MOTIVASI DALAM KASUS PEMERKOSAAN (PERSPEKTIF GENDER) Supomo Ari Sasongko Guru BK SMP N 1 Kedungwuni, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Psikologi UNIKA Soegijapranta, Semarang [email protected] Abstract : The rapes is a serious form of sexual crimes, so that rape has been defined as a form of sexual criminal offense. Real rape case comes down to the issue of motivation of the perpetrator. Results of research and analysis indicate that the rape victim offender motivation was very diverse and influenced by internal and external factors. Cases of rape are also related to the issue of inequality of gender relations, ie, sub-ordinated, steorotipe and gender-based violence. Keywords: Motivation, Rape, Gender Inequity, Violence Abstrak: pemerkosaan adalah bentuk serius dari kejahatan seksual, sehingga perkosaan yang telah ditetapkan sebagai bentuk tindak pidana seksual. Kasus pemerkosaan nyata turun ke masalah motivasi pelaku. Hasil penelitian dan analisis menunjukkan bahwa korban perkosaan motivasi pelaku sangat beragam dan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Kasus perkosaan juga terkait dengan masalah ketimpangan relasi gender, yaitu, sub-ordinasi, steorotipe dan kekerasan berbasis gender. Kata Kunci : Motivasi, Pemerkosaan, Ketidakadilan Gender, Kekerasaan yaitu 0.00567003 per 1.000 orang (Gosita, Pendahuluan Pemerkosaan merupakan kejahatan yang cukup di oleh Komnas perempuan dengan istilah kasus lain yakni kekerasan seksual. Kekerasan pemerkosaan di Indonesia menduduki seksual di Indonesia yang cukup tinggi peringkat ke-62 dari 194 negara di dunia yakni dalam waktu tiga belas tahun masyarakat. 264 | mendapat perhatian 1987:2). Data senada juga dikemukakan Epidemiologi MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014 terakhir kasus kekerasan seksual melaporkan kasusnya. Akibat dari realitas berjumlah hampir seperempat dari seluruh ini total kasus kekerasan, atau 93.960 kasus permukaan dari seluruh kasus kekerasan terhadap angka statistik yang sebenarnya (the dark perempuan yang dilaporkan yaitu 400.939 number), sebab pemerkosaan termasuk the kasus hidden crime. Gerakan tutup mulut korban (http://www.komnasperempuan.or.id/ pdf) maupun keluarga banyak ditemukan serta . Artinya, setiap hari 20 perempuan dilakukan di dalam masyarakat karena menjadi korban kekerasan seksual. Meski berbagai alasan, antara lain : malu, takut, korban pemerkosaan didominasi oleh stigma tidak perawan/bekas orang, korban perempuan, namun banyak pula korban perkosaan, kejadian perkosaan dipandang kasus pemerkosaan (pencabulan terutama sebagai takdir ataupun musibah sehingga anak) adalah laki-laki. Misalnya, kasus mereka pasrah bahkan mereka diam Robot Gedeg, Babe, JIS dan Emon. Kasus karena tidak percaya bahwa hakim di pemerkosaan pengadilan akan memberikan putusan ternyata tidak hanya dilakukan di ruang privat (rumah, hotel, maka angka yang tidaklah muncul di merepresentasikan yang adil bagi korban. kost-kostan,) tetapi juga di ruang publik Maraknya kasus perkosaan baik di (taman, sekolah, kantor bahkan di dalam ruang-ruang privat maupun publik sebagai angkutan umum). Contoh pemerkosaaan mana di ruang publik adalah kasus pemerkosaan sesungguhnya tidak terjadi jika tidak ada yang dilakukan kru angkutan umum motivasi dari pelaku. Motivasi pelaku “sopir tembakan” terhadap penumpang inilah yang memegang peranan penting perempuan di dalam angkutan metro mini sehingga di Jakarta. Korban selain diperkosa, juga memakan korban terjadi. Secara umum dirampok, tujuan dianiaya, dibuang bahkan telah disinggung kasus diatas pemerkosaan motivasi yang adalah untuk dibunuh menggerakkan atau menggugah seseorang (http://fokus.news.viva.co.id/news/read/- agar