah
obat gemfribozil. Gemfibrozil merupakan salah satu obat turunan asam fibrat
yang cukup efektif dalam merunkan kadar trigliserida pada plasma.
Gemfibrozil juga dapat meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase sehingga
mampu membersihkan partikel yang kaya trigliserid serta mampu menaikkan
kadar kolesterol baik HDL dengan pemberian gemfibrosil (joko, 2002)
Namun penggunaan obat sintetis banyak menyebabkan efek samping bagi
pasien. Efek samping dari obat gemfibrozil yaitu sakit perut, mulas, nyeri otot
dan kabur penglihatan (Hartadi, 2001). Alternatif lain yang dapat digunakan
sebagai antikolesterol adalah menggunakan tanaman sagu. Tanaman ini tidak
memiliki efek samping yang berbahaya bagi kesehatan.
Salah satu tanaman yang biasa digunakan sebagai antikolesterol adalah
tanaman sagu yang diolah menjadi tepung sagu. Berdasarkan pengalaman
empiris tepung sagu dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Kandungan
yang terdapat dalam tepung sagu yang dapat menurunkan kadar kolesterol
adalah pektin.
Mekanisme kerja pektin adalah pektin mampu mengikat kolesterol yang
terdapat pada system pencernaan, sehingga mencegahnya untuk diserap
menuju aliran darah. Semakin tinggi viskositas pektin, maka akan semakin
efektif didalam menyerap kolesterol. Pektin dengan viskositas yang tinggi
akan menurunkan kadar kolesterol dengan cara meningkatkan eksresi asam
empedu feses dan sterol netral. Pektin yang memiliki viskositas tinggi
tersebut akan berperan dalam membentuk misela dan asam empedu dengan
laju difusi rendah melalui bolus untuk mengikat kolesterol pada saluran
perncernaan (Sharma et al., 2006).
Berdasarkan hal itu, penulis mengusulkan pemanfaatan tepung sagu untuk
mengetahui khasiatnya dalam menurunkan kadar kolesterol total pada mencit.
1.2. Rumusan masalah
Pemanfaatan tanaman sagu menjadi suatu produk olahan pangan
fungsional bernilai tinggi masih sangat terbatas. Padahal tanaman sagu
memiliki kandungan karbohidrat terutama kandungan pektin cukup tinggi
yang potensial untuk dikembangkan dalam pengobatan.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah tepung sagu memiliki efektivitas penurunan kadar kolesterol
total darah?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan
Mengetahui efektivitas tepung sagu dalam menurunkan kadar kolesterol
total darah.
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Bagi Penelitian
Sebagai sarana mengamplikasikan ilmu yang di peroleh selama
perkuliahan dalam hal pengembangan farmasi dan makanan, khususnya
dalam bidang pengobatan dengan memanfaatkan bahan alam
1.4.2. Bagi Institusi
Sebagai referensi mengenai efektifitas senyawa pektin dalam tanaman
sagu sebagai produk pangan untuk pengobatan tinggi kolesterol.
1.4.3. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber informatika dalam upaya peningkatan nilai ekonomi
tanaman sagu yang menjadi produk pangan kesehatan, dan sebagai informasi
dalam upaya mengatasi penyakit yang di timbulkan akibat tinggi nya
kolesterol.
1.5 Asumsi Penelitian
Adapun asumsi penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Tepung sagu memiliki kandungan pektin
1.5.2 Pektin berkhasiat menurunkan kadar kolesterol
1.5.3 Pengujian penurunan kolesterol dapat dilakukan pada Mencit jantan
(Mus Musculus)
1.5.4 Kondisi hiperkolesterolemia dapat dicapai melalui pemberian kuning
telur
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
1.6.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah persiapan tepung sagu,
kemudian persiapan mencit hiperkolesterol. Tepung sagu ini akan diberikan
pada mencit yang telah hiperkolesterol untuk mengetahui efektivitas tepung
sagu untuk penurunan kadar kolesterol.
1.6.2 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Tidak dilakukan kalibrasi alat pengecekan kolesterol
2. Penentuan kadar kolesterol menggunakan kolesterol meter
3. Tidak dilakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa pektin
yang terdapat pada tepung sagu
1.7 Definisi Istilah
1. Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) merupakan tanaman yang dapat
tumbuh atau hidup di rawa, payau, atau yang sering tergenang air.
Sagu memiliki kandungan Senyawa pektin yang relative tinggi.
2. Pektin merupakan polisakarida kompleks yang terdapat dalam dinding
sel tumbuhan atau segolongan polimer heterosakarida yang di peroleh
dari dinding sel tumbuhan (Henri Bracannot, 1825).
3. Ektrak adalah sediaan kering kental, atau cair yang dibuat dengan
menyaring simplisia atau hewani menurut cara yang cocok, di luar
pengaruh cahaya matahari langsung. Simplisia ini merupakan bahan
alami yang dipergunakan sebgai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga.
4. Kolesterol adalah metabolit yang mengandung lemak sterol yang
ditemukan pada membran sel dan disirkulasikan dalam plasma darah.
5. Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang
berukuran kecil dan berwarna putih. Merupakan hewan pengerat yang
termasuk dalam kelompok mamalia. Berat badan 20-40 g mencit
percobaan (laboratorium) dikembangkan dari mencit, melaui proses
seleksi. Sekarang mencit juga dikembangkan sebagai hewan peliharaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Sagu
Sagu (Metroxylon sago Rottb) termasuk tumbuhan monokotil dari famili
Palmae, marga Metroxylon dan ordo Spadiciflorae (Ruddie et al., 1976) dalam
Haryanto dan Pangloli (1992). Metroxylon berasal dari bahasa Yunani yang
terdiri dari dua suku kata, yaitu Metra berarti isi batang atau empelur dan xylon
yang berarti xylem (Flach, 1977).
Sagu tumbuh dalam bentuk rumpun. Setiap rumpun terdiri atas 1- 8 batang
sagu, pada setiap pangkal tumbuh 5-7 batang anakan. Pada kondisi liar rumpun
sagu akan melebar dengan jumlah anakan yang banyak dalam berbagai tingkat
pertumbuhan (Harsanto, 1985). Lebih lanjut Flach (1983) menyatakan bahwa sagu
tumbuh berkelompok membentuk rumpun mulai dari anakan sampai tingkat
pohon. Tajuk pohon terbentuk dari pelepah yang berdaun sirip dengan tinggi
pohon dewasa berkisar antara 8-17 meter tergantung dari jenis dan tempat
tumbuhnya
2.2. Klasifikasi dan Morfologi Sagu
Gambar 2.1 Tanaman Sagu (Metroxylon Sago Rottb)
Regnum
:Plantae
Divisio
:Spermatophyta
Sub division :Angiospermae
Classic
:Dicotyledoneae
Ordo
:Arecales
Familia
:Arecaceae
Genus
:Metrosylon
Species
:Metroxylon sago
Tanaman sagu (Gambar 2.1) tergolong tanaman monokotil, batangnya
kasar, dan tidak bercabang. Daunnya merupakan daun majemuk, pelepah
merupakan tempat tumbuh daun. Pertulangan daun menyirip (penninervis).
Merupakan tumbuhan tidak berbunga. Batangnya merupakan tempat menyimpan
cadangan makanan berupa pati atau amilum.
Batang sagu merupakan bagian terpenting karena merupakan gudang
penyimpanan aci atau karbohidrat yang lingkup penggunaannya dalam industri
sangat luas, seperti industri pangan, pakan, alkohol dan bermacam-macam industri
lainnya (Haryanto dan Pangloli, 1992). Batang sagu berbentuk silinder yang
tingginya dari permukaaan tanah sampai pangkal bunga berkisar 10-15 meter,
dengan diameter batang pada bagian bawah dapat mencapai 35 samapi 50 cm
(Harsanto, 1986), bahakan dapat mencapai 80 sampai 90 cm (Haryanto dan
Pangloli, 1992).
