KEEFEKTIVITAS TEPUNG SAGU (Metroxylon sago Rottb) SEBAGAI PENURUN KOLESTEROL PADA MENCIT (Mus musculus) KARYA TULIS ILMIAH OLEH MARIA YULIANTI NIM 11.027 AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG Juli 2014 KEEFEKTIVITAS TEPUNG SAGU (Metroxylon sago Rottb) SEBAGAI PENURUN KOLESTEROL PADA MENCIT (Mus musculus) KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program D III bidang Analis Farmasi dan Makanan OLEH MARIA YULIANTI NIM 11.027 AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN YAYASAN PUTRA INDONESIA MALANG Juli 2014 ABSTRAK Yullianti, Maria. 2014. Efektivitas Tepung Sagu (Metroxylon Sago Rottb) Sebagai Penurun Kolesterol Pada Mencit. Karya Tulis Ilmiah Akademi Analis Farmasi Dan Makanan Putra Indonesia Malang. Pembimbing Dyah Ratna Wulan, S.Si. Kata kunci: Tepung sagu, Antikolesterol. Kolesterol merupakan bahan bangun esensial bagi tubuh untuk sentesis zat penting, seperti membrane sel, hormone kelamin, anak ginjal, vitamin D dan asam empedu. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti penyakit kardiovaskuler. Salah satu alternative yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol adalah tepung sagu. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas tepung sagu sebagai penurun kadar kolesterol mencit (Mus musculus). Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok masingmasing kelompok terdiri dari 3 ekor mencit yaitu kelompok I kontrol negatif, kelompok II kontrol positif, kelompok III 1,9 mg/20g bb, kelompok IV 3,8 mg/20g bb, dan kelompok V 5,7 mg/20g bb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung sagu dengan dosis1,9 mg/20g bb, 3,8 mg/20g bb dan 5,7 mg/20g bb, dapat menurunkan kadar kolesterol total darah. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tepung sagu dapat menurunkan kadar kolesterol total darah dengan dosis optimal 1,9 mg/20g bb. Penurunan kadar kolesterol ini disebabkan adanya senyawa pectin yang dapat menghambat terjadinya oksidasi LDL. i KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat serta karunia-Nya, karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Efektivitas Tepung Sagu (Metroxylon sago Rottb) Sebagabai Penurun Kolesterol Pada Mencit (Mus musculus)” dapat penulis selesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program D III di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Sehubungan dengan terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini, kiranya tidaklah berlebihan apabila pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terimakasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Ibu Ayu Ristamaya Yusuf,A.Md,ST. selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. 2. Ibu Dyah Ratna Wulan, S.Si. selaku dosen pembimbing. 3. Ibu Erna Susanti, M, Blomed, Apt selaku dosen penguji I 4. Bapak Sugeng Wijiono., S.Si.,Apt selaku dosen penguji II 5. Ibu Wahyu Wuryandari, M.Pd selaku dosen penguji III 6. Bapak ibu Dosen beserta staf Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. 7. Kedua orang tua saya yang telah mendukung saya dalam menuntut ilmu. 8. Rekan-rekan dan semua pihak yang langsung maupun tidak langsung telah memberikan bimbingan, bantuan, dukungan, nasehat dan doa yang tulus kepada penulis. Penulis menyadari, bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, berkenan dengan hal ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan tulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat membawa kemanfaatan dan berguna bagi pembaca. Amin. Malang, 5 Juli 2014 Penulis ii DAFTAR ISI DAFTAR ISI ..................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................ 4 1.5 Asumsi Penelitian ................................................................................ 4 1.6 Ruang lingkup dan Keterbatasan Penulis ............................................ 5 1.7 Definisi Istilah ..................................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 7 2.1 Tanaman Sagu ................................................................................. 7 2.2 Klasifikasi dan Morfologi Sagu ....................................................... 8 2.3 Pektin ............................................................................................... 12 2.4 Kolesterol ......................................................................................... 13 2.5 Pengujian In - Vivo .......................................................................... 19 2.6 Mencit .............................................................................................. 20 2.7 Kerangka Konsep ............................................................................. 26 2.8 Hipotesis ......................................................................................... 28 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 29 3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 29 3.2 Populasi dan Sampel .......................................................................... 30 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 30 3.4 Definisi Operasional Variabel ........................................................... 31 3.5 Instrumen Penelitian .......................................................................... 32 3.6 Pengumpulan Data ............................................................................. 32 3.7 Perhitungan Bahan ............................................................................. 33 3.8 Proedur penelitian………………………………………………. ..... 39 3.9 Analisis Data ………………………………………………………. 39 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 41 4.1 Hasil Penelitian .................................................................................. 41 4.2 Analisis Data...................................................................................... 43 BAB V PEMBAHASAN .................................................................................. 45 BAB VI PENUTUP .......................................................................................... 48 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 48 5.2 Saran .................................................................................................. 48 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN_LAMPIRAN DAFTAR TABEL Daftar Tabel Halaman Tabel 2.1 Data Biologik Nornal ......................................................................... 21 Tabel 2.2 Konversi dosis berdasarkan perbandingan binatang .......................... 25 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel……………………………………... . 31 Tabel 4.1 Persiapan Tepung sagu……………………….…………………….. 41 Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kadar Kolesterol Hewan Uji ................................ 42 Tabel 4.3 Tabel Perhitungan Anova................................................................... 44 DAFTAR GAMBAR Gambar Teks Halaman Gambar 2.1 Tanaman Sagu ( Metroxylon Sago Rottb ) ..................................... 8 Gambar 2.2 Struktur Umum Kolesterol ............................................................. 15 Gambar 2.3 Cara Memegang Mencit…………………………………………. 23 Gambar 2.4 Alat untuk penanganan hewan laboratorium hewan pengerat…. .. 