timbul keinginan dan kemauan untuk wanita-dan-kejamnya-angkutan- jakarta). melakukan Kasus pemerkosaan kejahatan tersembunyi, karena termasuk hanya sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai tujuan. Rochman Natawidjaja pelaku-korban, keluarga serta saksi saja motivasi yang mengetahui kejadiannya, ditambah menggiatkan lagi tidak banyak orang yang berani perbuatan ialah Motivasi dalam Kasus Pemerkosaan (Supomo Ari Sasongko) atau suatu mengatakan proses motif-motif tingkah untuk menjadi laku yang | 265 mengatur tingkah laku atau perbuatan berhubungan untuk memuaskan kebutuhan atau menjadi seksual antar individu yakni pelaku dan tujuan (Natawidjaja, 2009:12) Sementara korban. Konechi dan Ebbesen mengatakan itu Taufik mengatakan bahwa motivasi bahwa perilaku memperkosa dapat juga mengandung tiga komponen pokok di timbul untuk menuangkan berbagai motif dalamnya, yang yaitu menggerakkan, erat berbeda dengan serta hubungan mengekspresikan mengarahkan, dan menopang tingkah laku berbagai emosi yang berbeda pula. Oleh manusia. Adapun yang dimaksud dengan karena itu tidak heran jika perilaku mengerakkan memperkosa kekuatan pada adalah menimbulkan individu; memiliki memimpin (Konecni dan seseorang untuk bertindak dengan cara Motivasi memperkosa tertentu. Misalnya kekuatan dalam hal ditampakkan ingatan, mengekspresikan respons-respons efektif, dan banyak Ebbesen, motif 1982:297). dapat juga suatu cara permusuhan dan sebagai kecenderungan mendapatkan kesenangan, kebencian (Baron dan Byrne, 2005:23). yang kedua motivasi juga mengarahkan Selain motivasi pemuasaan seksual juga atau menyalurkan tingkah laku. Dengan ada yang untuk mencari fantasi seksual demikian seseorang menyediakan suatu yang pernah dialami sebelumnya. Dalam orientasi tujuan. Tingkah laku seorang kasus pemerkosaan juga ada hal yang khas individu diarahkan terhadap sesuatu, dan yakni adanya unsur paksaan dengan ketiga yang dimaksud menopang tingkah kekerasaan. Hal ini juga dinyatakan oleh laku sehingga kemungkinan adanya aksi Coleman dan Broen bahwa perilaku terjadi, memperkosa sering melibatkan unsur lingkungan sekitar harus menguatkan (reinforce) intensitas dan kekerasan arah dorongan-dorongan dan kekuatan- agresivitas baik secara verbal dan fisik kekuatan sebagai rasa kekecewaan serta unsur individu (Taufik dalam Natawidjaja, 2009:13). Perilaku sebagai manifestasi dari seksual yang sama-sama tinggi. Oleh memperkosa memang karena itu motivasi memperkosa dianggap merupakan suatu fenomena yang cukup sebagai gabungan antara seksual dan kompleks dan banyak memiliki variasi agresivitas (Coleman, 2003:81–103). yang berbeda dalam bentuk motivasi serta korbannya. Secara umum, Ragam definisi serta motivasi yang perilaku terkait dengan kasus pemerkosaan ini memperkosa tidak dapat dipisahkan dari menarik untuk dikaji apalagi saat ini kasus unsur pemerkosaan 266 | seksual, sebab perilaku ini telah merajalela serta MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014 menjadi ancaman tidak saja perempuan tentang tetapi juga anak-anak sehingga menjadi prespektif gender. motivasi pemerkosaan dalam fenomena yang meresahkan tidak saja masyarakat, LSM, tetapi juga pemerintah. Metode Penelitian Nursyahbani Kantjasungkana mengemu- Riset ini dilakukan dalam tradisi kakan, bahwa masalah perkosaan tidak penelitian kualitatif, dengan instrumen dapat lagi dipandang sebagai masalah peneliti itu sendiri yang dibantu dengan antar individu belaka, tetapi merupakan alat bantu berupa kuisoner, tape recorder, problem kamera sosial yang terkait dengan serta catatan dengan lokasi masalah HAM, khususnya yang berkaitan penelitian dengan segala Kelas II a di Sragen dan Kelas IIb Klaten. bentuk penyiksaan kekerasan, kekejaman