BAB I - PPS Unud

advertisement
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Kinerja
2.1.1
Arti manajemen kinerja
Istilah manajemen kinerja atau performance management atau ada
perusahaan yang menggunakan istilah managing employee performance.
Managing employee performance seharusnya berarti “memanajemeni prestasi
kerja karyawan”. Terlepas dari istilah mana yang digunakan, keduanya secara
tegas
memfokuskan
perhatiannya
pada
prestasi
karyawan
dan
obyek
pembahasannya sama saja yaitu prestasi kerja, kinerja atau unjuk kerja karyawan.
Program manajemen kinerja dapat didefinisikan sebagai berikut.
Ditinjau dari bunyi kalimatnya, manajemen kinerja ini berkaitan dengan
usaha, kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan
organisasi (perusahaan) untuk “merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan
prestasi karyawan”. Karena program ini mencantumkan kata management, seluruh
yang dilakukan dalam sebuah proses manajemen harus terjadi, yakni dimulai dari
menetapkan tujuan yang ingin dicapai, pembuatan rencana, pengorganisasian,
penggerakan/pengarahan dan akhirnya evaluasi atas hasilnya. Secara teknis
program ini harus dimulai dengan menetapkan tujuan dan sasaran yaitu “kinerja
dalam bentuk apa dan yang seperti bagaimana yang ingin dicapai”. Karena yang
menjadi obyek adalah kinerja manusia, maka bentuk yang paling umum tentunya
adalah kinerja dalam bentuk “produktivitas” sumber daya manusia (Ruky, 2001).
8
2.1.2
Ruang lingkup manajemen kinerja
Manajemen kinerja sebenarnya mempunyai ruang lingkup yang lebih
besar. Bila program ini diterapkan, ia bersifat menyeluruh atau menggarap semua
bagian/fungsi dari sebuah organisasi (organization wide). Program ini akan
menjamah semua elemen, unsur atau input yang harus didayagunakan oleh
organisasi untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut, bukan hanya manusia.
Elemen-elemen tersebut adalah teknologi (peralatan, metode kerja) yang
digunakan, kualitas dari input (termasuk material),
kualitas lingkungan fisik
(keselamatan, kesehatan kerja, lay out tempat kerja dan kebersihan), iklim dan
budaya organisasi (termasuk supervisi dan kepemimpinan) dan sistem kompensasi
dan imbalan. Kegiatan dengan ruang lingkup seperti ini akan merupakan sebuah
proyek besar dan melibatkan hampir semua orang, dan ditangani langsung oleh
pimpinan puncak organisasi. Setelah pimpinan organisasi menetapkan tujuan dari
program tersebut, misalnya meningkatkan produktivitas pabrik atau meningkatkan
kinerja sebuah bank ke arah tertentu yang dapat diukur maka team pelaksana akan
meneliti kondisi dan status dari tiap-tiap elemen, dan menetapkan tindakan apa
yang harus di lakukan. Sasaran penelitian dan tindakan yang harus diambil untuk
tiap elemen dapat dirinci sebagai berikut. (Ruky, 2001).
1)
Sarana dan prasarana
Kondisi dan kelayakan serta kemampuan semua sarana maupun prasarana
fisik yang dimiliki, termasuk didalamnya bangunan, lay-out (tata letak), alur
lalu lintas orang dan barang, kelaikan mesin dan segala peralatan yang ada.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah sarana dan prasarana tersebut
masih layak pakai operasi atau tidak.
9
Proses kerja/metode kerja
2)
Tim akan melakukan penelitian terhadap metode kerja yang digunakan dan
proses yang dijalankan. Bila objeknya adalah sebuah perusahaan manufaktur
maka team ini akan terdiri dari para ahli teknik industri atau ahli proses
produksi. Mereka meneliti apakah metode yang digunakan sudah tepat atau
masih dapat disempurnakan.
3)
Kemampuan sumber daya manusia
Bersamaan dengan dilakukannya penelitian terhadap metode dan proses kerja
oleh tim teknik industri, beberapa orang dari bagian pelatihan sebaiknya turut
serta dalam tim ini untuk melihat sampai dimana kemampuan karyawan dalam
melaksanakan pekerjaannya. Penelitian yang dilakukan mereka akan bersifat
observasi atau berdasarkan pengamatan di lapangan. Dari penelitian tersebut
tim khusus sumber daya manusia ini akan mampu mengidentifikasi
kemampuan karyawan yang ada sekarang dalam mengoperasikan peralatan,
dan dalam melaksanakan tugasnya. Hasil penelitian akan memberikan
gambaran apakah atau berapa banyakkah dari karyawan tersebut yang benarbenar mampu 100 persen, berapa yang kurang mampu dan tidak memenuhi
syarat sama sekali. Dari yang kurang mampu tersebut akan diperoleh
gambaran, apakah mereka dapat diberi pelatihan ulang atau harus diganti
dengan orang baru sama sekali.
4)
Gairah kerja/motivasi sumber daya manusia
Sebuah tim lain harus meneliti aspek kegairahan kerja dan sikap karyawan
yang tersisa, apa yang menjadi sumber kepuasan kerja mereka dan sebagainya.
Tim ini kemudian harus menyusun rekomendasi tentang perbaikan-perbaikan
10
yang harus dilakukan mungkin termasuk di dalamnya rekomendasi tentang
kebijakan dan sistem imbalan/penggajian yang mencakup insentif dan bonus
dan penilaian prestasi kerja. Misalnya bila organisasi ini merupakan sebuah
institusi yang harus unggul dalam pelayanan, harus diteliti apakah semua
karyawan memberikan nilai tinggi pada “melayani” orang lain? Bila tidak
berarti ada masalah!
5)
Kualitas bahan baku dan bahan pembantu
Proses dan prosedur pengadaan bahan juga akan diteliti untuk mendeteksi
apakah ada hambatan atau selalu lancar pasokan dan penerimaannya. Yang
terpenting apakah kualitas bahan yang diterima memenuhi syarat atau tidak.
Semua kegiatan yang harus dilaksanakan dalam kerangka manajemen
kinerja yang mempunyai ruang lingkup yang besar seperti disebutkan diatas harus
bersifat terpadu (integrated) dan tidak boleh berjalan sendiri-sendiri tanpa
koordinasi. Dalam praktek tidak banyak perusahaan yang melaksanakan sebuah
program manajemen kinerja yang sempurna dan terpadu seperti yang diuraikan
diatas, mengingat sifatnya, besaran ruang lingkupnya, dan biayanya.
2.1.3
Tujuan dan manfaat manajemen kinerja
Tujuan yang biasanya dapat dicapai oleh sebuah organisasi atau
perusahaan dengan menerapkan sebuah sistem manajemen kinerja seperti dapat
dilihat dalam uraian beriku (Ruky, 2001).