23 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan di berbagai bidang terutama ekonomi, telah mengubah gaya hidup masyarakat Indonesia. Perubahan tersebut mempengaruhi pola masyarakat yang cenderung memilih makanan praktis atau cepat saji yang mengandung banyak lemak. Pola atau kebiasaan yang demikian, dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Salah satu contoh penyakit yang disebabkan oleh pola hidup dan pola makan yang salah adalah hiperkolesterol. Hiperkolesterolemia adalah kondisi ketika kolesterol yang beredar di dalam darah melebihi normalnya.Keadaan ini sangat berhubungan erat dengan penyakit kardiovaskuler yang dapat mengakibatkan kematian. Peningkatan kolesterol dapat dipicu oleh makanan yang berpotensi mengandung lemak jenuh dan kolesterol seperti mentega, gorengan, kuning telur,. cumi, udang, belut, siput (Dini dkk, 2001).Selain itu terjadi akibat menurunnya ekskresi kolesterol ke usus melalui asam empedu atau produksi di hati meningkat (Atmanegara, 2011) dan disebabkan oleh faktor genetik, kegemukan, jenis kelamin, dan penyakit tertentu. Pencegahan hiperkolesterolemia dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara seperti mengubah pola hidup dan mengkonsumsi obat antikolesterol. Adapun berbagai macam obat antikolesterol yang sering digunakan dengan mekanisme kerja yang berbeda-beda.Salah satunya adalah obat gemfribozil. Gemfibrozil merupakan salah satu obat turunan asam fibrat yang cukup efektif dalam merunkan kadar trigliserida pada plasma. Gemfibrozil juga dapat meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase sehingga mampu membersihkan partikel yang kaya trigliserid serta mampu menaikkan kadar kolesterol baik HDL dengan pemberian gemfibrosil (joko, 2002) Namun penggunaan obat sintetis banyak menyebabkan efek samping bagi pasien. Efek samping dari obat gemfibrozil yaitu sakit perut, mulas, nyeri otot dan kabur penglihatan (Hartadi, 2001). Alternatif lain yang dapat digunakan sebagai antikolesterol adalah menggunakan tanaman sagu. Tanaman ini tidak memiliki efek samping yang berbahaya bagi kesehatan. Salah satu tanaman yang biasa digunakan sebagai antikolesterol adalah tanaman sagu yang diolah menjadi tepung sagu. Berdasarkan pengalaman empiris tepung sagu dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Kandungan yang terdapat dalam tepung sagu yang dapat menurunkan kadar kolesterol adalah pektin. Mekanisme kerja pektin adalah pektin mampu mengikat kolesterol yang terdapat pada system pencernaan, sehingga mencegahnya untuk diserap menuju aliran darah. Semakin tinggi viskositas pektin, maka akan semakin efektif didalam menyerap kolesterol. Pektin dengan viskositas yang tinggi akan menurunkan kadar kolesterol dengan cara meningkatkan eksresi asam empedu feses dan sterol netral. Pektin yang memiliki viskositas tinggi tersebut akan berperan dalam membentuk misela dan asam empedu dengan laju difusi rendah melalui bolus untuk mengikat kolesterol pada saluran perncernaan (Sharma et al., 2006). Berdasarkan hal itu, penulis mengusulkan pemanfaatan tepung sagu untuk mengetahui khasiatnya dalam menurunkan kadar kolesterol total pada mencit. 1.2. Rumusan masalah Pemanfaatan tanaman sagu menjadi suatu produk olahan pangan fungsional bernilai tinggi masih sangat terbatas. Padahal tanaman sagu memiliki kandungan karbohidrat terutama kandungan pektin cukup tinggi yang potensial untuk dikembangkan dalam pengobatan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah tepung sagu memiliki efektivitas penurunan kadar kolesterol total darah? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Mengetahui efektivitas tepung sagu dalam menurunkan kadar kolesterol total darah. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Bagi Penelitian Sebagai sarana mengamplikasikan ilmu yang di peroleh selama perkuliahan dalam hal pengembangan farmasi dan makanan, khususnya dalam bidang pengobatan dengan memanfaatkan bahan alam 1.4.2. Bagi Institusi Sebagai referensi mengenai efektifitas senyawa pektin dalam tanaman sagu sebagai produk pangan untuk pengobatan tinggi kolesterol. 1.4.3. Bagi Masyarakat Sebagai sumber informatika dalam upaya peningkatan nilai ekonomi tanaman sagu yang menjadi produk pangan kesehatan, dan sebagai informasi dalam upaya mengatasi penyakit yang di timbulkan akibat tinggi nya kolesterol. 1.5 Asumsi Penelitian Adapun asumsi penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.5.1 Tepung sagu memiliki kandungan pektin 1.5.2 Pektin berkhasiat menurunkan kadar kolesterol 1.5.3 Pengujian penurunan kolesterol dapat dilakukan pada Mencit jantan (Mus Musculus) 1.5.4 Kondisi hiperkolesterolemia dapat dicapai melalui pemberian kuning telur 1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1.6.1 Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah persiapan tepung sagu, kemudian persiapan mencit hiperkolesterol. Tepung sagu ini akan diberikan pada mencit yang telah hiperkolesterol untuk mengetahui efektivitas tepung sagu untuk penurunan kadar kolesterol. 1.6.2 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1. Tidak dilakukan kalibrasi alat pengecekan kolesterol 2. Penentuan kadar kolesterol menggunakan kolesterol meter 3. Tidak dilakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa pektin yang terdapat pada tepung sagu 1.7 Definisi Istilah 1. Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) merupakan tanaman yang dapat tumbuh atau hidup di rawa, payau, atau yang sering tergenang air. Sagu memiliki kandungan Senyawa pektin yang relative tinggi. 2. Pektin merupakan polisakarida kompleks yang terdapat dalam dinding sel tumbuhan atau segolongan polimer heterosakarida yang di peroleh dari dinding sel tumbuhan (Henri Bracannot, 1825). 3. Ektrak adalah sediaan kering kental, atau cair yang dibuat dengan menyaring simplisia atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Simplisia ini merupakan bahan alami yang dipergunakan sebgai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga. 4. Kolesterol adalah metabolit yang mengandung lemak sterol yang ditemukan pada membran sel dan disirkulasikan dalam plasma darah. 5. Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil dan berwarna putih. Merupakan hewan pengerat yang termasuk dalam kelompok mamalia. Berat badan 20-40 g mencit percobaan (laboratorium) dikembangkan dari mencit, melaui proses seleksi. Sekarang mencit juga dikembangkan sebagai hewan peliharaan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sagu Sagu (Metroxylon sago Rottb) termasuk tumbuhan monokotil dari famili Palmae, marga Metroxylon dan ordo Spadiciflorae (Ruddie et al., 1976) dalam Haryanto dan Pangloli (1992). Metroxylon berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata, yaitu Metra berarti isi batang atau empelur dan xylon yang berarti xylem (Flach, 1977). Sagu tumbuh dalam bentuk rumpun. Setiap rumpun terdiri atas 1- 8 batang sagu, pada setiap pangkal tumbuh 5-7 batang anakan. Pada kondisi liar rumpun sagu akan melebar dengan jumlah anakan yang banyak dalam berbagai tingkat pertumbuhan (Harsanto, 1985). Lebih lanjut Flach (1983) menyatakan bahwa sagu tumbuh berkelompok membentuk rumpun mulai dari anakan sampai tingkat pohon. Tajuk pohon terbentuk dari pelepah yang berdaun sirip dengan tinggi pohon dewasa berkisar antara 8-17 meter tergantung dari jenis dan tempat tumbuhnya 2.2. Klasifikasi dan Morfologi Sagu Gambar 2.1 Tanaman Sagu (Metroxylon Sago Rottb) Regnum :Plantae Divisio :Spermatophyta Sub division :Angiospermae Classic :Dicotyledoneae Ordo :Arecales Familia :Arecaceae Genus :Metrosylon Species :Metroxylon sago Tanaman sagu (Gambar 2.1) tergolong tanaman monokotil, batangnya kasar, dan tidak bercabang. Daunnya merupakan daun majemuk, pelepah merupakan tempat tumbuh daun. Pertulangan daun menyirip (penninervis). Merupakan tumbuhan tidak