Teknik pengumpulan data yang digunakan dan pengabdian martabat manusia (Wahid adalah wawancara mendalam, observasi dan Irfan, 2001:26). Oleh karena motivasi serta pemerkosaan menjadi hal yang layak pengecekan validitas data maka digunakan untuk dikaji tidak saja dari prespektif teori teknik tentang maupun perlindungan psikologi terhadap manusia (motivasi- di studi Lembaga dokumentasi. triangulasi baik metode. perilaku) tetapi juga dalam kajian gender interaktif studies yang belum banyak dilakukan. analisis datanya. Pemasyarakat sumber Selanjutnya digunakan Untuk sebagai data model teknik Kajian gender studies digunakan karena pemerkosaan terkait erat dengan relasi Hasil Penelitian dan Analisis antara pelaku yang didominasi oleh jenis A. Ragam kelamin laki-laki didominasi oleh dan korban perempuan. yang Dalam Motivasi Pelaku Pemerkosaan Maraknya kasus pemerkosaaan gender studies, maka relasi antara dua sesungguhnya tidak terlepas dari motivasi jenis kelamin tersebut menjadi fokus dari pelaku pemerkosaan itu sendiri, baik kajian. Relasi yang terjadi dalam kasus yang bersifat internal maupun eksternal. pemerkosaan adalah relasi yang tidak Gerungan setara antara pelaku dan korban, yang adalah sedikit berdasarkan banyak dipengaruhi oleh menyatakan dorongan bahwa terdalam kebutuhan. motif manusia Winkel konstruksi sosial. Berpijak dari pernyataan mengatakan bahwa di atas, maka kajian ini hendak mengulas penggerak yang berasal dari dalam diri motif adalah daya individu yang sengaja digerakkan untuk Motivasi dalam Kasus Pemerkosaan (Supomo Ari Sasongko) | 267 maksud dan tujuan tertentu. Motif adalah maupun Purwanto, maka motivasi pelaku kontruksi potensial dan laten (Winkel, melakukan 1978:23). terhadap Sementara itu, Purwanto tindakan korban pemerkosaan adalah karena mengemukakan bahwa motivasi adalah rangsangan, dorongan serta tujuan untuk keadaan terangsang yang timbul dari memenuhi dalam diri subyek akibat interaksi motif hubungan seksualnya. Hubungan seksual dan aspek situasi yang diamati, relevan, pada dengan motif tersebut serta mengaktifkan mendasar, perilaku (Purwanto, dalam Dimyati, diperbolehkan adalah ketika subjek yang Mudjiono, 2006:9). Lebih lanjut Colemen menjadi mitra hubungan seksual tersebut mengatakan di bidang psikologi motivasi dipaksa menjadi mitra hubungan seksual memperkosa dianggap sebagai perilaku dengan cara-cara melawan hukum, tidak yang maladatif dalam motivasi kebutuhan dasarnya biologis merupakan akan tetapi yakni kebutuhan yang tidak menunjukkan bahwa atas persetujuan pihak yang dipenetrasi, memperkosa unsur dengan paksaaan bahkan dengan cara seksualnya biasanya diarahkan pada objek kekerasan. seksual yang normal, namun sayangnya Berdasarkan data yang berhasil dimanifestasikan dalam kondisi anti sosial dihimpun dilapangan serta diolah, maka (Coleman, Dengan didapat informasi tentang profil pelaku keadaan pemerkosaan, motivasi serta factor-faktor demikian 2003:81–103). motivasi adalah terangsang yang timbul dari dalam dirinya motivasi subyek diwujudkan dalam tingkah laku narapidana yang menjadi penghuni di LP untuk Kelas mencapai suatu tujuan guna memperkosa II a dari Sragen 5 dan orang Lembaga memuaskan kebutuhan-kebutuhan subyek. Pemasyarakatan Kelas II b Klaten, sebagai Berpijak pada pendapat Gerungan, Winkel berikut : Tabel 1 Identifikasi Profil Pelaku serta Motivasi Pemerkosaan No 1 Nama/ Pekerjaan/ Umur Pendidikan AGP/ Pengamen/ 22 th SD LP Sragen Pasal yg dituduhkan/ Kondisi Korban Sanksi/Daftar Napi 285 KUHP dan Pasal Korban dalam 81 UU No 23 Tahun kondisi sadar dan 2002/ Pidana Dijatuhi memakai Penjara baju 7 yang mini Tahun Potongan 5 268 | MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014 bulan 5 hari/ A. 