Untitled - Perpustakaan BAPPENAS

advertisement
ANALISA DAN PRAKIRAAN
SUSTAINABILITAS FISKAL (FISCAL SUSTAINABILITY} INDONESIA
UNTUK PERIODE 2005 - 2009
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Studi pada
Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Oleh
Nama : Umi Hanni
NPM : 6603220767
PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
FAKULTAS EKONOMI 1 •7NIVERSTTAS INDONESIA
2005
LEMBAR PENGESAHA N TESIS
NAMA
UMI HANNI
TEMPAT/TANGGAL LAHIR
Jakarta, 2 Oktober 1971
NPM
6603220767
JUDUL PROPOSAL TESIS
ANALISA DAN PRAKIRAAN
SUSTAINABILITA S FISKAL (FISCAL
SUSTAINABILITY } INDONESIA
UNTUK PERIODE 2005-2009
Depok,
Agustus 2005
MENYETUJUI :
PEMBIMBING,
JH~
~
( Dr. B. Raksaka Mahi )
MENGETAHUI :
PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA
SEKRETARIS PROGRAM STUD!,
( Hera Susanti, SE, M.Sc.)
NIP. 131884902
ji{{a/i mencipta~an a~{
aari caliaya-:Jfya
cfi sisi ~anan
talita-:Jfya
La{u (J)ia mencipta~n fi!6oaofian
aari samuaera yang asing aan gefap
~'lC-qliazl4 'i)
c:RJ!edic&ed ltJ
mp behrul l!wbtmd
ABTRAKSI
Krisis ekonomi telah membuat Pemerintah Indonesia terbelit
utang yang berat. Utang pemerintah telah bertambah menjadi tiga
sampai empat kali lipat dari kondisi sebelum krisis, dan hampir tiga
perempat dari pertambahan ini merupakan utang dalam negeri yang
harus dibayar untuk restrukturisasi perbankan. Kenaikan jumlah utang
ini merupakan akibat gabungan kesalahan kebijakan masa lalu dengan
krisis ekonomi, bukan karena pengeluaran baru.
Kewajiban-kewajiban penutupan utang (bunga dan amortisasi)
akan
melebihi
40
persen
dari
penerimaan
pemerintah
selama
beberapa tahun, sedangkan kebutuhan pembiayaan baru (baik luar
maupun
dalam
negeri) di tahun-tahun
mendatang
masih tetap
dibutuhki;Jn untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran. Hal ini akan
sangat
membatasi
fleksibilitas
fiskal
pada
masa
pemerintahan
sekarang ini, sehingga telah menggeser permasalahan dari fiscal
stimulus menjadi fiscal sustainability.
Indikasi awal dalam menilai apakah kebijakan fiskal yang
ditempuh sustainable atau unsustainable adalah rasio utang terhadap
PDB dan rasio keseimbangan primer (primary balance) terhadap PDB.
Jika pertambahan utang diiringi dengan kenaikan PDB yang sama
ataupun lebih besar bukanlah merupakan ancaman bagi sustainabilitas
fiskal.
Primary
Balance
juga
merupakan
indikator
utama
bagi
sustainabilitas fiskal dimana dalam penelitian ini diketahui bahwa
Primary Balance dipengaruhi oleh overall balance. Dengan kata lain,
sustainabilitas fiskal dicapai melalui peningkatan penerimaan dalam
negeri dan pengoptimalisasiar, pengeluara . . negara.
Indikator lainnya yang tidak kalah penting adalah pertumbuhan
ekonomi dan tingkat suku bunr?. Dalarr model yang dibangun dalarr·
penelitian ini terlihat bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi
oleh besaran PDB, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, investasi,
IV
suku bunga, inflasi, PMA, ekspor, impor dan kurs. Sedangkan suku
bunga dipengaruhi oleh uang beredar, tingkat pertumbuhan dan lag
kurs.
Perkembangan
fiscal
sustainabilitiy
dalam
rentang
waktu
penelitian dapat dikatakan bahwa pemerintah sudah sangat berhatihati dalam menjaga tingkat sustainabilitas fiskalnya (terlihat dari nilai
aktual primary balance yang berada antara 0,82 sampai dengan 3,84).
Sedangkan dari hasil simulasi ex-post terlihat bahwa kondisi fiskal
yang unsustainable terjadi pada tahun
1998-2003, hal ini lebih
disebabkan karena tingginya tingkat suku bunga dari pada tingkat
pertumbuhan ekonominya.
Sedangkan dari hasil simulasi ex-ante terlihat bahwa instrumen
yang paling efektif untuk mencapai keadaan fiskal yang sustainable
adalah kebijakan moneter yang ekspansif. Jumlah uang yang beredar
secara langsung akan mempengaruhi variabel suku bunga yang
selanjutnya akan berpengaruh terhadap kegiatan investasi sehingga
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter untuk
menurunkan suku bunga akibat banyaknya uang yang beredar akan
merangsang
kegiatan
investasi
sehingga
pada
akhirnya
akan
mempengaruhi tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan yang lebih
tinggi dari tingkat suku bunga akan menurunkan stok utang sehingga
tercapai keadaan sustainabilitas fiskal.
v
KATA PENGANTAR
1&safammuafai~m ?1Jr. ?1J6.
Alhamdulillahirobbil'alamin. Segala puji dan syukur senantiasa
penulis panjatkan kepada Allah SWT yang dengan limpahan rahmat
dan karunia-Nya juga tesis ini berhasil penulis selesaikan tepat pada
waktunya. Karya ilmiah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi
sebagian persyaratan guna mendapat gelar Magister Ekonomi pada
Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Terselesainya
tugas
a.~hir
ini
tid . :k terlepas
dari
bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis haturkan
ucapan terima kasih yang seb !>ar-besc.rnya dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhorrnat :
1. Dr. B. Raksaka Mahi, selaku pembimbing dan Ketua Program
Magister Perencanaan dan Kebijakan
Publik Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia yang di dalam berbagai kesibukan dapat
menyempatkan diri membimbing dan mengarahkan serta memberi
petunjuk dan saran yang sangat berharga bagi penulisan tesis ini;
2. Pengelola, Dosen pengajar, dan Staf MPKP yang tak dapat penulis
sebut satu
mengikuti
per satu,
perkuliahan
yang
di
telah
Program
membantu
penulis
selama
Magister Perencanaan
dan
Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia;
3. Pusbindiklatren Bappenas yang dengan gigih rnemperjuangkan
dana dan kesempatan seluas-luasnya bagi pengembangan SDM
instansi
Pemerintah
Pusat
maupun
Daerah.
Kami
beruntung
termasuk salah satu di antaranya;
4. Ditjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan yang telah memberi
kesempatan kepada kami untuk mengikuti kuliah yang sangat
berharga ini dan meninggalkan tugas-tugas kedinasan;
VI
5. Bapak dan lbuku, yang dengan penuh kasih serta kesabaran telah
memberi
dukungan
do'a
dan
semangat bagi
penulis selama
mengikuti pendidikan ini;
6.
Mas Yoyo, suamiku tercinta, yang dengan penuh
kesabaran
mendampingi penulis saat suka maupun duka serta Dhio, anakku
tersayang, yang dalam ketidakmengertiannya seringkali terabaikan
hak-haknya, maafkan mama sayang ..
7. Rekan-rekan seperjuangan MPKP FEU! Angkatan XII-A terutama
Mila, Lilis, Ken, Eko, Lely, Betty, Meiske, Juari, Indri, Andi, !mel dll
yang dalam menempuh pendidikan hingga penyelesaian tesis ini
telah banyak membantu dan memberikan masukan yang sangat
berm(!nfaat bagi penulis.
Penulis mengharapkan, tesis ini dapat memberikan manfaat bagi
pihak-pihak yang memb.utuhkan. Di samping itu juga diharapkan tesis
ini bisa dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi para peneliti yang
berminat mengkaji sustainabilitas fiskal secara lebih mendalam.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa di dalam tesis ini masih
terdapat banyak kekurangan. Dengan demikian untuk kesempurnaan
tesis ini maka semua saran dan kritikan akan penulis terima dengan
senang hati.
Terima kasih.
?Uassafam,
Vll
DAFTAR lSI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
ii
ABTRAKSI
iv
KATA PENGANTAR
vi
DAFfAR lSI
..............................................................................................
DAFfAR TABEL
viii
X
DAFTAR GAM BAR
xi
DAFfAR LAMPIRAN
xii
BAB I. PENDAHULUAN
.................................. ......................................
1.1. Latar Belakang
............................................................................
1.2. Permasalahan
..............................................................................
1.3. Tujuan Penelitian
........................................................................
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
........................................................
1
6
11
12
BAB II. SUSTAINABILITAS FISKAL : TINJAUAN LITERATUR
2.1. Pengertian Sustainabilitas Fiskal
..........................................
2.1.1. Accounting Approach
.....................................................
2.1.2. Present Value Constraint Approach
..............................
2.2. Strategi Mencapai Sustainabilitas Fiskal ..............................
2.3. Solvency versus Sustainability
................................................
2.4. Pengelolaan Utang Pemerintah
.............................................
13
13
16
18
20
21
24
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
.................................................
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
.........................................................
3.2. Spesifikasi r1odel
........................................................................
3.3. Variabel Penelitian dan Sumber Data
3.4. Metode Analisis
...........................................................................
3.4.1. Two Stage Least Square (TSLS)
3.4.1.1. Identifikasi Model
............................. .....................
3.4.1.1.1. Kondisi Order
....................................................
3.4.1.1.2. Kondisi Rank
3.4.1.2. Evaluasi Model
..........................................................
3.4.1.2.1. Kriteria Ekonomi
..............................................
3.4.1.2.2. Kriteria Statistik
.............................................
3.4.1.2.3. Kriteria Ekonometrika
3.4.2. Validasi Model
........................................................................
3.4.3. Proyeksi Model
......................................................................
27
27
27
30
35
35
36
37
37
38
38
39
39
42
43
1
Vlll
BAB IV.
SUSTAINABIUTAS FISKAL INDONESIA :
HASIL-HASIL ANAUSIS MODEL
........................................
4.1. Identifikasi Model
.................................................................. ...
4.1.1. Kondisi Order
.........................................................................
4.1.2. Kondisi Rank ...........................................................................
4.2. Evaluasi Model
............................................................................
4.2.1. Kriteria Statistik dan Ekonomi
...................................... ...
4.2.2. Kriteria Ekonometrika
.........................................................
4.2.2.1. Heteroskedastisitas
................................................
4.2.2.2. Autokorelasi
...............................................................
4.3. Perkembangan Sustainabiltas Fiskal Indonesia
..................
4.4. Validasi Model
................... ......... ....................... ...........................
4.5. Prakiraan Sustainabiltas fiskal In·ion~,.;sia
.............................
44
44
44
45
46
46
60
60
61
62
65
66
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
71
Daftar Pustaka
76
Lampiran
78
lX
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
1.7.
4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
4.6.
4.7.
4.8.
4.9.
4.10.
4.11.
4.12.
4.13.
4.14.
4.15.
4.16.
Utang Luar Negeri Pemerintah yang Ditandatangani
Tahun 1990-2004
................................................... .
Posisi Surat Utang Negara 1999-2005 (juta Rupiah)
Posisi Surat Utang Negara 1999-2005 (juta US$)
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Pembayaran Bung a Utang Pemerintah
........................ .
Proyeksi Pembayaran Pokok, Bunga dan Biaya Utang Luar
.......................... .
Negeri Pemerintah/External Debt Service
Proyeksi Pembayaran Bunga dan Pokok Utang Pemerintah
....................... .
(sebagai persentase dari PDB, 2003-2009)
Kqndisi Order dari Persamaan Model
................................... .
................................... .
Kondisi Rank dari Persamaan Model
............. .
Hasil Uji Regresi Persamaan Primary Balance
Hasil Uji Regresi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga
........................ .
Hasil Uji Regresi Persamaan Investasi
Hasil Uji Regresi Persamaan Konsumsi Pemerintah
........................... .
Hasil Uji Regresi Persamaan Ekspor
............................ .
Hasil Uji Regresi Persamaan Impor
................... ..
Hasil Uji Regresi Persamaan Suku Bung a
Hasil Uji Regresi Persamaan Stok Utang Pemerintah
Hasil Uji White's Heteroscedasticity Test
..................... .
Hasil Uji Durbin Watson Statistic dan Breusch-Godfrey Test
Hasil Simulasi Ex-post Sustainabilitas Fiskal
..................... .
..................................................... .
Koefisien Theil's Inequality
Proyeksi Variabel Eksogen Tahun 2005-2009
Prakiraan Sustainabilitas Fiskal Indonesia
2
3
4
5
8
10
11
45
46
47
49
50
52
54
55
57
59
61
61
63
65
68
69
X
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1.
Pembayaran Bunga Utang Pemerintah
...................................
8
1.2.
Profil Jatuh Tempo Obligasi Negara, sebelum dan sesudah
...............................
Reprofiling, Tradable Bonds (VR dan FR)
9
XI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Diagram Hubungan antara Variabel Endogen dan Variabel
Eksogen
.............................................................. ......
78
..........
79
.........................................................................
80
................. .................... . .......................................
86
2.
Data Model Ekonomi Fiscal Sustainability Indonesia
3.
Identifikasi Model
4.
Hasil Estimasi
5.
Hasil Uji White Heteroscedasticity Test
6.
Hasil Uji Breusch-Godfrey Test
7.
Hasil Simulasi Ex-Post
101
8.
Forecast Evaluation
102
9.
Hasil Simulasi Ex-Ante
105
...... .........................................
92
97
Xll
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Meskipun sifatnya hanya sebagai pelengkap, pinjaman luar
negeri dalam dua dekade terakhir memiliki kontribusi yang cukup
penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Sumber pembiayaan
luar negeri merupakan salah satu alternatif sumber pembangunan
untuk mempercepat proses pembangunan nasional, dimana secara
langsung menambah tersedianya dana investasi sehingga mampu
mendorong kegiatan produksi dan terciptanya kesempatan kerja. Baik
sektor pemerintah maupun swasta telah cukup lama memanfaatkan
pinjaman
luar negeri untuk pembiayaan investasi dan sekaligus
menutup kesenjangan valuta asing dalam struktur perekonomian
Indonesia. Namun, penggunaan pinjaman yang tidak terarah dan
terencana dengan baik dapat menimbulkan masalah seperti yang
pernah dialami oleh beberapa negara di Amerika Latin seperti Meksiko.
Masalah pinjaman luar negeri sedikit banyaknya terkait pada
kebijakan yang mendasari penggunaan pinjaman luar negeri. Pada
awal masa orde baru, kebijakan pinjaman luar negeri pemerintah
dilandasi
oleh
suatu
kehati-hatian
(prudent
borrowing
policy).
Pinjaman luar negeri digunakan sebagai dana pelengkap sumher dana
dalam negeri dimana jumlah dan persyaratan pinjaman disesuaikan
dengan
batas
kemampuan
membayar
kembali.
Tapi
dalam ·
perkembangannya, pelaksanaan kebijilkan ini seringkali menyimpang
dari semangat awalnya. Kom,cmen pir'jan.:m dianggap sebagai suatu
target yang harus direalisir dan digunakan sebagai ukuran kualitas
perencanaan keuangan pemerircah.
Sebelum dilanda krisis perekonomian, jumlah pinjaman luar
negeri Indonesia terus mengalami peningkatan dari wrktu ke waktu.
Kita merasa bangga karena arus masuknya pinjaman ini kita artikan
1
sebagai
indikator
semakin
membaiknya
prospek
perekonomian
Indonesia di mata kreditur dan investor asing. Namun terjadinya
gejolak nilai tukar dan krisis keuangan di kawasan Asia yang berimbas
pula
ke
Indonesia,
luar
plnJaman
mengundang
negeri.
pinjaman
kreditur asing telah
cenderung
telah
kurang
berpengaruh
Semangat
besar terhadap
yang
luar negeri serta
membuat para
memperhatikan
terlalu
dukungan
peserta
unsur
besar
masalah
dalam
kepercayaan
pasar di Indonesia
kehati-hatian.
Hal
ini
tercermin pada penggunaan pinjaman luar negeri dalam sektor yang
tidak menghasilkan devisa, tidak dilakukannya lindung nilai (hedging),
Tabel 1.1. Utang Luar Negeri Pemerintah yang Ditandatangani
Tahun 1990 -2004 (ribu USD)*>
Tahun
Utang LN Pemerintah yg
Ditandatangani
1990
10,462,645
1991
11,049,743
1992
15,036,088
1993
21,330,408
1994
15,350,907
1995
18,110,470
1996
20,450,729
1997
7,618,651
1998
41,487,716
1999
2000
23,022,788
----12,772859
2001
3,412,686
2002
12,317,428
2003
6,788,363
2004
4,051,974
-
Keterangan : •) Di luar pinjaman IMF dan utang LN BI
Sumber : Departemen Keuangan
2
terlalu dominannya komponen pmJaman dibandingkan modal dan
banyaknya investasi jangka panjang yang dibiayai dengan pinjaman
jangka pendek. Semuanya ini pada akhirnya telah menimbulkan
masalah yang cukup rumit.
Krisis
ekonomi
yang
kita
hadapi
tentunya
tidak
hanya
disebabkan oleh masalah pinjaman luar negeri, tetapi berkaitan erat
dengan berbagai faktor, baik faktor ekonomi maupun non-ekonomi.
Disadari bahwa gejolak nilai tukar hanyalah cermin dan krisis itu
sendiri merupakan muara dari akumulasi permasalahan yang dihadapi.
Sedemikian
beratnya
krisis
yang
dihadapi
sehingga
proses
pemulihannya membutuhkan waktu yang panjang. Nilai tukar rupiah
yang bergejolak dan
terdeprE~ia8i
secara tajam serta tekanan inflasi
masih merupakan tantangan yang tidak ringan bagi pembangunan
ekonomi di masa depan.
Depresiasi rupiah ini telah menaikkan jumlah utang luar negeri
pemerintah dalam rupiah menjadi tiga sampai empat kali lipat dari
kondisi sebelum krisis. Utang ini diperparah oleh program penjaminan
dan rekapitalisasi dalam rangka penyehatan perbankan saat terjadi
krisis.
Tabel 1.2. Posisi Surat Utang Negara 1999-2005 (Juta Rupiah)
Tahun
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005 3)
1)
2)
3)
SU Dalam Negerl
500.996.831
644.701.248
679.902.666
641.313.311
605.940.552
621.692.723
630.371.722
220.571.106
Hegde bonds 2 l
26.640.000
26.614.060
35.793.639
28.089.835
14.292.717
2.711.595
Bonds to
Bank Indonesia 2l
219.165.S94
219.165.594
219.165.594
219.165.594
219.165.594
219.676.928
219.~15.935
903.776
220.218.917
Fixed rate 1l
51.292.892
179.442.383
175.464.222
154.455.691
159.038.750
178.733.094
Variable rate 1l
203.898.345
219.479.211
249.479.211
239.602.191
213.443.491
189.733.094
Catatan:
Tradeable
Non-tradeable
Sampal dengan 30 April 2005
Sumber: DPSUN- Departemen Keuangan RI
3
Tabel 1.3. Posisi Surat Utang Negara 1999-2005 (juta US$)
IND0-06bl
400
400
400
400
400
400
400
International Bonds (US$)•l
1999
400
2000
400
2001
400
2002
400
2003
400
2004
1.400
2005')
2.400
Catatan:
a) Tradeable
b) Sampai dengan 30 April 2005
c) Dikelola Bank Indonesia
Sumber: DPSUN- Departemen Keuangan RI
Penerbitan
surat
utang
dan
IND0-14
IND0-15
-
-
-
-
1.000
1.000
obligasi
1.000
negara
tersebut
menimbu.lkan tambahan beban pada sisi pengeluaran APBN, yakni
berupa
pembayaran
bunga
dalam
pinjaman
negeri
sehingga
menimbulkan dampak fiskal yang sangat berat dan akan terus
dirasakan sampai beberapa tahun mendatang.
Ditambah
dengan
beban
pembayaran
bunga
dan
cicilan
pinjaman luar negeri yang mengalami kenaikan akibat tambahan
utang baru selama krisis berlangsung
maupun akibat depresiasi
rupiah, total beban kewajiban utang pemerintah (dalam negeri dan
luar negeri) ini menambah tekanan APBN
kemampuan
pemerintah
untuk
melakukan
sehingga
fiscal
mengurangi
stimulus
bagi
pertumbuhan ekonomi. Akibat lebih lanjut dari adanya beba11 untuk
memenuhi kewajiban utang yang
begitu besar telah
menggeser
permasalahan dari fiscal stimulus menjadi fiscal sustainability.
Pengertian fiscal sustainability menu rut Ulfa dan Yasin (2004)
yaitu
kemampuan
fiskal
untuk
mcngirnplementasikan
berbagai
kebijakan dan program pemerintah dengnn mempertahankan stabilitas
makro ekonomi dengan titik berdt memel.hara agar rasio utang negara
terhadap PDB relatif konstan.
Testing
formal
mengenai
fiscal
sustainat .'lity
dengan
menggunakan metode ekonometrika yang canggih (sophisticated)
misalnya dilakukan oleh Cuddington (1996). Ada dua pendekatan yang
digunakan, yaitu (1) accounting approach dan (2) present value
constraint approach. Rahmany (2004) menyatakan bahwa menurut
4
accounting approach posisi fiskal yang sustainable dapal tercopai jika
persamaan
surpb1
= r,- g,
l+g,
b
t-n
................................. (1.1)
dapat dipenuhi. Semua variabel di atas dalam bentuk rasio terhadap
PDB. Variabel surpbt mewakili surplus keseimbangan primer (primary
balance surplus) pada periode ke-t, variabel rt adalah tingkat suku
bunga riel pada periode ke-t, variabel 9t adalah pertumbuhan ekonomi
riel pada periode ke-t dan bt-n adalah stok utang pemerintah pada
periode ke-(t-n). Primary balance (keseimbangan primer) adalah
selisih antara anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran di luar
bunga dan cicilan utang.
Tabel 1.4. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
A. Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah
B. Pengeluaran Negara
I.
Pengeluaran Pemerintah Pusat
1.
Pengeluaran Rutin
a.
Belanja pegawai
b.
Belanja barang
c.
Pembayaran bunga pinjaman
(i). Dalam negeri
(ii). Luar negeri
d.
Subsidi
e.
Pengeluaran rutin lainnya
2.
Pengeluaran Pembangunan
II.
Dana Perimbangan
C. Keseimbangan Primer (Primary Balance)*>
D. Surplus/Defisit (Overall Balance)
E. Pembiayaan
I.
Pembiayaan dalam negeri
1.
Perbankan
2.
Non-perbankan
a.
Privatisasi
b.
Penjualan aset restrukturisasi perbankan
c.
Penerbitan obligasi
d.
Amortisasi obligasi
II.
Pembiayaan luar negeri
1.
Penyerapan pinjaman
2.
Amortisasi
Catatan
•J Primary balance diperoleh dengan mengeluarkan komponen pembayaran
bunga dari perhitungan surplus/defisit (overall balance)
5
Dari persamaan di atas dapat diinterpretasikan bahwa jika
surpbt lebih kecil dari (rt-gt)bt-n/(l+gt) berarti terjadi defisit sehingga
terjadi peningkatan
utang dan keadaan tersebut I:Jisa dikatakan
unsustainable. Sedangkan jika surpbt lebih besar dari (rt-gt)bt-n/(l+gt)
berarti terjadi surplus, dimana surplus tersebut dapat digunakan untuk
menutup biaya bunga dan cicilan utang sehingga stok utang menurun.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keadaan sustainable dapat
dicapai ketika surpbt ;::: (rt-gt)bt-n/(l+gt)·
Rahmany (2004) selanjutnya mengatakan bahwa posisi fiskal
yang sustainable dapat tercapai menurut pendekatan present value
constraint approach jika persamaan
= ~ _SURPB,~!_
B
t-J
L...J
(J + J·)'II
jc()
............................ ( 1.2)
dapat dipenuhi. Interpretasi persamaan ini adalah bahwa jumlah utang
pemerintah pada saat tertentu harus sama dengan present value dari
surplus primary balance di masa mendatang.
Studi
sustainability
mengenai
masi~
pencarian
faktor-faktor
penentu
fiscal
sangat terbatas. Salah satunya adalah studi yang
dilakukan oleh Yamauchi (2004) yang memaparkan variabel-variabel
yang mempengaruhi fiscal sustainability di Eritrea, yaitu Revenue,
Primary Expenditure, Domestic/External Debt Stock, Nominal Interest
Rate,
Nominal
Exchange
Rate,
Real
GOP
Growth
dan
Inflasi.
Sedangkan studi Ntamatungiro (2004) menyebutkan bahwa primary
balance dibutuhkan untuk mencapai fiscal sustainability yang stabil
dan untuk menurunkan tingkat fiscal sustainability diperlukan primary
surpluses.
1.2.
PERMASALAHAN
Issu-issu sustainabilitas fiskal dewasa ini sedemikian pentingnya
sehingga di beberapa negara OECD r.t:lenetapkan aturan pemanfaatan
utang dan rasio utang terhadap PDB dicantumkan secara spesifik
6
dalam UU. Di Inggris, misalnya, mulai tahun 1997 mencantumkan
secara spesifik dua kaedah fiskal (two fiscal rules), yaitu: (1) the
golden rule dan (2) the sustainable investment rule.
•
The golden rule: "over the economic cycle, the government will
borrow only to invest and not to pay for current spending"; and
•
The sustainable investment rule: "public sector net debt as a
proportion of GOP will be held over the econcmic cycle at a
stable and prudent level".
Di Indonesia kedua kaedah ini bukanlah hal yang baru. Ulfa dan
Abimanyu dalam Ulfa dan Yasin (2004) mengatakan: "Konsensus
seperti ini sebenarnya sudah ada dalam Era Orde Baru. Buku Repelita
III (1979/80 - 1983/84), hal. 124, misalnya, menyatakan: Adapun
dana dari luar negeri dalam bentuk pinjaman Pemerintah ..... untuk
membiayai kegiatan investasi". Sedangkan dalam GBHN 1999 - 2004
mengenai pinjaman luar negeri antara lain mengamanatkan agar :
a.
Mengembangkan kebijakan fiskal dengan rr.emperhatikan prinsip
transparansi, disiplin, keadilan, efisiensi dan efektivitas untuk
menambah penerimaan negara dan mengurangi ketergantungan
dana dari luar negeri.
b.
Mengoptimalkan penggunaan pmJaman luar negeri pemerintah
untuk kegiatan
ekonomi
produktif yang
dilaksanakan
secara
transparan, efektif dan efisien. Mekanisme dan prosedur pinjaman
luar negeri harus dengan persetujuan DPR dan diatur dengan
undang-undang.
c.
Menyehatkan APBN dengan mengurangi defisit anggaran melalui
peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi dan pinjaman
luar
negeri
secara
bertahap,
peningkatan
penerimaan
pajak
progresif yang adil dan jujur, serta penghematan pengeluaran.
Memang tidak dapat dihindari bahwa kebijakan yang ditempuh
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan defisit APBN
7
masih tetap dibutuhkan plnJam::3n, ba ik dari luar negeri maupun dari
dalam
negeri,
selain
penggunaan
rekening
Pemerintah
di
Bank
Indonesia, penjualan aset (eks BPPN) dan privatisasi BUMN. Tetapi
sebagai konsekuensinya dalam tiga tahun terakhir jumlah seluruh
kebutuhan pembiayaan, baik untuk menutup defisit anggaran maupun
untuk memenuhi kewajiban pembayaran pokok utang dalam negeri
dan luar negeri yang jatuh tempo mengalami peningkata.l yang
signifikan. Hal ini disebabkan oleh membengkaknya jumlah kewajiban
pembayaran pokok utang, baik utang dalam negeri maupun luar
negeri, sebagai akibat telah jatuh tempo.
