63 III. KERANGKA TEORI 3.1. Mobilitas Modal

advertisement
63
III. KERANGKA TEORI
3.1.
Mobilitas Modal
Dalam perekonomian terbuka, pengeluaran suatu negara selama satu tahun
tertentu tidak perlu sama dengan yang dihasilkan dari memproduksi barang dan jasa.
Suatu negara dapat melakukan pengeluaran lebih banyak ketimbang produksinya
dengan meminjam dari luar negeri, atau bisa melakukan pengeluaran lebih kecil dari
produksinya dan memberi pinjaman pada negara lain.
Berdasarkan identitas
perhitungan pendapatan nasional:
Y = C + I + G + NX
................................................................................. (3.1)
dimana:
Y = output
C = konsumsi barang dan jasa
I = investasi dalam barang dan jasa
G = pembelian pemerintah atas barang dan jasa
NX = ekspor neto (ekspor barang dan jasa dikurangi impor barang dan jasa)
dengan mempertimbangkan bahwa Y − C − G adalah tabungan nasional S , jumlah
tabungan perseorangan, Y − T − C , dan tabungan masyarakat T − G , maka
S − I = NX ...................................................................................................(3.2)
dimana:
S − I = arus modal keluar neto
NX = neraca perdagangan
Dalam perekonomian terbuka terdapat hubungan antara tingkat bunga dengan
aliran modal ke mancanegara. Aliran modal keluar neto adalah jumlah dana yang
dipinjamkan investor domestik ke luar negeri dikurangi jumlah dana yang
dipinjamkan investor asing ke domestik.
Ketika tingkat bunga domestik turun,
64
investor domestik merasa meminjamkan ke luar negeri menjadi lebih menarik, dan
investor asing merasa meminjamkan ke domestik menjadi kurang menarik. Dengan
demikian aliran modal keluar neto yang dilambangkan dengan CF memiliki
hubungan negatif dengan tingkat bunga riil domestik, r , yaitu CF = CF (r ) ,
sebagaimana terlihat pada Gambar 6:
Sumber: Mankiw, 2003
Gambar 6 . Hubungan Arus Modal Keluar Neto dengan Tingkat Bunga
Dalam perekonomian terbuka kecil (model Mundell-Fleming) asumsi penting
yang digunakan adalah mobilitas modal (kapital) sempurna, yaitu perekonomian bisa
meminjam atau memberi pinjaman sebanyak yang ia inginkan di pasar keuangan
dunia dan sebagai akibatnya tingkat bunga perekonomian ditentukan oleh tingkat
bunga dunia (Mankiw, 2003) . Dengan asumsi ini berarti bahwa tingkat bunga dalam
perekonomian tersebut = r ditentukan oleh tingkat bunga dunia r*. Secara matematis
asumsi tersebut ditulis sebagai: r = r * . Dengan kondisi bahwa tingkat bunga riil
sama dengan tingkat bunga dunia, maka persamaan (3.2.) di atas menjadi:
−
−
NX = [Y − C (Y − T ) − G ] − I (r*) ..................................................................(3.3.)
65
−
NX = S − I (r*) ............................................................................................(3.4.)
Tingkat bunga dunia diasumsikan tetap secara eksogen dan karena
perekonomian tersebut relatif kecil dibandingkan perekonomian dunia sehingga bisa
meminjam atau memberi pinjaman sebanyak yang ia inginkan di pasar uang dunia
tanpa mempengaruhi tingkat bunga dunia.
Perekonomian terbuka kecil dengan
mobilitas modal sempurna menunjukkan bahwa arus modal dengan bebas masuk dan
keluar dari suatu negara pada tingkat bunga dunia tetap r*. sebagaimana disajikan
pada Gambar 7. Situasi ini akan terjadi jika investor domestik dan asing membeli aset
apapun yang menghasilkan keuntungan tertinggi, dan jika skala perekonomian ini
terlalu kecil untuk mempengaruhi tingkat bunga dunia.
Tingkat bunga dari
perekonomian tersebut akan ditetapkan pada tingkat bunga yang berlaku di pasar uang
dunia.
Sumber: Mankiw, 2003
Gambar 7. Perekonomian Terbuka Kecil dengan Mobilitas Modal Sempurna
Dalam perekonomian terbuka besar, berbeda dari perekonomian terbuka kecil, karena
tingkat bunganya tidak ditetapkan oleh pasar uang dunia. Sebagaimana disebutkan
sebelumnya bahwa terdapat hubungan negatif antara aliran modal keluar neto dengan
66
tingkat bunga. Apabila hubungan ini ditambahkan pada model pendapatan nasional
jangka pendek, maka dalam model tersebut, terdapat tiga persamaan yaitu:
Y = C (Y − T ) +I (r ) +G + NX (e) .................................................................(3.5.)
M / P = L(r , Y ) ...........................................................................................(3.6.)
NX (e) = CF (r ) ..........................................................................................(3.7.)
dengan mensubstitusikan persamaan (3.5.) ke persamaan (3.3.), maka diperoleh:
Y = C (Y − T ) + I (r ) + G + CF (r )
IS , .......................................(3.8.)
M / P = L(r , Y )
LM , ....................................(3.9.)
Persamaan (3.8.) dan (3.9.) di atas mirip dengan persamaan dalam model IS-LM
perekonomian tertutup, namun dengan perbedaan dimana pengeluaran tergantung
pada tingkat bunga. Tingkat bunga yang tinggi akan menurunkan investasi, dan juga
menurunkan aliran modal keluar neto (CF) sehingga menurunkan ekspor neto (NX).
Keterkaitan antara suku bunga, aliran modal keluar neto dengan neraca perdagangan
dan kurs pada perekonomian terbuka besar disajikan pada Gambar 8 berikut. Namun
pada perekonomian terbuka kecil terdapat kasus ekstrim, dimana aliran modal keluar
neto bersifat elastis sempurna pada tingkat bunga dunia. Dalam kasus ekstrim ini,
kurva IS benar-benar datar, sehingga dalam perekonomian terbuka kecil ditunjukkan
dengan posisi kurva IS horizontal.