1)
Meningkatkan prestasi kerja karyawan, baik secara individu
maupun sebagai kelompok, sampai setinggi-tingginya dengan memberikan
kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi dirinya
11
dalam kerangka pencapaian tujuan perusahaan. Karyawan bersama atasan
masing-masing dapat menerapkan sasaran kerja dan standar prestasi yang
harus dicapai dan meneliti dan menilai hasil-hasil yang sebenarnya dicapai
pada akhir kurun waktu yang ditetapkan.
2)
Peningkatan yang terjadi pada prestasi karyawan secara perorangan
pada gilirannya akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara
keseluruhan, yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas. Dengan kata
lain peningkatan produktivitas sumber daya manusia secara keseluruhan
diusahakan dicapai melalui peningkatan prestasi kerja karyawan secara
perorangan (individu).
3)
Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil karya dan prestasi pribadi serta potensi laten karyawan
dengan cara memberikan umpan balik pada mereka tentang prestasi mereka.
4)
Membantu
perusahaan
untuk
dapat
menyusun
program
pengembangan dan pelatihan karyawan yang lebih tepat guna. Usaha ini akan
membantu perusahaan untuk mempunyai pasokan tenaga yang cakap dan
terampil yang cukup untuk pengembangan perusahaan di masa depan.
5)
Menyediakan alat/sarana untuk membandingkan prestasi kerja
pegawai dengan tingkat gajinya atau imbalannya sebagai bagian dari
kebijakan dan sistem imbalan yang baik.
6)
Memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengeluarkan
perasaannya tentang pekerjaan
atau hal-hal yang ada kaitannya. Dengan
demikian jalur komunikasi dan dialog akan terbuka dan dengan demikian
12
diharapkan bahwa proses penelitian prestasi kerja akan mengeratkan
hubungan antara atasan dan bawahan.
2.1.4
Sistem manajemen kinerja yang efektif
Sistem manajemen kinerja seperti apa yang akan dipilih untuk digunakan
harus tergantung pada kebutuhan dan tujuan masing-masing organisasi. Walaupun
demikian Cascio (1992) dalam Ruky (2001) menyarankan agar sebuah program
manajemen kinerja efektif hendaknya memenuhi syarat-syarat berikut:
1) Relevance: hal-hal atau faktor-faktor yang diukur adalah yang relevan (terkait)
dengan pekerjaannya, apakah itu “output-nya, prosesnya atau inputnya”.
2) Sensitivity: sistem yang digunakan harus cukup peka untuk membedakan
antara karyawan yang “berprestasi” dan “tidak berprestasi”
3) Reliability: sistem yang digunakan harus dapat diandalkan, dipercaya bahwa
menggunakan tolok ukur yang obyektif, sahih, akurat, konsisten dan stabil.
4) Acceptabilit: sistem yang digunakan harus dapat dimengerti dan diterima oleh
karyawan yang menjadi penilai maupun yang dinilai dan memfasilitasi
komunikasi aktif dan konstruktif antar keduanya.
5) Practicality: semua instrumen, misalnya formulir yang digunakan, harus
mudah digunakan oleh kedua fihak, tidak rumit, mengerikan dan berbelit-belit.
2.1.5
Program manajemen kinerja adalah sebuah proses
Sebuah program manajemen kinerja pada dasarnya adalah sebuah proses
dalam sebuah manajemen sumber daya manusia. Selain itu pengunaan istilan
manajemen dalam nama program tersebut mempunyai implikasi bahwa kegiatan
tersebut harus dilaksanakan sebagai sebuah proses/siklus manajemen yang umum
13
yang dimulai dengan penetapan tujuam dan sasaran, dan diakhiri dengan evaluasi.
Proses tersebut pada garis besarnya terdiri dari lima kegiatan utama yaitu sebagau
berikut (Ruky, 2001).
Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh
1)
seorang karyawan dan rumusan tersebut disepakati oleh atasan dan karyawan
tersebut. Langkah perumusan tersebut mencakup kegiatan menetapkan dalam
hal atau bidang apa saja seseorang dituntut untuk memberikan kontribusi
berupa hasil.
Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai
2)
oleh karyawan untuk kurun waktu tertentu. Termasuk dalam tahap ini adalah
penetapan standar prestasi dan tolok ukur.
3)
Melakukan
monitoring,
melakukan
koreksi,
memberikan
kesempatan dan bantuan yang diperlukan oleh anak buah.
4)
Menilai kinerja karyawan tersebut dengan cara membandingkan
prestasi yang dicapai (actual) dengan standar atau tolok ukur yang telah
ditetapkan dalam langkah yang pertama. Dalam tahap penilaian ini harus
tercakup pula kegiatan mengidentifikasi bidang-bidang yang ada dan
dirasakan terdapat kelemahan pada orang yang dinilai.
5)
Memberikan umpan balik kepada karyawan yang dinilai tentang
seluruh hasil penilaian yang dilakukan. Dalam proses pemberian umpan balik
ini atasan dan bawahan membicarakan cara-cara untuk memperbaiki
kelemahan yang telah diketahui dengan tujuan meningkatkan prestasi pada
periode berikutnya.
14
Cushway (2004) menyatakan ada empat langkah pokok dalam proses
manajemen kinerja, yaitu; perencanaan kinerja, penilaian kinerja, imbalan jasa
kinerja dan monitoring kinerja.
1) Perencanaan kinerja
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan kinerja adalah
sebagai berikut.
(1) manajemen puncak menetapkan tujuan bisnis/business plan, dan target
perusahaan.
(2) menentukan hasil yang diinginkan dan menetapkan sasaran/target setiap
divisi, cabang, bidang dan individu.
(3) memvalidasi target-target tersebut.
(4) meninjau kembali kompetensi-kompetensi dan menetapkan tujuan-tujuan
pengembangan.
2) Penilaian kinerja
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses penilaian kinerja adalah sebagai
berikut.
(1) atasan melakukan penilaian kinerja karyawan.
(2) menetapkan ranking kinerja seperti penetapan target yang mudah dan
dapat dikendalikan.
(3) menetapkan standar kinerja.
3) Imbalan jasa kinerja
15
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemberian imbalan jasa kinerja,
dimana hasil-hasil kinerja digunakan untuk dasar pertimbangan dan
penetapan.:
(1) kenaikan gaji tahunan, bonus, insentif, premi dan jasa produksi.
(2) promosi, kenaikan pangkat/golongan.
(3) pelatihan yang dibutuhkan untuk pengembangan kompetensi.
4) Monitoring Kinerja
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses monitoring kinerja adalah
sebagai berikut :
(1) melakukan peninjauan / monitoring setiap triwulan/semesteran/tahuan.
