naskah publikasi hubungan antara keterampilan sosial anak

advertisement
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN SOSIAL ANAK
DENGAN KECEMASAN MASUK SEKOLAH
Oleh:
ELVIDAWATY
RINA MULYATI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2006
HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN
KECEMASAN MASUK SEKOLAH
Elvidawaty
Rina Mulyati
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterampilan
sosial anak dengan kecemasan masuk sekolah. Dugaan awal yang diajukan dalam
penelitian ini adalah ada hubungan yang negatif antara keterampilan sosial anak
dengan kecemasan masuk sekolah. Responden penelitian adalah siswa Taman
Kanak-Kanak yang berusia empat sampai dengan enam tahun, yang baru
mengawali pendidikannya di Taman Kanak-Kanak saat penelitian ini
dilaksanakan. Metode yang digunakan adalah metode observasi dengan
menggunakan instrument Rating Scale. Rating Scale dibuat sendiri oleh peneliti
yang berjumlah 15 aitem yang dibuat dengan mengacu pada teori kecemasan yang
dikemukakan oleh Maramis (2004). Sedangkan untuk Rating Scale keterampilan
sosial berjumlah 18 aitem diadaptasi dari alat ukur yang digunakan oleh Mager
(dalam Cartledge & Milburn, 1995).
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji
statistik korelasi Product Moment dari Spearman’s dengan fasilitas program SPSS
versi 12.0 for windows untuk menguji apakah ada hubungan antara keterampilan
sosial anak dengan kecemasan masuk sekolah. Hasilnya menunjukkan
rxy = -0,140 dengan p = 0,215 (p > 0,05). Artinya, tidak ada hubungan antara
keterampilan sosial anak dengan kecemasan masuk sekolah. Jadi hipotesis
penelitian ditolak.
Kata kunci: Keterampilan Sosial, Kecemasan Masuk Sekolah
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN
KECEMASAN MASUK SEKOLAH
Telah Disetujui Pada Tanggal
________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Rina Mulyati, S.Psi., M.Si)
Latar Belakang Masalah
Masa awal anak-anak (early childhood) merupakan periode perkembangan
yang merentang dari akhir masa bayi hingga usia kira-kira 5 atau 6 tahun. Pada
masa ini anak mulai belajar untuk mandiri, mengembangkan berbagai
keterampilan
seperti
pengenalan
huruf,
mematuhi
perintah,
dan
juga
menghabiskan waktu dengan bermain terutama teman sebayanya. Periode ini
disebut juga “tahun-tahun prasekolah” karena merupakan masa persiapan bagi
anak untuk memasuki sekolah dasar (Santrock,1995).
Pertama kali anak memasuki lingkungan baru diantaranya Taman KanakKanak, umumnya mereka mengalami ketakutan dan juga kekhawatiran.
Manifestasi dari perasaan takut ini bisa menimbulkan macam-macam gejala
gangguan, antara lain berupa: kejang atau sakit pada perut, sering buang air besar,
sering kencing, sakit kepala, dan timbulnya tics (gerak-gerak facial pada wajah;
misalnya mengedip-ngedipkan mata terus menerus, menggeleng-gelengkan
kepala, mengerenyit-ngerenyitkan alis, menyengir-nyengirkan bibir dan hidung,
dan lain-lain) atau anak jadi cepat marah/agresif. Ada kalanya anak juga jadi
pemurung dan penakut (Kartono, 1990).
Hasil Survey awal yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa pada
minggu-minggu pertama anak memasuki Taman Kanak-Kanak, beberapa anak
menangis karena harus berpisah dengan orangtuanya, anak tidak ingin ditinggal
orangtuanya, anak menjadi pendiam dan pemalu, dan juga anak datang ke sekolah
dengan wajah murung. Fenomena ini tidak hanya terjadi Indonesia, tetapi juga di
Amerika Serikat, dimana banyak ditemui anak-anak yang mengeluh dan menolak
untuk pergi ke sekolah. Penolakan tersebut ditunjukkan dengan munculnya
keluhan anak seperti sakit perut setiap senin pagi, anak terlihat enggan dan harus
dipaksa berangkat ke sekolah, anak dengan sengaja melupakan sesuatu supaya
terlambat pergi ke sekolah, anak sering berkata benci sekolah atau tidak ingin
berangkat sekolah dan ketika berada di sekolah selalu mengatakan ingin pulang
(D’Alessandro & Huth, 2002).