berbunga. Batangnya merupakan tempat menyimpan cadangan makanan berupa pati atau amilum. Batang sagu merupakan bagian terpenting karena merupakan gudang penyimpanan aci atau karbohidrat yang lingkup penggunaannya dalam industri sangat luas, seperti industri pangan, pakan, alkohol dan bermacam-macam industri lainnya (Haryanto dan Pangloli, 1992). Batang sagu berbentuk silinder yang tingginya dari permukaaan tanah sampai pangkal bunga berkisar 10-15 meter, dengan diameter batang pada bagian bawah dapat mencapai 35 samapi 50 cm (Harsanto, 1986), bahakan dapat mencapai 80 sampai 90 cm (Haryanto dan Pangloli, 1992). Umumnya diameter batang bagian bawah agak lebih besar daripada bagian atas, dan batang bagian bawah umumnya menagndung pati lebih tinggi daripada bagian atas (Manuputty, 1954 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992) Pada waktu panen berat batang sagu dapat mencapai lebih dari dari 1 ton, kandungan acinya berkisar antara 15 sampai 30 persesn (berat basa), sehingga satu pohon sagu mampu menghasilkan 150 sampai 300 kg aci basah (Harsanto, 1986; Haryanto danPangloli, 1992). Daun sagu berbentuk memanjang (lanceolatus), agak lebar dan berinduk tulang daun di tengah, bertangkai daun dimana antara tangkai daun dengan lebar daun terdapat ruas yang mudah dipatahkan (Harsanto, 1986). Daun sagu mirip dengan daun kelapa mempunyai pelepah yang menyerupai daun pinang. Pada waktu muda, pelepah tersusun secara berlapism tetapi setelah dewasa terlepas dan melekat sendiri-sendiri pada ruas batang (Harsanto, 1986; Haryanto dan Pangloli, 1992). Menurut Flach (1983) dalam Haryanto dan Pangloli (1992) menyatakan bahwa sagu yang tumbuh pada tanah liat dengan penyinaran yang baik, pada umur dewasa memiliki 18 tangkai daun yang panjangnya sekitar 5 sampai 7 meter. Dalam setiap tangkai sekitar 50 pasang daun yang panjangnya bervariasi antara 60 cm sampai 180 cm dan lebarnya sekitar 5 cm. Pada waktu muda daun sagu berwarna hijau muda yang berangsur-angsur berubah menjadi hijau tua, kemudian berubah lagi menjadi coklat kemerah-merahan apabila sudah tua dan matang. Tangkai daun yang sudah tua akan lepas dari batang (Harsanto, 1986). Tanaman sagu berbunga dan berbuah pada umur sekitar 10 sampai 15 tahun, tergantung jenis dan kondisi pertumbuhannya dan sesudah itu pohon akan mati (Brautlecht, 1953 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992). Flach (1977) menyatakan bahwa awal fase berbunga ditandai dengan keluarnya daun bendera yang ukurannya lebih pendek daripada daun-daun sebelumnya. Bunga sagu merupakan bunga majemuk yang keluar dari ujung atau pucuk batang sagu, berwarna merah kecoklatan seperti karat (Manuputty, 1954 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992). Dijelaskan bahwa pada cabang tersier terdapat sepasang bunga jantan dan betina, namun bunga jantan mengeluarkan tepung sari sebelum bunga betina terbuka atau mekar. Oleh karena itu diduga bahwa tanaman sagu adalah tanaman yang menyerbuk silang, sehingga bilamana tanaman ini tumbuh soliter jarang sekali membentuk buah. Bilamana sagu tidak segera ditebang pada saat berbunga maka bunga akan membentuk buah. Buah bulat kecil, bersisik dan berwarna coklat kekuningan, tersusun pada tandan mirip buah kelapa (Harsanto, 1986). Waktu antara bunga mulai muncul sampai fase pembentukan buah diduga berlangsung sekitar dua tahun (Haryanto dan Pangloli, 1992). Komposisi kimia dalam setiap 100 gram aci sagu terdiri dari 355 kal kalori, 0,7 gr protein, 0,2 gr lemak, 84,7 gr karbohidrat, 14 gr air, 13 mg fosfor, 11 mg kalsium, 1,5 gr besi (Haryanto dan Philipus, 1992), serta 0,5 gram serat dan lemak, karoten, tiamin, dan asam askorbat dalam jumlah sangat kecil (http://id.wikipedia.org/). Menurut Wiranatakusumah dkk (1986) pati sagu mengandung sekitar 27 persen amilosa dan sekitar 73 persen amilopektin. Rasio amilosa akan mempengaruhi sifat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap lebih banyak air (higroskopis). Sebagai sumber energi, sagu setara dengan beras, jagung, singkong, kentang, dan tepung terigu. Demikian pula kadar karbohidratnya, setara pula dengan yang terdapat pada tepung beras, singkong, dan kentang. Dibandingkan dengan tepung jagung dan tepung terigu, kandungan karbohidrat tepung sagu relatif lebih tinggi. Sayangnya, sagu termasuk bahan pangan yang sangat miskin akan protein. Kandungan protein tepung sagu, jauh lebih rendah dari tepung beras, jagung, dan terigu. Ditinjau dari kadar vitamin dan mineral pun, sagu memiliki kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan makanan pokok lainnya. Menyadari potensi gizi sagu yang tidak selengkap dan sebaik bahan makanan pokok lain, sagu harus dikonsumsi bersama-sama dengan bahan lain yang lebih baik kadar gizinya. Konsep diversifikasi konsumsi pangan seperti itulah yang telah dipraktikkan oleh masyarakat tradisional Maluku dan Papua. Mereka mengombinasikan sagu dengan ikan (sebagai sumber protein) dan berbagai sayuran (sebagai sumber vitamin, mineral, antioksidan, dan serat pangan) (Made Astawan, dalam 2011, http://banjarmasinpost.co.id). sagu juga mempunyai beberapa manfaat yang baik bagi tubuh. Diantaranya adalah tidak cepat meningkatkan kadar glukosa dalam darah sehingga cukup aman dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus. Serat pangan pada sagu memiliki zat yang bisa berfungsi sebagai pre-biotik, menjaga mikroflora usus, meningkatkan kekebalan tubuh, mengurangi resiko terjadinya kanker usus, mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru, mengurangi kegemukan, mempermudah buang air besar. Sagu juga sering dikonsumsi bagi yang sedang diet karena dapat memberikan efek mengenyangkan, tetapi tidak menyebabkan gemuk. 2.3 Pektin Pektin adalah suatu senyawa heteropolisakarida yang secara umum terdapat pada dinding sel primer tanaman, khususnya pada sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa. Senyawa pektin dapat berfugsi sebagai perekat antara dinding sel ang satu dengan lainnya. Pektin pertama kali disolasi (Henori Bracanot, 1825). Jumlah struktur dan komposisi kimia dari senyawa pektin berbeda-beda pada setiap jenis tumbuhan dan bagian dari tumbuhan itu sendiri. Pektin merupakan bagian diet dari manusia, yaitu merupakan serat yang larut dalam air (Srivantava dan Malviya, 2011). 2.2.1 Sifat Kimia Pektin Ditinjau dari sifat fisika pektin dapat bersifat koloid reversibel, yaitu dapat dilarutkan dalam air, diendapkan, dikeringkan dan dilarutkan kembali tanpa perubahan sifat fisiknya. Pada penambahan air, pada pektin kering akan terbentuk gumpalan seperti pasta yang kemudian menjadi larutan. Proses tersebut dapat dipercepat dengan ekstraksi dan penambahan gula. Larutan pektin yang berupa larutan koloid bereaksi asam terhadap lakmus, tidak larut dalam alcohol dan dalam pelarut organik lainnya seperi metanol, aseton, atau propanol. Kelarutan pektin akan meningkat dengan derajat esterifikasi dan turunnya berat molekul. Semakin mudah pektin larut dalam air maka akan semakin mudah untuk mengendapkannya dengan suatu elektrolit. Larutan dari pektin bersifat asam karena adanya gugus karboksilat. Pemanasan dengan asam akan menyebabkan hidrolisis gugus ester metil, seperti halnya hidrolisa ikatan glikosida yang akhirnya menjadi asam galakturonat (Cruess,1988). 2.2.2 Mekanisme pektin sebagai penurun kolesterol Polisakarida termasuk pektin bekerja pada saluran pencernaan menurunkan kolesterol darah. Penurunan ini diperoleh dengan cara menurukan absorbsi kolesterol atau asam lemak (Marlet JA, 1994 anderson Jw, 1984). Untuk itu tikus diberi makan diet dengan kandungan pektin 20 g/100g pakan selama 21 hari (Bellinda, 1999). 