motivasi dalam kasus pemerkosaan (perspektif

advertisement
MOTIVASI DALAM KASUS PEMERKOSAAN
(PERSPEKTIF GENDER)
Supomo Ari Sasongko
Guru BK SMP N 1 Kedungwuni, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Psikologi
UNIKA Soegijapranta, Semarang
[email protected]
Abstract : The rapes is a serious form of sexual crimes, so that rape has been defined as a
form of sexual criminal offense. Real rape case comes down to the issue of motivation of
the perpetrator. Results of research and analysis indicate that the rape victim offender
motivation was very diverse and influenced by internal and external factors. Cases of rape
are also related to the issue of inequality of gender relations, ie, sub-ordinated, steorotipe
and gender-based violence.
Keywords: Motivation, Rape, Gender Inequity, Violence
Abstrak: pemerkosaan adalah bentuk serius dari kejahatan seksual, sehingga perkosaan
yang telah ditetapkan sebagai bentuk tindak pidana seksual. Kasus pemerkosaan nyata
turun ke masalah motivasi pelaku. Hasil penelitian dan analisis menunjukkan bahwa
korban perkosaan motivasi pelaku sangat beragam dan dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Kasus perkosaan juga terkait dengan masalah ketimpangan relasi gender, yaitu,
sub-ordinasi, steorotipe dan kekerasan berbasis gender.
Kata Kunci : Motivasi, Pemerkosaan, Ketidakadilan Gender, Kekerasaan
yaitu 0.00567003 per 1.000 orang (Gosita,
Pendahuluan
Pemerkosaan merupakan kejahatan
yang
cukup
di
oleh Komnas perempuan dengan istilah
kasus
lain yakni kekerasan seksual. Kekerasan
pemerkosaan di Indonesia menduduki
seksual di Indonesia yang cukup tinggi
peringkat ke-62 dari 194 negara di dunia
yakni dalam waktu tiga belas tahun
masyarakat.
264 |
mendapat
perhatian
1987:2). Data senada juga dikemukakan
Epidemiologi
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
terakhir
kasus
kekerasan
seksual
melaporkan kasusnya. Akibat dari realitas
berjumlah hampir seperempat dari seluruh
ini
total kasus kekerasan, atau 93.960 kasus
permukaan
dari seluruh kasus kekerasan terhadap
angka statistik yang sebenarnya (the dark
perempuan yang dilaporkan yaitu 400.939
number), sebab pemerkosaan termasuk the
kasus
hidden crime. Gerakan tutup mulut korban
(http://www.komnasperempuan.or.id/ pdf)
maupun keluarga banyak ditemukan serta
. Artinya, setiap hari 20 perempuan
dilakukan di dalam masyarakat karena
menjadi korban kekerasan seksual. Meski
berbagai alasan, antara lain : malu, takut,
korban pemerkosaan didominasi oleh
stigma tidak perawan/bekas orang, korban
perempuan, namun banyak pula korban
perkosaan, kejadian perkosaan dipandang
kasus pemerkosaan (pencabulan terutama
sebagai takdir ataupun musibah sehingga
anak) adalah laki-laki. Misalnya, kasus
mereka pasrah bahkan mereka diam
Robot Gedeg, Babe, JIS dan Emon. Kasus
karena tidak percaya bahwa hakim di
pemerkosaan
pengadilan akan memberikan putusan
ternyata
tidak
hanya
dilakukan di ruang privat (rumah, hotel,
maka
angka
yang
tidaklah
muncul
di
merepresentasikan
yang adil bagi korban.
kost-kostan,) tetapi juga di ruang publik
Maraknya kasus perkosaan baik di
(taman, sekolah, kantor bahkan di dalam
ruang-ruang privat maupun publik sebagai
angkutan umum). Contoh pemerkosaaan
mana
di ruang publik adalah kasus pemerkosaan
sesungguhnya tidak terjadi jika tidak ada
yang dilakukan kru angkutan umum
motivasi dari pelaku. Motivasi pelaku
“sopir tembakan” terhadap penumpang
inilah yang memegang peranan penting
perempuan di dalam angkutan metro mini
sehingga
di Jakarta. Korban selain diperkosa, juga
memakan korban terjadi. Secara umum
dirampok,
tujuan
dianiaya,
dibuang
bahkan
telah
disinggung
kasus
diatas
pemerkosaan
motivasi
yang
adalah
untuk
dibunuh
menggerakkan atau menggugah seseorang
(http://fokus.news.viva.co.id/news/read/-
agar timbul keinginan dan kemauan untuk
wanita-dan-kejamnya-angkutan- jakarta).
melakukan
Kasus
pemerkosaan
kejahatan tersembunyi, karena
termasuk
hanya
sesuatu
sehingga
dapat
memperoleh hasil dan mencapai tujuan.