Perilaku anak yang muncul terkait dengan penolakan untuk pergi ke sekolah
jika berlangsung dalam waktu yang panjang dan terjadi pada usia pertumbuhan
bukanlah suatu hal yang bisa dianggap ringan tetapi mengarah pada masalah yang
lebih serius. Salah satunya adalah perasaan cemas yang dialami saat akan masuk
ke sekolah dan berdasarkan data penelitian tahun 2003 di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa gangguan kecemasan adalah salah satu bentuk penyakit jiwa
terbanyak yang dialami oleh anak-anak dan 10% diantaranya membutuhkan
perawatan medis (Kruger, 2003).
Kecemasan masuk sekolah secara sederhana dapat diartikan sebagai bagian
dari kecemasan umum akibat rasa takut berpisah dari ibu atau pengganti ibu, dan
ketidakmampuan berdiri sendiri (Hurlock, 1993). Salah satu penyebab anak-anak
mengalami kecemasan masuk sekolah adalah adanya sesuatu yang mengganggu
mereka, antara lain adanya permasalahan pada guru atau dengan teman,
ketidakmampuan belajar, perubahan di rumah, tidak ingin ditinggalkan oleh
orangtua, perasaan malu, merasa gugup di sekolah, kelas atau situasi sekolah yang
baru, tugas-tugas sekolah yang terlalu mudah dan membosankan, tugas-tugas
sekolah yang terlalu sulit dan membuat frustrasi (D’Alessandro & Huth, 2002).
Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock (1993) yang mengatakan bahwa rasa
cemas akan cenderung meningkat bila tiba saatnya pergi ke sekolah dan beberapa
aspek situasi sekolah yang dianggap tidak menyenangkan oleh anak.
Kenyataannya, tidak semua anak-anak yang memasuki masa sekolah ini
menunjukkan gejala kecemasan. Beberapa anak justru senang saat akan memasuki
sekolah yang baru. Mereka menunjukkan perilaku mudah bergaul dengan teman
atau gurunya, cepat beradaptasi dengan lingkungan sekolah, senang berada di
sekolah karena dapat menunjukkan bakatnya, dan mereka aktif di kelas. Mereka
tidak memiliki permasalahan saat berinteraksi dengan guru atau dengan teman
atau bahkan dengan lingkungan sosial yang lebih luas.
Sebagai makhluk sosial, idealnya anak dapat mengatasi segala permasalahan
yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial. Anak-anak
harus dapat menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku.
Salah satu modal yang perlu dimiliki anak untuk dapat mengatasi permasalahan
tersebut adalah keterampilan sosial. Dengan menguasai keterampilan sosial, anak
akan lebih mudah dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya
sehingga dia dapat berkembang secara normal dan sehat (Mu`tadin, 2002).
Penelitian Schaps (dalam Goleman, 1997) yang dilakukan di Taman KanakKanak hingga Sekolah Dasar kelas 6 di Northern California, menunjukkan bahwa
anak-anak yang memiliki keterampilan sosial lebih mudah diterima oleh
lingkungan sosialnya. Mereka memiliki karakteristik: mampu bertanggung jawab,
tegas, populer dan mudah bergaul, bersifat sosial dan suka menolong, memahami
orang lain, tenggang rasa, penuh perhatian, terampil dalam menyelesaikan
konflik, dan juga pintar dalam menerapkan starategi untuk menyelesaikan
masalah antarpribadi.
Anak yang tidak memiliki keterampilan sosial yang baik biasanya
ditunjukkan dengan ketidakmampuan anak dalam menafsirkan atau menggunakan
bahasa tubuh, seringkali salah paham atau keliru memanfaatkan ekspresi wajah
misalnya gagal melakukan kontak mata, anak gugup bila harus melakukan
percakapan ringan, tidak mengetahui kapan harus mengakhiri pembicaraan dan
merasa takut bahwa apa yang dibicarakannya tidak dapat menarik minat orang
lain.
