Chapter 08 Cahaya sebagai Gelombang

advertisement
BAB
CAHAYA SEBAGAI
GELOMBANG
2
Jejak kajian tentang cahaya secara mendalam bisa kita lacak sejak peradaban
Yunani kuno bahkan jauh sebelumnya. Ilmuwan kunci dalam kajian ini ialah Euclid yang
amat masyhur dengan pendapatnya, “manusia dapat melihat karena mata mengirimkan
cahaya kepada benda“. Pendapat Euclid bertahan cukup lama sampai kemudian muncul
Alhazen yang bernama asli Ibnu al-Haitham (965-1038). Al Hazen berhasil membuktikan
kekeliruan pendapat Euclid. Menurutnya, yang benar adalah justru sebaliknya. Kita dapat
melihat karena ada cahaya dari benda yang sampai ke mata kita. Bukti untuk
menyanggah pendapat Euclid sangatlah sederhana. Dapatkah kita melihat dalam
kegelapan malam yang begitu pekat? Jika kita bisa melihat karena mata kita yang
mengirimkan cahaya, maka tentu dalam keadaan yang bagaimanapun kita akan dapat
melihat. Oleh karena kita hanya dapat melihat dalam suasana yang terang cahaya, maka
tentulah kita dapat melihat karena benda mengirimkan cahaya ke mata kita.
Dalam perkembangan selanjutnya, beberapa fisikawan tertarik untuk mengetahui
cepat rambat cahaya ini. Fisikawan pertama yang dianggap berhasil melakukan
1
pengukuran terhadap cepat rambat cahaya ialah Ole Roemer (1644 -1710) meskipun
hasilnya tidak setepat hasil pengukuran sekarang. Menurut pengukuran Roemer pada
tahun 1675, cahaya mempunyai laju sebesar 200 ribu km per detik. Fisikawan
sebelumnya, Galileo Galilei, hanya menyebutkan secara kualitatif bahwa cahaya
mempunyai kecepatan yang luar biasa.
Perkembangan berikutnya tentang kajian cahaya ditengarai dengan terbitnya teori
korpuskular cahaya yang diusulkan oleh ’begawan’ fisika klasik Isaac Newton (16421727). Dalam teori ini, Newton mengganggap cahaya sebagai aliran partikel (butir-butir
cahaya) yang menyebabkan timbulnya gangguan pada eter di dalam ruang. Eter
merupakan zat hipotetis (artinya masih perlu diuji) yang dipercaya mengisi seluruh ruang
jagad raya. Teori korpuskular cahaya dipercaya oleh fisikawan-fisikawan berikutnya
sampai penghujung abad ke-18.
Pada awal abad ke-19, tepatnya tahun 1801, Thomas Young (1773-1829)
menemukan adanya peristiwa interferensi pada cahaya. Peristiwa ini merupakan pertanda
bahwa teori gelombang diperlukan untuk menjelaskan hakikat cahaya. Usulan Young
diperkuat oleh James Clerk Maxwell (1831-1879) yang menyatakan bahwa cahaya
merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik. Saat itu, Maxwell masih yakin
bahwa gelombang elektromagnetik membutuhkan medium khusus untuk dapat merambat
dan ia menamakan medium tersebut sebagai eter bercahaya.
Sayang sekali, keyakinan Maxwell bahwa gelombang elektromagnetik
memerlukan medium eter dalam perambatannya dipatahkan oleh fisikawan Michelson
dan Morley melalui sebuah percobaan pada tahun 1887. Hasil percobaan MichelsonMorley menegaskan bahwa eter sesungguhnya tidak ada. Sehingga cahaya (sebagai salah
satu gelombang elektromagnetik) tidak memerlukan medium untuk merambat.
Upaya penyingkapan rahasia cahaya terus berkembang. Pada tahun 1905 Einstein
(1879-1955) menunjukkan bahwa efek fotolistrik hanya dapat dijelaskan dengan
menganggap bahwa cahaya terdiri dari aliran diskrit (tidak kontinyu) foton energi
elektromagnetik
Sampai pada tahap ini, kita melihat bahwa ada dua paham besar dalam teori
cahaya, yakni paham yang percaya bahwa cahaya dapat dijelaskan dengan
menganggapnya sebagai partikel (teori korpuskular) dan paham kedua yang percaya
bahwa cahaya hanya dapat dijelaskan jika kita menganggapnya sebagai gelombang (teori
undulasi). Kedua paham itu silih berganti merebut pengaruh dengan argumentasi yang
meyakinkan.
Pertentangan dua pendapat ini memang sangat pelik. Pada beberapa gejala,
cahaya menunjukkan wataknya sebagai partikel. Tetapi pada beberapa gejala yang lain
cahaya tampil sebagai gelombang. Dan tentu saja, betapa tidak mudah untuk
menyelesaikan perselisihan ilmiah ini dengan menyusun suatu model yang secara
kompak bisa memaparkan watak gelombang dan partikel yang dimiliki oleh cahaya.
Pertentangan-pertentangan ini perlahan-lahan menjadi reda seiring berkembangnya teori
kuantum sejak 1900-an. Teori ini sejatinya cenderung pada paham korpuskular. Teori
ini menganggap bahwa cahaya adalah partikel (foton) yang memiliki aspek gelombang.
Aspek gelombang ini menuntun kita menentukan keadaan foton-foton itu secara statistik.
Dalam perkembangan selanjutnya, juga tampak nyata bahwa elektron dan partikelpartikel elementer menunjukkan perilaku yang serupa (lihat bab 6 buku ini).
2
Dalam bab ini kita akan mempelajari cahaya tetapi khusus yang menyangkut
aspek gelombangnya. Kita akan membahas beberapa gejala terkait dengan cahaya
sebagai gelombang, tepatnya gelombang elektromagnetik. Gejala-gejala tersebut tidak
mungkin dijelaskan dengan optika geometrk. Gejala-gejala yang dimaksud adalah
difraksi, interferensi dan polarisasi. Gejala pembiasan dan pemantulan telah kita pelajari
secara mendalam dalam bab 6 buku jilid 1. Oleh karenanya tidak akan dibahas di sini.
Agar lebih mudah memahami hal-hal yang akan disajikan dalam bab ini, anda disarankan
untuk memperkuat kembali pemahaman anda tentang konsep-konsep dasar gelombang.
2.1 Perubahan Fase Gelombang Cahaya
2.1.1
Karena Perubahan Kerapatan Medium
Persamaan cepat rambat gelombang cahaya (gelombang elektromagnetik) dapat
diperoleh melalui persamaan-persamaan Maxwell (telah dibahas dalam bab gelombang
elektromagnetik dan optika geometrik). Hasil perhitungan dari persamaan-persamaan
Maxwell menunjukkan bahwa cepat rambat gelombang elektromagnetik di dalam suatu
medium adalah
v
1

,
(2.1)
dengan ε menyatakan permitivitas listrik medium tempat menjalarnya gelombang
elektromagnetik dan μ adalah permeabilitas magnetik medium itu. Permitivitas listrik
dan permeabilitas magnetik merupakan watak khas suatu medium. Oleh karena itu, cepat
rambat atau laju rambat gelombang elektromagnetik sangat tergantung dari medium
tempat ia menjalar. Dalam ruang hampa, ε = ε0 = [(4)( 9 × 109) ]-1 farad/meter atau
8,85 × 10-12 coulomb2/N.m2 dan μ = μ0 = 4 × 10-7 henry/meter atau 1,26 × 10-6 N/A2.
Dengan memasukkan kedua tetapan tersebut ke dalam persamaan (2.1) maka akan
didapat nilai cepat rambat gelombang elektromagnetik di ruang hampa sebesar c = 3 ×108
m/dt.
Untuk medium lain, nilai permitivitas listriknya menjadi    r  0 dan
permeabilitas magnetiknya    r  0 sehingga laju rambat gelombangnya menjadi
v
c
 r r

c
n
(2.2)
dengan εr dan μr masing-masing merupakan permitivitas relatif dan permeabilitas relatif
medium dan n menyatakan ukuran kerapatan medium yang kemudian disebut indeks
bias medium. Oleh karena permeabilitas relatif berbagai macam bahan pada umumnya
mendekati nilai 1, maka n   r permitivitas listriknya saja. Tabel 2.1 menyajikan nilai
indeks bias beberapa bahan.
3
Tabel 2. 1 Beberapa indeks bias
Medium
Air
Etil alkohol
Karbon bisulfida
Udara (1 atm 20C)
Metilin Iodida
Leburan kuarsa
Gelas, kaca krona (Crown)
Gelas, flinta
Natrium Klorida
Indeks bias
1,33
1,36
1,63
1,003
1,74
1,46
1,52
1,66
1,53
Telah dijelaskan dalam bab optika geometrik bahwa perpindahan berkas cahaya
dari satu medium ke medium yang lain akan disertai adanya pemantulan dan pembiasan.
Dalam bagian ini kita akan menyaksikan gejala lain yang menyangkut aspek gelombang
cahaya, yakni perubahan fase. Telah dijelaskan pula bahwa dalam perpindahan cahaya
dari satu medium ke medium yang lain besaran yang tidak berubah adalah ferkuensi.
Sekarang, bila seberkas sinar memiliki panjang gelombang  dalam ruang hampa, maka
anda dapat membuktikan sendiri bahwa sinar itu dalam suatu medium berindeks bias n,
akan memiliki panjang gelombang
n =

.
n
(2.2)
Jadi, panjang gelombang sinar itu berubah dengan faktor 1/n. Semakin rapat suatu
medium, maka panjang gelombang sinar yang melaluinya semakin pendek. Ini berarti
jumlah gelombang (lebih tepatnya kalau disebut sebagai jumlah getaran) yang melalui
medium itu menjadi lebih banyak dibandingkan di ruang hampa atau di medium lain
yang kurang rapat untuk jarak tempuh yang sama. Marilah kita lihat hal ini lebih
seksama. Andaikan seberkas sinar yang diceritakan di atas menempuh jarak sejauh L
dalam medium itu, maka jumlah gelombang yang ada adalam rentang jarak L itu adalah
Nn =
L
n
=
nL

=n
L
= nN,

dengan N adalah jumlah gelombang dalam rentang jarak yang sama di ruang hampa.
Karena n > 1, maka Nn > N. Ini menegaskan pernyataan di atas. Satu istilah lagi, lintasan
optis adalah hasil kali antara indek bias dengan panjang lintasan geometrik yang dilalui
oleh cahaya. Dalan kasus di atas lintasan optis bagi berkas sinar tersebut adalah nL.
Sekarang ambilah dua kaca plan paralel dengan ukuran yang sama tetapi terbuat
dari bahan yang berbeda. Masing-masing memiliki indeks bias n1 dan n2. Letakkanlah
4
kedua kaca itu berdampingan seperti diperlihatkan pada gambar 2.1. Kemudian pada
kedua kaca plan paralel itu dilewatkan dua berkas sinar dengan frekuensi yang sama
(dengan kata lain, kedua berkas itu koheren). Andaikan 1 fase sinar yang melalui kaca
pertama tepat sebelum masuk ke kaca plan paralel pertama dan 2 fase sinar yang melalui
kaca plan paralel kedua tepat sebelum masuk ke kaca itu. Jadi, sebelum memasuki kaca
plan paralel terdapat beda fase sebesar 2 − 1. Untuk jarak tempuh sejauh L, yakni
panjang kedua kaca plan paralel, kedua berkas sinar itu memiliki jumlah gelombang yang
berbeda, yakni
N1 = n1
L

N2 = n2
L
,

n1
Dan
n2
dengan  panjang gelombang berkas
sebelum memasuki kaca plan
paralel. Fase gelombang cahaya
tepat setelah keluar dari kaca plan
paralel pertama adalah
1 + 2N1 = 1 + 2 n1
L
Gambar 2.1
L
.