Pemerintah Miliar Rp)
Jumlah
50.086,1
2000
%,thp PPB
3,9
Grafik 1.1. Pembayaran Bunga Utang Pemerintah
4,5
4 ,1
4 ,0
4,0
3,5
3,0
~
~
#.
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
; • Dalam Negeri
m Luar Negeri ;
8
Menjadi permasalahan tersendiri bagi pemerintah mengingat
obligasi negara yang akan jatuh tempo terkonsentrasi dalam pcriode
tahun
2004
sampai
dengan
2009.
Untuk
itu,
dalam
rangka
menyeimbangkan struktur jatuh tempo utang pemerintah tersebut,
pada
bulan
November 2002 pemerintah
sudah
melakukan
debt
switching atau reprofiling program dengan beberapa bank rekap
sehingga struktur jatuh tempo obligasi negara menjadi seimbang.
Reprofiling merupakan langkah yang dilakukan untuk menurunkan
refinancing risk dan memperpanjang periode jatuh tempo utang
negara.
Grafik 1.2. menunjukkan profil jatuh tempo obligasi negara
sebelum dan sesudah reprofiling. Hasil reprofiling telah mengurangi
obligasi jatuh tempo pada periode 2004-2009 dan meningkatkan ratarata jatuh tempo obligasi negara dari 4,4 tahun menjadi 7,8 tahun.
Grafik 1..2. Profil Jatuh Tempo Obligasi Negara, Sebelum dan Sesudah
Reprofiling, Tradable Bonds (VR ·and FR)
[ triliun Rp ]
9
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- -- · - ·- - - - - - - - - · · - - - - - - - - - ·
8
-------~---- - --------
-- U
7
- - - - - - - -- - - - - - -- -
- -
'
·- · - - - · · -
-------------------------------------------
- - - - - - - - - - - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
',j
~
6
-- - - - - - - - - - - -
-- '
ll
--
-- · -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - r
.t"
-- ,
-- (4----------- ---- ---------------------- -------
t
~
5
---- - -:------ ,
..
4
- - - - - - ,.
't"'
-- \
f
-
:-¥ - :
':!
: - ;Ji'
~
•'l
'-l lJ:J:: :illlll
2003
C before
• after
2004
2005
2006
2007
2008
47.45
41 ,68
59,03
68 ,1 0
79 ,01
25,30 ' 28,77
30,80
36,86
45,80
2009
I
2010
81 ,63
-37,56
-~ . 10
2011
2011
4,48
1 07
·. 9.01
15 . ~~
20 13
2J,,
I
2014
20 15
2016
20 17
20 18
201~
2020
4,68
10,77
16,20
16,82
15,55
15,17
17,85
Sumber: DPSUN- Departemen Keuangan
9
Selain
itu,
dalam
rangka
mengurangi
jumlah
SUN
yang
diterbitkan dalam rangka rekapitalisasi perbankan, pemerintah telah
melaksanakan program asset-bond swap pada tahun 2002 dan 2003,
yaitu
program
penjualan
aset
BPPN
yang
pembayarannya
menggunakan SUN yang jatuh tempo pada tahun 2004 dan 2005.
Program ini dilakukan untuk menurunkan jumlah SUN yang pada
akhirnya dapat mengurangi beban bunga utang di dalam APBN dan
refinancing risk. Jumlah SUN yang telah dilunasi dalam program ini
adalah sebesar Rp11,61 triliun.
Permasalahan lain yang tak kalah pentingnya adalah utang luar
negeri pemerintah yang sangat besar yang menyiratkan bahwa rasio
pembayaran bunga dan cicilan hutang LN terhadap penerimaan ekspor
(debt
service
ratio)
masih
tinggi.
Berikut
disajikan
proyeksi
pembayaran pokok, bunga dan biaya utang luar negeri Indonesia
sampai dengan tahun 2010.
Tabel 1.6. Proyeksi Pembayaran Pokok, Bunga dan Biaya Utang
Luar Negeri Pemerintah/External Debt Service (Ribu USD)
Tahun
Pokok
Bunga
Biaya
*J
Total
2005
5,529,240
2,345,039
18,818
7,893,097
2006.
5,456,732
2,144,523
3,586
7,604,841
2007
5,260,966
1,917,133
2,768
7,180,867
2008
5,273, 790
1,700,716
2,200
6,976,705
2009
5,333,810
1,488,090
1,882
6,823, 782
2010
4,854,145
1,285,692
1,744
6,141,581
--
Keterangan : *J Di luar pinjaman IMF dan utang LN BI
Sumber : Departemen Keuangan
10
Tabel 1. 7. Proyeksi Pembayaran Bunga Dan Pokok Utang Pemerintah
(sebagai Persentase dari PDB, 2003-2009)
Utang Pemerintah
Pokok hutang DN
Bunga hutang DN
Pokok hutang LN
Bunga hutang LN
2003
0,3
2,7
1,0
1,3
2004
1,1
2,1
2,2
1,2
2005
1,1
2,0
2,0
1,1
2006
1,5
1,7
1,9
0,9
2007
1,5
1,5
1,7
0,8
2008
1,5
1,2
1,6
0,8
2009
1,2
1,0
1,5
0,7
Keterangan:
Angka tahun 2003 merupakan angka APBN-P dan tahun 2004 merupakan APBN
Sumber: Keberadaaan dan Peran CGI: Kajian Rekomendasi dan Kebijakan,
Bappenas, 2003, hal. 80.
Meskipun terjadi penurunan utang terhadap rasio PDB dan
reprofiling utang telah dijalankan, tetapi di masa mendatang APBN
masih menghadapi be ban yang sang at besar, antara Jain karen a:
•
Berakhirnya kerjasama dengan IMF dan penjadwalan l<embali utang
melalui Paris Club tidak lagi diperolel1;
<1nt:::~ra
•
Besar:nya utang yang akan jatuh tempo
•
Kemampuan keuangan negara untuk membiayni defisit anggaran
tahun 2004-2009;
akan semakin terbatas karena berakhimya penjualan aset program
resktrukturisasi perbankan.
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah Indonesia
akan dapat menjaga kondisi fiskalnya agar tetap sustainable di masa
mendatang mengingat keadaan-keadaan yang telah uraian di atas? Hal
tersebut merupakan masalah sentral yang akan dijawab dari penelitian
ini.
1.3.
TUJUAN PENELITIAN
Bertolak
penelitian
ini
dari
Jatar
bertujuan
belakang
untuk
dan
permasalahan
menganalisa
fiscal
di
atas,
sustainability
Indonesia serta memprakirakan fiscal sustainability Indonesia untuk
periode 2005 - 2009.
Tujuan
pertama
akan
dispesifikasi
melalui
analisis
model
ekonometrik simultan. Model ini akan menetapkan beberapa variabel
11
kebijakan, yakni jumlah uang beredar, inflasi, penerimaan pajak dan
ove.~a/1
balance. Penetapan variabel kebijakan ini jika dikategorisasi
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kebijakan moneter (jumlah uang
beredar dan inflasi) dan kebijakan fiskal (penerimaan pajak dan overall
balance). Selain itu akan ditetapkan juga variabel targetnya, yaitu
sustainabilitas fiskal. Sementara itu tujuan kedua akan memanfaatkan
hasil-hasil analisis ekonometrik pada tujuan
pertama,
khususnya
variabel target, untuk dipakai dalam rnernperkirakan sustainabilitas
fiskal Indonesia. Akhirnya, tesis ini juga akan memberikan beberapa
saran kebijakan berkenaan dengan kondisi fiskal Indonesia.
1.4.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Pelnbahasan dalam penelitian ini dilakukan guna mencari faktorfaktor
yang
menentukan
tingkat sustainabilitas fiskal
Indonesia,
sehingga dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya
dapat digunakan lebih lanjut untuk memperkirakan sustainabilitas
fiskal Indonesia.
Sejalan dengan definisi fiscal sustainability yang pada intinya
menitikberatkan pada pemeliharaan rasio utang negara terhadap PDB
yang relatif konstan, maka dalam penelitian ini utang negara yang
dimaksud adalah baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri.
Sedangkan konsep perhitungan fiscal sustainability yang digunakan
dalam penelitian ini akan dipakai pendekatan menurut accounting
approach.
Pemilihan pendekatan ini mempertimbangkan pendapat
Mendoza dalam Alvarado, et.al (2004) bahwa ..... that the "true" budget
constraint is an accounting identity that, by definition, is always
satisfied.
12
BAB II
SUSTAINABILITAS FISKAL : TINJAUAN LITERATUR
2.1. PENGERTIAN SUSTAINABILITAS
FISKA~
Di dalam literatur ilmu ekonomi tidak dapat ditemukan satu
definisi
yang
sama
mengenai
sustainabilitas
fiskal
(fiscal
sustainability). Salah satu interpretasi sustainabilitas fiskal secara
sederhana yaitu jika pemerintah dapat memenuhi pengeluarannya (its
expenditures) dengan pendapatannya
sendiri (its own revenues)
tanpa tergantung pinjaman. Interpretasi yang lain, secara struktural
sama tapi secara substansial berbeda, yaitu jika pemerintah dapat
memenuhi
pengeluaran
operasional
(operatio11al
expenditures)
termasuk investasi dengan pendapatannya sendiri (its own revenues),
seperti pajak dan fee, serta pre-determined level dari transfer dan
pinjaman. Kesamaan kedua interpretasi ini adalah bahwa sustainability
mempunyai tiga aspek yang quantifiable, yaitu tingkat pendapatan
(level of _revenues), tingkat pengeluaran (level of expenditures) dan
perbedaan dari keduanya (the deficit). Indikator utama dari fiskal yang
sustainable atau tidak adalah ukuran (size) defisitnya dan apakah
usuran tersebut akan mengecil atau membesar di masa mendatang.
(Slack dan Bird, 2004).
Sementara Greene dalam Ulfa dan Yasin (2004) menjelaskan
pengertian
sustainabilitas
fiskal
(fiscal
sustainability)
dengan
memberikan definisi sustainability dan definisi fiscal sustainability.
Sustainabilitas (sustainability) didefinisikannya sebagai kemampuan
untuk memelihara (maintain)
kebijakan-kebijakan makro ekonomi
yang ada tanpa adanya ancaman krisis. Ancaman krisis tersebut,
misalnya, hyper inflation, depresiasi/devaluasi mata uang domestik
yang sangat besar, dan tingkat pengangguran (unemployment rates)
yang sudah tidak dapat ditolerir lagi. Sedangkan sustainabilitas fiskal,
13
menurut pendapatnya, akan tercapai jika kebijakan-kebijakan yang
ada tidak akan menyebabkan rasio utang negara terhadap PDB
meningkat tanpa batas.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sustainabilitas fiskal
adalah
kemampuan
fiskal
untuk
mengimplementasikan
berbagai
kebijakan dan program pemerintah dengan mempertahankan stabilitas
makro ekonomi dengan titik berat memelihara agar rasio utang negara
terhadap PDB relatif konstan.
Definisi
dan
interpretasi
di
atas dapat diarahkan
ke
dua
interpretasi dan pemahaman yang lebih luas. Pertama, bahwa rasio
utang terhadap PDB lebih dikedepankan/dipentingkan dan bukan nilai
nominal utang itu sendiri. Dengan kata lain, nilai nominal utang yang
terus
meningkat
tidak
akan
mengganggu
sustainabilitas
fiskal
sepanjang diimbangi dengan kenaikan PDB yang proporsional sehingga
rasio tersebut masih relatif konstan. Sebagai ilustrasi, misalkan stok
utang pemerintah adalah 500 triliun rupiah dengan PDB sebesar 1000
triliun rupiah, dan dengan demikian rasio utang terhadap PDB adalah
50%. Tahun berikutnya, utang tersebut meningkat menjadi 1000
triliun
rupiah
atau
meningkat
sebesar
100°/o
tetapi
PDB
juga
meningkat menjadi 2000 triliun rupiah. Hasil akhirnya adalah rasio
utang terhadap PDB tetap sebesar 50%, dan sustainabilitas fiskal tidak
akan terganggu.
Kedu:~,
kenaikan
kondisi kenaikan utang yang diimbangi dengan adanya
PDB
yang
relatif proporsional
umumnya
hanya
dapat
terlaksana jika utang tersebut digunakan untuk keperluan produktif
dan
bukan
digunakan
dibelanjakan
untuk
untuk
pembiayaan
tujuan
konsumtif.
pembangunan
dan
Utang
yang
pemeliharaan
infrastruktur fisik seperti jalan raya, pelabuhan, bandar udara, dan lain
sebagainya, jelas produktif. Infrastruktur fisik tersebut jelas akan
menunjang kegiatan investasi dan perdagangan yang pada gilirannya
akan meningkatkan PDB. Utang yang digunakan untuk pembangunan
dan
pemeliharaan
infrastruktur
non-fisik
seperti
pendidikan,
kesehatan, hukum dan ketertiban masyarakat juga bersifat produktif.
14
Misalnya, adanya perbaikan hukum dalam kaitannya dengan lebih
terjaminnya hak-hak kepemilikan (property rights) yang membuat
para investor lebih comfortable untuk berinvestasi di Indonesia, akan
sangat mendorong pertumbuhan investasi dan PDB secara significant.
Sedangkan pengertian fiscal sustainability menurut Ouanes dan
Thakur dalam Suryabrata (2002), yaitu :
"While
there is no generally accepted definition
constitutes
a sustainable
fiscal
policy,
there
is
of what
a
broad
agreement that fiscal policy is not sustainable if the present and
prospective fiscal stance results in a persistent and rapid
increase in the public debt-to-GOP ratio. Thus, a key indicator of
sustainability is based on the size and growth ratio of the debtto-GOP ratio"
Dari
diperhatikan
pengertian
dalam
tersebut,
menilai
ada
posisi
dua
indikator
pinjaman
yang
pemerintah,
perlu
yaitu,
pertama, jumlah pinjaman dan, kedua, peningkatan pinjaman. Ukuran
yang dipergunakan adalah, pertama, besarnya debt-to-GOP ratio dan,
kedua, tingkat pertumbuhannya.
Sedangkan pengertian fiscal sustainability menurut Rahmany
dalam Kebijakan Fiskal (2004) dapat ditarik dari perumusan tentang
government fiscal financing constraint sebagai berikut :
Bt = (1 + rt) Bt-n- SURPB .................................... (2.1)
dimana · Bt
=
jumlah
utang
pemerintah
yang
beredar
(outstanding) pada tahun t
rt
SURPB
=
=
tingkat bunga
surplus pada primary balance
15
Primary balance dalam persamaan (2.1) di atas adalah selisih
antara anggaran
penerimaan dan anggaran
pengeluaran di
luar
pembayaran bunga dan cicilan utang.
Persamaan (2.1) di atas dapat diuraikan sebagai berikut :
Bt - Bt-n
b.B
= rt Bt-n -
= rt Bt-n -
SU RPB
SURPB ...................................................................... (2.2)
dimana b.B adalah tambahan utang pemerintah.
Oari persamaan (2.2) di atas dapat disimpulkan beberapa hal :
a. Apabila SURPB = 0, maka utang akan bertambah sebesar bunga
atas utang sebelumnya;
b. Apabila SURPB lebih rendah dari rt Bt-n, maka b.B positif, yang
berarti pokok utang pemerintah terus meningkat;
c. Apabila SURPB lebih besar dari rt Bt-n, maka b.B negatif, yang
berarti pokok utang pemerintah terus menurun.
Selanjutnya,
sustainability,
dalam
ada
2
menerangkan
pendekatan
di
pengertian
dalam
fiscal
mengembangkan
persamaan (2.1) di atas, yaitu :
(i)
accounting approach; dan
(ii)
present value constraint approach.
2.1.1.
ACCOUNTING APPROACH
Accounting approach menulis kernbali (rewrite) persamaan (2.1)
di atas dalam bentuk rasionya terhadap GOP yakni :
dimana
(1 + r)B1_n
SURPB1
(1 + g )J';_n
}';
Yt
=
g
= real growth rate dari GOP
.................................... (2.3)
GOP tahun t
16
Persamaan
(2.3)
dapat disederhanakan
notasinya
menjadi
sebagai berikut :
b,
dimana
bI
= By
(1 + r)
= (1 +g) bt-n- surpb, ................................
(2.4)
yaitu debt/GDP ratio
1
I
surp b1
=
SURPB,
.
ratto
GDP,
Dari persamaan (2.4) dapat diperoleh perubahan terhadap
debt/GOP ratio yakni sebagai berikut :
f1b 1
rt- gt
= b1 - b1_n = I
+ gt
b,_n - surpb 1
•••••••••••••••••••••
(2.5)
Dalam accounting approach, fiscal sustainability diterjemahkan
ke dalam sustainability dari surplus pada primary balance (SURPB atau
surpb).
Menurut definisi accounting approach, deAsit atau surplus pada
primary balance adalah sustainable apabila primary balance tersebut
menghasilkan debt/GDP ratio yang konstan.
Ini berarti, !:J.b1 harus sama dengan nol pada persamaan (2.5)
dan dengan demikian menghasilkan persamaan sebagai berikut :
r,- gr
swpb, = 1+ g 1 b,_ 11
................................
(2.6)
Ini menunjukkan bahwa sustainability dapat dicapai apabila
persamc.an (2.6) dapat dipertahankan.
17
2.1.2.
PRESENT VALUE CONSTRAINT APPROACH
Pendekatan lain, present value constraint approach (PVC),
melakukan iterasi ke depan terhadap persamaan (2.1), menjadi
sebagai berikut :
= ~ SURPBI+j +
B
t-1
~ (l+r)i+l
BN+l
(l+r)N+l
.......................... (2. 7)
PVC memperkenalkan kondisi No Ponzi Game (NPG) untuk
menerangkan tentang sustainahility.
Apabila term terakhir dari persamaan (2. 7) di atas diambil
limitnya menuju tak terhingga dan sama clengan nol :
.
BN+l
hmN ~ oo (1 + r)N+l
= 0 ........................................
(2.8)
maka persamaan (2.8) di atas adalah kondisi No Ponzi Game (NPG).
Kondisi NPG di atas menyatakan bahwa present value dari utang
pemerintah
di
masa
depan
secara
tak
berhingga
menuju
nihil
(converges to zero). Hal ini hanya dapat terjadi bila pertumbuhan
utang secara riil lebih lambat daripada tingkat bunga riil.
Penerapan
kondisi
NPG
ini
terhadap
persamaan
(2. 7)
menghasilkan :
B,_, =i=O
f ~~~~:~'
+r
.....................
(2.9)
Persamaan (2.9) di atas disebut juga intertemporal government
financing constraint.
18
Persamaan (2.9) menyatakan bahwa jumlah utang pemerintah
pada saat tertentu harus sama dengan
present value dari surplus
primary balance di masa mendatang.
Apabila persamaan (2.9) terpenuhi maka fiscal policy dikatakan
sustainable.
Berdasarkan kedua pendekatan di atas, pada intinya dapat
dikatakan bahwa fiscal sustainability mensyaratkan hal-hal sebagai
berikut :
a.
Primary balance harus surplus
b.
Present value dari SURPB di masa datang harus sama dengan
total utang yang beredar (PVC Approach)
c.
debt/GDP ratio adalah konstan (Accounting Approach)
Persyaratan
tersebut
di
atas
dalam
prakteknya
memiliki
kelemahan karena mengabaikan profil jatuh tempo utang pemerintah
yang terkonsentrasi dalam suatu periode. Sehingga bila struktur jatuh
tempo utang tidak diseimbangkan dan primary balance surplus tidak
mampu
mengikuti
lonjakan
tersebut,
maka
dalam
periode
ini
pemerintah harus melakukan refinancing secara cukup signifikan
sehingga dapat berdampak negatif pada perekonomian, misalnya
antara lain tingkat bunga pasar akan terdorong lebih tinggi dan terjadi
crowding-out effect terhadap sektor swasta di pasar financial.
Apabila profil jatuh tempo utang pemerintah tidak dilakukan
restrukturisasi, maka meskipun APBN mempunyai surplus primary
balance, namun dalam periode tersebut dapat mengakibatkan tekanan
fiskal yang berasal dari terjadinya lonjakan pembayaran pokok utang
yang jatuh tempo. Dalam konteks ini, meskipun pemerintah dapat
melakukan
refinancing,
namun
dikhawatirkan
ini
hanya
dapat
dilakukan dengan biaya bunga yang tinggi. Akibatnya akan terjadi
spiral effect sehingga total utang pemerintah semakin besar dan dapat
mendorong tingkat bunga pasar semakin tinggi, dan selanjutnya dapat
menimbulkan komplikasi yang lebih dalam terhadap aktivitas ekonomi.
19
2.2.
STRATEGI MENCAPAI SUSTAINABILITAS FISKAL
Strategi untuk mencapai fiskal yang sustainable adalah dengan
menurunkan
beban
utang
secara
beraturan.
Dengan
kata
lain,
penurunan rasio utang pemerintah terhadap PDB merupakan pertanda
terpeliharanya fiskal yang sustainable. Guna mencermati perubahan
rasio utang pemerintah terhadap PDB yang dinamis, berikut disajikan
indeks fiskal yang sustainable (IFS). Sebagai rasio yang diperoleh
dengan membagi total utang pemerintah dengan nominai PDB, maka
perubahan dinamisnya diperoleh melalui persamaan berikut :
IFS
=
Perubahan utang pemerintah per tahun
(dD/D) dikurangi
tingkat pertumbuhan PDB nominal per tahun (dY/Y)
Sebagai
tambahan,
mengingat
tingkat
J:•ertumbuhan
PDB
nominal terdiri dari tingkat inflasi per tahun (dP/P) dan tingkat
pertumbuhan PDB riil (dy/y), maka fungsi di atas dapat ditulis sebagai
berikut :
IFS
=
Perubahan utang pemerintah per tahun
(dD/D) dikurangi
tingkat inflasi per tahun (dP/P) dan pertumbuhan PDB riil
IFS = dD/D- dY/Y = dD/D- (dP/P + dy/y)
............. (2.10)
Dengan ;
dD/D
dY/Y
dP/P
dy/y
=
=
=
=
perubahan utang pemerintah yang dikonsolidasi per tahun
pertumbuhan GNP nominal per tahun
tlngkatinftasi pertahun
tingkat pertumbuhan PDB riil
20
Apabila indikator IFS negatif, maka dapat diartikan sebagai
suatu tendensi menurunnya utang pemerintah terhadap PDB, yang
berarti tercapainya sustainabilitas fiskal.
2.3.
SOLVENCY VERSUS SUSTAINABILITY
Dalam mengukur sustainabilitas fiskal
biasanya dilihat dari
kondisi utangnya. Dalam hal ini yang harus dicermati adalah apakah
pemerintah dalam
kondisi solvent (mampu
membayar kewajiban
utangnya) atau tidak. Jika kekayaan pemerintah yang dihitung dari
nilai sekarang (present value) dari pendapatan yang akan diterima dan
kewajiban yang harus dibayar pada waktu yang akan datang adalah
negatif, maka utang pemerintah (public debt) dapat dianggap tidak
sustainable. Sehingga defisit anggaran (fiscal deficit) dan posisi fiskal
harus dinilai dengan mendasarkan secara konsistE.n pada kestabilan
pertumbuhan, inflasi dan neraca pembayaran.
Dengan demikian,
kebijakan fiskal yang secara makro ekonomi tidak berkesinambungan,
sudah dapat dipastikan akan menghasilkan kondisi yang insolvency.
Kondisi yang insolvent tersebut biasanya akan semakin mendorong
tingkat p_ermintaan agregate pada level yang melampaui kapasitas
produksi nasionalnya, sehingga akan menciptakan hyper inflation.
IMF (2002) dan Croce dan Juan-Ramon (2003) dalam Alvarado,
et all (2004) juga membicarakan masalah perbedaan an tara solvency
dan sustainability. Menurut definisi mereka, sekumpulan kebijakan
adalah unsustainable jika kebijakan tersebut menimbulkan insolvency
(solvency didefinisikan sebagai suatu situasi dimana future path dari
pengeluaran dan pendapatan memenuhi (satisfy) the inter-temporal
budget
constraint).
Solvency
adalah
kondisi
yang
diperlukan
(necessary condition) untuk mencapai sustainability karena solvency
bisa dicapai dengan melakukan adjustments di masa datang yang
besar
dan
mahal
(very
large
and
costly
future
adjustments).
Sedangkan sustainability memerlukan (requires) pencapaian kondisi
solvency tanpa ada kebijakan yang berubah.
21
Dari paparan di atas, suf:t"ainable dapat didiefinisikan sebagai
suatu kondisi yang memenuhi dua kondisi, yaitu (i) pemerintah dapat
memenuhi
period
budget
constraint
sekarang
tanpa
ada
debt
monetization yang gagal (default) atau berlebihan, dan (ii) pemerintah
tidak dapat mengakumulasi utangnya bila diketahui bahwa akan
dibutuhkan adjustment di masa mendatang untuk dapat men-service
utangnya.
Indikator untuk mengukur tingkat solvabilitas fiskal menurut
Hinh T. Dinh dalam Pranoto (2001) adalah sebagai berikut :
s * = ~~ (p- r) ............................ c2.11)
Keterangan :
s*
= Surplus keseimbangan primer terhadap PDB
Bo
= Jumlah pinjaman pemerintah
\l'o
= Output nasional (PDB)
p
= Suku bunga domestik riil
'Y
= Tingkat pertumbuhan PDB riil
s* diartikan sebagai besarnya surplus keseimbangan primer
terhadap PDB yang diperlukan untuk membuat sektor publik tetap
solvabel. Semakin tinggi s* semakin besar proporsi output atau
surplus keseimbangan primer terhadap PDB yang diperlukan untuk
membuat sektor publik tetap so/vabel.
Apabila suatu negara adalah net peminjam, dimana Bo/\Po > 0,
maka diperlukan surplus keseimbangan primer untuk memelihara
solvabilitas fiskal jika suku bunga riil lebih besar daripada tingkat
pertumbuhan PDB. Jika (p- y) > 0, merupakan kondisi dimana surplus
keseimbangan primer lebih kecil daripada s* memberikan indikasi
adanya pinjaman pemerintah yang terakumulasi secara tak terhingga.
Untuk negara dimana tingkat pertumbuhan PDB adalah lebih tinggi
daripada -tingkat suku bunga riil, (p- y) < 0, menunjukkan kondisi
22
dimana defisit keseimbangan primer masih konsisten dengan isu
solvabilitas. Namun demikian, apabila defisit tersebut lebih besar
daripada s* maka hal tersebut memberi indikasi bahwa fiskal negara
tersebut bergerak menjauh dari kondisi yang solvabel.
Selisih antara s* dengan defisit keseimbangan primer yang
sebenarnya (aktual) menggambarkan seberapa besar langkah-langkah
fiskal tambahan diperlukan untuk memulihkan solvabilitas fiskal (fiscal
solvency adjustment). Selisih positif menunjukkan bahwa langkah
tambahan tersebut diperlukan, sementara selisih negatif menunjukkan
sebaliknya. Evolusi indikator-indikator ini dalam perjalanan waktu
menunjukkan apakah sebuah negara bergerak menjauh dari kondisi
fiskal yang solvabel atau tidak.