Umumnya diameter batang bagian bawah agak lebih besar
daripada bagian atas, dan batang bagian bawah umumnya menagndung pati lebih
tinggi daripada bagian atas (Manuputty, 1954 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992)
Pada waktu panen berat batang sagu dapat mencapai lebih dari dari 1 ton,
kandungan acinya berkisar antara 15 sampai 30 persesn (berat basa), sehingga
satu pohon sagu mampu menghasilkan 150 sampai 300 kg aci basah (Harsanto,
1986; Haryanto danPangloli, 1992).
Daun sagu berbentuk memanjang (lanceolatus), agak lebar dan berinduk
tulang daun di tengah, bertangkai daun dimana antara tangkai daun dengan lebar
daun terdapat ruas yang mudah dipatahkan (Harsanto, 1986). Daun sagu mirip
dengan daun kelapa mempunyai pelepah yang menyerupai daun pinang. Pada
waktu muda, pelepah tersusun secara berlapism tetapi setelah dewasa terlepas dan
melekat sendiri-sendiri pada ruas batang (Harsanto, 1986; Haryanto dan Pangloli,
1992). Menurut Flach (1983) dalam Haryanto dan Pangloli (1992) menyatakan
bahwa sagu yang tumbuh pada tanah liat dengan penyinaran yang baik, pada umur
dewasa memiliki 18 tangkai daun yang panjangnya sekitar 5 sampai 7 meter.
Dalam setiap tangkai sekitar 50 pasang daun yang panjangnya bervariasi antara 60
cm sampai 180 cm dan lebarnya sekitar 5 cm. Pada waktu muda daun sagu
berwarna hijau muda yang berangsur-angsur berubah menjadi hijau tua, kemudian
berubah lagi menjadi coklat kemerah-merahan apabila sudah tua dan matang.
Tangkai daun yang sudah tua akan lepas dari batang (Harsanto, 1986).
Tanaman sagu berbunga dan berbuah pada umur sekitar 10 sampai 15
tahun, tergantung jenis dan kondisi pertumbuhannya dan sesudah itu pohon akan
mati (Brautlecht, 1953 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992).
Flach (1977)
menyatakan bahwa awal fase berbunga ditandai dengan keluarnya daun bendera
yang ukurannya lebih pendek daripada daun-daun sebelumnya. Bunga sagu
merupakan bunga majemuk yang keluar dari ujung atau pucuk batang sagu,
berwarna merah kecoklatan seperti karat (Manuputty, 1954 dalam Haryanto dan
Pangloli, 1992). Dijelaskan bahwa pada cabang tersier terdapat sepasang bunga
jantan dan betina, namun bunga jantan mengeluarkan tepung sari sebelum bunga
betina terbuka atau mekar. Oleh karena itu diduga bahwa tanaman sagu adalah
tanaman yang menyerbuk silang, sehingga bilamana tanaman ini tumbuh soliter
jarang sekali membentuk buah. Bilamana sagu tidak segera ditebang pada saat
berbunga maka bunga akan membentuk buah. Buah bulat kecil, bersisik dan
berwarna coklat kekuningan, tersusun pada tandan mirip buah kelapa (Harsanto,
1986). Waktu antara bunga mulai muncul sampai fase pembentukan buah diduga
berlangsung sekitar dua tahun (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Komposisi kimia dalam setiap 100 gram aci sagu terdiri dari 355 kal
kalori, 0,7 gr protein, 0,2 gr lemak, 84,7 gr karbohidrat, 14 gr air, 13 mg fosfor, 11
mg kalsium, 1,5 gr besi (Haryanto dan Philipus, 1992), serta 0,5 gram serat dan
lemak, karoten, tiamin, dan asam askorbat dalam jumlah sangat kecil
(http://id.wikipedia.org/). Menurut Wiranatakusumah dkk (1986) pati sagu
mengandung sekitar 27 persen amilosa dan sekitar 73 persen amilopektin. Rasio
amilosa akan mempengaruhi sifat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi
maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap lebih banyak
air (higroskopis).
Sebagai sumber energi, sagu setara dengan beras, jagung, singkong,
kentang, dan tepung terigu. Demikian pula kadar karbohidratnya, setara pula
dengan yang terdapat pada tepung beras, singkong, dan kentang. Dibandingkan
dengan tepung jagung dan tepung terigu, kandungan karbohidrat tepung sagu
relatif lebih tinggi. Sayangnya, sagu termasuk bahan pangan yang sangat miskin
akan protein. Kandungan protein tepung sagu, jauh lebih rendah dari tepung beras,
jagung, dan terigu. Ditinjau dari kadar vitamin dan mineral pun, sagu memiliki
kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan makanan pokok lainnya.
Menyadari potensi gizi sagu yang tidak selengkap dan sebaik bahan makanan
pokok lain, sagu harus dikonsumsi bersama-sama dengan bahan lain yang lebih
baik kadar gizinya. Konsep diversifikasi konsumsi pangan seperti itulah yang
telah dipraktikkan oleh masyarakat tradisional Maluku dan Papua. Mereka
mengombinasikan sagu dengan ikan (sebagai sumber protein) dan berbagai
sayuran (sebagai sumber vitamin, mineral, antioksidan, dan serat pangan) (Made
Astawan, dalam 2011, http://banjarmasinpost.co.id).
sagu juga mempunyai beberapa manfaat yang baik bagi tubuh.
Diantaranya adalah tidak cepat meningkatkan kadar glukosa dalam darah sehingga
cukup aman dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus. Serat pangan pada sagu
memiliki zat yang bisa berfungsi sebagai pre-biotik, menjaga mikroflora usus,
meningkatkan kekebalan tubuh, mengurangi resiko terjadinya kanker usus,
mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru, mengurangi kegemukan,
mempermudah buang air besar. Sagu juga sering dikonsumsi bagi yang sedang
diet karena dapat memberikan efek mengenyangkan, tetapi tidak menyebabkan
gemuk.
2.3 Pektin
Pektin adalah suatu senyawa heteropolisakarida yang secara umum
terdapat pada dinding sel primer tanaman, khususnya pada sela-sela antara
selulosa dan hemiselulosa. Senyawa pektin dapat berfugsi sebagai perekat antara
dinding sel ang satu dengan lainnya. Pektin pertama kali disolasi (Henori
Bracanot, 1825). Jumlah struktur dan komposisi kimia dari senyawa pektin
berbeda-beda pada setiap jenis tumbuhan dan bagian dari tumbuhan itu sendiri.
Pektin merupakan bagian diet dari manusia, yaitu merupakan serat yang larut
dalam air (Srivantava dan Malviya, 2011).
2.2.1 Sifat Kimia Pektin
Ditinjau dari sifat fisika pektin dapat bersifat koloid reversibel, yaitu dapat
dilarutkan dalam air, diendapkan, dikeringkan dan dilarutkan kembali tanpa
perubahan sifat fisiknya. Pada penambahan air, pada pektin kering akan terbentuk
gumpalan seperti pasta yang kemudian menjadi larutan. Proses tersebut dapat
dipercepat dengan ekstraksi dan penambahan gula. Larutan pektin yang berupa
larutan koloid bereaksi asam terhadap lakmus, tidak larut dalam alcohol dan
dalam pelarut organik lainnya seperi metanol, aseton, atau propanol. Kelarutan
pektin akan meningkat dengan derajat esterifikasi dan turunnya berat molekul.
Semakin mudah pektin larut dalam air maka akan semakin mudah untuk
mengendapkannya dengan suatu elektrolit. Larutan dari pektin bersifat asam
karena adanya gugus karboksilat. Pemanasan dengan asam akan menyebabkan
hidrolisis gugus ester metil, seperti halnya hidrolisa ikatan glikosida yang
akhirnya menjadi asam galakturonat (Cruess,1988).