Sedangkan fase gelombang cahaya tepat setelah keluar dari kaca plan paralel kedua
adalah
L
.

Beda fase kedua berkas itu tepat setelah keluar dari kaca plan paralel adalah
2 + 2N2 = 2 + 2 n2
2 − 1 + 2(n2 − n1)
L
.

Terlihat adanya perubahan beda fase senilai
2(n2 − n1)
L
.

(2.3)
Khususnya, bila kedua berkas itu memiliki fase yang sama tepat sebelum memasuki
masing-masing kaca plan paralel, maka timbul beda fase senilai yang ditunjukkan oleh
ungkapan (2.3). Kesimpulannya adalah : Perbedaan fase antara dua berkas sinar yang
koheren dapat berubah manakala kedua berkas sinar itu melalui dua bahan yang
mempunyai indeks bias (kerapatan) berbeda.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab 1 bahwa superposisi dua gelombang yang
koheren menghasilkan penguatan pada beberapa tempat dan pelemahan di beberapa
5
tempat yang lain tergantung dari beda fase kedua gelombang itu. Gejala ini disebut
interferensi gelombang. Superposisi dua gelombang koheren beramplitudo sama
menghasilkan interferensi dengan penghapusan di beberapa tempat yang memiliki beda
fase n (dengan n ganjil). Dengan adanya perubahan beda fase akibat perubahan indeks
bias, maka orang dapat menghasilkan gejala interferensi dari dua berkas cahaya koheren
yang memiliki fase yang sama.
2.1.2
Karena Pemantulan
Perubahan fase gelombang cahaya dapat pula diakibatkan oleh peristiwa
pemantulan. Tetapi perubahan fase yang terjadi akibat pemantulan bersifat diskret dan
lebih tepat kalau disebut pembalikan fase. Pemantulan cahaya oleh bidang batas dua
medium yang memiliki indeks bias berbeda dapat dianalogikan dengan pemantulan
gelombang yang merambat pada tali (lihat kembali bab 1 buku ini) dengan ujung tetap
dan ujung bebas. Bila cahaya datang dari medium dengan indeks bias lebih tinggi dan
dipantulkan oleh medium dengan indeks bias yang lebih rendah, maka tidak ada
perubahan atau pembalikan fase. Hal ini terjadi sebagaimana pada pemantulan
gelombang yang merambat pada tali oleh ujung bebas. Bila cahaya menjalar dari medium
dengan indeks bias lebih rendah dan dipantulakn oleh permukan medium dengan indeks
bias lebih tinggi maka terjadi pembalikan fase, yakni mengalami perubahan fase sebesar
. Hal ini terjadi sebagaimana pada pemantulan gelombang yang merambat pada tali oleh
ujung tetap. Pembalikan fase oleh pemantulan ini mengakibatkan misalnya gejala
interferensi pada lapisan tipis seperti gelembung sabun ataupun tumpahan minyak tanah
di atas air. Gejala lain yang diakibatkan oleh pembalikan fase akibat pemantulan ini
adalah peristiwa interferensi pada cermin Llyod.
Latihan Konsep 2.1 :
1. Dari uraian di atas, terlihat bahwa gelombang cahaya mengalami perubahan pada
saat cahaya itu berpindah dari satu medium ke medium yang lain, sedangkan
frekuensi cahaya itu tidak berubah. Pengalaman keseharian menunjukkan bahwa
cahaya tidak mengalami perubahan warna pada saat berpindah medium. Hal ini
dapat dibuktikan dengan menjatuhkan sebuah benda ke dalam bak mandi yang
terisi air. Benda itu tetap berwarna merah di dalam air manakala benda itu juga
berwarna merah di udara. Lalu apa sesungguhnya yang menentukan warna
cahaya?
2. Hitunglah cepat rambat cahaya dalam beberapa medium yang nilainya tercantum
dalam tabel 2.1! Hitunglah jumlah gelombang cahaya merah yang merambat
dalam medium-medium itu untuk jarak tempuh sejauh 1 meter. Berapakah
panjang gelombang cahaya merah dalam medium-medium itu?
3. Perhatikanlah gambar 2.1. Andaikan berkas cahaya yang dilewatkan dalam
medium-medium itu memiliki panjang gelombang  dan masing-masing medium
itu memiliki tebal yang sama, katakanlah d. Bila indeks bias ketiga medium itu
berturut-turut nX, nY dan nZ, pada saat melewati medium manakah berkas cahaya
itu memiliki jumlah gelombang (jumlah getaran) paling banyak? Hitunglah
perubahan fase yang dialami berkas cahaya itu!
6
in
udara
medium X
2.2 Dispersi
Cahaya matahari bersifat polikromatik,
artinya terdiri dari banyak frekuensi. Di ruang
hampa seluruh frekuensi yang dimiliki cahaya
merambat dengan kecepatan yang sama. Tetapi
medium Z
begitu ia memasuki medium, kerapatan medium
itu besarnya berlainan untuk tiap-tiap frekuensi,
sehingga masing-masing frekuensi merambat
dengan kecepatan yang berbeda satu dari yang

Gambar 2.2
lain. Dengan suatu teknik tertentu (memakai
prisma, misalnya), cahaya akan terurai menjadi
komponen-komponenya, mulai dari warna merah dengan frekuensi paling rendah sampai
dengan warna ungu dengan frekuensi paling tinggi. Kita menyebut spektrum cahaya
matahari ini dengan istilah pelangi.
Gejala seperti ini dikenal sebagai peristiwa
penguaraian cahaya atau dispersi, yaitu peristiwa
penguraian gelombang elektromagnetik berfrekuensi
banyak (polikromatik) atas komponen-kompnennya
yang berfrekuensi tunggal (monokromatik).
Salah satu gejala alamiah yang terjadi sebagai
akibat dispersi adalah pelangi. Gejala ini tentu sangat
kita kenali, tetapi belum tentu kita pahami dengan
baik. Medium pengurainya adalah titik-titik air di
angkasa setelah hujan turun. Kita bisa menemukan
gejala yang serupa dengan pelangi pada saat
bertamasya di sekitar air terjun pada siang hari.
Semenatara di dalam laboratorium, anda dapat
menampilkan dispersi dengan menggunakan prisma
atau kekisi penghambur (difraksi) atau melalui
interferensi. Pada saat cahaya berada di dalam bahan
prisma, warna-warna cahaya akan terpecah. Pecahan
warna-warna ini akan keluar sebagai spektrum
pelangi karena memiliki sudut pembelokan yang
Gambar 2.3 Spektrum warberbeda-beda (lihat kembali bab 6 jilid 1).
Indeks bias untuk warna merah dan ungu dari na pelangi yang indah
beberapa bahan bening dapat kita lihat dalam tabel
2.2. Tampak bahwa indeks bias untuk warna ungu lebih besar daripada indeks bias untuk
warna merah. Sebab itulah, urutan pelangi adalah warna merah dulu di sebelah atas
kemudian berturut-turut sampai dengan ungu, persis yang ditampilkan oleh dispersi pada
prisma. Lebar spektrum pelangi diukur dengan sudut dispersi. Secara geometri sudut
dispersi tergantung pada sudut atap prisma dan dapat dihitung dengan menerapkan
hukum Snellius.
medium Y
7
Tabel 2. 2 Indeks bias warna merah dan ungu
dalam beberapa bahan
Bahan
Indeks warna
merah
1,0002914
1,331
1,3060
1,360
1,5850
1,5200
1,5420
2,4100
Udara
Air
Es
Alkohol
Kaca flinta
Kaca krona
Quartz
Intan
Indeks warna
ungu
1,0002957
1,340
1,3170
1,370
1,6040
1,5380
1,5570
2,4580
Bila seberkas sinar berfrekuensi f jatuh dari udara dengan sudut datang  pada
permukaan sebuah prisma yang memiliki sudut atap  dan indeks bias terhadap sinar itu
nf, maka sinar itu akan dibelokkan dari arah semula dengan sudut pembelokan sebesar
f =     sin 1[ n 2f  sin 2  sin   sin  cos  ] .
(2.4)