3.2.
Hubungan Antara Uang, Sukubunga dan Nilai Tukar
Keseimbangan uang riil (M/P) mengukur daya beli dari persediaan uang,
dimana M adalah kuantitas uang dan P adalah harga dari suatu transaksi tertentu.
Berdasarkan teori preferensi likuiditas, dimana tingkat bunga disesuaikan untuk
menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang, maka diasumsikan bahwa
penawaran keseimbangan uang riil tetap, yaitu:
67
Sumber: Mankiw, 2003
Gambar 8. Model Jangka Pendek dari Perekonomian Terbuka Besar
(M / P ) s
−
−
= M / P .....................................................................................(3.10.)
Teori likuiditas juga menegaskan bahwa tingkat bunga adalah salah satu
determinan dari berapa banyak uang yang ingin dipegang orang, sehingga permintaan
terhadap keseimbangan uang riil adalah:
(M / P )d
= L(r ) .........................................................................................(3.11.)
dimana fungsi L( ) menunjukkan bahwa jumlah uang yang diminta tergantung pada
tingkat bunga. Permintaan uang juga dipengaruhi oleh pendapatan, karena ketika
pendapatan tinggi maka pengeluaran juga tinggi sehingga akan lebih banyak transaksi
yang mensyaratkan penggunaan uang.
Hubungan permintaan uang dengan
pendapatan dalam fungsi permintaan uang ditulis sebagai:
( M / P )d
= L(r , Y ) ...............................................................................(3.12.)
68
Kuantitas keseimbangan uang riil yang diminta berhubungan negatif dengan tingkat
bunga dan berhubungan positif dengan pendapatan.
Dengan teori preferensi
likuiditas, dalam jangka pendek, pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan tingkat
bunga yang lebih tinggi, pada tingkat penawaran keseimbangan uang riil (M/Ps)
tertentu.
Kondisi dimana ekspektasi atas imbal hasil simpanan dari dua mata uang
adalah sama disebut kondisi paritas sukubunga (Krugman dan Obstfeld, 2003).
Keseimbangan pasar valuta asing terjadi pada saat simpanan dari seluruh mata uang
memberikan ekspektasi imbal hasil yang sama. Hubungan antara uang, sukubunga
dan nilai tukar dalam jangka pendek, disajikan pada Gambar 9:
Sumber: Krugman dan Obstfeld, 2003
Gambar 9. Keseimbangan pasar uang dan pasar valuta asing
Keseimbangan uang riil domestik akan mempengaruhi suku bunga domestik
(r1) yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai tukar (E1) agar kondisi paritas
69
sukubunga dapat dipertahankan, yaitu titik I1 (pertemuan antara ekspektasi imbal hasil
simpanan dalam mata uang asing dengan imbal hasil simpanan dalam mata uang
domestik).
3.3.
Liberalisasi Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi
Latar belakang liberalisasi keuangan dilandasi pada pemikiran adanya
keterbatasan ruang gerak sektor keuangan di negara-negara berkembang yang
cenderung mengarahkan pembangunan ekonomi ke sektor-sektor strategis, yang
disebut oleh McKinnon dan Shaw sebagai financial repression yang menyebabkan
shallow finance, yaitu tidak tersalurnya dana (daya beli) secara efisien ke kegiatankegiatan ekonomi yang produktif dan efisien pula, sehingga pertumbuhan ekonomi
menjadi terhalang. Menurut teori liberalisasi keuangan, keterbatasan sektor keuangan
yaitu adanya peraturan pasar keuangan berupa batasan suku bunga, rasio cadangan
yang tinggi serta ketentuan penyaluran program kredit tertentu. Metode pengaturan
batas suku bunga serta syarat administrasi lainnya menyebabkan adanya tekanan
keuangan yang menganggu (mendistorsi) investasi, inefisiensi perekonomian dan
menekan perkembangan ekonomi di negara berkembang.
Untuk mengatasi masalah itu, McKinnon dan Shaw menganjurkan agar
diadakan liberalisasi (deregulasi) sehingga terjadi financial deepening.
Melalui
deregulasi, bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya diberi keleluasaan
yang lebih besar untuk beroperasi secara efisien atas dasar mekanisme pasar sehingga
mereka dapat berfungsi dengan baik dan seefisien mungkin dalam menyalurkan dana
dari pemilik dana kepada pengguna dana (pengusaha) untuk keperluan produksi.
Menurut McKinnon dan Shaw, ketersediaan dana berdasarkan mekanisme pasar
70
merupakan faktor yang sangat penting untuk dapat menciptakan sistem perekonomian
yang efisien dan mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Mekanisme dan pandangan konvensional mengenai liberalisasi keuangan
menggambarkan keterkaitan antara sukubunga, tingkat tabungan dan investasi.
Mosley (1999) menggambarkan proses liberalisasi keuangan melalui de-represi
keuangan berupa penghapusan kontrol terhadap sukubunga sebagaimana disajikan
pada Gambar 10. Bila bunga dimungkinkan untuk bergerak dari level yang dikontrol
(r1) ke tingkat keseimbangan (r2), suplai tabungan akan meningkat dari S1 ke S2,
maka kesenjangan antara tabungan (S1) dan investasi (I1), ketergantungan akan
sumber dana luar negeri akan hilang, termasuk investasi dengan profit sebesar r1 yang
meragukan. Dengan demikian terjadi peningkatan kualitas portofolio investasi dan
juga pertumbuhan ekonomi.
Dengan laju pertumbuhan yang meningkat akan
menggeser turun kurva tabungan dan suku bunga kembali arah keseimbangan awal
(r1).
