ANALISA DAN PRAKIRAAN SUSTAINABILITAS FISKAL (FISCAL SUSTAINABILITY} INDONESIA UNTUK PERIODE 2005 - 2009 TESIS Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Studi pada Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Oleh Nama : Umi Hanni NPM : 6603220767 PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK FAKULTAS EKONOMI 1 •7NIVERSTTAS INDONESIA 2005 LEMBAR PENGESAHA N TESIS NAMA UMI HANNI TEMPAT/TANGGAL LAHIR Jakarta, 2 Oktober 1971 NPM 6603220767 JUDUL PROPOSAL TESIS ANALISA DAN PRAKIRAAN SUSTAINABILITA S FISKAL (FISCAL SUSTAINABILITY } INDONESIA UNTUK PERIODE 2005-2009 Depok, Agustus 2005 MENYETUJUI : PEMBIMBING, JH~ ~ ( Dr. B. Raksaka Mahi ) MENGETAHUI : PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA SEKRETARIS PROGRAM STUD!, ( Hera Susanti, SE, M.Sc.) NIP. 131884902 ji{{a/i mencipta~an a~{ aari caliaya-:Jfya cfi sisi ~anan talita-:Jfya La{u (J)ia mencipta~n fi!6oaofian aari samuaera yang asing aan gefap ~'lC-qliazl4 'i) c:RJ!edic&ed ltJ mp behrul l!wbtmd ABTRAKSI Krisis ekonomi telah membuat Pemerintah Indonesia terbelit utang yang berat. Utang pemerintah telah bertambah menjadi tiga sampai empat kali lipat dari kondisi sebelum krisis, dan hampir tiga perempat dari pertambahan ini merupakan utang dalam negeri yang harus dibayar untuk restrukturisasi perbankan. Kenaikan jumlah utang ini merupakan akibat gabungan kesalahan kebijakan masa lalu dengan krisis ekonomi, bukan karena pengeluaran baru. Kewajiban-kewajiban penutupan utang (bunga dan amortisasi) akan melebihi 40 persen dari penerimaan pemerintah selama beberapa tahun, sedangkan kebutuhan pembiayaan baru (baik luar maupun dalam negeri) di tahun-tahun mendatang masih tetap dibutuhki;Jn untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran. Hal ini akan sangat membatasi fleksibilitas fiskal pada masa pemerintahan sekarang ini, sehingga telah menggeser permasalahan dari fiscal stimulus menjadi fiscal sustainability. Indikasi awal dalam menilai apakah kebijakan fiskal yang ditempuh sustainable atau unsustainable adalah rasio utang terhadap PDB dan rasio keseimbangan primer (primary balance) terhadap PDB. Jika pertambahan utang diiringi dengan kenaikan PDB yang sama ataupun lebih besar bukanlah merupakan ancaman bagi sustainabilitas fiskal. Primary Balance juga merupakan indikator utama bagi sustainabilitas fiskal dimana dalam penelitian ini diketahui bahwa Primary Balance dipengaruhi oleh overall balance. Dengan kata lain, sustainabilitas fiskal dicapai melalui peningkatan penerimaan dalam negeri dan pengoptimalisasiar, pengeluara . . negara. Indikator lainnya yang tidak kalah penting adalah pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunr?. Dalarr model yang dibangun dalarr· penelitian ini terlihat bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh besaran PDB, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, investasi, IV suku bunga, inflasi, PMA, ekspor, impor dan kurs. Sedangkan suku bunga dipengaruhi oleh uang beredar, tingkat pertumbuhan dan lag kurs. Perkembangan fiscal sustainabilitiy dalam rentang waktu penelitian dapat dikatakan bahwa pemerintah sudah sangat berhatihati dalam menjaga tingkat sustainabilitas fiskalnya (terlihat dari nilai aktual primary balance yang berada antara 0,82 sampai dengan 3,84). Sedangkan dari hasil simulasi ex-post terlihat bahwa kondisi fiskal yang unsustainable terjadi pada tahun 1998-2003, hal ini lebih disebabkan karena tingginya tingkat suku bunga dari pada tingkat pertumbuhan ekonominya. Sedangkan dari hasil simulasi ex-ante terlihat bahwa instrumen yang paling efektif untuk mencapai keadaan fiskal yang sustainable adalah kebijakan moneter yang ekspansif. Jumlah uang yang beredar secara langsung akan mempengaruhi variabel suku bunga yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kegiatan investasi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter untuk menurunkan suku bunga akibat banyaknya uang yang beredar akan merangsang kegiatan investasi sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga akan menurunkan stok utang sehingga tercapai keadaan sustainabilitas fiskal. v KATA PENGANTAR 1&safammuafai~m ?1Jr. ?1J6. Alhamdulillahirobbil'alamin. Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya juga tesis ini berhasil penulis selesaikan tepat pada waktunya. Karya ilmiah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mendapat gelar Magister Ekonomi pada Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Terselesainya tugas a.~hir ini tid . :k terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis haturkan ucapan terima kasih yang seb !>ar-besc.rnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhorrnat : 1. Dr. B. Raksaka Mahi, selaku pembimbing dan Ketua Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang di dalam berbagai kesibukan dapat menyempatkan diri membimbing dan mengarahkan serta memberi petunjuk dan saran yang sangat berharga bagi penulisan tesis ini; 2. Pengelola, Dosen pengajar, dan Staf MPKP yang tak dapat penulis sebut satu mengikuti per satu, perkuliahan yang di telah Program membantu penulis selama Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia; 3. Pusbindiklatren Bappenas yang dengan gigih rnemperjuangkan dana dan kesempatan seluas-luasnya bagi pengembangan SDM instansi Pemerintah Pusat maupun Daerah. Kami beruntung termasuk salah satu di antaranya; 4. Ditjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk mengikuti kuliah yang sangat berharga ini dan meninggalkan tugas-tugas kedinasan; VI 5. Bapak dan lbuku, yang dengan penuh kasih serta kesabaran telah memberi dukungan do'a dan semangat bagi penulis selama mengikuti pendidikan ini; 6. Mas Yoyo, suamiku tercinta, yang dengan penuh kesabaran mendampingi penulis saat suka maupun duka serta Dhio, anakku tersayang, yang dalam ketidakmengertiannya seringkali terabaikan hak-haknya, maafkan mama sayang .. 7. Rekan-rekan seperjuangan MPKP FEU! Angkatan XII-A terutama Mila, Lilis, Ken, Eko, Lely, Betty, Meiske, Juari, Indri, Andi, !mel dll yang dalam menempuh pendidikan hingga penyelesaian tesis ini telah banyak membantu dan memberikan masukan yang sangat berm(!nfaat bagi penulis. Penulis mengharapkan, tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang memb.utuhkan. Di samping itu juga diharapkan tesis ini bisa dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi para peneliti yang berminat mengkaji sustainabilitas fiskal secara lebih mendalam. Akhirnya, penulis menyadari bahwa di dalam tesis ini masih terdapat banyak kekurangan. Dengan demikian untuk kesempurnaan tesis ini maka semua saran dan kritikan akan penulis terima dengan senang hati. Terima kasih. ?Uassafam, Vll DAFTAR lSI Halaman LEMBAR PENGESAHAN TESIS ii ABTRAKSI iv KATA PENGANTAR vi DAFfAR lSI .............................................................................................. DAFfAR TABEL viii X DAFTAR GAM BAR xi DAFfAR LAMPIRAN xii BAB I. PENDAHULUAN .................................. ...................................... 1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1.2. Permasalahan .............................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.4. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 1 6 11 12 BAB II. SUSTAINABILITAS FISKAL : TINJAUAN LITERATUR 2.1. Pengertian Sustainabilitas Fiskal .......................................... 2.1.1. Accounting Approach ..................................................... 2.1.2. Present Value Constraint Approach .............................. 2.2. Strategi Mencapai Sustainabilitas Fiskal .............................. 2.3. Solvency versus Sustainability ................................................ 2.4. Pengelolaan Utang Pemerintah ............................................. 13 13 16 18 20 21 24 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 3.2. Spesifikasi r1odel ........................................................................ 3.3. Variabel Penelitian dan Sumber Data 3.4. Metode Analisis ........................................................................... 3.4.1. Two Stage Least Square (TSLS) 3.4.1.1. Identifikasi Model ............................. ..................... 3.4.1.1.1. Kondisi Order .................................................... 3.4.1.1.2. Kondisi Rank 3.4.1.2. Evaluasi Model .......................................................... 3.4.1.2.1. Kriteria Ekonomi .............................................. 3.4.1.2.2. Kriteria Statistik ............................................. 3.4.1.2.3. Kriteria Ekonometrika 3.4.2. Validasi Model ........................................................................ 3.4.3. Proyeksi Model ...................................................................... 27 27 27 30 35 35 36 37 37 38 38 39 39 42 43 1 Vlll BAB IV. SUSTAINABIUTAS FISKAL INDONESIA : HASIL-HASIL ANAUSIS MODEL ........................................ 4.1. Identifikasi Model .................................................................. ... 4.1.1. Kondisi Order ......................................................................... 4.1.2. Kondisi Rank ........................................................................... 4.2. Evaluasi Model ............................................................................ 4.2.1. Kriteria Statistik dan Ekonomi ...................................... ... 4.2.2. Kriteria Ekonometrika ......................................................... 4.2.2.1. Heteroskedastisitas ................................................ 4.2.2.2. Autokorelasi ............................................................... 4.3. Perkembangan Sustainabiltas Fiskal Indonesia .................. 4.4. Validasi Model ................... ......... ....................... ........................... 4.5. Prakiraan Sustainabiltas fiskal In·ion~,.;sia ............................. 44 44 44 45 46 46 60 60 61 62 65 66 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 71 Daftar Pustaka 76 Lampiran 78 lX DAFTAR TABEL Halaman 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 1.7. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10. 4.11. 4.12. 4.13. 4.14. 4.15. 4.16. Utang Luar Negeri Pemerintah yang Ditandatangani Tahun 1990-2004 ................................................... . Posisi Surat Utang Negara 1999-2005 (juta Rupiah) Posisi Surat Utang Negara 1999-2005 (juta US$) Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pembayaran Bung a Utang Pemerintah ........................ . Proyeksi Pembayaran Pokok, Bunga dan Biaya Utang Luar .......................... . Negeri Pemerintah/External Debt Service Proyeksi Pembayaran Bunga dan Pokok Utang Pemerintah ....................... . (sebagai persentase dari PDB, 2003-2009) Kqndisi Order dari Persamaan Model ................................... . ................................... . Kondisi Rank dari Persamaan Model ............. . Hasil Uji Regresi Persamaan Primary Balance Hasil Uji Regresi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga ........................ . Hasil Uji Regresi Persamaan Investasi Hasil Uji Regresi Persamaan Konsumsi Pemerintah ........................... . Hasil Uji Regresi Persamaan Ekspor ............................ . Hasil Uji Regresi Persamaan Impor ................... .. Hasil Uji Regresi Persamaan Suku Bung a Hasil Uji Regresi Persamaan Stok Utang Pemerintah Hasil Uji White's Heteroscedasticity Test ..................... . Hasil Uji Durbin Watson Statistic dan Breusch-Godfrey Test Hasil Simulasi Ex-post Sustainabilitas Fiskal ..................... . ..................................................... . Koefisien Theil's Inequality Proyeksi Variabel Eksogen Tahun 2005-2009 Prakiraan Sustainabilitas Fiskal Indonesia 2 3 4 5 8 10 11 45 46 47 49 50 52 54 55 57 59 61 61 63 65 68 69 X DAFTAR GAMBAR Halaman 1.1. Pembayaran Bunga Utang Pemerintah ................................... 8 1.2. Profil Jatuh Tempo Obligasi Negara, sebelum dan sesudah ............................... Reprofiling, Tradable Bonds (VR dan FR) 9 XI DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Diagram Hubungan antara Variabel Endogen dan Variabel Eksogen .............................................................. ...... 78 .......... 79 ......................................................................... 80 ................. .................... . ....................................... 86 2. Data Model Ekonomi Fiscal Sustainability Indonesia 3. Identifikasi Model 4. Hasil Estimasi 5. Hasil Uji White Heteroscedasticity Test 6. Hasil Uji Breusch-Godfrey Test 7. Hasil Simulasi Ex-Post 101 8. Forecast Evaluation 102 9. Hasil Simulasi Ex-Ante 105 ...... ......................................... 92 97 Xll BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Meskipun sifatnya hanya sebagai pelengkap, pinjaman luar negeri dalam dua dekade terakhir memiliki kontribusi yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Sumber pembiayaan luar negeri merupakan salah satu alternatif sumber pembangunan untuk mempercepat proses pembangunan nasional, dimana secara langsung menambah tersedianya dana investasi sehingga mampu mendorong kegiatan produksi dan terciptanya kesempatan kerja. Baik sektor pemerintah maupun swasta telah cukup lama memanfaatkan pinjaman luar negeri untuk pembiayaan investasi dan sekaligus menutup kesenjangan valuta asing dalam struktur perekonomian Indonesia. Namun, penggunaan pinjaman yang tidak terarah dan terencana dengan baik dapat menimbulkan masalah seperti yang pernah dialami oleh beberapa negara di Amerika Latin seperti Meksiko. Masalah pinjaman luar negeri sedikit banyaknya terkait pada kebijakan yang mendasari penggunaan pinjaman luar negeri. Pada awal masa orde baru, kebijakan pinjaman luar negeri pemerintah dilandasi oleh suatu kehati-hatian (prudent borrowing policy). Pinjaman luar negeri digunakan sebagai dana pelengkap sumher dana dalam negeri dimana jumlah dan persyaratan pinjaman disesuaikan dengan batas kemampuan membayar kembali. Tapi dalam · perkembangannya, pelaksanaan kebijilkan ini seringkali menyimpang dari semangat awalnya. Kom,cmen pir'jan.:m dianggap sebagai suatu target yang harus direalisir dan digunakan sebagai ukuran kualitas perencanaan keuangan pemerircah. Sebelum dilanda krisis perekonomian, jumlah pinjaman luar negeri Indonesia terus mengalami peningkatan dari wrktu ke waktu. Kita merasa bangga karena arus masuknya pinjaman ini kita artikan 1 sebagai indikator semakin membaiknya prospek perekonomian Indonesia di mata kreditur dan investor asing. Namun terjadinya gejolak nilai tukar dan krisis keuangan di kawasan Asia yang berimbas pula ke Indonesia, luar plnJaman mengundang negeri. pinjaman kreditur asing telah cenderung telah kurang berpengaruh Semangat besar terhadap yang luar negeri serta membuat para memperhatikan terlalu dukungan peserta unsur besar masalah dalam kepercayaan pasar di Indonesia kehati-hatian. Hal ini tercermin pada penggunaan pinjaman luar negeri dalam sektor yang tidak menghasilkan devisa, tidak dilakukannya lindung nilai (hedging), Tabel 1.1. Utang Luar Negeri Pemerintah yang Ditandatangani Tahun 1990 -2004 (ribu USD)*> Tahun Utang LN Pemerintah yg Ditandatangani 1990 10,462,645 1991 11,049,743 1992 15,036,088 1993 21,330,408 1994 15,350,907 1995 18,110,470 1996 20,450,729 1997 7,618,651 1998 41,487,716 1999 2000 23,022,788 ----12,772859 2001 3,412,686 2002 12,317,428 2003 6,788,363 2004 4,051,974 - Keterangan : •) Di luar pinjaman IMF dan utang LN BI Sumber : Departemen Keuangan 2 terlalu dominannya komponen pmJaman dibandingkan modal dan banyaknya investasi jangka panjang yang dibiayai dengan pinjaman jangka pendek. Semuanya ini pada akhirnya telah menimbulkan masalah yang cukup rumit. Krisis ekonomi yang kita hadapi tentunya tidak hanya disebabkan oleh masalah pinjaman luar negeri, tetapi berkaitan erat dengan berbagai faktor, baik faktor ekonomi maupun non-ekonomi. Disadari bahwa gejolak nilai tukar hanyalah cermin dan krisis itu sendiri merupakan muara dari akumulasi permasalahan yang dihadapi. Sedemikian beratnya krisis yang dihadapi sehingga proses pemulihannya membutuhkan waktu yang panjang. Nilai tukar rupiah yang bergejolak dan terdeprE~ia8i secara tajam serta tekanan inflasi masih merupakan tantangan yang tidak ringan bagi pembangunan ekonomi di masa depan. Depresiasi rupiah ini telah menaikkan jumlah utang luar negeri pemerintah dalam rupiah menjadi tiga sampai empat kali lipat dari kondisi sebelum krisis. Utang ini diperparah oleh program penjaminan dan rekapitalisasi dalam rangka penyehatan perbankan saat terjadi krisis. Tabel 1.2. Posisi Surat Utang Negara 1999-2005 (Juta Rupiah) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 3) 1) 2) 3) SU Dalam Negerl 500.996.831 644.701.248 679.902.666 641.313.311 605.940.552 621.692.723 630.371.722 220.571.106 Hegde bonds 2 l 26.640.000 26.614.060 35.793.639 28.089.835 14.292.717 2.711.595 Bonds to Bank Indonesia 2l 219.165.S94 219.165.594 219.165.594 219.165.594 219.165.594 219.676.928 219.