(2) melakukan diskusi berkelanjutan terhadap permasalahan yang dihadapi.
(3) melakukan Coaching (memberi latihan).
(4) melakukan modifikasi atau merevisi tujuan yang telah disepakati.
2.1.6
Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen kinerja
Beberapa penelitian yang meneliti tentang beberapa faktor yang
mempengarhui manajemen kinerja adalah sebagai beriku.
1) Hasanbasri dan Ahmad (2007), dalam penelitiannya yang mengkaji bahwa
pelatihan pengembangan manajemen kinerja perawat dan bidan bersifat
fungsional. Indikator manajemen kinerja adalah: job description, standar
operasional prosedur, indikator kinerja dan diskusi refleksi kasus. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa faktor metode pelatihan menurut peserta sudah
cukup baik meskipun 11 persen tidak setuju. Persepsi peserta pelatihan
16
terhadap masteri pelatihan adalah kurang baik, ditunjukkan dari nilai rata-rata
7,8 lebih rendah dari skor standar 9. Pelaksanaan manajemen kinerja perawat
secara konsisten dapat meningkatkan kinerja perawat.
2) Genoveva dan Elisabeth (2003), dalam penelitiannya Menyusun Sistem
Manajemen Kinerja Dosen yang Mendukung Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Variabel dalam penelitian ini adalah prestasi kerja karyawan, keputusan SDM,
penilaian kinerja, ukuran-ukuran kinerja, kriteria yang ada hubungannya
dengan pelaksanaan kerja, umpan balik karyawan, catatan-catatan karyawan.
Sistem manajemen kinerja dilakukan oleh pihak manajemen perguruan tinggi.
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa keterbukaan dan objektivitas akan
meningkatkan kepuasan kerja dan akhirnya akan mempengaruhi prestasi
perguruan tinggi secara keseluruhan.
2.2. Kinerja Manajerial
Kinerja manajerial merupakan kemampuan pihak manajemen untuk
mencapai target yang telah ditetapkan sebagai akibat mengimplementasikan
sistem akuntansi manajemen. Kinerja juga dapat diartikan sebagai hasil aktivitas
organisasi dalam satu periode yang dapat diukur dengan menggunakan ukuran
kinerja finansial dan nonfinansial. Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor
yang dapat meningkatkan keefektifan organisasi. Evaluasi atas kinerja yang
dilakukan oleh manajer beragam tergantung pada budaya yang dikembangkan
masing-masing perusahaan. Yang dimaksud dengan kinerja manjerial adalah
kinerja para individu anggota organisasi dalam kegiatan-kegiatan manajerial
17
antara lain perencanaan, investigasi, koordinasi, supervisi, pengaturan staff
(staffing), negosiasi, evaluasi dan representasi.
Definisi dari masing-masing kinerja manajerial tersebut sebagai berikut
(Handoko, 2003).
1)
Perencanaan
Perencanaan adalah pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi dan
penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode,
sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Tanpa
rencana manajer tidak dapat mengetahui bagaimana mengorganisasikan
orang dan sumber daya yang dimiliki secara efektif serta manajer hanya
mempunyai peluang kecil untuk mencapai sasaran atau mengetahui adanya
penyimpangan secara dini.
2)
Investigasi
Investigasi merupakan suatu proses pengendalian yang tarafnya lebih tinggi,
dimana dalam taraf investigasi sudah ada indikasi adanya
suatu
penyimpangan sehingga diperlukan adanya suatu penyidikan.
3)
Pengkoordinasian
Pengkoordinasian adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan
pada satuan-satuan yang terpisah suatu organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi secara efisien. Tanpa adanya koordinasi dalam suatu organisasi,
maka individu akan kehilangan pegangan atas peranan mereka dalam
organisasi sehingga mereka akan mulai mengejar kepentingan sendiri yang
sering merugikan pencapaian organisasi secara keseluruhan.
18
4)
Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan yang memberikan penilaian atau pengukuran secara
obyektif terhadap hasil-hasil yang telah dicapai dari suatu kegiatan yang
direncanakan apakah sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
5)
Pengawasan
Pengawasan merupakan penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk
menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan.
6)
Pemilihan staf
Dalam suatu organisasi memiliki karyawan yang cakap dan terampil
merupakan suatu hal yang mutlak, sehingga dalam melaksanakan pemilihan
staf yang akan berperan serta dalam pengelolaan usaha, manajer harus
bersikap selektif dan memilih staf sesuai dengan kualifikasi yang seharusnya
dimiliki dalam posisi yang ditawarkan.
7)
Negosiasi
Negoisasi merupakan bagian dari kegiatan usaha yang berkaitan dengan
melaksanakan tawar-menawar dengan pihak luar seperti pemasok untuk
pemenuhan
kebutuhan
usaha.
Kemampuan
melaksanakan
negoisasi
merupakan suatu hak yang penting yang harus dimiliki oleh seorang manajer.
Hal ini karena kemampuan negosiasi akan sangat diperlukan dalam
pelaksanaannya dalam menghadapi orang lain serta untuk menyelesaikan
suatu masalah.
19
8)
Perwakilan
Perwakilan merupakan kegiatan untuk menghadiri pertemuan-pertemuan
dengan perusahaan lain untuk memberikan penerangan ataupun penjelasan
kepada masyarakat serta mempromosikan keberadaan perusahaan yang
dipimpinnya kepada masyarakat.
2.3 Tujuan dan Strategi Perusahaan
Organisasi membutuhkan tujuan dalam bentuk pernyataan atau rumusan
yang menunjukkan kegunaan atau alasan keberadaan organisasi tersebut,
pernyataan yang berfungsi untuk mengkoordinasi, menuntun, dan memberikan
arah bagi para anggota organisasi. Tanpa tujuan yang luas, stabil, dan langgeng
manajer dan karyawan tidak memiliki kepastian dan tidak tahu apa yang harus
dilakukan. Untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan organisasi dalam mencapai
tujuan, organisasi mengembangkan strategi-strategi guna menunjukkan jalan yang
dikehendaki manajemen dalam mencapai tujuan. Strategi mencakup pedomanpedoman tindakan umum, seperti menganggap bahwa pelanggan selalu benar,
serta program dan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan, seperti menghasilkan
produk tertentu (Anthony et al., 1999).
Organisasi nirlaba tidak mempunyai tujuan kemampuan memperoleh
laba namun mengejar tujuan lain, seperti di universitas untuk mendidik
mahasiswa dan untuk menambah pengetahuan, rumah sakit berusaha
membantu pasien menjadi sembuh, badan-badan pemerintah menyediakan
layanan, membantu masyarakat yang sedang kesusahan, dan sebagainya.