2.4 Kolesterol 2.3.1 Pengertian Kolesterol adalah sejenis lemak berwarna putih yang tidak berbau yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.Terdiri dari zat-zat yang disebut lipida (lemak yang tidak larut dalam air).Setiap sel di dalam tubuh dibungkus dengan selaput pelindung yang sebagian terdiri dari kolesterol.Oleh karena itu, kolesterol itu begitu penting maka tubuh kita memproduksinya agar kebutuhan tubuh selalu siap sedia. Kolesterol itu juga digunakan dalam pembuatan empedu sejenis cairan berwarna kehijau-hijauan yang dihasilkan oleh hati dan disimpan di dalam kantong empedu.Empedu bertindak sebagai pelarut (emulsifier), memecahkan lemak dalam bentuk kecil agar bercampur dengan ensima yang mencerna lemak itu.Apabila lemak tesebut sudah dicerna, maka empedu menolong tubuh menyerapnya.Adanya empedu dalam usus sangat dibutuhkan sebelum kolesterol diserap dari makanan (Mayasari, 2010). Adanya kolesterol di dalam darah diukur secara mg/dl atau miligram per desiliter. Apabila kadar kolesterol terbaca 160 itu artinya 160 miligram kolesterol tinggal di dalam darah. Kolesterol yang tinggi dapat menjadi penyebab utama penyakit jantung dan atherosclerosis (Mayasari, 2010). Sebenarnya kebutuhan kolesterol di dalam tubuh dapat dicukupi sendiri tanpa menambahnya dari asupan makanan. Tubuh dapat menerima kolesterol dari luar dan membuatnya seimbang kalau jumlahnya tidak terlalu banyak, akan tetapi jika jumlahnya melebihi batas, maka kelebihannya itu akan menumpuk di dalam tubuh atau darah. Kelebihan ini akan menyumbat sistem tubuh (Mayasari S, 2010). Gambar 2.2 Sruktur Umum kolesterol Secara alamiah diperkirakan dua per tiga dari seluruh kolesterol yang ada dalam tubuh diproduksi oleh hati atau lever.Jadi, sepertiga dari seluruh kolesterol dalam tubuh diserap oleh sistem pencernaan dari makanan yang dikonsumsi.Hati menghasilkan sekitar 1 gram kolesterol setiap hari.Namun demikian, semua tubuh mampu membuatnya. Sejumlah kecil kolesterol (0,3 gram/hari) diserap dari usus. Diet yang tinggi kandungan tinggi kandungan lemaknya membuat tubuh lebih banyak menghasilkan kolestrol dan tingkat kolesterol darahpun menjadi naik.Kolesterol menebar ke seleruh tubuh setelah dibentuk oleh hati. Begitu kolesterol dan trigliserida (molekul lemak yang berfungsi menyediakan energi bagi tubuh) dicerna, keduanya terikat ke dalam suatu ikatan yang kemudian akan terbawa ke berbagai tempat di seluruh jaringan tubuh melalui darah. Di dalam tubuh, kolesterol digunakan untuk membangun dinding sel dab nenperoduksi hormon. 2.3.2 Jenis Kolesterol 2.3.2.1 Kolesterol LDL Low Density Lipoprotein (LDL) mengandung paling banyak kolesterol dari semua lipoprotein dan merupakan pengiriman kolesterol utama dalam darah. Sel-sel tubuh memerlukan kolesterol untuk bias tumbuh dan berkembang secara semestinya. Sel-sel ini memperoleh kolesterol dari LDL. Walaupun demikian, jumlah kolesterol yang bias diserap sebuah sel ada batasnya. Oleh karena itu, orang yang mengonsumsi banyak lemak jenuh akan memiliki kadar LDL tinggi di dalam darah. Manfaat memeriksa LDL adalah bila angka total kolesterol ada pada ambang batas tinggi sehingga perlu dievaluasi lebih lanjut apakah hal itu disebabkan oleh LDL yang tinggi ataukah HDL yang tinggi. Sebagian besar (7080)% kasus kenyataan di atas disebabkan oleh LDL yang tinggi. Sebaliknya, bila hal itu disebabkan oleh angka HDL yang tinggi dan LDL rendah maka kondisinya dinyatakan baik. Setiap faktor yang meningkatkan timbulnya penyakit disebut sebagai faktor risiko. Adapun beberapa risiko yang mempengaruhi kadar kolesterol adalah sebagai berikut: 1. Obesitas dan kurang aktivitas Kelebihan berat badan meningkatkan risiko terjadinya arterosklerosis dengan berbagai cara. Orang dengan berat badan berlebih cenderung mempunyai kadar kolesterol dan lemak yang lebih tinggi dalam darah serta jumlah HDL yang rendah. Peningkatan berat badan pada usia separuh baya, terutama pria, akan sangat berbahaya. Mereka yang tidak bisa mempertahakan kerampingan tubuhnya sejak 20-30 tahun dan membiarkan berat badannya bertambah, cenderung mempunyai kadar kolesterol dan tekanan darah yang tinggi. 2. Diabetes mellitus Pada kasus diabetes mellitus, produksi insulin oleh pankreas berkurang atau mungkin terhenti sama sekali. Oleh karena itu, kadar gula dalam darahmeningkat hingga melampaui batas sesudah makan. Selain gangguan metabolisme gula, konversi lemak oleh tubuh juga terganggu sehingga menyebabkan kadar lemak dalam arah meningkat. Bagi penderita diabetes, kenaikan kadar lemak darah akan meningkat risiko PJK yang disebabkan oleh atherosklerosis. Dengan demikian, sangat penting bagi penderita untuk mengontrol gula darah. 3. Stres Stres bisa meningkatkan pengeluaran hormon stres oleh tubuh yang berakibat naiknya tekanan darah. Stres juga mendorong seorang untuk membentuk kebiasaan merugikan bahkan merusak, seperti minum alkohol berlebih, merokok, dan makan tidak teratur. 4. Keturunan Faktor genetik sekitar 80% dari kolesterol di dalam darah diproduksi oleh tubuh sendiri. Ada sebagaian orang meskipun hanya sedikit saja mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol atau lemak jenuh tetapi tubuh tetap saja memproduksi kolesterol lebih bahyak. 5. Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan faktor penyebab kolesterol tinggi.Sebelum menopause, wanita cenderung memiliki kolesterol rendah dibanding laki-laki. Tetapi setelah menopause produksi kolesterol pada wanita cenderung meningkat. 2.3.3 Pengobatan Kadar Kolesterol Tinggi 2.3.3.1 Pengobatan medis Mencegah terjadinya peningkatan lemak dalam darah merupakan upaya menuntut agar seseorang dapat bekerja sama dengan dokter dalam mengetahui sejauh mana batas kadar kolesterol yang dimiliki telah mengganggu kesehatan jantung bahkan seluruh tubuh. Golongan obat penurun kadar kolesterol dalam darah diantaranya adalah obat yang mengikat asam empedu dalam usus, obat yang mengurangi produksi kolesterol dalam hati, dan golongan obat yang merangsang konversi kolesterol dan lemak di dalam hati maupun jaringan lemak (Mayasari, 2010). Beberapa jenis obat penurun kadar kolesterol, antara lain sebagai berikut: 1. Menurunkan kadar LDL : statin, resin, niasin dan gemfibrozil 2. Menaikkan kadar HDL : niasin dan fibrates 3. Menurunkan kadar trigliserida: fibrates, niasin dan atrovastatin Selain penggunaan obat-obatan kimia diatas, sering juga digunakan suplemen dan vitamin dalam usaha memperbaiki kadar kolesterol. Diantaranya adalah antioksidan, vitamin C dan E, minyak ikan dan omega 3 (Mayasari, 2010). 2.3.3.2 Pengobatan Non Medis Pengobatan kolesterol tinggi dapat pula dilakukan secara non-medis. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kolesterol, antara lain: 1. Mengatur menu Pengaturan menu dengan tujuan untuk mengubah pola makan dan kebiasaan hidup. Mengubah pola makan dan kebiasaan hidup dapat dilakukan dengan mengkonsumsi makan seimbang, menurunkan asupan lemak, merubah cara memasak makan bukan dengan menggoreng tetapi dengan merebus, mengukus dan membakar tanpa minyak atau mentega. Hal ini merupakan jalan untuk menurunkan jumlah kolesterol dalam darah ke kadar yang relatif aman (Nilawati dkk, 2008). 2. Olahraga Olahraga secara tertatur dapat meningkatkan pembakaran lemak dan kolesterol. Berolahraga keras bias meningkatkan jumlah HDL sampai 20-30%. Apabila kita berhenti berolahragamaka kadar HDLdan kolesterol dengan cepat akan lmbali ke kadar semula. Oleh karena itu, perlu latihan secara teratur untuk memperbaiki kadar kolesterol dalam tubuh (Nilawati dkk, 2008). 