Rochman
Natawidjaja
pelaku-korban, keluarga serta saksi saja
motivasi
yang mengetahui kejadiannya, ditambah
menggiatkan
lagi tidak banyak orang yang berani
perbuatan
ialah
Motivasi dalam Kasus Pemerkosaan (Supomo Ari Sasongko)
atau
suatu
mengatakan
proses
motif-motif
tingkah
untuk
menjadi
laku
yang
| 265
mengatur tingkah laku atau perbuatan
berhubungan
untuk memuaskan kebutuhan atau menjadi
seksual antar individu yakni pelaku dan
tujuan (Natawidjaja, 2009:12) Sementara
korban. Konechi dan Ebbesen mengatakan
itu Taufik mengatakan bahwa motivasi
bahwa perilaku memperkosa dapat juga
mengandung tiga komponen pokok di
timbul untuk menuangkan berbagai motif
dalamnya,
yang
yaitu
menggerakkan,
erat
berbeda
dengan
serta
hubungan
mengekspresikan
mengarahkan, dan menopang tingkah laku
berbagai emosi yang berbeda pula. Oleh
manusia. Adapun yang dimaksud dengan
karena itu tidak heran jika perilaku
mengerakkan
memperkosa
kekuatan
pada
adalah
menimbulkan
individu;
memiliki
memimpin
(Konecni
dan
seseorang untuk bertindak dengan cara
Motivasi
memperkosa
tertentu. Misalnya kekuatan dalam hal
ditampakkan
ingatan,
mengekspresikan
respons-respons
efektif,
dan
banyak
Ebbesen,
motif
1982:297).
dapat
juga
suatu
cara
permusuhan
dan
sebagai
kecenderungan mendapatkan kesenangan,
kebencian (Baron dan Byrne, 2005:23).
yang kedua motivasi juga mengarahkan
Selain motivasi pemuasaan seksual juga
atau menyalurkan tingkah laku. Dengan
ada yang untuk mencari fantasi seksual
demikian seseorang menyediakan suatu
yang pernah dialami sebelumnya. Dalam
orientasi tujuan. Tingkah laku seorang
kasus pemerkosaan juga ada hal yang khas
individu diarahkan terhadap sesuatu, dan
yakni adanya unsur paksaan dengan
ketiga yang dimaksud menopang tingkah
kekerasaan. Hal ini juga dinyatakan oleh
laku sehingga kemungkinan adanya aksi
Coleman dan Broen bahwa perilaku
terjadi,
memperkosa sering melibatkan unsur
lingkungan
sekitar
harus
menguatkan (reinforce) intensitas dan
kekerasan
arah dorongan-dorongan dan kekuatan-
agresivitas baik secara verbal dan fisik
kekuatan
sebagai rasa kekecewaan serta unsur
individu
(Taufik
dalam
Natawidjaja, 2009:13).
Perilaku
sebagai
manifestasi
dari
seksual yang sama-sama tinggi. Oleh
memperkosa
memang
karena itu motivasi memperkosa dianggap
merupakan suatu fenomena yang cukup
sebagai gabungan antara seksual dan
kompleks dan banyak memiliki variasi
agresivitas (Coleman, 2003:81–103).
yang berbeda dalam bentuk motivasi serta
korbannya. Secara umum,
Ragam definisi serta motivasi yang
perilaku
terkait dengan kasus pemerkosaan ini
memperkosa tidak dapat dipisahkan dari
menarik untuk dikaji apalagi saat ini kasus
unsur
pemerkosaan
266 |
seksual,
sebab
perilaku
ini
telah
merajalela
serta
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
menjadi ancaman tidak saja perempuan
tentang
tetapi juga anak-anak sehingga menjadi
prespektif gender.
motivasi
pemerkosaan
dalam
fenomena yang meresahkan tidak saja
masyarakat, LSM, tetapi juga pemerintah.