~15.935 903.776 220.218.917 Fixed rate 1l 51.292.892 179.442.383 175.464.222 154.455.691 159.038.750 178.733.094 Variable rate 1l 203.898.345 219.479.211 249.479.211 239.602.191 213.443.491 189.733.094 Catatan: Tradeable Non-tradeable Sampal dengan 30 April 2005 Sumber: DPSUN- Departemen Keuangan RI 3 Tabel 1.3. Posisi Surat Utang Negara 1999-2005 (juta US$) IND0-06bl 400 400 400 400 400 400 400 International Bonds (US$)•l 1999 400 2000 400 2001 400 2002 400 2003 400 2004 1.400 2005') 2.400 Catatan: a) Tradeable b) Sampai dengan 30 April 2005 c) Dikelola Bank Indonesia Sumber: DPSUN- Departemen Keuangan RI Penerbitan surat utang dan IND0-14 IND0-15 - - - - 1.000 1.000 obligasi 1.000 negara tersebut menimbu.lkan tambahan beban pada sisi pengeluaran APBN, yakni berupa pembayaran bunga dalam pinjaman negeri sehingga menimbulkan dampak fiskal yang sangat berat dan akan terus dirasakan sampai beberapa tahun mendatang. Ditambah dengan beban pembayaran bunga dan cicilan pinjaman luar negeri yang mengalami kenaikan akibat tambahan utang baru selama krisis berlangsung maupun akibat depresiasi rupiah, total beban kewajiban utang pemerintah (dalam negeri dan luar negeri) ini menambah tekanan APBN kemampuan pemerintah untuk melakukan sehingga fiscal mengurangi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi. Akibat lebih lanjut dari adanya beba11 untuk memenuhi kewajiban utang yang begitu besar telah menggeser permasalahan dari fiscal stimulus menjadi fiscal sustainability. Pengertian fiscal sustainability menu rut Ulfa dan Yasin (2004) yaitu kemampuan fiskal untuk mcngirnplementasikan berbagai kebijakan dan program pemerintah dengnn mempertahankan stabilitas makro ekonomi dengan titik berdt memel.hara agar rasio utang negara terhadap PDB relatif konstan. Testing formal mengenai fiscal sustainat .'lity dengan menggunakan metode ekonometrika yang canggih (sophisticated) misalnya dilakukan oleh Cuddington (1996). Ada dua pendekatan yang digunakan, yaitu (1) accounting approach dan (2) present value constraint approach. Rahmany (2004) menyatakan bahwa menurut 4 accounting approach posisi fiskal yang sustainable dapal tercopai jika persamaan surpb1 = r,- g, l+g, b t-n ................................. (1.1) dapat dipenuhi. Semua variabel di atas dalam bentuk rasio terhadap PDB. Variabel surpbt mewakili surplus keseimbangan primer (primary balance surplus) pada periode ke-t, variabel rt adalah tingkat suku bunga riel pada periode ke-t, variabel 9t adalah pertumbuhan ekonomi riel pada periode ke-t dan bt-n adalah stok utang pemerintah pada periode ke-(t-n). Primary balance (keseimbangan primer) adalah selisih antara anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran di luar bunga dan cicilan utang. Tabel 1.4. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara A. Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah B. Pengeluaran Negara I. Pengeluaran Pemerintah Pusat 1. Pengeluaran Rutin a. Belanja pegawai b. Belanja barang c. Pembayaran bunga pinjaman (i). Dalam negeri (ii). Luar negeri d. Subsidi e. Pengeluaran rutin lainnya 2. Pengeluaran Pembangunan II. Dana Perimbangan C. Keseimbangan Primer (Primary Balance)*> D. Surplus/Defisit (Overall Balance) E. Pembiayaan I. Pembiayaan dalam negeri 1. Perbankan 2. Non-perbankan a. Privatisasi b. Penjualan aset restrukturisasi perbankan c. Penerbitan obligasi d. Amortisasi obligasi II. Pembiayaan luar negeri 1. Penyerapan pinjaman 2. Amortisasi Catatan •J Primary balance diperoleh dengan mengeluarkan komponen pembayaran bunga dari perhitungan surplus/defisit (overall balance) 5 Dari persamaan di atas dapat diinterpretasikan bahwa jika surpbt lebih kecil dari (rt-gt)bt-n/(l+gt) berarti terjadi defisit sehingga terjadi peningkatan utang dan keadaan tersebut I:Jisa dikatakan unsustainable. Sedangkan jika surpbt lebih besar dari (rt-gt)bt-n/(l+gt) berarti terjadi surplus, dimana surplus tersebut dapat digunakan untuk menutup biaya bunga dan cicilan utang sehingga stok utang menurun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keadaan sustainable dapat dicapai ketika surpbt ;::: (rt-gt)bt-n/(l+gt)· Rahmany (2004) selanjutnya mengatakan bahwa posisi fiskal yang sustainable dapat tercapai menurut pendekatan present value constraint approach jika persamaan = ~ _SURPB,~!_ B t-J L...J (J + J·)'II jc() ............................ ( 1.2) dapat dipenuhi. Interpretasi persamaan ini adalah bahwa jumlah utang pemerintah pada saat tertentu harus sama dengan present value dari surplus primary balance di masa mendatang. Studi sustainability mengenai masi~ pencarian faktor-faktor penentu fiscal sangat terbatas. Salah satunya adalah studi yang dilakukan oleh Yamauchi (2004) yang memaparkan variabel-variabel yang mempengaruhi fiscal sustainability di Eritrea, yaitu Revenue, Primary Expenditure, Domestic/External Debt Stock, Nominal Interest Rate, Nominal Exchange Rate, Real GOP Growth dan Inflasi. Sedangkan studi Ntamatungiro (2004) menyebutkan bahwa primary balance dibutuhkan untuk mencapai fiscal sustainability yang stabil dan untuk menurunkan tingkat fiscal sustainability diperlukan primary surpluses. 1.2. PERMASALAHAN Issu-issu sustainabilitas fiskal dewasa ini sedemikian pentingnya sehingga di beberapa negara OECD r.t:lenetapkan aturan pemanfaatan utang dan rasio utang terhadap PDB dicantumkan secara spesifik 6 dalam UU. Di Inggris, misalnya, mulai tahun 1997 mencantumkan secara spesifik dua kaedah fiskal (two fiscal rules), yaitu: (1) the golden rule dan (2) the sustainable investment rule. • The golden rule: "over the economic cycle, the government will borrow only to invest and not to pay for current spending"; and • The sustainable investment rule: "public sector net debt as a proportion of GOP will be held over the econcmic cycle at a stable and prudent level". Di Indonesia kedua kaedah ini bukanlah hal yang baru. Ulfa dan Abimanyu dalam Ulfa dan Yasin (2004) mengatakan: "Konsensus seperti ini sebenarnya sudah ada dalam Era Orde Baru. Buku Repelita III (1979/80 - 1983/84), hal. 124, misalnya, menyatakan: Adapun dana dari luar negeri dalam bentuk pinjaman Pemerintah ..... untuk membiayai kegiatan investasi". Sedangkan dalam GBHN 1999 - 2004 mengenai pinjaman luar negeri antara lain mengamanatkan agar : a. Mengembangkan kebijakan fiskal dengan rr.emperhatikan prinsip transparansi, disiplin, keadilan, efisiensi dan efektivitas untuk menambah penerimaan negara dan mengurangi ketergantungan dana dari luar negeri. b. Mengoptimalkan penggunaan pmJaman luar negeri pemerintah untuk kegiatan ekonomi produktif yang dilaksanakan secara transparan, efektif dan efisien. Mekanisme dan prosedur pinjaman luar negeri harus dengan persetujuan DPR dan diatur dengan undang-undang. c. Menyehatkan APBN dengan mengurangi defisit anggaran melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi dan pinjaman luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak progresif yang adil dan jujur, serta penghematan pengeluaran. Memang tidak dapat dihindari bahwa kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan defisit APBN 7 masih tetap dibutuhkan plnJam::3n, ba ik dari luar negeri maupun dari dalam negeri, selain penggunaan rekening Pemerintah di Bank Indonesia, penjualan aset (eks BPPN) dan privatisasi BUMN. Tetapi sebagai konsekuensinya dalam tiga tahun terakhir jumlah seluruh kebutuhan pembiayaan, baik untuk menutup defisit anggaran maupun untuk memenuhi kewajiban pembayaran pokok utang dalam negeri dan luar negeri yang jatuh tempo mengalami peningkata.l yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh membengkaknya jumlah kewajiban pembayaran pokok utang, baik utang dalam negeri maupun luar negeri, sebagai akibat telah jatuh tempo. Pemerintah Miliar Rp) Jumlah 50.086,1 2000 %,thp PPB 3,9 Grafik 1.1. Pembayaran Bunga Utang Pemerintah 4,5 4 ,1 4 ,0 4,0 3,5 3,0 ~ ~ #. 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 ; • Dalam Negeri m Luar Negeri ; 8 Menjadi permasalahan tersendiri bagi pemerintah mengingat obligasi negara yang akan jatuh tempo terkonsentrasi dalam pcriode tahun 2004 sampai dengan 2009. Untuk itu, dalam rangka menyeimbangkan struktur jatuh tempo utang pemerintah tersebut, pada bulan November 2002 pemerintah sudah melakukan debt switching atau reprofiling program dengan beberapa bank rekap sehingga struktur jatuh tempo obligasi negara menjadi seimbang. Reprofiling merupakan langkah yang dilakukan untuk menurunkan refinancing risk dan memperpanjang periode jatuh tempo utang negara. Grafik 1.2. menunjukkan profil jatuh tempo obligasi negara sebelum dan sesudah reprofiling. Hasil reprofiling telah mengurangi obligasi jatuh tempo pada periode 2004-2009 dan meningkatkan ratarata jatuh tempo obligasi negara dari 4,4 tahun menjadi 7,8 tahun. Grafik 1..2. Profil Jatuh Tempo Obligasi Negara, Sebelum dan Sesudah Reprofiling, Tradable Bonds (VR ·and FR) [ triliun Rp ] 9 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- -- · - ·- - - - - - - - - · · - - - - - - - - - · 8 -------~---- - -------- -- U 7 - - - - - - - -- - - - - - -- - - - ' ·- · - - - · · - ------------------------------------------- - - - - - - - - - - - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ',j ~ 6 -- - - - - - - - - - - - -- ' ll -- -- · -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - r .t" -- , -- (4----------- ---- ---------------------- ------- t ~ 5 ---- - -:------ , .. 4 - - - - - - ,. 't"' -- \ f - :-¥ - : ':! : - ;Ji' ~ •'l '-l lJ:J:: :illlll 2003 C before • after 2004 2005 2006 2007 2008 47.45 41 ,68 59,03 68 ,1 0 79 ,01 25,30 ' 28,77 30,80 36,86 45,80 2009 I 2010 81 ,63 -37,56 -~ . 10 2011 2011 4,48 1 07 ·. 9.01 15 . ~~ 20 13 2J,, I 2014 20 15 2016 20 17 20 18 201~ 2020 4,68 10,77 16,20 16,82 15,55 15,17 17,85 Sumber: DPSUN- Departemen Keuangan 9 Selain itu, dalam rangka mengurangi jumlah SUN yang diterbitkan dalam rangka rekapitalisasi perbankan, pemerintah telah melaksanakan program asset-bond swap pada tahun 2002 dan 2003, yaitu program penjualan aset BPPN yang pembayarannya menggunakan SUN yang jatuh tempo pada tahun 2004 dan 2005. Program ini dilakukan untuk menurunkan jumlah SUN yang pada akhirnya dapat mengurangi beban bunga utang di dalam APBN dan refinancing risk. Jumlah SUN yang telah dilunasi dalam program ini adalah sebesar Rp11,61 triliun. Permasalahan lain yang tak kalah pentingnya adalah utang luar negeri pemerintah yang sangat besar yang menyiratkan bahwa rasio pembayaran bunga dan cicilan hutang LN terhadap penerimaan ekspor (debt service ratio) masih tinggi. Berikut disajikan proyeksi pembayaran pokok, bunga dan biaya utang luar negeri Indonesia sampai dengan tahun 2010. Tabel 1.6. Proyeksi Pembayaran Pokok, Bunga dan Biaya Utang Luar Negeri Pemerintah/External Debt Service (Ribu USD) Tahun Pokok Bunga Biaya *J Total 2005 5,529,240 2,345,039 18,818 7,893,097 2006. 5,456,732 2,144,523 3,586 7,604,841 2007 5,260,966 1,917,133 2,768 7,180,867 2008 5,273, 790 1,700,716 2,200 6,976,705 2009 5,333,810 1,488,090 1,882 6,823, 782 2010 4,854,145 1,285,692 1,744 6,141,581 -- Keterangan : *J Di luar pinjaman IMF dan utang LN BI Sumber : Departemen Keuangan 10 Tabel 1. 7. Proyeksi Pembayaran Bunga Dan Pokok Utang Pemerintah (sebagai Persentase dari PDB, 2003-2009) Utang Pemerintah Pokok hutang DN Bunga hutang DN Pokok hutang LN Bunga hutang LN 2003 0,3 2,7 1,0 1,3 2004 1,1 2,1 2,2 1,2 2005 1,1 2,0 2,0 1,1 2006 1,5 1,7 1,9 0,9 2007 1,5 1,5 1,7 0,8 2008 1,5 1,2 1,6 0,8 2009 1,2 1,0 1,5 0,7 Keterangan: Angka tahun 2003 merupakan angka APBN-P dan tahun 2004 merupakan APBN Sumber: Keberadaaan dan Peran CGI: Kajian Rekomendasi dan Kebijakan, Bappenas, 2003, hal. 80. Meskipun terjadi penurunan utang terhadap rasio PDB dan reprofiling utang telah dijalankan, tetapi di masa mendatang APBN masih menghadapi be ban yang sang at besar, antara Jain karen a: • Berakhirnya kerjasama dengan IMF dan penjadwalan l<embali utang melalui Paris Club tidak lagi diperolel1; <1nt:::~ra • Besar:nya utang yang akan jatuh tempo • Kemampuan keuangan negara untuk membiayni defisit anggaran tahun 2004-2009; akan semakin terbatas karena berakhimya penjualan aset program resktrukturisasi perbankan. Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah Indonesia akan dapat menjaga kondisi fiskalnya agar tetap sustainable di masa mendatang mengingat keadaan-keadaan yang telah uraian di atas? Hal tersebut merupakan masalah sentral yang akan dijawab dari penelitian ini. 1.3. TUJUAN PENELITIAN Bertolak penelitian ini dari Jatar bertujuan belakang untuk dan permasalahan menganalisa fiscal di atas, sustainability Indonesia serta memprakirakan fiscal sustainability Indonesia untuk periode 2005 - 2009. Tujuan pertama akan dispesifikasi melalui analisis model ekonometrik simultan. Model ini akan menetapkan beberapa variabel 11 kebijakan, yakni jumlah uang beredar, inflasi, penerimaan pajak dan ove.~a/1 balance. Penetapan variabel kebijakan ini jika dikategorisasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kebijakan moneter (jumlah uang beredar dan inflasi) dan kebijakan fiskal (penerimaan pajak dan overall balance). Selain itu akan ditetapkan juga variabel targetnya, yaitu sustainabilitas fiskal. Sementara itu tujuan kedua akan memanfaatkan hasil-hasil analisis ekonometrik pada tujuan pertama, khususnya variabel target, untuk dipakai dalam rnernperkirakan sustainabilitas fiskal Indonesia. Akhirnya, tesis ini juga akan memberikan beberapa saran kebijakan berkenaan dengan kondisi fiskal Indonesia. 1.4. RUANG LINGKUP PENELITIAN Pelnbahasan dalam penelitian ini dilakukan guna mencari faktorfaktor yang menentukan tingkat sustainabilitas fiskal Indonesia, sehingga dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat digunakan lebih lanjut untuk memperkirakan sustainabilitas fiskal Indonesia. Sejalan dengan definisi fiscal sustainability yang pada intinya menitikberatkan pada pemeliharaan rasio utang negara terhadap PDB yang relatif konstan, maka dalam penelitian ini utang negara yang dimaksud adalah baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri. Sedangkan konsep perhitungan fiscal sustainability yang digunakan dalam penelitian ini akan dipakai pendekatan menurut accounting approach. Pemilihan pendekatan ini mempertimbangkan pendapat Mendoza dalam Alvarado, et.al (2004) bahwa ..... that the "true" budget constraint is an accounting identity that, by definition, is always satisfied. 