Secara umum, tujuan dari organisasi nirlaba adalah menyediakan layanan.
20
Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, strategi memainkan peran penting
dan
menentukan
dalam
mempertahankan
kelangsungan
hidup
dan
pertumbuhan perusahaan sehingga menuntut perusahan untuk melakukan
pemantauan secara berkelanjutan terhadap ketepatan strategi yang dipilih
untuk mewujudkan tujuan dan visi organisasi. Strategi dirumuskan melalui
tujuh langkah utama, seperti pada Gambar 2.1 berikut.
Analisis Lingkungan
Analisis Lingkungan
Makro
Industri
Penentuan Bisnis;
Misi, visi,
keyakinan dasar,
dan tujuan (goal)
organisasi
Analisis Intern
(Kompetensi inti dan
kelemahan)
Analisis Portofolio
Korporat
Analisis Ekstern
(Peluang dan
Ancaman)
Perumusan Peluang
dan Masalah Utama
Identifikasi dan
Evaluasi Alternatif
Strategi
Perumusan Strategi
Gambar 2.1 Langkah-Langkah Perumusan Strategi
Sumber: Mulyadi dan Johny Setyawan. 2001. Sistem Perencanaan &
Pengendalian Manajemen. Edisi ke-2. Cetakan ke-1. Jakarta: Salemba
Empat, hlm 424.
21
Langkah awal proses perumusan strategi adalah penentuan bisnis
perusahaan yang dilakukan dengan mempertimbangkan analisis makro, analisis
lingkungan industri, analisis intern, dan analisis ekstern. Hasil analisis intern dan
ekstern merupakan dasar untuk melakukan analisis portofolio korporat. Analisis
portofolio korporat, analisis intern, dan analisis ekstern merupakan dasar untuk
merumuskan peluang dan masalah utama yang dihadapi oleh perusahaan.
Identifikasi strategi yang dapat digunakan untuk menghadapi peluang dan
masalah utama, serta evaluasi strategi yang pas dengan peluang dan masalah
merupakan langkah yang mendasari perumusan strategi.
2.4
Strategy Map
Strategi menjelaskan bagaimana usaha perusahaan untuk menciptakan
nilai bagi shareholder-nya. Strategi bukan merupakan proses manajemen yang
berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan suatu tahap pada proses berkelanjutan yang
menggerakkan perusahaan mulai dari pernyataan misi pada tingkat tinggi sampai
pada aktivitas yang dilakukan para karyawan. Salah satu cara identifikasi strategi
dengan memetakan pola-pola ke dalam kerangka kerja, dikembangkan oleh
Kaplan dan Norton (2004) yang disebut strategy map, strategy map dalam
kerangka balanced scorecard menyediakan kerangka kerja yang menggambarkan
bagaimana strategi dapat menghubungkan intangible asset dengan proses
penciptaan nilai serta mendeskripsikan proses transformasi intangible asset
menjadi keluaran pelanggan dan keuangan yang tangible. Customer perspective
mendefinisikan proposisi nilai untuk pelanggan yang ditargetkan, internal process
perspective mengidentifikasi critical few processes yang diharapkan memiliki
22
dampak besar pada strategi, sedangkan learning and growth perspective
mengidentifikasi intangible asset yang paling penting untuk strategi. Tujuan
dalam keempat perspektif terkait dengan cause and effect relationship.
Pembangunan strategy map dimulai dengan perspektif keuangan dan dikerjakan
berturut-turut melalui perspektif pelanggan, internal, dan pembelajaran dan
pertumbuhan.
P r o d u c t iv it y s t r a t e g y
G ro w th stra te g y
L o n g - te rm
s h a r e h o ld e r v a l u e
F in a n c ia l
P e r s p e c tiv e
expand
enhance
re v e n u e c u sto m e r
o p p o r t u n it i e s v a l u e
i m p r o v e c oi sn tc r e a s e a s s e t
s t r u c t u r e u t i l iz a t i o n
C u s t o m e r v a lu e p r o p o s i t i o n
p ric e
a v a i l a b il i t yf u n c t i o n a l i ty
s e r v ic e
C u sto m e r
P e r s p e c tiv e
q u a lity
s e le c tio n
p a r tn e r s h i p
P r o d u c t / s e r v ic e a tt r i b u t e s
In te rn a l
P e r s p e c t i v e-
O p e ra tio n s
C u sto m e r
m anag em ent m anag em ent
p ro c e ss e s
p ro cesses
S u p p ly
- S e le c tio n
P ro d u c tio n
- A c q u is itio n
- D is tr ib u tio n - R e te n tio n
- R i s k m a n a g e m -e nGt r o w t h
-
b ra n d
R e la tio n s h ip Im a g e
I n n o v a tio n
p ro ce sses
O p p o r t u n i t y I DR & D p o rtfo lioD e s i g n / d e v e l o pLaunch
-
R e g u la to ry
a n d s o c ia l
p ro ce sses
E n v iro n m e n t
S a fe ty a n d h e a lth
E m p lo y m e n t
C o m m u n ity
H u m a n c a p ita l
L e a rn in g a n d
G ro w th
P e r s p e c tiv e
I n f o r m a t io n c a p it a l
O rg a n iz a tio n c a p ita l
C u ltu r e
L e a d e rs h ip
A li g n m e n t
T e a m w o rk
Gambar 2.2 A Strategy Map Represents How The Organization Creates Value
23
Sumber: Robert S. Kaplan and David P. Norton. 2004. Strategy Maps:
Converting Intangible Assets into Tangible Outcomes. Massachusetts:
Harvard Business School Press, p11.
Setiap tujuan dan ukuran dari setiap perspektif merupakan suatu hubungan
sebab akibat, artinya jika tujuan dari perspektif pelanggan, proses bisnis internal,
serta pembelajaran dan pertumbuhan tercapai maka pada akhirnya adalah
peningkatan kinerja keuangan organisasi. Hubungan sebab akibat merupakan
komponen penting karena dapat membantu memprediksi tujuan keuangan yang
akan tercapai dan dapat menciptakan proses pembelajaran, motivasi dan
komunikasi yang efektif.
Strategy map pada Gambar 2.2 merupakan strategy map template yang
menggambarkan komponen-komponen strategi dan keterkaitannya. Berikut
penjelasan masing-masing perspektif sebagai berikut.