’

n
Gambar 2.4 Pembelokan oleh
prisma di udara
Dispersi juga bisa terjadi pada lensa. Namun, acapkali dispersi seperti ini bersifat
merugikan sehingga kehadirannya tidak diinginkan, misalnya pada lensa kamera. Untuk
melenyapkan gejala dispersi pada lensa kamera kita dapat membuat susunan lensa yang
akromatik. Cahaya putih akan masuk ke lensa pertama dan terjadi dispersi. Spektrum
8
hasil dispersi lensa pertama akan masuk ke lensa kedua dan dikeluarkan sebagai cahaya
putih lagi.
Contoh 1 : Sebuah prisma dengan sudut atap 30° terbuat dari kaca krona. Sebuah berkas
cahaya putih jatuh pada prisma itu dengan sudut datang 60°. Hitunglah sudut dispersi
pada prisma itu!
Jawab : Dari tabel tampak bahwa indeks bias sinar merah untuk kaca krona adalah
Pembelokan sinar merah adalah 1,52. Jadi, dari persamaan (2.4) didapatkan
2
 sin 2  sin   sin  cos  ]
merah =     sin 1[ nmerah
= 60  30  sin 1[ (1,52) 2  sin 2 60 sin 30  sin 60 cos 30]
= 22,8°
Karena indeks bias sinar ungu untuk kaca krona 1,54, maka dengan cara yang sama
diperoleh bahwa ungu = 23,5°. Jadi, perbedaan sudut pembelokan sinar merah dari sinar
ungu adalah 0,7°. Inilah sudut dispersi pada prima itu.
Latihan Konsep :
1. Mengapa gemerlap warna-warni cahaya intan lebih indah dibandingkan dengan
dengan yang dimiliki oleh kaca biasa walau bentuknya sama?
2. Berapakah perbedaan sudut pembelokan pada Contoh 1 seandainya prisma krona
itu diganti dengan prima intan?
3. Andaikan seberkas cahaya putih jatuh secara tegak lurus pada permukaan kaca
plan paralel yang terbuat dari intan. Berapakah beda fase antara gelombang
cahaya merah tepat sebelum masuk kaca dan tepat sesudah meninggalkan kaca
jika cahaya itu menempuh jarak sejauh L dalam kaca itu? Berapakah beda fase
antara gelombang cahaya ungu tepat sebelum masuk kaca dan tepat sesudah
meninggalkan kaca?
4. Selisih antara sudut pembelokan sinar ungu dan sinar merah pada kaca krona
dalam Contoh 1 sangatlah kecil, yakni hanya 0,7°. Dapatkah pelangi yang
dihasilkan oleh prisma tersebut kita lihat dengan mata telanjang?
2.3 Interferensi
Christian Huygens, fisikawan Belanda, pada tahun 1678 mengusulkan suatu teori
undulasi tentang cahaya secara meyakinkan. Dibandingkan dengan teori yang diusulkan
oleh Maxwell kira-kira dua abad setelahnya teori Huygens secara matematis tampak jauh
lebih sederhana. Walaupun demikian teori Huygens masih cukup bermanfaat hingga kini.
Berikut adalah prinsip Huygen tentang perambatan gelombang cahaya : Semua titik
pada muka gelombang bertindak sebagai sumber bagi gelombang sekunder dengan muka
gelombang berupa permukaan bola (gelombang semacam ini disebut gelombang seferis).
Dalam selang waktu t setelah itu, muka gelombang utama (primer) ditentukan sebagai
9
garis singgung pada masing-masing muka gelombang seferis tadi. Prinsip ini secara
grafis diperlihatkan oleh gambar 2.5.
muka gelombang pada saat t
muka gelombang
setelah selang
waktu t
Gambar 2.5
Titik-titik pada muka
gelombang berperan
sebagai sumber gelombang sekunder
dengan muka seferis
ct
2.3.1 Celah Ganda Young
Untuk pertama kalinya, teori bahwa cahaya adalah
gelombang menjadi cukup kokoh setelah Thomas Young
(1773-1819) berhasil memperagakan terjadinya interferensi
cahaya pada tahun 1801 melalui percobaan yang dikenal
sebagai interferensi celah ganda. Dinamakan demikian karena
percobaan ini melibatkan sebuah plat yang diberi dua celah
yang cukup sempit (seukuran dengan panjang gelombang
cahaya yang digunakan). Dalam percobaan tersebut, Young
berhasil pula memperoleh panjang gelombang cahaya dan ia
menjadi orang pertama yang menemukannya.
Gambar 2.6 Thomas
Young (1773-1819)
10
Sekali lagi, terjadinya interferensi adalah akibat adanya peristiwa superposisi
gelombang, yakni perpaduan dua gelombang atau lebih yang menghasilkan gelombang
baru. Seperti yang telah anda pelajari pada bab terdahulu, perpaduan dua gelombang
dapat menghasilkan suatu gelombang dengan amplitudo lebih besar (penguatan) ataupun
sebuah gelombang dengan amplitudo lebih kecil (pelemahan) bahkan nol atau lenyap.
Pelemahan maksimum terjadi bilamana kedua gelombang itu berada pada fase yang
saling berlawanan. Sedangkan penguatan maksimum terjadi bilamana kedua gelombang
itu berada pada fase yang sama. Karena amplitudo berkaitan dengan intensitas cahaya,
maka interferensi pada cahaya akan menghasilkan daerah-daerah gelap dan juga daerah-
Layar
Garis terang
Garis gelap
Garis terang
Garis gelap
Garis terang
Garis gelap
(a)
(b)
Gambar 2.7 Pola interferensi yang terjadi karena
cahaya melewati dua celah (celah ganda)
daerah terang. Pola interferensi gelap dan terang merupakan bentuk lain dari simpul dan
perut gelombang. Eksperimen Young melibatkan sebuah dinding yang padanya dibuat
dua celah yang telah diatur jaraknya. Kemudian berkas cahaya dengan muka gelombang
berupa bidang datar dijatuhkan pada kedua celah itu. Pada gilirannya kedua celah itu
akan berperan sebagai sumber cahaya skunder yang memancarkan cahaya dengan muka
gelombang seferis. Pola-pola gelap terang kemudian dapat dilihat pada layar yang
dipasang di belakan celah ganda itu. Gambar 2.7 menjelaskan bagaimana pola-pola itu
dapat dihasilkan. Lingkaran-lingkaran putih pada gambar 2.7 itu menggambarkan muka
gelombang dengan simpangan maksimum (puncak). Lingkaran-lingkaran gelap
menggambarkan muka-muka gelombang dengan simpangan minimum (lembah). Polapola terang gelap akhirnya dapat dilihat di layar. Gambar 2.7 (b) adalah prespektif bagi
gambar 2.7 (a). Pada gambar 2.7 (b) pola gelap-terang terlihat lebih nyata .
11
Sekarang kita lihat masalah ini lebih seksama. Untuk itu perhatikan titik P yang
berada pada layar (gambar 2.8). Kedua sinar yang berasal dari celah S1 dan S2 yang tiba
di P, mempunyai fase yang sama saat masih di celah sumber. Hal ini disebabkan
keduanya berasal dari satu gelombang yang sama dari gelombang datang. Karena panjang
P

y
berkas sinar
S2
d a
S1
b

O
D
B
C
Gambar 2.8 Sinar dari S1 dan S2 bergabung di titik P. Berkas cahaya yang datang
di layar B dianggap sejajar. Dalam kenyataan, jarak antara layar B dan C >> jarak
antara 2 celah (D >> d). Gambar ini dibuat untuk memudahkan penggambaran
lintasan optis kedua sinar untuk sampai di P tidak sama, maka di titik ini fase keduanya
pun berbeda. Keadaan interferensi di titik P (yakni terang gelapnya titik P) ditentukan
oleh banyaknya panjang gelombang yang termuat dalam segmen S1b, yaitu beda
lintasannya.
Garis-Garis Terang
Garis-garis terang adalah hasil perpaduan yang saling menguatkan secara
maksimum. Garis-garis terang terjadi apabila kedua cahaya sampai di layar dengan fase
yang sama. Agar terjadi maksimum di titk P, maka S1b (= d sin ) haruslah merupakan
kelipatan bulat panjang gelombang, yaitu
S1b  m ,
m = ...,−4, −3, −2, −1, 0 , 1, 2, 3,....
yang dapat juga ditulis sebagai
d sin = m,
m = ...,−4, −3, −2, −1, 0 , 1, 2, 3,....
(2.5)
Letak maksimum di atas titik O dalam gambar 2.10 simetris dengan letak maksimum di
bawah O. Maksimum yang terletak di pusat dinyatakan dengan nilai m = 0.
Garis-Garis Gelap
12
Garis-garis gelap adalah hasil perpaduan yang melemahkan. Garis-garis gelap terjadi
apabila kedua cahaya sampai di layar dengan fase yang berlawanan. Sehingga, untuk
keadaan minimum di P, penggal S1b (= d sin ) harus sama dengan hasil kali antara
bilangan bulat ganjil dengan setengah panjang gelombang, yaitu
d sin   m( 12  ) ,
m = ...,−3, −1, 1, 3, 5....
atau
d sin   (m  12 ) ,
m = ...,−4, −3, −2, −1, 0 , 1, 2, 3,....
(2.6)
Contoh 2 : Susunan celah seperti pada gambar 2.8 disinari dengan cahaya lampu gas air
raksa (lampu merkuri) yang mengalami penyaringan sehingga boleh dikatakan hanya
garis hijau saja ( = 546 nm atau 5460 Å) yang terpancar jatuh pada celah ganda. Jarak
antar celah 0,10 mm dan jarak layar (tempat terlihatnya pola interferensi) dari celah
adalah 20 m. Berapakah posisi sudut dari minimum pertama dan maksimum ke sepuluh?
Jawab : Untuk minimum pertama kita ambil m = 0 dalam persamaan (2.6) atau
sin  
m  12   12 546  10 9 m
d

0,10  10 3 m
 0,0027.
Nilai sin ini sangatlah kecil, sehingga dapat kita anggap sebagai sudut  itu sendiri.
Namun sudut di atas masih dalam radian dan jika kita ubah menjadi derajat akan menjadi
0,16.
Pada maksimum ke-10 (garis terang ke-10) (tidak termasuk maksimum pusat),
kita mengambil nilai m = 10. Dengan cara serupa seperti sebelumnya, maka kita akan
memperoleh posisi sudut 3,8. Perhitungan-perhitungan ini menunjukkan bahwa
penyebaran sudut sepuluhan garis interferensi pertama yang paling dekat dengan pusat
sangatlah kecil.
Contoh 3 : Dalam contoh di atas, berapakah jarak linier pada layar C antara dua
maksimum (garis terang) yang berturutan?
Untuk sudut  yang cukup kecil, maka dapat digunakan pendekatan
sin  tan  .
Dari gambar 2.8 kita melihat bahwa
tg  =
y
.
D
Bentuk ini kemudian kita sebstitusikan ke dalam persamaan persamaan untuk garis
terang dengan menggantikan sin , maka kita akan peroleh
13
ym  m
D
(2.7)
d
dan
y m1  m  1
D
d
.
Jarak antara keduanya merupakan selisih dari dua persamaan di atas, sehingga
y  y m1  y m 
546 10