Namun
demikian,
konsep
solvabilitas
yang
demikian
mensyaratkan perlunya pemahaman tentang sejumlah variabel jangka
panjang, yaitu tingkat suku b1·nga riil dan tingkat pertumbuhan PDB
riil, dua variabel yang dalam jangka panjang cukup sulit diprediksi.
Sebagai
alternatif,
Din'"!
kemL iian
mengajukan
konsep
sustainabilitas fiskal dengan menggunakan pendekatan one-periode
budget constraint untuk mengukur kondisi solvabilitas di masa datang.
Dalam kaitan ini, sustainabilitas fiskal didefinisikan sebagai kondisi
fiskal
pada
satu
periode
sedemikian
sehingga
solvabilitas
dipertahankan di masa yang akan datang. Indikator sustainabilitas
tersebut diukur dengan menggunakan persamaan berikut :
s
* * = p (r + g ) + (1 -
j.J )( X
I y) p * (r
* + e- X) -
11 v ( p + g )
...... ( 2 .12)
Keterangan :
s** = Surplus primer ( 0/o dari PDB) yang diperlukan untuk mencapai
sustainabilitas utang dari sektor publik
p
= stok utang domestik
P*
= stok utang luar negeri
~
= Porsi komponen hibah di dalam anggaran
x/y = proporsi ekspor terhadap output nasional
23
r*
=
X
e
= tingkat pertumbuhan ekspor
= perubahan nilai tukar riil
1/v
=
tingkat suku bunga internasional
inverse dari velositas permintaan uang
p
= laju inflasi
g
=
A
pertumbuhan ekonomi
Fiscal Sustainability Adjustment disini
didefinisikan
sebagai
selisih antara keseimbangan primer dengan keseimbangan primer
yang sebenarnya (aktual). Selisih positif menunjukkan bahwa langkahlangkah penyesuaian fiskal diperlukan,
sementara selisih
negatif
menunjukkan sebaliknya.
Kondisi sustainabilitas berbeda dengan kondisi solvabilitas fiskal
pada kedua persamaan di atas. Persamaan sustainabilitas didasarkan
kepada pendekatan one-periode budget constraint dengan data-data
yang relatif mudah diperoleh dan diamati, sementara pendekatan
solvabilitas
didasarkan
kepada
pendekatan
intemporal
budget
constraint.
2.4.
PENGELOLAAN UTANG PEMERINTAH
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa sustainabilitas
fiskal sangat berkaitan dengan utang pemerintah, sehingga perlu
diketahui bagaimana pengelolaan utang pemerintah untuk mencapai
keadaan fiskal yang sustainable. Tujuan utama manajemen utang
pemerintah adalah untuk memastikan bahwa kebutuhan pembiayaan
pemerintah dan kewajiban pembayarannya berada pada biaya yang
paling rendah selama jangka menengah hingga jangka panjang, dan
dengan tingkat resiko yang serendah mungkin.
Dalam konteks kebijakan ekonomi makro yang lebih luas,
pemerintah harus dapat memastikan
bahwa jumlah dan tingkat
pertumbuhan utang pemerintah selalu berada pada tingkat yang
sustainable, serta kewajiban pembayarannya dapat dipenuhi sesuai
24
persyaratan yang ditetapkan, dengan l1inyd rlan resiko dalam batasbatas yang dapat dipenuhi. Para pengambil kebijakan di bidang fiskal
dan moneter harus dapat men9upayakan sedemikian rupa, sehingga
posisi
utang
sektor
pemerintah
berada
pada
suatu
pola
yang
sustainabel dan bahwa strategi yang handal telah dig inakan untuk
mengupayakan semakin berkurangnya utang pemerintah. Otoritas
fiskal
sangat
berkepentingan
atas
berbagai
dampak
biaya
dari
persyaratan pembiayaan anggaran dan jumlah utang.
Manajemen utang pemerintah haruslah dilakukan sebagai suatu
proses pengembangan dan pelaksanaan strategi pengelolaan utang
dalam rangka
meningkatkan ketersediaan dana yang diperlukan,
mencapai tujuan resiko dan biaya yang seminimal mungkin, dan
memenuhi berbagai tujuan lainnya yang telah ditetapkan pemerintah,
seperti pengembangan dan pemeliharaan pasar sekuritas pemerintah
yang efisien. Struktur utang yang tidak tertata dengan baik dalam hal
masa jatuh tempo, jenis mata uang maupun komposisi tingkat bunga
dan adanya kewajiban untuk mencadangkan dalam jumlah besar,
merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya kekacauan di bidang
keuangan. Ketidaktepatan dalam penetapan sistem nilai tukar, baik
yang melibatkan utang dalam negeri maupun utang luar negeri,
biasanya
akan
berakibat
pada
meningkatnya
krisis,
mengingat
pemerintah cenderung memperhatikan secara berlebihan kemungkinan
penghematan biaya sehubungan dengan besarnya
volume utang
jangka pendek atau utang dengan suku bunga mengambang. Hal ini
lebih lanjut akan berakibat pada timbulnya ancaman serius terhadap
anggaran negara dengan berubahnya persyaratan-persyaratan yang
berlaku
di
pasar
keuangan,
termasuk
berubahnya
kredibilitas
pemerintah bila dilakukan perpanjangan jangka waktu pembayaran
utang.
Utang luar negen Juga beresiko, dan dengan ketergantungan
secara
berlebihan
pada
utang
luar
negeri
dapat
menyebabkan
tertekannya nilai tukar mata uang dan atau tekanan pada moneter,
yaitu jika para investor menjadi enggan untuk membiayai kembali
25
utang luar negeri pemerintah.
dengan
melakukan
Dengan mengurangi resiko, yaitu
pengelolaan
portofolio
pemerintah
secara
parsialjtersendiri, akan menjadi sumber ketidakstabilan bagi sektor
swasta. Manajemen utang pemerintah yang disertai dengan kebijakan
pengelolaan
kewajiban
tak
terduga
(contingent
liabilities)
yang
dilakukan· secara baik, akan dapat mengurangi ketidakpastian sektor
keuangan.
Portofolio utang pemerintah merupakan portofolio keuangan
terbesar yang terdiri dari struktur keuangan yang rumit dan beresiko,
dan sangat membahayakan nerc1ca keuangan pemerintah dan stabilitas
keuangan.
Pemerintah
perlu
rnembatasi
akumulasi
penerbitan
likuiditas dan berbagai resiko lainnya yang dapat membuat ekonomi
menjadi sangat mudah terpengaruh dari gangguan eksternal.
Struktur utang yang baik akan sangat membantu pemerintah
untuk melakukan pengurangan atas resiko tekanan suku bunga, nilai
~truktur
tukar dan resiko lainnya. Pemerintah dapat mengupayakan
utang yang
baik dengan mengembangkan
kriteria
(benchmarks)
potofolio dikaitkan dengan komposisi mata uang, durasi dan struktur
jatuh tempo utang yang
diingink~n,
g1..1na dijadikan sebagai pedoman
bagi komposisi portofolio di masa datar.g. Str•Jktur jatuh tempo, suku
bunga
dan
komposisi
jenis
mata
uang
dari
portofolio
utang
pemerintah, serta pengelolaan k12wajiban- ~ewajiban tak terduga dapat
berpengaruh terhadap stabilitas pasar keuangan. Hal ini berlaku dalam
situasi
dengan
kebijakan-kebijakan
baik,
dimana
ekonomi
makro
praktek-praktek
yang
pengelolaan
t( lah
tersusun
utang
secara
beresiko akan meningkatkan gangguan terhadap perekonomian, baik
ekonomi domestik maupun ekonomi luar negeri.
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bagian ini akan dibahas tentang ruang lingkup penelitian,
spesifikasi model, variabel yang digunakan dan metode analisis. Ruang
lingkup memberikan batasan pada obyek penelitian yang akan dibahas
dalam penelitian
ini.
Spesifikasi model menjelaskan model yang
digunakan. Variabel operasional menjelaskan definisi data dan sumber
data.
Metode
analisis
menjelaskan
cara
yang
dipakai
untuk
menghasilkan parameter model guna menganalisis data.
3.1.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Dalam penelitian ini, obyek yang menjadi fokus adalah stok
pinjaman luar negeri dan dalam negeri pemerintah tahur 1990 - 2003
yang hasilnya diharapkan mampu menjadi indikator dalam mencapai
fiskal
yang sustainable.
Departemen
Keuangan
Pemilihan
selaku
rentang
pengelola
waktu
ini
pinjaman
mengingat
pemerintah
memang baru membentuk satu direktorat khusus yang menangani
pinjaman luar negeri pada tahun 1987 sehingga data stok utang yang
tersedia dan valid mulai dari tahun 1990.
3.2.
SPESIFIKASI MODEL
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model sistem
persamaan simultan
dengan cara perhitungan fiscal sustainability
menurut pendekatan accounting approach. Pemilihan pendekatan ini
mempertimbangkan pendapat Mendoza dalam Alvarado, et.al (2004)
bahwa .. ... that the "true" budget constraint is an accounting identity
that, by definition, is always satisfied.
27
Perhitungan fiscal sustainability menurut pendekatan accounting
pb = r- g debt( -1) . Dimana kondisi fiskal yang
1+g
approach adalah
bisa dikatakan sustainable dapat dicapai apabila pbt ;::: (rt-9t)debtt-n
/(l+gt)· Artinya, keadaan yang sustainable dapat terjadi jika terdapat
selisih positif antara ruas kiri dengan ruas kanan dalam rumus di atas.
Dalam penelitian ini, kondisi tersebut didefinisikan menjadi suatu
persamaan indentitas sebagai berikut :
GAP PB = pb- r- g debt(-1)
1+ g
..................... (3.1)
Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi fiskal yang sustainable terjadi
bila GAP PB bernilai
positif dan sebaliknya,
kondisi fiskal
yang
unsustainable terjadi bila GAP PB bernilai negatif.
Dari persamaan (3.1) akan dicari variabel-variabel mana yang
diduga mempengaruhi variabel pb, r, g dan debt. Khusus untuk
variabel 9 akan digunakan perhitungan pertumbuhan ekonomi dengan
cara sebagai berikut: produksi domestik bruto (PDB) tahun sekarang
dikurangi PDB tahun sebelumnya dibagi PDB tahun sebelumnya dan
kemudian
dikalikan
100
persen
untuk
menghitung
persentase
pertumbuhan.
GROWTH =(PDB-PDB(-I))xiOO
................... (3.2)
PDB(-1)
Sedangkan perhitungan PDB akan dilihat dari sisi permintaan
(demand).
Dalam
perhitungan
ini
PDB dihitung
dengan
melihat
komponen-komponen makro ekonomi berupa konsumsi, investasi,
ekspor dan
impor.
Sisi
permintaan
menghasilkan
PDB
sebagai
penjumlahan dari pengeluaran konsumsi, investasi (Gross Domestic
Capital Formation) dan ekspor barang dan jasa dikurangi impor barang
dan jasa.
PDB = C + I
+G+
( X - M)
............................. (3.3)
28
Dari uraian di atas, maka untuk menganalisa sustainabilitas
fiskal Indonesia di dalam penelitian ini akan dicari variabel-variabel
yang
mempengaruhi
pb,
r,
debt,
C,
I,
G,
X dan
M dengan
merekonstruksi suatu sistem persamaan simultan sebagai berikut :
•
Persamaan struktural
1.
pb =
ao +
a1 GROWTH+ a2 KURS+
(a1 >0, a2 >0,
2.
a3 OVEBAL + E1
a3 >0)
CONSp = Po+ P1 PDB + P2 CONSp( -1) + E2
CP1 >0, P2 >O)
3.
INVEST= Yo+ Y1 INVEST(-1) + Y2 r + Y3 INFL + Y4 PMA + E3
(yl <0, Y2 <0, Y3 >0, Y4 >0)
4.
CONS 9 = o0 + o1 TAX+ o2 Cons 9 (-1) + 03 GROWTH+
l:4
(o1 >O, o2 >O, o3 >O)
5.
X=
A.o + Al PDBjpn + A2 rjpn+ Es
(A.t >0, A.2 <0)
6.
M = J.lo + f.11 PDB + f.12 KURS
+ Jl3 INFL + EG
(f.lt <0, + f.12 >0, Jl3 >0)
8.
debt = cr0 + cr 1 OVEBAL + cr2 PDB +
Es
(cr1 <0, cr2 >0)
•
Persamaan Identitas
1.
GAP PB= b-r-GROWTH debt(-1)
p
1+GROWTH
2. PDB = CONS 9 +INVEST+ CONSp +(X- M)
3. GROWTH =(PDB- PDB(-~))x 100
PDB(-I)
29
dengan;
pb
: rasio keseimbangan primer (primary balance) dengan PDB
r
: rata-rata SBI 3 bulan riil
GROWTH : tingkat pertumbuhan PDB riil
debt
: rasio stok utang pemerintah, baik utang dalam negeri
maupun utang luar negeri, dengan PDB
KURS
: rata-rata kurs tengah rupiah terhadap dolar
INFL
: tingkat inflasi PDB riil
CONS 9
:
CONSp
: pengeluaran konsumsi rumah tangga
INVEST
: investasi swasta yaitu pembentukan modal tetap domestik
pengeluaran konsumsi pemerintah
bruto
X
: ekspor barang dan jasa
M
: impor barang dan jasa
Ml
: jumlah uang
PDB
: produk domestik bruto Indonesia
PDBjpn
: produk domestik bruto Jepang
rjpn
: tingkat discount rate Jepang riil
TAX
: realisasi penerimaan pajak
bered;=~r
dalam art' c;empit
OVEBAL : rasio overall balance terhadap PDB
PMA
3.3.
•
: penanaman modal asing
VARIABEL PENELITIAN DAN SUMBER DATA
PRIMARY BALANCE
Primary balance (keseimbangan primer) adalah selisih antara
anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran di !uar bunga dan
cicilan utang. Data primary balance diperoleh dari Realisasi APBN yang
dikeluarkan Departemen Keuangan.
Dalam
penelitian
ini,
variabel
yang
digunakan
berbentuk
persentase dengan memperhitungkan rasio primary balance terhadap
PDB.
30
•
KONSUMSI RUMAH TANGGA
Konsumsi rumah tangga merupakan pengeluaran konsumsi
akhir
rumah
tangga
atas
barang
jasa
dan
memenuhi
untuk
kebutuhannya secara langsung, baik yang dibeli di dalam negeri
maupun luar negeri. Data konsumsi rumah tangga diperoleh dari
Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan atas dasar harga
konstan 1993 dalam miliar rupiah.
•
INVESTASI
Variabel investasi disini merupakan Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) yang mencakup pengadaan, pembuatan dan pembelian
barang modal. Data investasi diperoleh dari Statistik Indonesia yang
dikeluarkan oleh BPS.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan atas dasar harga
konstan 1993 dalam miliar rupiah.
•
KONSUMSI PEMERINTAH
Konsumsi
pemerintah
merupakan
pengeluaran
pemerintah
untuk belanja pegawai, penyusutan dan belanja barang, baik yang
dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Data
konsumsi
pemerintah
diperoleh
dari
Statistik
Indonesia
yang
dikeluarkan oleh BPS.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan atas dasar harga
konstan 1993 dalam miliar rupiah.
•
EKSPOR
Ekspor adalah transaksi perdagangan barang dan jasa dari
penduduk Indonesia ke bukar. pendua .Jk Indonesia. Data ekspor
diperoleh dari Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan
ata~
dasar harga
konstan 1993 dalam miliar rupiah.
31
•
IMPOR
Impor adalah transaksi perdagangan barang dan jasa dari bukan
penduduk Indonesia ke penduduk Indonesia. Data impor diperc leh dari
Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan atas dasar harga
konstan 1993 dalam miliar rupiah.
•
SUKU BUNGA
Suku bunga disini adalah suku bunga rata-rata SBI 3 bulan yang
sudah diriilkan dengan cara mengurangi suku bunga nominal dengan
inflasi.
Datanya
diperoleh
dari
Bank
Indonesia
dalam
bentuk
presentase ( 0/o) per tahun.
•
UTANG PEMERINTAH
Utang pemerintah (debt) yang dimaksud disini adalah stok
utang (outstanding debt) pemerintah, baik utang luar negeri maupun
utang dalam negeri. Data stok utang luar negeri diperoleh dari
Direktorat Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Lual" Negeri Departemen
Keuangan, sedangkan data stok utang dalam negeri diperoleh dari
Direktorat Pengelolaan Surat Utang Negara Departemen Keuangan.
Dalam
penelitian
ini,
variabel
yang
digunakan
berbentuk
persentase ( 0/o) dengan memperhitungkan rasio stok utang pemerintah
terhadap PDB.
•
PRODUK DOMESTIK BRUTO
PDB merupakan tingkat output di suatu wilayah (nasional) pada
waktu tertentu (satu tahun) yang dilihat dari sisi penggunaan. Data
PDB diperoleh dari Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakon atas dasar harga
konstan 1993 dalam miliar rupiah.
32
•
GROWTH
Growth merupakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dihitung
dari laju pertumbuhan PDB tahun sekarang dibandingkan tahun
sebelumnya.
Data
PDB
diperoleh
dari
Statistik
Indonesia
yang
dikeluarkan oleh BPS.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam bentuk
persentase ( 0/o).
•
JUMLAH UANG BEREDAR
Jumlah uang beredar disini adalah uang beredar dalam arti
sempit yang merupakan kewajiban sistem moneter yang terdiri atas
uang kartal dan uang giral. Data uang beredar diperoleh dari Laporan
Tahunan Bank Indonesia.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam miliar
rupiah dan nilainya sudah
•
dikons~ . mkan
dcngan deflator PDB.
INFLASI
Inflasi yang dimaksud disini merupakan kenaikan tingkat harga
secara umum yang diproksi dari angka deflator PDB. Data PDB
diperoleh dari Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam bentuk
persentase ( 0/o).
•
KURS
Kurs adalah nilai tukar rupiah terhadap satu dolar AS. Dalam
penelitian ini, variabel yang digunakan adalah rata-rata kurs tengah
rupiah yang diperoleh dari web site Bank Indonesia dalam bentuk
Rp/US$1.
•
OVERALL BALANCE
Overall balance (keseimbangan umum) adalah selisih antara
total penerimaan pemerintah dan
pengeluaran pemerintah.
overall balance diperoleh dari Realisasi APBN
yang
Data
dikeluarkan
33
Departemen Keuangan. Tahun anggarar yang digunakan sebelum
tahun 2000 sudah disesuaikan menjadi tahun takwim.
penelitian
Dalam
persentase
( 0/o)
dengan
ini,
variabel
yang
memperhitungkan
digunakan
berbentuk
overall balance
rasio
terhadap PDB.
•
PENERIMAAN PAJAK
Penerimaan pajak adalah penerimaan perpajakan pemerintah,
baik pajak dalam negeri maupun pajak perdagangan internasional.
Data penerimaan pajak diperoleh dari Realisasi APBN yang dikeluarkan
Departemen Keuangan. Tahun anggaran yang digunakan sebelum
tahun 2000 sudah disesuaikan menjadi tahun takwim.
Dalam
penelitian
ini,
variabel
yang
digunakan
berbentuk
persentase ( 0/o) dengan memperhitungkan rasio penerimaan pajak
terhadap PDB.
•
PENANAMAN MODAL ASING
Penanaman
Modal
Asing
(PMA)
disini
merupakan
data
penanaman modal yang berasal dari orang/badan di luar wilayah
Indonesia yang telah disetujui pemerintah, di luar sektor minyak,
asuransi dan perbankan. Data PMA diperoleh cari Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM).
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam miliar
rupiah dan nilainya sudah dikonstankan dengan deflator PDB.
•
PDB JEPANG
PDB Jepang merupakan tingkat output di Jepang pada waktu
tertentu (satu tahun). Data PDB Jepang diperoleh dari International
Financial Statistics Yearbook yang dikeluarkan oleh IMF.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan atas dasar harga
konstan 1990 dalam juta Yen.
34
•
SUKU BUNGA JEPANG
Suku bunga jepang merupakan tingkat suku bunga di Jepang,
dalam penelitian ini digunakan discount rate pada akhir periode di
Jepang yang sudah diriilkan dengan cara mengurang i suku bunga
nominal dengan inflasi. Data suku bunga Jepang diperoleh dari
Internationa l Financial Statistics Yearbook yang dikeluarkan oleh IMF,
sedangkan tingkat inflasi diproksi dari angka deflator PDBjpn·
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam bentuk
persentase ( 0/o) per tahun.
3.4.
METODE ANALISIS
3.4.1. TWO STAGE LEAST SQUARE (TSLS)
Pada persamaan- persamaan yang tercakup dalam satu sistem
persamaan simultan seperti yang digunakan dalam penelitian ini,
metode Ordinary Least Square (OLS) tidak dapat diaplikasika n untuk
mengestima si persamaan jika satu atau lebih variabel-var iabel
penjelasnya berkorelasi dengan gangguan dalam persamaan tersebut
karena estimator-e stimator yang dihasilkan menjadi bias dan tidak
konsisten.
Ada
dua
cara
yang
dapat
digunakan
unluk
melakukan
penaksiran terhadap model persamaan simultan, yaitu Indirect Least
Square (ILS) dan Two Stage Least Square (TSLS). Cara pertama dapat
digunakan untuk menaksir model persamaan simultan yang dapat
diidentifikas i secara tepat Uustjexactl y identified), sedangkan cara
kedua dapat digunakan untuk menaksir model persamaan simultan
yang diidentifikas i secara berlebihan (over identified). Kedua cara ini
dianggap dapat memberika n hasil estimasi yang konsisten dan tidak
bias, syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memperole h taksiran
yang tepat dan efisien.
35
Sifat-sifat TSLS yang khas adalah :
a. Metode ini dapat diterapkan pada suatu persamaan individu dalam
sistem tanpa memperhitungkan persamaan lain secara langsung
dalam sistem.
b. Dalam kasus identifikasi berlebih, TSLS memberikan satu nilai
estimasi untuk setiap parameter, sedangkan ILS memberika nilai
estimasi majemuk dari parameter.
c. Mempunyai sifat mudah diterapkan karena hanya perlu mengetahui
jumlah variabel eksogen total tanpa mengetahui jumlah variabel
lain manapun dalam sistem.
d. Menyebabkan nilai estimasi OLS dan TSLS akan menjadi sangat
dekat jika nilai R2 dari regresi reduksi (regresi tahap I) sangat
tinggi. Namun jika kebalikannya, nilai estimasi TSLS menjadi tidak
berarti.
e. Memungkinkan untuk menyatakan kesalahan standar koefisien
yang diestimasi. Nilai estimasi koefisien struktural secara langsung
diperoleh dari tahap kedua regresi OLS.
Hal ini tidak dapat
dilakukan dengan OLS.
3.4.1.1. IDENTIFIKASI MODEL
Identifikasi adalah suatu keadaan dimana ada atau tidaknya
kemungkinan untuk memperoleh parameter struktural dalam suatu
sistem persamaan simultan dari parameter bentuk yang sederhana
(reduced form). Suatu sistem persamaan simultan dianggap dapat
diidentifikasikan apabila
nilai-nilai parameter yang
ditaksir dapat
diperoleh dari persamaan reduced form persamaan simultan ini dan
masing-masing nilai parameter yang diperoleh tersebut tidak lebih dari
satu nilai. Jika nilai-nilai parameter yang diperoleh ternyata melebihi
dari jumlah parameter maka sistem persamaan tersebut dinyatakan
sebagai suatu sistem persamaan yang melebihi sifat yang dapat
diidentifikasi (over identified).
36
Kondisi yang harus dipenuhi suatu persamaan untuk dapat
dianggap
dapat
diidentifikasi,
yaitu
(a)
Kondisi
order (order
condition); dan (b) Kondisi rank (rank condition).
3.4.1.1.1.
Kondisi Order
Kondisi didasarkan atas kaidah penghitungan variabel-variabel
yang dimasukkan ke dalam dan dikeluarkan dari suatu persamaan
tertentu. Suatu persamaan dianggap dapat diidentifikasikan apabila
jumlah variabel bebas yang ada dalam sistem tetapi tidak ada dalam
persamaan harus paling tidak sama dengan jumlah variabel endogen
dalam sistem yang ada pada persamaan tersebut dikurangi satu.
Dengan
menggunakan
dinyatakan dengan K
K
= jumlah
~
simbol-simbol,
kondisi
order
ini
dapat
(G-1), dimana :
variabel bebas dalam sistem yang tidak ada dalam
persamaan
G = jumlah
variabel
endogen
dalam
sistem
yang
ada
dalam
persamaan
Jika banyaknya variabel bebas yang tidak tercakup dalam
persamaan
lebih
kecil
dari
banyaknya
variabel
endogen
dalam
persamaan dikurangi satu maka keadaan ini disebut under identified.
Jika banyaknya variabel bebas yang tidak tercakup dalam persamaan
sama dengan banyaknya variabel endogen dalam persamaan dikurangi
satu maka keadaan ini disebut just/exactly identified. Jika banyaknya
variabel bebas yang tidak tercakup dalam persamaan lebih besar dari
banyaknya variabel endogen dalam persamaan dikurangi satu maka
keadaan ini disebut over identified.
3.4.1.1.2.
Proses
Kondisi Rank
identifikasi
berikutnya
adalah
dipenuhinya
kriteria
sufficient condition. Syarat cukup ini hanya akan menegaskan bahwa
diantara variabel bebas yang tidak ada dalam persamaan tidak ada
37
yang berkoreiasi sempurna. Kriteria untuk Rank Condition adalah
sebagai berikut :
•
Jika Rank [Ri] < M-1 dan Rank
•
Jika Rank [Ri]
•
Jika Rank [Ri] > M-1 dan Rank
Dimana
persamaan
= M-1
dan Rank
M adalah jumlah
dan
Ri
adalah
[Ri*~]
< M-1- Under Identified
[Ri*~]
= M-1
[Ri*~] =
variabel
-~Just
Identified
M-1 ---+Over Identified
endogen
matriks persamaan
dalam sistem
ke-i,
menyatakan
variabel endogen dan eksogen yang tidak ada di dalam persamaan
yang bersangkutan, serta
~
menyatakan matriks koefisien semua
variabel endogen dan eksogen yang dibentuk berdasarkan sistem
persamaan struktural yang ditranspose.
Dalam penelitian, hanya sistem persamaan yang mengandung
persamaan yang dapat diident;fiknsi secar,: wajar Uust identified) atau
dapat diidentifikasi secara berlebihan (over identified) yang dapat
ditaksir.
3.4.1.2. EVALUASI MODEL
Evaluasi model digunakan untuk memutuskan apakah estimasiestimasi yang telah dilakukan terhadap parameter sudah bermakna
secara teoritis (theoritically meaningful) dan nyata secara statistik
(statistically significant).
Untuk itu digunakan tiga
kriteria untuk
mengevaluasinya, yaitu : (a) kriteria ekonomi; (b) kriteria statistik;
dan (c) kriteria ekonometrika.
3.4.1.2.1.
Kriteria Ekonomi
Kriteria ini ditentukan oleh prinsip-prinsip teori ekonomi yang
ditunjukkan oleh arah dan besaran parameter yang menggambarkan
hubungan ekonomi yang sesuai. Jika nilai maupun tanda estimasi
parameter tidak sesuai dengan teori ekonomi maka estimasi-estimasi
tersebut tidak digunakan dan perlu dicarikan alternatifnya, kecuali ada
38
alasan kuat untuk menyatakan bahwa dalam kasus-kasus tertentu
prinsip ekonomi tidak berlaku sehingga alasan untuk membenarkan
estimasi yang berbeda dengan alasan yang telah digariskan oleh teori
ekonomi harus dinyatakan dengan jelas.