2.2.2 Mekanisme pektin sebagai penurun kolesterol
Polisakarida
termasuk
pektin
bekerja
pada
saluran
pencernaan
menurunkan kolesterol darah. Penurunan ini diperoleh dengan cara menurukan
absorbsi kolesterol atau asam lemak (Marlet JA, 1994 anderson Jw, 1984). Untuk
itu tikus diberi makan diet dengan kandungan pektin 20 g/100g pakan selama 21
hari (Bellinda, 1999).
2.4 Kolesterol
2.3.1 Pengertian
Kolesterol adalah sejenis lemak berwarna putih yang tidak berbau yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh.Terdiri dari zat-zat yang disebut lipida (lemak yang
tidak larut dalam air).Setiap sel di dalam tubuh dibungkus dengan selaput
pelindung yang sebagian terdiri dari kolesterol.Oleh karena itu, kolesterol itu
begitu penting maka tubuh kita memproduksinya agar kebutuhan tubuh selalu siap
sedia.
Kolesterol itu juga digunakan dalam pembuatan empedu sejenis cairan
berwarna kehijau-hijauan yang dihasilkan oleh hati dan disimpan di dalam
kantong empedu.Empedu bertindak sebagai pelarut (emulsifier), memecahkan
lemak dalam bentuk kecil agar bercampur dengan ensima yang mencerna lemak
itu.Apabila lemak tesebut sudah dicerna, maka empedu menolong tubuh
menyerapnya.Adanya empedu dalam usus sangat dibutuhkan sebelum kolesterol
diserap dari makanan (Mayasari, 2010).
Adanya kolesterol di dalam darah diukur secara mg/dl atau miligram per
desiliter. Apabila kadar kolesterol terbaca 160 itu artinya 160 miligram kolesterol
tinggal di dalam darah. Kolesterol yang tinggi dapat menjadi penyebab utama
penyakit jantung dan atherosclerosis (Mayasari, 2010).
Sebenarnya kebutuhan kolesterol di dalam tubuh dapat dicukupi sendiri
tanpa menambahnya dari asupan makanan. Tubuh dapat menerima kolesterol dari
luar dan membuatnya seimbang kalau jumlahnya tidak terlalu banyak, akan tetapi
jika jumlahnya melebihi batas, maka kelebihannya itu akan menumpuk di dalam
tubuh atau darah. Kelebihan ini akan menyumbat sistem tubuh (Mayasari S,
2010).
Gambar 2.2 Sruktur Umum kolesterol
Secara alamiah diperkirakan dua per tiga dari seluruh kolesterol yang ada
dalam tubuh diproduksi oleh hati atau lever.Jadi, sepertiga dari seluruh kolesterol
dalam tubuh diserap oleh sistem pencernaan dari makanan yang dikonsumsi.Hati
menghasilkan sekitar 1 gram kolesterol setiap hari.Namun demikian, semua tubuh
mampu membuatnya. Sejumlah kecil kolesterol (0,3 gram/hari) diserap dari usus.
Diet yang tinggi kandungan tinggi kandungan lemaknya membuat tubuh lebih
banyak menghasilkan kolestrol dan tingkat kolesterol darahpun menjadi
naik.Kolesterol menebar ke seleruh tubuh setelah dibentuk oleh hati. Begitu
kolesterol dan trigliserida (molekul lemak yang berfungsi menyediakan energi
bagi tubuh) dicerna, keduanya terikat ke dalam suatu ikatan yang kemudian akan
terbawa ke berbagai tempat di seluruh jaringan tubuh melalui darah. Di dalam
tubuh, kolesterol digunakan untuk membangun dinding sel dab nenperoduksi
hormon.
2.3.2 Jenis Kolesterol
2.3.2.1 Kolesterol LDL
Low Density Lipoprotein (LDL) mengandung paling banyak kolesterol
dari semua lipoprotein dan merupakan pengiriman kolesterol utama dalam darah.
Sel-sel tubuh memerlukan kolesterol untuk bias tumbuh dan berkembang secara
semestinya. Sel-sel ini memperoleh kolesterol dari LDL. Walaupun demikian,
jumlah kolesterol yang bias diserap sebuah sel ada batasnya. Oleh karena itu,
orang yang mengonsumsi banyak lemak jenuh akan memiliki kadar LDL tinggi di
dalam darah.
Manfaat memeriksa LDL adalah bila angka total kolesterol ada pada
ambang batas tinggi sehingga perlu dievaluasi lebih lanjut apakah hal itu
disebabkan oleh LDL yang tinggi ataukah HDL yang tinggi. Sebagian besar (7080)% kasus kenyataan di atas disebabkan oleh LDL yang tinggi. Sebaliknya, bila
hal itu disebabkan oleh angka HDL yang tinggi dan LDL rendah maka kondisinya
dinyatakan baik.
Setiap faktor yang meningkatkan timbulnya penyakit disebut sebagai
faktor risiko. Adapun beberapa risiko yang mempengaruhi kadar kolesterol adalah
sebagai berikut:
1. Obesitas dan kurang aktivitas
Kelebihan berat badan meningkatkan risiko terjadinya arterosklerosis
dengan berbagai cara. Orang dengan berat badan berlebih cenderung mempunyai
kadar kolesterol dan lemak yang lebih tinggi dalam darah serta jumlah HDL yang
rendah. Peningkatan berat badan pada usia separuh baya, terutama pria, akan
sangat berbahaya. Mereka yang tidak bisa mempertahakan kerampingan tubuhnya
sejak 20-30 tahun dan membiarkan berat badannya bertambah, cenderung
mempunyai kadar kolesterol dan tekanan darah yang tinggi.
2. Diabetes mellitus
Pada kasus diabetes mellitus, produksi insulin oleh pankreas berkurang
atau mungkin terhenti sama sekali. Oleh karena itu, kadar gula dalam
darahmeningkat hingga melampaui batas sesudah makan. Selain gangguan
metabolisme gula, konversi lemak oleh tubuh juga terganggu sehingga
menyebabkan kadar lemak dalam arah meningkat. Bagi penderita diabetes,
kenaikan kadar lemak darah akan meningkat risiko PJK yang disebabkan oleh
atherosklerosis. Dengan demikian, sangat penting bagi penderita untuk
mengontrol gula darah.
3. Stres
Stres bisa meningkatkan pengeluaran hormon stres oleh tubuh yang
berakibat naiknya tekanan darah. Stres juga mendorong seorang untuk
membentuk kebiasaan merugikan bahkan merusak, seperti minum alkohol
berlebih, merokok, dan makan tidak teratur.
4. Keturunan
Faktor genetik sekitar 80% dari kolesterol di dalam darah diproduksi oleh tubuh
sendiri. Ada sebagaian orang meskipun hanya sedikit saja mengonsumsi makanan
yang mengandung kolesterol atau lemak jenuh tetapi tubuh tetap saja
memproduksi kolesterol lebih bahyak.
5. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor penyebab kolesterol tinggi.Sebelum
menopause, wanita cenderung memiliki kolesterol rendah dibanding laki-laki.
Tetapi setelah menopause produksi kolesterol pada wanita cenderung meningkat.
2.3.3 Pengobatan Kadar Kolesterol Tinggi
2.3.3.1 Pengobatan medis
Mencegah terjadinya peningkatan lemak dalam darah merupakan upaya menuntut
agar seseorang dapat bekerja sama dengan dokter dalam mengetahui sejauh mana
batas kadar kolesterol yang dimiliki telah mengganggu kesehatan jantung bahkan
seluruh tubuh. Golongan obat penurun kadar kolesterol dalam darah diantaranya
adalah obat yang mengikat asam empedu dalam usus, obat yang mengurangi
produksi kolesterol dalam hati, dan golongan obat yang merangsang konversi
kolesterol dan lemak di dalam hati maupun jaringan lemak (Mayasari, 2010).