9
D
(2.8)
d


m 20  10 2 m
 1,09 mm .
0,10  10 -2 m
Selama sudut  dalam gambar 2.8 cukup kecil, maka jarak pisah antara garis interferensi
tidak tergantung kepada m, jadi garis-garis tersebut berjarak sama. Jika cahaya yang
datang mengandung lebih dari satu panjang gelombang, maka masing-masing panjang
gelombang akan memiliki jarak pisahnya sendiri, yang berbeda satu dengan yang lain,
dan semua pola interfrensinya akan saling bertumpuk.
Pola interferensi yang dibuat oleh sinar-sinar yang koheren yang dipantulkan oleh
sebuah benda dapat direkam dalam sebuah emulsi fotografis. Jika pola ini kemudian
disinari dengan sinar koheren yang sama dengan sinar koheren perekamnya, maka
terbentuklah citra 3 dimensi benda tadi. Mekanisme seperti ini merupakan dasar kerja
holografi. Sinar koheren yang dipakai adalah laser, sebuah sinar koheren yang kuat dan
monokromatik (ekawarna).
Intensitas Cahaya Pada Layar. Sekarang hendak dihitung intensitas cahaya yang jatuh
pada layar sebagai fungsi sudut . Perhatikan kembali titik P dalam gambar 2.8.
Gelombang cahaya yang datang dari kedua celah dan jatuh di titik P awalnya sefase tepat
ketika meninggalkan kedua celah tersebut. Sekali lagi, karena keduanya menempuh jarak
optis yang berbeda maka kedua berkas itu mungkin tidak sefase lagi. Beda fase kedua
gelombang itu di berikan oleh
 =
S1 b

=
2 d

sin  .
(2.9)
Sebagai gelombang elektromagnetik, simpangan gelombang-gelombang cahaya yang
datang di titik P dari kedua celah itu dapat dinyatakan sebagai getaran medan listrik
maupun medan magnet (untuk memahami konsep medan listrik dan medan magnetik
secara lebih rinci, anda dapat membacanya pada bab sesudah bab ini.). Untuk kali ini kita
nyatakan getaran itu sebagai getaran medan listrik. Getaran yang dimaksud secara
matematis ditulis sebagai
14
E1 = E0 sin t
E2 = E0 sin (t + )
(2.10)
(2.11)
dengan  adalah frekuensi sudut gelombang-gelombang cahaya itu dan dan E0 adalah
amplitudo getaran listrik di titik P. Perpaduan kedua getaran di atas menghasilkan
E1 + E2 = E0 sin t + E0 sin (t + )
= E0 [sin t + sin (t + )]
= 2 E0sin ½(t + t + )cos½ (t − t − )

= 2 E0 cos(/2) sin (t +
)
2
Jadi, kita dapatkan sebuah getaran dengan amplitudo 2 E0 cos(/2). Intensitas cahaya
terkait dengan energi yang ditransmisikan oleh gelombang cahaya. Sedangkan energi
yang ditransmisikan sebanding dengan kuadrat amplitudo getaran yang dijalarkan. Oleh
karena itu intensitas cahaya di titik P diberikan oleh
IP = [2 E0 cos(/2)]2
= 4(E0)2 cos2(/2)
1
= 4I0 cos2( ),
2
(2.12)
dengan I0 = (E0)2 adalah intensitas masing-masing berkas tatkala sampai di titik P.
2.3.2 Interferensi Pada Lapisan Tipis
Pernah bermain gelembung sabun? Atau melihat minyak tanah tumpah ke
permukaan air kolam? Pada kedua peristiwa itu anda melihat nuansa warna-warni. Apa
penyebabnya? Mengapa hal itu tidak kita lihat
tidak mengalami
pada balon yang kita tiup?
pembalikan fase
Gelembung sabun atau tumpahan
minyak tanah di permukaan air merupakan
d
contoh lapisan tipis. Ketebalan gelembung
mengalami
sabun ataupun tumpahan minyak tanah di atas
pembalikan
permukaan air kira-kira seukuran dengan
panjang gelombang cahaya tampak. Hal ini fase

pada gilirannya menyebabkan terjaganya
koherensi cahaya yang jatuh pada lapisan, itu

n1
n1
selama dibiaskan dan dipantulkan kembali
n2
oleh kedua permukaannya.
Kita perhatikan sekarang sebuah
lapisan tipis yang berada pada lingkungan
Gambar 2.9
dengan indeks bias n1. Diandaikan lapisan
15
tipis itu memiliki indeks bias n2, dengan n2 < n1. Seberkas sinar jatuh dengan sudut
datang  pada salah satu permukaan lapisan tipis itu. Seberkas sinar itu sebagian
dipantulkan dan sebagian lagi dibiaskan. Yang dibiaskan pun pada akhirnya juga
dipantulakan dan dibiaskan keluar oleh permukaan yang lain lapisan tipis itu. Yang
dipantulkan oleh permukaan kedua tidak mengalami pembalikan mengingat pemantulan
dilakukan oleh permukaan medium yang lebih renggang. Sebaliknya, berkas yang
dipantulkan oleh permukaan pertama mengalami pembalikan fase. Oleh karena itu beda
fase antara berkas sinar yang dipantulkan oleh permukaan pertama dan permukaan kedua
adalah 180° ditambah dengan beda fase akibat adanya beda lintasan optik. Bila sudut
datang cukup kecil, maka beda lintasan optik yang dimaksud adalah 2dn2. Beda lintasan
optik senilai ini mengakibatkan perbedaan fase sebesar
2dn2 2 =

4dn2

.
Jadi, beda fase total diberikan oleh
4dn2



+  = 4dn2    .
Penguatan maksimum terjadi apabila beda fase total ini senilai m2, dengan m bilangan
asli (1, 2, 3, dst.), yakni
4dn2    

= m2
Persamaan terakhir ini setara dengan
2dn2 = (m −
1
).
2
(m = 1, 2, 3, dst.)
(2.12)
Penghapusan terjadi manakala
4dn2    

= m’,
dengan m’ bilangan asli ganjil. Persamaan terakhir ini setara dengan
2dn2 = m.
(m = 1, 2, 3, dst.)
(2.13)
Terlihat bahwa pemadaman dan penguatan sangat tergantung pada panjang gelombang.
Hal ini mengakibatkan pemadaman dan penguatan beberapa warna. Semuanya selain
tergantung pada panjang gelombang juga tergantung pada ketebalan lapisan tipis.Warnawarna yang padam jelas tak akan terlihat pada lapisan itu. Hanya warna-warna yang
mengalami penguatanlah yang akan terlihat.
16
Latihan Konsep 2.3 :
1. Sebuah sumber titik memancarkan cahaya ke segala arah sama terangnya. Maka
muka gelombang dengan sumber seperti itu tentulah berupa permukaanpermukaan bola dengan titik sumber itu sebagai titik pusat. Gambarkanlah dengan
prinsip Huygens perambatan gelombang cahaya dari sumber berupa titik
semacam itu!
2. Hitunglah jarak gelap nomor m dari terang pusat pada pola-pola interferensi
percobaan celah ganda Young.
3. Pada tahun 1924, L. de Broglie membuka mata manusia bahwa bukan hanya
partikel foton (cahaya) saja yang memiliki aspek gelombang, tetapi semua
partikel bahkan semua benda memiliki aspek gelombang. Menurut de Broglie
gelombang yang terkait dengan sebuah benda titik yang bergerak dengan
momentum linier p mempunyai panjang gelombang
=
h
,
p
dengan h adalah tetapan Planck (lihat bab 6 buku ini) yang bernilai 6,63 × 10-34
J.dt. Bila seberkas cahaya pada percobaan Young dalam Contoh 2 diganti dengan
seberkas elektron (me = 9,1093897 × 10-31 kg) yang masing-masing bergerak
dengan laju 0,3 c dan layar C dilapisi dengan film yang bisa berpendar bila
tertabrak oleh elektron, maka pada layar benar-benar terbentuk pola interferensi
elektron berupa garis-garis gelap terang. Sekarang hitunglah jarak antara dua garis
terang terdekat pada interferensi elektron itu!
4. Apa yang terjadi pada pola interferensi cahaya pada percobaan celah ganda
Young bila panjang gelombang yang dipakai jauh lebih kecil dibandingkan
dengan jarak antara dua celah yang dipakai?
5. Andaikan anda ingin memperagakan sendiri eksperimen celah ganda Young.
Mungkinkah anda mendapatkan pola-pola
interferensi pada layar bila anda hanya mampu
membuat celah ganda dengan jarak antar celah
0,01 m? Jelaskan.
2.4 Difraksi
Apa yang sebenarnya terjadi jika seberkas sinar
dilewatkan pada sebuah celah? Apabila ukuran celah itu
cukup lebar (gambar 2.11 (a)), ukuran bayangan celah
yang jatuh pada layar boleh dikatakan sama dengan
Gambar 2.10 Francesco
ukuran celahnya. Hal ini dengan mudah dapat dijelaskan
Grimaldi (1618-1663)
secara geometri akibat lintasan lurus yang ditempuh oleh
cahaya. Tetapi, yang terjadi akan berbeda sama sekali
jika ukuran celah kita buat sekecil mungkin (gambar 2.11 (b)) sampai ukurannya sama
17
arah sinar
arah sinar
(a)
(b)
Gambar 2.11 Cahaya yang melewati celah. Lebar sempitnya celah
akan memberikan pengaruh perilaku cahaya yang berbeda.
dengan panjang gelombang cahaya yang kita lewatkan. Gejala gelombang (cahaya)
seperti ini disebut difraksi atau lenturan gelombang. Apa yang terlihat pada layar pada
gambar 2.11 (b) disebut pola difraksi. Secara umum difraksi terjadi bilamana sebuah
benda yang tak tembus pandang (kedap) diletakkan di antara sumber cahaya dan layar
sedemikian rupa sehingga benda itu menyisakan tempat untuk dilewati oleh cahaya dari
sumber sehingga jatuh ke layar (lihat gambar 2.12)
layar
Sumber
cahaya
benda kedap
cahaya
Gambar 2.12
Difraksi merupakan peristiwa penyebaran atau pembelokan cahaya pada saat
cahaya ini melintas melalui celah atau ujung penghalang. Gelombang yang terdifraksi
selanjutnya berinterferensi satu dengan yang lain sehingga menghasilkan pola-pola terang
gelap (daerah penguatan dan pelemahan). Gejala ini pertama kali diungkapkan oleh
Francesco Grimaldi (1618-1663).
Kembali ke gejala difraksi pada celah tunggal. Pada celah tunggal ini menurut
prinsip Huygens, masing-masing titik pada celah itu akan berperan sebagai sumber
usikan baru yang mengirim gelombang sekunder ke segala arah setelah menerima
gelombang datang. Muka-muka gelombang untuk beberapa titik waktu yang berbeda
pada difraksi celah tunggal yang semakin sempit diperlihatkan pada gambar 2.13. Sinar
18
kemudian dikatakan membelok, ukuran bayangan sinar yang jatuh pada layar sudah tidak
sama lagi dengan ukuran geometrik celah.
Gambar 2.13 Muka gelombang pada gejala pelenturan cahaya pada celah
tunggal untuk celah yang makin sempit
Gambar 2.13 menunjukkan bahwa cahaya yang melewati sebuah dinding
dengan celah tunggal sebagian akan mengalami pelenturan ke belakang dinding dan
sebagian lagi yang lolos akan masuk ke celah. Cahaya yang masuk ke dalam celah
ternyata menunjukkan perilaku yang berbeda. Ketika ukuran celah cukup lebar pola
terang-gelap tidak kelihatan, namun begitu ukuran celah disempitkan, cahaya yang
menerobos celah dan ditangkap layar akan menampilkan pola terang-gelap.
Dalam buku ini kita hanya akan mempelajari difraksi Fraunhofer, yakni difraksi
yang terjadi sedemikian rupa sehingga sinar-sinar hasil difraksi boleh dikatakan saling
sejajar satu dengan yang lain. Ini dapat kita capai dengan jalan menjauhkan layar dari
celah.
2.4.1 Difraksi Celah Tunggal
Sekarang ditinjau sebuah celah tunggal dengan lebar d (lihat gambar 2.14).
Andaikan cahaya yang datang merupakan cahaya ekawarna (monokromatik) dengan
panjang gelombang . Berdasarkan prinsip Huygens, setiap bagian atau titik pada celah
bertindak sebagai sumber gelombang cahaya. Oleh karena itu setiap cahaya yang datang
dari dua titik pada celah bila jatuh pada tempat yang sama pada layar akan mengalami
interferensi. Untuk mempelajari pola difraksi pada layar kita perlu membagi celah
menjadi dua bagian, bagian atas dan bagian bawah. Tepat pada saat meninggalkan celah
(dari titik manapun pada celah) semua gelombang sefase. Juga sinar 1 dan sinar 3 pada
gambar 2.14. Sinar 1 berasal dari tepi celah sebelah atas. Sedangkan sinar 3 berasal dari
titik pusat celah. Sinar 3 menjalani lintasan optik lebih jauh dibandingkan dengan sinar 1.
Selisih lintasan optik itu adalah
d
sin
2
seperti terlihat pada gambar, berhubung indeks bias udara dianggap 1. Nilai ini didapat
karena kita menganggap D, yakni jarak layar dari celah, begitu besar sehingga kedua
19
sinar itu boleh dikatakan sejajar (pelenturan Fraunhofer). Jika selisih jarak ooptik ini
sama dengan kelipatan ganjil setengah panajng gelombang, maka kedua sinar itu akan
saling menghapus. Hal ini juga terjadi untuk sinar-sinar yang berasal dari sembarang dua
titik pada celah yang jaraknya d/2. Sebagai latihan dapat dibuktikan bahwa untuk D yang
besar sekali dua sinar yang jatuh pada titik P dan berasal dari dua titik pada celah yang
berjarak d/2 memiliki beda lintasan optik sejauh (d/2)sin. Dapat pula dibuktikan bahwa
setiap titik yang berada pada separo celah bagian atas mempunyai pasangan sebuah titik
pada separo celah bagian bawah yang jaraknya d/2 sehingga selisih optik sinar-sinar yang
berasal dari pasangan itu dan jatuh di titik P adalah (d/2)sin. Jadi, bila
d