1) Financial perspective
Balanced scorecard mempertahankan perspektif keuangan sebagai sasaran
akhir untuk profit-maximizing companies. Ukuran-ukuran kinerja keuangan
mengindikasikan apakah strategi perusahaan, termasuk implementasi dan
pelaksanaannya, memberikan kontribusi pada perbaikan bottom-line. Kinerja
keuangan perusahaan diperbaiki melalui dua pendekatan dasar yaitu revenue
growth dan productivity. Perusahaan dapat menghasilkan profitable revenue
dengan cara memperdalam hubungan dengan pelanggan yang ada, menjual
produk, menjual pada pelanggan dalam segmen secara keseluruhan. Perbaikan
produktivitas dapat terjadi dalam dua cara, yaitu perusahaan mengurangi biaya
dengan menurunkan direct and indirect expenses atau dengan menggunakan
financial and physical asset dengan lebih efisien, mengurangi working and
24
fixed capital yang dibutuhkan untuk mendukung sebuah level bisnis yang
diberikan. Keterkaitan strategi dalam perspektif keuangan muncul ketika
organisasi
memilih
sebuah
keseimbangan
antara
pertumbuhan
dan
produktivitas.
2) Customer perspective
Dalam customer perspective dari strategy map, manajer mengidentifikasi
segmen pelanggan yang ditargetkan di mana unit bisnis bersaing dan
mengukur kinerja unit bisnis untuk pelanggan dalam segmen pasar yang
ditargetkan. Customer perspective mencakup beberapa ukuran umum dari
successful outcome dari sebuah strategi yang dapat dipandang dalam causeand-effect relationship, yaitu: customer satisfaction, customer retention,
customer acquisition, customer profitability, market share, dan account share.
Perusahaan dapat mengidentifikasi tujuan dan ukuran untuk proposisi nilai
yang ditawarkan sebagai komunikasi perusahaan terhadap apa yang dilakukan
kepada para pelanggannya. Tujuan dan ukuran untuk suatu proposisi nilai
tertentu mendefinisikan strategi organisasi. Dengan mengembangkan tujuan
dan ukuran yang spesifik untuk proposisi nilainya, organisasi menerjemahkan
strategi ke dalam ukuran-ukuran tangible agar semua karyawan dapat
memahami dan melakukannya ke arah peningkatan.
3) Internal perspective
Organisasi mengelola proses internal dan pengembangan manusia, informasi,
serta modal organisasi untuk mengirimkan proposisi nilai yang berbeda dari
strategi. Kaplan dan Norton (2004), mengelompokkan proses internal
organisasi ke dalam empat kelompok sebagai berikut.
25
(1) Operations management processes adalah proses dasar, proses sehari-hari
di mana perusahaan menghasilkan barang dan jasa dalam mengirimkannya
ke pelanggan. Operations management processes dari perusahaan
manufaktur terdiri dari: perolehan bahan mentah dari pemasok,
mengkonversi bahan mentah menjadi barang jadi, mendistribusikan barang
jadi ke pelanggan, dan mengelola risiko.
(2) Customer management processess memperluas dan memperdalam
hubungan dengan pelanggan yang ditargetkan. Terdapat empat rangkaian
proses manajemen pelanggan, yaitu: memilih pelanggan yang ditargetkan,
memperoleh pelanggan yang ditargetkan, mempertahankan
pelanggan,
dan menumbuhkan bisnis dengan pelanggan.
(3) Innovation processes mengembangkan produk, proses, dan jasa baru yang
memungkinkan perusahaan untuk menekan pasar dan segmen pelanggan
baru. Mengelola inovasi meliputi empat rangkaian proses, yaitu:
mengidentifikasi peluang untuk barang dan jasa baru, mengelola penelitian
dan pengembangan portofolio, merancang dan mengembangkan barang
dan jasa baru, serta membawa barang dan jasa baru ke pasar.
(4) Regulatory and social processes membantu organisasi secara terus
menerus mendapat hak untuk beroperasi dalam komunitas dan Negara di
mana barang diproduksi dan dijual. Perusahaan mengelola dan melaporkan
regulatory and social performance sepanjang sejumlah dimensi penting,
yaitu: lingkungan, keamanan dan kesehatan, praktek karyawan, dan
investasi komunitas.
26
4) Learning and growth
Learning and growth perspective menjelaskan intangible asset dan perannya
dalam strategi organisasi. Intangible asset digolongkan dalam tiga kategori,
yaitu:
(1)
Human capital: ketersediaan skil, bakat, dan know-how yang
dibutuhkan untuk mendukung strategi.
(2)
Information capital: ketersediaan sistem informasi, network, dan
infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung strategi.
Organization capital: kemampuan organisasi untuk memobilisasi
(3)
dan menopang proses perubahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
strategi.
2.5
Organisasi yang Berfokus pada Strategi
Menurut Kaplan dan Norton (2001), sistem manajemen yang baru
berdasarkan balanced scorecard memiliki 3 (tiga) dimensi, yaitu:
1) Strategy. Make strategy the central organizational agenda. The
balanced scorecard allowed organizations, for the first time, to describe
and communicate their strategy in a way that could be understood and
acted on.
2)
Focus. Create incredible focus. With the balanced scorecard as a
navigation aide, every resource and activity in the organization was
aligned to the strategy.
3)
Organization. Mobilize all employees to act in fundamentally different
ways. The balanced scorecard provided the logic and architecture to
27
establish new organization linkages across business units, shared
services, and individual employees.
Dalam prosesnya, balanced scorecard berasumsi bahwa strategi adalah
titik awal di mana scorecard dikembangkan, selain itu strategi juga merupakan
pusat bagi pergerakan organisasi (Yuwono et al., 2006: 53). Hal ini berarti,
strategi harus menjadi dasar dan referensi aktivitas organisasi, anggaran, sistem
pengukuran kinerja, sistem insentif, program kerja harian pegawai, dan lainnya.
Scorecard sebuah strategi akan menggantikan anggaran sebagai pusat bagi proses
manajemen. Dengan demikian, balanced scorecard dapat menjadi sistem operasi
untuk sebuah proses manajemen strategis yang baru. (Kaplan dan Norton, 2001),
menyatakan ada lima prinsip yang harus dijalankan perusahaan agar suatu
organisasi fokus terhadap strategi adalah sebagai berikut.
1) Translate the strategy to operational terms
Dalam hal ini yang terpenting adalah bagaimana agar suatu strategi dipahami,
dimengerti, dan dipandang sebagai suatu kesepakatan dan keselarasan yang
tinggi oleh karyawannya dengan terlebih dahulu membuat strategy map yang
menggambarkan causal effect. Dengan menerjemahkan strategi ke dalam
strategy map dan balanced scorecard, seluruh unit dan karyawan akan dapat
memiliki pengertian dan pandangan yang sama akan strategi tersebut.