Beberapa jenis obat penurun kadar kolesterol, antara lain sebagai berikut:
1. Menurunkan kadar LDL : statin, resin, niasin dan gemfibrozil
2. Menaikkan kadar HDL : niasin dan fibrates
3. Menurunkan kadar trigliserida: fibrates, niasin dan atrovastatin Selain
penggunaan obat-obatan kimia diatas, sering juga digunakan suplemen dan
vitamin dalam usaha memperbaiki kadar kolesterol. Diantaranya adalah
antioksidan, vitamin C dan E, minyak ikan dan omega 3 (Mayasari, 2010).
2.3.3.2 Pengobatan Non Medis
Pengobatan kolesterol tinggi dapat pula dilakukan secara non-medis. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kolesterol, antara
lain:
1. Mengatur menu
Pengaturan menu dengan tujuan untuk mengubah pola makan dan
kebiasaan hidup. Mengubah pola makan dan kebiasaan hidup dapat dilakukan
dengan mengkonsumsi makan seimbang, menurunkan asupan lemak, merubah
cara memasak makan bukan dengan menggoreng tetapi dengan merebus,
mengukus dan membakar tanpa minyak atau mentega. Hal ini merupakan jalan
untuk menurunkan jumlah kolesterol dalam darah ke kadar yang relatif aman
(Nilawati dkk, 2008).
2. Olahraga
Olahraga secara tertatur dapat meningkatkan pembakaran lemak dan
kolesterol. Berolahraga keras bias meningkatkan jumlah HDL sampai 20-30%.
Apabila kita berhenti berolahragamaka kadar HDLdan kolesterol dengan cepat
akan lmbali ke kadar semula. Oleh karena itu, perlu latihan secara teratur untuk
memperbaiki kadar kolesterol dalam tubuh (Nilawati dkk, 2008).
2.5 Pengujian In-vivo
Pengujian secara in vivo merupakan model pengujian menggunakan
hewan percobaan, yaitu hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk
dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai
macam bidang ilmu dalam mempelajari dan mengembangkan berbagai bidang
ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Penggunaan hewan
percobaan banyak dilakukan dalam bidang fisiologi, farmakologi, biokimia,
patologi, komperatif zoologi, dan ekologi dalam arti luas. Hewan yang digunakan
sebagai hewan percobaan ini antara lain kelinci, marmot, hamster, mencit, dan
tikus (Malole dan Pramono 1989).
2.6 Mencit
Mencit atau mice memiliki nama ilmiah Mus musculus. Hewan ini aktif
pada malam hari dan bersifat fotofobia atau takut cahaya. Hewan ini sangat
penakut dan mudah mengalami depresi sehingga ditepatkan secara berkelompok
dalam kotak atau wadah terbuat dari plastic atau logam yang berisi sekam padi
sebagai tempat bersembunyi. Masa hidup mencit sampai 3 tahun dengan masa
kehamilan adalah 19-21 hari. Anak mencit lepas menyusui induknya setelah
berunur 35 hari. Agar mencit tidak rentan terhadap penyakit atau infeksi maka
sebaiknya dilakukan imunisasi melalui usus atau kandung kemih telurnya sampai
umur 17 hari.
Mencit jantan dewasa sehat dan normal mempunyai bobot badan 20-40 g,
sedangkan mencit betina adalah 18-35 g. Untuk mencit obesitas diketahui jika
berat badannya lebih 20% dari berat normalnya. Air minumnya diusahakan
memiliki pH 2,0 dengan cara penambahan HCl 2ml/3 lt air. Dalam sehari mencit
dapat menghabiskan 4-8 ml air minum. Komposisi makanan mencit terdiri dari
tepung jagung, kacang hijau, tepung terigu, tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil
kelapa, tepung tulang CaCO3 atau kapur, vitamin 1% dan protein 20% serta
mineral.
Salah satu persyaratan atau kriteria agar mencit dapat digunakan untuk uji
farnakologik adalah sehat. Mencit dikatakan sehat apabila, selama masa adptasi
lingkungan 1-2 minggu maka bobot mencit tidak boleh berkurang 10%. bulu
mencit sehat tampak bersih, halus dan mengkilat; bola mata tampak kemerahan
dan jernih. hidung dan mulut tidak berlendir atau mengeluarkan air liur terus –
menerus kosistensi feses normal dan padat, tidak cair atau diare; hewan tampak
aktif dan selalu bergerak ingin tahu.
Tabel 2.1 Data biologik normal
- Konsumsi pakan per hari
5 g (umur 8 minggu)
- Konsumsi air minum per hari
6,7 ml (umur 8 minggu)
- Diet protein
20-25%
- Ekskresi urine per hari
0,5-1 ml
- lama hidup
1,5 tahun
- Bobot badan dewasa
-
Jantan
-
Betina
25-40 g
20-40 g
- Bobot lahir
1-1,5 g
- Dewasa kelamin (jantan=betina)
- Siklus estrus (menstruasi)
28-49 hari
- Umur sapih
4-5 hari (polyestrus)
- Mulai makan pakan kering
21 hari
- Rasio kawin
10 hari
- Jumlah kromosom
1 jantan – 3 betina
- Suhu rektal
40
- Laju respirasi
37,5oC
- Denyut jantung
163 x/mn
- Pengambilan darah maksimum
310 – 840 x/mn
- Jumlah sel darah merah (Erytrocyt)
7,7 ml/Kg
- Kadar haemoglobin(Hb)
8,7 – 10,5 X 106 / μl
- Pack Cell Volume (PCV)
13,4 g/dl
- Jumlah sel darah putih (Leucocyte)
44%
8,4 X 103 /μl
(Sumber: Eryca Ayu. 2013)
a. Cara handling
Untuk memegang mencit yang akan diperlakukan (baik pemberian obat
maupun pengambilan darah) maka diperlukan cara-cara yang khusus sehingga
mempermudah cara perlakuannya. Secara alamiah mencit denderung menggigit
bila mendapat sedikit perlakuan kasar. Pengambilan mencit dari kandang
dilakukan dengan mengambil ekornya kemudian mencit ditaruh pada kawat kasa
dan ekornya sedikit ditarik. Cubit kulit bagian belakang kepala dan jepit ekornya.
Gambar 2.3 Cara Memegang Mencit
Disamping itu secara komersial telah diproduksi sebuah alat untuk
menghandel hewan laboratoium (mencit/tikus) dengan berbagai ukuran, sehingga
memudahkan peneliti untuk mengambil darah atau perlakuan lainnya
Gambar 2.4 Alat Alat untuk penanganan hewan laboratorium khusus hewan
pengerat
b. Penandaan (identifikasi) hewan laboratorium.
Beberapa cara penandaan hewan lab. Dilakukan untuk mengetahui
kelompok hewan yang diperlakukan berbeda dengan kelompok lain. Penandaan
ini dapat dilakukan secara permanen untuk penelitian jangka panjang (kronis),
sehingga tanda tersebut tidak mudah hilang. Yaitu : dengan ear tag (anting
bernomor), tatoo pada ekor, melubangi daun telinga dan elektronik transponder.
c. Pemberian obat pada hewan percobaan secara oral
Pemberian obat dalam bentuk suspensi, larutan atau emulsi, kepada mencit
dilakukan
dengan
jarum
suntik
yang
ujungnya
tumpul
(bentuk
bola/kanulla).Kanulla ini dimasukkan ke dalam mulut, kemudian perlahan-lahan
dimasukkan melalui tepi langit-langit ke belakang sampai esophagus.Volume
maksimum untuk pemberian peroral pada tikus adalah 1 ml (Mayasari, 2010).
d. Pengambilan darah melalui intravena
Untuk pengambilan darah, dilakukan melalui intravena.Penyuntikan
dilakukan pada vena ekor menggunakan jarum no.24.mencit dimasukkan ke
dalam
tabung
pas
badan
(perangkap)
dimana
hewan
tidak
dapat
berputar.Tabung dibuat berlubang agar ekor dapat dikeluarkan. Sebelum
penyuntikan, ekor dicelupkan ke dalam air hangat atau digosok dengan pelarut
organik seperti aseton atau eter untuk mendilatasi vena guna mempermudah
penyuntikan.Bila jarum suntik tidak masuk ke vena, terasa ada tahanan,
jaringan ikat sekitar daerah penyuntikan memutih dan bila piston alat suntik
ditarik, tidak ada darah yang mengalir ke dalamnya.Dalam keadaan dimana
harus dilakukan penyuntikan berulang, penyuntikan dimulai dari daerah distal
ekor (Mayasari, 2010).