12 BAB II SUSTAINABILITAS FISKAL : TINJAUAN LITERATUR 2.1. PENGERTIAN SUSTAINABILITAS FISKA~ Di dalam literatur ilmu ekonomi tidak dapat ditemukan satu definisi yang sama mengenai sustainabilitas fiskal (fiscal sustainability). Salah satu interpretasi sustainabilitas fiskal secara sederhana yaitu jika pemerintah dapat memenuhi pengeluarannya (its expenditures) dengan pendapatannya sendiri (its own revenues) tanpa tergantung pinjaman. Interpretasi yang lain, secara struktural sama tapi secara substansial berbeda, yaitu jika pemerintah dapat memenuhi pengeluaran operasional (operatio11al expenditures) termasuk investasi dengan pendapatannya sendiri (its own revenues), seperti pajak dan fee, serta pre-determined level dari transfer dan pinjaman. Kesamaan kedua interpretasi ini adalah bahwa sustainability mempunyai tiga aspek yang quantifiable, yaitu tingkat pendapatan (level of _revenues), tingkat pengeluaran (level of expenditures) dan perbedaan dari keduanya (the deficit). Indikator utama dari fiskal yang sustainable atau tidak adalah ukuran (size) defisitnya dan apakah usuran tersebut akan mengecil atau membesar di masa mendatang. (Slack dan Bird, 2004). Sementara Greene dalam Ulfa dan Yasin (2004) menjelaskan pengertian sustainabilitas fiskal (fiscal sustainability) dengan memberikan definisi sustainability dan definisi fiscal sustainability. Sustainabilitas (sustainability) didefinisikannya sebagai kemampuan untuk memelihara (maintain) kebijakan-kebijakan makro ekonomi yang ada tanpa adanya ancaman krisis. Ancaman krisis tersebut, misalnya, hyper inflation, depresiasi/devaluasi mata uang domestik yang sangat besar, dan tingkat pengangguran (unemployment rates) yang sudah tidak dapat ditolerir lagi. Sedangkan sustainabilitas fiskal, 13 menurut pendapatnya, akan tercapai jika kebijakan-kebijakan yang ada tidak akan menyebabkan rasio utang negara terhadap PDB meningkat tanpa batas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sustainabilitas fiskal adalah kemampuan fiskal untuk mengimplementasikan berbagai kebijakan dan program pemerintah dengan mempertahankan stabilitas makro ekonomi dengan titik berat memelihara agar rasio utang negara terhadap PDB relatif konstan. Definisi dan interpretasi di atas dapat diarahkan ke dua interpretasi dan pemahaman yang lebih luas. Pertama, bahwa rasio utang terhadap PDB lebih dikedepankan/dipentingkan dan bukan nilai nominal utang itu sendiri. Dengan kata lain, nilai nominal utang yang terus meningkat tidak akan mengganggu sustainabilitas fiskal sepanjang diimbangi dengan kenaikan PDB yang proporsional sehingga rasio tersebut masih relatif konstan. Sebagai ilustrasi, misalkan stok utang pemerintah adalah 500 triliun rupiah dengan PDB sebesar 1000 triliun rupiah, dan dengan demikian rasio utang terhadap PDB adalah 50%. Tahun berikutnya, utang tersebut meningkat menjadi 1000 triliun rupiah atau meningkat sebesar 100°/o tetapi PDB juga meningkat menjadi 2000 triliun rupiah. Hasil akhirnya adalah rasio utang terhadap PDB tetap sebesar 50%, dan sustainabilitas fiskal tidak akan terganggu. Kedu:~, kenaikan kondisi kenaikan utang yang diimbangi dengan adanya PDB yang relatif proporsional umumnya hanya dapat terlaksana jika utang tersebut digunakan untuk keperluan produktif dan bukan digunakan dibelanjakan untuk untuk pembiayaan tujuan konsumtif. pembangunan dan Utang yang pemeliharaan infrastruktur fisik seperti jalan raya, pelabuhan, bandar udara, dan lain sebagainya, jelas produktif. Infrastruktur fisik tersebut jelas akan menunjang kegiatan investasi dan perdagangan yang pada gilirannya akan meningkatkan PDB. Utang yang digunakan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur non-fisik seperti pendidikan, kesehatan, hukum dan ketertiban masyarakat juga bersifat produktif. 14 Misalnya, adanya perbaikan hukum dalam kaitannya dengan lebih terjaminnya hak-hak kepemilikan (property rights) yang membuat para investor lebih comfortable untuk berinvestasi di Indonesia, akan sangat mendorong pertumbuhan investasi dan PDB secara significant. Sedangkan pengertian fiscal sustainability menurut Ouanes dan Thakur dalam Suryabrata (2002), yaitu : "While there is no generally accepted definition constitutes a sustainable fiscal policy, there is of what a broad agreement that fiscal policy is not sustainable if the present and prospective fiscal stance results in a persistent and rapid increase in the public debt-to-GOP ratio. Thus, a key indicator of sustainability is based on the size and growth ratio of the debtto-GOP ratio" Dari diperhatikan pengertian dalam tersebut, menilai ada posisi dua indikator pinjaman yang pemerintah, perlu yaitu, pertama, jumlah pinjaman dan, kedua, peningkatan pinjaman. Ukuran yang dipergunakan adalah, pertama, besarnya debt-to-GOP ratio dan, kedua, tingkat pertumbuhannya. Sedangkan pengertian fiscal sustainability menurut Rahmany dalam Kebijakan Fiskal (2004) dapat ditarik dari perumusan tentang government fiscal financing constraint sebagai berikut : Bt = (1 + rt) Bt-n- SURPB .................................... (2.1) dimana · Bt = jumlah utang pemerintah yang beredar (outstanding) pada tahun t rt SURPB = = tingkat bunga surplus pada primary balance 15 Primary balance dalam persamaan (2.1) di atas adalah selisih antara anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran di luar pembayaran bunga dan cicilan utang. Persamaan (2.1) di atas dapat diuraikan sebagai berikut : Bt - Bt-n b.B = rt Bt-n - = rt Bt-n - SU RPB SURPB ...................................................................... (2.2) dimana b.B adalah tambahan utang pemerintah. Oari persamaan (2.2) di atas dapat disimpulkan beberapa hal : a. Apabila SURPB = 0, maka utang akan bertambah sebesar bunga atas utang sebelumnya; b. Apabila SURPB lebih rendah dari rt Bt-n, maka b.B positif, yang berarti pokok utang pemerintah terus meningkat; c. Apabila SURPB lebih besar dari rt Bt-n, maka b.B negatif, yang berarti pokok utang pemerintah terus menurun. Selanjutnya, sustainability, dalam ada 2 menerangkan pendekatan di pengertian dalam fiscal mengembangkan persamaan (2.1) di atas, yaitu : (i) accounting approach; dan (ii) present value constraint approach. 2.1.1. ACCOUNTING APPROACH Accounting approach menulis kernbali (rewrite) persamaan (2.1) di atas dalam bentuk rasionya terhadap GOP yakni : dimana (1 + r)B1_n SURPB1 (1 + g )J';_n }'; Yt = g = real growth rate dari GOP .................................... (2.3) GOP tahun t 16 Persamaan (2.3) dapat disederhanakan notasinya menjadi sebagai berikut : b, dimana bI = By (1 + r) = (1 +g) bt-n- surpb, ................................ (2.4) yaitu debt/GDP ratio 1 I surp b1 = SURPB, . ratto GDP, Dari persamaan (2.4) dapat diperoleh perubahan terhadap debt/GOP ratio yakni sebagai berikut : f1b 1 rt- gt = b1 - b1_n = I + gt b,_n - surpb 1 ••••••••••••••••••••• (2.5) Dalam accounting approach, fiscal sustainability diterjemahkan ke dalam sustainability dari surplus pada primary balance (SURPB atau surpb). Menurut definisi accounting approach, deAsit atau surplus pada primary balance adalah sustainable apabila primary balance tersebut menghasilkan debt/GDP ratio yang konstan. Ini berarti, !:J.b1 harus sama dengan nol pada persamaan (2.5) dan dengan demikian menghasilkan persamaan sebagai berikut : r,- gr swpb, = 1+ g 1 b,_ 11 ................................ (2.6) Ini menunjukkan bahwa sustainability dapat dicapai apabila persamc.an (2.6) dapat dipertahankan. 17 2.1.2. PRESENT VALUE CONSTRAINT APPROACH Pendekatan lain, present value constraint approach (PVC), melakukan iterasi ke depan terhadap persamaan (2.1), menjadi sebagai berikut : = ~ SURPBI+j + B t-1 ~ (l+r)i+l BN+l (l+r)N+l .......................... (2. 7) PVC memperkenalkan kondisi No Ponzi Game (NPG) untuk menerangkan tentang sustainahility. Apabila term terakhir dari persamaan (2. 7) di atas diambil limitnya menuju tak terhingga dan sama clengan nol : . BN+l hmN ~ oo (1 + r)N+l = 0 ........................................ (2.8) maka persamaan (2.8) di atas adalah kondisi No Ponzi Game (NPG). Kondisi NPG di atas menyatakan bahwa present value dari utang pemerintah di masa depan secara tak berhingga menuju nihil (converges to zero). Hal ini hanya dapat terjadi bila pertumbuhan utang secara riil lebih lambat daripada tingkat bunga riil. Penerapan kondisi NPG ini terhadap persamaan (2. 7) menghasilkan : B,_, =i=O f ~~~~:~' +r ..................... (2.9) Persamaan (2.9) di atas disebut juga intertemporal government financing constraint. 18 Persamaan (2.9) menyatakan bahwa jumlah utang pemerintah pada saat tertentu harus sama dengan present value dari surplus primary balance di masa mendatang. Apabila persamaan (2.9) terpenuhi maka fiscal policy dikatakan sustainable. Berdasarkan kedua pendekatan di atas, pada intinya dapat dikatakan bahwa fiscal sustainability mensyaratkan hal-hal sebagai berikut : a. Primary balance harus surplus b. Present value dari SURPB di masa datang harus sama dengan total utang yang beredar (PVC Approach) c. debt/GDP ratio adalah konstan (Accounting Approach) Persyaratan tersebut di atas dalam prakteknya memiliki kelemahan karena mengabaikan profil jatuh tempo utang pemerintah yang terkonsentrasi dalam suatu periode. Sehingga bila struktur jatuh tempo utang tidak diseimbangkan dan primary balance surplus tidak mampu mengikuti lonjakan tersebut, maka dalam periode ini pemerintah harus melakukan refinancing secara cukup signifikan sehingga dapat berdampak negatif pada perekonomian, misalnya antara lain tingkat bunga pasar akan terdorong lebih tinggi dan terjadi crowding-out effect terhadap sektor swasta di pasar financial. Apabila profil jatuh tempo utang pemerintah tidak dilakukan restrukturisasi, maka meskipun APBN mempunyai surplus primary balance, namun dalam periode tersebut dapat mengakibatkan tekanan fiskal yang berasal dari terjadinya lonjakan pembayaran pokok utang yang jatuh tempo. Dalam konteks ini, meskipun pemerintah dapat melakukan refinancing, namun dikhawatirkan ini hanya dapat dilakukan dengan biaya bunga yang tinggi. Akibatnya akan terjadi spiral effect sehingga total utang pemerintah semakin besar dan dapat mendorong tingkat bunga pasar semakin tinggi, dan selanjutnya dapat menimbulkan komplikasi yang lebih dalam terhadap aktivitas ekonomi. 19 2.2. STRATEGI MENCAPAI SUSTAINABILITAS FISKAL Strategi untuk mencapai fiskal yang sustainable adalah dengan menurunkan beban utang secara beraturan. Dengan kata lain, penurunan rasio utang pemerintah terhadap PDB merupakan pertanda terpeliharanya fiskal yang sustainable. Guna mencermati perubahan rasio utang pemerintah terhadap PDB yang dinamis, berikut disajikan indeks fiskal yang sustainable (IFS). Sebagai rasio yang diperoleh dengan membagi total utang pemerintah dengan nominai PDB, maka perubahan dinamisnya diperoleh melalui persamaan berikut : IFS = Perubahan utang pemerintah per tahun (dD/D) dikurangi tingkat pertumbuhan PDB nominal per tahun (dY/Y) Sebagai tambahan, mengingat tingkat J:•ertumbuhan PDB nominal terdiri dari tingkat inflasi per tahun (dP/P) dan tingkat pertumbuhan PDB riil (dy/y), maka fungsi di atas dapat ditulis sebagai berikut : IFS = Perubahan utang pemerintah per tahun (dD/D) dikurangi tingkat inflasi per tahun (dP/P) dan pertumbuhan PDB riil IFS = dD/D- dY/Y = dD/D- (dP/P + dy/y) ............. (2.10) Dengan ; dD/D dY/Y dP/P dy/y = = = = perubahan utang pemerintah yang dikonsolidasi per tahun pertumbuhan GNP nominal per tahun tlngkatinftasi pertahun tingkat pertumbuhan PDB riil 20 Apabila indikator IFS negatif, maka dapat diartikan sebagai suatu tendensi menurunnya utang pemerintah terhadap PDB, yang berarti tercapainya sustainabilitas fiskal. 2.3. SOLVENCY VERSUS SUSTAINABILITY Dalam mengukur sustainabilitas fiskal biasanya dilihat dari kondisi utangnya. Dalam hal ini yang harus dicermati adalah apakah pemerintah dalam kondisi solvent (mampu membayar kewajiban utangnya) atau tidak. Jika kekayaan pemerintah yang dihitung dari nilai sekarang (present value) dari pendapatan yang akan diterima dan kewajiban yang harus dibayar pada waktu yang akan datang adalah negatif, maka utang pemerintah (public debt) dapat dianggap tidak sustainable. Sehingga defisit anggaran (fiscal deficit) dan posisi fiskal harus dinilai dengan mendasarkan secara konsistE.n pada kestabilan pertumbuhan, inflasi dan neraca pembayaran. Dengan demikian, kebijakan fiskal yang secara makro ekonomi tidak berkesinambungan, sudah dapat dipastikan akan menghasilkan kondisi yang insolvency. Kondisi yang insolvent tersebut biasanya akan semakin mendorong tingkat p_ermintaan agregate pada level yang melampaui kapasitas produksi nasionalnya, sehingga akan menciptakan hyper inflation. IMF (2002) dan Croce dan Juan-Ramon (2003) dalam Alvarado, et all (2004) juga membicarakan masalah perbedaan an tara solvency dan sustainability. Menurut definisi mereka, sekumpulan kebijakan adalah unsustainable jika kebijakan tersebut menimbulkan insolvency (solvency didefinisikan sebagai suatu situasi dimana future path dari pengeluaran dan pendapatan memenuhi (satisfy) the inter-temporal budget constraint). Solvency adalah kondisi yang diperlukan (necessary condition) untuk mencapai sustainability karena solvency bisa dicapai dengan melakukan adjustments di masa datang yang besar dan mahal (very large and costly future adjustments). Sedangkan sustainability memerlukan (requires) pencapaian kondisi solvency tanpa ada kebijakan yang berubah. 21 Dari paparan di atas, suf:t"ainable dapat didiefinisikan sebagai suatu kondisi yang memenuhi dua kondisi, yaitu (i) pemerintah dapat memenuhi period budget constraint sekarang tanpa ada debt monetization yang gagal (default) atau berlebihan, dan (ii) pemerintah tidak dapat mengakumulasi utangnya bila diketahui bahwa akan dibutuhkan adjustment di masa mendatang untuk dapat men-service utangnya. Indikator untuk mengukur tingkat solvabilitas fiskal menurut Hinh T. Dinh dalam Pranoto (2001) adalah sebagai berikut : s * = ~~ (p- r) ............................ c2.11) Keterangan : s* = Surplus keseimbangan primer terhadap PDB Bo = Jumlah pinjaman pemerintah \l'o = Output nasional (PDB) p = Suku bunga domestik riil 'Y = Tingkat pertumbuhan PDB riil s* diartikan sebagai besarnya surplus keseimbangan primer terhadap PDB yang diperlukan untuk membuat sektor publik tetap solvabel. Semakin tinggi s* semakin besar proporsi output atau surplus keseimbangan primer terhadap PDB yang diperlukan untuk membuat sektor publik tetap so/vabel. Apabila suatu negara adalah net peminjam, dimana Bo/\Po > 0, maka diperlukan surplus keseimbangan primer untuk memelihara solvabilitas fiskal jika suku bunga riil lebih besar daripada tingkat pertumbuhan PDB. Jika (p- y) > 0, merupakan kondisi dimana surplus keseimbangan primer lebih kecil daripada s* memberikan indikasi adanya pinjaman pemerintah yang terakumulasi secara tak terhingga. Untuk negara dimana tingkat pertumbuhan PDB adalah lebih tinggi daripada -tingkat suku bunga riil, (p- y) < 0, menunjukkan kondisi 22 dimana defisit keseimbangan primer masih konsisten dengan isu solvabilitas. Namun demikian, apabila defisit tersebut lebih besar daripada s* maka hal tersebut memberi indikasi bahwa fiskal negara tersebut bergerak menjauh dari kondisi yang solvabel. Selisih antara s* dengan defisit keseimbangan primer yang sebenarnya (aktual) menggambarkan seberapa besar langkah-langkah fiskal tambahan diperlukan untuk memulihkan solvabilitas fiskal (fiscal solvency adjustment). Selisih positif menunjukkan bahwa langkah tambahan tersebut diperlukan, sementara selisih negatif menunjukkan sebaliknya. Evolusi indikator-indikator ini dalam perjalanan waktu menunjukkan apakah sebuah negara bergerak menjauh dari kondisi fiskal yang solvabel atau tidak. Namun demikian, konsep solvabilitas yang demikian mensyaratkan perlunya pemahaman tentang sejumlah variabel jangka panjang, yaitu tingkat suku b1·nga riil dan tingkat pertumbuhan PDB riil, dua variabel yang dalam jangka panjang cukup sulit diprediksi. Sebagai alternatif, Din'"! kemL iian mengajukan konsep sustainabilitas fiskal dengan menggunakan pendekatan one-periode budget constraint untuk mengukur kondisi solvabilitas di masa datang. Dalam kaitan ini, sustainabilitas fiskal didefinisikan sebagai kondisi fiskal pada satu periode sedemikian sehingga solvabilitas dipertahankan di masa yang akan datang. Indikator sustainabilitas tersebut diukur dengan menggunakan persamaan berikut : s * * = p (r + g ) + (1 - j.J )( X I y) p * (r * + e- X) - 11 v ( p + g ) ...... ( 2 .12) Keterangan : s** = Surplus primer ( 0/o dari PDB) yang diperlukan untuk mencapai sustainabilitas utang dari sektor publik p = stok utang domestik P* = stok utang luar negeri ~ = Porsi komponen hibah di dalam anggaran x/y = proporsi ekspor terhadap output nasional 23 r* = X e = tingkat pertumbuhan ekspor = perubahan nilai tukar riil 1/v = tingkat suku bunga internasional inverse dari velositas permintaan uang p = laju inflasi g = A pertumbuhan ekonomi Fiscal Sustainability Adjustment disini didefinisikan sebagai selisih antara keseimbangan primer dengan keseimbangan primer yang sebenarnya (aktual). Selisih positif menunjukkan bahwa langkahlangkah penyesuaian fiskal diperlukan, sementara selisih negatif menunjukkan sebaliknya. Kondisi sustainabilitas berbeda dengan kondisi solvabilitas fiskal pada kedua persamaan di atas. Persamaan sustainabilitas didasarkan kepada pendekatan one-periode budget constraint dengan data-data yang relatif mudah diperoleh dan diamati, sementara pendekatan solvabilitas didasarkan kepada pendekatan intemporal budget constraint. 