2) Align the organization to the strategy
Balanced
scorecard
menjadi
sasaran
manajemen
eksekutif
untuk
menghubungkan apa yang diinginkan ke seluruh bagian organisasi. Ketika
serangkaian balanced scorecard telah dibuat di tingkat korporat atau grup,
28
maka balanced scorecard tersebut harus segera diserahkan kepada divisi yang
berada di bawahnya untuk dijadikan pedoman. Dengan dasar tersebut, setiap
divisi menyusun strategi dan scorecard yang tetap konsisten dan selaras
dengan tatanan balanced scorecard yang lebih tinggi. Begitu selesai disusun,
didiskusikan kembali strategi dan keterkaitannya dengan tingkat yang diatas.
Dengan demikian dapat tercipta sinergi yang berasal dari aktivitas masingmasing karyawan dan telah terfokus pada strategi.
3) Make strategy everyone’s everyday job
Perusahaan tidak akan mampu mengeksekusi strategi tanpa orang-orang di
organisasi mengetahui dan memahami strategi tersebut. Begitu manajemen
puncak selesai membuat strategi maka manajemen berkewajiban untuk
menjelaskan dan menerangkan strategi itu kepada seluruh pegawai. Strategi
harus menjadi rutinitas setiap pegawai. Ada tiga komponen yang terkait
dengan prinsip ketiga ini, yaitu:
(1)
Organisasi yang terdidik; memungkinkan untuk meletakkan
program-program komprehensif secara bersama-sama, yaitu untuk
menentukan prioritas yang paling penting.
(2) Adanya proses goal setting; di mana semua karyawan dilibatkan untuk
mendukung strategi dengan dibuatkan team scorecard/personal scorecard
yang mencakup tujuan dari tim/karyawan tersebut sehingga lebih
termotivasi dan merasa lebih bertanggung jawab.
(3) Adanya proses reward dan insentif; keterkaitan balanced scorecard
dengan sistem kompensasi, membuat seluruh karyawan memberikan
29
perhatiannya dengan lebih baik terhadap proses yang berhubungan dengan
strategis.
4) Make strategy a continual process
Sistem pelaporan berdasarkan balanced scorecard memungkinkan untuk
memonitor efektivitas strategi dan mengambil tindakan perbaikan sesuai
dengan yang dibutuhkan sebagai suatu sistem pengendali strategi. Sistem
manajemen yang berfokus pada strategi dengan menggunakan balanced
scorecard melaksanakan tiga hal berikut:
(1)
Menghubungkan strategi dengan anggaran.
(2)
Mengadakan
pertemuan
manajemen
untuk
mereview
strategi.
(3)
Menguji, mempelajari, dan beradaptasi dengan strategi yang
telah diformulasikan sehingga balanced scorecard merupakan hipotesa
dari strategi yang selalu disesuaikan dengan kondisi saat itu.
5) Mobilize change through executive leadership
Proyek balanced scorecard merupakan proyek perubahan, ada tiga tahap
perubahan. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah mobilisasi dan
menciptakan momentum, pimpinan harus memberi penjelasan kepada
karyawan alasan dilakukan perubahan. Tahap kedua adalah governance untuk
membimbing transisi, proses ini mendefinisikan, mendemonstrasikan, dan
memperkuat nilai-nilai budaya baru kepada orang lain. Misalnya, melalui
pembentukan tim strategis, pertemuan dan komunikasi terbuka. Tahap ketiga
30
adalah terciptanya sistem manajemen strategi yang menginstitusi nilai budaya
dan struktur baru ke dalam sistem manajemen yang baru.
2.6 Kinerja Karyawan
2.6.1 Pengertian kinerja
Kinerja karyawan adalah hasil kerja karyawan dalam menjalankan tugas
sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Kinerja merupakan
perilaku hasil nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang
dihasilkan
oleh
karyawan
sesuai
dengan
perannya
dalam
perusahaan
Mangkunegara (2000) dalam Intanghina (2008). Menurut Rivai (2006), kinerja
seseoarang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang
dapat dinilai dari hasil kerjanya. Hasibuan (2001) dalam Sulistiyani, (2003).
menyatakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Kinerja adalah menilai
bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah
ditentukan sebelumnya (Cushway, 2004).
Kinerja akan baik, jika mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk
bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan mempunyai harapan masa depan.
Secara teoritis ada beberapa hal yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja
individu, yaitu faktor kepemimpinan, faktor sumber daya, faktor komitmen kerja,
faktor kepribadian (locus of control), dan faktor kepuasan kerja Prawirosentono
(1999) dalam Cokroaminoto (2007).
31
2.6.2 Penilaian kinerja
Handoko (2003), mengemukakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu
proses, melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai kinerja karyawan.
Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan
umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Rigio (2003)
berpendapat bahwa penilaian kinerja adalah mengukur dan menilai kinerja
karyawan dengan standar yang telah ditentukan organisasi. Penilaian kinerja
tersebut difokuskan pada tanggung jawab dan perilaku-perilaku yang berkaitan
dengan tugas formal yang telah dirancang oleh organisasi, sehingga penilaian
kinerja tersebut benar-benar sesuai dengan pekerjaan yang sedang dilakukan, dan
dapat memberikan informasi mengenai kemajuan karyawan dalam pelaksanaan
tugasnya. Soeprihanto (2000) mengemukakan, penilaian kinerja adalah suatu
sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan
telah melaksanakan pekerjaan masing-masing secara keseluruhan.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dinyatakan bahwa penilaian
kinerja adalah suatu proses penilaian kinerja yang dilakukan oleh pimpinan atau
yang diserahi wewenang dalam satu perusahaan terhadap setiap individu atau
kelompok yang ada di dalamnya, dan dilakukan selama satu periode tertentu
secara terus menerus, untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan serta potensi
yang dimiliki setiap individu, sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut demi
kepentingan karyawan itu sendiri dan perusahaan.
Penilaian terhadap kinerja dapat dilakukan dengan menilai dari kualitas
pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang diterima oleh pelanggan. Jika
32
kinerja karyawan yang memberikan pelayanan meningkat maka kualitas
pelayanan yang diberikan akan ikut meningkat juga. Penilaian terhadap kualitas
pelayanan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan skala servqual (service
quality). Servqual merupakan skala yang dibangun atas adanya perbandingan dua
faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan nyata yang mereka terima
(perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya yang diharapkan /
diinginkan (expected service). Dimana dalam skala tersebut diadakan penilaian
dengan lima komponen kualitas pelayanan yaitu assurance (jaminan), empathy,
reliability (keandalan), responsiveness (ketanggapan), dan tangibles (bukti nyata).
(Parasuraman, 1990).