Ketidakmampuan
menyebabkan
mereka
dalam
diabaikan
melakukan
atau
pergaulan
ditolak
oleh
sosial
sehari-hari
teman
sebayanya
(Goleman,1997).
Menurut
Michelson,
dkk
(dalam
Prawitasari
dan
Hadjam,
2002)
Keterampilan sosial meliputi keterampilan-keterampilan memberikan pujian,
mengeluh karena tidak setuju terhadap sesuatu hal, menolak permintaan orang
lain, tukar pengalaman, menuntut hak pribadi, memberikan saran kepada orang
lain, pemecahan konflik atau masalah, berhubungan atau bekerjasama dengan
orang lain yang berlainan jenis kelamin, berhubungan dengan orang yang lebih
tua dan lebih tinggi statusnya, dan sebagainya.
Dengan karakteristik seperti mampu bertanggung jawab, tegas, populer dan
mudah bergaul, bersifat sosial dan suka menolong, memahami orang lain,
tenggang rasa dan penuh perhatian, penulis berasumsi anak dengan keterampilan
sosial yang tinggi memiliki kecemasan masuk sekolah yang rendah sebaliknya,
anak yang memiliki keterampilan sosial yang rendah akan memiliki kecemasan
masuk sekolah yang tinggi. Dari asumsi tersebut maka timbul keinginan peneliti
untuk mengetahui secara lebih “Apakah benar ada hubungan antara keterampilan
sosial anak dengan kecemasan masuk sekolah?”
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara keterampilan
sosial anak dengan kecemasan masuk sekolah.
Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Dengan mengadakan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
yang mampu memperluas wawasan ilmiah pada psikologi perkembangan dan
klinis pada khususnya, dan juga psikologi pada umumnya dalam mengetahui
keterampilan sosial yang dimiliki oleh anak sehingga dapat mengurangi dan
mengatasi kecemasan masuk sekolah yang dialami oleh anak-anak khususnya
pada masa prasekolah atau Taman Kanak-Kanak.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau dasar
bagi orangtua yang berkaitan dengan perkembangan anak-anak yang
mengalami kecemasan masuk sekolah sehingga orangtua dapat membantu
anak untuk mengatasi perasaan cemasnya tersebut.
Kecemasan Masuk Sekolah
1. Pengertian Kecemasan
Menurut Hurlock (1997) kecemasan adalah keadaan mental yang tidak enak
berkenaan dengan sakit yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas
ditandai oleh kekhawatiran, ketidakenakan, dan perasaan yang tidak baik yang
tidak dapat dihindari oleh seseorang; disertai dengan perasaan tidak berdaya
karena merasa menemui jalan buntu; dan disertai pula dengan ketidakmampuan
menemukan pemecahan masalah yang dihadapi. Rasa cemas mungkin
diekspresikan dalam perilaku yang mudah dikenal seperti murung, gugup, mudah
tersinggung, tidur yang tidak nyenyak, cepat marah dan kepekaan yang luar biasa
terhadap perkataan atau perbuatan orang lain.
2. Pengertian Kecemasan Masuk Sekolah
Kecemasan tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, tetapi juga dialami
oleh anak-anak. Anak-anak mengalami cemas merupakan akibat dari suatu
ketidaknyamanan, kerusuhan atau pertentangan yang bersifat rangkap. Seperti
adanya sesuatu yang mengganggu dalam hubungannya dengan orang-orang yang
memiliki peranan penting dalam kehidupannya yang bisa mengakibatkan
munculnya masalah dalam diri anak. Diantaranya terdapat kecenderungankecenderungan yang bertentangan atau tidak serasi dan menimbulkan suatu
ketegangan serta pertentangan (Jersild,1962).
Dapat disimpulkan bahwa kecemasan masuk sekolah yaitu suatu keadaan
psikologis yang berupa rasa khawatir secara terus menerus, tidak berdaya dan rasa
ketidaknyamanan yang amat sangat yang ditimbulkan oleh sesuatu dari dalam diri
atau dari luar diri yang biasanya muncul bila tiba saatnya berangkat ke sekolah
maupun saat berada di sekolah. Gejala fisik yang sering ditemui adalah keringat
yang berlebihan, sakit perut dan gemetaran bahkan keinginan untuk buang air
kecil terus menerus dan tics.