3.4.1.2.2.
Kriteria Statistik
Kriteria ini ditentukan oleh teori statistik, yaitu standar deviasi
(error) dari dugaan yang mengukur penyebaran dugaan di sekitar
parnmeter yang benar. Dalam hal ini akan dilihat uji koefisien regresi
secara parsial (uji t), uji model secara keseluruhan (uji F), maupun
nilai Adjusted R-Square.
3.4.1.2.3.
Kriteria Ekonometrika
Kriteria
ini
ditentukan
berdasarkan
teori
ekonometrika.
Pengujian dengan kriteria ini membantu dalam menetapkan apakah
suatu
estimasi
unbiasedness,
memiliki
konsistensi,
sifat-sifat
yang
sufficiency
dan
dibutuhkan,
lainnya.
Jika
seperti
asumsi
ekonometri yang diterapkan untuk mengestimasi parameter tidak
dipenuhi, maka estimasi tersebut dianggap tidak memiliki sifat-sifat
yang
dibutuhkan.
Pengujian
ini
meliputi
multikolinearitas,
heteroskedastisitas dan autokorelasi.
•
Multi.kolinearitas
Istilah multikolinearitas diperkenalkan oleh Ragnar Frisch.
Pada mulanya istilah itu berarti terdapat hubungan sempurna (pasti)
antar variabel bebas. Hal ini mengakibatkan varians (standard error)
koefisien regresi mempunyai nilai tak terbatas, sehingga koefisien
regresi akan tidak signifikan berbeda dari nol.
Pada umumnya hubungan antara variabel bebas adaloh tidak
sempurna. Jika hal ini terjadi maka varians dan deviasi standar akan
39
lebih besar dibanding jika tidak ada rnult1kulinearitas sama sekali.
Akibat selanjutnya, statistik t cenderunq makin kecil atau koefisien
regresi cenderung tidak signifikan berbeda dari nol.
Indikasi adanya multikolinearitas adalah :
1. Jika statistik F signifikan tetapi statistik t tidak ada yang signifikan
2. Jika R2 relatif besar, tetapi statistik t tidak ada yang signifikan
Akibat multikolinearitas :
1. Standard error koefisien regresi yang diduga akan besar. Akibat
selanjutnya nilai t statistik menjadi kecil, sehingga model yang
seharusnya signifikan menjadi tidak signifikan.
2. Tanda koefisien regresi salah, sehingga bertentangan dengan teori
yang melandasinya.
Cara mengatasinya :
1. Mengeluarkan
variabel
bebas
yang
diperkirakan
mempunyai
korelasi cukup tinggi dengan variabel lain.
2. Menghubungkan data cross-sectional dengan data time series.
Namun demikian, karena tujuan penelitian ini adalah prediksi/
memprakirakan, maka multikolineritas bukan merupakan masalah
yang serius karena semakin besar R2 akan semakin baik prediksinya.
Sehingga dalam penelitian ini masalah multikolineritas diabaikan.
(Gujarati, 2003 hal. 369)
•
Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas artinya varians error term tidak sama
untuk setiap observasi. Heteroskedastisitas dapat terjadi baik pada
regresi dua variabel maupun regresi berganda d·1n sering dijumpai
dalam data cross section dibanding data time series. Dengan adanya
heteroskedastisitas ini penduga least squares tetap tidak bias dan
konsisten tetapi varians tidak menurun meskipun ukuran sampel
diperbesar menjadi tak terhingga.
40
Akibat Heteroskedastisitas : nilai tidak berbias, tetapi varian
estimasi koefisien regresi tidak minimal lagi. Akibatnya pengujian F
dan t cenderung tidak signifikan, dan ini berarti akcm terjadi kesalahan
dalam pengambilan kesimpulan.
Cara mengatasi :
1. Melakukan transformasi logaritma naturan (In)
2. Metode kuadrat terkecil terboboti (weighted least square)
Pada penelitian ini, uji heteroskedastisitas diterapkan dengan
menggunakan White's Heteroscedasticity Test yang tersedia pada
Eviews version 3.0. Uji ini diterapkan pada hasil regresi dengan
menggunakan prosedur equations dan metode TSLS untuk masingmasing persamaan perilaku dalam persamaan simultan. Hasil yang
perlu diperhatikan dari uji ini adalah nilai Obs*R-squared, secara
khusus adalah nilai Probability dari Obs*R-square, dimana nilai ini
harus lebih besar dari nilai a.
•
Autokorelasi
Salah satu asumsi dasar dari metode regresi dengan kuadrat
terkecil adalah tidak adanya korelasi ancor gar:gguan. Adanya masalah
autokorelasi ini akan menghasilkan hCJsil estim<lsi koefisien yang
konsisten dan tidak bias tetapi dengan varians yang besar, atau
dengan perkataan lain hasil penaksiran tidak efisien. Varians estimasi
parameter yang tidak efisien ini menyebabkan nilai t hitung cenderung
kecil dan hasil pengujian cenderung menerima hipotesis nol (Ho).
Cara yang paling sering digunakan untuk mendeteksi adanya
autokorelasi adalah dengan uji Durbin Watson. Uji ini dilakukan
dengan membandingkan nilai statistik DW yang dihitung dengan nilai
batas atas (DWu) dan nilai batas bawah (DW1) dari tabel Durbin
Watson, dengan memperhatikan jumlah observasi dan jumlah variabel
bebas.
Selang
kepercayaan
yang
didapat
dari
hasil
pengujian
mencakup 5 daerah yaitu (1) Kurang dari DW1; (2) Antara DW1 dan
41
OWu; (3) Antara OWu dan 4- Owu; (4) Antara 4- Owu dan
4- OW1;
dan (5) Lebih dari 4 - OW1.
Jika OW hitung terletak pada interval 1 atau 5 maka model
menunjukkan adanya masalah autokorelasi. Sedangkan apablla nilai
OW hasil perhitungan terletak pada interval 3 maka dalam model tidak
terdapat masalah autokorelasi. Bila hasil perhitungan statistik OW
terletak pada interval 2 atau 4 maka hasil pengujian tidak dapat
disimpulkan, apakah ada atau tidaknya rnasalah autokorelasi.
Kelemahan dari tes ini adalah tidak dapat digunakan untuk
persamaan yang mengandung nilai lag, sehingga dalam penelitian ini
juga digunakan tes yang lain, yaitu Breusch-Godfrey test yang tersedia
pada Eviews versi 3.0. Hasil yang harus diperhatikan dari tes ini adalah
nilai Probability dari Obs*R-square, dimana nilai ini harus lebih besar
dari nilai a.
3.4.2. VALIDASI MODEL
Untuk melihat kemampuan peramalan suatu model struktural,
maka perlu dilihat sampai berapa jauh terjadi perbedaan antara nilai
variabel-variabel endogen yang sebenarnya menurut observasi dengan
nilai variabel-variabel endogen ini menurut perhitungan simulasi dalam
periode yang diteliti. Oalam hal ini dilakukan ex-post forecasting.
Evaluasi atas kualitas model akan dilakukan dengan menggunakan
indikator Theil's Inequality Coefficient (U-Theil).
..................... (3.5)
Nilai U-Theil akan berada di antara no I dan satu, dimana nilai
nol menunjukkan ketepatan prediksi yang sempurna dan sebaliknya
untuk nilai satu.
42
3.4.3.
PROYEKSI MODEL
Proyeksi/prakiraan
sustainabilitas
fiskal
Indonesia
dalam
penelitian ini berdasarkan atas perhitungan proyeksi variabel-variabel
eksogen dengan cara :
•
Rule of thumb perkembangan jumlah uang beredar =
1,1 x
GROWTH. Dalam penelitian ini akan digunakan perhitungan M1
1,1 x GROWTH untuk Skenario 1; dan M1
= 1,2
=
x GROWTH untuk
Skenario 2 dan 4. Hasil dari perhitungan tersebut akan digunakan
untuk memproyeksikan inflasi dengan menggunakan rumus INFL =
a + b M1, sedangkan INFL pada skenario 4 merupakan proyeksi
RPJM.
•
Rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak pada tahun observasi
sebesar 2%
TAX
=
akan
digunakan
untuk
memproyeksikan
variabel
1,01 x TAXt- 1 untuk Skenario 1 dan 3; Skenario 2 TAX
=
1,02 x TAXt-1; sedangkan skenario 4 merupakan proyeksi RPJM.
•
Variabel overall balance diperhitungkan dengan mencari selisih
antara Penerimaan Pemerintah dan Pengeluaran Pemerintah. Ratarata pertumbuhan penerimaan pada tahun observasi sebesar 5,6%
akan
digunakan
untuk
memproyeksikan
variabel
Penerimaan
Pemerintah. Sedangkan Rata-rata pertumbuhan pengeluaran pada
tahun
observasi
sebesar
7%
akan
digunakan
untuk
memproyeksikan variabel Pengeluaran = 1,06 x Pengeluaran t- 1
untuk Skenario 1 dan 3; Pengeluaran
=
1,07 x Pengeluaran t- 1
untuk Skenario 2; sedangkan skenario 4 merupakan proyeksi RPJM.
•
Proyeksi variabel KURS dan PMA berdasarkan RPJM.
•
Proyeksi variabel
PDB Jepang diperoleh dari angka perkiraan
pertumbuhan ekonomi Jepang yang dikeluarkan oleh ADB, bahwa
untuk kurun waktu 2005-2009 perekonomian Jepang akan tumbuh
sebesar 0,8; 1,9; 1,9; 2,0 dan 2,0. sedangkan tingkat suku bunga
di
Jep~ng
diperoleh dengan metode Trend Linier.
43
BABIV
SUSTAINABILITAS FISKAL INDONESIA :
HASIL-HASII .
4.1.
ANALI~IS
MODEL
IDENTIFIKASI MODEL
Proses identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui ada atau
tidaknya kemungkinan untuk memperoleh parameter struktural dalam
suatu
sistem
sederhana
persamaan
(reduced
simultan
form).
Kondisi
dari
parameter
yang
harus
bentuk
dipenuhi
yang
suatu
persamaan untuk dapat dianggap dapat diidentifikasi, yaitu : (a)
Kondisi order (order condition); dan (b) Kondisi rank (rank condition).
4.1.1. KONDISI ORDER
Syarat perlu agar suatu persamaan teridentifikasi adalah bahwa
jumlah variabel bebas yang ada dalam sistem tetapi tidak ada dalam
persamaan harus paling tidak sama dengan jumlah variabel endogen
dalam sistem yang ada pada persamaan tersebut dikurangi satu. Jika
K adalah jumlah variabel bebas dalam sistem yang tidak ada dalam
persamaan dan G adalah banyaknya variabel endogen dalam sistem
yar.g ada dalam persamaan, maka kriteria untuk menyatakan suatu
persamaan adalah Under Identified, Just Identified maupun Over
Identified adalah :
•
K < G - 1 ----.. Under Identified
•
K
•
K > G- 1 -
=
G - 1 ----.. Just Identified
Over Identified
Berdasarkan kriteria di atas, maka terhadap persamaan yang
diteliti dapat dikemukakan hasilnya dalam Tabel 4.1 berikut :
44
Tabel 4.1. Kondisi Order dari Persamaan Model
Persamaan
No.
Kriteria
Keterangan
1.
Pri~ary
Balance
12 > 2- 1
Over Identified
2.
Konsumsi Rumah Tangga
13 > 2- 1
Over Identified
3.
Investasi
11 > 2- 1
Over Identified
4.
Konsumsi Pemerintah
12 > 2 - 1
Over Identified
5.
Ekspor
12 > 1 - 1
Over Identified
6.
Impor
12 > 2 - 1
Over Identified
7.
Suku Bunga
12 > 2- 1
Over Identified
8.
Stok Utang Pemerintah
13 > 2- 1
Over Identified
Sumber : Lampiran 3
4.1.2. KONDISI RANK
Proses
identifikasi
sufficient condition. Syarat
berikutnya
cu•:u~
adalah
dipenuhinya
kriteria
ini han 1:-'1 akan menegaskan bahwa
diantara variabel bebas yang tidak ada dalam persamaan tidak ada
yang berkorelasi sempurna. l<riteria u 1tuk Rank Condition adalah
sebagai berikut :
•
Jika Rank [Ri] < M-1 dan Rank [Ri*Ll] < M-1 --. Under Identified
•
Jika Rank [Ri]
•
Jika Rank [Ri] > M-1 dan Rank [Ri*Ll]
= M-1
dan Rank [Ri*Ll]
= M-1- Just Identified
= M-1 ---+Over Identified
Berdasarkan kriteria di atas, maka terhadap persamaan yang
diteliti dapat dikemukakan hasilnya dalam Tabel 4.2 berikut :
45
Tabel 4.2. Kondisi Rank dari Persamaan Model
No.
Persamaan
Kriteria
1.
Primary Balance
2.
Konsumsi Rumah Tangga
3.
Investasi
4.
Konsumsi Pemerintah
5.
Ekspor
6.
Impor
7.
Suku Bunga
8.
Stok Utang Pemerintah
Rank
Rank
Rank
Rank
Rank
Rank
Rank
Rank
Rank
Rank
Rank
Rank
Rank
Rank
Rank
Rank
[R1] = 18 > 8 [ R1* ~] = 7 = 8
[R2] = 19 > 8 [R2*~] = 7 = 8
[R3] = 17 > 8 [R3*b.] = 7 = 8
[R4] = 18 > 8 [R4*b.] = 7 = 8
[ RS] = 19 > 8 [RS*~] = 7 = 8
[R6] = 18 > 8 [R6*b.] = 7 = 8
[ R7] = 18 > 8 [B7*b.] = 7 = 8
[ R8] = 19 > 8 [R8*~] = 7 = 8
Keterangan
1
- 1
1
- 1
1
- 1
1
- 1
1
- 1
1
- 1
1
- 1
1
- 1
Over
Identified
Over
Identified
Over
Identified
Over
Identified
Over
Identified
Over
Identified
Over
Identified
Over
Identified
Sumber : Lampiran 3
Dari pengujian kedua kondisi tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa sistem persamaan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat
Over Identified dan dapat dilakukan penaksiran dengan metode Two
Stage Least Square (TSLS).
4.2.
EVALUASI MODEL
Evaluasi
ini
berguna
untuk memutuskan apakah estimasi-
estimasi ·yang telah dilakukan terhadap parameter sudah bermakna
secara teoritis (theoritically meaningful) dan nyata secara statistik
(statistically significant). Dalam mengevaluasi model, penelitian ini
menggunakan tiga kriteria, yaitu : (a) kriteria ekonomi; (b) kriteria
statistik;" dan (c) kriteria ekonometrika.
4.2.1. KRITERIA STATISTIK DAN EKONOMI
Kriteria statistik ditentukan oleh teori statistik, yaitu standar
deviasi (error) dari dugaan yang mengukur penyebaran dugaan di
46
sekitar parameter yang benar. Dalam hal ini akan dilihat uji koefisien
regresi secara parsial (uji t), uji model secara keseluruhan (uji F),
maupun
nilai
Adjusted
R-Square.
Sedangkan
kriteria
ekonomi
ditentukan oleh prinsip-prinsip teori ekonomi yang ditunjukkan oleh
arah dan besaran parameter yang menggambarkan hubungan ekonomi
yang sesuai. Berikut beberapa temuan pada tiap-tiap persamaan :
•
PERSAMAAN PRIMARY BALANCE
Beberapa hasil temuan untuk persamaan primary balance
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3. Hasil Uji Regresi Persamaan Primary Balance
:=
Varia bel
Persamaan
Koefisien Regresi
Konstanta
0.140660
KURS
Balance
t-statistic
Probability t-test
-0.671588
-0.238585
GROWTH
p~imary
-- -----
0.5039
-
4.990348
0.0000***
0.000424
6.802845
0.0000***
OVEBAL
0.588399
3.698965
0.0004***
R-Squared
0.849594
F-statistic
Adj R-Squared
0.799458
Prob (F-statistic)
16.94599
0.000481 ***
Keterangan :
*** signifikan pad a derajat kepercayaan 1%
Sumber : Lampiran 4
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi semua variabel
bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup
memberikan pengaruh yang besar terhadap rasio primary balance
terhadap PDB Indonesia untuk periode 1991 - 2003. Hal ini terlihat
dari
nilai
Adjusted
R-Squared
sebesar
0. 799458
yang
berarti
persamaan ini mampu menjelaskan perilaku rasio primary balance
terhadap PDB sebesar 79.9°/o dan uji F memberikan hasil yang cukup
baik, dimana mencapai sebesar 16.94599 (signifikan pada o. = 1 %).
Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa
variabel-variabel
terhadap variabel
yang
digunakan
mempunyai
hubungan
positif
rasio primary balance terhadap PDB kecuali untuk
47
konstanta.
Secara model, dengan tingkat signifikan
1°/o, tingkat
pertumbuhan PDB (GROWTH) mempunyai nilai koefisien sebesa'"
0.140660 yang artinya bahwa setiap kenaikan tingkat pertumbuhan
sebesar 1°/o, ceteris paribus, akan meningkatkan rasio primary balance
terhadap PDB sebesar 0.14%. Menurut teori, tingkat pertumbuhan
PDB memang berkorelasi positif terhadap primary balance. Apabila
terjadi kenaikan PDB yang berarti kenaikan aktivitas ekonomi akan
meningkatkan penerimaan maupun pengeluaran pemerintah sehingga
menaikkan keseimbangan primer anggaran pemerintah.
Rasio primary balance terhadap PDB juga dipengaruhi oleh nilai
kurs,
karena
beberapa
komponen
penerimaan
dan
pengeluaran
pemerintah sangat bergantung pada tingkat kurs, seperti pajak ekspor
dan impor juga harga minyak mentah dan bagi hasilnya. Dalam model,
perilaku rasio primary balance terhadap PDB dipengaruhi oleh nilai
tukar Rupiah terhadap Dolar, dimana dengan tingkat signifikan 1%,
nilai kurs mempunyai nilai koefisien sebesar 0.000424 yang artinya
bahwa setiap kenaikan nilai kurs sebesar 1 rupiah/dolar, ceteris
paribus, akan menaikkan rasio primary balance terhadap PDB sebesar
0. 000424°/o.
Sedangkan rasio overall balance terhadap PDB mempengaruhi
rasio primary balance terhadap PDB dengan nilai koefisien sebesar
0.588399 dengan tingkat signifikan 1%. Artinya kenaikan rasio overall
balance terhadap PDB sebesar 1%, ceteris paribus, akan menaikkan
rasio primary balance terhadap PDB sebesar 0.59°/o.
•
PERSAMAAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
Beberapa hasil temuan untuk persamaan
konsumsi rumah
tangga adalah sebagai berikut :
48
Tabel 4.4. Hasil Uji Regresi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga
Varia bel
Persamaan Konsumsi Rumah Tangga
Konstanta
Probability t-test
t-statistic
Koefislen Regresi
-3.764741
-47200.76
0.0003***
-
PDB
0.383041:.
6.Hu5658
0.0000***
CONSP(-1)
0.629119
12.47821
0.0000***
R-Squared
0.993511
r--statistiL
Adj R-Squared
0.992214
Prob {F-statistic)
765.5704
0.000000***
Keterangan :
*** signifikan pad a derajat kepercayaan 1%
Sumber : Lampiran 4
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi semua variabel
bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup
memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku konsumsi rumah
tangga Indonesia untuk periode 1991 - 2003. Hal ini terlihat dari nilai
Adjusted R-Squared sebesar 0.992214 yang berarti persamaan ini
mampu menjelaskan perilaku konsumsi rumah tangga sebesar 99,2%
dan uji F memberikan hasil yang baik, dimana mencapai sebesar
765.5704 (signifikan pada a= 1°/o).
Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa
variabel-variabel
yang
digunakan
mempunyai
hubungan
positif
terhadap variabel konsumsi rumah tangga kecuali untuk konstanta.
Secara model, dengan tingkat signifikan 1°/o, Produk Domestik Bruto
(PDB) mempunyai nilai koefisien sebesar 0.383040 yang artinya
bahwa setiap kenaikan PDB sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus,
akan meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar 383 juta rupiah.
Perilaku
konsumsi
juga
sangat
dipengaruhi
oleh
perilaku
konsumsi periode sebelumnya, biasanya karena alasan psikologis.
Dengan adanya kebiasaan (inertia), orang tidak segera merubah
kebiasaan konsumslnya dengan segera walaupun terjadi penurunan
harga atau kenaikan pendapatan. Dalam model, perilaku konsumsi
rumah tangga
dipengaruhi oleh
konsumsi
rumah
tangga
tahun
sebelumnya (Consp( -1)), dimana dengan tingkat signifikan 1%, nilai
konsumsi rumah tangga tahun sebelumnya memounyai nilai koefisien
49
sebesar 0.629119 yang artinya bahwa jika terjadi kenaikan konsumsi
rumah tangga tahun sebelumnya sebesar 1 miliar rupiah, ceteris
paribus, akan meningkatkan konsumsi rumah tangga tahun sekarang
sebesar 629,1 juta rupiah.
•
PERSAMAAN INVESTASI
Beberapa hasil temuan
untuk persamaan
investasi adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.5. Hasil Uji Regresi Persamaan Investasi
Varia bel
Persamaan Investasi
Koefisien Regresi
Konstanta
t-statistic
Probability t-test
29046.12
2.767694
0.0071 ***
r
-1308.100
-3.319687
0.0014***
INFL
-1703.211
-5.447133
0.0000***
PMA
27.86490
2.637553
0.0102**
INVEST(-1)
0.875227
6.832205
0.0000***
R-Squared
0.950375
F-statistic
Adj R-Squared
0.925563
Prob (F-statistic)
38.30260
0.000029 1:**
Keterangan :
*** signifikan pada de raj at kepercayaan 1%
** signifikan pada derajat kepercayaan 5%
Sumber : Lampiran 4
Dari tabel di atas
dapa~
dilihat bar. Na variasi semua varia bel
bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup
be~ar
terhaL'ap perilaku investasi swasta
Indonesia untuk periode 1991 -
2003. Hal ini terlihat dari nilai
memberikan pengaruh yang
Adjusted R-Squared sebesar 0.925563 yang berarti persamaan ini
mampu menjelaskan perilaku investasi swasta sebesar 92.6°/o dan uji
F memberikan hasil yang cukup baik, dimana mencapai sebesar
38.30260 (signifikan pada a= 1°/o).
Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa
variabel-variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif dan
negatif terhadap variabel investasi swasta.
Pada model perilaku
50
investasi swasta diperoleh koefisien suku bunga SBI 3 bulan (r)
sebesar -1308.100 dimana dengan tingkat signifikan 1°/o, berarti
bahwa setiap kenaikan tingkat suku bung a SBI 3 bulan sebesar 1°/o,
ceteris paribus, akan menurunkan investasi swasta 1.308,1 miliar
rupiah.
Dana investasi yang dilakukan swasta sebagian besar diperoleh
dari pinjaman modal kepada pihak perbankan yang sangat terkait
dengan tingkat bunga pinjaman tersebut. Sehingga terdapat hubungan
negatif antara investasi terhadap suku bunga, yaitu bila tingkat suku
bunga tui"un maka investasi akan naik sedangkan bila tingkat suku
bunga naik akan menyebabkan penurunan investasi. Suku bunga
diskonto
Bank Indonesia
merupakan
salah
satu
patokan
untuk
menentukan tingkat bunga pada perbankan di Indonesia. Pergerakan
suku bunga SBI menjadi toluk ukur bagi tingkat bunga lainnya,
sehingga kenaikan suku bunga SBI dengan sendirinya mendorong
kenaikan suku bunga dana antar bank dan suku bunga deposito.
Kenaikan suku bunga deposito pada akhirnya akan mengakibatkan
kenaikan suku bunga pinjaman di bank-bank.
Tingkat inflasi juga mempengaruhi perilaku investasi yang
dilakukan swasta, dimana apabila tingkat inflasi tinggi berarti terjadi
kenaikan tingkat harga sehingga nilai investasi juga akan bertambah
mahal. Jadi, terdapat hubungan negatif antara tingkat inflasi dengan
perilaku investasi.
Dalam model, perilaku investasi swasta juga
dipengaruhi oleh tingkat inflasi PDB (!NFL), dimana dengan tingkat
signifikan
1°/o, tingkat inflasi mempunyai nilai
koefisien sebesar
-1703.211 yang artinya bahwa setiap kenaikan tingkat inflasi sebesar
1°/o, ceteris paribus, akan menurunkan investasi swasta sebesar
1. 703,2 miliar rupiah.
Sedangkan penanaman modal asing (PMA) sangat diperlukan
untuk pemasukan
devisa,
penciptaan
lapangan
kerja
dan
akan
mendorong investor dalam negeri untuk melakukan investasi. Dalam
model, PMA mempengaruhi tingkat investasi di Indonesia, dimana
dengan tingkat signifikan 5°/o, nilai PMA mempunyai nilai koefisien
51
sebesar 27.86490 yang artinya bahwa setiap kenaikan nilai PMA
sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, akan menaikkan investasi
swasta 27,9 miliar rupiah.
Besarnya
investasi
tahun
sebelumnya
juga
mempengaruhi
perilaku investasi, dengan tingkat signifikan 1%, nilai investasi swasta
tahun sebelumnya (INVEST(-1)) mempunyai nilai koefisien sebesar0.875227 yang artinya bahwa jika terjadi kenaikan investasi swasta
tahun sebelumnya sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, akan
meningkatkan investasi swasta tahun sekarang sebesar 875,2 juta
rupiah. Perilaku investasi ini dikarenakan investor jika ingin melakukan
investasi maka ia akan melihat investasi tahun lalu sebagai ekspektasi
dari investasinya sekarang.
•
PERSAMAAN KONSUMSI PEMERINTAH
Beberapa hasil temuan untuk persamaan konsumsi pemerintah
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6. Hasil Uji Regresi Persamaan Konsumsi Pemerintah
Variabel
Persamaan Konsumsi Pemerintah
t-statistic
Koefisien Regresi
Konstanta
TAX
-10843.47
1494.371
CONSG(-1)
-----·
--
Probability t-test
-4.757058
0.0000***
8.342123
0.0000***
-
0.805357
11.39362
0.0000***
-----
GROWTH
207.3864
R-Squared
0.975002
F-statistic
Adj R-Squared
0.966669
Prob (F-statistic)
5.982321
0.0000***
117.0085
0.(")0000***
Keterangan :
*** signifikan pad a derajat kepercayaan 1%
Sumber : Lampiran 4
--
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi semua variabel
bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup
memberikan
pengaruh
yang
besar
terhadap
perilaku
konsumsi
pemerintah Indonesia untuk periode 1991 - 2003. Hal ini terlihat dari
52
nilai Adjusted R-Squared sebesar 0. 966669 yang berarti persamaan ini
mampu menjelaskan perilaku konsumsi pemerintah sebesar 96, 7°/o
dan uji F memberikan hasil yang cukup baik, dimana mencapai
sebesar 117.0085 (signifikan pada a= 1%).
Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa
variabel-variabel
yang
digunakan
mempunyai
hubungan
positif
terhadap variabel konsumsi pemerintah, kecuali untuk konstanta.