Sumber: Mosley, 1999
Gambar 10. Pandangan Konvensional: De-represi Keuangan
71
Hubungan antara perkembangan sektor keuangan dengan pertumbuhan
ekonomi dapat dijelaskan melalui kerangka teori fungsi produksi, dengan asumsi
bahwa output hanya dipengaruhi oleh persediaan modal (Abdurahman, 2003).
yt = f (k ) t ……………………………………………………………….(3.13.)
dimana yt dan kt masing-masing adalah output dan persediaan modal. Dengan
diferensiasi total persamaan di atas, dan ∆yt sebagai pertumbuhan output, s sebagai
laju tabungan (dkt/yt) dan ∆t adalah produktivitas marjinal modal, maka
persamaan menjadi
∆yt
=
(dkt/yt)
.
f’(kt)
=
s.
∆t
…………………………………………...(3.14.)
Dari persamaan di atas, pertumbuhan output merupakan produk dari laju
tabungan dan produktivitas marjinal modal.
Terdapat dua (2) efek dari perkembangan keuangan terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Pertama, perkembangan pasar keuangan domestik akan memperluas
efisiensi akumulasi modal (melalui peningkatan ∆t), sebagaimana dinyatakan oleh
Goldsmith (1969) bahwa terdapat korelasi positif antara perkembangan keuangan
dengan efisiensi akumulasi modal. Kedua, menurut Mc Kinnon (1973) dan Shaw
(1973), perkembangan keuangan tidak hanya meningkatkan produktivitas modal
namun juga memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan laju tabungan dan
selanjutnya laju investasi melalui perantara keuangan (peningkatan tabungan).
3.4.
Hubungan Investasi dengan rasio Tobin Q
3.4.1. Investasi
72
Model investasi tetap bisnis standar disebut model investasi neoklasik.
Insentif ekonomi atas keputusan investasi tergantung dari tingkat keuntungan yang
akan diperoleh oleh investor. Investasi netto (net investment) yang dilakukan oleh
investor dipengaruhi oleh perbedaan produk marjinal modal dan biaya modal.
Dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dijelaskan bagaimana
perekonomian aktual mengubah modal dan tenaga kerja menjadi barang dan jasa
(Mankiw, 2003). Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah:
Y = AK α L1−α ...........................................................................................(3.15.)
dimana:
Y = output
K = modal
L = tenaga kerja
A = parameter tingkat teknologi
α = parameter yang mengukur bagian modal atas output (0 < α < 1)
Produk marjinal modal adalah:
MPK = αA( L / K )1−α ...............................................................................(3.16.)
Sewa riil (R/P) merupakan produk marjinal modal dalam ekuilibrium, dapat
dituliskan:
R / P = αA( L / K )1−α .................................................................................(3.17.)
Persamaan tersebut mengidentifikasi variabel yang menentukan harga sewa riil
dimana, (1) semakin kecil persediaan modal, semakin tinggi harga sewa riil dari
modal, (2) semakin besar jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan, semakin tinggi
harga sewa riil dari modal, (3) semakin baik teknologi, semakin tinggi harga sewa riil
dari modal. Biaya modal (Ck) untuk satu periode adalah:
C K = (PK / P )(r + δ ) ..................................................................................(3.18.)
73
dimana:
C K = biaya modal,
iPK = biaya bunga,
∆PK = keuntungan dari modal,
δPK = biaya penyusutan (δ adalah tingkat penyusutan)
Dengan adanya faktor inflasi, maka ∆PK / PK sama dengan tingkat inflasi keseluruhan
π. Karena i - π adalah tingkat bunga riil r, maka biaya modal dapat dituliskan sebagai
berikut: C K = PK (r + δ ). Biaya modal riil (real cost of capital) yang diukur dalam
tingkat unit output perekonomian tergantung pada harga relatif barang modal
(PK / P ) , tingkat bunga riil r dan tingkat penyusutan δ ditulis:
C K = (PK / P )(r + δ ). ..................................................................................(3.19.)
Tingkat keuntungan investasi (π) diperoleh dari selisih antara penerimaan riil dengan
biaya riil. Keuntungan investasi dapat dituliskan:
Laba riil per unit modal = MPK − (PK / P )(r + δ ) ......................................(3.20.)
dimana MPK = marginal product of capital. Investor akan menambah investasi jika
produksi marjinal melebihi biaya modal, ditulis berikut:
∆K = I n [MPK − (PK / P )(r + δ )]
dimana I n [ ] adalah fungsi yang menunjukkan berapa banyak investasi neto merespon
insentif untuk investasi.
Dari persamaan tersebut di atas, maka dapat disusun
persamaan investasi sebagai berikut:
I = I n = [MPK − (PK / P )(r + δ )] + δK ......................................................(3.21.)
Investasi bisnis bergantung kepada produk marjinal modal, biaya modal dan jumlah
penyusutan atau depresiasi.
74
3.4.2. Rasio Q-Tobin
Model pada persamaan (3.21.) menunjukkan mengapa investasi bergantung
pada tingkat bunga. Penurunan tingkat bunga riil akan mengurangi biaya modal,
demikian pula sebaliknya.
Menurut Romer (2001), perusahaan akan melakukan
investasi sampai pada titik dimana biaya perolehan kapital (harga kapital ditambah
biaya penyesuaian) sama dengan nilai dari kapital tersebut, dengan persamaan:
1 + C ' (I (t )) = q (t ) .......................................................................................(3.22.)
dimana:
C ' (I (t )) = biaya penyesuaian dipengaruhi oleh Investasi pada waktu-t
q(t )
= nilai kapital q pada waktu-t
Secara teoritis, rasio q mencerminkan bagaimana tambahan satu rupiah kapital
akan meningkatkan nilai sekarang dari keuntungan perusahaan. Perusahaan akan
meningkatkan persediaan kapitalnya apabila nilai q > 1, dan akan mengurangi
investasi bila q < 1. Interpretasi ekonomi dari nilai q adalah setiap kenaikan satu unit
persediaan kapital perusahaan akan meningkatkan nilai sekarang dari keuntungan
perusahaan sebesar q. Dengan demikian q adalah nilai pasar dari suatu unit kapital.