Untuk menghitung dosis yang digunakan untuk hewan uji terdapat
perhitungan tersendiri konversi dosis berdasarkan perbandingan luas permukaan
binatang.
Tabel 2.2 Konversi dosis berdasarkan perbandingan luas permukaan
binatang
20
mencit
20
g 200 g 400
g 1,5
kg 2,0
kg 4,0 kg 70,0 kg
tikus
marmot
kelinci
kucing
kera
manusia
g 1,0
7,0
12,29
27,8
29,7
6,1
387,9
g 0,14
1,0
1,74
3,0
4,2
9,2
56,0
g 0,08
0,57
1,0
2,25
2,4
5,2
31,5
mencit
200
tikus
400
marmot
1,5
kg 0,04
0,25
0,44
1,0
1,06
2,4
14,2
0,23
0,41
0,92
1,0
2,2
13,0
0,11
0,19
0,42
0,45
1,0
6,1
0,06
0,10
0,22
0,52
1,0
3,1
0,18
0,031
0,07
0,013
0,16
1,0
kelinci
2,0
kg 0,03
kucing
4,0
kg 0.016
kera
12,0 kg
0,008
Anjing
70,0 kg 0,0026
manusia
(sumber: Eryca Ayu. 2013)
Cara perhitungan dosis :
Bila diinginkan dosis absolut pada manusia 70 kg dari dosis 10 mg per kg
maka dihitung terlebih dari dosis absolut pada kera (4,0 kg) yaitu 4,0 kg x 10
mg/kg = 40 mg. Kemudian mengambil faktor konversi 3,1 dari tabel, diperoleh
dosis untuk anjing 40 x 3,1 = 124 mg. Dengan demikian dapat diramalkan efek
farmakologi suatu obat yang timbul pada manusia dengan dosis 124 mg/70 kg BB
adalah sama dengan yang timbul pada anjing dengan dosis 120 mg/12 kg BB dari
suatu obat yang sama (Eryca Ayu. 2013)
2.7 Kerangka Konsep
Indonesia adalah Negara tropis yang didalamnya memiliki berbagai
macam bentuk tanaman dan memiliki banyak khasiat di dalamnya. Salah satunya
adalah tepung sagu. Banyak masyarakat Indonesia khususnya Papua dan maluku
yang membudidayakan tanaman ini karena tanaman ini sebagai bahan pokok
pangan. Tetapi masyarakat suku papua dan Maluku hanya menjadikan bahan
olahan pangan seperti papeda, sagu sinoli, bagea, dan sagu kering, sehingga perlu
adanya penelitian untuk meningkatkan nilai guna sagu.
Menurut penelitian sebelumnya tanaman sagu memiliki komponen gizi
yang sangat baik bagi tubuh karena mempunyai kandungan pati yang tinggi.
Menurut (Wiranatakusumah dkk, 1986) pati sagu mengandung sekitar 27 persen
amilosa dan sekitar 73 persen amilopektin, tetapi miskin akan kandungan lainnya.
Pektin terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol melalui mekanisme
menghambat penyerapan kolesterol dan asam amino di usus halus (Marlet et al,
1994; Andarson JW, 1984). Diet menggunakan 20 g pektin/18 tikus selama 21
hari dapat menurunkan kadar kolesterol (Bellinda et al, 1999). Berdasarkan hal
tersebut, diusulkan pemanfaatan tepung sagu menjadi diet penurun kolesterol
dengan dosis 760 mg/mencit selama 21 hari.
Penelitian ini menggunakan hewan uji berupa mencit.Hewan percobaan ini
memiliki kemiripan struktur anatomi pada saluran pencernaan yang sangat dekat
dengan manusia. Variasi struktur tubuh manusia ditemukan juga pada mencit
dalam keadaan normal (Mayasari, 2010), dengan maksud mekanisme kerja
antikolesterol mencit sama juga pada manusia. Hewan ini juga mudah diperoleh
dan harganya yang terjangkau.
Menurut American Heart Association dan US National Institute of Health,
asupan kolesterol yang aman tidak lebih dari 300 mg per orang tiap hari
(Mayangsari, 2012) untuk asupan kolesterol, hewan uji diberikan kuning telur
ayam, dalam 10 gram telur ayam terdapat 2000 mg kandungan kolesterol.Oleh
karena itu, untuk mendapat hewan percobaan dengan keadaan hiperlipidemia
maka mencit normal diberi pakan tinggi lemak dan kolesterol yaitu kuning telur
ayam diberikan peroral. Dosis yang digunakan dua kali dosis aman manusia
kemudian dikonversi ke dosis mencit.
Sebelum diberikan perlakuan masing mencit diukur kadar kolesterol awal
sehingga dapat digunakan sebagai parameter penelitian. Masing-masing mencit
diperlakukan sama mulai jenis makanan, minuman dan tempat tinggal, karena
dapat membantu hasil penelitian yang lebih teliti. Kemudian mencit diberikan
penginduksi berupa kuning telur selama satu minggu lalu diukur kadar kolesterol.
Setelah satu minggu, mencit yang sudah diberi penginduksi kolesterol kemudian
diukur kadar kolesterolnya, mencit yang memiliki kadar kolesterol darah melebihi
batas normal maka diberikan perlakuan sesuai dengan kelompoknya selama satu
minggu.
Setelah diberikan perlakuan baik tepung sagu selama satu minggu,
selanjutnya masing-masing mencit diukur kadar kolesterolnya untuk mengetahui
seberapa besar penurunan kadar kolesterol. Hasil yang diperoleh dibandingkan
dengan kadar kolesterol ketika diberikan penginduksi berupa pakan dan kuning
telur.
2.8 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
Tepung sagu memiliki efektivitas sebagai penurun kolesterol pada mencit
putih.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan suatu proses dalam perencanaan
penelitian dan pelaksanaan penelitian. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
dalam melaksanakan penelitian. Penelitian ini jenis penelitian eksperimen, yaitu
dengan membuat tepung sagu lalu diujikan pada mencit untuk melihat
keefektivitasannya sebagai penurunan kolesterol untuk diambil kesimpulan.
Rancangan penelitian ini meliputi tiga tahapan yaitu tahap persiapan, pelaksanaan,
dan tahap akhir.
Tahap persiapan yang dilakukan yaitu menentukan populasi dan sampel
penelitian, menentukan lokasi dan waktu penelitian, serta menghitung kebutuhan
bahan dan menimbangnya, kemudian mempersiapkan peralatan yang diperlukan
sesuai dengan kebutuhan. Tahap kedua yaitu tahap pelaksanaan meliputi proses
pembuatan prosedur dan persiapan alat dan bahan. Pada tahap pelaksanaan ini
meliputi pembuatan tepung sagu dengan cara pengeringan lalu penghalusan
kemudian di ayak untuk menjadi tepung yang halus dan pemeliharaan mencit serta
pengukuran kadar kolesterol. Setelah itu diujikan pada mencit untuk melihat ke
efektivitasaannya. Tahap ketiga yaitu tahap akhir. Pada tahap ini adalah
pengolahan data, analisis data dan membuat kesimpulan ke efektivitasan tepung
sagu sebagai penurunan kolesterol.
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah Tepung Sagu (Metroxylon sagu
Rottb) yang diambil dari Kabupaten Merauke distrik Sota, Papua.