3. Aspek-Aspek Kecemasan Masuk Sekolah
Maramis (2004) membagi gejala-gejala (komponen) dari kecemasan
menjadi dua, yaitu :
a. Gejala-gejala (komponen) somatik, berupa sesak napas, dada tertekan, kepala
ringan seperti mengambang, linu-linu, epigastrium nyeri, cepat lelah, palpitasi,
dan keringat dingin. Gejala lain pada motorik, pencernaan, pernapasan sistem
kardiovaskuler, genitourenaria atau susunan saraf pusat.
b. Gejala-gejala (komponen) psikologik, yang timbul dalam rasa was-was,
kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, prihatin dengan
pikiran orang mengenai dirinya. Anak akan mengalami ketegangan yang
terus-menerus dan tidak mampu bersikap santai. Kadang-kadang dilihat dari
cara bicaranya yang cepat, tetapi terputus-putus.
4. Jenis-jenis Kecemasan Masuk Sekolah
Kaplan dkk (1997) membagi kecemasan menjadi dua jenis yaitu:
a. Kecemasan Normal
Kecemasan merupakan suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, dari
perubahan, dari pengalaman sesuatu yang baru dan belum dicoba, dan dari
penemuan identitasnya sendiri dan arti hidup. Kecemasan masuk sekolah
adalah normal bagi anak-anak pada hari pertama sekolahnya karena mereka
mulai memasuki lingkungan baru yang lebih luas dibandingkan dengan
lingkungan keluarga.
b. Kecemasan Patologis
Kecemasan patologis adalah respon yang tidak sesuai terhadap stimulus yang
diberikan berdasarkan intensitas atau durasinya ketika mengalami kecemasan.
5. Penyebab Kecemasan Masuk Sekolah
Kartono & Andari (1989) menyatakan penyebab dari kecemasan masuk
sekolah adalah ketakutan dan kecemasan yang terus menerus, disebabkan oleh
kesusahan-kesusahan dan kegagalan yang bertubi-tubi. Misalnya kegagalannya
dalam menjalin hubungan dan interaksi sosial dengan teman sebayanya.
Kegagalan ini akan membuat rasa cemas pada diri anak apakah dia diterima atau
ditolak oleh teman sebayanya.
Sedangkan menurut Supratiknya (1995) sebab munculnya gangguan
kecemasan masuk sekolah adalah modeling, yaitu mencontoh orang tua yang
memiliki sifat tegang dan pencemas.
6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Masuk Sekolah
Mengenai kecemasan yang dialami anak pada masa sekolah awal dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu :
a. Keadaan diri Individu
Rasa cemas sering berkembang setelah melalui suatu periode rasa khawatir
yang kuat, sehingga melemahkan kepercayaan pada diri sendiri dan
menimbulkan perasaan tidak mampu. Ketidakpuasan diri yang mereka alami
tidak terbatas pada suatu situasi spesifik, tetapi bahkan meluas (Hurlock,
1997).
b. Pengalaman yang tidak menyenangkan
Hal ini dinyatakan oleh Supratiknya (1995) yang mengatakan bahwa perasaan
cemas dapat timbul karena pernah mengalami pengalaman yang tidak
menyenangkan dalam pergaulan.
c. Lingkungan keluarga
Rasa cemas juga bisa disebabkan karena penularan. Jika anak-anak
berhubungan terlalu akrab dengan orang yang cemas, misalnya ibunya atau
saudaranya mereka mungkin akan menirukan kecemasan. Jika mereka
sebelumnya telah menderita rasa cemas maka hubungan dengan orang yang
cemas cenderung akan meningkatkan kecemasan (Hurlock,1997).
7. Sekolah
Sekolah diperlukan bagi anak untuk dapat mengembangkan fungsi
intelektualnya dan juga mengembangkan potensi lain yang ada dalam dirinya
(Kartono,1990). Lingkungan sekolah yang baru dapat membuat rasa cemas pada
anak karena perubahan situasi dari lingkungan keluarga yang kecil menjadi
lingkungan sekolah yang lebih luas. Kemampuan anak dalam beradaptasi maupun
berinteraksi dengan orang lain di sekolah sangat menentukan apakah anak itu
diterima atau ditolak oleh temannya.