50/05 2 SPD/ 22 Pengamen/ Sragen th 285 KUHP dan Pasal Korban dalam 81 UU No 23 Tahun keadaan tidak 2002/Dijatuhi Pidana sadar dan Penjara 7 Potongan 9 memakai baju Bulan 23 Hari/ yang minim B.64/05 3 HRS/ 20 Pengangguran/ th Klaten 290 KUHP dan Pasal Korban dalam 81 UU No. 23Tahun kondisi sadar dan SLTA 2002 dijatuhi pidana memakai penjara Bulan Tahun baju 6 yang sopan Potongan tahanan 2 bulan/ A. 46/05 4 PRM, 46 Penjual th Klaten Es/SMP 290 KUHP dan Pasal Korban dalam 81 UU No 23 Tahun kondisi sadar dan 2002, dijatuhi pidana memakai baju penjara 2 Tahun/ A. yang sopan 78/05 5 RBY, 44 Buruh th Klaten Tani/SMP 290 KUHP dan Pasal Korban dalam 81 UU No. 23 Tahun kondisi sadar dan 2002/ dijatuhi pidana memakai penjara 2 tahun 1 yang sopan baju Bulan/ A98/05 Motivasi pelaku untuk memperkosa kemarahannya, korban sebagai kompen- sangat beragam, seperti yang dikemukan sasi perasaan tertekan atau stress pelaku Kartini atas Kartono yakni adanya rasa berbagai permasalahan yang dendam pelaku pada korban, karena rasa dihadapinya, karena pengaruh rangsangan dendam pelaku pada seseorang wanita lingkungan seperti film atau gambar- sehingga wanita lain menjadi sasaran gambar porno, dan karena keinginan Motivasi dalam Kasus Pemerkosaan (Supomo Ari Sasongko) | 269 pelaku menyalurkan dorongan seksualnya kemarahan). Jika menitikberatkan pada yang sudah tidak dapat ditahannya, juga objek karena didukung oleh situasi dan kondisi dibedakan menjadi festisistis, objek sosial lingkungan maupun pelaku dan korban yang sesuai, dan pedofilia. Sedangkan jika yang memungkinkan dilakukan pemer- menitikberatkan pada dominasi unsur kosaan. Dalam setiap kasus pemerkosaan kekerasan, paling tidak melibatkan tiga hal, yakni : Forcible Rape (unsur kekerasan secara pelaku, korban dan situasi lain. Masing- paksa), Non Forcible Rape (tanpa unsur masing mempunyai peran andil sendiri- kekerasan sendiri dalam mendorong timbulnya suatu berdaya terlebih dahulu) dan Lost Murder tindak (diperkosa pidana perkosaan (Kartono, 2001:43). yang menjadi maka atau sasaran, dibedakan maka menjadi paksaan-dibuat dan tidak dibunuh) (http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/.pdf). Motivasi memperkosa dapat dibagi Berdasarkan temuan data yang empat golongan. Penggolongan pertama kemudian dianalisis, maka disimpulkan berdasarkan usia korban, penggolongan bahwa dari 5 pelaku kasus pemerkosaan, kedua berdasarkan sifat atau suasana yang ternyata menyertai, penggolongan ketiga berdasar- pemerkosaan cukup beragam yakni dari kan penggolongan usia maka 2 common law rape dan 3 keempat menitikberatkan pada dominasi statutory rape, sedangkan situasi/suasana unsur kekerasan. Jika menitikberatkan yang melatarbelakanginya 2 anger rape, 2 pada usia korban maka menurut Davison Dominated Motivation dan 1 Dominated dan Neale ada dua yakni Common Law Motivation Victim Pretitating Rape. Objek Rape (usia 17 tahun keatas) dan Statutory yang menjadi sasaran pelaku 2 Fetisistis Rape (usia dibawah 16 tahun/ dibawah dan 3 Perilaku memperkosa pada anak- umur). Jika menitikberatkan pada sifat anak atau pedofilia, sedangkan terkait atau suasana yang menyertai perkosaan, dengan Unsur kekerasaan dalam kasus maka Seductive pemerkosaan, maka 2 Non Forcible Rape Motivation/ Victim Pretipitating Rape dan 3 Forcible Rape. Sebaran jenis (korban memberi motivasi), Dominated motivasi Motivation mengeksploitasi dan dominasi pemerkosaan terhadap korban, terlihat pelaku), dalam bagan dibawah ini. objek, sedangkan dibedakan Sadistive antara Motivation (motif jenis pelaku motivasi yang terjadinya melakukan menyakiti) dan Anger Motivation (motif 270 | MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014 Tabel 2 Jenis Motivasi Memperkosa