3.2.2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah Tepung Sagu (Metroxylon sagu Rottb)
yang diambil dari Kabupaten Merauke distrik Sota, Papua dengan dosis sebanyak
1,9 mg, 3,8 mg dan 5,7 mg.yang diberikan pada mencit sebagai hewan uji untuk
penurunan kolesterol.
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3.1. Lokasi Penelitian
Tahap pembuatan tepung sagu dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi
Putra Indonesia Malang. Proses uji efektivitas dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi Putra Indonesia Malang.
3.3.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan mulai penyusunan proposal bulan
Desember 2013 sampai terselesaikannya karya tulis ilmiah ini
3.4 Definisi Operasional Variabel
Pada penelitian ini terdapat dua variable, yaitu variabel bebas dan variable
terikat. Variable bebas dalam penelitian ini adalah dosis tepung sagu dan variable
terikat adalah Penurunan kadar kolesterol total dalam darah mencit.
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
No
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
1.
Tepung sagu
Tepung sagu dengan Timbangan
Hasil Ukuran
Rasio
1,9 mg/20g bb, 3,8 analitik (mg)
mg/20g bb dan 5,7
mg/20g bb.
2.
Penurunan kadar Kadar kolesterol awal Test
kolesterol total
disbanding
dengan kolesterol
kadar
kolesterol (mg/dl)
setelah
pemberian
kuning
setelah
perlakuan
sagu.
peck Rasio
telur
dan
diberi
tepung
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah semua alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian. Peralatan yang digunakan adalah oven, ayakan mesh 80, penyaring
bubur sagu, pisau, test pack kolesterol, tempat pengendapan (baskom), jarum
sonde, stick kolesterol gelas ukur, dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan
adalah batang sagu, NaHSO3, pangan mencit.
3.6 Pengumpulan Data
3.6.1 Persiapan tepung sagu
1. Dalam penelitian ini awalnya dilakukan persiapan alat dan bahan
2. Kemudian siapkan air yang telah dipanaskan sebanyak ±200 mL
3. Setelah air dipanaskan, masukkan 100 g tepung sagu kedalam air tersebut
(hal ini untuk dapat melarutkan tepung sagu)
4. Diaduk secara merata agar pectin yang diinginkan dapat terbentuk menjadi
jell dan dapat disondekan ke hewan uji
5. Setelah menjadi jell tepung sagu, jell tersebut diambil sesuai perhitungan
perlakuan untuk kelompok III, IV dan V dan siap untuk disondekan ke
hewan uji.
3.6.2 Rancangan Formula
Penentuan tepung sagu untuk hewan uji yaitu berdasarkan hasil konversi
dari dosis manusia dewasa (70 kg).
Penentuan tingkatan dosis adalah berdasarkan rumus D= n .x (Mayasari, 2010)
dimana:
D= dosis
n= dosis awal
x= faktor kali
Pengelompokan hewan uji dalam penelitian ini dibagi dalam 5 kelompok
dimana:
1. Kelompok I kontrol negatif
2. Kelompok II kontrol positif
3. Kelompok III, IV, dan V ekstrak daun ceremai
Setelah didapatkan ekstrak daun ceremai, ekstrak tersebut ditimbang
sesuai dosis yang dibutuhkan (dosis III, IV, V,).
𝐷1
Jika berat badan mencit tidak 20 g maka 2π‘Ž =
D2
𝑏𝑏
dimana:
D1 = dosis untuk mencit seberat 20 g,
D2 = dosis yang dicari,
bb = berat badan
3.7 Perhitungan bahan
3.7.1 Perhitungan Dosis Tepung sagu
Perhitungan dosis ini dikonversikan dari dosis manusia ke dosis mencit.
Untuk 30 g tepung sagu menghasilkan 0,73 g pektin. Dosis untuk mencit 0,73 g
x 0,0026 = 0,00189 g = 1,89 mg = 1,9 mg tepung. Sedangkan untuk variasi dosis
digunakan perhitungan sebagai berikut:
1. Dosis I
D1= n. 1
= 1,9 mg x 1
= 1,9 mg / 20 g bb
Pembuatan sediaan:
Tepung 1,9 mg pectin dalam 0,25 mL
1,9 mg 0,25 mL
=
π‘₯
100 mL
π‘₯=
π‘₯=
1,9 mg x 100mL
0,25 mL
190
= 760 mg
0,25 mL
Ditimbang 760 mg pectin dan dilarutkan dengan air panas add 100 mL
Volume penyuntikan: 0,25 mL/ hari.
2. Dosis II
D2= n.2
= 1,9 mg x 2
= 3,8mg/ 20g bb
Volume Penyuntikan:
Sediaan yang tersedia 760 mg/ 100 mL
=
π‘₯=
760 mg
100 mL
=
3,8mg
x
3,8 mg x 100 mL
= 0,5 mL/hari
760 mg
Ditimbang 760 mg pectin dan dilarutkan dengan air panas add 100 mL
Volume penyuntikan: 0,5 mL/ hari.
3. Dosis III
D3= n . 3
= 1,9 mg x 3
= 5,7 mg/ 20g bb
Volume penyuntikan:
Sediaan yang tersedia 760 mg/ 100 mL
=
π‘₯=
760 mg
100 mL
=
5,7 π‘šπ‘”
x
5,7 mg x 100 mL
= 0,75mL/ hari
760 mg
Ditimbang 760 mg pectin dan dilarutkan dengan air panas add 100 mL
Volume penyuntikan: 0,75 mL/ hari.
Kelompok yang tidak di berikan tepung sagu yang berfungsi sebagai kontrol :
a) Kontrol negatif :
Kelompok kontrol negatif adalah kelompok yang tidak diberikan tepung sagu,
yang di berikan hanya aquades.
b) Kontrol positif
Kelompok kontrol positif adalah kelompok yang tidak diberikan tepung sagu,
hanya di berikan gemfribozill dengan dosis 300 mg dipakai 2 kali sehari. Dosis
ini didapat dari hasil koversi dari konversi dosis manusia ke dosis mencit yaitu
0,0026.
1. Gemfibrozil
Gemfibrozil diberikan pada kelompok positif. Dosis pemberian untuk 1 ekor
mencit sebanyak:
Rumus:
Dosis gemfibrosil untuk mencit= Dosis gemfibrosil untuk manusia X faktor
konversi manusia ke mencit.
300 mg x 0,0026 = 0,78 mg
Gemfibrozil sebanyak 0,78 mg diberikan dalam 0,5 mL larutan. Untuk
mempermudah pengambilan, maka diambi 4 kapsul (300 mg x 4 = 1200 mg)
ditambahkan aquadest dengan perhitungan sebagai berikut:
a
Rumus: 𝐿𝐺 =
b
c
1200 π‘šπ‘” 0,78 π‘šπ‘”
=
𝐿𝐺
0,5 π‘šπΏ
𝐿𝐺 =
1200 mg x 0,5 mL
0,78 mL
𝐿𝐺 = 769,23 π‘šπΏ
Keterangan:
a
= bobot 4 kapsul
b
= bobot kapsul ke mencit
c
= Volume penyondean ke Mencit
LG (Larutan Gemfibrozil) = jumlah larutan yang diperlukan untuk melarutkan
1200 mg (4 kapsul) gemfibrozil.