2.4. PENGELOLAAN UTANG PEMERINTAH Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa sustainabilitas fiskal sangat berkaitan dengan utang pemerintah, sehingga perlu diketahui bagaimana pengelolaan utang pemerintah untuk mencapai keadaan fiskal yang sustainable. Tujuan utama manajemen utang pemerintah adalah untuk memastikan bahwa kebutuhan pembiayaan pemerintah dan kewajiban pembayarannya berada pada biaya yang paling rendah selama jangka menengah hingga jangka panjang, dan dengan tingkat resiko yang serendah mungkin. Dalam konteks kebijakan ekonomi makro yang lebih luas, pemerintah harus dapat memastikan bahwa jumlah dan tingkat pertumbuhan utang pemerintah selalu berada pada tingkat yang sustainable, serta kewajiban pembayarannya dapat dipenuhi sesuai 24 persyaratan yang ditetapkan, dengan l1inyd rlan resiko dalam batasbatas yang dapat dipenuhi. Para pengambil kebijakan di bidang fiskal dan moneter harus dapat men9upayakan sedemikian rupa, sehingga posisi utang sektor pemerintah berada pada suatu pola yang sustainabel dan bahwa strategi yang handal telah dig inakan untuk mengupayakan semakin berkurangnya utang pemerintah. Otoritas fiskal sangat berkepentingan atas berbagai dampak biaya dari persyaratan pembiayaan anggaran dan jumlah utang. Manajemen utang pemerintah haruslah dilakukan sebagai suatu proses pengembangan dan pelaksanaan strategi pengelolaan utang dalam rangka meningkatkan ketersediaan dana yang diperlukan, mencapai tujuan resiko dan biaya yang seminimal mungkin, dan memenuhi berbagai tujuan lainnya yang telah ditetapkan pemerintah, seperti pengembangan dan pemeliharaan pasar sekuritas pemerintah yang efisien. Struktur utang yang tidak tertata dengan baik dalam hal masa jatuh tempo, jenis mata uang maupun komposisi tingkat bunga dan adanya kewajiban untuk mencadangkan dalam jumlah besar, merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya kekacauan di bidang keuangan. Ketidaktepatan dalam penetapan sistem nilai tukar, baik yang melibatkan utang dalam negeri maupun utang luar negeri, biasanya akan berakibat pada meningkatnya krisis, mengingat pemerintah cenderung memperhatikan secara berlebihan kemungkinan penghematan biaya sehubungan dengan besarnya volume utang jangka pendek atau utang dengan suku bunga mengambang. Hal ini lebih lanjut akan berakibat pada timbulnya ancaman serius terhadap anggaran negara dengan berubahnya persyaratan-persyaratan yang berlaku di pasar keuangan, termasuk berubahnya kredibilitas pemerintah bila dilakukan perpanjangan jangka waktu pembayaran utang. Utang luar negen Juga beresiko, dan dengan ketergantungan secara berlebihan pada utang luar negeri dapat menyebabkan tertekannya nilai tukar mata uang dan atau tekanan pada moneter, yaitu jika para investor menjadi enggan untuk membiayai kembali 25 utang luar negeri pemerintah. dengan melakukan Dengan mengurangi resiko, yaitu pengelolaan portofolio pemerintah secara parsialjtersendiri, akan menjadi sumber ketidakstabilan bagi sektor swasta. Manajemen utang pemerintah yang disertai dengan kebijakan pengelolaan kewajiban tak terduga (contingent liabilities) yang dilakukan· secara baik, akan dapat mengurangi ketidakpastian sektor keuangan. Portofolio utang pemerintah merupakan portofolio keuangan terbesar yang terdiri dari struktur keuangan yang rumit dan beresiko, dan sangat membahayakan nerc1ca keuangan pemerintah dan stabilitas keuangan. Pemerintah perlu rnembatasi akumulasi penerbitan likuiditas dan berbagai resiko lainnya yang dapat membuat ekonomi menjadi sangat mudah terpengaruh dari gangguan eksternal. Struktur utang yang baik akan sangat membantu pemerintah untuk melakukan pengurangan atas resiko tekanan suku bunga, nilai ~truktur tukar dan resiko lainnya. Pemerintah dapat mengupayakan utang yang baik dengan mengembangkan kriteria (benchmarks) potofolio dikaitkan dengan komposisi mata uang, durasi dan struktur jatuh tempo utang yang diingink~n, g1..1na dijadikan sebagai pedoman bagi komposisi portofolio di masa datar.g. Str•Jktur jatuh tempo, suku bunga dan komposisi jenis mata uang dari portofolio utang pemerintah, serta pengelolaan k12wajiban- ~ewajiban tak terduga dapat berpengaruh terhadap stabilitas pasar keuangan. Hal ini berlaku dalam situasi dengan kebijakan-kebijakan baik, dimana ekonomi makro praktek-praktek yang pengelolaan t( lah tersusun utang secara beresiko akan meningkatkan gangguan terhadap perekonomian, baik ekonomi domestik maupun ekonomi luar negeri. 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bagian ini akan dibahas tentang ruang lingkup penelitian, spesifikasi model, variabel yang digunakan dan metode analisis. Ruang lingkup memberikan batasan pada obyek penelitian yang akan dibahas dalam penelitian ini. Spesifikasi model menjelaskan model yang digunakan. Variabel operasional menjelaskan definisi data dan sumber data. Metode analisis menjelaskan cara yang dipakai untuk menghasilkan parameter model guna menganalisis data. 3.1. RUANG LINGKUP PENELITIAN Dalam penelitian ini, obyek yang menjadi fokus adalah stok pinjaman luar negeri dan dalam negeri pemerintah tahur 1990 - 2003 yang hasilnya diharapkan mampu menjadi indikator dalam mencapai fiskal yang sustainable. Departemen Keuangan Pemilihan selaku rentang pengelola waktu ini pinjaman mengingat pemerintah memang baru membentuk satu direktorat khusus yang menangani pinjaman luar negeri pada tahun 1987 sehingga data stok utang yang tersedia dan valid mulai dari tahun 1990. 3.2. SPESIFIKASI MODEL Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model sistem persamaan simultan dengan cara perhitungan fiscal sustainability menurut pendekatan accounting approach. Pemilihan pendekatan ini mempertimbangkan pendapat Mendoza dalam Alvarado, et.al (2004) bahwa .. ... that the "true" budget constraint is an accounting identity that, by definition, is always satisfied. 27 Perhitungan fiscal sustainability menurut pendekatan accounting pb = r- g debt( -1) . Dimana kondisi fiskal yang 1+g approach adalah bisa dikatakan sustainable dapat dicapai apabila pbt ;::: (rt-9t)debtt-n /(l+gt)· Artinya, keadaan yang sustainable dapat terjadi jika terdapat selisih positif antara ruas kiri dengan ruas kanan dalam rumus di atas. Dalam penelitian ini, kondisi tersebut didefinisikan menjadi suatu persamaan indentitas sebagai berikut : GAP PB = pb- r- g debt(-1) 1+ g ..................... (3.1) Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi fiskal yang sustainable terjadi bila GAP PB bernilai positif dan sebaliknya, kondisi fiskal yang unsustainable terjadi bila GAP PB bernilai negatif. Dari persamaan (3.1) akan dicari variabel-variabel mana yang diduga mempengaruhi variabel pb, r, g dan debt. Khusus untuk variabel 9 akan digunakan perhitungan pertumbuhan ekonomi dengan cara sebagai berikut: produksi domestik bruto (PDB) tahun sekarang dikurangi PDB tahun sebelumnya dibagi PDB tahun sebelumnya dan kemudian dikalikan 100 persen untuk menghitung persentase pertumbuhan. GROWTH =(PDB-PDB(-I))xiOO ................... (3.2) PDB(-1) Sedangkan perhitungan PDB akan dilihat dari sisi permintaan (demand). Dalam perhitungan ini PDB dihitung dengan melihat komponen-komponen makro ekonomi berupa konsumsi, investasi, ekspor dan impor. Sisi permintaan menghasilkan PDB sebagai penjumlahan dari pengeluaran konsumsi, investasi (Gross Domestic Capital Formation) dan ekspor barang dan jasa dikurangi impor barang dan jasa. PDB = C + I +G+ ( X - M) ............................. (3.3) 28 Dari uraian di atas, maka untuk menganalisa sustainabilitas fiskal Indonesia di dalam penelitian ini akan dicari variabel-variabel yang mempengaruhi pb, r, debt, C, I, G, X dan M dengan merekonstruksi suatu sistem persamaan simultan sebagai berikut : • Persamaan struktural 1. pb = ao + a1 GROWTH+ a2 KURS+ (a1 >0, a2 >0, 2. a3 OVEBAL + E1 a3 >0) CONSp = Po+ P1 PDB + P2 CONSp( -1) + E2 CP1 >0, P2 >O) 3. INVEST= Yo+ Y1 INVEST(-1) + Y2 r + Y3 INFL + Y4 PMA + E3 (yl <0, Y2 <0, Y3 >0, Y4 >0) 4. CONS 9 = o0 + o1 TAX+ o2 Cons 9 (-1) + 03 GROWTH+ l:4 (o1 >O, o2 >O, o3 >O) 5. X= A.o + Al PDBjpn + A2 rjpn+ Es (A.t >0, A.2 <0) 6. M = J.lo + f.11 PDB + f.12 KURS + Jl3 INFL + EG (f.lt <0, + f.12 >0, Jl3 >0) 8. debt = cr0 + cr 1 OVEBAL + cr2 PDB + Es (cr1 <0, cr2 >0) • Persamaan Identitas 1. GAP PB= b-r-GROWTH debt(-1) p 1+GROWTH 2. PDB = CONS 9 +INVEST+ CONSp +(X- M) 3. GROWTH =(PDB- PDB(-~))x 100 PDB(-I) 29 dengan; pb : rasio keseimbangan primer (primary balance) dengan PDB r : rata-rata SBI 3 bulan riil GROWTH : tingkat pertumbuhan PDB riil debt : rasio stok utang pemerintah, baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri, dengan PDB KURS : rata-rata kurs tengah rupiah terhadap dolar INFL : tingkat inflasi PDB riil CONS 9 : CONSp : pengeluaran konsumsi rumah tangga INVEST : investasi swasta yaitu pembentukan modal tetap domestik pengeluaran konsumsi pemerintah bruto X : ekspor barang dan jasa M : impor barang dan jasa Ml : jumlah uang PDB : produk domestik bruto Indonesia PDBjpn : produk domestik bruto Jepang rjpn : tingkat discount rate Jepang riil TAX : realisasi penerimaan pajak bered;=~r dalam art' c;empit OVEBAL : rasio overall balance terhadap PDB PMA 3.3. • : penanaman modal asing VARIABEL PENELITIAN DAN SUMBER DATA PRIMARY BALANCE Primary balance (keseimbangan primer) adalah selisih antara anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran di !uar bunga dan cicilan utang. Data primary balance diperoleh dari Realisasi APBN yang dikeluarkan Departemen Keuangan. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan berbentuk persentase dengan memperhitungkan rasio primary balance terhadap PDB. 30 • KONSUMSI RUMAH TANGGA Konsumsi rumah tangga merupakan pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga atas barang jasa dan memenuhi untuk kebutuhannya secara langsung, baik yang dibeli di dalam negeri maupun luar negeri. Data konsumsi rumah tangga diperoleh dari Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan atas dasar harga konstan 1993 dalam miliar rupiah. • INVESTASI Variabel investasi disini merupakan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang mencakup pengadaan, pembuatan dan pembelian barang modal. Data investasi diperoleh dari Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan atas dasar harga konstan 1993 dalam miliar rupiah. • KONSUMSI PEMERINTAH Konsumsi pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai, penyusutan dan belanja barang, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Data konsumsi pemerintah diperoleh dari Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan atas dasar harga konstan 1993 dalam miliar rupiah. • EKSPOR Ekspor adalah transaksi perdagangan barang dan jasa dari penduduk Indonesia ke bukar. pendua .Jk Indonesia. Data ekspor diperoleh dari Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan ata~ dasar harga konstan 1993 dalam miliar rupiah. 31 • IMPOR Impor adalah transaksi perdagangan barang dan jasa dari bukan penduduk Indonesia ke penduduk Indonesia. Data impor diperc leh dari Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan atas dasar harga konstan 1993 dalam miliar rupiah. • SUKU BUNGA Suku bunga disini adalah suku bunga rata-rata SBI 3 bulan yang sudah diriilkan dengan cara mengurangi suku bunga nominal dengan inflasi. Datanya diperoleh dari Bank Indonesia dalam bentuk presentase ( 0/o) per tahun. • UTANG PEMERINTAH Utang pemerintah (debt) yang dimaksud disini adalah stok utang (outstanding debt) pemerintah, baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri. Data stok utang luar negeri diperoleh dari Direktorat Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Lual" Negeri Departemen Keuangan, sedangkan data stok utang dalam negeri diperoleh dari Direktorat Pengelolaan Surat Utang Negara Departemen Keuangan. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan berbentuk persentase ( 0/o) dengan memperhitungkan rasio stok utang pemerintah terhadap PDB. • PRODUK DOMESTIK BRUTO PDB merupakan tingkat output di suatu wilayah (nasional) pada waktu tertentu (satu tahun) yang dilihat dari sisi penggunaan. Data PDB diperoleh dari Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakon atas dasar harga konstan 1993 dalam miliar rupiah. 32 • GROWTH Growth merupakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari laju pertumbuhan PDB tahun sekarang dibandingkan tahun sebelumnya. Data PDB diperoleh dari Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam bentuk persentase ( 0/o). • JUMLAH UANG BEREDAR Jumlah uang beredar disini adalah uang beredar dalam arti sempit yang merupakan kewajiban sistem moneter yang terdiri atas uang kartal dan uang giral. Data uang beredar diperoleh dari Laporan Tahunan Bank Indonesia. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam miliar rupiah dan nilainya sudah • dikons~ . mkan dcngan deflator PDB. INFLASI Inflasi yang dimaksud disini merupakan kenaikan tingkat harga secara umum yang diproksi dari angka deflator PDB. Data PDB diperoleh dari Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam bentuk persentase ( 0/o). • KURS Kurs adalah nilai tukar rupiah terhadap satu dolar AS. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah rata-rata kurs tengah rupiah yang diperoleh dari web site Bank Indonesia dalam bentuk Rp/US$1. • OVERALL BALANCE Overall balance (keseimbangan umum) adalah selisih antara total penerimaan pemerintah dan pengeluaran pemerintah. overall balance diperoleh dari Realisasi APBN yang Data dikeluarkan 33 Departemen Keuangan. Tahun anggarar yang digunakan sebelum tahun 2000 sudah disesuaikan menjadi tahun takwim. penelitian Dalam persentase ( 0/o) dengan ini, variabel yang memperhitungkan digunakan berbentuk overall balance rasio terhadap PDB. • PENERIMAAN PAJAK Penerimaan pajak adalah penerimaan perpajakan pemerintah, baik pajak dalam negeri maupun pajak perdagangan internasional. Data penerimaan pajak diperoleh dari Realisasi APBN yang dikeluarkan Departemen Keuangan. Tahun anggaran yang digunakan sebelum tahun 2000 sudah disesuaikan menjadi tahun takwim. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan berbentuk persentase ( 0/o) dengan memperhitungkan rasio penerimaan pajak terhadap PDB. • PENANAMAN MODAL ASING Penanaman Modal Asing (PMA) disini merupakan data penanaman modal yang berasal dari orang/badan di luar wilayah Indonesia yang telah disetujui pemerintah, di luar sektor minyak, asuransi dan perbankan. Data PMA diperoleh cari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam miliar rupiah dan nilainya sudah dikonstankan dengan deflator PDB. • PDB JEPANG PDB Jepang merupakan tingkat output di Jepang pada waktu tertentu (satu tahun). Data PDB Jepang diperoleh dari International Financial Statistics Yearbook yang dikeluarkan oleh IMF. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan atas dasar harga konstan 1990 dalam juta Yen. 34 • SUKU BUNGA JEPANG Suku bunga jepang merupakan tingkat suku bunga di Jepang, dalam penelitian ini digunakan discount rate pada akhir periode di Jepang yang sudah diriilkan dengan cara mengurang i suku bunga nominal dengan inflasi. Data suku bunga Jepang diperoleh dari Internationa l Financial Statistics Yearbook yang dikeluarkan oleh IMF, sedangkan tingkat inflasi diproksi dari angka deflator PDBjpn· Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam bentuk persentase ( 0/o) per tahun. 3.4. METODE ANALISIS 3.4.1. TWO STAGE LEAST SQUARE (TSLS) Pada persamaan- persamaan yang tercakup dalam satu sistem persamaan simultan seperti yang digunakan dalam penelitian ini, metode Ordinary Least Square (OLS) tidak dapat diaplikasika n untuk mengestima si persamaan jika satu atau lebih variabel-var iabel penjelasnya berkorelasi dengan gangguan dalam persamaan tersebut karena estimator-e stimator yang dihasilkan menjadi bias dan tidak konsisten. Ada dua cara yang dapat digunakan unluk melakukan penaksiran terhadap model persamaan simultan, yaitu Indirect Least Square (ILS) dan Two Stage Least Square (TSLS). Cara pertama dapat digunakan untuk menaksir model persamaan simultan yang dapat diidentifikas i secara tepat Uustjexactl y identified), sedangkan cara kedua dapat digunakan untuk menaksir model persamaan simultan yang diidentifikas i secara berlebihan (over identified). Kedua cara ini dianggap dapat memberika n hasil estimasi yang konsisten dan tidak bias, syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memperole h taksiran yang tepat dan efisien. 