Rasio nilai pasar kapital terhadap biaya penyesuaian kapital dikenal sebagai
Q-Tobin (Tobin, 1969 dalam Romer, 2001). Dengan kata lain, Q-Tobin merupakan
perbandingan antara nilai pasar perusahaan terhadap investasi bersihnya. Apabila
terjadi peningkatan harga saham dari perusahaan, maka nilai pasar perusahaan akan
meningkat, dan selanjutnya rasio Q-Tobin akan meningkat, yang memungkinkan
perusahaan untuk melakukan investasi dalam aktiva tetap, sebagaimana dituliskan:
75
…………………………………...(3.23.)
Keunggulan Q-Tobin sebagai ukuran dari insentif untuk investasi adalah
bahwa hal itu mencerminkan profitabilitas modal masa depan yang diharapkan serta
profitabilitas sekarang.
Teori investasi Q-Tobin menekankan bahwa keputusan
investasi bergantung tidak hanya pada kebijakan ekonomi saat ini tetapi juga pada
kebijakan yang diharapkan berlaku di masa depan (Mankiw, 2003).
3.4.3. Pengukuran Q-Tobin
Persamaan (3.22.) menunjukkan marjinal q yaitu rasio nilai pasar dari
tambahan satu unit kapital terhadap biaya penggantiannya. Sedangkan rata-rata q
adalah rasio seluruh nilai perusahaan terhadap biaya penggantian dari persediaan
kapital tersebut.
Dengan asumsi hasil yang menurun (diminishing returns),
keuntungan perusahaan, Π, meningkat kurang sebanding dengan persediaan modal
dan dengan demikian marjinal q lebih kecil dari rata-rata q.
Apabila model
dimodifikasi menjadi hasil konstan (constant returns) terhadap biaya penyesuaian,
maka rata-rata q sama dengan marjinal q (Hayashi, 1982 dalam Romer, 2001).
Han Kin Sang (1998) menggunakan beberapa estimasi dalam menghitung
rasio q, salah satunya adalah estimasi sederhana q atau q s adalah:
qs =
MVCE + PREFBK + STDEBT + DS
...............................................(3.24.)
RCS
dimana:
MVCE= Nilai pasar saham biasa perusahaan
PREFBK = Nilai buku saham istimewa perusahaan
STDEBT = Nilai buku Utang jangka pendek perusahaan
DS = Nilai Buku Utang jangka panjang perusahaan
76
RCS = Nilai Buku total aset perusahaan
Selain itu, estimasi yang dikembangkan dan dimodifikasi oleh Lindenberg dan Ross
(LR) dalam Han Kin Sang (1998), yaitu q LR :
q LR =
MVCE + PREFMV + STDEBT + DLR
..........................................(3.25.)
LRRC
dimana:
MVCE= Nilai pasar saham biasa perusahaan
PREFMV = Nilai pasar saham istimewa perusahaan
STDEBT = Nilai buku Utang jangka pendek perusahaan
DLR = Nilai pasar Utang jangka panjang perusahaan dengan teknik
modifikasi LR
LRRC = Biaya penggantian aset perusahaan dengan modifikasi teknik LR
3.4.4. Implikasi Model q
Perubahan pada output, suku bunga dan kebijakan pajak memberikan
implikasi kepada model q. Peningkatan output yang permanen mendorong terjadinya
kenaikan investasi sementara (temporer), sedangkan kenaikan temporer dari output
meskipun meningkatkan investasi namun dengan respons yang lebih rendah
dibandingkan dengan kenaikan output permanen (Romer, 2001).
Penurunan
permanen dari suku bunga jangka pendek menghasilkan booming investasi untuk
sementara, sedangkan kenaikan suku bunga jangka pendek yang diharapkan di masa
datang (suku bunga jangka panjang) akan mengurangi investasi.
Pengaruh
pemotongan pajak atas investasi akan meningkatkan investasi dan menurunkan
keuntungan industri, sehingga nilai q akan turun, dan tidak ada insentif bagi
perusahaan untuk melakukan investasi dengan nilai q < 1.
Ketidakpastian akan
77
keuntungan di masa datang tidak memiliki dampak langsung terhadap investasi,
selama nilai kapital melebihi biaya perolehannya. Biaya penyesuaian yang tidak
simetris menyebabkan perubahan investasi yang tidak sama, saat terjadi peningkatan
maupun penurunan investasi.
Ketidakpastian resiko (discount factors) yang
berkorelasi negatif dengan resiko agregat akan meningkatkan investasi, sebaliknya
ketidakpastian resiko yang berkorelasi positif dengan resiko agregat akan mengurangi
nilai kapital sehingga menurunkan investasi (Romer, 2001).
3.4.5. Pertumbuhan Output
Dalam suatu perekonomian, pertumbuhan dapat dijelaskan melalui peubah
antara yaitu teknologi (ekspresi produktivitas dan efisiensi) dari penggunaan faktor
produksi (Syafa’at, et al., 2005, dalam Darsono, 2008). Apabila fungsi produksi
adalah:
Yt = F (C t , Lt , At ) ,......................................................................................(3.26.)
Maka laju pertumbuhan dapat ditulis sebagai berikut:
g = η (I / Y )t + γ (L / A)t .............................................................................(3.27.)
dimana:
Yt = output
C t = kapital
Lt = tenaga kerja
At = teknologi
g = laju pertumbuhan
I = investasi
η , γ = elastisitas
78
t = waktu
Pertumbuhan output dari suatu sektor tertentu dapat dilihat dari relasi antara
pertumbuhan kontribusi PDB sektor tersebut dan laju pertumbuhan relatif produk
sektor tersebut.
3.5.
Kebijakan dan Transmisi Moneter
3.5.1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan melalui kontrol atas jumlah uang
beredar.
Terdapat perbedaan pandangan antara Monetaris dan Keynesian atas
efektivitas dari kebijakan moneter terkait dengan pergeseran permintaan agregat.