2.5 Pengujian In-vivo Pengujian secara in vivo merupakan model pengujian menggunakan hewan percobaan, yaitu hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam mempelajari dan mengembangkan berbagai bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Penggunaan hewan percobaan banyak dilakukan dalam bidang fisiologi, farmakologi, biokimia, patologi, komperatif zoologi, dan ekologi dalam arti luas. Hewan yang digunakan sebagai hewan percobaan ini antara lain kelinci, marmot, hamster, mencit, dan tikus (Malole dan Pramono 1989). 2.6 Mencit Mencit atau mice memiliki nama ilmiah Mus musculus. Hewan ini aktif pada malam hari dan bersifat fotofobia atau takut cahaya. Hewan ini sangat penakut dan mudah mengalami depresi sehingga ditepatkan secara berkelompok dalam kotak atau wadah terbuat dari plastic atau logam yang berisi sekam padi sebagai tempat bersembunyi. Masa hidup mencit sampai 3 tahun dengan masa kehamilan adalah 19-21 hari. Anak mencit lepas menyusui induknya setelah berunur 35 hari. Agar mencit tidak rentan terhadap penyakit atau infeksi maka sebaiknya dilakukan imunisasi melalui usus atau kandung kemih telurnya sampai umur 17 hari. Mencit jantan dewasa sehat dan normal mempunyai bobot badan 20-40 g, sedangkan mencit betina adalah 18-35 g. Untuk mencit obesitas diketahui jika berat badannya lebih 20% dari berat normalnya. Air minumnya diusahakan memiliki pH 2,0 dengan cara penambahan HCl 2ml/3 lt air. Dalam sehari mencit dapat menghabiskan 4-8 ml air minum. Komposisi makanan mencit terdiri dari tepung jagung, kacang hijau, tepung terigu, tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung tulang CaCO3 atau kapur, vitamin 1% dan protein 20% serta mineral. Salah satu persyaratan atau kriteria agar mencit dapat digunakan untuk uji farnakologik adalah sehat. Mencit dikatakan sehat apabila, selama masa adptasi lingkungan 1-2 minggu maka bobot mencit tidak boleh berkurang 10%. bulu mencit sehat tampak bersih, halus dan mengkilat; bola mata tampak kemerahan dan jernih. hidung dan mulut tidak berlendir atau mengeluarkan air liur terus – menerus kosistensi feses normal dan padat, tidak cair atau diare; hewan tampak aktif dan selalu bergerak ingin tahu. Tabel 2.1 Data biologik normal - Konsumsi pakan per hari 5 g (umur 8 minggu) - Konsumsi air minum per hari 6,7 ml (umur 8 minggu) - Diet protein 20-25% - Ekskresi urine per hari 0,5-1 ml - lama hidup 1,5 tahun - Bobot badan dewasa - Jantan - Betina 25-40 g 20-40 g - Bobot lahir 1-1,5 g - Dewasa kelamin (jantan=betina) - Siklus estrus (menstruasi) 28-49 hari - Umur sapih 4-5 hari (polyestrus) - Mulai makan pakan kering 21 hari - Rasio kawin 10 hari - Jumlah kromosom 1 jantan – 3 betina - Suhu rektal 40 - Laju respirasi 37,5oC - Denyut jantung 163 x/mn - Pengambilan darah maksimum 310 – 840 x/mn - Jumlah sel darah merah (Erytrocyt) 7,7 ml/Kg - Kadar haemoglobin(Hb) 8,7 – 10,5 X 106 / μl - Pack Cell Volume (PCV) 13,4 g/dl - Jumlah sel darah putih (Leucocyte) 44% 8,4 X 103 /μl (Sumber: Eryca Ayu. 2013) a. Cara handling Untuk memegang mencit yang akan diperlakukan (baik pemberian obat maupun pengambilan darah) maka diperlukan cara-cara yang khusus sehingga mempermudah cara perlakuannya. Secara alamiah mencit denderung menggigit bila mendapat sedikit perlakuan kasar. Pengambilan mencit dari kandang dilakukan dengan mengambil ekornya kemudian mencit ditaruh pada kawat kasa dan ekornya sedikit ditarik. Cubit kulit bagian belakang kepala dan jepit ekornya. Gambar 2.3 Cara Memegang Mencit Disamping itu secara komersial telah diproduksi sebuah alat untuk menghandel hewan laboratoium (mencit/tikus) dengan berbagai ukuran, sehingga memudahkan peneliti untuk mengambil darah atau perlakuan lainnya Gambar 2.4 Alat Alat untuk penanganan hewan laboratorium khusus hewan pengerat b. Penandaan (identifikasi) hewan laboratorium. Beberapa cara penandaan hewan lab. Dilakukan untuk mengetahui kelompok hewan yang diperlakukan berbeda dengan kelompok lain. Penandaan ini dapat dilakukan secara permanen untuk penelitian jangka panjang (kronis), sehingga tanda tersebut tidak mudah hilang. Yaitu : dengan ear tag (anting bernomor), tatoo pada ekor, melubangi daun telinga dan elektronik transponder. c. Pemberian obat pada hewan percobaan secara oral Pemberian obat dalam bentuk suspensi, larutan atau emulsi, kepada mencit dilakukan dengan jarum suntik yang ujungnya tumpul (bentuk bola/kanulla).Kanulla ini dimasukkan ke dalam mulut, kemudian perlahan-lahan dimasukkan melalui tepi langit-langit ke belakang sampai esophagus.Volume maksimum untuk pemberian peroral pada tikus adalah 1 ml (Mayasari, 2010). d. Pengambilan darah melalui intravena Untuk pengambilan darah, dilakukan melalui intravena.Penyuntikan dilakukan pada vena ekor menggunakan jarum no.24.mencit dimasukkan ke dalam tabung pas badan (perangkap) dimana hewan tidak dapat berputar.Tabung dibuat berlubang agar ekor dapat dikeluarkan. Sebelum penyuntikan, ekor dicelupkan ke dalam air hangat atau digosok dengan pelarut organik seperti aseton atau eter untuk mendilatasi vena guna mempermudah penyuntikan.Bila jarum suntik tidak masuk ke vena, terasa ada tahanan, jaringan ikat sekitar daerah penyuntikan memutih dan bila piston alat suntik ditarik, tidak ada darah yang mengalir ke dalamnya.Dalam keadaan dimana harus dilakukan penyuntikan berulang, penyuntikan dimulai dari daerah distal ekor (Mayasari, 2010). Untuk menghitung dosis yang digunakan untuk hewan uji terdapat perhitungan tersendiri konversi dosis berdasarkan perbandingan luas permukaan binatang. Tabel 2.2 Konversi dosis berdasarkan perbandingan luas permukaan binatang 20 mencit 20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2,0 kg 4,0 kg 70,0 kg tikus marmot kelinci kucing kera manusia g 1,0 7,0 12,29 27,8 29,7 6,1 387,9 g 0,14 1,0 1,74 3,0 4,2 9,2 56,0 g 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 31,5 mencit 200 tikus 400 marmot 1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 14,2 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 13,0 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 6,1 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1 0,18 0,031 0,07 0,013 0,16 1,0 kelinci 2,0 kg 0,03 kucing 4,0 kg 0.016 kera 12,0 kg 0,008 Anjing 70,0 kg 0,0026 manusia (sumber: Eryca Ayu. 2013) Cara perhitungan dosis : Bila diinginkan dosis absolut pada manusia 70 kg dari dosis 10 mg per kg maka dihitung terlebih dari dosis absolut pada kera (4,0 kg) yaitu 4,0 kg x 10 mg/kg = 40 mg. Kemudian mengambil faktor konversi 3,1 dari tabel, diperoleh dosis untuk anjing 40 x 3,1 = 124 mg. Dengan demikian dapat diramalkan efek farmakologi suatu obat yang timbul pada manusia dengan dosis 124 mg/70 kg BB adalah sama dengan yang timbul pada anjing dengan dosis 120 mg/12 kg BB dari suatu obat yang sama (Eryca Ayu. 2013) 2.7 Kerangka Konsep Indonesia adalah Negara tropis yang didalamnya memiliki berbagai macam bentuk tanaman dan memiliki banyak khasiat di dalamnya. Salah satunya adalah tepung sagu. Banyak masyarakat Indonesia khususnya Papua dan maluku yang membudidayakan tanaman ini karena tanaman ini sebagai bahan pokok pangan. Tetapi masyarakat suku papua dan Maluku hanya menjadikan bahan olahan pangan seperti papeda, sagu sinoli, bagea, dan sagu kering, sehingga perlu adanya penelitian untuk meningkatkan nilai guna sagu. Menurut penelitian