sin  =
2
2
atau
sin  =

d
P
1
2
3
d

4
d
sin 
2
D
Gambar 2.14
maka pasangan-pasangan sinar tersebut saling menghapus. Dan titik P merupakan titik
yang berada di garis gelap. Bila celah itu dibagi menjadi empat wilayah, maka dengan
alasan serupa didapatlah kesimpulan bahwa titik P berada pada garis gelap bila
d

sin  =
4
2
atau
sin  = 2

d
Pembagian celah menjadi enam wilayah memberi kesimpulan bahwa titik P berada di
garis pemadaman bila
d

sin  =
6
2
atau
sin  = 3

d
20
Dan seterusnya... Secera umum, titik P terlatak pada garis gelap bila sudut  memenuhi
persamaan
sin  = m

,
d
(2.114)
dengan m = ±1, ±2, ±3, ±4, . . .. Jadi, terdapat dua garis gelap pertama. Masing-masing
terletak di atas garis pusat layar (untuk m = 1) dan di bawah garis pusat layar (untuk m =
−1). Yang di atas garis pusat layar terkait dengan sudut  = sin −1(/d) dan yang dibawah
terkait dengan sudut  = −sin −1(/d). Di antara dua garis gelap pertama itu adalah terang
pusat. Jadi, sudut buka untuk terang pusat adalah 2 sin −1(/d) (lihat gambar 2.15).
layar
terang pusat
2 sin −1(/d)
Gambar 2.15
Mengingat jarak dari celah ke layar D, maka lebar terang pusat adalah
D2 sin −1(/d) = 2D sin −1(/d).
Bila  <<d, maka lebar terang pusat adalah 2D/d. Semakin sempit celah yang dipakai,
maka terang pusat semakin lebar. Hal ini sebenarnya sudah dapat disimpulkan dari
Gambar 2.13.
Contoh 4 : Carilah lokasi untuk tiga garis gelap pertama untuk difraksi dari celah tunggal
yang mempunyai lebar d = 10 !
Jawab : Kita dapat menghitung lokasi garis gelap dengan menggunakan persamaan
(2.14), yaitu
sin  
m m
=
 0,1 m
d 10
  sin 1 (0,1m)
Untuk m = 1
  sin 1 (0,1)  5,74
Untuk m= 2
21
  sin 1 (0,2)  11,5
Untuk m = 3
  sin 1 (0,3)  17,5
Contoh 5 : Sebuah celah yang lebarnya d disinari oleh cahaya putih. Untuk nilai d
berapakah minimum pertama cahaya merah ( = 650 nm = 6500 Å) jatuh pada  = 30?
Minimum merupakan istilah lain untuk garis gelap. Minimum pertama berarti m = 1.
Dengan mengambil nilai ini, maka
d
1650 nm  1300 nm .
m

sin 
sin 30
2.4.2 Difraksi Pada Kekisi
Kekisi merupakan barisan celah-celah sangat sempit yang sama lebarnya. Kekisi
merupakan peranti yang sangat berguna dalam menganalisa sumber cahaya. Contoh
untuk ini adalah pemanfaatan kekisi untuk mengukur panjang gelombang suatu sinar
dengan sangat akurat. Kekisi pun dapat pula berperan sebagai prisma yakni sebagai
penguarai cahaya atas komponen-komponennya. Untuk pemisahan dua komponen cahaya
dengan panjang gelombang yang berdekatan, kekisi memiliki daya pisah yang lebih
tinggi dibandingkan prisma. Kekisi transmisi dibuat dengan cara menggores kaca
dengan intan secara teliti. Kaca selebar 1 mm dapat digores sejumlah 7000 goresan.
Daerah antara dua goresan dapat ditembus oleh cahaya dan karena itu berperan sebagai
celah. Kekisi pantulan dibuat dengan jalan menggores permukaan bahan-bahan yang
memantulkan. Kekisi memiliki tetapan yang disebut tetapan kekisi. Tetapan ini
menyatakan berapa jumlah goresan tiap 1 mm. Misalnya, sebuah kisi memiliki tetapan
2000 garis/mm, artinya lebar tiap celah per goresan adalah 1/2000 mm = 5. 10-7 m.
P
d

Gambar 2.16
22
Gambar 2.16 merupakan gambar difraksi fraunhofer pada kekisi secara skematis.
Cahaya yang melalui celah kekisi dilenturkan dan memiliki fase sama. Masing-masing
berkas memiliki beda lintasan sebesar dsin. Jika perbedaan lintasan ini, merupakan
kelipatan panjang gelombang ketika masing-masing berkas berinterferensi pada saat
mencapai layar sehingga menghasilkan garis terang. Karena itu, kedaan yang dibutuhkan
untuk menghasilkan garis terang adalah
d sin   m , m = 0, 1, 2, ...
(2.16)
Patut dicatat bahwa ini merupakan keadaan yang sama dengan interferensi celah ganda.
Efek meningkatnya jumlah celah akan membentuk ketajaman pola interferensi. Jika
tetapan kekisi diberi simbul K, maka
d=
1
.
K
Oleh karena itu persamaan untuk garis terang adalah
sin 
 m , m = 0, 1, 2, ...
K
(2.16)
Contoh 6 : Suatu cahaya monokromatik dengan panjang gelombang 500 nm disorotkan
ke kekisi yang mempunyai 1200 garis per mm. Carilah lokasi tiga garis terang pertama?
Jarak d antara celah-celah dapat dihitung dengan membalik jumlah garis per mm, yaitu
d
 10 6 nm 
1
 = 833 nm.
mm = (8,33 x 10-4 mm) 
1200
 1m 
Lokasi garis terang dapat kita hitung dengan menggunakan persamaan 2.16,
 m 

 d 
  sin 1 
Garsi terang pertama terjadi ketika m = 0 dan karena itu
  sin 1 0  0 .
Dengan demikian, maksimum pusat (garis terang pusat) terjadi pada saat  = 0. Untuk
nilai m = 1, garis terang pertama berlokasi di
1  sin 1
1500 nm  3,69
833 nm
dan untuk m = 2
23
 2  sin 1
2500 nm  sin 1 1,2 .
833 nm
Namun, nilai masimum untuk sinus hanyalah 1, sehingga untuk m = 2 dengan nilai sin
=1,2 merupakan nilai yang tidak mungkin. Dengan demikian garis terang kedua tidak
ada.
Kekisi Difraksi sebagai Pengurai Cahaya
Telah disebutkan bahwa kekisi dapat pula digunakan untuk menguraikan cahaya atas
komponen-komponennya. Bila 1 dan 2 dua panjang gelombang yang paling dekat
nilainya yang masih dapat dibedakan oleh suatu alat pengurai cahaya, maka daya urai (R)
peranti itu didefinisikan sebagai
R=