Monetaris berpandangan bahwa kebijakan moneter merupakan sarana yang sangat
efektif, sementara Keynesian berasumsi bahwa kebijakan moneter adalah sarana yang
relatif kurang efektif, karena perubahan jumlah uang beredar akan menyebabkan
perubahan yang kecil saja pada sukubunga yang kemudian mengakibatkan perubahan
kecil pada pengeluaran untuk investasi (Mishkin, 1992).
Kerangka umum yang sering dipergunakan dalam menganalisa interaksi
simultan antara permintaan dan penawaran baik pada pasar barang dan pasar uang
adalah kerangka IS-LM.
Kerangka ini dapat menunjukkan bagaimana kebijakan
moneter dan fiskal mampu mempengaruhi tingkat pendapatan atau output (Mankiw,
2003; Mishkin, 2004).
Bagi bank sentral yang merupakan otoritas moneter,
kebijakan yang dipilih bergantung pada target, kondisi aktual perekonomian,
kapasitas kebijakan dan pertimbangan tentang efektivitas kebijakan tersebut.
Kebijakan moneter ini ditentukan secara terpusat oleh Bank Indonesia.
Tujuan utama kebijakan moneter lebih ditekankan pada stabilitas harga,
dengan dasar beberapa pertimbangan. Pertama, dengan output ditentukan kapasitas
79
ekonomi dalam jangka panjang maka segala kebijakan yang mendorong pertumbuhan
ekonomi akan menciptakan inflasi (the short-run Phillips-curve) sehingga tidak akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi riil (Kydland and Prescott, 1997, dalam
Simorangkir, 2007).
Kedua, rational economic agent mengerti bahwa tindakan
kejutan pembuat kebijakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang mendorong
inflasi dapat mendorong terjadinya permasalahan time-consistency (Barro and
Gordon, 1983).
Ketiga, kebijakan moneter mempengaruhi variabel ekonomi
memakan waktu panjang dan mempunyai lag (Friedman, 1968). Keempat, kestabilan
harga dapat mendorong terciptanya iklim ekonomi yang lebih baik karena akan
mengurangi biaya yang berasal dari inflasi. Penetapan stabilitas harga sebagaimana
dikemukakan di atas akan mendorong kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang. Namun di sisi lain jika pencapaian kebijakan moneter tidak dilakukan
secara terukur juga dapat mengakibatkan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Misalnya, kebijakan moneter yang terlalu ketat dapat menekan (sequeze)
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan jumlah pengangguran (Simorangkir, 2007).
Menurut teori moneter tradisional, pemerintah mengontrol melalui suplai
uang, yang akan mempengaruhi suku bunga, dan selanjutnya tingkat investasi (Stiglitz
dan Greenwald, 2003).
Paradigma baru dalam kebijakan moneter antara lain
menyatakan bahwa:
1. Aktivitas perekonomian dipengaruhi oleh ketersediaan dan jumlah kredit untuk
sektor swasta, bukan jumlah uang itu sendiri.
2. Hubungan antara tingkat bunga pinjaman dengan bunga simpanan berubah setiap
saat.
3. Perubahan suplai kredit dapat berubah tidak bersamaan dengan suplai uang; dan
perubahan hubungan antara uang dan kredit dapat dikenali saat periode krisis.
80
4. Ketersediaan dan jumlah kredit ditentukan umumnya oleh bank; dimana
kemampuan dan kesediaan bank untuk meminjamkan dipengaruhi oleh bunga
deposit, dan tergantung kondisi perekonomian; perubahan suku bunga
mempengaruhi ekuitas perusahaan, serta ekuitas dan kesempatan bank.
Perubahan besar dalam suku bunga dapat mempengaruhi derajat ketidakpastian
bagi pemberi pinjaman mengenai kelayakan kredit si peminjam
5. Otoritas moneter dapat mempengaruhi perilaku perbankan tidak hanya melalui
perubahan SBI tetapi juga melalui peningkatan pembatasan (cadangan minimum,
standard kecukupan modal) dan insentif.
6. Kebijakan moneter berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian bukan hanya
melalui pengaruhnya terhadap permintaan kredit (investasi) namun juga terhadap
penawaran kredit (bila ada pembatasan kredit); dan juga berdampak pada
penawaran dan permintaan agregat
7. Bagi perekonomian kecil, efek dominan dari kebijakan moneter melalui efek sisi
penawaran
8. Kebijakan moneter mempengaruhi perilaku bank dan perusahaan melalui efek
substitusi sementara (perubahan suku bunga) dan efek arus kas serta kekayaan riil,
terutama untuk perekonomian terbuka akibat perubahan nilai tukar.
9. Peningkatan persaingan dalam sistem perbankan mengurangi keuntungan dari
perbedaan bunga pinjaman dan simpanan dan juga mengurangi efektivitas
kebijakan moneter.
3.5.2. Transmisi Moneter
Kebijakan moneter berlangsung melalui mekanisme transmisi untuk
menggeser permintaan agregat, dengan demikian akan mengubah keseimbangan
81
tingkat pendapatan nasional.
Mekanisme transmisi moneter merupakan proses
ditransmisikannya kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi secara riil dan
harga-harga di masa yang akan datang. Transmisi moneter merupakan suatu hal yang
kompleks karena banyak jalur yang mempengaruhi keefektifan kebijakan moneter
tersebut terhadap perekonomian suatu negara. Mekanisme transmisi diawali dengan
operasi pasar terbuka yang akan mempengaruhi tingkat sukubunga pasar melalui
pasar cadangan atau melalui permintaan dan penawaran uang secara luas dan
dilanjutkan melalui beberapa jalur mekanisme transmisi yang ada.
Pada perekonomian kecil terbuka dengan kurs mengambang, kebijakan
moneter ekspansif (pada kondisi harga diasumsikan tetap) dengan menaikkan jumlah
uang beredar akan meningkatkan pendapatan dan menurunkan kurs (Mankiw, 2003).
