PERSEPSI PASANGAN USIA MUDA TENTANG KEHAMILAN DI DESA AGEL KECAMATAN JANGKAR KABUPATEN SITUBONDO FARIDATUL ISLAMIYAH NIM. 10002360 Subject : Persepsi, Pasangan Usia Muda, Kehamilan Description : Resiko kehamilan berkurang bila laki-laki berumur 21 tahun dan perempuan berumur 19 tahun ketika menikah. Remaja yang telah menikah menghadapi risiko-risiko kesehatan reproduksi yang lebih besar termasuk kehamilan yang tidak dikehendaki atau kehamilan pada usia muda, kematian ibu, morbiditas maternal. Tujuan penelitian ini mengetahui persepsi pasangan usia muda tentang kehamilan di Desa Agel Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancang bangun penelitian survey. Variabel adalah persepsi pasangan usia muda tentang kehamilan. Populasi dalam penelitian ini seluruh pasangan usia muda sebanyak 23 orang dan sampel sebanyak 23 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling tipe total sampling. Penelitian ini dilakukan di Desa Agel Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo tanggal 24 Mei – 4 Juni 2014. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar kuesioner. Pengolahan data dengan cara editing, coding, scoring, tabulating. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden mempunyai persepsi negatif tentang kehamilan sebanyak 14 responden (60,9%). Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar persepsi negatif ditunjukkan dari banyaknya responden yang beranggapan negatif yaitu wanita yang merasa takut hamil karena takut gemuk. Petugas kesehatan atau bidan diharapkan dapat memberikan konseling kepada pasangan usia muda tentang kehamilan dan membuat poster atau leaflet tentang kehamilan serta memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standart asuhan kebidanan. ABSTRACT The risk of pregnancy is reduced when men aged 21 years old 19 years and women aged get married. Teenagers who have got married face the greater risk of reproductive health including accidental pregnancy or the a young aged pregnancy maternal mortality, maternal morbidity. The purpose of this study is to know the perception of young couples about pregnancy in Agel Jangkar Situbondo. Design of this study is a descriptive with survey. The variable is the perception of young couples about pregnancy. The population of this is all of young couples amount 23 people and the sampling is 23 respondents. The sampling technique used is total sampling with non probability sampling. This research had been conducted in Agel Jangkar Situbondo on May 24 to June 4, 2014. Collecting data uses a questionnaire. The data are processed by editing, coding, scoring, tabulating. The results showed that the average respondents have a negative perception of pregnancy amount 14 respondents (60.5%). Results of research showed that most of respondents have negative perception because they are afraid of pregnant, because of body fat. The health workers or midwives 1 are expected to provide counseling to young couples about pregnancy and make posters or leaflets about pregnancy. Keywords: Perception, Young Couple Age, Pregnancy Contributor : 1. Dyah Siwi H, M.Kes. 2. Fitria Edni Wari, S.Keb.Bd. Date : 20 Juni 2014 Type Material : Laporan Penelitian Permanen link : Right : Open document Summary : LATAR BELAKANG Pernikahan menurut UU Pernikahan No.1 tahun 1974 pasal 7 diijinkan bila lakilaki berumur 19 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Pemerintah mempunyai kebijakan tentang perilaku reproduksi manusia yang ditegaskan pada UU No. 10 tahun 1992 menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan upaya penyelenggaraan keluarga berencana. Resiko kehamilan berkurang bila laki-laki berumur 21 tahun dan perempuan berumur 19 tahun ketika menikah. Pernikahan usia muda masih banyak dilakukan pada kelompok masyarakat tertentu yakni dilakukan bila pria berumur kurang dari 21 tahun dan perempuan kurang dari 19 tahun (Widiastuti, 2009). Fenomena menikah muda ini ternyata banyak menjadi buah bibir dimasyarakat Indonesia. Kebanyak yang membicarakan tentang nikah muda bernada negatif, sehingga semua orang menganggap nikah muda itu juga sesuatu yang negatif. Alasan remaja untuk menikah muda yang terjadi di masyarakat indonesia antara lain: hamil di luar nikah, ikut tren nikah muda, menjaga diri dari fitnah, menikah karena dipaksa orangtua mengangkat strata sosial (Tunsa, 2014). Remaja yang telah menikah ini umumnya memiliki tidak mempunyai pandangan yang cukup banyak mengenai biologi atau penyakit reproduksi. Terlebih lagi, akibat pemaparan mereka yang meningkat terhadap hubungan seksual serta ketidakmatangan fisiologis mereka, remaja yang telah menikah menghadapi risiko-risiko kesehatan reproduksi yang lebih besar termasuk kehamilan yang tidak dikehendaki atau kehamilan pada usia muda, kematian ibu, morbiditas maternal. Remaja yang menikah muda juga berisiko terkena penularan virus HIV dan infeksi saluran reproduksi meski mereka hanya memiliki satu pasangan saja (Prawirohardjo, 2005). Pada tahun 2009, prevalensi tinggi kasus pernikahan pada usia dini tercatat di Nigeria (79%), Kongo (74%), Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%). Negara Amerika Latin dan Karabia, 29% perempuan muda menikah saat mereka berusia 18 tahun. Pernikahan dini lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak lakilaki, sekitar 5% anak laki-laki menikah sebelum mereka berusia 19 tahun (Fadlyana dkk, 2009). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2009 melaporkan bahwa dari 6.341 perempuan usia 15-19 tahun, 12,8% dari mereka sudah menikah dan dari 6.681 perempuan usia 20-24 tahun, 59,2% diantaranya sudah menikah. Usia 15-24 tahun oleh UNFPA dianggap sebagai pemuda dan 15-19 tahun sebagai remaja akhir, sehingga jelas bahwa remaja berdasarkan SDKI 2007 menikah pada usia yang lebih muda. Presentase terbesar kawin muda terdapat pada provinsi Jawa Timur 40,3% dengan rata – rata 35% mengalami resiko maternal (Helfi, 2012). Berdasarkan data indikator makro sosial Kabupaten Situbondo tahun 2012, angka pernikahan usia muda mngalami peningkatan dari 2 tahun ke tahun, pada tahun 2011 sebanyak 21,67% telah menikah di usia 17-18 tahun dan 56,98% telah menikah di usia < 16 tahun dan meningkat pada tahun 2012 sebanyak 25,35% telah menikah di usia 17-18 tahun dan 26,32% telah menikah di usia < 16 tahun (BPS Situbondo, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di desa Agel Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo pada tanggal 1 Mei 2014 kepada 5 pasangan usia muda, didapatkan bahwa 3 orang (60%) yang masih belum memahami tentang proses terjadinya kehamilan, tanda-tanda kehamilan dan tanda bahaya atau komplikasi kehamilan. Sedangkan 2 orang (40%) yang telah memahami tentang kehamilan. Permasalahan kesehatan reproduksi remaja termasuk pernikahan dini di Indonesia masih dijumpai pada daerah pedesaan. Perkawinan dini di pedesaan dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan fisik, ekonomi dan sosial budaya masyarakat (Hanum, 2008). Perempuan yang menikah pada usia dini mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil dan angka kelahiran juga lebih tinggi. Perlunya pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional. Mengatasi angka kelahiran tinggi dan pengendalian jumlah penduduk, BKKBN tahun 2008 meluncurkan program baru yaitu Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) (Muadz dkk, 2008). Dampak-dampak dari pernikahan dini pada kesehatan reproduksi, yaitu ditinjau dari segi kesehatan, perkawinan usia muda meningkatkan angka kematian bayi dan ibu, resiko komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, meningkatkan resiko kanker serviks karena hubungan seksual dilakukan pada saat secara anatomi sel-sel serviks belum matur. Bagi bayi, resiko kejadian kesakitan dan kematian meningkat. Kematangan psikologi juga belum tercapai sehingga mengalami kesulitan mewujudkan keluarga yang berkualitas tinggi. Ditinjau dari segi sosial, dengan pernikahan mengurangi kesempatan melanjutkan pendidikan jenjang tinggi, adanya konflik dalam keluarga membuka peluang untuk mencari pelarian pergaulan di luar rumah, sehingga meningkatkan resiko penggunaan minum alkohol, narkoba dan seks bebas, tingkat perceraian tinggi. Kegagalan keluarga dalam melewati berbagai macam permasalahan meningkatkan resiko perceraian (Widiastuti, 2009). Upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah perkawinan usia muda adalah dengan memberikan penyuluhan oleh petugas kesehatan kepada orang tua dan remaja baik di rumah maupun di sekolah-sekolah. Orang tua diharapkan dapat menjadi panutan yang baik bagi anaknya oleh karena itu orang tua diharapkan tidak memaksakan kehendak pada anaknya, dimana akibat pemaksaan kehendak dapat memperburuk kehidupan anaknya dimasa yang akan datang (Helfi, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pasangan usia muda tentang kehamilan di Desa Agel Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Rancang bangun penelitian dalam penelitian ini adalah survei. Variabel dalam penelitian ini adalah persepsi pasangan usia muda tentang kehamilan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan usia muda di Desa Agel Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo pada bulan Januari - April 2014 sebanyak 23 orang dengan sampel sebanyak 23 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling tipe sampling jenuh (total sampling). Penelitian dilakukan di Desa Agel Kecamatan Jangkar Kabupaten pada tanggal 24 Mei – 4 Juni 2014. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung diambil dari objek penelitian oleh peneliti yang dilakukan dengan membagikan kuesioner untuk memperoleh 3 data persepsi pasangan usia muda tentang kehamilan. Alat ukur atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden berpendidikan dasar (SD) sebanyak 14 responden (60,9%), sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 19 responden (82,6%), rata-rata responden tidak mendapat informasi sebanyak 14 responden (60,9%), rata-rata responden mempunyai persepsi negatif tentang kehamilan sebanyak 14 responden (60,9%). Persepsi yaitu cara pandang terhadap sesuatu atau mengutarakan pemahaman hasil olahan daya pikir, artinya persepsi berkaitan dengan faktor-faktor eksternal yang direspons melalui panca indera, daya ingat dan daya jiwa (Marliany, 2010: 187). Persepsi, pengenalan', penalaran, dan perasaan kadang-kadang disebut variabel psikologis yang muncul di antara rangsangan dan tanggapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain faktor intern (kebutuhan psikologis, latar belakang, pengalaman, kepribadian, sikap dan kepercayaan umum, penerimaan diri) faktor-faktor ekstern (intensitas, ukuran, kontras, gerakan, ulangan, keakraban, sesuatu yang baru) (Sobur, 2011). Rata-rata responden mempunyai persepsi negatif tentang kehamilan, dikarenakan para responden sudah berfikiran negatif terhadap apa yang akan terjadi pada diri mereka setelah hamil seperti bertambah gemuk, kulit menjadi agak hitam dan lain-lain. Kemungkinan alasan yang relevan bagi. Alasan yang paling relevan adalah responden kurang akan informasi tentang kehamilan dikarenakan responden tidak pernah mendapat informasi tentang kehamilan. Persepsi negatif ditunjukkan dari banyaknya responden yang beranggapan negatif pada soal No.10 yaitu wanita yang merasa takut hamil karena takut gemuk. Wanita setelah melahirkan rata-rata akan mengalami kenaikan berat badan dari sebelum hamil. Persepsi responden dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya adalah usia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia >19 tahun sebanyak 23 responden (100%). Umur dapat mempengaruhi seseorang, semakin cukup tingkat pengetahuan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan menerima informasi dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya merupakan akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya (Wawan A, 2010). Banyaknya resiko kehamilan kurang dari perkawinan diijinkan bila laki – laki berumur 21 tahun dan perempuan berumur 19 tahun. Sehingga perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilakukan bila pria kurang dari 21 tahun dan perempuan kurang dari 19 tahun (Addah, 2011). Kebanyakan responden yang mempunyai persepsi negatif adalah responden yang berusia >19 tahun. Umur tersebut merupakan umur cenderung bertahan dengan pemikiran/pendapatnya sendiri, sehingga mereka sulit menerima informasi dari luar tentang kehamilan sehingga responden kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi kehamilannya. Usia yang lebih tua mereka mempunyai persepsi negative dikarenakan mereka kaya akan pengalaman yang menjadikan mereka dapat memilah informasi yang berguna untuk dirinya atau yang merugikan dirinya. Persepsi responden dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya adalah pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden berpendidikan dasar (SD) sebanyak 14 responden (60,9%). Pendidikan merupakan proses pembinaan tingkah laku sehingga di dalam masyarakat pendidikan harus membimbing ke arah suatu kepercayaan yang memberikan dorongan motivasi yang sesuai dengan kecakapan yang diperlukan serta kesempatan untuk 4 berlatih. Pendidikan mempunyai tiga aspek yaitu pembentukan kepribadian, pengembangan ilmu pengetahuan dan pengetrapan ilmu pengetahuan (Notoatmojo, 2008). Menurut Nursalam (2010) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Informasi dari petugas kesehatan maupun kader yang disampaikan melalui kegiatan penyuluhan tentang keluarga berencana bagi bumil di posyandu, maupun kegiatan pelayanan pada sarana kesehatan juga akan dapat memberikan pengetahuan pada masyarakat. Berdasarkan penelitian pendidikan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap persepsi pasangan usia muda tentang kehamilan, sasaran yang berpendidikan menengah dan tinggi akan lebih mudah diberi informasi tentang kehamilan. Responden yang berpendidikan tinggi akan lebih baik dalam cara berfikir maupun dalam dalam bersikap dan berperilakunya. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka makin besar pula responden yang memiliki persepsi positif tentang kehamilan dan akan mempersiapkan semua yang kan dibutuhkan setelah hamil. SIMPULAN Persepsi pasangan usia muda tentang kehamilan di Desa Agel Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo menunjukkan sebagian besar responden mempunyai persepsi negatif tentang kehamilan sebanyak 14 responden (60,9%). REKOMENDASI 1. Bagi Peneliti Diharapkan peneliti menambah pengetahuan lagi tentang persepsi pasangan usia muda tentang kehamilan dan dampak yang ditimbulkan serta penyebab terjadinya pernikahan dini sehingga bisa dijadikan bekal teoritis ketika melakukan penelitian kembali dalam pengabdian di masyarakat. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan atau bidan diharapkan dapat memberikan konseling kepada pasangan usia muda tentang kehamilan dan membuat poster atau leaflet tentang kehamilan serta memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standart asuhan kebidanan 3. Bagi Masyarakat Masyarakat perlu mengetahui tentang kehamilan sehingga dapat dijadikan penambahan atau pegangan pengetahuan pasangan usia muda sehingga dapat mengetahui kehamilan yang sesuai dengan usia ibu. 4. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan Diharapkan dapat menambah sumber kepustakaan atau literatur tentang kehamilan. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan pengelitian dengan melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi pasangan usia muda tentang kehamilan. Alamat Korespondensi : - Alamat rumah : Desa Agel Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo - Email : [email protected] - No. HP : 087712884040 5