dengan  = (1 + 2)/2 dan  = (1 − 2). Dapat dibuktikan bahwa daya urai sebuah kekisi
pada orde ke m dapat dihitung menurut persamaan
R = Nm,
(2.17)
dengan N jumlah garis kekisi yang disinari.
Latihan Konsep 2.4 :
1. Andaikan sebuah benda yang berpenampang cakram ditempatkan di antara
sebuah sumber cahaya (berupa titik) dan sebuah layar. Sumber titik itu diletakkan
sedemikian rupa sehingga segaris dengan pusat benda berpenampang cakram dan
pusat layar. Apakah akan didapati terang di pusat layar?
2. Bagaimanakah prinsip Huygens menghasilkan gambar muka gelombang yang
diperlihatkan pada gambar 2.13? Perlihatkan dengan gambar bagaimana mukamuka gelombang pada gambar 1.13 dihasilkan!
3. Kalau setiap partikel memiliki gelombang sebagaimana hipotesa de Broglie,
akankah berkas-berkas partikel juga mengalami difraksi?
4. Bila pintu sebuah kamar terbuka sedikit saja, maka anda dapat mendengar dengan
baik suara-suara yang berasal dari ruangan itu tetapi anda tidak dapat melihat apa
yang terjadi di ruangan itu mengapa?
5. Pada difraksi cahaya celah tunggal, apakah yang terjadi dengan jarak antara dua
garis gelap bila cahaya yang dipakai diganti dengan cahaya yang memiliki
panjang gelombang yang lebih panjang?
6. Perkirakanlah sudut  untuk titik P yang berada pada terang pertama setelah
terang pusat pada difraksi celah tunggal.
7. Mengapa gelombang radio terdifraksi oleh bangunan-bangunan gedung,
sedangkan cahaya tidak?
24
8. Mengapa permukaan CD tampak berwarna-warni pada saat di letakkam di bawah
sinar matahari? Jelaskan mengapa warna dan intensitasnya tergantung dari
orientasi CD itu relatif terhadap mata kita dan matahari?
2.5 Polarisasi
Telah diketahui bahwa gelombang elektromagnetik adalah gelombang transversal.
Getaran yang dijalarkan sebagai gelombang elektromagnetik adalah medan listrik dan
medan magnet yang berubah-ubah secara periodik baik arahnya maupun besarnya.
Seberkas cahaya biasa terdiri dari sejumlah gelombang dengan arah getar yang berbedabeda. Jika getaran yang merambat sebagai gelombang cahaya ini memiliki arah yang
mengikuti pola teratur, maka cahaya yang demikian ini disebut sebagai cahaya yang
terpolarisasi. Jika ujung vektor medan listrik dan meda magnet bergerak dalam lintasan
berbentuk elips maka dikatakan bahwa gelombang elektromagnetik (cahaya) tersebut
terpolarisasi elips. Bila ujung vektor medan listrik dan medan magnet bergerak dalam
lintasan berupa lingkaran maka gelombang elektromagnetik tersebut dikatakan
terpolarisasi lingkaran. Bila arah vektor medan listrik hanya bolak-balik dalam satu
sumbu saja, maka gelombang elektromagnetik tersebut dikatakan terpolarisasi bidang.
Dikatakan terpolarisasi bidang karena sepanjang penjalarannya, medan listrik bergetar
pada bidak yang sama demikian pula dengan medan magnet. Untuk lebih jelasnya,
lihatlah gambar penjalaran gelombang elektromagnetik berikut.
Gambar 2.17 Gelombang Elektromagnetik terpolarisasi bidang
Istilah polarisasi sebenarnya memiliki lebih dari satu makna. Polarisasi bisa kita temukan
pada saat mempelajari muatan listrik, reaksi kimiawi maupun gelombang. Dalam
kaitannya dengan kajian gelombang, istilah polarisasi memiliki arti sebagai pembatasan
arah getaran gelombang transversal pada satu arah getar tertentu. Dalam suatu radiasi
gelombang elektromagnetik yang tidak terpolarisasi, vektor medan listrik dan juga medan
magnet bergetar ke segala arah tegak lurus arah penjalarannya.
Dengan demikian, polarisasi cahaya merupakan proses pembatasan getaran vektor
listrik gelombang cahaya sehingga menjadi satu arah getar saja. Pada cahaya yang tidak
terpolarisasi, medan listrik bergetar ke segala arah tegak lurus arah rambatannya. Setelah
mengalami pemantulan atau diteruskan melalui bahan-bahan tertentu (disebut bahan-
25
bahan polaroid), medan listrik terbatasi pada satu arah getar saja, sehingga radiasi
dikatakan sebagai cahaya terpolarisasi bidang. Bidang di mana cahaya mengalami
terpolarisasi bidang dapat diputar bila cahaya tersebut melintas melalui beberapa bahan
tertentu.
Pada cahaya yang terpolarisasi melingkar, ujung vektor listrik menunjukkan spiral
(a)
(b)
Gambar 2.18 Dua macam berkas cahaya dilihat dari arah
depan. Anak-anak panah itu menunjukkan getaran medan
listrik ataupun medan magnet gelombang cahaya. (a) Berkas
tak terpolarisasi (b) Bekas terpolarisasi
melingkar mengelilingi arah rambat dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi
cahaya. Besar vektor di sini tetap tidak berubah. Sementara pada cahaya yang
terpolarisasi eliptis, vektor juga berputar mengelilingi arah rambatan tetapi amplitudonya
berubah. Proyeksi vektor pada sebuah bidang tegak lurus arah rambat menerangkan
sebuah elips. Baik cahaya yang terpolarisasi melingkar maupun eliptis dapat dihasilkan
dengan menggunakan sebuah keping yang disebut retardasi. Keping ini merupakan
keping transparan yang terbuat dari bahan bias ganda seperti kuarsa yang dipotong sejajar
dengan sumbu optiknya.
Contoh polarisasi yang terkenal adalah polarisasi pantulan yang akan terjadi jika
sinar pantulan membentuk sudut 90 dengan sinar bias. Peristiwa ini dikenal juga sebagai
hukum Brewster.
Pada awalnya kajian polarisasi cahaya sekedar bertujuan untuk menyingkap
sebagian rahasia dari sifat-sifat cahaya. Sekarang, para fisikawan justru membalik
prosedur ini dan mendeduksi banyak hal tentang sifat sebuah benda berdasarkan efek
polarisasi cahaya, baik yang dipancarkan oleh benda tersebut atau dihamburkan dari
benda tersebut. Misalnya, dari polarisasi cahaya yang dipantulkan oleh butiran-butiran
kosmis para fisikawan berkesimpulan bahwa butiran-butiran debu kosmis yang terdapat
di dalam galaksi kita telah diarahkan di dalam arah medan magnet galaksi yang lemah.
Berdasarkan efek polariasi pula, sekarang diketahui bahwa cincin-cincin yang dimiliki
planet saturnus terdiri dari kristal-kristal es. Bahkan, ukuran dan bentuk partikel-partikel
virus dapat ditentukan dengan memanfaatkan polarisasi cahaya ultraviolet yang
dihamburkan dari partikel-partikel virus tersebut. Selain itu, informasi yang sangat
berguna mengenai struktur atom-atom dan inti-inti juga didapatkan dari kajian-kajian
polarisasi radiasi. Dengan demikian, efek polarisasi cahaya bermanfaat dalam penelitian
26
pada tingkat galaksi sampai tingkat sebuah inti atom. Efek polarisasi cahaya juga
mempunyai banyak manfaat dalam bidang industri dan keinsinyuran. Contoh sederhana
ialah kacamata hitam yang menggunkan bahan polaroid yang menyerap cahaya yang
bergetar horisontal, yang dihasilkan oleh pantulan dari permukaan horisontal, sehingga
mengurangi cahaya yang menyilaukan.
2.5.1 Polarisasi Dengan Penyerapan Seletif
Telah banyak teknik
Sumbu transmisi
polarisasi dikembangkan untuk
mendapatkan cahaya yang
terpolarisasi. Salah satunya
adalah dengan bahan yang
dapat menyerap gelombang
cahaya dengan arah getar
tertentu
dan
meloloskan
gelombang
dengan
arah getar
Gambar 2.19
yang lain (yang tegak lurus
pada arah getar yang telah
dipilih). Bahan polaroid ini ditemukan oleh E. H. Land pada tahun 1938. Bahan polaroid
didapatkan dengan mengatur rangkaian panjang molekul-molekul hidrokarbon pada
orientasi tertentu sehingga bila cahaya melewatinya, komponen medan listrik yang
paralel dengan arah membujur rangkaian itu akan diserap. Sedang yang tegak lurus pada
arah itu dibiarkan lewat tanpa mendapatkan pengaruh apa-apa. Sumbu yang tegak lurus
pada arah membujur rangkaian panjang molekul-molekul hidrokarbon itu disebut sumbu
transmisi. Setelah melewati polarisator berkas cahaya akan tampak redup. Hal ini mudah
dipahami karena berkas cahaya yang lolos dari polarisator hanyalah sebagian dari berkas
cahaya semula. Andaikan di belakang polarisator pertama dipasang polarisator kedua
(polarisator kedua ini disebut analisator) sedemikian rupa sehingga sumbu transmisi
keduanya membentuk sudut , maka intensitas berkas cahaya setelah melalui polarisator
kedua diberikan oleh
I = Imaxcos 2,
(2.18)
dengan Imax adalah intensitas berkas cahaya ketika memasuki polarisator kedua.
Persamaan (2.18) disebut Hukum Malus.
2.5.2 Polarisasi Oleh Pemantulan
Telah disebutkan bahwa pemantulan oleh bidang batas dua medium
mengakibatkan polarisasi. Bila seberkas cahaya tak terpolarisasi jatuh pada bidang batas
antara dua medium, maka berkas cahaya yang dipantulkan dan dibiaskan akan
terpolarisasi sebagian. Bila sudut datang divariasi, maka pada suatu saat sinar pantul dan
sinar bias membentuk sudut 90°. Pada saat itulah terjadi polarisasi sempurna. Berkas
yang dipantulkan merupakan komponen yang bergetar sejajar dengan dengan bidang
pantul. Oleh karena itu polarisasi sempurna terjadi bila
27
p + b + 90° = 180°,
dengan p dan b berturut-turut sudut datang dan sudut bias. Jadi, p + b = 90° atau b =
90°− p. Karena sudut datang sama dengan sudut pantul, maka b = 90°− d. Dari hukum
Snellius didapat
n1sin d = n2 sin 90°− d.
dengan n1 indeks bias medium pertama dan n2 indeks bias medium kedua. Karena sin
90°− d = cos d, maka
tg d =
n2
,
n1
(2.19)
karena tg a = sin a/cos a. Jadi, polarisasi sempurna terjadi bila sudut datang sama dengan
tg−1(n2/n1). Inilah hukum Brewster.
Latihan Konsep 2. 5 :
1. Nyatakan hukum Brewster dengan sudut bias!
2. Bila seberkas cahaya dilewatkan pada dua polarisator yang dipasang berurutan
dengan sumbu transmisi saling tegak lurus, maka apa yang akan anda lihat di
belakang polarisator kedua?
3. Bagaimanakah anda dapat menentukan indeks bias suatu medium dengan
menggunakan polarisator polaroid?
2.6 Efek Doppler
Sejauh ini, efek Doppler yang kita tinjau adalah efek Doppler untuk gelombang
bunyi. Apakah efek Doppler juga berlaku untuk gejala gelombang yang lain? Bagaimana
efek Doppler yang terjadi pada gelombang elektromagnetik seperti misalnya cahaya?
Bunyi memang merupakan contoh paling umum untuk efek Doppler. Namun
sebenarnya, efek ini diusulkan oleh fisikawan Austria C.J. Doppler (1803-1853) untuk
mencoba menerangkan keadaan warna bintang-bintang.
Pada cahaya-tampak frekuensi akan menentukan warna. Warna merah memiliki
frekuensi yang lebih kecil dibandingkan frekuensi warna ungu. Berdasarkan pengamatan
Edwin Hubble (1889-1953), garis-garis pada spektrum galaksi menunjukkan pergeseran
ke arah ujung merah spektrum tampak. Peristiwa ini dikenal sebagai pergeseran merah
(red shift) pada spektrum bintang-bintang. Adanya pergeseran merah yang mendominasi
spektrum bintang-bintang ini telah meyakinkan para ilmuwan bahwa alam semesta kita
sedang mengembang atau memuai, karena ini menunjukkan bahwa hampir semua bintang
bergerak saling menjauh. Teori yang membahas hal ini dikenal sebagai teori big bang
(teori dentuman dahsyat). Cobalah untuk melihat bab tentang jagad raya dalam buku ini.
Meskipun sifat efek Doppler pada cahaya kelihatan sama dengan efek Doppler
pada bunyi, tetapi secara prinsip kedua hal ini berbeda. Pada cahaya dan juga gelombang
elektromagnetik yang lain, laju perambatan gelombang tidak dihitung relatif terhadap
suatu medium, karena memang gelombang elektromagnetik tidak membutuhkan medium
28
apapun untuk merambat. Dari postulat teori relativitas khusus Einstein kita mengetahui
bahwa laju cahaya di ruang hampa c adalah invarian, artinya besar c tidak bergantung
pada gerak relatif antara sumber cahaya dan pengamat. Orang yang bergerak searah
maupun berlawanan arah dengan arah perambatan cahaya akan mengamati laju cahaya
itu sebesar c. Jika anda merasa tertantang dan ingin memperkaya pengetahuan tentang
sifat istimewa dari cahaya ini, anda dapat membuka buku-buku teori relativitas. Di sini
kita hanya akan mengutip persamaan akhirnya yaitu
1
c  u  2
= 
f
 c  u 
fp
dengan u adalah kecepatan relatif sumber cahaya terhadap pengamat. Nilai u akan
berniali positif jika keduanya saling menjauh dan negatif jika keduanya saling mendekat.
Persamaan di atas hanya berlaku jika gerakan terjadi di sepanjang garis hubung antara
sumber dan pengamat. Di dalam teori relativitas hal ini dikenal sebagai efek Doppler
longitudinal. Adakah efek dopler transversal? Ada namun, kita tidak pada posisi
membahas masalah itu di sini.
Latihan Konsep 2. 6 :
1. Bila sebuah sumber cahaya putih bergerak menjauhi anda dengan laju 0,5c, maka
warna apa yang tampak oleh anda pada sumber cahaya itu?
2. Laju sebuah galaksi menjauhi pegamat (v) berbanding lurus dengan jarak galaksi itu
dari pengamat (r). Ini termaktup dalam rumus Hubble : v = Hr, dengan H tetapan
yang dikenal sebagai tetapan Hubble. Dengan mengukur frekuensi cahaya yang
berasal dari bintang yang ada dalam sebuah galaksi, bisakah seorang pengamat di
bumi menentukan jarak bintang itu dari bumi? Informasi apa lagi yang dibutuhkan
oleh pengamat itu?
Rangkuman (Peta Konsep) :