Penurunan kurs (depresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing) membuat
barang-barang domestik relatif murah terhadap barang-barang luar negeri dan
meningkatkan ekspor neto. Mekanisme transmisi dari sektor moneter ke sektor riil
mengarah pada tercapainya produk domestik bruto.
Berdasarkan hasil empiris dalam jangka pendek jumlah uang beredar hanya
mempengaruhi perkembangan output riil.
Selanjutnya dalam jangka menengah
pertumbuhan uang beredar akan mendorong pada kenaikan harga yang pada
gilirannya menyebabkan penurunan perkembangan output menuju posisi alamiah.
Dalam jangka panjang, pertumbuhan jumlah uang beredar tidak berpengaruh pada
perkembangan output riil tetapi mendorong kenaikan laju inflasi secara proporsional
(Nuryati, 2004). Proses transmisi sangat tergantung pada pendekatan yang dipilih
sehingga tujuan kebijakan tercapai.
Pandangan tradisional Keynesian mengenai mekanisme transmisi moneter
dapat dijelaskan (Mishkin, 1992):
82
M naik i turun I naik Y naik.
Dengan asumsi pandangan tradisional dimana pasar uang adalah homogen dan
sempurna, maka saat terjadi peningkatan jumlah uang beredar (M), maka akan terjadi
penurunan sukubunga (i) yang selanjutnya mendorong pertumbuhan investasi (I)
sehingga output (Y) akan meningkat. Akan tetapi, efek dari tingkat sukubunga (i)
pada pengeluaran investasi (I) umumnya kecil. Dalam merespons kejadian moneter,
terdapat beberapa jalur mekanisme moneter yang mempengaruhi aktivitas ekonomi,
sebagaimana disebutkan pada bab terdahulu, yaitu melalui jalur langsung moneter,
jalur sukubunga, jalur harga aset, jalur kredit dan jalur ekspektasi. Pendekatan terkini
mekanisme transmisi yang dikembangkan oleh ekonom Keynesian sejalan dengan
model MPS (Marginal Propensity of Saving) Franco Modigliani, dikelompokkan
dalam 3 (tiga) kategori, yaitu melalui belanja investasi, pengeluaran konsumen dan
perdagangan internasional (Mishkin, 1992).
3.5.2.1.
Belanja Investasi
Pengaruh kebijakan moneter melalui perubahan jumlah uang beredar terhadap
investasi dijelaskan melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu pendekatan hipotesi
ketersediaan, teori Q-Tobin dan efek informasi asimetris.
Berdasarkan hipotesis
ketersediaan (availability hypothesis), bahwa ketersediaan pinjaman dipengaruhi oleh
sukubunga pinjaman, yang selanjutnya akan mempengaruhi investasi dan output:
M naik Pinjaman naik I naik Y naik
Mekanisme transmisi moneter tersebut terjadi bila terdapat korelasi yang tinggi antara
belanja investasi dengan pinjaman perusahaan (bisnis). Namun demikian, hubungan
sebaliknya dapat terjadi, dimana permintaan pinjaman akan meningkat karena
perusahaan (bisnis) melakukan keputusan investasi. Dengan demikian pendekatan
83
ini, nampaknya tidak cukup menjawab pertanyaan bagaimana mekanisme dari
kebijakan moneter ditransmisikan.
Berdasarkan pendekatan teori Q-Tobin, ekonom menyatakan bahwa kebijakan
moneter dapat mempengaruhi belanja investasi melalui pengaruhnya atas harga-harga
saham. Nilai Q-Tobin yang didefinisikan sebagai rasio antara nilai pasar perusahaan
terhadap biaya penggantian investasi, menunjukkan keterkaitan diantara belanja
investasi dengan nilai Q-Tobin. Nilai Q yang tinggi mencerminkan harga saham yang
relatif tinggi dibandingkan dengan biaya pembelian aktiva tetap, dengan demikian
belanja investasi akan meningkat karena perusahaan dapat membeli aktiva tetap hanya
dengan menerbitkan sejumlah kecil saham dari portofolionya. Mekanisme transmisi
moneter terhadap kenaikan harga saham perusahaan (Ps) dapat dijelaskan:
M naik Ps naik q naik I naik Y naik
Hubungan antara belanja investasi dengan harga saham dapat juga dilihat dari sisi
adanya penurunan yield (imbal hasil) saham akibat kenaikan harga pasar saham,
sehingga menurunkan biaya pendanaan investasi melalui penerbitan saham.
Berdasarkan pendekatan efek informasi asimetris, kenaikan dalam harga saham akan
meningkatkan nilai perusahaan dan mendorong investasi lebih banyak karena adanya
penurunan masalah moral hazard dan adverse selection (problem keagenan, agency
problem) yang dapat terjadi akibat informasi asimetris.
Keterkaitan kebijakan moneter dengan belanja investasi melalui informasi
asimetris dijelaskan:
M naik Ps naik adverse selection dan moral hazard turun pinjaman
naik I naik Y naik.
84
3.5.2.2.
Pengeluaran Konsumen
Pengaruh kebijakan moneter terhadap pengeluaran konsumen dapat dijelaskan
melalui pendekatan efek sukubunga terhadap pengeluaran barang konsumsi (misalnya
kendaraan bermotor dan peralatan rumahtangga) efek kekayaan dan efek likuiditas.
Keterkaitan kebijakan moneter terhadap sikap pengeluaran konsumen atas pengaruh
perubahan sukubunga adalah:
M naik i turun belanja barang konsumsi naik Y naik
Namun demikian, besarnya pengaruh sukubunga terhadap belanja barang konsumsi
tersebut relatif kecil.