Jenis Motivasi Memperkosa No Nama Usia Sifat/suasana Motivasi Objek Unsur Umum Kekerasan 1 AGP Common Seductive Fetisistis Non Forcible Ingin Rape merasakan Law Motivation/ Rape Victim hal Pretipitating seharusnya Rape belum yang dilakukan 2 3 SPD HRS Common Seductive Fetisistis Non Forcible Sudah lama Rape tidak Law Motivation/ Rape Victim melakukan Pretipitating hubungan Rape seksual Statutory Dominated Perilaku Rape memperkosa Rape tidak pada melakukan Motivation Forcible anak- anak Sudah lama hubungan seksual 4 PRM Statutory Dominated Perilaku Rape Motivation memperkosa Rape merasakan Victim pada hal baru Pretitating anak Forcible anak- Ingin Rape 5 RBY Statutory Dominated Perilaku Rape memperkosa Rape merasakan pada hal baru Motivation Forcible anak- Ingin anak Motivasi dalam Kasus Pemerkosaan (Supomo Ari Sasongko) | 271 Faktor-faktor yang mempengaruhi aspek-aspek motivasi memperkosa yakni terjadinya motivasi memperkosa dapat Adanya dipilah ke dalam dua kelompok, faktor kompensasi, agresi seksual dan impuls . agresivitas yang dialihkan, internal dan faktor eksternal. Faktor Berpijak dari data yang dikumpulan internal, terdiri dari dorongan seksual dan dianalisis, maka dapat diketahui yang timbul pada individu, agresifitas, bahwa pelaku melakukan pemerkosaan perkembangan kontrol terhadap korban ternyata cukup beragam, terhadap realitas dan etika yang tidak yakni 4 orang karena factor internal (HRS, edukatif, terhadap PRM, RBY dan SPD), 4 orang karena kekerasan dan pengalaman seksual yang faktor eksternal (PRM, RBY, AGP dan dilihat sebelumnya. SPD) dan 3 orang karena faktor internal Sedangkan faktor eksternal, biasanya dan eksternal yakni PRM, RBY dan SPD. karena hal-hal sebagai berikut : provokasi Adapun sebaran tentang faktor-faktor oleh korban, deviansi kultural yang internal memberikan dukungan pada motivasi menyebabkan terjadinya kasus perkosaan memperkosa oleh pria terhadap wanita, adalah sebagai berikut : kemampuan sikap atau individu dirasakan maupun eksternal yang Tabel 3 Faktor-Faktor Motivasi Memperkosa Motivasi Memperkosa No Nama 1 HRS Faktor Internal Pengalaman seksual yang dilihat Provokasi melalui film porno 2 PRM Faktor Eksternal oleh korban, lingkungan sepi Dorongan seksual yang timbul pada Provokasi oleh korban individu 3 RBY Pengalaman seksual yang dilihat atau Provokasi oleh teman karena dirasakan sebelumnya, rasa solidaritas perkembangan kemampuan control terhadap realitas dan etika yang tidak edukatif 272 | MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014 4 AGP Provokasi oleh teman karena rasa solidaritas 5 SPD Pengalaman seksual yang dilihat atau Provokasi oleh teman karena dirasakan sebelumnya, rasa solidaritas perkembangan kemampuan control terhadap realitas dan etika yang tidak edukatif HRS mengatakan bahwa dia melakukan perbuatan itu karena adanya dorongan rasa ingin melakukan hubungan B. Pemerkosaan: Refleksi Ketim- pangan Relasi Berbasis Gender Gender sesungguhnya merujuk seksual yang belum pernah dialaminya. jenis kelamin hasil konstruksi sosial yang PRM melakukan pemerkosaan karena berujung pada pembagian peran antara motivasinya sudah lama tidak melakukan laki-laki dan perempuan. Sebagai hasil hubungan suami istri dengan pasangan konstruksi sosial, maka gender bukanlah yang ditinggal sesuatu yang kodrati (given) dan dapat mengungkapkan dipertukarkan. Konsep gender berbeda adanya unsur dengan konsep seks. Konsep gender kebencian terhadap anak kecil. AGP dan adalah sifat yang melekat pada kaum SPD melakukan pemerkosaan terhadap laki-laki dan perempuan yang dibentuk korban yang sudah dewasa dan dalam oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, keadaan tidak sadarkan diri. Motivasinya sehingga lahir