Tiga paham tentang cahaya :
Teori korpuskular : Cahaya dipahami sebagai aliran partikel (butir-butir
cahaya).
Teori undulasi : Cahaya dipahami sebagai gelombang
Teori kuantum : Cahaya adalah partikel (foton) yang memiliki aspek
gelombang. Aspek gelombang ini menuntun kita
menentukan keadaan foton-foton itu secara statistik.
Panjang gelombang cahaya dalam medium berindeks bias n adalah

.
n
 Lintasan optis adalah hasil kali antara indek bias dengan panjang lintasan
geometrik yang dilalui oleh cahaya.
n =
29








Perbedaan fase antara dua berkas sinar yang koheren dapat berubah manakala
kedua berkas sinar itu melalui dua bahan yang mempunyai indeks bias
(kerapatan) berbeda.
Superposisi dua gelombang yang koheren menghasilkan penguatan pada beberapa
tempat dan pelemahan di beberapa tempat yang lain tergantung dari beda fase
kedua gelombang itu. Gejala ini disebut interferensi gelombang.
Penguaraian cahaya atau dispersi : peristiwa penguraian gelombang
elektromagnetik berfrekuensi banyak (polikromatik) atas komponen-kompnennya
yang berfrekuensi tunggal (monokromatik).
Lebar spektrum pelangi diukur dengan sudut dispersi. Secara geometri sudut
dispersi tergantung pada sudut atap prisma dan dapat dihitung dengan
menerapkan hukum Snellius.
Prinsip Huygen tentang perambatan gelombang cahaya : Semua titik pada muka
gelombang bertindak sebagai sumber bagi gelombang sekunder dengan muka
gelombang berupa permukaan bola (gelombang semacam ini disebut gelombang
seferis). Dalam selang waktu t setelah itu, muka gelombang utama (primer)
ditentukan sebagai garis singgung pada masing-masing muka gelombang seferis
tadi.
Garis terang pada celah ganda Young memenuhi
d sin = m,
m = ...,−4, −3, −2, −1, 0 , 1, 2, 3,....
dengan d jarak antara kedua celah,  panjang gelombang dan  sudut yang
dibentuk oleh garis pusat dengan garis penghubung titik tengah celah dengan
garis terang yang bersangkutan
Garis gelap pada celah ganda Young memenuhi
d sin   (m  12 ) ,
m = ...,−4, −3, −2, −1, 0 , 1, 2, 3,....
dengan d jarak antara kedua celah,  panjang gelombang dan  sudut yang
dibentuk oleh garis pusat dengan garis penghubung titik tengah celah dengan
garis gelap yang bersangkutan
Intensitas pada layar dalam celah ganda Young :
1
IP = 4I0 cos2( ),
2
dengan
 =



2 d

sin  .
Secara umum difraksi adalah pelenturan cahaya oleh tepian suatu benda kedap,
terjadi bilamana sebuah benda yang tak tembus pandang (kedap) diletakkan di
antara sumber cahaya dan layar sedemikian rupa sehingga benda itu menyisakan
tempat untuk dilewati oleh cahaya dari sumber sehingga jatuh ke layar.
Difraksi Fraunhofer : difraksi yang terjadi sedemikian rupa sehingga sinar-sinar
hasil difraksi boleh dikatakan saling sejajar satu dengan yang lain.
Difraksi celah tunggal : Secera umum, titik P terlatak pada garis gelap bila sudut
 memenuhi persamaan
30
sin  = m