2. Kuning telur
Asupan kolesterol yang diberikan pada hewan uji adalah:
Rumus: Dosis kuning telur untuk mencit= Asupan kolesterol x faktor konversi
manusia ke mencit
600 x 0,0026 = 1,56 mg kolesterol setiap hari
10 g
KuningTelur
=
2000 mg
1,56 mg
πΎπ‘’π‘›π‘–π‘›π‘”π‘‡π‘’π‘™π‘’π‘Ÿ =
10,000 π‘šπ‘”π‘₯ 1,56
= 7,8 π‘šπ‘” π‘π‘’π‘Ÿ π‘šπ‘’π‘›π‘π‘–π‘‘ (20 π‘šπ‘” 𝐡𝐡)
2000 π‘šπ‘”
Untuk satu ekor mencit diberi 7,8 mg kuning telur ayam dalam 1 mL volume
penyondean. Agar menghindari terjadinya kekurangan pada 15 ekor mencit, maka
dibuat larutan sebanyak 20 mL kali lipatnya (1 mL x 7 x 20 = 140 mL). oleh
karena itu, untuk membuat larutan kuning telur ayam dalam 20 mL dibutuhkan
kuning telur sebanyak:
b
a
Rumus: c = d
7,8 𝑔
1 π‘šπΏ
π‘Ž=
π‘Ž
= 140 π‘šπΏ
7,8 π‘₯ 140
= 1,092 π‘šπ‘”
1 π‘šπ‘™
Keterangan:
b
= bobot kuning telur
c
= volume penyondean
d
= volume yang dibutuhkan untuk melarutkan
Jadi, untuk membuat larutan kuning telur 140 mL membutuhkan kuning telur
sebanyak 1,092 mg.
3.8 Prosedur penelitian
Adapun prosedur penelitian dalam pengujian kolesterol eksrak tepung
sagu melalui langkah sebagai berikur:
1. Persiapan hewan uji
Sebanyak 15 ekor mencit dengan berat rata-rata 20 g, dikelompokkan
menjadi 5 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor mencit
melalui metode randomisasi. Randomisasi dilakukan sebelum dilakukan
perlakuan pada hewan coba. Hal ini bertujuan untuk mengelompokkan, memilih
dan memberi kode pada hewan coba yang selanjutnya akan diberi perlakuan. Cara
randomisasi dilakukan dengan memiilih secara acak. Penelitian ini terdapat 5
perlakuan atau kelompok mencit dan replikasi sebanyak 3 kali sehingga total
penggunaan mencit dalam penelitian ini yaitu 15 mencit. Masing-masing mencit
diukur kadar kolesterolnya lalu dicatat.
2. Pengukuran Kadar Kolesterol
1. Sebelum pengambilan darah, ekor tikus dicelupkan ke dalam air hangat
atau digosok dengan aseton.Kemudian diambil sampel darah mencit
sebanyak ± 1 cc, penyayatan dilakukan pada vena ekor.Dipastikan alat
multicheck sudah di stel pada alat cek kolesterol.Sebelum sampel darah
siap diteteskan, strip cek kolesterol dipasang pada alat.Sampel darah yang
sudah diambil diteteskan pada chip strip 33 cek kolesterol sampai merata
pada chip, tunggu hingga 150 detik dan dibaca kadar kolesterolnya.Hasil
dimasukkan dalam data.
2. Mencit percobaan kelompok I diberi aquadest dan kelompok II, III, IV, V
diberi asupan kolesterol tinggi dengan menggunakan kuning telur ayam,
masing-masing kelompok diberi asupan per oral dengan jumlah yang
sama, pemberian asupan kolesterol dilaksanakan selama 7 hari berturutturut.
3. Pada hari ke-8 masing-masing mencit diukur kadar kolesterolnya
4. Mulai hari ke-8 kelompok I dan II diberi aquadest dan kelompok III, IV,
dan V diberi sampel sesuai dosis yang ditentukan.
5. Perlakuan ini dilakukan selama 7 hari berturut-turut diberikan secara oral
kemudian ditest kadar kolesterolnya.
3. Pemberian tepung sagu
Pemberian larutan mulai dari hari ke 8 sampai hari ke 14 diberikan
berturut-turut.
Pemberian larutan dengan tiga dosis yang sudah di tentukan. Dilakukan
perlakuan sehari 2x sampai hari yang ke 14. Setelah itu dicek penurunan kadar
kolesterol pada mencit yang di berikan dosis setiap 2 hari sekali untuk melihat
perbedaan kolesterolnya. Pada kelompok positif dan negatif dilakukan hal yang
sama seperti kelompok perlakuan.
3.8 Analisis Data
Untuk menganalisis apakah tepung sagu dapat menurunkan kadar kolesterol
total
digunakan
uji
statistik
menggunakan
Analisa
Varian
(ANAVA)
menggunakan program SPSS 15,0. Adapun hipetesisnya adalah sebagai berikut:
.
Ho
:Ketiga dosis memiliki pengaruh yang sama terhadap penurunan
kolesterol pada mencit (Mus musculus)
Ha
:Ketiga dosis memiliki pengaruh yang berbeda secara sgnifikan terhadap
penurunan kadar kolesterol pada mencit (Mus musculus).
Jika terdapat perbedaan antar kelompok perlakuan, analisis dilanjutkan
menggunakan post hock test beda nyata terkecil (BNT). Hasil post hock test dapat
menunjukkan konsentrasi tepung sagu yang efektif menurunkan total kolesterol.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Tepung Sagu
Organoleptis dari tepung sagu adalah sebagai berkut:
Tabel 4.1 Persiapan Tepung Sagu
Organoleptis
Wujud
Kental
Warna
Merah kecoklatan
Bau
Khas
Rasa
Tidak Berasa
4.1.2 Hasil Pengujian Kadar Kolesterol Hewan Uji
Hewan uji yang sudah diberi asupan kolesterol selama 7 hari dan kadar
kolesterolnya meningkat, perlakuan selanjutnya adalah pemberian tepung sagu
1,9 mg/20g bb, 3,8 mg/20g bb dan 5,7 mg/20g bb. Untuk pemberian tepung sagu
dilakukan dalam kurun waktu 7 hari. Selanjutnya, hewan uji tersebut masingmasing diukur kadar kolesterolnya dan dicatat sebagai kadar kolesterol akhir
(KK3) yaitu setelah diberikan asupan tepung sagu untuk Kelompok III, IV dan V.
sedangkan kontrol (+) diberikan obat gemfibrozil, tetapi untuk kontol (-) diberikan
aquadest.
Hasil pengukuran kadarkolesterol hewan uji setelah pemberian tepung sagu
dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kadar Kolesterol Hewan uji
Kadar Kolesterol Hewan Uji Setelah Pemberian Sampel Tepung Sagu
Perlakuan
Mencit
Kadar
Kadar
Kadar
Presentasi
Kolester
Kolesterol
Kolesterol
penurunan
ol Awal
Kedua
Akhir
%
(KK1)
(KK2)
(KK3)
Mg/dL
Mg/dL
Mg/dL
Kontrol
1
143
140
138
1,42
Negatif
2
118
113
111
0,56
(Kel. I)
3
120
118
117
1,18
Rata-rata
127
123
122
1,23
Kontrol Positif
1
171
182
170
6,59
(Kel. III)
2
143
153
142
7,19
3
121
131
122
6,87
Rata-rata
145
155
144
6,88
1
123
137
128
6,57
2
94
108
101
6,48
Kel. III :
1,9 mg/20g bb
Rata-rata
109
122
111
6,52
Kel.IV:
1
140
156
141
9,62
1,9 mg/20g bb
2
131
151
140
7,28
Rata-rata
135
153
140
8,45
Kel.V:
1
146
162
149
8,02
5,7 mg/20g bb
2
142
159
144
9,43
3
133
153
140
8,50
Rata-rata
140
158
144
8,65
Keterangan:
KK1
= Kolesterol hari ke-0
KK2
= kolesterol hari ke-7, saat control (+), kelompok III, IV dan V sudah
diberikan Kuning telur. Sedangkan control (-) hanya diberikan aquadest
KK3
= setelah diberikan asupan tepung sagu untuk Kelompok III, IV dan V.
sedangkan kontrol (+) diberikan obat gemfibrozil, tetapi untuk kontol (-)
diberikan aquadest.