Secara model, dengan tingkat signifikan 1%, rasio penerimaan pajak
terhadap PDB (TAX) mempunyai nilai koefisien sebesar 1494.331 yang
artinya bahwa setiap kenaikan rasio penerimaan pajak terhadap PDB
sebesar 1 °/o, ceteris paribus, akan
m~ningkatkan
konsumsi pemerintah
sebesar 1.494,3 milyar rupiah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
kenaikan pendapatan akan meningkatkan konsumsi, demikian juga
halnya
dengan
pemerintah
yang
sebagic·1
besar pendapatannya
diperoleh dari penerimaan perpajakan. Dengan demikian kenaikan
penerimaan pajak akan memperbesar konsumsi pemerintah.
Perilaku konsumsi pemerintah juga dipengaruhi oleh perilaku
konsumsi pemerintah perio..;e sebelumnya, seperti pola konsumsi
rumah tangga pada umumnya. Dengan adanya kebiasaan (inertia),
orang tidak segera merubah kebiasaan konsumsinya dengan segera
walaupun terjadi penurunan harga atau kenaikan pendapatan. Hal ini
juga terjadi pada konsumsi pemerint<:Jh yang
dip~ngaruhi
oleh nilai
konsumsi pemerintah tahun sebelumnya (Cu:1s 9 (-1)), dimana dengan
tingkat signifikan 1%, nilai konsumsi pemerintah tahun sebelumnya
merr.punyai nilai koefisien sebesar 0.805357 yang artinya bahwa jika
terjadi kenaikan konsumsi pemerintah tahun sebelumnya sebesar
1
miliar
rupiah,
ceteris paribus,
akan
meningkatkan
konsumsi
pemerintah sebesar 805,4 juta rupiah.
Selain itu, pertimbangan pemerintah dalam membuat kebijakan
pengeluarannya
adalah
nilai
PDB,
dr:11gan
demikian
tingkat
pertumbuhan PDB juga mempengaruhi pengeluaran pemerintah dan
berhubungan positif. Dalam model, perilaku
· dipengaruhi
oleh
tingkat pertumbuhan
PDB
konsu~si
pemerintah
(GROWTH),
dirr,ana
53
dengan tingkat signifikan 1%, tingkat pertumbuhan mempunyai nilai
koefisien sebesar 207.3864 yang artinya bahwa setiap kenaikan
tingkat pertumbuhan sebesar 1%, ceteris paribus, akan meningkatkan
konsumsi pemerintah sebesar 207,4 miliar rupiah.
•
PERSAMAANEKSPOR
Beberapa hasil temuan untuk persamaan ekspor adalah sebagai
berikut :
Tabel 4. 7. Hasil Uji Regresi Persamaan Ekspor
Varia bel
Persamaan Ekspor
Koefisien Regresi
Konstanta
PDBipn
rjpn
t-statistic
Probability t-test
-226871.2
-3.001105
0.0037***
0.657939
4.524666
o.oooo·~**
-8288.710
-1.938438
0.0564
R-Squared
0.765677
F-statistic
Adj R-Squared
0.718813
Prob (F-statistic)
Keterangan :
*** signifikan pa 'a derajat
Sumber : Lampiran 4
ke~ ~rcayaan
16.33811
··-
0.000706***
1%
Dari tabel di atas dapat CJilihat be:1hwa variasi semua variabel
bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup
memberikan pengaruh yang besar terhadap ekspor ln1 :onesia untuk
periode 1991 - 2003. Hal ini terlihat dari nilai Adjusted R-Squared
sebesar 0. 718813 yang berarti persamaan ini mampu menjelaskan
perilaku ekspor Indonesia sebesar 71,9% dan uji F memberikan hasil
yang cukup baik, dimana mencapai sebesar 16.33811 (signifikan pada
a = 1°/o).
Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa
variabel-variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif dan
negatif terhadap variabel ekspor.
Secara model, dengan tingkat
signifikan 1 °/o, Produk Domestik Bruto Jepang (PDBjpn) mempunyai
54
nilai koefisien sebesar 0.657939 yang artinya bahwa setiap kenaikan
PDB Jepang sebesar 1 juta Yen, ceteris paribus, akan meningkatkan
ekspor Indonesia sebesar 657,9 juta rupiah.
Sedangkan
mempengaruhi
tingkat
nilai
suku
ekspor
bunga
di
Indonesia,
Jepang
dimana
(rjpn)
dengan
juga
tingkat
signifikan 6°/o, tingkat suku bunga di Jepang mempunyai nilai koefisien
sebesar -8288.710 yang artinya bahwa setiap kenaikan tingkat suku
bung a di Jepang sebesar 1%, ceteris paribus, akan menurunkan
ekspor Indonesia sebesar
8.28~,7
miliar
ru~;ah.
Hasil yang diperoleh model di atas telah sesuai dengan teori
bahwa permintaan ekspor aka. 1 san gat bergantung pada aktivitas
perekonomian luar negeri negara tujuan ekspor tersebut. Untuk
Indonesia, nilai ekspornya akan sangat tergantung pada .,erekonomian
Jepang sebagai negara tujuan ekspor yang utama. Sehingga kenaikan
PDB Jepang akan menaikkan ekspor Indonesia sedangkan kenaikan
tingkat bunga di Jepang akan menurunkan ekspor Indonesia.
•
PERSAMAAN IMPOR
Beberapa hasil temuan untuk persamaan impor adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.8. Hasil Uji Regresi Persamaan Impor
-
Variabel
Persamaan Impor
Koefisien Regresi
t-statistic
Probability t-test
Konstanta
-79083.57
-3.500702
0.0008***
KURS
-3.623525
-3.948777
0.0002***
PDB
0.492594
7.688122
0.0000***
INFL
793.0167
5.328730
0.0000***
R·Squared
0.889807
F·statistic
Adj R-Squared
0.853076
Prob {F-statistic)
--
24.22496
0.000121 ***
Keterangan :
*** signifikan pad a derajat kepercayaan 1%
Sumber : Lamplran 4
55
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi semua variabel
bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup
membertkan pengaruh yang besar terhadap perilaku impor Indonesia
untuk periode 1991 -
2003. Hal ini terlihat dari nilai Adjusted
R-Squared sebesC'Ir 0.853076 yang berarti persamaan ini mampu
menjelaskan perilaku ekspor sebesar 85,3°/o dan uji F memberikan
hasil yang cukup baik, dimana mencapai sebesar 24.22496 (signifikan
pada a = 1°/o).
Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa
variabel-variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif dan
negatif terhadap
variabel
impor.
Secara
model,
dengan tingkat
signifikan 1°/o, nilai tukar rupiah terhadap dolar (KURS) mempunyai
nilai koefisien sebesar -3.623525 yang artinya bahwa setiap kenaikan
nilai kurs sebesar 1 rupiah/dolar, ceteris paribus, akan menurunkan
impor sebesar 3,6 miliar rupiah. Menurut teori, nilai kurs memang
berkorelasi negatif terhadap impor karena jika terjadi perubahan kurs
berupa depresiasi artinya adalah harga barang produksi luar negeri
akan
bertambah
mahal
jika
dinilai
dengan
rupiah
walaupun
sebenarnya harga barang tersebut tidak mengalami kenaikan apabila
dinilai dengan dolar sehingga akan menurunkan nilai impor.
Sedangkan Produk Domestik Bruto (PDB) juga mempengaruhi
nilai impor Indonesia, dimana dengan tingkat signifikan 1°/o, nilai PDB
mempunyai nilai koefisien sebesar 0.492594 yang artinya bahwa
setiap kenaikan PDB sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, akan
menaikkan impor sebesar 492,6 juta rupiah. Besaran PDB memang
bisa menggambarkan kondisi perekonomian secara agregat, sehingga
apabila PDB meningkat maka dapat dikntakan tingkat kemakmuran
juga meningkat sehingga dapat mendorong impornya.
Selain itu impor juga dipengaruhi oieh tingkat inflasi PDB (INFL),
dimana bila terjadi kenaikan inflasi berarti harga barang produksi
dalam negeri akan menjadi lebih mahal sehingga sebagai gantinya
orang akan membeli barang produksi luar negeri yang relatif lebih
murah. Dalam model, perilaku impor dipengaruhi oleh tingkat inflasi
56
dimana dengan tingkat signifikan 1%, tingkat inflasi mempunyai nilai
koefisien sebesar 793.0167 yang artinya bahwa setiap terjadi kenaikan
inflasi
se~esar
1°/o, ceteris paribus, akan menaikkan impor sebesar
793 miliar rupiah.
•
PERSAMAAN SUKU BUNGA
Beberapa hasil temuan untuk persamaan tingkat suku bunga
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.9. Hasil Uji Regresi Persamaan Suku Bunga
Varia bel
Persamaan Tingkat Suku Bunga
t-statistic
Koefisien Regresi
Konstanta
-3.290068
M1
-0.000330
GROWTH
---
2.369691
~
Probability t-test
-0.284249
0.7770
-1.145029
0.2559
7.146586
0.0000***
----
KURS(-1)
0.001970
R-Squared
0.862415
F-statistic
Adj R-Squared
0.816553
Prob (F-slatistic)
3.2.31956
0.0018***
18.80468
0.000324***
Keterangan :
*** signifikan pada derajat kepercayaan 1%
Sumber : Lampiran 4
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi semua variabel
bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup
memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat suku bunga untuk
periode 1991 - 2003. Hal ini terlihat dari nilai Adjusted R-Squared
sebesar 0.816553 yang berarti persamaan ini mampu menjelaskan
perilaku tingkat suku bunga sebesar 81,7°/o dan uji F memberikan hasil
yang cukup baik, dimana mencapai sebesar 18.80468 (signifikan pada
a = 1 °/o).
Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa
variabel-variabel
yang
digunakan
mempunyai
hubungan
yang
bervariasi, baik positif maupun negatif, terhadap variabel tingkat suku
bunga SBI 3 bulan. Secara model, dengan tingkat signifikan 30%,
57
jumlah
uang
beredar
(M1)
mempunyai
nilai
koefisien
sebesar
-0.000330 yang artinya bahwa setiap kenaikan jumlah uang beredar
sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, akan menurunkan tingkat
suku bunga sebesar 0,000330°/o.
Pertumbuhan ekonomi juga mempengaruhi tingkat suku bunga,
dimana dengan tingkat signifikan 1°/o, varia bel GROWTH mempunyai
nilai koefisien sebesar 2.369691 yang artinya bahwa setiap ada
kenaikan tingkat pertumbuhan sebesar 1°/o, ceteris paribus, akan
menaikkan tingkat suku bunga sebesar 2,37%. Pertumbuhan ekonomi
mencerminkan
kenaikan
pendapatan
yang
berarti
meningkatkan
permintaan terhadap uang (M 0 ). Adanya peningkatan permintaan
terhadap uang ini, jika tidak diikuti peningkatan penawaran uang (M 5 )
akan menyebabkan peningkatan suku bunga.
Sedangkan
tingkat
kurs tahun
sebelumnya
mempengaruhi
tingkat suku bunga, dimana dengan tingkat signifikan 1°/o, nilai kurs
mempunyai nilai koefisien sebesar 0.001970 ya'l9 artinya bahwa
setiap
kenaikan
tingkat
kurs
sebesar
1
Rupiah/Dolar
tahun
sebelumnya, ceteris paribus, akan menaikkan tingkat suku bunga
sebesar 0,001970°/o. Salah satu cara untuk menahan depresiasi nilai
tukar rupiah adalah dengan cara menaikkan suku bunga SBI yang
pada akhirnya akan diikuti oleh suku bunga deposito. Diharapkan
dengan adanya bagi hasil pemilik rupiah yang semakin besar akan
mendorong pemilik uang tetap memegang rupiah.
•
PERSAMAAN STOK UTANG PEMERINTAH
Beberapa hasil temuan untuk persamaan stok utang pemerintah
~dalah
sebagai berikut :
58
Tabel 4.10. Hasil Uji Regresi Persamaan Stok Utang Pemerintah
Varia bel
Persamaan Stok Utang Pemerintah
t-statistic
Koefisien Regresi
Probability t-test
Konstanta
-36.42207
-1.517016
0.1335
OVEBAL
-15.93686
-6.447230
0.0000***
PDB
0.000207
3.265636
0.0017***
R-Squared
0.861239
F-statistic
Adj R-Squared
0.833487
Prob (F-statistic)
31.03322
0.000051 ***
Keterangan :
*** sJgmfikan pada deraJat kepercayaan 1%
Sumber : Lampiran 4
Dai-i tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi semua variabel
bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup
memberikan
pengaruh
yang
besar
terhadap
rasio
stok
utang
pemerintah terhadap PDB Indonesia untuk periode 1991 - 2003. Hal
ini terlihat dari nilai Adjusted R-Squared sebesar 0.833847 yang
berarti
persamaan
ini
mampu
menjelaskan
perilaku
stok
utang
pemerintah sebesar 83A% dan uji F memberikan hasil yang cukup
baik, dimana mencapai sebesar 31.03322 (signifikan pada a = 1%).
Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bah·Na
variabel-variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif dan
negatif terhadap variabel ekspor. Secara model, dengan tingkat
signifikan
1°/o,
rasio
overall
balance
terhadap
PDB
(OVEBAL)
mempunyai nilai koefisien sebesar -15.93686 yang artinya bahwa
setiap kenaikan rasio overall balance terhadap PDB sebesar 1%,
ceteris paribus,
akan
menurunkan
rasiu
stok
utang
pemerintah
terhadap PDB sebesar 15,9%.
Sedangkan Produk Domestik Bruto (PDB) juga mempengaruhi
tingkat rasio stok utang pemerintah terhadap PDB, dimana dengan
tingkat signifikan 1°/o, nilai PDB mempunyai nilai koelisien sebesar
0.000207 yang artinya bahwa setiap kenaikan PDB sebesar 1 miliar
rupiah, ceteris paribus, akan menaikkan rasio stok utang pemerintah
terhadap PDB sebesar 0,000207%.
59
Hasil yang diperoleh dari model di atas juga telah sesuai dengan
teori.
PDB
akan
pemerintah.
Bila
berhubungan
terjadi
negatif dengan
penurunan
PDB
defisit anggaran
artinya
aktivitas
perekonomian turun akan menyebabkan pendapatan kena pajak serta
laba perusahaan menurun sehingga penerimaan pnjak turun. Selain
itu, beberapa kelompok pengeluaran pemerintah, misalnya subsidi,
cenderung
naik
bila
perekonomian
menurun.
Jadi
penurunan
penerimaan pajak akibat menurunnya PDB dan kenaikan pengeluaran
pemerintah akan menyebabkan defisit sehingga mempengaruhi stok
utang pemerintah.
4.2.2. KRITERIA EKONOMETRIKA
Kriteria ini ditentukan berdasarkan teori ekonometrika. Dalam
penelitian ini, pengujian yang dilakukan adalah heteroskedastisitas dan
autokore/asi, sedangkan pelanggaran asumsi multikolinearitas tidak
dilakukan karena tujuan penelitian ini adalah prediksi sehingga adanya
multikolinearitas bisa diabaikan. (Gujarati, 2003 hal. 369)
4. 2. 2.1.
Hasil
HETEROSKEDASTISITAS
uji
White's
Heteroscedasticity
persamaan dapat dilihat pada t.Jbel
Test
dari
tiap-tiap
beril~ut.
60
Tabel 4.11. Hasil Uji White's Heteroscedasticity Test
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Obs*R-squared
Persamaan
Probability
8.564863
3.732410
4.760183
7.212069
3.880975
10.49700
5.332766
1.568623
Primary Balance
Konsumsi Rumah Tangga
Investasi
Konsumsi Pemerintah
Ekspor
Impor
Suku Bunga
Stok Utang Pemerintah
0.199569***
0.443430***
0. 782874***
0.301680***
0.422354***
0.105223***
0.501895***
0.814420***
Keterangan :
*** signifikan pad a derajat kepercayaan 1%
Sumber : Lampiran 5
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh persamaan yang
diuji tidak mengandung masalah heteroskedastisitas, dimana hasil uji
White's Heteroscedasticity Test semua sigl"ifikan pada a
4.2.2.2.
= 1%.
AUTOKORELASI
Hasil uji Durbin Watson Statistic dan Breusch-Godfrey Test dari
tiap-tiap persamaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.12. Hasil Uji Durbin Watson Statistic dan Breusch-Godfrey Test
No.
Persamaan
ow
Statistic
1
Primary Balance
2
BG
- - Obs*R 2
Test
Probability
1.874101
0.304460
0.858791 ***
Konsumsi RT
2.295164*)
1.959150
0.375471 ***
3
Investasi
1.423829*)
4.595982
0.100460***
4
Konsumsi Pemerintah
1.658116*)
5.444694
0.065720***
5
Ekspor
2.819826
3.549943
0.169488***
6
Impor
1.974858
6.661633
0.035764***
7
Suku Bunga
2.129460*)
0.714539
0.699584***
8
Stok Utang
2.419217
3.509440
0.172956***
Keterangan :
*** signifikan pada derajat kepercayaan 1%
* persamaan mengandung lag
Sumber : Lampiran 4 dan 6
61
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil uji
Durbin Watson Statistic pada persamaan yang diuji tidak mengandung
masalah
autokorelasi,
dimana
hasil
uji
Durbin
Watson
Statistic
mempunyai nilai antara 1.587166 sampai 2.819826 yang berada pada
interval antara nilai Dwu dan (4 - DWu), kecuali Persamaan Ekspor
yang
berada
pada
daerah
yang
tidak
dapat
disimpulkan,
tapi
berdasarkan hasil uji Breusch-Godfrey Test untuk semua persamaan
signifikan pad a a
= 1°/o,
sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh
persamaan tidak mengandung masalah autokorelasi.
4.3.
PERKEMBANGAN SUSTAINABILITAS FISKAL INDONESIA
Dalam menganalisa keadaan sustainabilitas fiskal Indonesia,
seperti yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka kondisi
fiskal yang dapat dikatakan sustainable dapat dicapai -
menurut
accounting approach- bila surpbt :=:: (rt-gt)bt-n/(l+gt)· Artinya, keadaan
yang sustainable dapat terjadi jika terdapat selisih positif antara sisi
kiri dengan sisi kanan dari rumus di atas. Dalam penelitian ini, kondisi
tersebut didefinisikan menjadi suatu persamaan indentitas sebagai
berikut :
GAP PB = b- r- GROWTH debt(-1)
p
!+GROWTH ·
........... (4 .!)
Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi fiskal yang sustainable terjadi
bila GAP PB bernilai
positif dan sebaliknya,
kondisi fiskal
yang
unsustainable terjadi bila GAPPB bernilai negatif.
Setelah 42 kali iterasi untuk mencapai konvergensi maka hasil
perhitungan simulasi ex-post dari model dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
62
Tabel 4.13. Hasil Simulasi Ex-post Sustainabilitas Fiskal
Tahun
pb
pbf
1990
3.270000
3.270000
1991
1.820000
1.147387
19.72463
1992
1.040000
0.760680
14.32856
1993
1.210000
0.518237
148.1205
1994
2.240000
2.155492
12.25713
1995
2.630000
2.567846
8.798055
1996
2.090000
2.517158
8.259756
1997
0.820000
1.831481
15.59245
1998
1.390000
1.031847
-142.0725
1999
1.160000
2.231205
-89.87749
2000
2.910000
2.999068
-27.80806
2001
3.180000
3.090447
-38.52052
2002
3.840000
3.099416
-96.63000
2003
2.820000
3.557564
-47.48702
GAP PBF
NA
Sumber : Lampiran 7
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pemerintah cukup berhatihati
dalam
menjaga
kondisi
fiskal.
Hal
ini
bisa
dilihat
dari
perkembangan nilai aktual pri'11ary balan,:o yang berada antara 0,82
(1997) sampai dengan 3,84 (2002) sedangkan nilai simulasinya
berada pada kisaran 0,52 (1993) sampai dengan 3,56 (2003). Namun
demikian, bila dilihat dari perkembangan nilai GAP PBF terlihat bahwa
dalam kurun waktu 1991-2003 terjadi keadaan yang unsustainable
yaitu pada tahun 1998, 1999, 2000, 2001, 2002 dan 2003.
Keadaan yang unsustainable dari tahun 1998 sampai dengan
tahun 2003 terjadi akibat tingkat suku bunga yang melebihi tingkat
pertumbuhan sehingga menyebabkan nilai (rt-gt)bt-nl(1+gt) negatif.
Keadaan fiskal yang unsustainable pada tahun 1998 terjadi pada saat
Indonesia mengalami krisis ekonomi. Pada tahun ini, walaupun nilai
suku bunga lebih kecil dari pada nilai growth, namun karena pada
tahun ini Indonesia tidak mengalami pertumbuhan (stagnasi), hal ini
63
tercermin dari nilai growth yang negatif yaitu -13,13°/o sedangkan nilai
simulasinya sebesar -14,62°/o, sehingga menyebabkan keadaan yang
unsustainable. Sedangkan tingkat suku bunga sebesar -43,47% dan
nilai simulasinya -45,28°/o. Selain itu nilai lag stok utang pemerintah
mencapai 73,6°/o, jauh lebih tinggi dari pada tahun 1996 sebelum
dimulainya krisis yang hanya 24,8°/o sedangkan nilai simulasinya
63,56°/o yang meningkat dua kali liput dibanding tahun 1996 yang
sebesar 31°/o. Peningkatan stok utang pemerintah ini selain akibat dari
depresiasi rupiah maupun pinjaman baru pemerintah, baik yang rutin
diterima dari CGI maupun bantuan ekstra dari Bank Dunia atau IMF
atau pemerintah-pemerintah dari sejumlah negara-negara sahabat
secara individu (pinjaman bilateral) karena defisit APBN yang terus
membesar. Defisit ini bertambah besar lagi karena pendapatan dari
hasil ekspor minyak yang dalam kenyataannya jauh lebih kecil
daripada yang diperhitungkan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh
harga minyak di pasar dunia yang menurun drastis menjadi USD 10
per barel pada bulan Maret/April 1998 dibandingkan USD 17 per barel
sebagai patokan APBN 1998/1999. (Tambunan, 1998)
Pada tahun 1999 tingkat suku bunga 9,41 °/o dan tingkat
pertumbuhan 0, 79°/o sedangkan nilai simulasinya adalah 12,51 °/o
untuk suku bunga dan 4,45% untuk pertumbuhan. Pada tahun 2000
tingkat
suku
bunga
2,68°/o
dan
tingkat
pertumbuhan
4,92%
sedangkan nilai simulasinya adalah 7,48°/o untuk suku bunga dan
5,17°/o untuk pertumbuhan. Pada tahun 2001 tingkat suku bunga
4,24°/o dan tingkat pertumbuhan 3,45% sedangkan nilai simulasinya
adalah 4,24°/o untuk suku bunga dan 4,23°/o untuk pertumbuhan. Pada
tahun 2002 tingkat suku bunga 9,77°/o dan tingkat pertumbuhan
3,69°/o sedangkan nilai simulasinya adalah 9,77°/o untuk suku bunga
dan 3,06°/o untuk pertumbuhan. Pada tahun 2003 tingkat suku bunga
3,6°/o dan tingkat pertumbuhan 4,1% sedangkan nilai simulasinya
adalah 9, 73°/o untuk suku bunga dan 5,56°/o untuk pertumbuhan.
Sedangkan nilai lag stok utang pemerintah mempunyai kecenderungan
peningkatan, yaitu untuk tahun 1999 sampai dengan tahun 2003
64
secara berturut-turut adalah 56,9%; 85,5%; 97,3°/o; 86,2%; dan
75,2% sedangkan nilai simulasinya adalah 62,31 %; 82,07%; 76,41;
93, 78°/o; dan 80, 16°/o.
4.4.
VALIDASI MODEL
Validasi model dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi
daya prediksi model terhadap variabel-variabel endogen. Indikator
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
Theil's
Inequality
Coefficient (U-Theil). Apabila nilai U-Theil = 0 berarti bahwa nilai
simulasi sama dengan nilai aktual yang disebut perfectfit. Jika
U-Theil
= 1 maka
nilai
nilai ramalan selalu nol jika nilai aktual bukan nol.
Hasil uji forecast evaluation tiap variabel endogen dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.14. Koefisien Theil Inequality
No.
U-Theil
Variabel endogen
1
Konsumsi Pemerintah (CONSg)
0.006074
2
Konsumsi Rumah Tangga (CONSp)
0.016683
3
Stok Utang Pemerintah (DEBT)
0.023138
4
Pertumbuhan Ekonomi (GROWTH)
0.065140
5
Investasi (INVEST)
0.011046
6
Impor (M)
0.029182
7
Primary Balance (pb)
0.048131
8
Produk Domestik Bruto (PDB)
0.010842
9
Suku Bunga (r)
0.067890
10
Ekspor(X)
0.008880--
Sumber : Lampiran 8
-
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel endogen
memiliki nilai U-Theil yang mendekati nol, yakni antara 0,006 hingga
0,068. Keadaan ini menunjukkan bahwa secara keseiL.-uhan model
65
memiliki daya prediksi yang baik, dengan demikian variabel-variabel
0
endogen hasil prediksi dapat
di~~takan
l·ukup berimpit dengan nilai-
nilai aktualnya. Nilai U-Theil yang nyaris sempurna dicapai oleh
variabel CONSg dengan nilai 0,006, sedangkan nilai terhuruk sebesar
0,068 diperoleh dari variabel r.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan
gerak kecenderungan dan variasi variabel endogen dapat diprediksi
oleh model dengan memuaskan. Oleh karena itu, model dapat
dimanfaatkan untuk proses berikutnya, yakni proyeksi.
4.5.
PRAKIRAAN SUSTAINABILITAS FISKAL INDONESIA
Proses simulasi model dilakukan untuk periode yang akan
datang, yaitu untuk tahun 2005-2009, dengan demikian simulasi ini
ber-sifat
ex-ante. Di dalam periode tersebut, terlebih dahulu dibuat
proyeksi bagi variabel-variabel eksogen.
Dalam penelitian ini, seperti yang sudah dijelaskan pada bab
terdahulu, angka perkiraan untuk variabel eksogen pada simulasi yang
dilakukan dilakukan dengan cara :
•
Rule of thumb perkembangan jumlah uang beredar =
1,1 x
GROWTH. Dalam penelitian ini akan digunakan perhitungan M1 =
1,1 x GROWTH untuk Skenario 1; dan M1 = 1,2 x GROWTH untuk
Skenario 2 dan 4. Hasil dari perhitungan tersebut akan digunakan
untuk memproyeksikan inflasi dengan menggunakan rumus INFL =
a
+ b M1, sedangkan INFL pada skenario 4 merupakan proyeksi
RPJM.
•
Rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak pada tahun observasi
sebesar 2°/o akan digunakan untuk memproyeksikan variabel
TAX = 1,01 x TAXt- 1 untuk Skenario 1 dan 3; Skenario 2 TAX =
1,02 x TAXt- 1 ; sedangkan skenario 4 merupakan proyeksi RPJM.
66
•
Variabel overall balance diperhitungkan dengan mencari selisih
antara Penerimaan Pemerintah dan Pengeluaran Pemerintah. Ratarata pertumbuhan penerimaan pada tahun observasi sebesar 5,6°/o
akan
digunakan
untuk
memproyeksikan
variabel
Penerimaan
Pemerintah. Sedangkan Rata-rata pertumbuhan pengeluaran pada
tahun
observasi
sebesar
7°/o
akan
digunakan
untuk
memproyeksikan variabel Pengeluaran = 1,06 x Pengeluaran
t-1
untuk Skenario 1 dan 3; Pengeluaran = 1,07 x Pengeluaran
t- 1
untuk Skenario 2; sedangkan skenario 4 merupakan proyeksi RPJM.