beberapa anggapan tentag adalah untuk melakukan merasakan hal peran sosial dan budaya laki-laki dan baru yang seharusnya tidak boleh dan perempuan (Handayani dan Sugiarti, karena sudah lama tidak melakukan 2002:6). Akan tetapi kesalahpahaman hubungan seksual. Selain itu juga karena dalam menyamakan konsep gender dan adanya teman seks, yang berujung pada perbedaan jenis aktualisasi kelamin secara sosial tersebut pada sah karena keluarganya. RBY motivasinya karena sebagai rasa lama perkewuh bukti bentuk antar solidaritas antar teman dalam groupnya akhirnya serta adanya rasa keinginan merasakan kemanusiaan yakni ketidakadilan serta pengalaman seksual baru dengan orang ketidaksetaraan lain. merugikan posisi laki-laki dan terutama Motivasi dalam Kasus Pemerkosaan (Supomo Ari Sasongko) menimbulkan gender, persoalan yang justru | 273 perempuan. Sayangnya, kemanusiaan tersebut menyebabkan yang dehumanisasi dilegitimasi misoginis) persoalan budaya, bahkan agama negara fisik dan psikis. Oleh karena itulah telah pemerkosaan bukan hanya cerminan dari justru citra perempuan sebagai objek seks (tafsir melainkan sebagai objek kekuasaan laki- melalui laki (Wahid dan Irfan, 2001:13). regulasi serta policy yang bersifat seksis, Dari sebagai sebuah takdir, budaya dan tradisi. melibatkan kasus 5 perkosaan pelaku, maka yang nuansa Pembedaan gender pada akhirnya ketimpangan relasi gender yang bersifat menimbulkan ketidakadilan keseteraan sub-ordinat antara pelaku dengan korban. gender yang berdimensi ketimpangan Hubungan relasi antara laki-laki dan perempuan terlihat dalam bentuk marginalisasi, diskriminasi, pelaku yang termasuk statutory rape subordinat, steorotipe/pelabelan negatif, yakni berdasarkan usia korban adalah beban ganda dan kekerasaan(Handayani anak di bawah umur. Karena masih dan Kasus belia/dibawah umur, maka korban tidak pemerkosaan, pada dasarnya menyiratkan memiliki pengetahuan tentang bahaya hubungan yang tidak seimbang serta hubungan seksual serta tidak memiliki dominan peran pelaku (laki-laki) untuk kuasa-tenaga mengeksploitasi (perempuan) menolak keinginan pelaku yang notabene sehingga kental dengan bentuk-bentuk adalah orang dewasa, apalagi disertai ketidakadilan serta kesetaraan gender dengan dalam bentuk sub-ordinasi, steorotif serta Pemerkosaan dengan nuansa relasi sub- kekerasan. Nursyahbandi Kantjasungkana ordinat dilakukan oleh HRS, PRM dan mengatakan bahwa masalah pemerkosaan RBY. Ketiga pelaku tersebut juga dalam yang (korban) kondisi sebagai pemegang kendali situasi merupakan contoh kerendahan posisi untuk menguasai korban sehingga pelaku perempuan terhadap kepentingan seksual adalah aktor penting yang menentukan laki-laki. Citra seksual perempuan yang terjadinya kasus pemerkosaan (dominated menempatkan motivation), Sugiarti, dialami 2002:16-20). korban perempuan dirinya sebagai objek yang jenis bersifat motivasi untuk ancaman sub-ordinat memperkosa melawan serta dengan serta kekerasaan. objek sasaran seksual laki-laki ternyata berimplikasi memperkosa pada anak. Dominannya jauh. Dalam kehidupan kesehariannya, peran perempuan senantiasa berhadapan dengan menyebabkan kekerasan, pemaksaan dan penyiksaan ekspolitasi seksual pelaku. 