Keterampilan Sosial Pada Anak
1. Pengertian Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial merupakan kemampuan yang beraneka ragam untuk
mengeluarkan perilaku-perilaku yang tampak; baik berupa tingkah laku positif
maupun negatif dan tidak mengeluarkan perilaku yang dilarang atau tidak disukai
oleh orang lain (Libet & Lewinson dalam Cartledge & Milburn, 1995). Morgan
(dalam Cartledge & Milburn, 1995) menambahkan keterampilan sosial tidak
hanya membutuhkan kemampuan untuk memulai dan menjaga interaksi positif
dengan orang lain, tetapi juga termasuk kemampuan untuk menerima objektivitas
yang dimilikinya untuk berinteraksi dengan yang lainnya. Jika seseorang dapat
lebih sering atau lebih banyak menerima keobjektivitasannya dalam berinteraksi
dengan orang lain, maka akan lebih mudah bagi orang lain untuk memberikan
penilaian bagi orang tersebut.
2. Keterampilan Sosial Pada Anak
Dari penjabaran beberapa pengertian disimpulkan keterampilan sosial pada
anak kemampuan individu untuk berperilaku yang sesuai dengan aturan yang ada
ataupun yang diinginkan oleh orang lain sehingga seseorang dapat berinteraksi
ataupun memulai interaksi dengan yang lain. Perilaku tersebut diantaranya adalah
dapat menghargai dan memahami perasaan orang lain, dapat lebih mengontrol
diri, menjalin kerjasama dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku.
3. Aspek-Aspek Keterampilan Sosial
Mager (dalam Cartledge & Milburn, 1995) menggunakan dua aspek untuk
mengukur keterampilan sosial pada anak-anak yaitu:
a. Kesopanan
Meliputi perilaku anak dalam menunjukkan sikap yang positif terhadap temanteman sebayanya maupun orang yang lebih dewasa. Sikap tersebut antara lain
memberikan pujian, memberikan senyuman, mengucapkan terima kasih,
membuat pernyataan yang positif dan juga perilaku yang baik dalam situasi
yang beraneka ragam.
b. Kerjasama
Meliputi kemampuan anak untuk berpartisipasi dalam pekerjaan kelompok
dengan teman sebaya atau orang yang lebih dewasa, kemampuan menjalankan
pertemanan, dapat mengikuti aturan yang berlaku dalam kelompoknya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, yaitu prosedur
penelitian yang menghasilkan data numerical (angka) yang diolah dengan metode
statistika. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi
dengan menggunakan Rating Scale. Adapun Rating Scale yang digunakan adalah
Rating Scale Kecemasan Masuk Sekolah dan Rating Scale Keterampilan Sosial.
Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa Taman KanakKanak yang berusia empat sampai dengan enam tahun, yang baru mengawali
masa pendidikannya di Taman Kanak-Kanak saat penelitian ini dilaksanakan.
Hasil Penelitian
Hasil analisis deskriptif dapat diketahui bahwa secara umum subjek
penelitian memiliki kecemasan masuk sekolah yang rendah, terlihat dari nilai
mean empiriknya sebesar 23,53. Sedangkan keterampilan sosial sangat tinggi,
terlihat dari nilai mean empiriknya sebesar 64,35.
Dari hasil uji normalitas menunjukkan variabel Kecemasan Masuk Sekolah
menunjukkan K-SZ = 0,595 ; p= 0,871 (p>0,05) berarti kecemasan masuk sekolah
memiliki sebaran normal sedangkan variabel keterampilan sosial menunjukkan KSZ = 1,313 ; p=0,064 (p>0,05) berarti keterampilan sosial memiliki sebaran
normal. Untuk uji linearitas diperoleh bahwa F = 0,648 ; p= 0,431 (p<0,05). Hasil
menunjukkan bahwa antara keterampilan sosial dan kecemasan masuk sekolah
bersifat tidak linear.