Hasil penelitian Modigliani (Mishkin, 1992) menyatakan bahwa pengaruh
kebijakan moneter terhadap pengeluaran konsumen lebih efektif melalui penjelasan
efek kekayaan, dimana peningkatan harga saham akan meningkatkan kekayaan
pemilik saham tersebut sehingga sumberdaya konsumen meningkat dan selanjutnya
konsumsi akan meningkat, sebagaimana dijelaskan:
M naik Ps naik kekayaan naik sumberdaya naik konsumsi naik Y naik
Harga sahampun juga akan mempengaruhi pengeluaran konsumen akan
barang konsumsi, sebagaimana dijelaskan melalui pendekatan efek likuiditas. Pada
saat aset keuangan (misalnya saham, obligasi dan deposito), yang dimiliki seseorang
meningkat nilainya, maka bila aset tersebut dijual akan memberikan uang kas dalam
jumlah yang mencukupi untuk dibelanjakan dalam bentuk barang konsumsi ataupun
perumahan, sebagaimana dijelaskan:
M naik Ps naik nilai aset keuangan naik kemungkinan masalah
keuangan turun pengeluaran barang konsumsi naik Y naik, atau
85
M naik Ps naik nilai aset keuangan naik kemungkinan masalah
keuangan turun pengeluaran untuk perumahan naik Y naik
Ketiga pendekatan mekanisme transmisi moneter menunjukkan bahwa pengaruh
kebijakan moneter terhadap posisi kekayaan konsumen memiliki dampak yang besar
terhadap permintaan agregat.
3.5.2.3.
Perdagangan Internasional
Pengaruh pertumbuhan internasionalisasi perekonomian serta aplikasi nilai
tukar mengambang (fleksibel) dalam suatu perekonomian negara akan mempengaruhi
ekspor bersih melalui efek nilai tukar, adalah:
M naik i turun E turun NX naik Y naik
Keterkaitan diantara kebijakan moneter berupa uang beredar dengan ketiga
pendekatan tersebut di atas dalam mekanisme transmisi dan pengaruhnya terhadap
komponen belanja dan pendapatan nasional (GDP, Gross Domestic Product) disajikan
pada Gambar 11.
Selain pendekatan tersebut di atas, telah dikembangkan jalur mekanisme
transmisi dalam dua bagian besar yaitu mekanisme transmisi yang berorientasi pada
harga aset dan mekanisme transmisi yang berorientasi pada kredit.
Mekanisme transmisi moneter yang berorientasi pada harga aset melihat
mekanisme transmisi dari sudut pengaruh nilai tukar terhadap ekspor bersih, teori QTobin, dan efek kekayaan, sedangkan mekanisme transmisi moneter yang berorientasi
kredit melihat mekanisme transmisi dari sudut jalur pinjaman bank, jalur neraca, jalur
arus kas, jalur tingkat harga yang tidak diantisipasi dan efek likuiditas rumah tangga.
86
Kebijakan Moneter
(Penawaran Uang)
Mekanisme
Transmisi
Efek Harga Aset
Efek tingkat
Sukubunga
tradisional
Efek Nilai
Tukar pd
Ekspor
Bersih
Aspek Kredit
Teori Tobin’s
q
Efek
Kesejahteraan
Jalur
Pinjaman
Bank
Jalur Neraca
Jalur Arus
Kas
Jalur Tingkat
Harga yg tidak
diantisipasi
Efek
Likuiditas
Rumah
Tangga
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Sukubunga
riil
Sukubunga
riil
Harga Saham
Harga Saham
Simpanan
Perbankan
Harga Saham
Sukubunga
Nominal
Tingkat Harga
yg tdk
diantisipasi
Harga Saham
Nilai Tukar
Tobin’s q
Kesejahteraan
Keuangan
Pinjaman
Bank
Arus Kas
Moral Hazard
Aktivitas
meminjamkan
Aktivitas
meminjam
kan
Aktivitas
meminjamkan
Investasi
Perumahan
Investasi
Investasi
Komponen
Pengeluaran
Moral Hazard
Investasi
Perumahan
Pengeluaran
Konsumen
Investasi
Ekspor
Bersih
Investasi
Perumahan
Konsumsi
Produk Domestik Bruto
Sumber: Mishkin, 2007
Gambar 11: Mekanisme Transmisi Moneter dan Pengaruhnya terhadap Komponen Pengeluaran dan Gross Domestic Product
Kesejahteraan
Keuangan
Probabilitas
Tekanan
Keuangan
Perumahan
Pengeluaran
Konsumen
87
3.6.
Perkembangan Sektor Keuangan dan Mekanisme Transmisi Moneter
Beberapa studi tentang dampak perkembangan dan inovasi keuangan terhadap
kebijakan moneter masih menunjukkan hasil yang berbeda. Kebijakan moneter akan
efektif melalui pengaruhnya terhadap nilai aset yang mendorong dampak langsung
terhadap agregat permintaan melalui jalur sukubunga dan kekayaan. Akan tetapi,
kebijakan moneter akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berpengaruh
terhadap perekonomian, seperti halnya efek kekayaan. Pada saat yang sama, inovasi
keuangan yang mengembangkan pasar kredit melalui peningkatan likuiditas pasar
akan menghasilkan pasar yang tidak terlalu sensitif terhadap dampak perubahan
kebijakan moneter melalui jalur kredit.
Rangkuman hubungan antara inovasi
keuangan dengan mekanisme transmisi moneter disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Inovasi Keuangan dan Mekanisme Transmisi Moneter
Saluran / Jalur
Dampak Inovasi Keuangan
Jalur Sukubunga
Efek Substitusi
Peningkatan sukubunga agen akan
mensubstitusi tabungan ke pinjaman dan
menurunkan Investasi
Efek Pendapatan
Kenaikan sukubunga meningkatkan sukubunga
yang sensitif terhadap pembayaran dan
penerimaan menurunkan belanja
Dampak terhadap efek pendapatan ambigu
Efek Kekayaan
Derivatif memperbolehkan lindung nilai
(hedging) terhadap saham dan properti.