Metode Penelitian
Nursyahbani Kantjasungkana mengemu-
Riset ini dilakukan dalam tradisi
kakan, bahwa masalah perkosaan tidak
penelitian kualitatif, dengan instrumen
dapat lagi dipandang sebagai masalah
peneliti itu sendiri yang dibantu dengan
antar individu belaka, tetapi merupakan
alat bantu berupa kuisoner, tape recorder,
problem
kamera
sosial
yang
terkait
dengan
serta
catatan
dengan
lokasi
masalah HAM, khususnya yang berkaitan
penelitian
dengan
segala
Kelas II a di Sragen dan Kelas IIb Klaten.
bentuk penyiksaan kekerasan, kekejaman
Teknik pengumpulan data yang digunakan
dan pengabdian martabat manusia (Wahid
adalah wawancara mendalam, observasi
dan Irfan, 2001:26). Oleh karena motivasi
serta
pemerkosaan menjadi hal yang layak
pengecekan validitas data maka digunakan
untuk dikaji tidak saja dari prespektif teori
teknik
tentang
maupun
perlindungan
psikologi
terhadap
manusia
(motivasi-
di
studi
Lembaga
dokumentasi.
triangulasi
baik
metode.
perilaku) tetapi juga dalam kajian gender
interaktif
studies yang belum banyak dilakukan.
analisis datanya.
Pemasyarakat
sumber
Selanjutnya
digunakan
Untuk
sebagai
data
model
teknik
Kajian gender studies digunakan karena
pemerkosaan terkait erat dengan relasi
Hasil Penelitian dan Analisis
antara pelaku yang didominasi oleh jenis
A. Ragam
kelamin
laki-laki
didominasi
oleh
dan
korban
perempuan.
yang
Dalam
Motivasi
Pelaku
Pemerkosaan
Maraknya
kasus
pemerkosaaan
gender studies, maka relasi antara dua
sesungguhnya tidak terlepas dari motivasi
jenis kelamin tersebut menjadi fokus
dari pelaku pemerkosaan itu sendiri, baik
kajian. Relasi yang terjadi dalam kasus
yang bersifat internal maupun eksternal.
pemerkosaan adalah relasi yang tidak
Gerungan
setara antara pelaku dan korban, yang
adalah
sedikit
berdasarkan
banyak
dipengaruhi
oleh
menyatakan
dorongan
bahwa
terdalam
kebutuhan.
motif
manusia
Winkel
konstruksi sosial. Berpijak dari pernyataan
mengatakan bahwa
di atas, maka kajian ini hendak mengulas
penggerak yang berasal dari dalam diri
motif adalah daya
individu yang sengaja digerakkan untuk
Motivasi dalam Kasus Pemerkosaan (Supomo Ari Sasongko)
| 267
maksud dan tujuan tertentu. Motif adalah
maupun Purwanto, maka motivasi pelaku
kontruksi potensial dan laten (Winkel,
melakukan
1978:23).
terhadap
Sementara
itu,
Purwanto
tindakan
korban
pemerkosaan
adalah
karena
mengemukakan bahwa motivasi adalah
rangsangan, dorongan serta tujuan untuk
keadaan terangsang yang timbul dari
memenuhi
dalam diri subyek akibat interaksi motif
hubungan seksualnya. Hubungan seksual
dan aspek situasi yang diamati, relevan,
pada
dengan motif tersebut serta mengaktifkan
mendasar,
perilaku (Purwanto, dalam
Dimyati,
diperbolehkan adalah ketika subjek yang
Mudjiono, 2006:9). Lebih lanjut Colemen
menjadi mitra hubungan seksual tersebut
mengatakan di bidang psikologi motivasi
dipaksa menjadi mitra hubungan seksual
memperkosa dianggap sebagai perilaku
dengan cara-cara melawan hukum, tidak
yang
maladatif
dalam
motivasi
kebutuhan
dasarnya
biologis
merupakan
akan
tetapi
yakni
kebutuhan
yang
tidak
menunjukkan
bahwa
atas persetujuan pihak yang dipenetrasi,
memperkosa
unsur
dengan paksaaan bahkan dengan cara
seksualnya biasanya diarahkan pada objek
kekerasan.