sebelumnya tanaman sagu memiliki komponen gizi yang sangat baik bagi tubuh karena mempunyai kandungan pati yang tinggi. Menurut (Wiranatakusumah dkk, 1986) pati sagu mengandung sekitar 27 persen amilosa dan sekitar 73 persen amilopektin, tetapi miskin akan kandungan lainnya. Pektin terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol melalui mekanisme menghambat penyerapan kolesterol dan asam amino di usus halus (Marlet et al, 1994; Andarson JW, 1984). Diet menggunakan 20 g pektin/18 tikus selama 21 hari dapat menurunkan kadar kolesterol (Bellinda et al, 1999). Berdasarkan hal tersebut, diusulkan pemanfaatan tepung sagu menjadi diet penurun kolesterol dengan dosis 760 mg/mencit selama 21 hari. Penelitian ini menggunakan hewan uji berupa mencit.Hewan percobaan ini memiliki kemiripan struktur anatomi pada saluran pencernaan yang sangat dekat dengan manusia. Variasi struktur tubuh manusia ditemukan juga pada mencit dalam keadaan normal (Mayasari, 2010), dengan maksud mekanisme kerja antikolesterol mencit sama juga pada manusia. Hewan ini juga mudah diperoleh dan harganya yang terjangkau. Menurut American Heart Association dan US National Institute of Health, asupan kolesterol yang aman tidak lebih dari 300 mg per orang tiap hari (Mayangsari, 2012) untuk asupan kolesterol, hewan uji diberikan kuning telur ayam, dalam 10 gram telur ayam terdapat 2000 mg kandungan kolesterol.Oleh karena itu, untuk mendapat hewan percobaan dengan keadaan hiperlipidemia maka mencit normal diberi pakan tinggi lemak dan kolesterol yaitu kuning telur ayam diberikan peroral. Dosis yang digunakan dua kali dosis aman manusia kemudian dikonversi ke dosis mencit. Sebelum diberikan perlakuan masing mencit diukur kadar kolesterol awal sehingga dapat digunakan sebagai parameter penelitian. Masing-masing mencit diperlakukan sama mulai jenis makanan, minuman dan tempat tinggal, karena dapat membantu hasil penelitian yang lebih teliti. Kemudian mencit diberikan penginduksi berupa kuning telur selama satu minggu lalu diukur kadar kolesterol. Setelah satu minggu, mencit yang sudah diberi penginduksi kolesterol kemudian diukur kadar kolesterolnya, mencit yang memiliki kadar kolesterol darah melebihi batas normal maka diberikan perlakuan sesuai dengan kelompoknya selama satu minggu. Setelah diberikan perlakuan baik tepung sagu selama satu minggu, selanjutnya masing-masing mencit diukur kadar kolesterolnya untuk mengetahui seberapa besar penurunan kadar kolesterol. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan kadar kolesterol ketika diberikan penginduksi berupa pakan dan kuning telur. 2.8 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini yaitu: Tepung sagu memiliki efektivitas sebagai penurun kolesterol pada mencit putih. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan suatu proses dalam perencanaan penelitian dan pelaksanaan penelitian. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam melaksanakan penelitian. Penelitian ini jenis penelitian eksperimen, yaitu dengan membuat tepung sagu lalu diujikan pada mencit untuk melihat keefektivitasannya sebagai penurunan kolesterol untuk diambil kesimpulan. Rancangan penelitian ini meliputi tiga tahapan yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan tahap akhir. Tahap persiapan yang dilakukan yaitu menentukan populasi dan sampel penelitian, menentukan lokasi dan waktu penelitian, serta menghitung kebutuhan bahan dan menimbangnya, kemudian mempersiapkan peralatan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan. Tahap kedua yaitu tahap pelaksanaan meliputi proses pembuatan prosedur dan persiapan alat dan bahan. Pada tahap pelaksanaan ini meliputi pembuatan tepung sagu dengan cara pengeringan lalu penghalusan kemudian di ayak untuk menjadi tepung yang halus dan pemeliharaan mencit serta pengukuran kadar kolesterol. Setelah itu diujikan pada mencit untuk melihat ke efektivitasaannya. Tahap ketiga yaitu tahap akhir. Pada tahap ini adalah pengolahan data, analisis data dan membuat kesimpulan ke efektivitasan tepung sagu sebagai penurunan kolesterol. 3.2. Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah Tepung Sagu (Metroxylon sagu Rottb) yang diambil dari Kabupaten Merauke distrik Sota, Papua. 3.2.2. Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah Tepung Sagu (Metroxylon sagu Rottb) yang diambil dari Kabupaten Merauke distrik Sota, Papua dengan dosis sebanyak 1,9 mg, 3,8 mg dan 5,7 mg.yang diberikan pada mencit sebagai hewan uji untuk penurunan kolesterol. 3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1. Lokasi Penelitian Tahap pembuatan tepung sagu dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Putra Indonesia Malang. Proses uji efektivitas dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Putra Indonesia Malang. 3.3.2. Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dilaksanakan mulai penyusunan proposal bulan Desember 2013 sampai terselesaikannya karya tulis ilmiah ini 3.4 Definisi Operasional Variabel Pada penelitian ini terdapat dua variable, yaitu variabel bebas dan variable terikat. Variable bebas dalam penelitian ini adalah dosis tepung sagu dan variable terikat adalah Penurunan kadar kolesterol total dalam darah mencit. Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur 1. Tepung sagu Tepung sagu dengan Timbangan Hasil Ukuran Rasio 1,9 mg/20g bb, 3,8 analitik (mg) mg/20g bb dan 5,7 mg/20g bb. 2. Penurunan kadar Kadar kolesterol awal Test kolesterol total disbanding dengan kolesterol kadar kolesterol (mg/dl) setelah pemberian kuning setelah perlakuan sagu. peck Rasio telur dan diberi tepung 3.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah semua alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. Peralatan yang digunakan adalah oven, ayakan mesh 80, penyaring bubur sagu, pisau, test pack kolesterol, tempat pengendapan (baskom), jarum sonde, stick kolesterol gelas ukur, dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan adalah batang sagu, NaHSO3, pangan mencit. 3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Persiapan tepung sagu 1. Dalam penelitian ini awalnya dilakukan persiapan alat dan bahan 2. Kemudian siapkan air yang telah dipanaskan sebanyak ±200 mL 3. Setelah air dipanaskan, masukkan 100 g tepung sagu kedalam air tersebut (hal ini untuk dapat melarutkan tepung sagu) 4. Diaduk secara merata agar pectin yang diinginkan dapat terbentuk menjadi jell dan dapat disondekan ke hewan uji 5. Setelah menjadi jell tepung sagu, jell tersebut diambil sesuai perhitungan perlakuan untuk kelompok III, IV dan V dan siap untuk disondekan ke hewan uji. 3.6.2 Rancangan Formula Penentuan tepung sagu untuk hewan uji yaitu berdasarkan hasil konversi dari dosis manusia dewasa (70 kg). Penentuan tingkatan dosis adalah berdasarkan rumus D= n .x (Mayasari, 2010) dimana: D= dosis n= dosis awal x= faktor kali Pengelompokan hewan uji dalam penelitian ini dibagi dalam 5 kelompok dimana: 1. Kelompok I kontrol negatif 2. Kelompok II kontrol positif 3. Kelompok III, IV, dan V ekstrak daun ceremai Setelah didapatkan ekstrak daun ceremai, ekstrak tersebut ditimbang sesuai dosis yang dibutuhkan (dosis III, IV, V,). π·1 Jika berat badan mencit tidak 20 g maka 2π = D2 ππ dimana: D1 = dosis untuk mencit seberat 20 g, D2 = dosis yang dicari, bb = berat badan 3.7 Perhitungan bahan 3.7.1 Perhitungan Dosis Tepung sagu Perhitungan dosis ini dikonversikan dari dosis manusia ke dosis mencit. Untuk 30 g tepung sagu menghasilkan 0,73 g pektin. Dosis untuk mencit 0,73 g x 0,0026 = 0,00189 g = 1,89 mg = 1,9 mg tepung. Sedangkan untuk variasi dosis digunakan perhitungan sebagai berikut: 1. Dosis I D1= n. 1 = 1,9 mg x 1 = 1,9 mg / 20 g bb Pembuatan sediaan: Tepung 1,9 mg pectin dalam 0,25 mL 1,9 mg 0,25 mL = π₯ 100 mL π₯= π₯= 1,9 mg x 100mL 0,25 mL 190 = 760 mg 0,25 mL Ditimbang 760 mg pectin dan dilarutkan dengan air panas add 100 mL Volume penyuntikan: 0,25 mL/ hari. 2. Dosis II D2= n.2 = 1,9 mg x 2 = 3,8mg/ 20g bb Volume Penyuntikan: Sediaan yang tersedia 760 mg/ 100 mL = π₯= 760 mg 100 mL = 3,8mg x 3,8 mg x 100 mL = 0,5 mL/hari 760 mg Ditimbang 760 mg pectin dan dilarutkan dengan air panas add 100 mL Volume penyuntikan: 0,5 mL/ hari. 3. Dosis III D3= n . 