Hasil Uji Hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product
Moment dari Spearman’s. Hasil analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa
besarnya koefisien korelasi antara variabel Keterampilan Sosial dengan
Kecemasan Masuk Sekolah sebesar rxy = -0,140 dengan p = 0,215 (p > 0,05). Hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keterampilan sosial anak
dengan kecemasan masuk sekolah. Dengan demikian hipotesis yang diajukan oleh
peneliti ditolak.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki
tingkat kecemasan masuk sekolah yang rendah dan keterampilan sosial yang
tinggi, tetapi berdasarkan uji korelasi yang telah dilakukan tidak menunjukkan
adanya korelasi antara keterampilan sosial anak dengan kecemasan masuk
sekolah. Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyatakan adanya korelasi
negatif antara keterampilan sosial anak dengan kecemasan masuk sekolah, ditolak.
Ditolaknya hipotesis tersebut disebabkan keterampilan sosial dengan
kecemasan masuk sekolah tidak berpengaruh langsung. Keterampilan sosial
ternyata tidak memiliki hubungan dengan kecemasan masuk sekolah. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya faktor yang mempengaruhi kecemasan masuk
sekolah. Menurut Lang (dalam Goldstein,1995) kecemasan masuk sekolah dapat
timbul karena faktor fisiknya yang tidak mendukung, kemampuannya dalam
berpikir dan juga perilaku. Sedangkan menurut Hurlock (1993) minat anak pada
sekolah juga dapat berpengaruh dalam menghadapi kecemasan masuk sekolah.
Tingginya tingkat keterampilan sosial pada subjek penelitian disebabkan
oleh semakin besarnya keinginan anak untuk dapat berinteraksi dengan teman
sebayanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock (1997) yang menyatakan
bahwa peningkatan perilaku sosial cenderung akan terjadi pada masa kanak-kanak
awal. Diantara beberapa penyebab peningkatan perilaku sosial biasanya keinginan
untuk diterima secara sosial merupakan pendorong yang cukup kuat bagi
peningkatan perilaku sosial. Keterampilan sosial sangat mendukung keberhasilan
seseorang dalam pergaulan dengan orang lain. Goleman (1997) berpendapat
dengan memiliki keterampilan sosial akan memungkinkan seseorang untuk dapat
membentuk hubungan, membina kedekatan hubungan, meyakinkan dan
mempengaruhi dan juga membuat orang lain merasa nyaman.
Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat kecemasan masuk
sekolah pada subjek penelitian adalah rendah. Ini terlihat dari wajah anak-anak
yang menunjukkan kegembiraan ketika datang ke sekolah. Kecemasan masuk
sekolah yang rendah dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal diantaranya adalah minat anak pada sekolah.
Minat memegang peranan yang penting dalam kehidupan anak sebagai sumber
motivasi untuk belajar, sumber aspirasi, kegembiraan dan prestasi (Hurlock,
1993). Sedangkan faktor eksternal adalah Taman Kanak-Kanak itu sendiri. Karena
pada dasarnya pendidikan prasekolah bertujuan untuk memberikan pengalaman
sosial di bawah bimbingan guru yang terlatih yang membantu mengembangkan
hubungan yang menyenangkan agar anak-anak tidak mendapat perlakuan yang
mungkin menyebabkan mereka menghindari hubungan sosial (Hurlock,1997).
Kemungkinan lain penyebab ditolaknya hipotesis adalah adanya kelemahankelemahan dalam penelitian seperti pada saat pengambilan data yang
menggunakan
observasi.
Sebaiknya,
peneliti
dalam
pengambilan
data
menggunakan penilai lebih dari satu atau menggunakan interrater agar dapat
membagi tugas melihat objek dari berbagai sisi, kemudian diintegrasikan untuk
mendapatkan gambaran yang lebih lengkap sehingga tidak bersifat subjektif.
Kelemahan pada time sampling atau frekuensi pengambilan data yang hanya
berlangsung satu kali saja juga dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah :
1. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa ada korelasi negatif antara
keterampilan sosial anak dengan kecemasan masuk sekolah ditolak. Artinya,
tidak ada hubungan antara semakin tinggi keterampilan sosial, maka semakin
rendah kecemasan masuk sekolah. Begitu juga sebaliknya, tidak ada hubungan
antara anak yang memiliki keterampilan sosial yang rendah akan memiliki
kecemasan masuk sekolah yang tinggi.