Kinerja karyawan mempunyai peranan yang penting dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Kinerja dapat diukur dengan melihat dari kualitas
pelayanan yang dihasilkan. Kualitas layanan adalah sesuatu yang sulit dipahami
dan memerlukan konstruk abstrak untuk mengukur serta membutuhkan upaya
ekstra untuk menetapkan ukuran yang valid. Untuk keberhasilan organisasi,
pengukuran yang akurat mengenai kualitas layanan sama pentingnya dengan
memahami sifat sistem pemberi pelayanan. Tanpa pengukuran yang valid, akan
sulit untuk membangun dan menerapkan taktik atau strategi yang tepat untuk
manajemen kualitas layanan. Skala yang paling banyak dikenal dan dibahas untuk
mengukur kualitas layanan adalah servqual (Parasuraman, 1990).
Skala tersebut telah dikembangkan oleh beberapa peneliti di bidang yang
berbeda seperti sebagai broker sekuritas, bank, perusahaan-perusahaan utilitas,
toko retail, dan perbaikan serta pemeliharaan toko. Skala tersebut juga telah
diterapkan pada bidang layanan kesehatan.
33
Parasuraman (1990) mengatakan bahwa kualitas pelayanan adalah konsep
eksklusif dan abstrak karena "hal tersebut tidak dapat diraba" juga sebagai
"sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari produksi dan konsumsi". Untuk menilai
kinerja maka indikator yang dipergunakan untuk menilai sejauh mana pencapaian
kinerja seorang adalah dengan mengacu pada pelaksanaan pekerjaan yang sudah
diatur dalam perusahaan.
2.6.3 Metode-metode penilaian kinerja
Aspek penting dari suatu sistem penilaian kinerja adalah standar yang
jelas. Sasaran utama dari adanya standar tersebut ialah teridentifikasinya unsurunsur kritikal suatu pekerjaan. Standar itulah yang merupakan tolok ukur
seseorang melaksanakan pekerjaannya. Standar yang telah ditetapkan tersebut
harus mempunyai nilai komparatif yang dalam penerapannya harus dapat
berfungsi sebagai alat pembanding antara prestasi kerja seorang karyawan dengan
karyawan lain yang melakukan pekerjaan sejenis.
Metode penilaian prestasi kerja pada umumnya dikelompokkan menjadi 3
macam, yakni: (1) result-based performance evaluation, (2) behavior-based
performance evaluation, (3) judment-based performance evaluation, Robbins
(2006).
1)
Penilaian performance bersdasarkan hasil (result-based
performance evaluation). Tipe kriteria performansi ini merumuskan
performansi pekerjaan berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau
mengukur hasil-hasil akhir (end resuts). Sasaran performansi bisa ditetapkan
oleh manajemen atau oleh kelompok kerja, tetapi jika menginginkan agar para
34
pekerja meningkatkan produktivitas mereka, maka penetapan sasaran secara
partisipatif, dengan melibatkan para pekerja, akan jauh berdampak positif
terhadap peningkatan produktivitas organisasi. Praktek penetapan tujuan
secara partisipatif, yang biasanya dikenal dengan istilah Management By
Objective (MBO), dianggap sebagai sasaran motivasi yang sangat strategis
karena para pekerja langsung terlibat dalam keputusan-keputusan perihal
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Para pekerja akan cendrung
menerima tujuan-tujuan itu sebagai tujuan mereka sendiri, dan merasa lebih
bertanggung jawab untuk dan selama pelaksanaan pencapaian tujuan-tujuan
itu.
2)
Penilaian performansi berdasarkan perilaku (behavior-based
performance evaluation). Tipe kriteria performansi ini mengukur sarana
(means) pencapaian sasaran (goals) dan bukannya hasil akhir (end result).
Dalam praktek, kebanyakan pekerjaan tidak memungkinkan diberlakukannya
ukuran-ukuran performansi yang berdasarkan pada obyektivitas, karena
melibatkan aspek-aspek kualitatif. Jenis kriteria ini biasanya dikenal dengan
BARS (behaviorally anchored rating scale) dibuat dari critical incidents yang
terkait dengan berbagai dimensi performansi. BARS menganggap bahwa para
pekerja bisa memberikan uraian yang tepat mengenai perilaku atau
performansi yang efektif dan yang tidak efektif. Standar-standar dimunculkan
dari diskusi-diskusi kelompok mengenai kejadian-kejadian kritis di tempat
kerja. Sesudah serangkaian session diskusi, skala dibangun bagi setiap dimensi
pekerjaan. Jika tercapai tingkat persetujuan yang tinggi diantara para penilai
35
maka BARS dihaarapkan mampu mengukur secara tepat mengenai apa yang
akan diukur. BARS merupakan instrumen yang paling bagus untuk pelatihan
dan produksi dari berbagai departemen. Sifat kolaborasi memakan waktu yang
banyak dan bisa pada jenis pekerjaan tertentu, adalah job specific, tidak dapat
ditransferkan dari satu organisasi ke organisasi lain.
Penilaian performansi berdasarkan judgment (judgment-
3)
based performance evaluation). Tipe criteria performansi yang menilai
dan/atau mengevaluasi performansi kerja pekerja berdasarkan deskripsi
perilaku yang spesifik, quantity of work, quality of work, job knowledge,
cooperation initiative, dependability, personal qualities dan yang sejenis
lainnya. Dimensi-dimensi ini biasanya menjadi perhatian dari tipe criteria
yang satu ini.
(1)
Quantity of work, jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode
waktu yang ditentukan.
(2)
Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat
kesesuaian dan kesiapan.
(3)
Job
knowledge,
luasnya
pengetahuan
mengenai
pekerjaan
dan
keterampilannya.
(4)
Cooperation, kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama
anggota organisasi).
(5)
Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dalam
memperbesar tanggung jawabnya.
(6)
Personal qualities, menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-
36
tamahan dan integritas pribadi.
2.6.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Para pemimpin organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja
antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah kontrol
walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun
produktivitas mereka berbeda. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan
oleh dua faktor yaitu: faktor individu dan situasi kerja (As’ad, 1998).
Mahmudi (2005), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja terdiri dari lima faktor yaitu sebagai berikut.
1)
Faktor personal/individu, meliputi: pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh
setiap individu.
2)
Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan
dorongan semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manager dan team
leader.
3)
Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang
diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota
tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.
4)
Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau
infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur
kinerja dalam organisasi.
5)
Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan
lingkungan eksternal dan internal.
37
Tohardi (2002), berpendapat bahwa terdapat berbagai macam faktor yang
mempengaruhi kinerja.
1)
Sikap mental, berupa motivasi kerja, disiplin kerja dan etika kerja.
2)
Pendidikan, pada umumnya wawasan yang lebih luas, terutama
penghayatan akan arti produktivitas.
3)
Keterampilan, pada aspek tertentu pegawai akan semakin terampil
melalui pelatihan, sehingga akan mampu bekerja serta menggunakan fasilitas
kerja dengan baik. Pegawai akan lebih terampil apabila kecakapan (ability)
dan pengalaman (experience) yang cakap.