seksual yang normal, namun sayangnya
Berdasarkan data yang berhasil
dimanifestasikan dalam kondisi anti sosial
dihimpun dilapangan serta diolah, maka
(Coleman,
Dengan
didapat informasi tentang profil pelaku
keadaan
pemerkosaan, motivasi serta factor-faktor
demikian
2003:81–103).
motivasi
adalah
terangsang yang timbul dari dalam dirinya
motivasi
subyek diwujudkan dalam tingkah laku
narapidana yang menjadi penghuni di LP
untuk
Kelas
mencapai
suatu
tujuan
guna
memperkosa
II
a
dari
Sragen
5
dan
orang
Lembaga
memuaskan kebutuhan-kebutuhan subyek.
Pemasyarakatan Kelas II b Klaten, sebagai
Berpijak pada pendapat Gerungan, Winkel
berikut :
Tabel 1
Identifikasi Profil Pelaku serta Motivasi Pemerkosaan
No
1
Nama/
Pekerjaan/
Umur
Pendidikan
AGP/
Pengamen/
22 th
SD
LP
Sragen
Pasal yg dituduhkan/
Kondisi Korban
Sanksi/Daftar Napi
285 KUHP dan Pasal Korban
dalam
81 UU No 23 Tahun kondisi sadar dan
2002/
Pidana
Dijatuhi memakai
Penjara
baju
7 yang mini
Tahun Potongan 5
268 |
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
bulan
5
hari/
A.
50/05
2
SPD/ 22 Pengamen/
Sragen
th
285 KUHP dan Pasal Korban
dalam
81 UU No 23 Tahun keadaan
tidak
2002/Dijatuhi Pidana sadar
dan
Penjara 7 Potongan 9 memakai
baju
Bulan
23
Hari/ yang minim
B.64/05
3
HRS/ 20 Pengangguran/
th
Klaten
290 KUHP dan Pasal Korban
dalam
81 UU No. 23Tahun kondisi sadar dan
SLTA
2002 dijatuhi pidana memakai
penjara
Bulan
Tahun
baju
6 yang sopan
Potongan
tahanan 2 bulan/ A.
46/05
4
PRM, 46 Penjual
th
Klaten
Es/SMP
290 KUHP dan Pasal Korban
dalam
81 UU No 23 Tahun kondisi sadar dan
2002, dijatuhi pidana memakai
baju
penjara 2 Tahun/ A. yang sopan
78/05
5
RBY, 44 Buruh
th
Klaten
Tani/SMP
290 KUHP dan Pasal
Korban
dalam
81 UU No. 23 Tahun
kondisi sadar dan
2002/ dijatuhi pidana
memakai
penjara 2 tahun 1
yang sopan
baju
Bulan/ A98/05
Motivasi pelaku untuk memperkosa
kemarahannya, korban sebagai kompen-
sangat beragam, seperti yang dikemukan
sasi perasaan tertekan atau stress pelaku
Kartini
atas
Kartono
yakni
adanya
rasa
berbagai
permasalahan
yang
dendam pelaku pada korban, karena rasa
dihadapinya, karena pengaruh rangsangan
dendam pelaku pada seseorang wanita
lingkungan seperti film atau gambar-
sehingga wanita lain menjadi sasaran
gambar porno, dan karena keinginan
Motivasi dalam Kasus Pemerkosaan (Supomo Ari Sasongko)
| 269
pelaku menyalurkan dorongan seksualnya
kemarahan). Jika menitikberatkan pada
yang sudah tidak dapat ditahannya, juga
objek
karena didukung oleh situasi dan kondisi
dibedakan menjadi festisistis, objek sosial
lingkungan maupun pelaku dan korban
yang sesuai, dan pedofilia. Sedangkan jika
yang memungkinkan dilakukan pemer-
menitikberatkan pada dominasi unsur
kosaan. Dalam setiap kasus pemerkosaan
kekerasan,
paling tidak melibatkan tiga hal, yakni :
Forcible Rape (unsur kekerasan secara
pelaku, korban dan situasi lain. Masing-
paksa), Non Forcible Rape (tanpa unsur
masing mempunyai peran andil sendiri-
kekerasan
sendiri dalam mendorong timbulnya suatu
berdaya terlebih dahulu) dan Lost Murder
tindak
(diperkosa
pidana
perkosaan
(Kartono,
2001:43).
yang
menjadi
maka
atau
sasaran,
dibedakan
maka
menjadi
paksaan-dibuat
dan
tidak
dibunuh)
(http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/.pdf).