35 Sifat-sifat TSLS yang khas adalah : a. Metode ini dapat diterapkan pada suatu persamaan individu dalam sistem tanpa memperhitungkan persamaan lain secara langsung dalam sistem. b. Dalam kasus identifikasi berlebih, TSLS memberikan satu nilai estimasi untuk setiap parameter, sedangkan ILS memberika nilai estimasi majemuk dari parameter. c. Mempunyai sifat mudah diterapkan karena hanya perlu mengetahui jumlah variabel eksogen total tanpa mengetahui jumlah variabel lain manapun dalam sistem. d. Menyebabkan nilai estimasi OLS dan TSLS akan menjadi sangat dekat jika nilai R2 dari regresi reduksi (regresi tahap I) sangat tinggi. Namun jika kebalikannya, nilai estimasi TSLS menjadi tidak berarti. e. Memungkinkan untuk menyatakan kesalahan standar koefisien yang diestimasi. Nilai estimasi koefisien struktural secara langsung diperoleh dari tahap kedua regresi OLS. Hal ini tidak dapat dilakukan dengan OLS. 3.4.1.1. IDENTIFIKASI MODEL Identifikasi adalah suatu keadaan dimana ada atau tidaknya kemungkinan untuk memperoleh parameter struktural dalam suatu sistem persamaan simultan dari parameter bentuk yang sederhana (reduced form). Suatu sistem persamaan simultan dianggap dapat diidentifikasikan apabila nilai-nilai parameter yang ditaksir dapat diperoleh dari persamaan reduced form persamaan simultan ini dan masing-masing nilai parameter yang diperoleh tersebut tidak lebih dari satu nilai. Jika nilai-nilai parameter yang diperoleh ternyata melebihi dari jumlah parameter maka sistem persamaan tersebut dinyatakan sebagai suatu sistem persamaan yang melebihi sifat yang dapat diidentifikasi (over identified). 36 Kondisi yang harus dipenuhi suatu persamaan untuk dapat dianggap dapat diidentifikasi, yaitu (a) Kondisi order (order condition); dan (b) Kondisi rank (rank condition). 3.4.1.1.1. Kondisi Order Kondisi didasarkan atas kaidah penghitungan variabel-variabel yang dimasukkan ke dalam dan dikeluarkan dari suatu persamaan tertentu. Suatu persamaan dianggap dapat diidentifikasikan apabila jumlah variabel bebas yang ada dalam sistem tetapi tidak ada dalam persamaan harus paling tidak sama dengan jumlah variabel endogen dalam sistem yang ada pada persamaan tersebut dikurangi satu. Dengan menggunakan dinyatakan dengan K K = jumlah ~ simbol-simbol, kondisi order ini dapat (G-1), dimana : variabel bebas dalam sistem yang tidak ada dalam persamaan G = jumlah variabel endogen dalam sistem yang ada dalam persamaan Jika banyaknya variabel bebas yang tidak tercakup dalam persamaan lebih kecil dari banyaknya variabel endogen dalam persamaan dikurangi satu maka keadaan ini disebut under identified. Jika banyaknya variabel bebas yang tidak tercakup dalam persamaan sama dengan banyaknya variabel endogen dalam persamaan dikurangi satu maka keadaan ini disebut just/exactly identified. Jika banyaknya variabel bebas yang tidak tercakup dalam persamaan lebih besar dari banyaknya variabel endogen dalam persamaan dikurangi satu maka keadaan ini disebut over identified. 3.4.1.1.2. Proses Kondisi Rank identifikasi berikutnya adalah dipenuhinya kriteria sufficient condition. Syarat cukup ini hanya akan menegaskan bahwa diantara variabel bebas yang tidak ada dalam persamaan tidak ada 37 yang berkoreiasi sempurna. Kriteria untuk Rank Condition adalah sebagai berikut : • Jika Rank [Ri] < M-1 dan Rank • Jika Rank [Ri] • Jika Rank [Ri] > M-1 dan Rank Dimana persamaan = M-1 dan Rank M adalah jumlah dan Ri adalah [Ri*~] < M-1- Under Identified [Ri*~] = M-1 [Ri*~] = variabel -~Just Identified M-1 ---+Over Identified endogen matriks persamaan dalam sistem ke-i, menyatakan variabel endogen dan eksogen yang tidak ada di dalam persamaan yang bersangkutan, serta ~ menyatakan matriks koefisien semua variabel endogen dan eksogen yang dibentuk berdasarkan sistem persamaan struktural yang ditranspose. Dalam penelitian, hanya sistem persamaan yang mengandung persamaan yang dapat diident;fiknsi secar,: wajar Uust identified) atau dapat diidentifikasi secara berlebihan (over identified) yang dapat ditaksir. 3.4.1.2. EVALUASI MODEL Evaluasi model digunakan untuk memutuskan apakah estimasiestimasi yang telah dilakukan terhadap parameter sudah bermakna secara teoritis (theoritically meaningful) dan nyata secara statistik (statistically significant). Untuk itu digunakan tiga kriteria untuk mengevaluasinya, yaitu : (a) kriteria ekonomi; (b) kriteria statistik; dan (c) kriteria ekonometrika. 3.4.1.2.1. Kriteria Ekonomi Kriteria ini ditentukan oleh prinsip-prinsip teori ekonomi yang ditunjukkan oleh arah dan besaran parameter yang menggambarkan hubungan ekonomi yang sesuai. Jika nilai maupun tanda estimasi parameter tidak sesuai dengan teori ekonomi maka estimasi-estimasi tersebut tidak digunakan dan perlu dicarikan alternatifnya, kecuali ada 38 alasan kuat untuk menyatakan bahwa dalam kasus-kasus tertentu prinsip ekonomi tidak berlaku sehingga alasan untuk membenarkan estimasi yang berbeda dengan alasan yang telah digariskan oleh teori ekonomi harus dinyatakan dengan jelas. 3.4.1.2.2. Kriteria Statistik Kriteria ini ditentukan oleh teori statistik, yaitu standar deviasi (error) dari dugaan yang mengukur penyebaran dugaan di sekitar parnmeter yang benar. Dalam hal ini akan dilihat uji koefisien regresi secara parsial (uji t), uji model secara keseluruhan (uji F), maupun nilai Adjusted R-Square. 3.4.1.2.3. Kriteria Ekonometrika Kriteria ini ditentukan berdasarkan teori ekonometrika. Pengujian dengan kriteria ini membantu dalam menetapkan apakah suatu estimasi unbiasedness, memiliki konsistensi, sifat-sifat yang sufficiency dan dibutuhkan, lainnya. Jika seperti asumsi ekonometri yang diterapkan untuk mengestimasi parameter tidak dipenuhi, maka estimasi tersebut dianggap tidak memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan. Pengujian ini meliputi multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. • Multi.kolinearitas Istilah multikolinearitas diperkenalkan oleh Ragnar Frisch. Pada mulanya istilah itu berarti terdapat hubungan sempurna (pasti) antar variabel bebas. Hal ini mengakibatkan varians (standard error) koefisien regresi mempunyai nilai tak terbatas, sehingga koefisien regresi akan tidak signifikan berbeda dari nol. Pada umumnya hubungan antara variabel bebas adaloh tidak sempurna. Jika hal ini terjadi maka varians dan deviasi standar akan 39 lebih besar dibanding jika tidak ada rnult1kulinearitas sama sekali. Akibat selanjutnya, statistik t cenderunq makin kecil atau koefisien regresi cenderung tidak signifikan berbeda dari nol. Indikasi adanya multikolinearitas adalah : 1. Jika statistik F signifikan tetapi statistik t tidak ada yang signifikan 2. Jika R2 relatif besar, tetapi statistik t tidak ada yang signifikan Akibat multikolinearitas : 1. Standard error koefisien regresi yang diduga akan besar. Akibat selanjutnya nilai t statistik menjadi kecil, sehingga model yang seharusnya signifikan menjadi tidak signifikan. 2. Tanda koefisien regresi salah, sehingga bertentangan dengan teori yang melandasinya. Cara mengatasinya : 1. Mengeluarkan variabel bebas yang diperkirakan mempunyai korelasi cukup tinggi dengan variabel lain. 2. Menghubungkan data cross-sectional dengan data time series. Namun demikian, karena tujuan penelitian ini adalah prediksi/ memprakirakan, maka multikolineritas bukan merupakan masalah yang serius karena semakin besar R2 akan semakin baik prediksinya. Sehingga dalam penelitian ini masalah multikolineritas diabaikan. (Gujarati, 2003 hal. 369) • Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas artinya varians error term tidak sama untuk setiap observasi. Heteroskedastisitas dapat terjadi baik pada regresi dua variabel maupun regresi berganda d·1n sering dijumpai dalam data cross section dibanding data time series. Dengan adanya heteroskedastisitas ini penduga least squares tetap tidak bias dan konsisten tetapi varians tidak menurun meskipun ukuran sampel diperbesar menjadi tak terhingga. 40 Akibat Heteroskedastisitas : nilai tidak berbias, tetapi varian estimasi koefisien regresi tidak minimal lagi. Akibatnya pengujian F dan t cenderung tidak signifikan, dan ini berarti akcm terjadi kesalahan dalam pengambilan kesimpulan. Cara mengatasi : 1. Melakukan transformasi logaritma naturan (In) 2. Metode kuadrat terkecil terboboti (weighted least square) Pada penelitian ini, uji heteroskedastisitas diterapkan dengan menggunakan White's Heteroscedasticity Test yang tersedia pada Eviews version 3.0. Uji ini diterapkan pada hasil regresi dengan menggunakan prosedur equations dan metode TSLS untuk masingmasing persamaan perilaku dalam persamaan simultan. Hasil yang perlu diperhatikan dari uji ini adalah nilai Obs*R-squared, secara khusus adalah nilai Probability dari Obs*R-square, dimana nilai ini harus lebih besar dari nilai a. • Autokorelasi Salah satu asumsi dasar dari metode regresi dengan kuadrat terkecil adalah tidak adanya korelasi ancor gar:gguan. Adanya masalah autokorelasi ini akan menghasilkan hCJsil estim<lsi koefisien yang konsisten dan tidak bias tetapi dengan varians yang besar, atau dengan perkataan lain hasil penaksiran tidak efisien. Varians estimasi parameter yang tidak efisien ini menyebabkan nilai t hitung cenderung kecil dan hasil pengujian cenderung menerima hipotesis nol (Ho). Cara yang paling sering digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan uji Durbin Watson. Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik DW yang dihitung dengan nilai batas atas (DWu) dan nilai batas bawah (DW1) dari tabel Durbin Watson, dengan memperhatikan jumlah observasi dan jumlah variabel bebas. Selang kepercayaan yang didapat dari hasil pengujian mencakup 5 daerah yaitu (1) Kurang dari DW1; (2) Antara DW1 dan 41 OWu; (3) Antara OWu dan 4- Owu; (4) Antara 4- Owu dan 4- OW1; dan (5) Lebih dari 4 - OW1. Jika OW hitung terletak pada interval 1 atau 5 maka model menunjukkan adanya masalah autokorelasi. Sedangkan apablla nilai OW hasil perhitungan terletak pada interval 3 maka dalam model tidak terdapat masalah autokorelasi. Bila hasil perhitungan statistik OW terletak pada interval 2 atau 4 maka hasil pengujian tidak dapat disimpulkan, apakah ada atau tidaknya rnasalah autokorelasi. Kelemahan dari tes ini adalah tidak dapat digunakan untuk persamaan yang mengandung nilai lag, sehingga dalam penelitian ini juga digunakan tes yang lain, yaitu Breusch-Godfrey test yang tersedia pada Eviews versi 3.0. Hasil yang harus diperhatikan dari tes ini adalah nilai Probability dari Obs*R-square, dimana nilai ini harus lebih besar dari nilai a. 3.4.2. VALIDASI MODEL Untuk melihat kemampuan peramalan suatu model struktural, maka perlu dilihat sampai berapa jauh terjadi perbedaan antara nilai variabel-variabel endogen yang sebenarnya menurut observasi dengan nilai variabel-variabel endogen ini menurut perhitungan simulasi dalam periode yang diteliti. Oalam hal ini dilakukan ex-post forecasting. Evaluasi atas kualitas model akan dilakukan dengan menggunakan indikator Theil's Inequality Coefficient (U-Theil). ..................... (3.5) Nilai U-Theil akan berada di antara no I dan satu, dimana nilai nol menunjukkan ketepatan prediksi yang sempurna dan sebaliknya untuk nilai satu. 42 3.4.3. PROYEKSI MODEL Proyeksi/prakiraan sustainabilitas fiskal Indonesia dalam penelitian ini berdasarkan atas perhitungan proyeksi variabel-variabel eksogen dengan cara : • Rule of thumb perkembangan jumlah uang beredar = 1,1 x GROWTH. Dalam penelitian ini akan digunakan perhitungan M1 1,1 x GROWTH untuk Skenario 1; dan M1 = 1,2 = x GROWTH untuk Skenario 2 dan 4. Hasil dari perhitungan tersebut akan digunakan untuk memproyeksikan inflasi dengan menggunakan rumus INFL = a + b M1, sedangkan INFL pada skenario 4 merupakan proyeksi RPJM. • Rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak pada tahun observasi sebesar 2% TAX = akan digunakan untuk memproyeksikan variabel 1,01 x TAXt- 1 untuk Skenario 1 dan 3; Skenario 2 TAX = 1,02 x TAXt-1; sedangkan skenario 4 merupakan proyeksi RPJM. • Variabel overall balance diperhitungkan dengan mencari selisih antara Penerimaan Pemerintah dan Pengeluaran Pemerintah. Ratarata pertumbuhan penerimaan pada tahun observasi sebesar 5,6% akan digunakan untuk memproyeksikan variabel Penerimaan Pemerintah. Sedangkan Rata-rata pertumbuhan pengeluaran pada tahun observasi sebesar 7% akan digunakan untuk memproyeksikan variabel Pengeluaran = 1,06 x Pengeluaran t- 1 untuk Skenario 1 dan 3; Pengeluaran = 1,07 x Pengeluaran t- 1 untuk Skenario 2; sedangkan skenario 4 merupakan proyeksi RPJM. • Proyeksi variabel KURS dan PMA berdasarkan RPJM. • Proyeksi variabel PDB Jepang diperoleh dari angka perkiraan pertumbuhan ekonomi Jepang yang dikeluarkan oleh ADB, bahwa untuk kurun waktu 2005-2009 perekonomian Jepang akan tumbuh sebesar 0,8; 1,9; 1,9; 2,0 dan 2,0. sedangkan tingkat suku bunga di Jep~ng diperoleh dengan metode Trend Linier. 43 BABIV SUSTAINABILITAS FISKAL INDONESIA : HASIL-HASII . 4.1. ANALI~IS MODEL IDENTIFIKASI MODEL Proses identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya kemungkinan untuk memperoleh parameter struktural dalam suatu sistem sederhana persamaan (reduced simultan form). Kondisi dari parameter yang harus bentuk dipenuhi yang suatu persamaan untuk dapat dianggap dapat diidentifikasi, yaitu : (a) Kondisi order (order condition); dan (b) Kondisi rank (rank condition). 4.1.1. KONDISI ORDER Syarat perlu agar suatu persamaan teridentifikasi adalah bahwa jumlah variabel bebas yang ada dalam sistem tetapi tidak ada dalam persamaan harus paling tidak sama dengan jumlah variabel endogen dalam sistem yang ada pada persamaan tersebut dikurangi satu. Jika K adalah jumlah variabel bebas dalam sistem yang tidak ada dalam persamaan dan G adalah banyaknya variabel endogen dalam sistem yar.g ada dalam persamaan, maka kriteria untuk menyatakan suatu persamaan adalah Under Identified, Just Identified maupun Over Identified adalah : • K < G - 1 ----.. Under Identified • K • K > G- 1 - = G - 1 ----.. Just Identified Over Identified Berdasarkan kriteria di atas, maka terhadap persamaan yang diteliti dapat dikemukakan hasilnya dalam Tabel 4.1 berikut : 44 Tabel 4.1. Kondisi Order dari Persamaan Model Persamaan No. Kriteria Keterangan 1. Pri~ary Balance 12 > 2- 1 Over Identified 2. Konsumsi Rumah Tangga 13 > 2- 1 Over Identified 3. Investasi 11 > 2- 1 Over Identified 4. Konsumsi Pemerintah 12 > 2 - 1 Over Identified 5. Ekspor 12 > 1 - 1 Over Identified 6. Impor 12 > 2 - 1 Over Identified 7. Suku Bunga 12 > 2- 1 Over Identified 8. Stok Utang Pemerintah 13 > 2- 1 Over Identified Sumber : Lampiran 3 4.1.2. KONDISI RANK Proses identifikasi sufficient condition. Syarat berikutnya cu•:u~ adalah dipenuhinya kriteria ini han 1:-'1 akan menegaskan bahwa diantara variabel bebas yang tidak ada dalam persamaan tidak ada yang berkorelasi sempurna. l<riteria u 1tuk Rank Condition adalah sebagai berikut : • Jika Rank [Ri] < M-1 dan Rank [Ri*Ll] < M-1 --. Under Identified • Jika Rank [Ri] • Jika Rank [Ri] > M-1 dan Rank [Ri*Ll] = M-1 dan Rank [Ri*Ll] = M-1- Just Identified = M-1 ---+Over Identified Berdasarkan kriteria di atas, maka terhadap persamaan yang diteliti dapat dikemukakan hasilnya dalam Tabel 4.2 berikut : 45 Tabel 4.2. Kondisi Rank dari Persamaan Model No. Persamaan Kriteria 1. Primary Balance 2. Konsumsi Rumah Tangga 3. Investasi 4. Konsumsi Pemerintah 5. Ekspor 6. Impor 7. Suku Bunga 8. Stok Utang Pemerintah Rank Rank Rank Rank Rank Rank Rank Rank Rank Rank Rank Rank Rank Rank Rank Rank [R1] = 18 > 8 [ R1* ~] = 7 = 8 [R2] = 19 > 8 [R2*~] = 7 = 8 [R3] = 17 > 8 [R3*b.] = 7 = 8 [R4] = 18 > 8 [R4*b.] = 7 = 8 [ RS] = 19 > 8 [RS*~] = 7 = 8 [R6] = 18 > 8 [R6*b.] = 7 = 8 [ R7] = 18 > 8 [B7*b.] = 7 = 8 [ R8] = 19 > 8 [R8*~] = 7 = 8 Keterangan 1 - 1 1 - 1 1 - 1 1 - 1 1 - 1 1 - 1 1 - 1 1 - 1 Over Identified Over Identified Over Identified Over Identified Over Identified Over Identified Over Identified Over Identified Sumber : Lampiran 3 Dari pengujian kedua kondisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sistem persamaan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat Over Identified dan dapat dilakukan penaksiran dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). 4.2. EVALUASI MODEL Evaluasi ini berguna untuk memutuskan apakah estimasi- estimasi ·yang telah dilakukan terhadap parameter sudah bermakna secara teoritis (theoritically meaningful) dan nyata secara statistik (statistically significant). Dalam mengevaluasi model, penelitian ini menggunakan tiga kriteria, yaitu : (a) kriteria ekonomi; (b) kriteria statistik;" dan (c) kriteria ekonometrika. 