Efek peminjaman bank (jalur)
Dampaknya besar, dimana saluran peminjaman
bank melemah akibat inovasi, seperti derivatif dan
sekuritisasi
Efek Neraca (jalur)
Dampaknya besar, dimana saluran neraca
melemah akibat adanya inovasi
Efek Net Ekspor
Kenaikan sukubunga akan meningkatkan aliran
masuk sehingga meningkatkan nilai tukar nominal
dan menurunkan ekspor net
Efek Paritas Sukubunga
Peningkatan aktivitas arbitrase akan
meningkatkan aliran dana internasional sesuai
dengan perubahaan sukubunga dan meningkatkan
nilai tukar sehingga meningkatan kecepatan
perubahan harga riil ekspor dan impor mengubah ekonomi riil
Keseluruhan dampak adalah marginal. Inovasi
keuangan tidak memperlemah jalur sukubunga
Jalur Kredit
Seluruh dampak signifikan, artinya jalur kredit
akan melemah dengan adanya inovasi keuangan
Jalur Nilai Tukar
Dampak keseluruhan adalah membuat jalur nilai
tukar lebih berpotensi
Sumber: Singh, et.al.,.2008
88
Rangkuman studi terdahulu (Singh, et.al. 2008) pengaruh dari perkembangan
pasar keuangan (bursa dan perbankan) terhadap sistem keuangan, mekanisme
transmisi moneter dan aliran sukubunga pada Tabel 9.
Tabel 9.
Pengaruh Perkembangan Pasar Keuangan Terhadap Jalur Mekanisme
Transmisi Moneter
Perkembangan Pasar
Keuangan
Konsekuensi terhadap
Sistem Keuangan
Liberalisasi Keuangan
Mendorong persaingan
yang lebih ketat
Deregulasi Sukubunga
Mengarah pada
penetapan suku bunga
lebih fleksibel dan
berorientasi pasar
Liberalisasi capital
Account
Mengarah pada
integrasi pasar
keuangan
Sumber: Singh, et al., 2008
3.7.
Dampak terhadap
Mekanisme Transmisi
Moneter
Dampak terhadap
Aliran Sukubunga
Jalur Sukubunga
meningkat
Jalur Pinjaman Bank
menurun
Lebih cepat
Sukubunga luarnegeri
lebih penting terkait
dengan aliran dana
Dapat mengakibatkan
kebijakan moneter
domestik kurang efektif
Kerangka Pemikiran Penelitian
Berdasarkan uraian tinjauan pustaka dan kerangka teori pada bab terdahulu,
disusun kerangka pemikiran untuk mencapai tujuan penelitian berdasarkan variabel
yang relevan. Kerangka pemikiran tersebut dikelompokkan sedemikian rupa untuk
mempermudah permodelan dalam mencapai masing-masing tujuan dari penelitian.
Bagan alur pemikiran dalam diagram keterkaitan, disajikan pada Gambar 12.
Sesuai dengan tujuan penelitian pertama adalah untuk melihat pengaruh
liberalisasi keuangan (liberalisasi capital account dan pasar saham) dari aspek makro
dan mikro terhadap nilai Q-Tobin, maka variabel yang diteliti antara lain adalah aliran
modal asing baik yang diinvestasikan secara langsung dalam bisnis (Investasi Asing
Langsung, FDI) maupun dalam aset keuangan (portofolio), dan pinjaman komersial.
Dari ketiga variabel tersebut akan diperiksa pengaruhnya terhadap nilai Q-Tobin
perusahaan di setiap sektor.
89
Kebijakan Moneter
Suku Bunga Instrumen
Kebijakan dan Base Money
Uang Beredar
Liberalisasi
Keuangan
Keterbukaan
Capital Account
dan Pasar Modal
Cadangan
Devisa
Mekanisme Transmisi Moneter
Aliran
Kapital
Pasar Kredit
Suku Bunga
Pasar
Suku Bunga
Pinjaman
Nilai Aset
Keuangan
Biaya Modal
Nilai Tukar
Harga Saham
Rasio q Tobin
Kebijakan Fiskal
Permintaan Agregat
Ekspor Bersih
Investasi
Konsumsi
Gambar 12. Kerangka Alur Pemikiran Penelitian
Belanja
Pemerintah
90
Pada tahapan ini, liberalisasi pasar saham sudah termasuk di dalam liberalisasi capital
account, yaitu pengurangan restriksi bagi investor asing untuk melalukan penanaman
dana di bursa saham Indonesia.
Perubahan dari dua variabel makroekonomi, yaitu sukubunga dan pasar saham
diperkirakan akan mempengaruhi keputusan investasi dari perusahaan yang dihitung
melalui rasio Tobin Q. Peningkatan rasio Tobin Q mengindikasikan peningkatan
investasi dalam barang kapital bersih (setelah dikurangi depresiasi).
Tujuan kedua dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
liberalisasi keuangan dari aspek makro dan mikro dengan adanya kebijakan moneter
(melalui kebijakan uang beredar), terhadap beberapa variabel makroekonomi seperti
cadangan devisa, nilai tukar, sukubunga dan indeks saham, melalui mekanisme
transmisi moneter, khususnya jalur sukubunga dan pasar saham. Seperti halnya pada
model pertama, maka akan dianalisis pengaruh kebijakan moneter terhadap nilai rasio
Q-Tobin dan keputusan investasi. Sampai pada tahapan ini, kedua model (tujuan
penelitian pertama dan kedua) akan dianalisis dengan menggunakan model estimasi
data panel FEM atau REM.
Tujuan ketiga dari penelitian adalah untuk melihat pengaruh liberalisasi
keuangan dan kebijakan moneter melalui nilai rasio Q-Tobin terhadap tingkat
investasi sektoral. Analisis sektoral (sektor pertanian, industri dasar dan kimia serta
perbankan) dilakukan pada tahapan ini, dengan mengkaji indeks saham sektoral, rasio
Tobin Q dan tingkat investasi dari sektor tersebut.
Download