Motivasi memperkosa dapat dibagi
Berdasarkan
temuan
data
yang
empat golongan. Penggolongan pertama
kemudian dianalisis, maka disimpulkan
berdasarkan usia korban, penggolongan
bahwa dari 5 pelaku kasus pemerkosaan,
kedua berdasarkan sifat atau suasana yang
ternyata
menyertai, penggolongan ketiga berdasar-
pemerkosaan cukup beragam yakni dari
kan
penggolongan
usia maka 2 common law rape dan 3
keempat menitikberatkan pada dominasi
statutory rape, sedangkan situasi/suasana
unsur kekerasan. Jika menitikberatkan
yang melatarbelakanginya 2 anger rape, 2
pada usia korban maka menurut Davison
Dominated Motivation dan 1 Dominated
dan Neale ada dua yakni Common Law
Motivation Victim Pretitating Rape. Objek
Rape (usia 17 tahun keatas) dan Statutory
yang menjadi sasaran pelaku 2 Fetisistis
Rape (usia dibawah 16 tahun/ dibawah
dan 3 Perilaku memperkosa pada anak-
umur). Jika menitikberatkan pada sifat
anak atau pedofilia, sedangkan terkait
atau suasana yang menyertai perkosaan,
dengan Unsur kekerasaan dalam kasus
maka
Seductive
pemerkosaan, maka 2 Non Forcible Rape
Motivation/ Victim Pretipitating Rape
dan 3 Forcible Rape. Sebaran jenis
(korban memberi motivasi), Dominated
motivasi
Motivation mengeksploitasi dan dominasi
pemerkosaan terhadap korban, terlihat
pelaku),
dalam bagan dibawah ini.
objek,
sedangkan
dibedakan
Sadistive
antara
Motivation
(motif
jenis
pelaku
motivasi
yang
terjadinya
melakukan
menyakiti) dan Anger Motivation (motif
270 |
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
Tabel 2
Jenis Motivasi Memperkosa
Jenis Motivasi Memperkosa
No
Nama
Usia
Sifat/suasana
Motivasi
Objek
Unsur
Umum
Kekerasan
1
AGP
Common Seductive
Fetisistis
Non Forcible Ingin
Rape
merasakan
Law
Motivation/
Rape
Victim
hal
Pretipitating
seharusnya
Rape
belum
yang
dilakukan
2
3
SPD
HRS
Common Seductive
Fetisistis
Non Forcible Sudah lama
Rape
tidak
Law
Motivation/
Rape
Victim
melakukan
Pretipitating
hubungan
Rape
seksual
Statutory Dominated
Perilaku
Rape
memperkosa Rape
tidak
pada
melakukan
Motivation
Forcible
anak-
anak
Sudah lama
hubungan
seksual
4
PRM
Statutory Dominated
Perilaku
Rape
Motivation
memperkosa Rape
merasakan
Victim
pada
hal baru
Pretitating
anak
Forcible
anak-
Ingin
Rape
5
RBY
Statutory Dominated
Perilaku
Rape
memperkosa Rape
merasakan
pada
hal baru
Motivation
Forcible
anak-
Ingin
anak
Motivasi dalam Kasus Pemerkosaan (Supomo Ari Sasongko)
| 271
Faktor-faktor yang mempengaruhi
aspek-aspek motivasi memperkosa yakni
terjadinya motivasi memperkosa dapat
Adanya
dipilah ke dalam dua kelompok, faktor
kompensasi, agresi seksual dan impuls .
agresivitas
yang
dialihkan,
internal dan faktor eksternal. Faktor
Berpijak dari data yang dikumpulan
internal, terdiri dari dorongan seksual
dan dianalisis, maka dapat diketahui
yang timbul pada individu, agresifitas,
bahwa pelaku melakukan pemerkosaan
perkembangan
kontrol
terhadap korban ternyata cukup beragam,
terhadap realitas dan etika yang tidak
yakni 4 orang karena factor internal (HRS,
edukatif,
terhadap
PRM, RBY dan SPD), 4 orang karena
kekerasan dan pengalaman seksual yang
faktor eksternal (PRM, RBY, AGP dan
dilihat
sebelumnya.