•
Proyeksi variabel KURS dan PMA berdasarkan RPJM.
•
Proyeksi variabel PDB Jepang diperoleh dari angka perkiraan
pertui'Tlbuhan ekonomi Jepang yang dikeluarkan oleh ADB, bahwa
untuk kurun waktu 2005-2009 perekonomian JeJ:·ang akan tumbuh
sebesar 0,8; 1,9; 1,9; 2,0 dan 2,0. sedangkan tingkat suku bunga
di Jepang diperoleh dengan metode Trend Linier.
67
Tabel 4.15. Proyeksi Variabel Eksogen Tahun 2005-2009
-
0
~
....:tz
TAHUN
OVEBAL
TAX
KURS
M1
PMA
INFL
PDBjpn
rjpn
2005
·1.35
13.79
8,900.0
62,286.69
444.6
7.03
565,995.15
-0.02
2006
·1.52
13.93
8,800.0
66,466.1~
449.5
5.24
576,749.06
-0.11
I
2007
·1.70
14.07
8,800.0
71,364.68 . •f:i4.5
3.15
587,707.29
-0.21
2008
-1.90
14.21
8,700.0
77,016.77
459.5
0.74
599,461.43
-0.30
2009
·2.10
14.35
8,700.u
83,455.3/
464.5
-2.01
611,450.66
-0.39
2005
-1.78
14.07
8,900.0
66,551.08
444.6
5.21
565,995.15
-0.02
0
C2
.:t
2006
-2.20
14.35
8,800.0
71,422.62
449.5
3.13
576,749.06
-0.11
...z
2007
·2.67
14.63
8,800.0
77,165.00
454.5
0.67
587,707.29
-0.21
~
VI
2008
·3.19
14.93
8,700.0
83,832.06
459.5
-2.18
599,461.43
-0.30
2009
-3.77
15.23
8,700.0
91,477.54
464.5
-5.44
611,450.66
-0.39--
,.,
2005
·1.35
13.79
8,900.0
57,639.03
444.60
9.02
565,995.15
-0.02
0
2006
·1.52
13.93
8,800.0
59,221.87
449.50
8.34
576,749.06
-0.11
.:t
2007
·1.70
14.07
8,800.0
60,804.71
454.50
7.6b
587,707.29
·0.21
~
VI
2008
·1.90
14.21
8,700.0
62,387.55
459.50
6.99
599,461.43
·0.30
2009
·2.10
14.35
8, 700.0
63,970.39
464.50
6.31
611,450.66
-0.39
2005
·0.70
11.60
8,900.0
66,551.08
444.60
7.00
565,995.15
-0.02
0
2006
·0.60
11.60 8,800.0
71,422.62
449.50
5.50
576,749.06
-0.11
.:t
2007
-0.30
11.90 8,800.0
77,165.00
454.50
5.00
587,707.29
-0.21
VI
2008
0.00
12.60 8,700.0
83,832.06
459.50
4.00
599,461.43
-0.30
~
VI
N
~
...z
"'t
~
...::.:::z
2009
0.30
13.60 8,700.0 91,477.54 464.50 3.00 611,450.66 -0.39
Keterangan
• Perhitungan proyeksi variabel OVEBAL = Penerimaan - Belanja
Proyeksi Penerimaan = rata-rata pertumbuhan Penerimaan (5,6%)
Proyeksi Belanja : 1,06xBelanjat. 1 (skenario 1 & 3)
1,07xBelanjat-1 (skenario 2)
Proyeksi RPJM (skenario 4)
• Proyeksi TAX : 1,01 x TAXt- 1 (skenario 1 & 3) & 1,02 x TAXt-1 (skenario 2)
Proyeksi RPJM (skenario 4)
• Proyeksl varlabel KURS dan PMA berdasarkan RPJM Naslonal
• Proyeksl Ml : 1,1 x GROWTH (skenarlo 1); 1,2 x GROWTH (skenario 2 & 4);
Metode Trend Linier (skenario 3), hasilnya digunakan untuk memproyeksi
!NFL= a+ b M1
• Proyeksi PDBjpn berdasarkan proyeksi ADB, sedangkan perhitungan proyeksi
rjpn dengan menggunakan metode Trend Linier
Jika keempat skenario di atas dikategorisasi kembali, maka
akan terdapat gambaran sebagai berikut : kebijakan fiskal dan
68
moneter yang ekspansif pada tingkat /ow (moderat) pada Skenario 1,
kebijakan fiskal dan
moneter yang ekspansif pada tingkat high
( optimis) pad a Skenario 2, hanya kebijakan fiskal yang ekspansif pad a
Skenario 3, sedangkan Skenario 4 mencerminkan keb1jakan moneter
yang ekspansif.
Hasil perhitungan sustainablitas fiskal dari simulasi ex-ante
untuk keempat skenario di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.16. Prakiraan Sustainabilitas Fiskal Indonesia
GAP PB
TAHUN
SKENARIO 1
SKENARIO 2
SKENARIO 3
SKENARIO 4
2005
-12.74996
-6.747114
-21.80314
2.640780
2006
-9.495591
-2.877161
-23.73703
6.364181
2007
2.297334
11.21613
-18.68972
31.89605
2008
16.68617
30.27029
-13.89260
61.37056
2009
37.17921
58.67943
-5.720485
104.6728
Sumber : Lampiran 9
Dari
tabel
di
atas
terlihat
bahwa
hasil
dari
simulasi
menunjukkan bahwa baik skenario 1 maupun skenario 2 sama-sama
menghasilkan keadaan fiskal yang unsustainable pada dua tahun
pertama
dan
berikutnya.
keadaan
fiskal
Namun demikian
yang
sustainable
~ada
nilai GAP PB yang
tiga
tahun
mendekati
nol
menunjukkan keadaan fiskal yang menuju ke arah yang sustainabel
dapat ditunjukkan pada Skenario 2. Sehingga dapat dikatakan bahwa
aktivitas
perekonomian
yang
meningkat,
yang
ditunjukkan
oleh
banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat dan peningkatan
penerimaan perpajakan sehingga dapat meningkatkan pengeluaran
pemerintah, dapat menjadi faktor pendorong terjadinya keadaan fiskal
yang sustainable. Sedangkan hasil dari skenario 3 memperlihatkan
bahwa dengan hanya menggunakan instrumen kebijakan fiskal yang
ekspansif tidak mendorong terjadinya keadaan fiskal yang sustainable
pada 5 tahun ke depan, dan sebaliknya penggunaan instrumen
69
moneter yang ekspansif dapat menjadi faktor pendorong terjadinya
keadaan fiskal yang sustainable untuk 5 tahun mendatang.
Dari hasil simulasi tersebut terlihat bahwa jika tujuan utama
yang akan dicapai adalah keadaan fiskal yang sustainable maka
instrumen yang paling berpengaruh adalah kebijakan moneter. Jumlah
uang yang beredar secara langsung akan mempengaruhi variabel suku
bunga yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kegiatan investasi
sehingga
dapat
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi.
Kebijakan
moneter untuk menurunkan suku bunga akibat banyaknya uang yang
beredar akan merangsang kegiatan investasi sehingga pada akhirnya
akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan yang
lebih tinggi dari tingkat sukL. bunga
sehingga
tercapai
keadaan
~kCJ.i
sustainabilitas
sebaliknya, tingkat suku bunga ycmg
ting~
menurunkan stok utang
fiskal.
Demikian
pula
i akan menurunkan kegiatan
investasi sehingga kurang memicu pertumbuhan ekonomi. Tingkat
pertumbuhan
yang
lebih rendah
dari tingkat suku
bunga
akan
menaikkan stok utang sehingga membahayakan kondisi fiskal.
70
BABV
KESIMPULAN DAN SARAN
Di negara-negara yang mengikuti program penyesuaian fiskal
(fiscal adjustment), sustainabilitas fiskal dijadikan sebagai target dan
indikator
utama
program
keberhasilan
tersebut.
penyesuaian
Kebijakan fiskal dikatakan sustainable bila kebijakan tersebut bisa
dipertahankan secara berkelanjutan tanpa menyebabkan pemerintah
kenapa
Karenanya, sangat mudah dipahami
menjadi insolvency.
sustainabilitas fiskal ini dijadikan prasyarat atau kondisi minimum
dalam menilai kinerja fiskal.
Alasan ini pula yang mendasari kenapa IMF sangat ketat
terhadap
negara-negara
yang
mengikuti
program-program
yang
mendapatkan bantuan dari IMF (IMF-supprorted programs). Tujuannya
untuk mempengaruhi
adalah
kebijakan-kebijakan
yang
diarahkan
untuk memaksimalkan kemampuan negara-negara tersebut untuk
kembali
pada
pertumbuhan
track
dengan
berkelanjutan
yang
memperbaharui akses ke pasar keuangan internasional.
Walaupun Indonesia telah mengakhiri program IMF tersebut
pada akhir 2003, namun terminologi sustainabilitas fiskal merupakan
permasalahan dan
agenda yang
penting.
Dalam
RPJM
misalnya
disebutkan bahwa pemantapnn stabiltas ekonomi makro diarahkan
untuk menjaga dan mempertahankan stabilitas ekonomi makro yang
telah dicapai dengan memberi ruang
pertumbuhan
pelaksanaan
ekonomi.
sinergi
Stabilitas
kebijakan
yan~1
lebih luas untuk mendorong
ekonomi
moneter
yang
ini
dijaga
berhati-hati
melalui
serta
pelaksanaan kebijakan fiskal yang mengarah pada kesinarrbungan
fiskal (fiscal sustainability) dengan tetap memberi ruang gerak bagi
peningkatan kegiatan ekonomi (RPJM, Bagian IV.24-4).
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari keseluruhan
penelitian dalam tesis ini antara lain :
71
•
Indikasi awal dalam menilai apakah kebijakan fiskal yang ditempuh
sustainable atau unsustainable adalah rasio utang terhadap PDB
dan rasio keseimbangan primer (primary balance) terhadap PDB.
Jika pertambahan utang diiringi dengan kenaikan PDB yang sama
~taupun
lebih
besar
bukanlah
merupakan
ancaman
bagi
sustainabilitas fiskal.
•
Primary Balance merupakan indikator utama bagi sustainabilitas
fiskal dimana dalam penelitian ini diketahui bahwa Primary Balance
dipengaruhi oleh overall balance. Dengan kata Jain, sustainabilitas
fiskal dicapai melalui peningkatan penerimaan dalam negeri dan
pengoptimalisasian pengeluaran negara.
•
Indikator Jainnya yang tidak kalah penting adalah pertumbuhan
ekonomi dan tingkat suku bunga. Dalam model yang dibangun
dalam penelitian ini terlihat bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi
dipengaruhi oleh
besaran
rumah tangga
konsumsi
PDB,
dan
pemerintah, investasi, suku bunga, inflasi, PMA, ekspor, impor dan
kurs. Sedangkan suku bunga dipengaruhi oleh uang beredar,
tingkat pertumbuhan dan lag kurs.
•
Perkembangan fiscal sustainabilitiy dalam rentang waktu penelitian
dapat dikatakan bahwa pemerintah sudah sangat berhati-hati
dalam menjaga tingkat sustainabilitas fiskalnya (terlihat dari nilai
aktual primary balance yang berada antara 0,82 sampai dengan
3,84). Sedangkan dari hasil simulasi ex-post dapat dilihat bahwa
dalam
rentang
waktu
penelitian
terdapat
6
kali
kegagalan
pemerintah dalam mempertahankan tingkat sustainabilitas fiskal,
yaitu tahun 1998-2003, hal ini lebih disebabkan karena tingginya
tingkat suku bunga dari pada tingkat pertumbuhan ekonominya.
Krisis ekonomi 1998 juga merupakan tekanan hebat bagi kondisi
fiskal.
Selain
menyebabkan
stagnasi
juga
menyebabkan
penggelembungan stok utang !iehingga semakin memperlebar GAP
PB.
•
Dari
hasil
simulasi ex-ante dapat dilihat buhwa
penggunaan
instrumen kebijakan fiskal dan moneter yang ekspansif akan
72
menyebabkan keadaan fiskal yang unsustainable dapat terjadi pada
dua tahun pertama dan terjadi keadaan yang sustainable pada tiga
tahun berikutnya. Jika pada 5 tahun ke depan hanya digunakan
instrumen
kebijakan
fiskal
yang
ekspansif
maka
akan
menyebabkan keadaan fiskal yang unsustainable, dan sebaliknya
jika
instrumen
meny~baf:lkan
•
kebijakan
moneter saja
yang
ekspansif akan
keadaan fiskal yang sustainable.
Dari hasil simulasi tersebut terlihat bahwa instrumen yang paling
efektif untuk mencapai keadaan fiskal yang sustainable adalah
kebijakan moneter yang ekspansif. Jumlah uang yang beredar
secara langsung akan mempengaruhi variabel suku bunga yang
selanjutnya
akan
berpengaruh
terhadap
kegiatan
investasi
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan
moneter untuk menurunkan suku bunga akibat banyaknya uang
yang beredar akan merangsang kegiatan investasi sehingga pada
akhirnya
akan
mempengaruhi
tingkat
pertumbuhan.
Tingkat
pertumbuhan yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga akan
menurunkan stok utang sehingga tercapai keadaan sustainabilitas
fiskal. Demikian pula sebaliknya, tingkat suku bunga yang tinggi
akan menurunkan kegiatan investasi sehingga kurang memicu
pertumbuhan ekonomi. Tir
;~knt
pertu1~~1Juhan
yang lebih rendah
dari tingkat suku bunga akan menaikkan stok utang sehingga
membahayakan kondisi fiskal
Berdasarkan keseluruhan gambaran di atas, secara normatif
dapat dinyatakan
bahwa
diperlukannya
kebijakan
moneter yang
ekspansif untuk menjamin terjadinya kesinambungan fiskal. Kebijakan
moneter untuk menurunkan suku bunga akibat banyaknya uang yang
beredar akan merangsang kegiatan investasi sehingga pada akhirnya
akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan yang
lebih tinggi dari tingkat suku bunga akan menurunkan stok utang
sehingga tercapai keadaan sustainabilitas fiskal. Namun yang perlu
diperhatikan adalah trade-off antara banyaknya jumlah uang beredar
73
dengan inflasi, sehingga diperlukan kebijakan-kebijakan yang dapat
mengeliminir tingkat inflasi. Di sisi lain diperlukan instrumen kebijakan
Askal melalui kebijakan perpajakan dan pengeluaran pemerintah yang
diarahkan
untuk
menjaga
tingkat
deAsit.
Dengan
kata
lain,
sustainabilitas fiskal dicapai melalui peningkatan penerimaan dalam
negeri
dan
pengoptimalisasian
pengeluaran
negara.
Dari
sisi
penerimaan diperlukan mobilisasi sumber-sumber domestik yang tidak
berdampak inflasi seperti perpajakan yang lebih progresif terhadap
kelompok
pendapatan
kaya
dan
juga
memperbaiki
administrasi
perbendaharaan sistem keuangan pemerintah, dimana saat ini masih
banyak
rekening
atas
nama
menteri
yang
belum
jelas
pertanggungjawabannya. Sedangkan dari sisi pengeluaran, komponenkomponen pengeluaran yang bersifat pemborosan harus dieliminasi,
dimana dalam prakteknya sudah dimulai dengan penyatuan dokumen
anggaran (unified budget). Selain itu, kebijakan subsidi yang sangat
memberatkan, dimana sasaran kebijakan tersebut tidak mengena,
seperti subsidi BBM, perlu ditinjau kembali. Sedangkan pengeluaran
untuk investasi tetap dipertahankan dengan memperhatikan bahwa
kebijakan terse but tidak men-crowding out-kan investasi swasta. Juga,
dibutuhl-an
pengelolaan
utang
pemerintah
yang
lebih
baik agar
kebutuhan pembiayaan dan kewajiban pembayarannya berada pada
biaya dan tingkat resiko yang serendah mungkin, seperti menata
struktur utang dengan lebih baik dalam hal masa jatuh tempo,
komposisi tingkat bunga rlan sistem nilai tukar.
Akhirnya harus pula disebut bahwa tesis ini masih mengandung
sejumlah
kelemahan.
Beberapa
diantaranya
yang
dapat
dicatat
aoalah:
•
Periode penelitian yang masih terbatas, karena terbatasnya data
yang tersedia, terutama data outstanding external debt yang
didapat dari Departemen Keuangan, sehingga untuk penelitian
berikutnya disarankan pencarian data dari sumber yang berbeda
sehingga didapat rentang waktu yang jauh memadai.
74
•
Perhitungan
sustainabilitas
pendekatan
akuntansi
fiskal
tanpa
yang
melihat
dipakai
dari
di
sini
pendekatan
hanya
lain.
Diharapkan dengan pendekatan dan metode perhitungan yang lain
akan diperoleh hasil yang bervariasi sehingga dapat dibandingkan
dengan penelitian yang terdahulu.
•
Proyeksi data yang masih terbatas yang belum dapat dijadikan
targeting output yang sesungguhny3 dan masih diperlukan adanya
analisis dan perhitungan yang mendalam serta asumsi-asumsi yang
lebih akurat.
75
DAFTAR PUSTAKA
Alvarado, Carlos Diaz, Alejandro Izquierdo dan Ugo Panizza, 2004,
Fiscal Sustainability in Emerging Market Countries with an
Application to Ecuador, Inter-American Development Bank,
Washington, D.C.
Arief, Sritua, 1993, Metodologi Penelitian Ekonomi, UI Press, Jakarta
Case, Karl E. dan Ray C. Fair, 2002, Prinsip-prinsip Ekonomi Makro,
Edisi Lima (terjemahan), Prenhall'ndu, Jakarta
Cuddington, John T., 1996, Analysing the Sustainability of Fiscal
Deficits in Developing Countrit:s, Georgetown University,
Washington, D.C.
Gunardi, Harry Seldadego, 2001, Defisit APBN dan Fiscal Sustainability
Suatu Studi tentang Ekonomi Indonesia 1983/1984-1999/2000,
Thesis, UI, Depok
Gujarati, Damodar N, 2003, Basic Econometrics, 4th Edition, Me. Graw
Hill, New York
Harinowo, Cyrillus, 2002, Utang Pemerintah Perkembangan, Prospek
dan Pengelolaannya, Gramedia, Jakarta
.......... , 2000, Kebijakan Fiskal Memasuki Milenium Ketiga, Badan
Analisa Fiskal, Departemen Keuangan, Jakarta
Koutsoyiannis, A, 1977, Theory of Econometrics, 2nd Edition, The
Macmillan Press, United Kingdom
Mahi, B.Raksaka, Sri Adiningsih dan Rosdiana Sijabat, 2005, Kebijakan
Diskusi
Ekonomi untuk Menjaga Sustainabilitas Fiskal
Permasalahan (Bahan Pengantar Focus Group Discussion ISEI),
tidak dipublikasikan
.......... , Majalah Anggaran, beberapa edisi, Jakarta
Ntamatungiro, Joseph, 2004, Fiscal Sustainability in Heavily Indebted
Countries Depend On Nonrenewable Resources: The Case of
Gabon, IMF Working Paper, WP/04/30
Pindyck, Robert S. dan Daniel L. Rubinfield, 1998, Econometric Model
and Econometric Forecast, 4th Edition, Me. Graw-Hill Book Co.,
Singapore
76
Pranoto, M. Seto, 2001, Pengaruh Pinjaman Luar Negeri Pemerintah
terhadap Pengelolaan Fiskal, dalam Profil Pinjaman Luar Negeri
Indonesia dan Permasalahannya, Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan, Bank Indonesia, Jakarta
Rahmany, A. Fuad, 2004, Ketahanan Fiskal dan Manajemen Utang
Dalam Negeri Pemerintah, dalam Kebijakan Fiskal : Pemikiran,
Konsep dan Implementasi, Kompas, Jakarta
Slack, Enid dan Richard M. Bird, 2004, The Fiscal Sustainability of The
Greater Toronto Area, ITP Paper 0405
Saputra, Rahmat Dwi dan Dwi Mukti Wibowo, 2001, Perkembangan
Pinjaman Luar Negeri Indonesia, dalam Profil Pinjaman Luar
Negeri Indonesia dan Permasalahannya, Pusat Pendidikan dan
Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia, Jakarta
Sjahrir, 1992, Analisis Ekonomi Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Suryabrata, A. Wismana, 2002, Permasalahan dan Agenda Kebijakan
Fiskal Berkesinambungan (Fiscal Sustainability), Makalah
Pendidikan Perencanaan 1\Jasional Jangka Panjang Angkatan
XXXI, LPEM-FEUI, Jakarta
.......... , 2002, The Indonesian Budget in Br-ief 2002, Direktoran Jendera'
Anggaran, Departemen K~uangan, Jakarta
Todaro, Michael P., 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia l<ctiga,
Edisi Ketujuh (Terjemahan), Erlangga, Jakarta
Ulfa, Almizan dan Akhmad Yasin, 2004, Issu-issu Kebijakan Fiskal
Kontemporer: Suatu Survei Literatur, dalam Jurnal Keuangan
dan Moneter Volume 7 Nomor 1, Badan Analisa Fiskal,
Departemen Keuangan, Jakarta
Wijaya, Erric, 2003, Analisa Pengaruh Hutang Luar Negeri terhadap
Tabungan, Investasi dan Neraca Transaksi Berjalan di
Indonesia, Thesis, UI, Depok
Yamauchi, Ayumu, 2004, Fiscal Sustainability: The Case of Eritrea, IMF
Working Paper, WP/04/07
Yani, Ahmad, 2002, Keuangan Pusat dan Daerah serta Pengelolaan
Utang Pemerintah, Rajawali, Jakarta
77
Lampiran 1. Diagram Hubungan antara Variabel Endogen dan Variabel Eksogen
IPDL
3MAI
TAX
Keterangan :
OVEBAL
KURS
~
[-- I
Endogenous
Variable
Pure
Exogenous
Variable
78
6L
r-:-
rn
l'll.'ll'~
n·'m
L~''J
7.'ll~'ll
l'll9'~S
7.nl
911'1·
L'L'J
1:11117.
H'l·
7,'1''
.
7.1107.
IIIIIi.
ltlt'l
flflfl'!:!:~
!:II·~·
!I'm
i.'l ')i.'(,
7.' IIIH'fl~
n:1
II' II
I'JII'II:~
'JI'i.l
~·~'Ji.'lll
ll'i'JII'III
I'J'i.l
'n'i'>
1:'1'1,
I' III
11' 1)7.1
1'11:~·11
rwm
~'J'II
(,H'J"
(,'111111'~
~'1(,1,'7.1
u.·n1
,.....
i.''JII
!:'LI,
(."
~·~~~
II IIIIi.
(,(,(,I
H'II~II'IJI:
(,H'(,
Lfl·
r.·9~
HI•(, I
~'197.'1'~
HL'OI
IL'O·
9'1:l
LMd
i.!:m:~
111'1
-~
(,{II
~91'111~
91'1·1
(,'1(,(.
IJIJ'II·
Ol:!:'ll~
111m
7.'111:~
1:'1·
LHn-7.~
111'7.1
(,'1111 1)
'J'ILII'I,
II' I~(,'(.
I'll
or, l'ld ~
l'J'II
r,ll~
t~1n:
l.'!ti{(,l
'I !:'Ill
~H'O
11'17.
I)(,I,J
'J'II
u,~·r,M
nll'r,
I'L~L
ll'l~i.'l
l'f,!I'J1
111'01
Md 'I
!'(,(.
~(,(,J
~II' I
r,u:·7.M
IIL'L
i.'i.l ~·
i.'I'JI'i.
~'Hr.tl'i.l
7.1'11
l:'l!:
j·(,I,J
1:~·11
%I'IJIII·
1: l'ld
1:'11~1
J'(JIItl'i.
ll'~fiii''J!:
7.9'111
I'J'n
!:9'()·
7.'7.1:
I:M,I
r,J' 1
£L9'LHl
I:;:'L
rm:
n:uri.
7.'~H7.'H
110'11
11'1·
I'Ll:
7.Md
Hl'l
ltL'l.llt
OO'H
n7.7.
n~r,·l
I'IHm:
t·9'01
r,r.·o·
II'L!:
IMd
7.11'1:
17.11'~9t
r.~·r,
n17.
9'HI·H'I
l'or,H'7.£
F.fOI
RL'O
7.'1J!:
or.r.1
ud[J
udfRIJrl
l:INI
Vl~rl
SIII'f
m
XV!
1vmo
1'1·'1'
Ulll)f.!
n:~I'IH
9'1-7.L'I:III
O't7.L'I:7.1
f~(JIJ'')(,
I'LLrllfll:
11'7.18'111:
09'1:
n
7.8'7.
1:1107.
IJ'IJ(,''Ji:t
l'l7.L' Ill I
11'07.11'1111
r,''Jr.r~r,
!:'(,~~·')(,(,
,·mnr.
Lfl,
l•9'f.
Ill'!:
7.11117.
'J'!:~L'III
L'Llii'Lill
7.'11119'1111
ru.r~r,
{I-!'J'~II7.
~·1~1:'11:
17.'1
£1'1:
sn:
lOIIi.
r,'9111'11lJI:
9'9Jr,·ur,
9'!:rd '911
I'MJ!:'I,H
7.'W:''JL7.
H'L9L'H7.
89'7.
u.l
ll•'7.
~-7.~!:"f,LI:
f9l~'IIL
IJ'!:'JII' Ir,
r,·u~"'JL
7.'11LII't.li.
!:'J·IIJ'l7.
lfr,
r.to
L'i.IIJ'L'Ji.
r,'Li.H''Ji.
Ll'l:l-
1: 1'1: I•
'JI'I
IJI:'I
01107.
(,(,(,I
7.11'11
!Md
(,(1'(.
I)(,(, I
HM,I
l'l LI:''JL!:
L'flllVll:l
twn1:1
~'III'J'I:I,
~·~1,11'11:1
I'%L'M:I
r,·L~I'Ii.l
ll'li.L'f,U
I''JII'LLi.
ll'flfltll:
r,r,·,
r,· Lr,L'I: II
8'7.911' 17.1
I'IIJI:'7.11
1
J'HI,'J'II7.1
7.''JIIJ'L~7.
1'1119'11:
m:
L'l
I:H'L
nrn:n1:
IJ'l-1:11'1•11
H'l(,ftOI
f!JHI:'lll
rm:lr.i.
9'0~8'01:
£9'£
17.'8
£9'7.
£(,(,1
H'lli·IJ't~l:
O'lr,nr,
l'lOirLI•
o·r,s~·sr,
1'7.90'807.
9'7.11'0£
91'l:
J'!:'l
17.'7.
~1.61
II'~LL'll7.!:
O'f.Hf:'HL
7,'9(,(.'~8
f.'L'JIJ'IJH
ror.nn1
L'IJ~l'l.l
17.'8·
7.~'9
17.'1
£(,61
J'l)(,~'(,(ll:
f7.~1J'SL
1
J'HOII'OH
c.·~i.nn
l'liii•'I'JI
7.'7.91"67.
r.r6
9f9
l11'1
7.661
~'II II'()(,(.
r,'ol ~·119
n~ru
7.'1~rH~
f7.1 H'l.~'l
L'0~'97.