3 = 1,9 mg x 3 = 5,7 mg/ 20g bb Volume penyuntikan: Sediaan yang tersedia 760 mg/ 100 mL = π₯= 760 mg 100 mL = 5,7 ππ x 5,7 mg x 100 mL = 0,75mL/ hari 760 mg Ditimbang 760 mg pectin dan dilarutkan dengan air panas add 100 mL Volume penyuntikan: 0,75 mL/ hari. Kelompok yang tidak di berikan tepung sagu yang berfungsi sebagai kontrol : a) Kontrol negatif : Kelompok kontrol negatif adalah kelompok yang tidak diberikan tepung sagu, yang di berikan hanya aquades. b) Kontrol positif Kelompok kontrol positif adalah kelompok yang tidak diberikan tepung sagu, hanya di berikan gemfribozill dengan dosis 300 mg dipakai 2 kali sehari. Dosis ini didapat dari hasil koversi dari konversi dosis manusia ke dosis mencit yaitu 0,0026. 1. Gemfibrozil Gemfibrozil diberikan pada kelompok positif. Dosis pemberian untuk 1 ekor mencit sebanyak: Rumus: Dosis gemfibrosil untuk mencit= Dosis gemfibrosil untuk manusia X faktor konversi manusia ke mencit. 300 mg x 0,0026 = 0,78 mg Gemfibrozil sebanyak 0,78 mg diberikan dalam 0,5 mL larutan. Untuk mempermudah pengambilan, maka diambi 4 kapsul (300 mg x 4 = 1200 mg) ditambahkan aquadest dengan perhitungan sebagai berikut: a Rumus: πΏπΊ = b c 1200 ππ 0,78 ππ = πΏπΊ 0,5 ππΏ πΏπΊ = 1200 mg x 0,5 mL 0,78 mL πΏπΊ = 769,23 ππΏ Keterangan: a = bobot 4 kapsul b = bobot kapsul ke mencit c = Volume penyondean ke Mencit LG (Larutan Gemfibrozil) = jumlah larutan yang diperlukan untuk melarutkan 1200 mg (4 kapsul) gemfibrozil. 2. Kuning telur Asupan kolesterol yang diberikan pada hewan uji adalah: Rumus: Dosis kuning telur untuk mencit= Asupan kolesterol x faktor konversi manusia ke mencit 600 x 0,0026 = 1,56 mg kolesterol setiap hari 10 g KuningTelur = 2000 mg 1,56 mg πΎπ’ππππππππ’π = 10,000 πππ₯ 1,56 = 7,8 ππ πππ ππππππ‘ (20 ππ π΅π΅) 2000 ππ Untuk satu ekor mencit diberi 7,8 mg kuning telur ayam dalam 1 mL volume penyondean. Agar menghindari terjadinya kekurangan pada 15 ekor mencit, maka dibuat larutan sebanyak 20 mL kali lipatnya (1 mL x 7 x 20 = 140 mL). oleh karena itu, untuk membuat larutan kuning telur ayam dalam 20 mL dibutuhkan kuning telur sebanyak: b a Rumus: c = d 7,8 π 1 ππΏ π= π = 140 ππΏ 7,8 π₯ 140 = 1,092 ππ 1 ππ Keterangan: b = bobot kuning telur c = volume penyondean d = volume yang dibutuhkan untuk melarutkan Jadi, untuk membuat larutan kuning telur 140 mL membutuhkan kuning telur sebanyak 1,092 mg. 3.8 Prosedur penelitian Adapun prosedur penelitian dalam pengujian kolesterol eksrak tepung sagu melalui langkah sebagai berikur: 1. Persiapan hewan uji Sebanyak 15 ekor mencit dengan berat rata-rata 20 g, dikelompokkan menjadi 5 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor mencit melalui metode randomisasi. Randomisasi dilakukan sebelum dilakukan perlakuan pada hewan coba. Hal ini bertujuan untuk mengelompokkan, memilih dan memberi kode pada hewan coba yang selanjutnya akan diberi perlakuan. Cara randomisasi dilakukan dengan memiilih secara acak. Penelitian ini terdapat 5 perlakuan atau kelompok mencit dan replikasi sebanyak 3 kali sehingga total penggunaan mencit dalam penelitian ini yaitu 15 mencit. Masing-masing mencit diukur kadar kolesterolnya lalu dicatat. 2. Pengukuran Kadar Kolesterol 1. Sebelum pengambilan darah, ekor tikus dicelupkan ke dalam air hangat atau digosok dengan aseton.Kemudian diambil sampel darah mencit sebanyak ± 1 cc, penyayatan dilakukan pada vena ekor.Dipastikan alat multicheck sudah di stel pada alat cek kolesterol.Sebelum sampel darah siap diteteskan, strip cek kolesterol dipasang pada alat.Sampel darah yang sudah diambil diteteskan pada chip strip 33 cek kolesterol sampai merata pada chip, tunggu hingga 150 detik dan dibaca kadar kolesterolnya.Hasil dimasukkan dalam data. 2. Mencit percobaan kelompok I diberi aquadest dan kelompok II, III, IV, V diberi asupan kolesterol tinggi dengan menggunakan kuning telur ayam, masing-masing kelompok diberi asupan per oral dengan jumlah yang sama, pemberian asupan kolesterol dilaksanakan selama 7 hari berturutturut. 3. Pada hari ke-8 masing-masing mencit diukur kadar kolesterolnya 4. Mulai hari ke-8 kelompok I dan II diberi aquadest dan kelompok III, IV, dan V diberi sampel sesuai dosis yang ditentukan. 5. Perlakuan ini dilakukan selama 7 hari berturut-turut diberikan secara oral kemudian ditest kadar kolesterolnya. 3. Pemberian tepung sagu Pemberian larutan mulai dari hari ke 8 sampai hari ke 14 diberikan berturut-turut. Pemberian larutan dengan tiga dosis yang sudah di tentukan. Dilakukan perlakuan sehari 2x sampai hari yang ke 14. Setelah itu dicek penurunan kadar kolesterol pada mencit yang di berikan dosis setiap 2 hari sekali untuk melihat perbedaan kolesterolnya. Pada kelompok positif dan negatif dilakukan hal yang sama seperti kelompok perlakuan. 3.8 Analisis Data Untuk menganalisis apakah tepung sagu dapat menurunkan kadar kolesterol total digunakan uji statistik menggunakan Analisa Varian (ANAVA) menggunakan program SPSS 15,0. Adapun hipetesisnya adalah sebagai berikut: . Ho :Ketiga dosis memiliki pengaruh yang sama terhadap penurunan kolesterol pada mencit (Mus musculus) Ha :Ketiga dosis memiliki pengaruh yang berbeda secara sgnifikan terhadap penurunan kadar kolesterol pada mencit (Mus musculus). Jika terdapat perbedaan antar kelompok perlakuan, analisis dilanjutkan menggunakan post hock test beda nyata terkecil (BNT). Hasil post hock test dapat menunjukkan konsentrasi tepung sagu yang efektif menurunkan total kolesterol. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Tepung Sagu Organoleptis dari tepung sagu adalah sebagai berkut: Tabel 4.1 Persiapan Tepung Sagu Organoleptis Wujud Kental Warna Merah kecoklatan Bau Khas Rasa Tidak Berasa 4.1.2 Hasil Pengujian Kadar Kolesterol Hewan Uji Hewan uji yang sudah diberi asupan kolesterol selama 7 hari dan kadar kolesterolnya meningkat, perlakuan selanjutnya adalah pemberian tepung sagu 1,9 mg/20g bb, 3,8 mg/20g bb dan 5,7 mg/20g bb. Untuk pemberian tepung sagu dilakukan dalam kurun waktu 7 hari. Selanjutnya, hewan uji tersebut masingmasing diukur kadar kolesterolnya dan dicatat sebagai kadar kolesterol akhir (KK3) yaitu setelah diberikan asupan tepung sagu untuk Kelompok III, IV dan V. sedangkan kontrol (+) diberikan obat gemfibrozil, tetapi untuk kontol (-) diberikan aquadest. Hasil pengukuran kadarkolesterol hewan uji setelah pemberian tepung sagu dapat dilihat pada table berikut. Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kadar Kolesterol Hewan uji Kadar Kolesterol Hewan Uji Setelah Pemberian Sampel Tepung Sagu Perlakuan Mencit Kadar Kadar Kadar Presentasi Kolester Kolesterol Kolesterol penurunan ol Awal Kedua Akhir % (KK1) (KK2) (KK3) Mg/dL Mg/dL Mg/dL Kontrol 1 143 140 138 1,42 Negatif 2 118 113 111 0,56 (Kel. I) 3 120 118 117 1,18 Rata-rata 127 123 122 1,23 Kontrol Positif 1 171 182 170 6,59 (Kel. III) 2 143 153 142 7,19 3 121 131 122 6,87 Rata-rata 145 155 144 6,88 1 123 137 128 6,57 2 94 108 101 6,48 Kel. III : 1,9 mg/20g bb Rata-rata 109 122 111 6,52 Kel.IV: 1 140 156 141 9,62 1,9 mg/20g bb 2 131 151 140 7,28 Rata-rata 135 153 140 8,45 Kel.V: 1 146 162 149 8,02 5,7 mg/20g bb 2 142 159 144 9,43 3 133 153 140 8,50 Rata-rata 140 158 144 8,65 Keterangan: KK1 = Kolesterol hari ke-0 KK2 = kolesterol hari ke-7, saat control (+), kelompok III, IV dan V sudah diberikan Kuning telur. Sedangkan control (-) hanya diberikan aquadest KK3 = setelah diberikan asupan tepung sagu untuk Kelompok III, IV dan V. sedangkan kontrol (+) diberikan obat gemfibrozil, tetapi untuk kontol (-) diberikan aquadest. 4.2 Analisis Data Dari hasil penelitian yang dilakukan, akan dilanjutkan dengan melakukan analisis data, analisis data yang digunakan didalam penelitian ini menggunakan analisis program SPSS ver. 15 Tabel 4.3 Tabel Perhitungan Anova Hipotesis Ho :Ketiga dosis memiliki pengaruh yang sama terhadap penurunan kolesterol pada mencit (Mus musculus) Ha :Ketiga dosis memiliki pengaruh yang berbeda secara sgnifikan terhadap penurunan kadar kolesterol pada mencit (Mus musculus). Dasar Pengambilan Keputusan Jika Fhitung < Ftabel atau probabilitas > 0,05 maka Ho diterima Jika Fhitung > Ftabel atau probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak Fhitung : 50,255 Ftabel : 3,84 Dari pengambilan keputusan didapatkan bahwa Fhitung>Ftabel (50,255 >3,84) maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Kontol positif yang menggunakan obat Gemfribozil, dan ketiga dosis memiliki pengaruh yang berbeda secara signifikan terhadap penurunan kolesterol pada mencit. BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini tentang pemanfaatan tepung sagu sebagai penurun kadar kolesterol pada mencit. Selama ini tepung sagu hanya dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia khususnya bagian Timur sebagai bahan makanan pokok. Tetapi sebenarnya tepung sagu memiliki manfaat yang besar bagi tubuh. Hal ini didasarkan dengan pengalaman empiris masyarakat dimana untuk menurunkan kadar kolesterol dapat menggunakan tepung sagu. Tepung sagu yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari daerah Merauke Irian jaya. Dalam penelitian ini setelah dilakukan pembuatan tepung sagu dilanjutkan dengan uji aktivitas tepung sagu yang diharapkan dapat dijadikan sebagai penurun kadar kolesterol. Dalam uji ini digunakan hewan uji berupa mencit (Mus musculus) yang mempunyai berat badan 20 g dan berjenis kelamin jantan. Hal ini disebabkan kadar metabolisme mencit jantan lebih stabil daripada betina. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar kolesterol awal mencit melebihi batas normal dimana untuk kadar kolesterol normal mencit berkisar antara 26,0 – 82,4 mg/dL. Hal ini dapat dipengaruhi oleh makanan yang diberikan mengandung lemak yang tinggi. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan kadar kolesterol diatas normal maka diberi asupan kuning telur selama 7 hari. Menurut Dionisius, 2011 menyatakan untuk peningkatan kadar kolesterol membutuhkan waktu kurang lebih tujuh hari. Setelah penginduksian kuning telur kemudian hewan uji tersebut dilakukan pengecekan kolesterol untuk kedua kalinya.Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada peningkatan kadar kolesterol pada masing-masing kelompok perlakuan. Data pengecekan tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil sebelumnya untuk mengetahui peningkatan kadar kolesterol. Setelah pemberian asupan kuning telur dan kadar kolesterol hewan uji mengalami peningkatan, maka langkah selanjutnya dilakukan pemmberian sampel tepung sagu. Untuk mencit kelompok II sebagai kontrol positif diberikan obat gemfribozil sebagai penurun kadar kolesterol . Sedangkan untuk kelompok III, IV dan V yang dikenai perlakuan diberi sampel tepung sagu sebesar 1,9 mg/20g bb, 3,8 mg/20g bb dan 5,7 mg/20g bb. Dari data perhitungan dengan menggunakan analisa SPSS dengan metode analisa ANOVA, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok dengan tingkat kepercayaan 95%.Analisa dilanjutkan menggunakan post hock test. Dilihat dari tabel Post hoc test, kelompok II kontrol positif, kelompok III, IV dan V sama-sama memiliki pengaruh yang berbeda secara signifikan terhadap kelompok I, tetapi pada tingkat penurunan kadar kolesterol yang lebih efektif terdapat pada kelompok IV 1,9 mg/20 gbb. Hal ini disebabkan karena semakin besar pemberian tepung sagu maka semakin besar pula efek penurunan kolesterol hewan uji. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tepung sagu pada kelompok IV dapat menurunkan kolesterol seperti kontrol positif yang menggunakan obat gemfribozil. Hal ini dimungkinkan oleh adanya kandungan pektin mampu mengikat kolesterol yang terdapat pada system pencernaan, sehingga mencegahnya untuk diserap menuju aliran darah. Semakin tinggi viskositas pektin, maka akan semakin efektif didalam menyerap kolesterol. Pektin dengan viskositas yang tinggi akan menurunkan kadar kolesterol dengan cara meningkatkan eksresi asam empedu feses dan sterol netral. Pektin yang memiliki viskositas tinggi tersebut akan berperan dalam membentuk misela dan asam empedu dengan laju difusi rendah melalui bolus untuk mengikat kolesterol pada saluran perncernaan (Sharma et al., 2006). BAB VI PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian efektivitas tepung sagu (Metroxylon sago Rottb) sebagai penurun kolesterol pada mencit (Mus musculus) bahwa: 1. Sampel tepung sagu dapat digunakan sebagai penurun kadar kolesterol pada mencit yang telah dikondisikan dalam keadaan hiperkolesterol. 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini tepung sudah memiliki pengaruh yang optimal dalam menurunkan kolesterol. Tetapi untuk pengecekan kolesterol hewan uji dilakukan setiap hari sehingga bias mengetahui profil penurunan kadar kolesterol pada hewan uji. DAFTAR PUSTAKA Hari Sutioso. 2012. Pemanfaatan Pektin yang Diisolasi dari Daun Jambu Biji (Psidium guajaya) Dalam uji In Virto dan In Vivo Penurunan kadar kolesterol. Skripsi tidak dterbikan. Depok Fakultas Universitas Indonesia Departemen Teknik Kimia Depok. M. Rasjad Indra. 2006 Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Ebookpangan.com,. 2006 Sagu Sebagai bahan Pangan. Tarwiyah, Kemal (Ed). 2001. Tepung sagu Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah, Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat Mayasari, Silvia Putri. 2010. Uji Perbedaan Aktivitas Ekstrak Bawang Putih Dan Bawang Lanang Terhadap Penurunan Kadar Kolesterol Darah Pada Mencit Putih. Karya Tulis Ilmiah. Malang: Akademi Farmasi Putra Indonesia Nilawati, Sri dkk. 2008. Care Your Self Kolesterol. Jakarta Ria. 2010. Biokimia (http://iiasukses.blogspot.com/2010/11/tugas-biokimiaa.html) diakses 27 Desember 2012 Atmanegara, Dionisius. 2011. Pengaruh Dosis Pektin Kulit Buah Apel (Malus Sylvestris Mill) Varietas Anna Sebagai Penurun Kadar Kolesterol Pada Mencit Putih Jantan (Mus Musculus). Karya Tulis Ilmiah. Malang: Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang Dini dkk. 2010. Penyebab Kolesterol Tinggi (file:///penyebab-kolesteroltinggi.html) diakses 2 Desember 2012 LAMPIRAN Lampiran 1. Tepung Sagu Tepung Sagu Lampiran 2. Hewan Percobaan Hewan Percobaan Lampiran 3. Perlakuan Hewan Coba Induksi kuning Telur Pemberian Tepung Sagu Lampiran 4. Cara Pengambilan Darah dan Pengukuran Kadar Kolesterol Pengambilan Darah Alat Cek Kollesterol Lampiran 5. Tabel Perhitungan One Way Anova