SPD) dan 3 orang karena faktor internal
Sedangkan faktor eksternal, biasanya
dan eksternal yakni PRM, RBY dan SPD.
karena hal-hal sebagai berikut : provokasi
Adapun sebaran tentang faktor-faktor
oleh korban, deviansi kultural yang
internal
memberikan dukungan pada motivasi
menyebabkan terjadinya kasus perkosaan
memperkosa oleh pria terhadap wanita,
adalah sebagai berikut :
kemampuan
sikap
atau
individu
dirasakan
maupun
eksternal
yang
Tabel 3
Faktor-Faktor Motivasi Memperkosa
Motivasi Memperkosa
No
Nama
1
HRS
Faktor Internal
Pengalaman seksual yang dilihat Provokasi
melalui film porno
2
PRM
Faktor Eksternal
oleh
korban,
lingkungan sepi
Dorongan seksual yang timbul pada Provokasi oleh korban
individu
3
RBY
Pengalaman seksual yang dilihat atau Provokasi oleh teman karena
dirasakan
sebelumnya, rasa solidaritas
perkembangan kemampuan control
terhadap realitas dan etika yang tidak
edukatif
272 |
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
4
AGP
Provokasi oleh teman karena
rasa solidaritas
5
SPD
Pengalaman seksual yang dilihat atau Provokasi oleh teman karena
dirasakan
sebelumnya, rasa solidaritas
perkembangan kemampuan control
terhadap realitas dan etika yang tidak
edukatif
HRS
mengatakan
bahwa
dia
melakukan perbuatan itu karena adanya
dorongan rasa ingin melakukan hubungan
B. Pemerkosaan:
Refleksi
Ketim-
pangan Relasi Berbasis Gender
Gender
sesungguhnya
merujuk
seksual yang belum pernah dialaminya.
jenis kelamin hasil konstruksi sosial yang
PRM melakukan pemerkosaan karena
berujung pada pembagian peran antara
motivasinya sudah lama tidak melakukan
laki-laki dan perempuan. Sebagai hasil
hubungan suami istri dengan pasangan
konstruksi sosial, maka gender bukanlah
yang
ditinggal
sesuatu yang kodrati (given) dan dapat
mengungkapkan
dipertukarkan. Konsep gender berbeda
adanya
unsur
dengan konsep seks. Konsep gender
kebencian terhadap anak kecil. AGP dan
adalah sifat yang melekat pada kaum
SPD melakukan pemerkosaan terhadap
laki-laki dan perempuan yang dibentuk
korban yang sudah dewasa dan dalam
oleh faktor-faktor sosial maupun budaya,
keadaan tidak sadarkan diri. Motivasinya
sehingga lahir beberapa anggapan tentag
adalah untuk melakukan merasakan hal
peran sosial dan budaya laki-laki dan
baru yang seharusnya tidak boleh dan
perempuan (Handayani dan Sugiarti,
karena sudah lama tidak melakukan
2002:6). Akan tetapi kesalahpahaman
hubungan seksual. Selain itu juga karena
dalam menyamakan konsep gender dan
adanya
teman
seks, yang berujung pada perbedaan jenis
aktualisasi
kelamin secara sosial tersebut pada
sah
karena
keluarganya.
RBY
motivasinya
karena
sebagai
rasa
lama
perkewuh
bukti
bentuk
antar
solidaritas antar teman dalam groupnya
akhirnya
serta adanya rasa keinginan merasakan
kemanusiaan yakni ketidakadilan serta
pengalaman seksual baru dengan orang
ketidaksetaraan
lain.
merugikan posisi laki-laki dan terutama
Motivasi dalam Kasus Pemerkosaan (Supomo Ari Sasongko)
menimbulkan
gender,
persoalan
yang
justru
| 273
perempuan.