110'7.1
%'9
7.8'1
J(,(,,
I
l'L%'1•~
l'%~'09
o·o~r.·9L
9'LHL'Ltl
H'I7.H7.
L0'9
9l'L
i
llsxm
J
L7.'1:
qd
0(,61
dsxm
unqrJ.
II'(,~'J'IL7.
llllrl
I~
X
J.~:l.\\1
11110H3
~s;}uopu1 £J,rpq~ms fC:lS'!.:J ~ouo'3J3
ppow e:~-ea
·z m~durerJ
1
LAMPIRAN 3
IDENTIFIKASI MODEL
1. Persyaratan Orde
• K adalah jumlah Yariabcl bcbas yang ada dalam sistem persamaan tctapi tidak ada dalam persamaan
• G adalah jumlah Yariabel endogen dalam sistem yang ada dalam persamaan
K < G- 1
~
K=G- 1
~
K> G -1
~
Ilasil ctnri
No.
1
...,
L.
3
4
5
6
7
8
Under Identified
Just Identified
Over Identified
P~mwaratan
OrcL
Persamaau Perilaku
Persamaan P1imar\' BaL' .. (l,;
Persamaan Konsumsi Rumah Ta :1 ~ga
Persamaan lnYcstasi
Persamaan Konsumsi Pemetintah
Persamaan Ekspor
Persamaan Impor
Persamaan Su"'u Bunga
Persamaan Stok Utang Pemetintah
Kriteria
12 > 2-1
13 > 2- 1
11 > 2 - 1
12 > 2 - 1
12 > I - 1
12 > 2- 1
12 > 2 - 1
13>2-1
Keterangan
On·r Identified
(Aer Identified
(J\'er lclenti(ied
Over Identi(ied
Over lde/1/ified
0. ·er Identified
01 ·er Idem i(ied
O.·er Identified
80
2. Persyaratan Rank
Under Identified
jika
rank (Ri) < M-1
rank <Ri!i) < M- I
Just Identified
jika
rank (Ri) = M- I
rank (Ri.:l) = M-l
Over Identified
jika
rank (Ri) > M-1
rank fRi.:l) = M- I
• M adalah jumlah 'ariabel endogen dalam sistem persamaan
• Ri adalah matriks pembatasan
• ~ menyatakan transpose dari matriks koefisien semua variabel endogen dan cksogen yang dibentuk berdasarkan sistem persamaan struktural
Matriks koefisien struktm·al
pb
Cons:
INVEST
ConsQ
X
M
r
PDB
KURS
M1
?DB 10n
PMA
rll'"
INFL
OVEBAL
TAX
pb
i
0
0
0
0
0
0
-a~
0
-a~
0
0
0
0
0
-(13
0
0
0
0
0
-an
Consp
0
c
c
0
0 . 0
0
0
0
-B:
0
0
0
0
0
0
0
0
-fl:
0
0
0
INVEST
0
-
0
()
0
-:,
0
0
0
0
0
0
-yl
0
-:2
0
0
0
0
0
-fl
..
__,
-:~
Consg
0
C·
-
1
0
0
0
0
-Ill
0
0
0
0
0
0
0
0
-6:
0
0
-6,
0
•"
-6(,
debt GROWTH
Consp(-1) INVEST(-1
Consg(·1) KURS(-1)
1
X
0
C•
c
0
1
0
0
0
0
0
0
0
-i.l
0
-1.-
0
0
0
C·
0
0
0
-/·11
ivi
0
c
0
0
0
i
0
0
0
-Ill
-11:
0
0
0
0
-~~~
0
0
c
0
0
0
r
0
;;
-
0
0
0
1
0
-1(2
0
0
-n:l
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-n:~
"llo
-n:v
dP')t
0
0
0
0
0
0
1
0
-crl
0
0
0
0
0
0
-()2
0
0
0
0
0
-cro
c
Bl
N
co
00 00 0
0
00 00
o~
00 00
~
0
0
0
0
0
00
o~
00
~
a~
0
0
00 0
000
~-
~
fa
c
0
00 00
f"o
Ia
000
00 00 000
-j. 0 0 po
00
po
~-
::>0 0
'~o 0 0 0 0
.fo .fo 0 0
00 00 00
~;0 0
00
o!fo
~a
00 00
0
00 00
-
000
-?o o
00 0
.'
-?'o
0
0
0
0
("I
-C>iO
0
7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1,~
~-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
~C)
0
~-
00
o~o
c-.jo
0
0
0
.~- 0
·i
0
0
0
DO
~co
0
'?
0
0
0
0
0
0
·?~ 0
·i
0
0
0
0
C>
0
(">
0
0
-
1-
0
:;:"·00
' ::>
~o
C> (l
~·.
0
()
0
c
n
C>
0
0
0
"
0
0
~-: (">
~.
1·-
"
-']
~
0
Cl 0
00 00 0
00 0
0
0
00 00 00 0
oa
00 0
0
~
0 " C> 0
~o
0
ofo
~·o
0
00
l:;i"
00 00
~o
0
00
ao
00 0
00
~o
00
o~
~o
000 0
000 0
oi' 0 0
fo
0
0
0
l9o
io
..
C> O D 0
ceo ~0
00
·{ 0
ao
00
a
0
00 0
0
r,
0
.:;... 0 0 0 0 0 0
0
fo ;-o
00 00 00
Cl C) Q
·'
"
0 0 C> 0
0
0
~00
00
-?' 0
;'-o
olc?'o
0
0
"'
...
DOD 0
C> 0
0
0
0
,.
0
/
C>
...,
0
00 00 00
00 000
00
0
00
DO D O D 0
¥ 0 0 0 0 l~'o 0 0 0
o~
o~
00 0
o f"o
00 00
00
ol~ 0 0 0
0
') 1:,- '-'
0
c
0
0
I'
0
C>
C>
0
~ ~0
0
0
0
\'
I' 0
0
()
0
0
~~
~,· 0
~
u'<
'
'-'
l"'l
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 00 0
~
a
C>
C·
U:
00 00
~
0
0
0
0
0
0
0
·{
0
·-;-
C>
C>
0
0
0
0
0
iii
•.::
..
::<:
00
o~
0
0
0
0
l<j
0
0
0
0
0
0
0
0
·?' 0
0
·r
0
0
00
-co
0
0
0
0
0
0
0
0
0
~0
0
0
0
0
0
0
0
~~ 0
0
0
0
0
:;l
~
.,c
0
"'"' - o
g_o
0
;;
... - a coo
0
00 0
~-
f
fa
0
0
0
0
CJ
0
0
c:r:o
0
0
0
0
'!!
~·o
oa
00
~0
00 0
r
0
~- 0
~- 0
0
0
0
00 00 00 00
oo~
0 0 DO 0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
~
0
0
0
00 00 00 00
o~o
DO 0 0 0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
~
0
00 00 0
0
0
00
00 00
~co
DO DO 0
0
0
0
0
0
Cl 0
0
0
0
0
~
0
0
~-
000
00 000 0
0
~o
000
00
00
ao
00 00
a o
0
ao
00 00 00 0
00 00 00 0
00 00 00
00 00 00 0
oa
00 00 00 0
00 00 0
00
oa
0
0
0
00 00 00 0
00 00 00 000
00 00
00
o~
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 000 0
0
0
0
C::> 0
0
0
0
coo
-
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
~
00 000
DO DOD 0
0
0
0
0
0
0
0
~
0
C>
0
0
~o
00 000
00 00 0
0
0
0
"
0
0
-
0
Cl 0
0
0
0
coo
DO 0 0 0 0 0
0
0
0
0
~
0
0
0
0
0
0
00 00 000
00 00 0
0
0
0
-
0
C>
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 00
C> 0
0
00 00 00 0
00
~o
00 00 00 0
o-
00 00 00 000
00 00 00 0
0
00 00 00 0
oa
00 00
oa
000
00 00 0
0
0
00 00
oa
-
~a
000
00 00 00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 000 0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00
oa
a-:>
00 0
00 00 0
00 00 00
0
0
00
00 00
o~
~
0
00 00 00 00 000
~
C>O 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
00 00 00 00 000
0
;;
o~
00 0
00 00 00 00 000
~o
00 0
00 00 00 00 000
o~
00 00 0
00 00 00 00 000
-o
00 00 0
00 00 00 00 000
.
00 0
0
C>
·"
"'"''
~
00
0
FE
00 00 00 00 000
00
0
ao
t,:
0
0
X
00 00 0
0
00 00 00 000
<Xl
a::
""c:
{f
"
=
t:"
.,
·c
~
rc:
0
-
00 000 0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
C>
C>
0
0
0
0
D
0
0
00 00- D
0
0
D
()
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00
o-
Cl 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
DO
-o
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
C>O OC> C> 0
0
0
C)
0
C::> 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
n
0
,,
c.. a ;;;
.!<:
0
Cl Cl
DO 0 0 0
·- 0
- --
0
0
0
---
0
(">
0
0
0
··- ·-----
Cl
0
-- ---
0
0
'-
0
0
0
~-
0
--
-- --
0>
u:
.:.:
c:
'"
ll
Retriksi
1 0
0 1
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
RankR 3
Retnk>'1
1
0
0 1
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
c
0
Persamaan Ketiga
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 1 0 0 0
0 0 1 0 0
0 0 0 1 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
c
P..rsamaan
0 0 0
0 0 0
1
0 0
i)
0 1
0 0 0
oI o
0
0
c
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
X
0
0
0
0
o I ::
Cj 0
cI o
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
t=an" t=" = 18
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Keempat (R 4 )
0 0 0 0
0 0 0 0
0 c 0 0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
()
()
1
0
0
0
0
0
0
0
0 I
0
c
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
n
0
c
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
c
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
c
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
,
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Q
0
0
0
c
1
I
0
0
0
0
0
0
0
0
c
0
0
0
c
0 I 1
0
0
c v
0 0
C, 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
c
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Transpose Koelisien
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
"'Y!
0
0
0
0
0
..5
-a.,
0
-p, 0 0
0
0
0
"": 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
""fl
0
0
0
0
0
0
0
""f:
0
0
0
0
0
0
..5,
0
0
·ll: 0
0
0
0
""!o
0
0
0
~.
0
0
0
0
...,
=17
0
0
0
0
0
0
0
0
(R3)
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tr:msposc
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
X
"":
0
.
0
0
0
0
0
0
-p,
0
0
0
0
0
0
0
0
0
~
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
-a.,
0
0
-(l,
0
0
0
0
0
0
Struktural = &
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
.;_.
0
. ;_:
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
11
.....
0
0
0
0
"Ill
0
0
0
0
0
0
0 . 0
C I 0
0
0
0
0
0
0
1
0
....
0
0
....
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-11'?
R,&
0
0
0
0
0
0
0
1
0
...
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
-«:
0
0
0
-a.,
0
0
0
0
.p,
....
,
...,
0
0
0
0
0
0
..p,
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
..5,
0
0
0
0
0
0
..5,
0
-0,
0
0
0
0
0
r
0
~r,
0
0
0
0
0
0
""f:
0
ol'f:
0
0
0
1
-o.
~
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
aJ:
0
I
Q
"1':
·~-
0
-i.. ' 0
0
0
-:.:
0
..,..;
0
0
0
0
0
: 0
1
-1t:
0
"":
0
0
-a:
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
c
-ci:
0
0
~r,
0
Q
0
0
~!
:
I
0
0
0
0
0
I
0
I ""'
0
-+-
0
0
0
0
0
0
~:
"1':
0
0
0
0
0
0
0
0
""a
0
0
....
0
0
0
0
0
0
....,
0
0
0
0
0
1
0
-<1:
0
0
0
0
-<1;
0
0
0
0
RJ&
1
0
0
0
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
"1':
0
0
0
0
0
0
Rank R 3 L\ = 7
=
0
0
v l_g_
1
G 1 0
0
0 ; : I o
0
~
0
1
0
1
0
·~ I 0
0
0
0
.)..
0
0
0
0
1
0
0
0
Koelisien St:·u.Ktut·al .l
0
0
oI o 0 0
0
0
oI o 0 0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
..;.,
0
0
0
0
0
-«;
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
~(,
·ll:
0
0
0
0
0
"Yo
0
"Yz
0
0
0
0
"Y•
0
·P:
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
..,~1
0
-i.:
0
0
0
0
0
c
0
0
0
1
0
0
....
"'U:
0
c
0
0
11•
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
....
0
0
0
0
0
0
0
"'.t?
0
0
0
0
0
0
1
-<1:
0
0
0
0
0
0
-<1;
0
0
0
RankR • .'.=7
83
'<t
00
00 00 00
-
00 00
a-
0
00 00
-o
0
1.) (_) <.1 ·- '~
00
(_)
0
0
0
0
0
0
o r I ~·o ol:;l 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
~ 0
0
0
0
0
"r' '-' 0
"
-oo fo
0- 00 0
00 0
~
00 00 00 0
0
~·
0
0
0
0
0
0
~0
0
0
0
I'
0
0
0
01
0
0
0
0
0
0
C>
t fo
0
0
0
00
0
f
00
..,
00 00
'·f-
u
o'f
0
0
00
0
0
C>
0
C>l9'
0
oc
::>
'~
U(ltl
·-
"
-
00
r: c;
C>
0
C>
-
000 00 0
.., "' ..,
0
oala
0
0
~·
0
i
0
0
0
0
0
0
~·
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
·i
0
·"'!-
0
0
0
C>
00 0
0
0
00 00 0
0
o-
0
-
<I
II 0 0 0 0 0
f
3
00 00
o-
5
00 00
..-:
til
00
00
o-
~·o 0
;' 0
0
0
f
of
0
:> 0
~
oj
00 00
'{o 0
0
i l:ilo
0
0
0
0
-o
0
0
0
0
0
0
.f 0
0
0
0
·?· 0
0
0
0
0
0
-o 0
0
f
0
0
0
0
0
0
u
"
~:. 0
0
0
n
0
fa
0
0
n
0
0
C>
0
0
~· 0 0 0
:>
00 0
0
0
0
0
0
0
0
00 000 0
0
0
~·
<I
II 0
.
2
2U5
0
0
0
ol:;l 0
0
0
0
0
0
·i-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
•?' 0
0
•?'
C>
0
0
fo fo
0
0
0
-r-
"
iii
00 0
0
0
-o
00 00 0
0
0
0
c:;:o
0
rfo ?o
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
io
0
~··
~· 0
0
C>
..
0
(~
0
oo-
0
0
0
0
0
0
-o
0
0
0
"i;
0
-oo
0
0
0
0
~0
00 000
..,-,
n
~
~
000
00
~0
0
0
00
0
0
"'c
"'"'c
~
"'
0
..,
"'
II
n
i
I ~i·
0
0
0
0
0
C>
0
0
0
0
{ol::>
C>
0
-
-
010
::~ 0
000 0
0
0
00 0
0
0
i
0
'"'
0
Q
~·
0
,,
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
'?
0
0
:;io
0
.{
0
·i
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
·f
0
0
0
0
0
0
~~ 0
0
0
0
0
0
0
0
~
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
~·
fa fo
0
~- 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 000 0
0
0
0
0
C> 0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 000 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 000 0
0
0
0
0
0
0
0
-
-
-
-
0
0
0
0
0
0
C> 0
0
0
0
00 00 00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-
-
00 00 0
00 00 00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 00 00 0
0
0
0
0
0
0
0
-
0
0
-
0
0
0
0
0
00 00 00 0
0
0
0
0
0
00 00 00 0
0
0
0
0
00 00 00 0
00 0
0
C> 0
00 00 0
0
0
-
0
0
0
0
C>
0
0
0
0
C>
u
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
Co
D
0
0
0
0
C>
0
0
n
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
C>
()
0
00 00 0
0
0
0
0
0
00 00 0
0
CJ
c
0
0
0
0
0
0
00 00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 00 0
-
-
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
00 00 0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
C>
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 00 00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 00 00 0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0 C> 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-
00 00 00 0
0
-
0
00 00 00 0
-
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 00 00
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 00 -0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 00 00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
~
~
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0- 00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-o
0
0
0
0
0
0
o~ 0 0 -o
0
0
0
0
0
0
00 0
0
C>
0
0
0
0
00
0
0
0
0
0
0
o-
0
0
0
0
-
-
0
0
0
00 00 00 0
00 00
.,.,
.,E
0
0
00 00 0
c
00 000 0
0
0
-
-
0
5
E
cQ>"
"'
:..<:
c
0>
.,"
E
"~
Q>
..,
""'iii
a:
.>:
&'!
Q:;
"'c:
'!:
-
0
0
0
·- 0
0
a
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 00 -0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0 C> 0
00 00 0
00
o-
00
-o
0
0
C>
0
0
o-
00 00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0: - o
0
0
0
0
0
0
0
0
0
\i
0
)(
00 00 00 0
0
0
~0
·.:::
Q>
o-
0
C> 0 0 0 0
00
~~ 0
0
I - 1-- -·
00 0
·- 0
-,;
0
0
0
t;•
-I- I-
1-
-o
0
<0
u:
.:..
,,,c:
u:
Retriksi Persamaan KE'tujuh (R 7)
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
,
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
(I
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TransposE' KOt>fisien Struktural = ,\
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
:l
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
c
,
0
()
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
1 0
Q 1
0 0
0 0
0 _()__
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0_
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
()
0
0
0
_1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
X
Retriksi Persamaan Kedelapan
1 0
0 1
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
n 0
0 0
-0 I:;
0
0
0
0
0
0
0
c
0
0
0
0
0
0
0
0
oI o
0 0
1 ' 0
0 1
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 a
0 0
0
c
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
c c
c
c .' c
.
Rank Rt = ;:;
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
,
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
()
:J
c
0
0
0
0
0
0
0
1
0
c
0
-:jl.
0
0
0
0
0
-u,
<Rel
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-u
0
0
0
0
0
0
0
....,
RankR1 "18
,
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
.jl.
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
..,,
0
0
0
0
0
0
..,,
..,,0
0
0
0
"'~"
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
.o,
0
0
0
0
0
0
0
0
.o,
0
0
.o,
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
·i~:
0
...;..:
0
0
0
0
0
1
0
0
0
"'l,
"'l:
0
0
0
0
0
0
0
0
"'l,
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Transpose J{Qf,fisien Strul>tural
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
v
0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
1 0
0 1
0 0
0 0
0 0
0 0
0 . ()
0 0
0 0
G ~
~
: I :
0 ! 0
CI 0
c. ~
c . :J
c.0
oI a
0 I 0
~
0
0 I 0
o1a
1 ' 0
c_!1
0 I 0
C I 0
C
I
0
:
1
Q
."
-
.-
0
.'
:
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
c
0
l
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
0 0
0 0
0 _Q
0
0
()
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
, ,
,
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
~
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
X
0
1
:
~
c
()
0
-u,
0
0
0
-il:
-<1:
0
0
0
0
0
..,,
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
~,,
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
-0:
0
0
0
c
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
c
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
....
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-=t!
II
0
0
0 I 0
G i 0
0
0
0
0
1
0
(;
1
0
.0:::
..,,
a
c
-¢!
0
.
a
: Io
"
0
0
0
0
-c,
c
0
c
0
-u~
1
0
0
0
0
0
-fl:
0
0
0
0
0
0
0
0
...;,
""·0
...
0
0
0
.p,
0
0
0 I 0
0
0
0
0
0
n
y
0
c 0
-:::
c ""':
: I o
:
I
0
: I 0
I
0
0
0
0
0
0
1
0
111
112
0
0
0
·jL,
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
....
0
0
0
0
0
-<J:
0
0
0
0
RankR 7 !l=7
R 11 li
0
0
,.
"
0
0
0
0
0
"'Y•
R1!1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
.;.
0
0
0
..;.,
0
0
0
0
0
.0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
= .1
0
.
'·
"'Y:
0
·i.:
0
0
0
0
0
0
"
"
0
.....
..,,
.
.
"'Y:
•t.:
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
""':
0
0
0
0
a
0
0
0
0
0
0
"'-':
..,
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-c5:
0
0
'I':
-u,
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
I
o
I C
c
c
0
L'
-;:
-'.1:
0
c
0
a
c
c
0
0
0
."
0
1
0
0
a1o
1 I o
0
:J I 1
0
0
0
0
"· 0
0 ...;,
0
0
0
0
0
0
0
""1:
0
'-'
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
'·
·P:
0
_,.!.:.
0
0 I 0
.o,
0
0
...;,
: _:_ 0
.-=~"': ..... ;:;:j
0
0
()
0
1
0
0
0
0
0
-A.:
0
-i.,
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
"'l7
0
0
0
0
"'ll
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
c
0
1
("
..,, 0
0
...
0
0
0
0
0
0
0
0
,
-:t,
v
0
0
0
0
0
0
0
0
0
:
=:
0
85
LAMPIRAN 4. HASIL ESTIMASI
Hasil Estimasi Sistem Persamaan dengan Metode TSLS
System: SYSFS
Estimation Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05
Time: 13:52
Sample: 1990 2003
Instruments: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1
CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1) C
Coefficient
-0.238585
C(10)
0.140660
C(11)
0.000424
C(12)
0.588399
C(13)
-47200.76
C(20)
0.383040
C(21)
0.629119
C(22)
29046.12
C(30)
-1308.100
C(31)
-1703.211
C(32)
27.86490
C(33)
0.875227
C(34)
-10843.47
C(40)
1494.371
C(41)
0.805357
C(42)
207.3864
C(43)
-226871.2
C(50)
0.657939
C(51)
-8288.710
C(52)
-79083.57
C(60)
-3.623525
C(61)
0.492594
C(62}
793.0167
C(63}
-3.290068
C(70}
-0.000330
C(71}
2.369691
C(72)
0.001970
C(73)
-36.42207
C(80)
-15.93686
C(81)
7=
===c~(8=2::&:)====o.....o-.o,..o2_,o....
Determinant residual covariance
Std. Error
0.355255
0.028186
6.24E-05
0.159071
12537.59
0.056283
0.050417
10494.70
394.0432
312.6803
10.56468
0.128103
2279.448
-.79.1356
0.070685
34.66655
75595.90
0.145412
4275.974
22590.78
0.917632
0.064072
148.8191
11.57462
0.000289
0.327008
0.000610
24.00903
2.471892
6.34E-os
·1.39E+36
t-Statistic
Prob.
0.5039
-0.671588
0.0000
4.990348
0.0000
6.802845
0.0004
3.698965
0.0003
-3.764741
0.0000
6.805658
0.0000
12.47821
0.0071
2.767694
0.0014
-3.319687
0.0000
-5.447133
0.0102
2.637553
0.0000
6.832205
0.0000
-4.757058
0.0000
8.342123
0.0000
11.39362
0.0000
5.982321
0.0037
-3.001105
0.0000
4.524666
0.0564
-1.938438
0.0008
-3.500702
0.0002
-3.948777
0.0000
7.688122
0.0000
5.328730
0. 7770
-0.284249
0.2559
-1.145029
0.0000
7.246586
0.0018
3.231966
0.1335
-1.517016
0.0000
-6.447230
oo....,1=7
1.2~6=56=3=6==o.....
Equation: PB=C(1 O}+C( 11 )*GROWTH+C(12}*KURS+C(13}*0VEBAL
Observations: 13
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Durbin-Watson stat
0.849594
0.799458
0.422621
1.874101
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Sum squared resid
2.088462
0.943732
1.607476
86
Equation: CONSP=C(20)+C(21 )*PDB+C(22)*CONSP( -1)
Observations: 13
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Durbin-Watson stat
0.993511
0.992214
4497.946
2.295164
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Sum squared resid
245289.1
50973.53
2.02E+08
Equation:
INVEST=C(30)+C(31 )*R+C(32)*1NFL +C(33)*PMA+C(34 )*INV=ST( -1)
Observations: 13
R-squared
AdjtJsted R-squared
S.E. of regression
Durbin-Watson stat
0.950375
0.925563
5113.830
1.423829
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Sum squared resid
97976.89
18743.57
2.09E+08
Equation: CONSG=C(40)+C(41)*TAX+C(42)*CONSG(-1)+
C(43)*GROWTH
Observations: 13
R-squared
Adjusted R-squared
S. E. of regression
Durbin-Watson stat
0.975002
0.966669
629.2075
1.658116
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Sum squared resid
30661.67
3446.434
3563119.
Equation: X=C(50)+C(51 )*PDBJPN+C(52)*RJPN
Observations: 13
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Durbin-Watson stat
0.765677
0.718813
10135.38
2.819826
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Sum squared resid
105977.8
"19113.59
1.03E+09
Equation: M=C(60)+C(61)*KURS+C(62)*PDB+C(63)*1NFL
Observations: 13
R-squared
Adjusted R-squared
S. E. of regression
Durbin-Watson stat
0.889807
0.853076
8523.959
1.974858
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Sum squared resid
101098.0
22237.96
6.54E+08
Equation: R=C(70)+C(71 )*M1 +C(72)*GROWTH+C(73)*KURS( -1)
Observations: 13
R-squared
Adjusted R-squared
S. E. of regression
Durbin-Watson stat
0.862415
0.816553
6.108972
2.129460
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Sum squared resid
0.916154
14.26307
335.8758
Equation: DEBT=C(80)+C(81 )*OVEBAL +C(82)*PDB
Observations: 13
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Durbin-Watson stat
0.861239
0.833487
10.39360
2.419217
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Sum squared resid
56.63846
25.47075
1080.269
87
Hasil Estimasi Persamaan Pertama dengan Metode TSLS
Dependent Variable: PB
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 13:54
Sample(adjusted): 1991 2003
Included observations: 13 after adjusting endpoints
Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1
CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-0.238585
0.140660
0.000424
0.588399
0.355255
0.028186
6.24E-05
0.159071
-0.671588
4.990348
6.802845
3.698965
0.5187
0.0007
0.0001
0.0049
GROWTH
KURS
OVEBAL
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.849594
0.799458
0.422621
16.94599
0.000481
Mean dependent var
'"'.D. depenc1en( "3r
Sum squared re~id
Durbin-Watson stat
2.088462
0.943732
1.607476
1.874101
Hasil Estimasi Persamaan Kedua dengan Metode TSLS
Dependent Variable: CONSP
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 13:53
Sample(adjusted): 1991 2003
Included observations: 13 after adjusting endpoints
Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1
CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-47200.76
0.383040
0.629119
12537.59
0.056283
0.050417
-3.764741
6.805658
12.47821
0.0037
0.0000
0.0000
PDB
CONSP{-1~
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob( F-statistic)
0.993511
0.992214
4497.946
765.5704
0.000000
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
245289.1
50973.53
2.02E+08
2.295164
88
Hasil Estimasi Persamaan Ketiga dengan Metorle TSLS
Dependent Variable: INVEST
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 13:53
Sample(adjusted): 1991 2003
Included observations: 13 after adjusting endpoints
Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PD8JPN M1
CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
29046.12
-1308.100
-1703.211
27.86490
0.875227
10494.70
394.0432
312.6803
10.56468
0.128103
2.767694
-3.319687
-5.447133
2.637553
6.832205
0.0244
0.0105
0.0006
0.0298
0.0001
R
I NFL
PMA
INVEST(-1~
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob( F-statistic)
0.950375
0.925563
5113.830
38.30260
0.000029
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
97976.89
18743.57
2.09E+08
1.423829
Hasil Estimasi Persamaan Keempat dengan Metode TSLS
Dependent Variable: CONSG
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 13:50
Sample(adjusted): 1991 2003
Included observations: 13 after adjust~o1g endpoin's
Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PUBJPN M1
CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1)
Variable
Coefficient
s·:. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-10843.47
1494.371
0.805357
207.3864
2279.448
179.1356
0.070685
34.66655
-4.757058
8.342123
11.39362
5.982321
0.0010
0.0000
0.0000
TAX
CONSG(-1)
GROWTH
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.975002
0.966669
629.2075
117.0085
0.000000
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
0.0002
30661.67
3446.434
3563119.