274 | pelaku terhadap korban menjadi korban, objek MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014 Bentuk steorotip atau pelabelan Penutup negatif yang terkait erat dengan kasus pemerkosaan, terlihat dari Motivasi pelaku dalam melakukan faktor pemerkosaan ternyata sangat beragam eksternal yakni korban yang berpakaian dan motivasi tersebut tidaklah bersifat minim yang termasuk dalam kategori tunggal (berdiri sendiri) tetapi saling motivasi seductive berhubungan antara satu dengan yang motivation/ victim pretipitating rape. lain, sehingga makin mendorong pelaku Korban justru dituduh sebagai penyebab melakukan pemerkosaan terhadap korban utama yang memicu terjadinya kejahatan (AGP, SPD, HRS, PRM dan RBY). seksual Disamping memerkosaan tersebut. Penampilan fisik itu, pemerkosaan terjadi korbanlah yang dinilai telah merangsang selain karena motivasi yang kuat dari diri birahi pelaku, sehingga pelaku berani sendiri pelaku atau bersifat internal juga melakukan setelah karena didukung oleh faktor eksternal memperdaya korban dengan memberikan yakni penampilan fisik korban yang minuman keras. Dalam keadaan mabok memicu terjadinya pemerkosaan (kasus serta kondisi tidak sadar inilah maka AGP dan SPD). pemerkosaan korban digilir oleh pelakunya yakni AGP Kasus pemerkosaan ternyata dan SPD. Sedangkan kasus pemerkosaan berkaitan erat dengan persoalan relasi yang bentuk gender yang tidak setara antara pelaku gender dengan korban. Bentuk ketimpangan berupa kekerasan, terlihat dari motivasi relasi yang bermuara pada persoalan memperkosa unsur kemanusiaan tersebut antara lain karena kekerasaan yang dilakukan oleh pelaku menempatkan korban pihak yang sub- terhadap korban, ternyata sangat kental ordinat dengan pemerkosaan yang dilakukan oleh pelampisan seksual (HRS, PRM dan HRS, PRM dan RBY dengan korban RBY), korban dianggap dan disalahkan yang masih dibawah umur. Korban dalam sebagai keadaan sadar, sehingga membuat pelaku pemerkosaan (AGP dan SPD) dan korban mengunakan ancaman serta kekerasan dipaksa melakukan hubungan seksual untuk memuluskan melampiskan hasrat dengan pelaku karena ancaman dan seksualnya kepada anak. kekerasaan (HRS, PRM dan RBY). memperlihatkan ketidakadilan dan ada kesetaraan tidaknya sebagai pemicu Motivasi dalam Kasus Pemerkosaan (Supomo Ari Sasongko) objek utama eksploitasi terjadinya | 275 Winkel, DAFTAR PUSTAKA W.S., 1978, Pengertian Motivasi, Dalam Oemar Baron, Robert A., and Donn Byrne, 2005, Psikologi vol.I. Sosial, X, Surabaya: Erlangga. Coleman, PT., Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT Bumi Aksara. Internet : 2003, Redefining http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/1234567 Ripeneer, A Social Psycological 89/20308/1/Faktorfaktor-Penyebab- Prespective Peace and Conflict. terjadinya Journal of Peace Psycology. perkosaan-%3A-studi-Polres- Gosita, Arif, 1987, Relevansi Viktimologi Pasuruan.pdf, Tindak-Pidanadiunduh 10 Dengan Pelayanan Terhadap Para November 2014, pukul 13.54 WIB Korban Perkosaan, Jakarta: Ind. http://www.komnasperempuan.or.id/wp- Hill. Co. content/uploads/2013/12/Kekerasan Kartono, Kartini, 2001, Patologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo. -Seksual-Kenali-dan-Tangani.pdf diunduh 9 November 2014, pukul Konecni, V. J., and E. B Ebbesen, 1982, An Analysis of the Sentencing 13.56 WIB http://fokus.news.viva.co.id/news/read/24 System. dalam The Criminal Justice 7748-wanita-dan-kejamnya- System: angkutan-jakarta, A Social-Psychological Analysis. editor V. J. Konecni and E. B Ebbesen, San Francisco: W. H. Freeman. Kelompok Konsep Dasar Dan Pendekatan, Bandung: Rizki Press. Wahid, A., diunduh 9 November 2014, pukul 14.09 WIB http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/1234567 89/20308/1/Faktorfaktor-Penyebab- Natawidjaja, Rohman, 2009, Konseling dan Perlindungan 276 | Alik, M. Irfan, Terhadap terjadinya-Tindak-Pidanaperkosaan-%3A-studi-PolresPasuruan.pdf, diunduh 10 2001, November 2014, pukul 13.54 WIB Korban http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1ke Kekerasan Seksual (Advokasi Atas dokteran/207311031/BAB%20II.pd Hak Asasi Perempuan), Malang: f diunduh 10 November 2014 pukul Refika Aditama. 13.20 WIB MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014