Sayangnya,
kemanusiaan
tersebut
menyebabkan
yang
dehumanisasi
dilegitimasi
misoginis)
persoalan
budaya,
bahkan
agama
negara
fisik dan psikis. Oleh karena itulah
telah
pemerkosaan bukan hanya cerminan dari
justru
citra perempuan sebagai objek seks
(tafsir
melainkan sebagai objek kekuasaan laki-
melalui
laki (Wahid dan Irfan, 2001:13).
regulasi serta policy yang bersifat seksis,
Dari
sebagai sebuah takdir, budaya dan tradisi.
melibatkan
kasus
5
perkosaan
pelaku,
maka
yang
nuansa
Pembedaan gender pada akhirnya
ketimpangan relasi gender yang bersifat
menimbulkan ketidakadilan keseteraan
sub-ordinat antara pelaku dengan korban.
gender yang berdimensi ketimpangan
Hubungan
relasi antara laki-laki dan perempuan
terlihat
dalam bentuk marginalisasi, diskriminasi,
pelaku yang termasuk statutory rape
subordinat, steorotipe/pelabelan negatif,
yakni berdasarkan usia korban adalah
beban ganda dan kekerasaan(Handayani
anak di bawah umur. Karena masih
dan
Kasus
belia/dibawah umur, maka korban tidak
pemerkosaan, pada dasarnya menyiratkan
memiliki pengetahuan tentang bahaya
hubungan yang tidak seimbang serta
hubungan seksual serta tidak memiliki
dominan peran pelaku (laki-laki) untuk
kuasa-tenaga
mengeksploitasi
(perempuan)
menolak keinginan pelaku yang notabene
sehingga kental dengan bentuk-bentuk
adalah orang dewasa, apalagi disertai
ketidakadilan serta kesetaraan gender
dengan
dalam bentuk sub-ordinasi, steorotif serta
Pemerkosaan dengan nuansa relasi sub-
kekerasan. Nursyahbandi Kantjasungkana
ordinat dilakukan oleh HRS, PRM dan
mengatakan bahwa masalah pemerkosaan
RBY. Ketiga pelaku tersebut juga dalam
yang
(korban)
kondisi sebagai pemegang kendali situasi
merupakan contoh kerendahan posisi
untuk menguasai korban sehingga pelaku
perempuan terhadap kepentingan seksual
adalah aktor penting yang menentukan
laki-laki. Citra seksual perempuan yang
terjadinya kasus pemerkosaan (dominated
menempatkan
motivation),
Sugiarti,
dialami
2002:16-20).
korban
perempuan
dirinya
sebagai
objek
yang
jenis
bersifat
motivasi
untuk
ancaman
sub-ordinat
memperkosa
melawan
serta
dengan
serta
kekerasaan.
objek
sasaran
seksual laki-laki ternyata berimplikasi
memperkosa pada anak. Dominannya
jauh. Dalam kehidupan kesehariannya,
peran
perempuan senantiasa berhadapan dengan
menyebabkan
kekerasan, pemaksaan dan penyiksaan
ekspolitasi seksual pelaku.
274 |
pelaku
terhadap
korban
menjadi
korban,
objek
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
Bentuk steorotip atau pelabelan
Penutup
negatif yang terkait erat dengan kasus
pemerkosaan,
terlihat
dari
Motivasi pelaku dalam melakukan
faktor
pemerkosaan ternyata sangat beragam
eksternal yakni korban yang berpakaian
dan motivasi tersebut tidaklah bersifat
minim yang termasuk dalam kategori
tunggal (berdiri sendiri) tetapi saling
motivasi
seductive
berhubungan antara satu dengan yang
motivation/ victim pretipitating rape.
lain, sehingga makin mendorong pelaku
Korban justru dituduh sebagai penyebab
melakukan pemerkosaan terhadap korban
utama yang memicu terjadinya kejahatan
(AGP, SPD, HRS, PRM dan RBY).
seksual
Disamping
memerkosaan
tersebut.