1.658116
89
Hasil Estimasi Persamaan Kelima dengan Metode TSLS
Dependent Variable: X
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 13:55
Sample(adjusted): 1991 2003
Included observations: 13 after adjusting endpoints
Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1
CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-226871.2
0.657939
-8288.710
75595.90
0.145412
4275.974
-3.001105
4.524666
-1.938438
0.0133
0.0011
0.0813
PDBJPN
RJPN
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.765677
0.718813
10135.38
16.33811
0.000706
Mean depende1t var
~D.depen~entvar
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
105977.8
19113.59
1.03E+09
2.819826
Hasil Estimasi Persamaan Keenam dengan Metode TSLS
Dependent Variable: M
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 13:54
Sample(adjusted): 1991 2003
Included observations: 13 after adjusting endpoints
Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1
CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-79083.57
-3.623525
0.492594
793.0167
22590.78
0.917632
0.064072
148.8191
-3.500702
-3.948777
7.688122
5.328730
0.0067
0.0034
0.0000
0.0005
KURS
PDB
I NFL
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.889807
0.853076
8523.959
24.22496
0.000121
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
101098.0
22237.96
6.54E+08
1.974858
90
Hasil Estimasi Persamaan Ketujuh dengan Metode TSLS
Dependent Variable: R
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 13:54
Sample(adjusted): 1991 2003
Included observations: 13 after adjusting endpoints
Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1
CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-3.290068
-0.000330
2.369691
0.001970
11.57462
0.000289
0.327008
0.000610
-0.284249
-1.145029
7.246586
3.231966
0.7827
0.2817
0.0000
0.0103
M1
GROWTH
KURS{-1}
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F -statistic)
0.862415
0.816553
6.108972
18.80468
0.000324
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
0.916154
14.26307
335.8758
2.129460
Hasil Estimasi Persamaan Kedelapan dengan Metode TSLS
Dependent Variable: DEBT
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 13:53
Sample(adjusted): 1991 2003
Included observations: 13 after adjusting endpoints
Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1
CONSG(-1} RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1}
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-36.42207
-15.93686
0.000207
24.00903
2.471892
6.34E-05
-1.517016
-6.447230
3.265636
0.1602
0.0001
0.0085
OVEBAL
PDB
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob( F-statistic)
0.861239
0.833487
10.39360
31.03322
0.000051
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
56.133846
26.47075
1080.269
2.419217
91
Lampiran 5. HASIL UJI WHITE HETEROSKEDASTICITY TEST
White Heteroskedasticity Test Pers tmaan Pr1[I1ary Balance
White
Heteroskedastici~
F-statistic
Obs*R-sguared
Test:
1.931138
8.564863
Probability
Probability
0.221613
0.199569
Test Equation:
Dependent Variable: RESID"2
Method: Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:12
Sample: 1991 2003
Included observations: 13
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
0.991634
-0.050758
-0.007656
-9.37E-05
8.87E-09
0.123383
-0.032373
0.587042
0.027344
0.003403
0.000148
1.25E-08
0.090164
0.026265
1.689204
-1.856259
-2.250119
-0.631704
0.708852
1.368427
-1.232537
0.1421
0.1128
0.0654
0.5509
0.5050
0.2202
0.2639
GROWfH
GROWfH"2
KURS
KURS"2
OVEBAL
OVEBAL"2
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.658836
0.317671
0.119538
0.085737
14.19306
1.999404
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.123652
0.144714
-1.106624
-0.802421
1.931138
0.221613
92
White Heteroskedasticity Test Persamaan Konsumsi Rumah Tangga
White
Heteroskedastici~
F-statistic
Obs*R-sguared
Test:
0.805476
3.732410
Probability
Probability
0 554901
0.443430
Test Equation:
Dependent Variable: RESID"2
Method: Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:15
Sample: 1991 2003
Included observations: 13
Variable
Coefficient
Std. Error
t Statistic
Pro b.
c
4.78E+08
-3855.076
0.004437
3063.912
-0.006338
6.84E+08
5611.273
0.007049
4Gi'3.411
0.009488
o.u99132
-0.687023
0.629453
0.669940
-0.668040
0.5043
0.5115
0.5466
0.5218
0.5229
0.287108
-0.069337
27719992
6.15E+15
-238.0800
2.838813
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
PDB
PDB"2
CONSP(-1)
CONSP{-1)"2
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
15562703
2680623"\
37.39693
37.61422
0.805476
0.554901
White Heteroskedasticity Test Persamaan Ekspor
White Heteroskedasticit:t Test:
F-statistic
Obs*R-sguared
0.851182
3.880975
Probability
Probability
0.531234
0.422354
Test Equation:
Dependent Variable: RESID"2
Method: Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:15
Sample: 1991 2003
Included observations: 13
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-2.80E+10
110836.1
-0.108906
-20763224
-60796409
2.87E+10
111842.6
0.108835
56496199
54660490
-0.975480
0.991001
-1.000647
-0.367515
-1.112255
0.3579
0.3507
0.3463
0.7228
0.2983
0.298537
-0.052195
1.24E+08
1.22E+17
-257.5280
1.345716
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
PDBJPN
PDBJPN"2
RJPN
RJPN"2
R-squared
Adjusted R-squared
S.E of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
79019896
1.21 E+08
40.38893
40.60622
0.851182
0.531234
93
White Heteroskedasticity Test Persamaan Investasi
White
Heteroskedastici~
F-statistic
Obs*R-squared
Test:
0.288852
4.760183
0.936445
0.782874
Probability
Probability
Test Equation:
Dependent Variable: RESID11 2
Method: Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:17
Sample: 1991 2003
Included observations: 13
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-2.46E+08
283886.8
-44194.07
-1135070.
28285.67
52689.46
-112.6403
5112.503
-0.022790
4.10E+08
5298122.
665730.4
5710593.
314169.0
450905.7
435.0456
6864.256
0.033571
-0.599994
0.053583
-0.066384
-0.198766
0.090033
0.116853
-0.258916
0.744801
-0.678862
0.5808
0.9598
0.9503
0.8521
0.9326
0.9126
0.8085
0.4978
0.5345
0.366168
-0.901496
26413678
2.79E+15
-232.9470
1.940122
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob( F-statistic)
R
R112
INFL
INFL112
PMA
PMA112
INVEST(-1)
INVEST~-1 )"2
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
16093084
19154955
37.22262
37.61374
0.288852
0.936445
94
White Heteroskedasticity Test Persamaan Konsumsi Pemerintah
White
Heteroskedasticit~
F-statistic
Obs*R-sguared
Test:
1.246053
7.212069
Probability
Probability
0.393116
0.301680
Test Equation:
Dependent Variable: RESID"2
Method: Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:19
Sample: 1991 2003
Included observations: 13
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-37825116
6142101.
-251551.4
59.85304
-0.001269
24364.22
8077.666
25114111
4994299.
212358.6
670.3486
0.011842
22875.37
4314.946
-1.506130
1.229822
-1.184559
0.089286
-0.107197
1.065085
1.872020
0.1827
0.2648
0.2810
0.9318
0.9181
0.3278
0.1104
0.554775
0.109549
301168.3
5.44E+11
-177.4210
2.744359
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob( F-statistic)
TAX
TAX"2
CONSG{-1)
CONSG{ -1 )"2
GROWTH
GROWTH"2
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
274086.0
319156.9
28.37246
28.67666
1.246053
0.398116
White Heteroskedasticity Test Persamaan lmpor
White Heteroskedastici!Y Test:
F-statistic
Obs*R-sguared
4.193778
10.49700
Probability
0.052349
0.105223
Probabilit~
Test Equation:
Dependent Variable: RESID"2
Method: Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:21
Sample: 1991 2003
Included observations: 13
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
8.94E+08
22801.56
-1.166721
-5730.216
0.007459
19654731
-242097.1
7.61E+OB
33205.81
2.827260
4286.099
0.005810
4542720.
53341.57
1.1i'4711
0.686674
-0.412668
-1.336931
1.283871
4.326644
-4.538619
0.2846
0.5179
0.6942
0.2297
0.2465
0.0049
0.0039
K~RS
KURS"2
PDB
PDB"2
INFL
INFL "2
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.807462
0.614924
36847076
8.15E+15
-239.9102
2.094221
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob( F-statistic)
•
50301602
59378566
37.98618
38.29039
4.193778
0.052349
95
White Heteroskedasticity Test Persamaan Suku Bunga
White
Heteroskedastici~
Test:
0.695527
5.332766
F-statistic
Obs*R-sguared
Probability
Probability
0.664767
0.501895
Test Equation:
Dependent Variable: RESID"2
Method: Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:22
Sample: 1991 2003
Included observations: 13
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
263.3285
-0.004077
2.80E-08
-5.180021
-1.108627
-0.005714
-3.97E-07
602.2025
0.028813
3.22E-07
5.138744
0.792895
0.042995
3.58E-06
0.437276
-0.141499
0.087090
-1.008033
-1.398202
-0.132907
-0.110805
0.6772
0.8921
0.9334
0.3523
0.2116
0.8986
0.9154
M1
M1"2
GROWTH
GROWTH"2
KURS(-1)
KURS{ -1 }"2
R-squared
Adjusted R-squared
S. E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.410213
-0.179574
44.75939
12020.42
-62.83738
2.923185
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
25.83660
41.21180
10.74421
11.04842
0.695527
0.664767
White Heteroskedasticity Test Pe,. samaan f.tok :Jtang Pemerintah
White
Heteroskedastici~
F-statistic
Obs*R-sguared
Test:
0.274442
1.568623
Pn... uability
Probability
0.886462
0.814420
Test Equation:
Dependent Variable: RESID"2
Method: Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:31
Sample: 1991 2003
Included observations: 13
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-2712.722
-49.84064
-25.62284
0.015211
-2.03E-08
3047.018
56.43498
32.77287
0.016671
2.24E-08
-0.890288
-0.883152
-0.781831
0.912429
-0.906746
0.3993
0.4029
0.4568
0.3882
0.3910
OVEBAL
OVEBAL"2
PDB
PDB"2
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.120663
-0.319005
131.8523
139080.2
-78.75227
2.235683
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
83.09758
114.8060
12.88496
13.10225
0.274442
0.886462
96
Lampiran 6. HASIL UJI BREUSCH-GODFREY TEST
BG Test Persamaan Primary Balance
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
0.083936 Probability
0.920402
F-statistic
~O=b=s*~R=-s=g~u=a=re=d======~0=.3=0~44=6=0==~P=ro=b=a=b=ilit~y========~0~.858791
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:13
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
0.000404
0.005356
-1.11 E-06
0.013218
-0.137934
-0.170484
0.403519
0.034247
7.03E-05
0.185989
0.450197
0.646946
0.001001
0.156392
-0.015722
0.071070
-0.306386
-0.263521
0.9992
0.8801
0.9879
0.9453
0.7682
0.7997
GROWTH
KURS
OVEBAL
RESID(-1)
RESID{-2~
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.023420
-0.674137
0.473562
1.569829
-4.705313
1.819493
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
-4.60E-15
0.366000
1.646971
1.907717
0.033574
0.999126
BG Test Persamaan Konsumsi Rumah Tangga
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-sguared
0. 709782
1.959150
Probability
Probability
0.520279
0.375471
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:14
Variable
Coefficient
Std. Error
t-~:itat:'3tic
Pro b.
c
-8843.192
0.037823
-0.023713
-0.295146
-0.394087
14899.62
0.066112
0.055631
0.355392
0.370500
-0.593518
0.572104
-0.426251
-0.830481
-1.063661
0.5692
0.5830
0.6812
0.4304
0.3185
PDB
CONSP(-1)
RESID(-1)
RESID{-2~
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.150704
-0.273944
4634.456
1.72E+08
-125.0270
2.267018
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob( F-statistic)
2.09E-1 I
4106.044
20.00415
20.22144
0.354891
0.833912
97
BG Test Persamaan Investasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
1.640637
4.595982
0.270166
0.100460
Probability
P~ability
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12105 Time: 14:18
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
7265.334
-171.3528
-4.157253
-2.499913
-0.056638
0.105238
-0.916593
10806.66
377.9016
290.3959
10.85300
0.132214
0.451985
0.513494
0.672302
-0.453432
-0.014316
-0.230343
-0.428381
0.232836
-1.785012
0.526 l
0.6662
0.9890
0.8255
0.6833
0.8236
0.1245
R
INFL
PMA
INVEST(-1)
RESID(-1)
RESID~-21
R-squared
Adjusted R-squared
S. E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.353537
-0.292926
4747.746
1.35E+08
-123.4710
1.577715
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
-5.09E-11
4175.425
20.07246
20.37666
0.546879
0.759313
BG Test Persamaan Konsumsi Pemerintah
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
2.522257
5.444694
0.149651
0.065720
Probability
Probability
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:20
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
2113.700
-71.38216
-0.042696
-22.29193
0.252430
-0.784170
2190.277
160.9431
0.064238
31.58333
0.297444
0.359053
0.965038
-0.443524
-0.664649
-0.705813
0.848663
-2.183997
0.3667
0.6708
0.5276
0.5031
0.4241
0.0653
TAX
CONSG(-1)
GROWTH
RESID(-1)
RESID~-2l
R-squared
Adjusted R-squared
S. E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.418823
0.003696
543.9018
2070804.
-96.30644
2.072240
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
-3.83E-12
544.9097
15.73945
16.00020
1.008903
(j 477204
98
BG Test Persamaan Ekspor
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-sguared
1.502612
3.549943
Probability
Probability
0.279231
0.169488
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:16
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-20909.38
0.043076
-1343.016
-0.631533
-0.224206
75526.18
0.145833
4164.021
0.373031
0.380767
-0.276849
0.295376
-0.322529
-1.692978
-0.588828
0. 7889
0. 7752
0.7553
0.1289
0.5722
PDEJPN
RJPN
RESID(-1)
RESID(-2)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.273073
-0.090391
9661.408
7.47E+08
-134.5770
2.094301
Mean dependent var
S.D. dependent var
Aka ike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
-5.58E-11
9252.291
21.4 7339
21.69068
0. 751306
0.584233
BG Test Persamaan lmpor
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-sguared
3.678505
6.661633
0.080932
0.035764
Probability
Probability
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:21
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-3652.814
0.082066
0.011157
-13.50182
-0.218036
-0.795755
17941.54
0.730998
0.050897
119.9745
0.304538
0.296324
0.203595
J.112266
0.219208
-0.112539
-0.715958
-2.685422
0.8445
0.9138
0.8327
0.9136
0.49n
0.0313
KURS
PDB
INFL
RESID(-1)
RESID{-2~
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.512433
0.164171
6748.863
3.19E+08
-129.0451
2.117191
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F -statistic
Prob(F-statistic)
8.26E-12
7381.965
20.77617
21.03692
1.471402
0.309396
99
BG Test Persamaan Suku Bunga
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.203565
0.714539
0.820481
0.699584
Probability
Probability
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:23
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
4.359361
-9.76E-05
-0.109749
0.000113
-0.238953
-0.211367
14.63818
0.000361
0.404488
0.000721
0.437260
0.297808
-0.270390
-0.271329
0.157435
-0.546479
-G.480483
0.7745
0.7947
0.7940
0.8793
0.6017
0.6455
M1
GROWTH
KURS(-1)
RESID(-1)
RESID{-2}
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.054965
-0.620061
6.733865
317.4146
-39.21539
1.968992
().4:~9904
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Akaike info criterion
SC11warz critenon
F-statistic
Prob(F-statistic)
2.13E-13
5.290525
6.956213
7.216959
0.081426
0.993036
BG Test Persamaan Stok Utang Pemerintah
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-sguared
1.479129
3.509440
Probability
Probability
0.284049
0.172956
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/12/05 Time: 14:25
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-2.632154
-1.882658
3.90E-06
-0.448749
-0.524667
23.10978
2.602963
6.09E-05
0.335726
0.351048
-0.113898
-0.723275
0.064040
-1.336651
-1.494576
0.9"121
0.4901
0.9505
0.2181
0.1734
OVEBAL
PDB
RESID(-1)
RESID{-2}
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.269957
-0.095065
9.928762
788.6425
-45.13107
2.001456
Mean dependent var
S.D. dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
-2.25E-14
9.488012
7.712472
7.929760
0.739564
0.590774
100
Lampiran 7. HASIL SIMULASI EX-POST
ASSIGN @ALL F
PB=-0.2385849671 +0.1406598827*GROWTH+0.0004244736286*KURS+0.5883985149*0VEBAL
CONSP=-47200. 76258+0.3830401671*PDB+0.6291190541*CONSP( -1)
INVEST=29046.12348-1308.1 00079*R-1703.211432*1 NFL+27 .86489834*PMA+0.8752273194*INVEST(-1)
CONSG=-10843.46723+1494.371476*TAX+0.8053572867*CONSG(-1)+207.3864144*GROWTH
X=-226871.237 4+0.6579385849*PDBJPN-8288. 71 0082*RJPN
M=-79083.5655-3.623524833*KURS+0.4925938012*PDB+793. 0167377*1NFL
R=-3.290068122-0.0003303658355*M1+2.369691176*GROWTH+0.001970173999*KURS(-1)
DEBT=-36.4220675-15.93685555*0VEBAL+0.0002069089046*PDB
GAPPB=PB-((R-GROWTH)/(1 +GROWTH))*DEBT( -1)
PDB=CONSP+INVEST+CONSG+(X-M)
GROWTH=((PDB-PDB(-1 ))/PDB( -1 ))*1 00
;
obs
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
CONSGF
24421.80
25883.70
27723.97
27709.22
29709.90
30432.34
31003.79
32081.67
26741.56
27934.71
30135.40
33193.14
36100.12
39586.31
CONSPF
147787.6
155646.1
166756.7
175731.6
190597.5
210304.8
235021.7
263921.0
258236.5
260865.2
270045.4
282303.8
294903.0
311970.2
DEBTF
GAPPBF
39.20000
NA
29.15478 19.72463
43.95901 14.32856
37.38140 148.1205
22.11645 12.25713
18.79711 8.798055
31.00937 8.259756
63.55691
15.59245
62.30813 -142.0725
82.07381 -89.87749
76.41447 -27.80806
93.78020 -38.52052
80.16130 -96.63000
74.25770 -47.48702
GROWTHF
7.160000
5.586809
5.613514
1.710299
7.812113
8.138008
8.952695
8.90462€3
-14.61783
4.451225
5.169224
4.233590
3.061875
5.556646
INVESTF
76950.00
85819.19
95408.45
94376.70
106400.5
119169.9
126030.0
131680.6
89283.60
74925.49
80300.59
81427.05
87214.92
89427.96
MF
59967.10
6147 ~.55
68589.66
80294.07
82878.90
97539.69
11208C.O
129840.2
124579.0
91098.65
94556.60
98626.66
103531.7
118374.0
PBF
'1.270000
1.147387
c /60680
0.518237
2.155492
2.567846
2.517158
1.831481
1.031847
2.231205
2.999068
3.090447
3.099416
3.557564
PDBF
RF
271659.8 6.070000
286836.7 2.465625
302938.3 2.535778
308119.4 -7.390931
332190.1 5.430830
359223.7 5.563808
391383.9 5.912080
426235.2 4.509253
363928.8 -45.27937
380128.1 12.50975
399777.8 7.484856
416702.8 7.083466
429461.7 7.381372
453325.4 9.731812
XF
60595.10
80962.02
81638.78
90596.01
88361.02
96856.39
111408.4
128392.2
114246.1
107501.4
113853.0
118405.5
114775.3
130714.8
101
LAMPIRAN 8. FORECAST EVALUATION
Forecast Evaluation Variabel CONSg
Forecast: CONSGF
Actual: CONSG
Sample: 1990 2003
Include observations: 14
Root Mean Squared Error
Mean Absolute Error
Mean Absolute Percentage Error
Theil Inequality Coefficient
Bias Proportion
Variance Proportion
Covariance Proportion
369.7974
293.0014
1.008407
0.006074
0.035004
0.840416
0.124580
Forecast Evaluation Variabel CONSp
Forecast: CONSPF
Actual: CONSP
Sample: 1990 2003
Include observations: 14
Root Mean Squared Error
Mean Absolute Error
Mean Absolute Percentage Error
Theil Inequality Coefficient
Bias Proportion
Variance Proportion
Covariance Proportion
8284.254
8241.915
3.671145
0.016683
0.989804
0.000079
0.010117
Forecast Evaluation Variabel DEBT
Forecast: DEBTF
Actual: DEBT
Sample: 1990 2003
Include observations: 14
Root Mean Squared Error
Mean Absolute Error
Mean Absolute Percentage Error
Theil Inequality Coefficient
Bias Proportion
Variance Proportion
Covariance Proportion
2.820998
2.268632
5.733221
0.023138
0.432374
0.243483
0.324143
102
Forecast Evaluation Variabel GROWfH
Forecast: GROWTHF
Actual: GROWTH
Sample: 1990 2003
Include observations: 14
Root Mean.SqLiared Error
Mean Absolute Error
Mean Absolute Percentage Error
Theil Inequality Coefficient
Bias Proportion
Variance Proportion
Covariance Proportion
0.834626
0.616234
11.43960
0.065140
0.006289
0.821492
0.172218
Forecast Evaluation Variabel INVEST
•
Forecast: INVESTF
Actual: INVEST
Sample: 1990 2003
Include observations: 14
Root Mean Squared Error
Mean Absolute Error
Mean Absolute Percentage Error
Theil Inequality Coefficient
Bias Proportion
Variance Proportion
Covariance Proportion
2170.175
1727.415
1.874426
0.011046
0.023196
0.285402
0.691402
Forecast Evaluation Variabel M
Forecast: MF
Actual: M
Sample: 1990 2003
Include observations: 14
Root Mean Squared Error
Mean Absolute Error
Mean Absolute Percentage Error
Theil Inequality Coefficient
Bias Proportion
Variance Proportion
Covariance Proportion
6023.299
4685.808
4.928467
0.029182
0.605202
0.010041
0.384758
Forecast Evaluation Variabel PB
Forecast: PBF
Actual: PB
Sample: 1990 2003
Include observations: 14
Root Mean Squared Error
Mean Absolute Error
Mean Absolute Percentage Error
Theil Inequality Coefficient
Bias Proportion
Variance Proportion
Covariance Proportion
0.225567
0.193711
10.95275
0.048131
0.008899
0.480950
0.510150
103
Forecast Evaluation Variabel PDB
Forecast: PDBF
Actual: PDB
Sample: 1990 2003
Include observations: 14
Root Mean Squared Error
Mean Absolute Error
Mean Absolute Percentage Error
Theil Inequality Coefficient
Bias Proportion
Variance Proportion
Covariance Proportion
8248.957
7424.901
2.167216
0.010842
0.810183
0.12£612
0.160205
Forecast Evaluation Variabel r
Forecast: RF
Actual: R
Sample: 1990 2003
Include observations: 14
Root Mean Squared Error
Mean Absolute Error
Mean Absolute Percentage Error
Theil Inequality Coefficient
Bias Proportion
Variance Proportion
Covariance Proportion
1.750330
1.215368
22.40525
0.067890
0.000015
0.258776
0.741209
Forecast Evaluation Variabel X
Forecast: XF
Actual: X
Sample: 1990 2003
Include observations: 14
Root Mean Squared Error
Mean Absolute Error
Mean Absolute Percentage Error
Theil Inequality Coefficient
Bias Proportion
Variance Proportion
Covariance Proportion
1868.378
499.3451
0.403596
0.008880
0.071429
0.090842
0.837730
104
Lampiran 9. HASIL SIMUL.ASI EX-ANTE
Hal!il Oytgut
obs
2005
2006
2007
2008
2009
obs
1
CONSGF CONSPF
45277.34
47767.82
50109.83
52316.82
54428.09
Hasil Outgut
2005
2006
2007
2008
2009
Sk~n~rio
356296.8
383438.3
415023.6
451613.5
494045.8
Sk~nariQ
DEBTF
89.90804 -12.74996
99.34061 -9.495591
110.0472 2.297334
122.2658 16.68617
135.9395 37.17921
359719.5
389934.3
425565.7
467286.9
516083.2
GROWTHF INVESTF
MF
PBF
PDBF
RF
XF
143778.8
158728.0
175730.6
195682.7
218467.0
3.522597
3.504666
3.484936
3.400518
3.367384
506577.4
539071.4
576952.5
620600.9
671281.8
6.824216
7.486484
7.123059
6.531276
5.631493
145684.6
153506.0
161544.7
170024.2
178658.3
5.529001
6.414406
7.027099
7.565346
8.166419
103097.5
113087.3
126005.0
142329.1
162616.6
GROWTHF
INVESTF
MF
PBF
PDBF
RF
XF
6.233881
7.198565
7.884434
8.487506
9.137924
107644.5
120371.8
136453.6
156534.2
181346.5
145720.0
162639.5
18.:..)65.6
204994.1
231406.6
3.368741
".214856
3.034783
2.771192
2.521419
513447.9
550408.8
593805.4
644204.7
703071.6
7.085863
7.707273
7.238471
6.464910
5.283553
145684.6
153506.0
161544.7
170024.2
178658.3
2
CONSGF CONSPF
46119.34
49236.20
52307.04
55353.55
58390.28
GAPPBF
DEBTF
GAPPBF
98.18251 -6.747114
112.5235 -2.877161
128.9930 11.21613
147.7082 30.27029
169.1317 58.67943
Hasil Outgut Skenario 3
obs
2005
2006
2007
2008
2009
CONSGF CONSPF
45034.21
47338.12
49443.60
51365.02
53147.48
353418.3
376989.3
402886.3
431023.2
461508.2
GROWTHF INVESTF
MF
PBF
PDBF
RF
XF
142364.9
155221.7
168916.0
183979.5
199879.9
3.414930
3.346024
3.267786
3.118880
3.018711
500503.3
526962.8
555857.9
586780.7
620154.3
6.545771
7.207114
6.953401
6.619522
6.194596
145684.6
153506.0
161544.7
170024.2
178658.3
DEBTF
GAPPBF
88.65129
96.83523
105.6825
115.2681
125.3608
-21.80314
-23.73703
-18.68972
-13.89260
-5.720435
4.763520
5.286584
5.483316
5.563082
5.687571
98731.12
104351.2
110899.4
118347.8
126720.2
DEBTF
GAPPBF
GROWTHF
INVESTF
MF
97.77486
111.4986
126.7341
143.6934
162.6586
2.640780
6.364181
31.89605
61.37056
104.6728
5.648301
6.642947
6.862748
7.190571
7.520081
106773.4
117295.0
129553.0
143988.9
161006.4
146169.0
162078.9
180121.6
200337.0
222b83.9
Hasil Outgut Skenario 4
obs
2005
2006
2007
2008
2009
CONSGF CONSPF
46027.89
49047.32
51943.04
54791.43
57602.05
359161.1
387685.6
419969.2
456333.8
497208.9
PBF
3.286371
3.136706
2.891070
2.588767
2.293848 .
PDBF
RF
XF
511417.9
545455.1
582888.3
624801.3
671786.8
5.698175
6.390685
4.817343
3.391614
1.449683
145684.6
153506.0
161544.7
170024.2
178658.3
105
Download