,
d
dengan m = ±1, ±2, ±3, ±4, . . ..
Kekisi merupakan barisan celah-celah sangat sempit yang sama lebarnya.
Kekisi transmisi dibuat dengan cara menggores kaca dengan intan secara teliti.
Kekisi pantulan dibuat dengan jalan menggores permukaan bahan-bahan yang
memantulkan.
Garis terang pada kekisi memenuhi
d sin   m , m = 0, 1, 2, ...
Polarisasi Gelombang : Pembatasan arah getaran gelombang transversal pada
satu arah getar tertentu.
Hukum Malus :
I = Imaxcos 2
Hukum Brewster :
n
tg d = 2 .
n1
Efek Dopler untuk cahaya :
1
c  u  2
= 
f
 c  u 
fp
“Mengetahui sesuatu dan memahami segala sesuatu adalah lebih baik daripada
mengetahui segala sesuatu tetapi tidak memahami sesuatu.“
2.7 Daftar Pustaka Bab
2
1. El Ghrari, H., 2003, Para Pelopor Peradaban Islam (judul asli: Architects of The
Scientific Thought in Islamic Civilization), Matan, Yogyakarta
2. Halliday, David dan Resnick, Robert, 1992, Fisika, Jilid 1, Edisi ketiga, Cetakan
kedelapan, Erlangga, Jakarta
3. Isaacs, Alan, (Ed.), 1994, Kamus Lengkap Fisika, Edisi Baru, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
4. Marrion, J.B., 1979, General Physics with Bioscience Essays, John Wiley & Sons,
New York
5. Nolan, J. P., 1993, Fundamentals of College Physics, Wm. C. Brown
Communications, Inc., USA
6. Prasetia, L., Tan Kian Hien, dan Sandi Setiawan, 1992, Mengerti Fisika: Gelombang,
Cetakan Pertama, Andi Offset, Yogyakarta
31
2.8 Proyek Kita
Proyek 1 (Eksperimen) : Polarimeter
Beberapa bahan seperti kristal kuarsa atau larutan gula dikatakan sebagai bahan
aktif secara optis (optically active). Artinya, bahan-bahan tersebut mampu memutar
bidang getar (arah polarisasai) berkas cahaya-cahaya terpolarisasi bila berkas cahaya itu
dilewatkan pada bahan-bahan itu. Untuk larutan yang aktif secara optis, seberapa jauh ia
memutar bidang getar tergantung pada konsentrasi larutan. Oleh karena itu, dengan
membuat grafik antara pemutaran arah polarisasi sebagai fungsi konsentrasi larutan,
orang dapat menentukan konsentrasi suatu larutan bahan-bahan aktif dengan mengukur
sudut pemutaran arah polarisasi. Proyek ini bertujuan memperoleh grafik tersebut. Proyek
ini memerlukan beberapa polarisator polaroid, sumber cahaya, dan larutan gula dari
berbagai konsentrasi.
Proyek 2 (Eksperimen) : Membuat spektrum pelangi
Cahaya matahari sebenarnya merupakan cahaya polikromatik. Artinya cahaya ini
dapat diuraikan menjadi spektrum warna-warni. Jika anda pernah menyaksikan pelangi,
maka seperti itulah spektrum cahaya matahari ini. Anda juga bisa menguraikan cahaya
matahari menjadi seperti pelangi dengan menggunakan prisma. Atau jika anda tidak
menemukan prisma, anda bisa mencoba cara yang sederhana ini. Siapkan sebuah kaca
yang biasa anda gunakan untuk bercermin. Alangkah lebih baik jika bentuk kaca tersebut
adalah persegi panjang, namun anda tetap bisa menggunakan bentuk yang lain
seandainya anda tidak memiliki cermin persegi panjang. Kemudian, isilah baskom
dengan air secukupnya. Pergilah ke tempat yang terang cahaya mataharinya di depan
kelas anda. Masukkan cermin tersebut dan arahkan pantulannya ke tembok kelas anda.
Amati yang terjadi dan jelaskan mengapa demikian!
2.9 Soal-soal
2.9.1 Soal-soal Uraian
1. Suatu kaca plan paralel memiliki indeks bias mutlak 1,7. Dibenamkan ke dalam
cairan yang berindeks bias 1,4. Cahaya datang dari cairan jatuh pada permukaan kaca
plan paralel itu. Hitunglah sudut datang sedemikian rupa sehingga terjadi polarisasi
pantulan!
2. Hitunglah sudut dispersi bagi seberkas cahaya putih yang jatuh pada permukaan
sebuah prisma dengan sudut atap 40°, bila berkas itu jatuh dengan sudut datang 30°!
3. Hitunglah perbedaan sudut garis merah pertama dan garis ungu pertama ketika
seberkas cahaya putih dijatuhkan secara tegak lurus pada sebuah kekisi transmisi
yang memiliki tetapan 5000 garis/cm!
4. Suatu sinar ekawarna yang memiliki panjang gelombang 6,0 × 10-7 m dijatuhkan pada
sebuah kekisi transmisi dengan tetapan 6000 garis/cm. Jarak terang kedua dari terang
pusat 2,0 × 10-2 meter. Berapakah jarak layar dari kekisi itu?
32
5. Terang pusat dengan lebar 3,5 cm tampak pada layar dibelakang sebuah celah dengan
lebar 6,0 × 10-5 m. Bila jarak antara celah ke layar 2,0 meter, logiskah perkataan
“Terang pusat dengan lebar 3,5 cm tampak pada layar“?
6. Dua berkas sinar monokromatik ( = 7,0 × 10-7 m) menjalar di udara sedemikian rupa
sehingga keduanya menuju ke satu titik. Salah satu dari keduanya dilewatkan pada
suatu medium dengan indeks bias n = 1,5 sepanjang L cm tanpa merubah arahnya.
Bila kedua berkas itu sejak keluar dari sumbernya masing-masing memiliki beda fase
/4, berapakah L agar di titik pertemuan keduanya terjadi penguatan intensitas
maksimum?.
2.9.2 Soal-soal Pilihan Ganda
1. Ilmuwan yang pertama kali meramalkan bahwa cahaya merupakan gelombang
elektromagnetik adalah...
a. Maxwell
b. Michelson dan Morley
c. Euclid
d. Roemer
2. Yang dimaksud cahaya merupakan gelombang elektromagnetik adalah
a. Cahaya merambat memerlukan eter
b. Cahaya merambat tidak memerlukan medium
c. Cahaya mempunyai kecepatan yang luar biasa
d. Gelombang cahaya merupakan sumber kehidupan
3. Dua gelombang cahaya koheren berinterferensi. Beda fase antara kedua gelombang
tadi di tempat-tempat terjadinya maksimum adalah...
a. (n - 12 ); n = 1,2,3,...
b. (n + 12 ); n = 0,2,4,,...
c. n; n = 1,2,3,...
d. n; n = 0,2,4,...
4. Dalam percobaan interferensi dua celah (pecobaan Young) dipakai sinar kuning
monokromatik, maka pada layar terlihat...
a. Garis kiuning dan gelap berselang-seling dengan garis yang ditengah kuning
b. Garis kuning dan gelap berselang-seling dengan garis yang ditengah gelap
c. Garis berwarna seperti pelangi dengan garis yang ditengah kuning
d. Garis berwarna seperti pelangi dengan garis yang ditengah gelap
5. Suatu berkas cahaya dengan panjang gelombang 6,0 x 10-5 cm masuk dari udara ke
dalam balok kaca yang indeks biasnya 1,5. Panjang gelombang cahaya di dalam kaca
sama dengan
a. 7,5 x 10-5 cm
b. 6,0 x 10-5 cm
c. 4,5 x 10-5 cm
d. 4,0 x 10-5 cm
33
6. Diantara kelompok-kelompok warna dibawah ini yang frekuensinya merupakan
urutan yang naik adalah
a. Biru-hijau-kuning-merah
b. Hijau-merah-kuning-biru
c. Merah-kuning-hijau-biru
d. Merah-hijau-biru-kuning
7. Pada suatu alat terlihat kilat dan 10 detik kemudian terdengar suara gunturnya.
Apabila kecepatan cahaya besarnya 3 x 108 m/detik dan kecepatan bunyi 340 m/detik
maka jarak antara tempat asal kilat dan pengamat adalah...
a. 34 m
b. lebih dari 3400 m
c. 1020 m
d. 3400 m
8. Warna hijau pakaian seorang penyanyi yang sedang manggung bila disinari dengan
cahaya merah menyala akan menjadi kelihatan
a. kuning
b. hitam
c. merah
d. jingga
9. Seberkas cahaya jatuh tegak lurus mengenai dua celah yang berjarak 0,4 mm. Garis
terang tingkat ke-3 yang dihasilkan pada layar berjarak 0,5 mm dari terang pusat. Bila
jarak layar dengan celah 40 cm, maka panjang gelombang cahaya tersebut adalah
a. 1,0 x 10-7 m
b. 1,2 x 10-7 m
c. 1,7 x 10-7 m
d. 2,0 x 10-7 m
10. Pada percobaan Young digunakan dua celah sempit yang berjarak 0,3 mm, satu dari
yang lainnya. Jika jarak layar dengan celah 1 m dan jarak garis terang petama dari
terang pusat 1,5 mm maka panjang gelombang cahaya adalah....
a. 4,5 x 10-4 m
b. 4,5 x 10-5 m
c. 4,5 x 10-6 m
d. 4,5 x 10-7 m
11. Deviasi minimum suatu sinar oleh prisma...
a. Menjadi lebih kecil bila sudut puncaknya lebih besar
b. Menjadi lebih besar jika sudut puncaknya lebih besar
c. Tidak tergantung pada panjang gelombang sinar
d. Tidak tergantung pada frekuensi sinar
34
12. Seberkas cahaya jatuh tegak lurus pada kisi yang terdiri dari 5000 garis/cm. Sudut
untuk terang orde kedua adalah 30. Maka panjang gelombang cahaya yang dipakai
adalah...
a. 4000 A
b. 2500 A
c. 6000 A
d. 5000 A
13. Jika analisator dan polarisator membuat sudut , maka intensitas sinar yang
diteruskan sebanding dengan....
a. tan 2 
b. sin 2 
c. cos 2 
d. tan 
14. Warna biru langit terjadi karena cahaya matahari mengalami...
a. Difraksi
b. Hamburan
c. Interfernsi
d. Pemantulan
15. Seberkas sinar dari medium A ke medium I kemudian melewati medium II. Jika
diketahui bahwa lambang-lambang v merupakan cepat rambat cahaya dan n indeks
bias, maka kita akan melihat hubungan yang berlaku adalah...
Medium A
Medium I
Medium II
Medium A
a.
b.
c.
d.
n1 > n2; v1 = v2
n1 < n2; v1 > v2
n1 > n2; v1 > v2
n1 < n2; v1 < v2
16. Berkaitan dengan soal sebelumnya, jika tebal medium I dan II sama, maka
a. lintasan optik pada medium I sama dengan lintasan optik pada medium II.
b. lintasan optik pada medium I kurang dari lintasan optik pada medium II.
c. lintasan optik pada medium I lebih dari lintasan optik pada medium II.
d. Tidak ada yang benar
35
17. Perambatan cahaya tambat medium dapat dibuktikan oleh gejala
a. Pemantulan
b. Pembiasan
c. Interferensi
d. Radiasi
18. Manakah di antara pernyataan berikut yang salah. Interferensi antara dua berkas
cahaya terjadi bila
a. masing-masing berkas cahaya itu memiliki panjang gelombang yang tetap
b. kedua berkas cahaya itu memiliki panjang gelombang yang sama
c. kedua berkas itu harus memiliki amplitudo yang sama.
d. berkas itu menempuh jarak optis yang sama.
19. Pada percobaan celah ganda Young tebal garis terang yang dihasilkan adalah 0,2 mm
bila berkas yang dipakai adalah berkas sinar hijau dengan panjang gelombang 5,2 ×
10-7 m. Jika berkas yang dipakai diganti dengan berkas sinar warna merah (panjang
gelombang sinar merah 6,5 × 10-7 m) maka tebal garis terang yang dihasilkan menjadi
a. 0,31 mm
b. 0,25 mm c. 0,20 mm
d. 0,16 mm.
20. Bila suatu unsur dipanaskan sehingga mencapai temperatur tyang cukup tinggi, maka
atom-atom unsur itu akan memancarkan radiasi yang memiliki panjang gelombang
diskret. Sekumpulan panjang gelombang-panjang gelombang yang terkait dengan
suatu unsur disebut spektrum atom. Dua garis spektrum yang cukup dominan pada
spektrum atom sodium memiliki panjang gelombang, 589,00 nm dan 589,59 nm.
Berapakah daya urai kekisi yang harus digunakan agar kedua panjang gelombang itu
dapat dipisahkan?
a. 999
b. 989
c. 800
d. 700
21. Untuk memisahkan kedua garis spektrum itu (panjang gelombang itu) pada garis
terang kedua berapa banyak garis pada kekisi itu harus disinari?
a. 400 garis b. 500 garis c. 600 garis d. 450 garis
36
Download