4.2.1. KRITERIA STATISTIK DAN EKONOMI Kriteria statistik ditentukan oleh teori statistik, yaitu standar deviasi (error) dari dugaan yang mengukur penyebaran dugaan di 46 sekitar parameter yang benar. Dalam hal ini akan dilihat uji koefisien regresi secara parsial (uji t), uji model secara keseluruhan (uji F), maupun nilai Adjusted R-Square. Sedangkan kriteria ekonomi ditentukan oleh prinsip-prinsip teori ekonomi yang ditunjukkan oleh arah dan besaran parameter yang menggambarkan hubungan ekonomi yang sesuai. Berikut beberapa temuan pada tiap-tiap persamaan : • PERSAMAAN PRIMARY BALANCE Beberapa hasil temuan untuk persamaan primary balance adalah sebagai berikut : Tabel 4.3. Hasil Uji Regresi Persamaan Primary Balance := Varia bel Persamaan Koefisien Regresi Konstanta 0.140660 KURS Balance t-statistic Probability t-test -0.671588 -0.238585 GROWTH p~imary -- ----- 0.5039 - 4.990348 0.0000*** 0.000424 6.802845 0.0000*** OVEBAL 0.588399 3.698965 0.0004*** R-Squared 0.849594 F-statistic Adj R-Squared 0.799458 Prob (F-statistic) 16.94599 0.000481 *** Keterangan : *** signifikan pad a derajat kepercayaan 1% Sumber : Lampiran 4 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi semua variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup memberikan pengaruh yang besar terhadap rasio primary balance terhadap PDB Indonesia untuk periode 1991 - 2003. Hal ini terlihat dari nilai Adjusted R-Squared sebesar 0. 799458 yang berarti persamaan ini mampu menjelaskan perilaku rasio primary balance terhadap PDB sebesar 79.9°/o dan uji F memberikan hasil yang cukup baik, dimana mencapai sebesar 16.94599 (signifikan pada o. = 1 %). Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa variabel-variabel terhadap variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif rasio primary balance terhadap PDB kecuali untuk 47 konstanta. Secara model, dengan tingkat signifikan 1°/o, tingkat pertumbuhan PDB (GROWTH) mempunyai nilai koefisien sebesa'" 0.140660 yang artinya bahwa setiap kenaikan tingkat pertumbuhan sebesar 1°/o, ceteris paribus, akan meningkatkan rasio primary balance terhadap PDB sebesar 0.14%. Menurut teori, tingkat pertumbuhan PDB memang berkorelasi positif terhadap primary balance. Apabila terjadi kenaikan PDB yang berarti kenaikan aktivitas ekonomi akan meningkatkan penerimaan maupun pengeluaran pemerintah sehingga menaikkan keseimbangan primer anggaran pemerintah. Rasio primary balance terhadap PDB juga dipengaruhi oleh nilai kurs, karena beberapa komponen penerimaan dan pengeluaran pemerintah sangat bergantung pada tingkat kurs, seperti pajak ekspor dan impor juga harga minyak mentah dan bagi hasilnya. Dalam model, perilaku rasio primary balance terhadap PDB dipengaruhi oleh nilai tukar Rupiah terhadap Dolar, dimana dengan tingkat signifikan 1%, nilai kurs mempunyai nilai koefisien sebesar 0.000424 yang artinya bahwa setiap kenaikan nilai kurs sebesar 1 rupiah/dolar, ceteris paribus, akan menaikkan rasio primary balance terhadap PDB sebesar 0. 000424°/o. Sedangkan rasio overall balance terhadap PDB mempengaruhi rasio primary balance terhadap PDB dengan nilai koefisien sebesar 0.588399 dengan tingkat signifikan 1%. Artinya kenaikan rasio overall balance terhadap PDB sebesar 1%, ceteris paribus, akan menaikkan rasio primary balance terhadap PDB sebesar 0.59°/o. • PERSAMAAN KONSUMSI RUMAH TANGGA Beberapa hasil temuan untuk persamaan konsumsi rumah tangga adalah sebagai berikut : 48 Tabel 4.4. Hasil Uji Regresi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga Varia bel Persamaan Konsumsi Rumah Tangga Konstanta Probability t-test t-statistic Koefislen Regresi -3.764741 -47200.76 0.0003*** - PDB 0.383041:. 6.Hu5658 0.0000*** CONSP(-1) 0.629119 12.47821 0.0000*** R-Squared 0.993511 r--statistiL Adj R-Squared 0.992214 Prob {F-statistic) 765.5704 0.000000*** Keterangan : *** signifikan pad a derajat kepercayaan 1% Sumber : Lampiran 4 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi semua variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku konsumsi rumah tangga Indonesia untuk periode 1991 - 2003. Hal ini terlihat dari nilai Adjusted R-Squared sebesar 0.992214 yang berarti persamaan ini mampu menjelaskan perilaku konsumsi rumah tangga sebesar 99,2% dan uji F memberikan hasil yang baik, dimana mencapai sebesar 765.5704 (signifikan pada a= 1°/o). Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif terhadap variabel konsumsi rumah tangga kecuali untuk konstanta. Secara model, dengan tingkat signifikan 1°/o, Produk Domestik Bruto (PDB) mempunyai nilai koefisien sebesar 0.383040 yang artinya bahwa setiap kenaikan PDB sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, akan meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar 383 juta rupiah. Perilaku konsumsi juga sangat dipengaruhi oleh perilaku konsumsi periode sebelumnya, biasanya karena alasan psikologis. Dengan adanya kebiasaan (inertia), orang tidak segera merubah kebiasaan konsumslnya dengan segera walaupun terjadi penurunan harga atau kenaikan pendapatan. Dalam model, perilaku konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga tahun sebelumnya (Consp( -1)), dimana dengan tingkat signifikan 1%, nilai konsumsi rumah tangga tahun sebelumnya memounyai nilai koefisien 49 sebesar 0.629119 yang artinya bahwa jika terjadi kenaikan konsumsi rumah tangga tahun sebelumnya sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, akan meningkatkan konsumsi rumah tangga tahun sekarang sebesar 629,1 juta rupiah. • PERSAMAAN INVESTASI Beberapa hasil temuan untuk persamaan investasi adalah sebagai berikut : Tabel 4.5. Hasil Uji Regresi Persamaan Investasi Varia bel Persamaan Investasi Koefisien Regresi Konstanta t-statistic Probability t-test 29046.12 2.767694 0.0071 *** r -1308.100 -3.319687 0.0014*** INFL -1703.211 -5.447133 0.0000*** PMA 27.86490 2.637553 0.0102** INVEST(-1) 0.875227 6.832205 0.0000*** R-Squared 0.950375 F-statistic Adj R-Squared 0.925563 Prob (F-statistic) 38.30260 0.000029 1:** Keterangan : *** signifikan pada de raj at kepercayaan 1% ** signifikan pada derajat kepercayaan 5% Sumber : Lampiran 4 Dari tabel di atas dapa~ dilihat bar. Na variasi semua varia bel bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup be~ar terhaL'ap perilaku investasi swasta Indonesia untuk periode 1991 - 2003. Hal ini terlihat dari nilai memberikan pengaruh yang Adjusted R-Squared sebesar 0.925563 yang berarti persamaan ini mampu menjelaskan perilaku investasi swasta sebesar 92.6°/o dan uji F memberikan hasil yang cukup baik, dimana mencapai sebesar 38.30260 (signifikan pada a= 1°/o). Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif dan negatif terhadap variabel investasi swasta. Pada model perilaku 50 investasi swasta diperoleh koefisien suku bunga SBI 3 bulan (r) sebesar -1308.100 dimana dengan tingkat signifikan 1°/o, berarti bahwa setiap kenaikan tingkat suku bung a SBI 3 bulan sebesar 1°/o, ceteris paribus, akan menurunkan investasi swasta 1.308,1 miliar rupiah. Dana investasi yang dilakukan swasta sebagian besar diperoleh dari pinjaman modal kepada pihak perbankan yang sangat terkait dengan tingkat bunga pinjaman tersebut. Sehingga terdapat hubungan negatif antara investasi terhadap suku bunga, yaitu bila tingkat suku bunga tui"un maka investasi akan naik sedangkan bila tingkat suku bunga naik akan menyebabkan penurunan investasi. Suku bunga diskonto Bank Indonesia merupakan salah satu patokan untuk menentukan tingkat bunga pada perbankan di Indonesia. Pergerakan suku bunga SBI menjadi toluk ukur bagi tingkat bunga lainnya, sehingga kenaikan suku bunga SBI dengan sendirinya mendorong kenaikan suku bunga dana antar bank dan suku bunga deposito. Kenaikan suku bunga deposito pada akhirnya akan mengakibatkan kenaikan suku bunga pinjaman di bank-bank. Tingkat inflasi juga mempengaruhi perilaku investasi yang dilakukan swasta, dimana apabila tingkat inflasi tinggi berarti terjadi kenaikan tingkat harga sehingga nilai investasi juga akan bertambah mahal. Jadi, terdapat hubungan negatif antara tingkat inflasi dengan perilaku investasi. Dalam model, perilaku investasi swasta juga dipengaruhi oleh tingkat inflasi PDB (!NFL), dimana dengan tingkat signifikan 1°/o, tingkat inflasi mempunyai nilai koefisien sebesar -1703.211 yang artinya bahwa setiap kenaikan tingkat inflasi sebesar 1°/o, ceteris paribus, akan menurunkan investasi swasta sebesar 1. 703,2 miliar rupiah. Sedangkan penanaman modal asing (PMA) sangat diperlukan untuk pemasukan devisa, penciptaan lapangan kerja dan akan mendorong investor dalam negeri untuk melakukan investasi. Dalam model, PMA mempengaruhi tingkat investasi di Indonesia, dimana dengan tingkat signifikan 5°/o, nilai PMA mempunyai nilai koefisien 51 sebesar 27.86490 yang artinya bahwa setiap kenaikan nilai PMA sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, akan menaikkan investasi swasta 27,9 miliar rupiah. Besarnya investasi tahun sebelumnya juga mempengaruhi perilaku investasi, dengan tingkat signifikan 1%, nilai investasi swasta tahun sebelumnya (INVEST(-1)) mempunyai nilai koefisien sebesar0.875227 yang artinya bahwa jika terjadi kenaikan investasi swasta tahun sebelumnya sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, akan meningkatkan investasi swasta tahun sekarang sebesar 875,2 juta rupiah. Perilaku investasi ini dikarenakan investor jika ingin melakukan investasi maka ia akan melihat investasi tahun lalu sebagai ekspektasi dari investasinya sekarang. • PERSAMAAN KONSUMSI PEMERINTAH Beberapa hasil temuan untuk persamaan konsumsi pemerintah adalah sebagai berikut : Tabel 4.6. Hasil Uji Regresi Persamaan Konsumsi Pemerintah Variabel Persamaan Konsumsi Pemerintah t-statistic Koefisien Regresi Konstanta TAX -10843.47 1494.371 CONSG(-1) -----· -- Probability t-test -4.757058 0.0000*** 8.342123 0.0000*** - 0.805357 11.39362 0.0000*** ----- GROWTH 207.3864 R-Squared 0.975002 F-statistic Adj R-Squared 0.966669 Prob (F-statistic) 5.982321 0.0000*** 117.0085 0.(")0000*** Keterangan : *** signifikan pad a derajat kepercayaan 1% Sumber : Lampiran 4 -- Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi semua variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku konsumsi pemerintah Indonesia untuk periode 1991 - 2003. Hal ini terlihat dari 52 nilai Adjusted R-Squared sebesar 0. 966669 yang berarti persamaan ini mampu menjelaskan perilaku konsumsi pemerintah sebesar 96, 7°/o dan uji F memberikan hasil yang cukup baik, dimana mencapai sebesar 117.0085 (signifikan pada a= 1%). Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif terhadap variabel konsumsi pemerintah, kecuali untuk konstanta. Secara model, dengan tingkat signifikan 1%, rasio penerimaan pajak terhadap PDB (TAX) mempunyai nilai koefisien sebesar 1494.331 yang artinya bahwa setiap kenaikan rasio penerimaan pajak terhadap PDB sebesar 1 °/o, ceteris paribus, akan m~ningkatkan konsumsi pemerintah sebesar 1.494,3 milyar rupiah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kenaikan pendapatan akan meningkatkan konsumsi, demikian juga halnya dengan pemerintah yang sebagic·1 besar pendapatannya diperoleh dari penerimaan perpajakan. Dengan demikian kenaikan penerimaan pajak akan memperbesar konsumsi pemerintah. Perilaku konsumsi pemerintah juga dipengaruhi oleh perilaku konsumsi pemerintah perio..;e sebelumnya, seperti pola konsumsi rumah tangga pada umumnya. Dengan adanya kebiasaan (inertia), orang tidak segera merubah kebiasaan konsumsinya dengan segera walaupun terjadi penurunan harga atau kenaikan pendapatan. Hal ini juga terjadi pada konsumsi pemerint<:Jh yang dip~ngaruhi oleh nilai konsumsi pemerintah tahun sebelumnya (Cu:1s 9 (-1)), dimana dengan tingkat signifikan 1%, nilai konsumsi pemerintah tahun sebelumnya merr.punyai nilai koefisien sebesar 0.805357 yang artinya bahwa jika terjadi kenaikan konsumsi pemerintah tahun sebelumnya sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, akan meningkatkan konsumsi pemerintah sebesar 805,4 juta rupiah. Selain itu, pertimbangan pemerintah dalam membuat kebijakan pengeluarannya adalah nilai PDB, dr:11gan demikian tingkat pertumbuhan PDB juga mempengaruhi pengeluaran pemerintah dan berhubungan positif. Dalam model, perilaku · dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan PDB konsu~si pemerintah (GROWTH), dirr,ana 53 dengan tingkat signifikan 1%, tingkat pertumbuhan mempunyai nilai koefisien sebesar 207.3864 yang artinya bahwa setiap kenaikan tingkat pertumbuhan sebesar 1%, ceteris paribus, akan meningkatkan konsumsi pemerintah sebesar 207,4 miliar rupiah. • PERSAMAANEKSPOR Beberapa hasil temuan untuk persamaan ekspor adalah sebagai berikut : Tabel 4. 7. Hasil Uji Regresi Persamaan Ekspor Varia bel Persamaan Ekspor Koefisien Regresi Konstanta PDBipn rjpn t-statistic Probability t-test -226871.2 -3.001105 0.0037*** 0.657939 4.524666 o.oooo·~** -8288.710 -1.938438 0.0564 R-Squared 0.765677 F-statistic Adj R-Squared 0.718813 Prob (F-statistic) Keterangan : *** signifikan pa 'a derajat Sumber : Lampiran 4 ke~ ~rcayaan 16.33811 ··- 0.000706*** 1% Dari tabel di atas dapat CJilihat be:1hwa variasi semua variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup memberikan pengaruh yang besar terhadap ekspor ln1 :onesia untuk periode 1991 - 2003. Hal ini terlihat dari nilai Adjusted R-Squared sebesar 0. 718813 yang berarti persamaan ini mampu menjelaskan perilaku ekspor Indonesia sebesar 71,9% dan uji F memberikan hasil yang cukup baik, dimana mencapai sebesar 16.33811 (signifikan pada a = 1°/o). Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif dan negatif terhadap variabel ekspor. Secara model, dengan tingkat signifikan 1 °/o, Produk Domestik Bruto Jepang (PDBjpn) mempunyai 54 nilai koefisien sebesar 0.657939 yang artinya bahwa setiap kenaikan PDB Jepang sebesar 1 juta Yen, ceteris paribus, akan meningkatkan ekspor Indonesia sebesar 657,9 juta rupiah. Sedangkan mempengaruhi tingkat nilai suku ekspor bunga di Indonesia, Jepang dimana (rjpn) dengan juga tingkat signifikan 6°/o, tingkat suku bunga di Jepang mempunyai nilai koefisien sebesar -8288.710 yang artinya bahwa setiap kenaikan tingkat suku bung a di Jepang sebesar 1%, ceteris paribus, akan menurunkan ekspor Indonesia sebesar 8.28~,7 miliar ru~;ah. Hasil yang diperoleh model di atas telah sesuai dengan teori bahwa permintaan ekspor aka. 1 san gat bergantung pada aktivitas perekonomian luar negeri negara tujuan ekspor tersebut. Untuk Indonesia, nilai ekspornya akan sangat tergantung pada .,erekonomian Jepang sebagai negara tujuan ekspor yang utama. Sehingga kenaikan PDB Jepang akan menaikkan ekspor Indonesia sedangkan kenaikan tingkat bunga di Jepang akan menurunkan ekspor Indonesia. • PERSAMAAN IMPOR Beberapa hasil temuan untuk persamaan impor adalah sebagai berikut : Tabel 4.8. Hasil Uji Regresi Persamaan Impor - Variabel Persamaan Impor Koefisien Regresi t-statistic Probability t-test Konstanta -79083.57 -3.500702 0.0008*** KURS -3.623525 -3.948777 0.0002*** PDB 0.492594 7.688122 0.0000*** INFL 793.0167 5.328730 0.0000*** R·Squared 0.889807 F·statistic Adj R-Squared 0.853076 Prob {F-statistic) -- 24.22496 0.000121 *** Keterangan : *** signifikan pad a derajat kepercayaan 1% Sumber : Lamplran 4 55 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi semua variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup membertkan pengaruh yang besar terhadap perilaku impor Indonesia untuk periode 1991 - 2003. Hal ini terlihat dari nilai Adjusted R-Squared sebesC'Ir 0.853076 yang berarti persamaan ini mampu menjelaskan perilaku ekspor sebesar 85,3°/o dan uji F memberikan hasil yang cukup baik, dimana mencapai sebesar 24.22496 (signifikan pada a = 1°/o). Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif dan negatif terhadap variabel impor. Secara model, dengan tingkat signifikan 1°/o, nilai tukar rupiah terhadap dolar (KURS) mempunyai nilai koefisien sebesar -3.623525 yang artinya bahwa setiap kenaikan nilai kurs sebesar 1 rupiah/dolar, ceteris paribus, akan menurunkan impor sebesar 3,6 miliar rupiah. Menurut teori, nilai kurs memang berkorelasi negatif terhadap impor karena jika terjadi perubahan kurs berupa depresiasi artinya adalah harga barang produksi luar negeri akan bertambah mahal jika dinilai dengan rupiah walaupun sebenarnya harga barang tersebut tidak mengalami kenaikan apabila dinilai dengan dolar sehingga akan menurunkan nilai impor. Sedangkan Produk Domestik Bruto (PDB) juga mempengaruhi nilai impor Indonesia, dimana dengan tingkat signifikan 1°/o, nilai PDB mempunyai nilai koefisien sebesar 0.492594 yang artinya bahwa setiap kenaikan PDB sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, akan menaikkan impor sebesar 492,6 juta rupiah. Besaran PDB memang bisa menggambarkan kondisi perekonomian secara agregat, sehingga apabila PDB meningkat maka dapat dikntakan tingkat kemakmuran juga meningkat sehingga dapat mendorong impornya. Selain itu impor juga dipengaruhi oieh tingkat inflasi PDB (INFL), dimana bila terjadi kenaikan inflasi berarti harga barang produksi dalam negeri akan menjadi lebih mahal sehingga sebagai gantinya orang akan membeli barang produksi luar negeri yang relatif lebih murah. Dalam model, perilaku impor dipengaruhi oleh tingkat inflasi 56 dimana dengan tingkat signifikan 1%, tingkat inflasi mempunyai nilai koefisien sebesar 793.0167 yang artinya bahwa setiap terjadi kenaikan inflasi se~esar 1°/o, ceteris paribus, akan menaikkan impor sebesar 793 miliar rupiah. • PERSAMAAN SUKU BUNGA Beberapa hasil temuan untuk persamaan tingkat suku bunga adalah sebagai berikut : Tabel 4.9. Hasil Uji Regresi Persamaan Suku Bunga Varia bel Persamaan Tingkat Suku Bunga t-statistic Koefisien Regresi Konstanta -3.290068 M1 -0.000330 GROWTH --- 2.369691 ~ Probability t-test -0.284249 0.7770 -1.145029 0.2559 7.146586 0.0000*** ---- KURS(-1) 0.001970 R-Squared 0.862415 F-statistic Adj R-Squared 0.816553 Prob (F-slatistic) 3.2.31956 0.0018*** 18.80468 0.000324*** Keterangan : *** signifikan pada derajat kepercayaan 1% Sumber : Lampiran 4 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi semua variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat suku bunga untuk periode 1991 - 2003. Hal ini terlihat dari nilai Adjusted R-Squared sebesar 0.816553 yang berarti persamaan ini mampu menjelaskan perilaku tingkat suku bunga sebesar 81,7°/o dan uji F memberikan hasil yang cukup baik, dimana mencapai sebesar 18.80468 (signifikan pada a = 1 °/o). Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan mempunyai hubungan yang bervariasi, baik positif maupun negatif, terhadap variabel tingkat suku bunga SBI 3 bulan. Secara model, dengan tingkat signifikan 30%, 57 jumlah uang beredar (M1) mempunyai nilai koefisien sebesar -0.000330 yang artinya bahwa setiap kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, akan menurunkan tingkat suku bunga sebesar 0,000330°/o. Pertumbuhan ekonomi juga mempengaruhi tingkat suku bunga, dimana dengan tingkat signifikan 1°/o, varia bel GROWTH mempunyai nilai koefisien sebesar 2.369691 yang artinya bahwa setiap ada kenaikan tingkat pertumbuhan sebesar 1°/o, ceteris paribus, akan menaikkan tingkat suku bunga sebesar 2,37%. Pertumbuhan ekonomi mencerminkan kenaikan pendapatan yang berarti meningkatkan permintaan terhadap uang (M 0 ). Adanya peningkatan permintaan terhadap uang ini, jika tidak diikuti peningkatan penawaran uang (M 5 ) akan menyebabkan peningkatan suku bunga. Sedangkan tingkat kurs tahun sebelumnya mempengaruhi tingkat suku bunga, dimana dengan tingkat signifikan 1°/o, nilai kurs mempunyai nilai koefisien sebesar 0.001970 ya'l9 artinya bahwa setiap kenaikan tingkat kurs sebesar 1 Rupiah/Dolar tahun sebelumnya, ceteris paribus, akan menaikkan tingkat suku bunga sebesar 0,001970°/o. Salah satu cara untuk menahan depresiasi nilai tukar rupiah adalah dengan cara menaikkan suku bunga SBI yang pada akhirnya akan diikuti oleh suku bunga deposito. Diharapkan dengan adanya bagi hasil pemilik rupiah yang semakin besar akan mendorong pemilik uang tetap memegang rupiah. • PERSAMAAN STOK UTANG PEMERINTAH Beberapa hasil temuan untuk persamaan stok utang pemerintah ~dalah sebagai berikut : 58 Tabel 4.10. Hasil Uji Regresi Persamaan Stok Utang Pemerintah Varia bel Persamaan Stok Utang Pemerintah t-statistic Koefisien Regresi Probability t-test Konstanta -36.42207 -1.517016 0.1335 OVEBAL -15.93686 -6.447230 0.0000*** PDB 0.000207 3.265636 0.0017*** R-Squared 0.861239 F-statistic Adj R-Squared 0.833487 Prob (F-statistic) 31.03322 0.000051 *** Keterangan : *** sJgmfikan pada deraJat kepercayaan 1% Sumber : Lampiran 4 Dai-i tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi semua variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama cukup memberikan pengaruh yang besar terhadap rasio stok utang pemerintah terhadap PDB Indonesia untuk periode 1991 - 2003. Hal ini terlihat dari nilai Adjusted R-Squared sebesar 0.833847 yang berarti persamaan ini mampu menjelaskan perilaku stok utang pemerintah sebesar 83A% dan uji F memberikan hasil yang cukup baik, dimana mencapai sebesar 31.03322 (signifikan pada a = 1%). Hasil yang diperoleh dari model juga menunjukkan bah·Na variabel-variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif dan negatif terhadap variabel ekspor. Secara model, dengan tingkat signifikan 1°/o, rasio overall balance terhadap PDB (OVEBAL) mempunyai nilai koefisien sebesar -15.93686 yang artinya bahwa setiap kenaikan rasio overall balance terhadap PDB sebesar 1%, ceteris paribus, akan menurunkan rasiu stok utang pemerintah terhadap PDB sebesar 15,9%. Sedangkan Produk Domestik Bruto (PDB) juga mempengaruhi tingkat rasio stok utang pemerintah terhadap PDB, dimana dengan tingkat signifikan 1°/o, nilai PDB mempunyai nilai koelisien sebesar 0.000207 yang artinya bahwa setiap kenaikan PDB sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, akan menaikkan rasio stok utang pemerintah terhadap PDB sebesar 0,000207%. 59 Hasil yang diperoleh dari model di atas juga telah sesuai dengan teori. PDB akan pemerintah. Bila berhubungan terjadi negatif dengan penurunan PDB defisit anggaran artinya aktivitas perekonomian turun akan menyebabkan pendapatan kena pajak serta laba perusahaan menurun sehingga penerimaan pnjak turun. Selain itu, beberapa kelompok pengeluaran pemerintah, misalnya subsidi, cenderung naik bila perekonomian menurun. Jadi penurunan penerimaan pajak akibat menurunnya PDB dan kenaikan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan defisit sehingga mempengaruhi stok utang pemerintah. 4.2.2. KRITERIA EKONOMETRIKA Kriteria ini ditentukan berdasarkan teori ekonometrika. Dalam penelitian ini, pengujian yang dilakukan adalah heteroskedastisitas dan autokore/asi, sedangkan pelanggaran asumsi multikolinearitas tidak dilakukan karena tujuan penelitian ini adalah prediksi sehingga adanya multikolinearitas bisa diabaikan. (Gujarati, 2003 hal. 369) 4. 2. 2.1. Hasil HETEROSKEDASTISITAS uji White's Heteroscedasticity persamaan dapat dilihat pada t.Jbel Test dari tiap-tiap beril~ut. 60 Tabel 4.11. Hasil Uji White's Heteroscedasticity Test No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Obs*R-squared Persamaan Probability 8.564863 3.732410 4.760183 7.212069 3.880975 10.49700 5.332766 1.568623 Primary Balance Konsumsi Rumah Tangga Investasi Konsumsi Pemerintah Ekspor Impor Suku Bunga Stok Utang Pemerintah 0.199569*** 0.443430*** 0. 782874*** 0.301680*** 0.422354*** 0.105223*** 0.501895*** 0.814420*** Keterangan : *** signifikan pad a derajat kepercayaan 1% Sumber : Lampiran 5 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh persamaan yang diuji tidak mengandung masalah heteroskedastisitas, dimana hasil uji White's Heteroscedasticity Test semua sigl"ifikan pada a 4.2.2.2. = 1%. AUTOKORELASI Hasil uji Durbin Watson Statistic dan Breusch-Godfrey Test dari tiap-tiap persamaan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.12. Hasil Uji Durbin Watson Statistic dan Breusch-Godfrey Test No. Persamaan ow Statistic 1 Primary Balance 2 BG - - Obs*R 2 Test Probability 1.874101 0.304460 0.858791 *** Konsumsi RT 2.295164*) 1.959150 0.375471 *** 3 Investasi 1.423829*) 4.595982 0.100460*** 4 Konsumsi Pemerintah 1.658116*) 5.444694 0.065720*** 5 Ekspor 2.819826 3.549943 0.169488*** 6 Impor 1.974858 6.661633 0.035764*** 7 Suku Bunga 2.129460*) 0.714539 0.699584*** 8 Stok Utang 2.419217 3.509440 0.172956*** Keterangan : *** signifikan pada derajat kepercayaan 1% * persamaan mengandung lag Sumber : Lampiran 4 dan 6 61 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil uji Durbin Watson Statistic pada persamaan yang diuji tidak mengandung masalah autokorelasi, dimana hasil uji Durbin Watson Statistic mempunyai nilai antara 1.587166 sampai 2.819826 yang berada pada interval antara nilai Dwu dan (4 - DWu), kecuali Persamaan Ekspor yang berada pada daerah yang tidak dapat disimpulkan, tapi berdasarkan hasil uji Breusch-Godfrey Test untuk semua persamaan signifikan pad a a = 1°/o, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh persamaan tidak mengandung masalah autokorelasi. 4.3. PERKEMBANGAN SUSTAINABILITAS FISKAL INDONESIA Dalam menganalisa keadaan sustainabilitas fiskal Indonesia, seperti yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka kondisi fiskal yang dapat dikatakan sustainable dapat dicapai - menurut accounting approach- bila surpbt :=:: (rt-gt)bt-n/(l+gt)· Artinya, keadaan yang sustainable dapat terjadi jika terdapat selisih positif antara sisi kiri dengan sisi kanan dari rumus di atas. Dalam penelitian ini, kondisi tersebut didefinisikan menjadi suatu persamaan indentitas sebagai berikut : GAP PB = b- r- GROWTH debt(-1) p !+GROWTH · ........... (4 .!) Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi fiskal yang sustainable terjadi bila GAP PB bernilai positif dan sebaliknya, kondisi fiskal yang unsustainable terjadi bila GAPPB bernilai negatif. Setelah 42 kali iterasi untuk mencapai konvergensi maka hasil perhitungan simulasi ex-post dari model dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 62 Tabel 4.13. Hasil Simulasi Ex-post Sustainabilitas Fiskal Tahun pb pbf 1990 3.270000 3.270000 1991 1.820000 1.147387 19.72463 1992 1.040000 0.760680 14.32856 1993 1.210000 0.518237 148.1205 1994 2.240000 2.155492 12.25713 1995 2.630000 2.567846 8.798055 1996 2.090000 2.517158 8.259756 1997 0.820000 1.831481 15.59245 1998 1.390000 1.031847 -142.0725 1999 1.160000 2.231205 -89.87749 2000 2.910000 2.999068 -27.80806 2001 3.180000 3.090447 -38.52052 2002 3.840000 3.099416 -96.63000 2003 2.820000 3.557564 -47.48702 GAP PBF NA Sumber : Lampiran 7 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pemerintah cukup berhatihati dalam menjaga kondisi fiskal. Hal ini bisa dilihat dari perkembangan nilai aktual pri'11ary balan,:o yang berada antara 0,82 (1997) sampai dengan 3,84 (2002) sedangkan nilai simulasinya berada pada kisaran 0,52 (1993) sampai dengan 3,56 (2003). Namun demikian, bila dilihat dari perkembangan nilai GAP PBF terlihat bahwa dalam kurun waktu 1991-2003 terjadi keadaan yang unsustainable yaitu pada tahun 1998, 1999, 2000, 2001, 2002 dan 2003. Keadaan yang unsustainable dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2003 terjadi akibat tingkat suku bunga yang melebihi tingkat pertumbuhan sehingga menyebabkan nilai (rt-gt)bt-nl(1+gt) negatif. Keadaan fiskal yang unsustainable pada tahun 1998 terjadi pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi. Pada tahun ini, walaupun nilai suku bunga lebih kecil dari pada nilai growth, namun karena pada tahun ini Indonesia tidak mengalami pertumbuhan (stagnasi), hal ini 63 tercermin dari nilai growth yang negatif yaitu -13,13°/o sedangkan nilai simulasinya sebesar -14,62°/o, sehingga menyebabkan keadaan yang unsustainable. Sedangkan tingkat suku bunga sebesar -43,47% dan nilai simulasinya -45,28°/o. Selain itu nilai lag stok utang pemerintah mencapai 73,6°/o, jauh lebih tinggi dari pada tahun 1996 sebelum dimulainya krisis yang hanya 24,8°/o sedangkan nilai simulasinya 63,56°/o yang meningkat dua kali liput dibanding tahun 1996 yang sebesar 31°/o. Peningkatan stok utang pemerintah ini selain akibat dari depresiasi rupiah maupun pinjaman baru pemerintah, baik yang rutin diterima dari CGI maupun bantuan ekstra dari Bank Dunia atau IMF atau pemerintah-pemerintah dari sejumlah negara-negara sahabat secara individu (pinjaman bilateral) karena defisit APBN yang terus membesar. Defisit ini bertambah besar lagi karena pendapatan dari hasil ekspor minyak yang dalam kenyataannya jauh lebih kecil daripada yang diperhitungkan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh harga minyak di pasar dunia yang menurun drastis menjadi USD 10 per barel pada bulan Maret/April 1998 dibandingkan USD 17 per barel sebagai patokan APBN 1998/1999. (Tambunan, 1998) Pada tahun 1999 tingkat suku bunga 9,41 °/o dan tingkat pertumbuhan 0, 79°/o sedangkan nilai simulasinya adalah 12,51 °/o untuk suku bunga dan 4,45% untuk pertumbuhan. Pada tahun 2000 tingkat suku bunga 2,68°/o dan tingkat pertumbuhan 4,92% sedangkan nilai simulasinya adalah 7,48°/o untuk suku bunga dan 5,17°/o untuk pertumbuhan. Pada tahun 2001 tingkat suku bunga 4,24°/o dan tingkat pertumbuhan 3,45% sedangkan nilai simulasinya adalah 4,24°/o untuk suku bunga dan 4,23°/o untuk pertumbuhan. Pada tahun 2002 tingkat suku bunga 9,77°/o dan tingkat pertumbuhan 3,69°/o sedangkan nilai simulasinya adalah 9,77°/o untuk suku bunga dan 3,06°/o untuk pertumbuhan. Pada tahun 2003 tingkat suku bunga 3,6°/o dan tingkat pertumbuhan 4,1% sedangkan nilai simulasinya adalah 9, 73°/o untuk suku bunga dan 5,56°/o untuk pertumbuhan. Sedangkan nilai lag stok utang pemerintah mempunyai kecenderungan peningkatan, yaitu untuk tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 64 secara berturut-turut adalah 56,9%; 85,5%; 97,3°/o; 86,2%; dan 75,2% sedangkan nilai simulasinya adalah 62,31 %; 82,07%; 76,41; 93, 78°/o; dan 80, 16°/o. 4.4. VALIDASI MODEL Validasi model dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi daya prediksi model terhadap variabel-variabel endogen. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah Theil's Inequality Coefficient (U-Theil). Apabila nilai U-Theil = 0 berarti bahwa nilai simulasi sama dengan nilai aktual yang disebut perfectfit. Jika U-Theil = 1 maka nilai nilai ramalan selalu nol jika nilai aktual bukan nol. Hasil uji forecast evaluation tiap variabel endogen dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.14. Koefisien Theil Inequality No. U-Theil Variabel endogen 1 Konsumsi Pemerintah (CONSg) 0.006074 2 Konsumsi Rumah Tangga (CONSp) 0.016683 3 Stok Utang Pemerintah (DEBT) 0.023138 4 Pertumbuhan Ekonomi (GROWTH) 0.065140 5 Investasi (INVEST) 0.011046 6 Impor (M) 0.029182 7 Primary Balance (pb) 0.048131 8 Produk Domestik Bruto (PDB) 0.010842 9 Suku Bunga (r) 0.067890 10 Ekspor(X) 0.008880-- Sumber : Lampiran 8 - Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel endogen memiliki nilai U-Theil yang mendekati nol, yakni antara 0,006 hingga 0,068. Keadaan ini menunjukkan bahwa secara keseiL.-uhan model 65 memiliki daya prediksi yang baik, dengan demikian variabel-variabel 0 endogen hasil prediksi dapat di~~takan l·ukup berimpit dengan nilai- nilai aktualnya. Nilai U-Theil yang nyaris sempurna dicapai oleh variabel CONSg dengan nilai 0,006, sedangkan nilai terhuruk sebesar 0,068 diperoleh dari variabel r. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan gerak kecenderungan dan variasi variabel endogen dapat diprediksi oleh model dengan memuaskan. Oleh karena itu, model dapat dimanfaatkan untuk proses berikutnya, yakni proyeksi. 4.5. PRAKIRAAN SUSTAINABILITAS FISKAL INDONESIA Proses simulasi model dilakukan untuk periode yang akan datang, yaitu untuk tahun 2005-2009, dengan demikian simulasi ini ber-sifat ex-ante. Di dalam periode tersebut, terlebih dahulu dibuat proyeksi bagi variabel-variabel eksogen. Dalam penelitian ini, seperti yang sudah dijelaskan pada bab terdahulu, angka perkiraan untuk variabel eksogen pada simulasi yang dilakukan dilakukan dengan cara : • Rule of thumb perkembangan jumlah uang beredar = 1,1 x GROWTH. Dalam penelitian ini akan digunakan perhitungan M1 = 1,1 x GROWTH untuk Skenario 1; dan M1 = 1,2 x GROWTH untuk Skenario 2 dan 4. Hasil dari perhitungan tersebut akan digunakan untuk memproyeksikan inflasi dengan menggunakan rumus INFL = a + b M1, sedangkan INFL pada skenario 4 merupakan proyeksi RPJM. • Rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak pada tahun observasi sebesar 2°/o akan digunakan untuk memproyeksikan variabel TAX = 1,01 x TAXt- 1 untuk Skenario 1 dan 3; Skenario 2 TAX = 1,02 x TAXt- 1 ; sedangkan skenario 4 merupakan proyeksi RPJM. 66 • Variabel overall balance diperhitungkan dengan mencari selisih antara Penerimaan Pemerintah dan Pengeluaran Pemerintah. Ratarata pertumbuhan penerimaan pada tahun observasi sebesar 5,6°/o akan digunakan untuk memproyeksikan variabel Penerimaan Pemerintah. Sedangkan Rata-rata pertumbuhan pengeluaran pada tahun observasi sebesar 7°/o akan digunakan untuk memproyeksikan variabel Pengeluaran = 1,06 x Pengeluaran t-1 untuk Skenario 1 dan 3; Pengeluaran = 1,07 x Pengeluaran t- 1 untuk Skenario 2; sedangkan skenario 4 merupakan proyeksi RPJM. • Proyeksi variabel KURS dan PMA berdasarkan RPJM. • Proyeksi variabel PDB Jepang diperoleh dari angka perkiraan pertui'Tlbuhan ekonomi Jepang yang dikeluarkan oleh ADB, bahwa untuk kurun waktu 2005-2009 perekonomian JeJ:·ang akan tumbuh sebesar 0,8; 1,9; 1,9; 2,0 dan 2,0. sedangkan tingkat suku bunga di Jepang diperoleh dengan metode Trend Linier. 