4.2 Analisis Data
Dari hasil penelitian yang dilakukan, akan dilanjutkan dengan melakukan
analisis data, analisis data yang digunakan didalam penelitian ini menggunakan
analisis program SPSS ver. 15
Tabel 4.3 Tabel Perhitungan Anova
Hipotesis
Ho
:Ketiga dosis memiliki pengaruh yang sama terhadap penurunan
kolesterol pada mencit (Mus musculus)
Ha
:Ketiga dosis memiliki pengaruh yang berbeda secara sgnifikan terhadap
penurunan kadar kolesterol pada mencit (Mus musculus).
Dasar Pengambilan Keputusan
Jika Fhitung < Ftabel atau probabilitas > 0,05 maka Ho diterima
Jika Fhitung > Ftabel atau probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak
Fhitung : 50,255
Ftabel
: 3,84
Dari pengambilan keputusan didapatkan bahwa Fhitung>Ftabel (50,255 >3,84)
maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Kontol positif yang menggunakan obat
Gemfribozil, dan ketiga dosis memiliki pengaruh yang berbeda secara signifikan
terhadap penurunan kolesterol pada mencit.
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini tentang pemanfaatan tepung sagu sebagai penurun kadar
kolesterol pada mencit. Selama ini tepung sagu hanya dimanfaatkan oleh
masyarakat Indonesia khususnya bagian Timur sebagai bahan makanan pokok.
Tetapi sebenarnya tepung sagu memiliki manfaat yang besar bagi tubuh. Hal ini
didasarkan dengan pengalaman empiris masyarakat dimana untuk menurunkan
kadar kolesterol dapat menggunakan tepung sagu. Tepung sagu yang digunakan
untuk penelitian ini diperoleh dari daerah Merauke Irian jaya.
Dalam penelitian ini setelah dilakukan pembuatan tepung sagu dilanjutkan
dengan uji aktivitas tepung sagu yang diharapkan dapat dijadikan sebagai penurun
kadar kolesterol. Dalam uji ini digunakan hewan uji berupa mencit (Mus
musculus) yang mempunyai berat badan 20 g dan berjenis kelamin jantan. Hal ini
disebabkan kadar metabolisme mencit jantan lebih stabil daripada betina.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar kolesterol awal
mencit melebihi batas normal dimana untuk kadar kolesterol normal mencit
berkisar antara 26,0 – 82,4 mg/dL. Hal ini dapat dipengaruhi oleh makanan yang
diberikan mengandung lemak yang tinggi.
Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan kadar kolesterol diatas normal
maka diberi asupan kuning telur selama 7 hari. Menurut Dionisius, 2011
menyatakan untuk peningkatan kadar kolesterol membutuhkan waktu kurang
lebih tujuh hari. Setelah penginduksian kuning telur kemudian hewan uji tersebut
dilakukan pengecekan kolesterol untuk kedua kalinya.Dari hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa ada peningkatan kadar kolesterol pada masing-masing
kelompok perlakuan. Data pengecekan tersebut kemudian dibandingkan dengan
hasil sebelumnya untuk mengetahui peningkatan kadar kolesterol.
Setelah pemberian asupan kuning telur dan kadar kolesterol hewan uji
mengalami peningkatan, maka langkah selanjutnya dilakukan pemmberian sampel
tepung sagu. Untuk mencit kelompok II sebagai kontrol positif diberikan obat
gemfribozil sebagai penurun kadar kolesterol . Sedangkan untuk kelompok III, IV
dan V yang dikenai perlakuan diberi sampel tepung sagu sebesar 1,9 mg/20g bb,
3,8 mg/20g bb dan 5,7 mg/20g bb.
Dari data perhitungan dengan menggunakan analisa SPSS dengan metode
analisa ANOVA, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antar
kelompok dengan tingkat kepercayaan 95%.Analisa dilanjutkan menggunakan
post hock test. Dilihat dari tabel Post hoc test, kelompok II kontrol positif,
kelompok III, IV dan V sama-sama memiliki pengaruh yang berbeda secara
signifikan terhadap kelompok I, tetapi pada tingkat penurunan kadar kolesterol
yang lebih efektif terdapat pada kelompok IV 1,9 mg/20 gbb. Hal ini disebabkan
karena semakin besar pemberian tepung sagu maka semakin besar pula efek
penurunan kolesterol hewan uji. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tepung sagu
pada kelompok IV dapat menurunkan kolesterol seperti kontrol positif yang
menggunakan obat gemfribozil. Hal ini dimungkinkan oleh adanya kandungan
pektin mampu mengikat kolesterol yang terdapat pada system pencernaan,
sehingga mencegahnya untuk diserap menuju aliran darah. Semakin tinggi
viskositas pektin, maka akan semakin efektif didalam menyerap kolesterol. Pektin
dengan viskositas yang tinggi akan menurunkan kadar kolesterol dengan cara
meningkatkan eksresi asam empedu feses dan sterol netral. Pektin yang memiliki
viskositas tinggi tersebut akan berperan dalam membentuk misela dan asam
empedu dengan laju difusi rendah melalui bolus untuk mengikat kolesterol pada
saluran perncernaan (Sharma et al., 2006).
BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian efektivitas tepung sagu (Metroxylon sago
Rottb) sebagai penurun kolesterol pada mencit (Mus musculus) bahwa:
1. Sampel tepung sagu dapat digunakan sebagai penurun kadar kolesterol
pada mencit yang telah dikondisikan dalam keadaan hiperkolesterol.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini tepung sudah memiliki
pengaruh yang optimal dalam menurunkan kolesterol. Tetapi untuk
pengecekan kolesterol hewan uji dilakukan setiap hari sehingga bias
mengetahui profil penurunan kadar kolesterol pada hewan uji.
DAFTAR PUSTAKA
Hari Sutioso. 2012. Pemanfaatan Pektin yang Diisolasi dari Daun Jambu Biji
(Psidium guajaya) Dalam uji In Virto dan In Vivo Penurunan kadar
kolesterol. Skripsi tidak dterbikan. Depok Fakultas Universitas
Indonesia Departemen Teknik Kimia Depok.
M. Rasjad Indra. 2006 Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
Ebookpangan.com,. 2006 Sagu Sebagai bahan Pangan.
Tarwiyah, Kemal (Ed). 2001. Tepung sagu Teknologi Tepat Guna Agroindustri
Kecil Sumatera Barat, Hasbullah, Dewan Ilmu Pengetahuan,
Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Mayasari, Silvia Putri. 2010. Uji Perbedaan Aktivitas Ekstrak Bawang Putih Dan
Bawang Lanang Terhadap Penurunan Kadar Kolesterol Darah Pada
Mencit Putih. Karya Tulis Ilmiah. Malang: Akademi Farmasi Putra
Indonesia
Nilawati, Sri dkk. 2008. Care Your Self Kolesterol. Jakarta
Ria. 2010. Biokimia (http://iiasukses.blogspot.com/2010/11/tugas-biokimiaa.html)
diakses 27 Desember 2012
Atmanegara, Dionisius. 2011. Pengaruh Dosis Pektin Kulit Buah Apel (Malus
Sylvestris Mill) Varietas Anna Sebagai Penurun Kadar Kolesterol Pada
Mencit Putih Jantan (Mus Musculus). Karya Tulis Ilmiah. Malang: Akademi
Farmasi Putra Indonesia Malang
Dini dkk. 2010. Penyebab Kolesterol Tinggi (file:///penyebab-kolesteroltinggi.html) diakses 2 Desember 2012
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tepung Sagu
Tepung Sagu
Lampiran 2. Hewan Percobaan
Hewan Percobaan
Lampiran 3. Perlakuan Hewan Coba
Induksi kuning Telur
Pemberian Tepung Sagu
Lampiran 4. Cara Pengambilan Darah dan Pengukuran Kadar Kolesterol
Pengambilan Darah
Alat Cek Kollesterol
Lampiran 5. Tabel Perhitungan One Way Anova
Download