4)
Manajemen, sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk
mengelola ataupun memimpin
serta mengendalikan
staf/bawahannya.
Manajemen yang tepat akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi
sehingga dapat mendorong pegawai untuk melakukan tindakan yang
produktif.
5)
Hubungan Industrial Pancasila (HIP), dengan menerapkan HIP
akan menciptakan ketenangan kerja, memberikan motivasi, menciptakan
hubungan kerja yang serasi dan dinamis, serta menciptakan harkat dan
martabat pegawai.
6)
Tingkat penghasilan, apabila penghasilan memadai maka dapat
menimbulkan konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja.
7)
Gizi dan kesehatan, apabila pegawai dapat dipenuhi kebutuhan
gizinya dan berbadan sehat, maka akan lebih kuat bekerja, apalagi bila
mempunyai semangat yang tinggi maka akan dapat meningkatkan kinerjanya.
38
Jaminan sosial, organisasi memberikan jaminan sosial kepada
8)
pegawainya dengan maksud untuk meningkatkan pengabdian, semangat kerja
dan mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan
kinerjanya.
9)
Lingkungan dan iklim kerja, lingkungan dan iklim kerja yang baik
akan mendorong pegawai senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung
jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik menuju kearah
peningkatan kinerja.
10)
Sarana produksi, mutu sarana produksi berpengaruh terhadap
peningkatan kinerja.
11)
Teknologi, apabila teknologi yang dipakai tepat dan lebih maju
tingkatannya maka akan memungkinkan tepat waktu dalam menyelesaikan
proses produksi, jumlah produksi lebih banyak dan bermutu, memperkecil
terjadinya pemborosan bahan. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka
penerapan teknologi dapat mendukung peningkatan kinerja.
Beberapa penelitian yang meneliti tentang beberapa faktor yang
mempengarhui kinerja adalah sebagai beriku.
1) Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2005), peneliti ingin mengetahui
Sistem Penilaian dan Perencanaan Kinerja karyawan. Sistem penilaian kinerja
menggunakan metode balanced scorecard sedangkan dalam penentuan skor
kinerja menggunakan metode analytical hierarchy process dan objective
matrix. Hasil penelitian ini menyatakan dengan adanya sistem penilaian dan
perencanan kinerja perusahaan dengan metode balanced scorecard proses
39
penilaian dan perencanaan kinerja dapat menyeimbangkan ukuran financial
dan non financial yang sejalan dengan visi, misi dan strategi perusahaan.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Suprapto et. al. (2009), faktor yang dianalisis
adalah pertumbuhan dan pembelajaran, visi dan misi organisasi, prospek
pelanggan dan pespektif internal perusahaan. Hasil penelitiannya menyatakan
bahwa balanced scorecard sangat aplikatif dalam kontek perusahaan kecil dan
menengah di Malaysia dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Pattipeiluhu (2001), peneliti ingin mengetahui
akuntabilitas kinerja dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
sistem akuntabilitas kinerja pegawai Dinas Pendapatan Daerah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam
upaya mencapai tujuan dan sasaran Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, program pembangunan dan program pendapatan dinilai
berhasil. Evaluasi kinerja kebijakan yang dilakukan terhadap kebijakan
peningkatan kinerja pegawai Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dinilai sangat berhasil.
4) Penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2001), peneliti melakukan Pengukuran
kinerja perusahaan tersebut dilakukan melalui pengukuran bidang keuangan
dan non keuangan. Pengukuran bidang keuangan menggunakan rasio-rasio
keuangan likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, aktivitas, commonzise dan
indeks,
sedangkan
pengukuran
non
keuangan
menggunakan
ukuran
efektivitas, produktivitas dan kualitas. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa baik kinerja keuangan maupun non keuangan PDAM Kota Bandung
menunjukkan perkembangan yang baik.
40
5) Penelitian yang dilakukan oleh Shore and Martin (1989),
Peneliti ingin
mencoba mengkaji pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi
terhadap kinerja karyawan serta mengkaji pengaruh kepuasan kerja dan
komitmen organisasi terhadap perputaran sumber daya manusia. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Kepuasan kerja dan
komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap perputaran sumber daya
manusia.
6) Penelitian yang dilakukan oleh Rehianah (1998), Penelitian ini menguji
hubungan antara kepuasan kerja, komitmen terhadap kinerja organisasi. Hasil
penelitinnya menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
kepuasan kerja, komitmen terhadap kinerja organisasi.
7) Penelitian yang dilakukan oleh Bonser et al.l (1999), Variabel dalam penelitian
ini adalah : kebijakan pemerintah, kinerja organisasi publik, dan pelayanan
kepada masyarakat. Hasil penelitian ini menyatakan pelayanan kesehatan
adalah kewajiban bagi pemerintah. Organisasi kesehatan publik yang dibiayai
oleh pemerintah wajib memberikan pelayanan langsung kepada pasien agar
derajat kesehatan masyarakat menjadi semakin baik.
8) Penelitian yang dilakukan oleh Dwi dan Bambang (1999), Variabel dalam
penelitian ini adalah: orientasi professional dan lingkungan pengendalian
sebagai variable independen, serta konflik peran, kinerja subunit dan kepuasan
kerja sebagai variable dependen. Hasil penelitian menunjukan bahwa konflik
peranan secara significan dipengaruhi oleh orientasi professional dan tipe
pengendalian, kinerja sub unit dipengaruhi oleh orientasi professional dan tipe
41
pengendalian dan kepuasan kerja dipengaruhi oleh orientasi professional dan
type pengendalian.
9) Penelitian yang dilakukan oleh Fako et. all. (2002), Variabel yang diuji
signifikansinya yang mempengaruhi kinerja perawat dan bidan adalah: latar
belakang individu, fasilitas kesehatan, dukungan sumber daya dan perhatian &
dukungan supervisor. Hasil penelitian menyatakan bahwa faktor latar
belakang individu, fasilitas kesehatan, dukungan sumber daya dan perhatian &
dukungan supervisor, berpengaruh signifikan terhadap produktivitas perawat
dan bidan.
10) Penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2007), dimana masing-masing
variabelnya: variabel bebas (independent variable) yaitu kepuasan kerja dan
kinerja karyawan, serta variabel tergantung (dependent variable) yaitu
produktivitas kerja. Analisa data dilakukan secara deskriptif dan inferensial
dari data yang diambil dengan penyebaran kuesioner. Responden sebanyak 90
orang. Dari penelitian didapatkan hasil bahwa secara bersama-sama kepuasan
kerja (X1) dan komitmen karyawan (X2) berpengaruh terhadap kinerja
karyawan Unika St. Thomas Sumatera Utara.
Download