2. Sebagian besar subjek penelitian memiliki tingkat kecemasan masuk sekolah
dalam kategori rendah, artinya subjek penelitian tidak memiliki kecemasan
masuk sekolah yang berlebihan.
3.
Tingkat keterampilan sosial pada sebagian besar subjek penelitian berada
dalam kategori sangat tinggi, artinya subjek penelitian memiliki keterampilan
sosial yang baik.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat
penulis berikan berkaitan dengan proses dan hasil yang diperoleh dari penelitian
ini. Saran-saran tersebut, antara lain:
1. Bagi Subjek Penelitian
Keterampilan sosial yang telah dimiliki oleh sebagian besar subjek penelitian
sebaiknya tetap dilakukan baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun
lingkungan yang lebih luas. Keterampilan sosial juga dapat ditingkatkan dengan
hal-hal yang sederhana seperti mengawali kontak sosial dengan orang lain,
melibatkan diri dalam percakapan, mengungkapkan rasa terima kasih,
mengucapkan “tolong” bila ingin meminta bantuan, mudah berkerjasama dengan
orang lain, berperan aktif dalam suatu kelompok dan juga kegiatan-kegiatan
lainnya. Hal ini penting dilakukan tidak saja bagi diri sendiri tetapi juga bagi
orang lain agar dapat diterima dengan baik di masyarakat.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti lain yang tertarik untuk menggali lebih lanjut mengenai
kecemasan
masuk
sekolah
atau
keterampilan
sosial
disarankan
untuk
memperhatikan prosedur dalam pengambilan data. Seperti pada observasi,
sebaiknya menggunakan lebih dari satu penilai untuk melihat objek dari berbagai
sisi sehingga memperoleh gambaran yang lebih lengkap dan tidak bersifat
subjektif. Selain itu, disarankan juga menggunakan metode kualitatif untuk
mengetahui hubungan antara keterampilan sosial dengan kecemasan masuk
sekolah agar memperoleh data yang lebih mendalam dengan observasi yang lebih
baik dan juga wawancara.
DAFTAR PUSTAKA
Cartledge, G., Milburn, J.F. 1995. Teaching Social Skill to Children and Youth.
Third Edition. United States of America : Allen and Bacon
D’Allessandro, D., Huth, Lindsay. 2002. Children and School Anxiety.
http.//www.vh.org.11/04/05
Goldstein, Sam. 1995. Understanding and Managing Children’s Classroom
Behavior. Canada : John Wiley and Sons. Inc.
Goleman, Daniel. 1997. Kecerdasan Emosional. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama
Hurlock, E.B. 1993. Perkembangan Anak. Jilid 2. Alih Bahasa Meitasari
Tjandrasa. Jakarta : Erlangga
____________. 1997. Child Development. Alih Bahasa Meitasari Tjandrasa.
Jakarta: Erlangga
Jersild, A.T. 1962. Psychologi Anak. Edisi Keempat. Alih Bahasa : Mochtar
Buchori. Bandung : Tarate
Kaplan, I.H., Sadock, J.B., Grebb, A.J. 1997. Sinopsis Psikiatri : Ilmu
Pengetahuan Perilaku, Psikiatri Klinis. Edisi Ketujuh. Jilid Dua. Jakarta :
Binarupa Aksara
Kartono, K., Andari, Jenny. 1989. Hygiene Mental dan Kesehatan dalam Islam.
Bandung : Mandar Maju
Kartono, K. 1990. Psikologi Anak: Psikologi Perkembangan. Bandung : Mandar
Maju
Kruger, Pamela.2003. School Anxiety. http.//www.vh.org.11/04/05
Maramis, F.W. 1980. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Universitas Airlangga
Mu’tadin, Zainun. 2002. Mengembangkan Keterampilan Sosial pada Remaja.
http://www.e-psikologi.com.25/4/04
Prawitasari, Johana. 2002. Psikoterapi: Pendekatan
Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Konvensional
dan
Sabri, M.A. 1993. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta :
Pedoman Ilmu Jaya
Santrock, W.J. 2002. Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup. Edisi
Kelima. Jakarta : Erlangga
Supratiknya, A. 2002. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius
Zulkifli, L. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Download