Penampilan
fisik
itu,
pemerkosaan
terjadi
korbanlah yang dinilai telah merangsang
selain karena motivasi yang kuat dari diri
birahi pelaku, sehingga pelaku berani
sendiri pelaku atau bersifat internal juga
melakukan
setelah
karena didukung oleh faktor eksternal
memperdaya korban dengan memberikan
yakni penampilan fisik korban yang
minuman keras. Dalam keadaan mabok
memicu terjadinya pemerkosaan (kasus
serta kondisi tidak sadar inilah maka
AGP dan SPD).
pemerkosaan
korban digilir oleh pelakunya yakni AGP
Kasus
pemerkosaan
ternyata
dan SPD. Sedangkan kasus pemerkosaan
berkaitan erat dengan persoalan relasi
yang
bentuk
gender yang tidak setara antara pelaku
gender
dengan korban. Bentuk ketimpangan
berupa kekerasan, terlihat dari motivasi
relasi yang bermuara pada persoalan
memperkosa
unsur
kemanusiaan tersebut antara lain karena
kekerasaan yang dilakukan oleh pelaku
menempatkan korban pihak yang sub-
terhadap korban, ternyata sangat kental
ordinat
dengan pemerkosaan yang dilakukan oleh
pelampisan seksual (HRS, PRM dan
HRS, PRM dan RBY dengan korban
RBY), korban dianggap dan disalahkan
yang masih dibawah umur. Korban dalam
sebagai
keadaan sadar, sehingga membuat pelaku
pemerkosaan (AGP dan SPD) dan korban
mengunakan ancaman serta kekerasan
dipaksa melakukan hubungan seksual
untuk memuluskan melampiskan hasrat
dengan pelaku karena ancaman dan
seksualnya kepada anak.
kekerasaan (HRS, PRM dan RBY).
memperlihatkan
ketidakadilan
dan
ada
kesetaraan
tidaknya
sebagai
pemicu
Motivasi dalam Kasus Pemerkosaan (Supomo Ari Sasongko)
objek
utama
eksploitasi
terjadinya
| 275
Winkel,
DAFTAR PUSTAKA
W.S.,
1978,
Pengertian
Motivasi, Dalam Oemar
Baron, Robert A., and Donn Byrne, 2005,
Psikologi
vol.I.
Sosial,
X,
Surabaya: Erlangga.
Coleman,
PT.,
Proses Belajar Mengajar, Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Internet :
2003,
Redefining
http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/1234567
Ripeneer, A Social Psycological
89/20308/1/Faktorfaktor-Penyebab-
Prespective Peace and Conflict.
terjadinya
Journal of Peace Psycology.
perkosaan-%3A-studi-Polres-
Gosita, Arif, 1987, Relevansi Viktimologi
Pasuruan.pdf,
Tindak-Pidanadiunduh
10
Dengan Pelayanan Terhadap Para
November 2014, pukul 13.54 WIB
Korban Perkosaan, Jakarta: Ind.
http://www.komnasperempuan.or.id/wp-
Hill. Co.
content/uploads/2013/12/Kekerasan
Kartono, Kartini, 2001, Patologi Sosial.
Jakarta: Raja Grafindo.
-Seksual-Kenali-dan-Tangani.pdf
diunduh 9 November 2014, pukul
Konecni, V. J., and E. B Ebbesen, 1982,
An Analysis of the Sentencing
13.56 WIB
http://fokus.news.viva.co.id/news/read/24
System. dalam The Criminal Justice
7748-wanita-dan-kejamnya-
System:
angkutan-jakarta,
A
Social-Psychological
Analysis. editor V. J. Konecni and
E. B Ebbesen, San Francisco: W.
H. Freeman.
Kelompok
Konsep
Dasar
Dan
Pendekatan, Bandung: Rizki Press.
Wahid,
A.,
diunduh
9
November 2014, pukul 14.09 WIB
http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/1234567
89/20308/1/Faktorfaktor-Penyebab-
Natawidjaja, Rohman, 2009, Konseling
dan
Perlindungan
276 |
Alik,
M.
Irfan,
Terhadap
terjadinya-Tindak-Pidanaperkosaan-%3A-studi-PolresPasuruan.pdf,
diunduh
10
2001,
November 2014, pukul 13.54 WIB
Korban
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1ke
Kekerasan Seksual (Advokasi Atas
dokteran/207311031/BAB%20II.pd
Hak Asasi Perempuan), Malang:
f diunduh 10 November 2014 pukul
Refika Aditama.
13.20
WIB
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
Download