67 Tabel 4.15. Proyeksi Variabel Eksogen Tahun 2005-2009 - 0 ~ ....:tz TAHUN OVEBAL TAX KURS M1 PMA INFL PDBjpn rjpn 2005 ·1.35 13.79 8,900.0 62,286.69 444.6 7.03 565,995.15 -0.02 2006 ·1.52 13.93 8,800.0 66,466.1~ 449.5 5.24 576,749.06 -0.11 I 2007 ·1.70 14.07 8,800.0 71,364.68 . •f:i4.5 3.15 587,707.29 -0.21 2008 -1.90 14.21 8,700.0 77,016.77 459.5 0.74 599,461.43 -0.30 2009 ·2.10 14.35 8,700.u 83,455.3/ 464.5 -2.01 611,450.66 -0.39 2005 -1.78 14.07 8,900.0 66,551.08 444.6 5.21 565,995.15 -0.02 0 C2 .:t 2006 -2.20 14.35 8,800.0 71,422.62 449.5 3.13 576,749.06 -0.11 ...z 2007 ·2.67 14.63 8,800.0 77,165.00 454.5 0.67 587,707.29 -0.21 ~ VI 2008 ·3.19 14.93 8,700.0 83,832.06 459.5 -2.18 599,461.43 -0.30 2009 -3.77 15.23 8,700.0 91,477.54 464.5 -5.44 611,450.66 -0.39-- ,., 2005 ·1.35 13.79 8,900.0 57,639.03 444.60 9.02 565,995.15 -0.02 0 2006 ·1.52 13.93 8,800.0 59,221.87 449.50 8.34 576,749.06 -0.11 .:t 2007 ·1.70 14.07 8,800.0 60,804.71 454.50 7.6b 587,707.29 ·0.21 ~ VI 2008 ·1.90 14.21 8,700.0 62,387.55 459.50 6.99 599,461.43 ·0.30 2009 ·2.10 14.35 8, 700.0 63,970.39 464.50 6.31 611,450.66 -0.39 2005 ·0.70 11.60 8,900.0 66,551.08 444.60 7.00 565,995.15 -0.02 0 2006 ·0.60 11.60 8,800.0 71,422.62 449.50 5.50 576,749.06 -0.11 .:t 2007 -0.30 11.90 8,800.0 77,165.00 454.50 5.00 587,707.29 -0.21 VI 2008 0.00 12.60 8,700.0 83,832.06 459.50 4.00 599,461.43 -0.30 ~ VI N ~ ...z "'t ~ ...::.:::z 2009 0.30 13.60 8,700.0 91,477.54 464.50 3.00 611,450.66 -0.39 Keterangan • Perhitungan proyeksi variabel OVEBAL = Penerimaan - Belanja Proyeksi Penerimaan = rata-rata pertumbuhan Penerimaan (5,6%) Proyeksi Belanja : 1,06xBelanjat. 1 (skenario 1 & 3) 1,07xBelanjat-1 (skenario 2) Proyeksi RPJM (skenario 4) • Proyeksi TAX : 1,01 x TAXt- 1 (skenario 1 & 3) & 1,02 x TAXt-1 (skenario 2) Proyeksi RPJM (skenario 4) • Proyeksl varlabel KURS dan PMA berdasarkan RPJM Naslonal • Proyeksl Ml : 1,1 x GROWTH (skenarlo 1); 1,2 x GROWTH (skenario 2 & 4); Metode Trend Linier (skenario 3), hasilnya digunakan untuk memproyeksi !NFL= a+ b M1 • Proyeksi PDBjpn berdasarkan proyeksi ADB, sedangkan perhitungan proyeksi rjpn dengan menggunakan metode Trend Linier Jika keempat skenario di atas dikategorisasi kembali, maka akan terdapat gambaran sebagai berikut : kebijakan fiskal dan 68 moneter yang ekspansif pada tingkat /ow (moderat) pada Skenario 1, kebijakan fiskal dan moneter yang ekspansif pada tingkat high ( optimis) pad a Skenario 2, hanya kebijakan fiskal yang ekspansif pad a Skenario 3, sedangkan Skenario 4 mencerminkan keb1jakan moneter yang ekspansif. Hasil perhitungan sustainablitas fiskal dari simulasi ex-ante untuk keempat skenario di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.16. Prakiraan Sustainabilitas Fiskal Indonesia GAP PB TAHUN SKENARIO 1 SKENARIO 2 SKENARIO 3 SKENARIO 4 2005 -12.74996 -6.747114 -21.80314 2.640780 2006 -9.495591 -2.877161 -23.73703 6.364181 2007 2.297334 11.21613 -18.68972 31.89605 2008 16.68617 30.27029 -13.89260 61.37056 2009 37.17921 58.67943 -5.720485 104.6728 Sumber : Lampiran 9 Dari tabel di atas terlihat bahwa hasil dari simulasi menunjukkan bahwa baik skenario 1 maupun skenario 2 sama-sama menghasilkan keadaan fiskal yang unsustainable pada dua tahun pertama dan berikutnya. keadaan fiskal Namun demikian yang sustainable ~ada nilai GAP PB yang tiga tahun mendekati nol menunjukkan keadaan fiskal yang menuju ke arah yang sustainabel dapat ditunjukkan pada Skenario 2. Sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas perekonomian yang meningkat, yang ditunjukkan oleh banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat dan peningkatan penerimaan perpajakan sehingga dapat meningkatkan pengeluaran pemerintah, dapat menjadi faktor pendorong terjadinya keadaan fiskal yang sustainable. Sedangkan hasil dari skenario 3 memperlihatkan bahwa dengan hanya menggunakan instrumen kebijakan fiskal yang ekspansif tidak mendorong terjadinya keadaan fiskal yang sustainable pada 5 tahun ke depan, dan sebaliknya penggunaan instrumen 69 moneter yang ekspansif dapat menjadi faktor pendorong terjadinya keadaan fiskal yang sustainable untuk 5 tahun mendatang. Dari hasil simulasi tersebut terlihat bahwa jika tujuan utama yang akan dicapai adalah keadaan fiskal yang sustainable maka instrumen yang paling berpengaruh adalah kebijakan moneter. Jumlah uang yang beredar secara langsung akan mempengaruhi variabel suku bunga yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kegiatan investasi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter untuk menurunkan suku bunga akibat banyaknya uang yang beredar akan merangsang kegiatan investasi sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dari tingkat sukL. bunga sehingga tercapai keadaan ~kCJ.i sustainabilitas sebaliknya, tingkat suku bunga ycmg ting~ menurunkan stok utang fiskal. Demikian pula i akan menurunkan kegiatan investasi sehingga kurang memicu pertumbuhan ekonomi. Tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dari tingkat suku bunga akan menaikkan stok utang sehingga membahayakan kondisi fiskal. 70 BABV KESIMPULAN DAN SARAN Di negara-negara yang mengikuti program penyesuaian fiskal (fiscal adjustment), sustainabilitas fiskal dijadikan sebagai target dan indikator utama program keberhasilan tersebut. penyesuaian Kebijakan fiskal dikatakan sustainable bila kebijakan tersebut bisa dipertahankan secara berkelanjutan tanpa menyebabkan pemerintah kenapa Karenanya, sangat mudah dipahami menjadi insolvency. sustainabilitas fiskal ini dijadikan prasyarat atau kondisi minimum dalam menilai kinerja fiskal. Alasan ini pula yang mendasari kenapa IMF sangat ketat terhadap negara-negara yang mengikuti program-program yang mendapatkan bantuan dari IMF (IMF-supprorted programs). Tujuannya untuk mempengaruhi adalah kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk memaksimalkan kemampuan negara-negara tersebut untuk kembali pada pertumbuhan track dengan berkelanjutan yang memperbaharui akses ke pasar keuangan internasional. Walaupun Indonesia telah mengakhiri program IMF tersebut pada akhir 2003, namun terminologi sustainabilitas fiskal merupakan permasalahan dan agenda yang penting. Dalam RPJM misalnya disebutkan bahwa pemantapnn stabiltas ekonomi makro diarahkan untuk menjaga dan mempertahankan stabilitas ekonomi makro yang telah dicapai dengan memberi ruang pertumbuhan pelaksanaan ekonomi. sinergi Stabilitas kebijakan yan~1 lebih luas untuk mendorong ekonomi moneter yang ini dijaga berhati-hati melalui serta pelaksanaan kebijakan fiskal yang mengarah pada kesinarrbungan fiskal (fiscal sustainability) dengan tetap memberi ruang gerak bagi peningkatan kegiatan ekonomi (RPJM, Bagian IV.24-4). Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari keseluruhan penelitian dalam tesis ini antara lain : 71 • Indikasi awal dalam menilai apakah kebijakan fiskal yang ditempuh sustainable atau unsustainable adalah rasio utang terhadap PDB dan rasio keseimbangan primer (primary balance) terhadap PDB. Jika pertambahan utang diiringi dengan kenaikan PDB yang sama ~taupun lebih besar bukanlah merupakan ancaman bagi sustainabilitas fiskal. • Primary Balance merupakan indikator utama bagi sustainabilitas fiskal dimana dalam penelitian ini diketahui bahwa Primary Balance dipengaruhi oleh overall balance. Dengan kata Jain, sustainabilitas fiskal dicapai melalui peningkatan penerimaan dalam negeri dan pengoptimalisasian pengeluaran negara. • Indikator Jainnya yang tidak kalah penting adalah pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunga. Dalam model yang dibangun dalam penelitian ini terlihat bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh besaran rumah tangga konsumsi PDB, dan pemerintah, investasi, suku bunga, inflasi, PMA, ekspor, impor dan kurs. Sedangkan suku bunga dipengaruhi oleh uang beredar, tingkat pertumbuhan dan lag kurs. • Perkembangan fiscal sustainabilitiy dalam rentang waktu penelitian dapat dikatakan bahwa pemerintah sudah sangat berhati-hati dalam menjaga tingkat sustainabilitas fiskalnya (terlihat dari nilai aktual primary balance yang berada antara 0,82 sampai dengan 3,84). Sedangkan dari hasil simulasi ex-post dapat dilihat bahwa dalam rentang waktu penelitian terdapat 6 kali kegagalan pemerintah dalam mempertahankan tingkat sustainabilitas fiskal, yaitu tahun 1998-2003, hal ini lebih disebabkan karena tingginya tingkat suku bunga dari pada tingkat pertumbuhan ekonominya. Krisis ekonomi 1998 juga merupakan tekanan hebat bagi kondisi fiskal. Selain menyebabkan stagnasi juga menyebabkan penggelembungan stok utang !iehingga semakin memperlebar GAP PB. • Dari hasil simulasi ex-ante dapat dilihat buhwa penggunaan instrumen kebijakan fiskal dan moneter yang ekspansif akan 72 menyebabkan keadaan fiskal yang unsustainable dapat terjadi pada dua tahun pertama dan terjadi keadaan yang sustainable pada tiga tahun berikutnya. Jika pada 5 tahun ke depan hanya digunakan instrumen kebijakan fiskal yang ekspansif maka akan menyebabkan keadaan fiskal yang unsustainable, dan sebaliknya jika instrumen meny~baf:lkan • kebijakan moneter saja yang ekspansif akan keadaan fiskal yang sustainable. Dari hasil simulasi tersebut terlihat bahwa instrumen yang paling efektif untuk mencapai keadaan fiskal yang sustainable adalah kebijakan moneter yang ekspansif. Jumlah uang yang beredar secara langsung akan mempengaruhi variabel suku bunga yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kegiatan investasi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter untuk menurunkan suku bunga akibat banyaknya uang yang beredar akan merangsang kegiatan investasi sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga akan menurunkan stok utang sehingga tercapai keadaan sustainabilitas fiskal. Demikian pula sebaliknya, tingkat suku bunga yang tinggi akan menurunkan kegiatan investasi sehingga kurang memicu pertumbuhan ekonomi. Tir ;~knt pertu1~~1Juhan yang lebih rendah dari tingkat suku bunga akan menaikkan stok utang sehingga membahayakan kondisi fiskal Berdasarkan keseluruhan gambaran di atas, secara normatif dapat dinyatakan bahwa diperlukannya kebijakan moneter yang ekspansif untuk menjamin terjadinya kesinambungan fiskal. Kebijakan moneter untuk menurunkan suku bunga akibat banyaknya uang yang beredar akan merangsang kegiatan investasi sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga akan menurunkan stok utang sehingga tercapai keadaan sustainabilitas fiskal. Namun yang perlu diperhatikan adalah trade-off antara banyaknya jumlah uang beredar 73 dengan inflasi, sehingga diperlukan kebijakan-kebijakan yang dapat mengeliminir tingkat inflasi. Di sisi lain diperlukan instrumen kebijakan Askal melalui kebijakan perpajakan dan pengeluaran pemerintah yang diarahkan untuk menjaga tingkat deAsit. Dengan kata lain, sustainabilitas fiskal dicapai melalui peningkatan penerimaan dalam negeri dan pengoptimalisasian pengeluaran negara. Dari sisi penerimaan diperlukan mobilisasi sumber-sumber domestik yang tidak berdampak inflasi seperti perpajakan yang lebih progresif terhadap kelompok pendapatan kaya dan juga memperbaiki administrasi perbendaharaan sistem keuangan pemerintah, dimana saat ini masih banyak rekening atas nama menteri yang belum jelas pertanggungjawabannya. Sedangkan dari sisi pengeluaran, komponenkomponen pengeluaran yang bersifat pemborosan harus dieliminasi, dimana dalam prakteknya sudah dimulai dengan penyatuan dokumen anggaran (unified budget). Selain itu, kebijakan subsidi yang sangat memberatkan, dimana sasaran kebijakan tersebut tidak mengena, seperti subsidi BBM, perlu ditinjau kembali. Sedangkan pengeluaran untuk investasi tetap dipertahankan dengan memperhatikan bahwa kebijakan terse but tidak men-crowding out-kan investasi swasta. Juga, dibutuhl-an pengelolaan utang pemerintah yang lebih baik agar kebutuhan pembiayaan dan kewajiban pembayarannya berada pada biaya dan tingkat resiko yang serendah mungkin, seperti menata struktur utang dengan lebih baik dalam hal masa jatuh tempo, komposisi tingkat bunga rlan sistem nilai tukar. Akhirnya harus pula disebut bahwa tesis ini masih mengandung sejumlah kelemahan. Beberapa diantaranya yang dapat dicatat aoalah: • Periode penelitian yang masih terbatas, karena terbatasnya data yang tersedia, terutama data outstanding external debt yang didapat dari Departemen Keuangan, sehingga untuk penelitian berikutnya disarankan pencarian data dari sumber yang berbeda sehingga didapat rentang waktu yang jauh memadai. 74 • Perhitungan sustainabilitas pendekatan akuntansi fiskal tanpa yang melihat dipakai dari di sini pendekatan hanya lain. Diharapkan dengan pendekatan dan metode perhitungan yang lain akan diperoleh hasil yang bervariasi sehingga dapat dibandingkan dengan penelitian yang terdahulu. • Proyeksi data yang masih terbatas yang belum dapat dijadikan targeting output yang sesungguhny3 dan masih diperlukan adanya analisis dan perhitungan yang mendalam serta asumsi-asumsi yang lebih akurat. 75 DAFTAR PUSTAKA Alvarado, Carlos Diaz, Alejandro Izquierdo dan Ugo Panizza, 2004, Fiscal Sustainability in Emerging Market Countries with an Application to Ecuador, Inter-American Development Bank, Washington, D.C. Arief, Sritua, 1993, Metodologi Penelitian Ekonomi, UI Press, Jakarta Case, Karl E. dan Ray C. Fair, 2002, Prinsip-prinsip Ekonomi Makro, Edisi Lima (terjemahan), Prenhall'ndu, Jakarta Cuddington, John T., 1996, Analysing the Sustainability of Fiscal Deficits in Developing Countrit:s, Georgetown University, Washington, D.C. Gunardi, Harry Seldadego, 2001, Defisit APBN dan Fiscal Sustainability Suatu Studi tentang Ekonomi Indonesia 1983/1984-1999/2000, Thesis, UI, Depok Gujarati, Damodar N, 2003, Basic Econometrics, 4th Edition, Me. Graw Hill, New York Harinowo, Cyrillus, 2002, Utang Pemerintah Perkembangan, Prospek dan Pengelolaannya, Gramedia, Jakarta .......... , 2000, Kebijakan Fiskal Memasuki Milenium Ketiga, Badan Analisa Fiskal, Departemen Keuangan, Jakarta Koutsoyiannis, A, 1977, Theory of Econometrics, 2nd Edition, The Macmillan Press, United Kingdom Mahi, B.Raksaka, Sri Adiningsih dan Rosdiana Sijabat, 2005, Kebijakan Diskusi Ekonomi untuk Menjaga Sustainabilitas Fiskal Permasalahan (Bahan Pengantar Focus Group Discussion ISEI), tidak dipublikasikan .......... , Majalah Anggaran, beberapa edisi, Jakarta Ntamatungiro, Joseph, 2004, Fiscal Sustainability in Heavily Indebted Countries Depend On Nonrenewable Resources: The Case of Gabon, IMF Working Paper, WP/04/30 Pindyck, Robert S. dan Daniel L. Rubinfield, 1998, Econometric Model and Econometric Forecast, 4th Edition, Me. Graw-Hill Book Co., Singapore 76 Pranoto, M. Seto, 2001, Pengaruh Pinjaman Luar Negeri Pemerintah terhadap Pengelolaan Fiskal, dalam Profil Pinjaman Luar Negeri Indonesia dan Permasalahannya, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia, Jakarta Rahmany, A. Fuad, 2004, Ketahanan Fiskal dan Manajemen Utang Dalam Negeri Pemerintah, dalam Kebijakan Fiskal : Pemikiran, Konsep dan Implementasi, Kompas, Jakarta Slack, Enid dan Richard M. Bird, 2004, The Fiscal Sustainability of The Greater Toronto Area, ITP Paper 0405 Saputra, Rahmat Dwi dan Dwi Mukti Wibowo, 2001, Perkembangan Pinjaman Luar Negeri Indonesia, dalam Profil Pinjaman Luar Negeri Indonesia dan Permasalahannya, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia, Jakarta Sjahrir, 1992, Analisis Ekonomi Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Suryabrata, A. Wismana, 2002, Permasalahan dan Agenda Kebijakan Fiskal Berkesinambungan (Fiscal Sustainability), Makalah Pendidikan Perencanaan 1\Jasional Jangka Panjang Angkatan XXXI, LPEM-FEUI, Jakarta .......... , 2002, The Indonesian Budget in Br-ief 2002, Direktoran Jendera' Anggaran, Departemen K~uangan, Jakarta Todaro, Michael P., 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia l<ctiga, Edisi Ketujuh (Terjemahan), Erlangga, Jakarta Ulfa, Almizan dan Akhmad Yasin, 2004, Issu-issu Kebijakan Fiskal Kontemporer: Suatu Survei Literatur, dalam Jurnal Keuangan dan Moneter Volume 7 Nomor 1, Badan Analisa Fiskal, Departemen Keuangan, Jakarta Wijaya, Erric, 2003, Analisa Pengaruh Hutang Luar Negeri terhadap Tabungan, Investasi dan Neraca Transaksi Berjalan di Indonesia, Thesis, UI, Depok Yamauchi, Ayumu, 2004, Fiscal Sustainability: The Case of Eritrea, IMF Working Paper, WP/04/07 Yani, Ahmad, 2002, Keuangan Pusat dan Daerah serta Pengelolaan Utang Pemerintah, Rajawali, Jakarta 77 Lampiran 1. Diagram Hubungan antara Variabel Endogen dan Variabel Eksogen IPDL 3MAI TAX Keterangan : OVEBAL KURS ~ [-- I Endogenous Variable Pure Exogenous Variable 78 6L r-:- rn l'll.'ll'~ n·'m L~''J 7.'ll~'ll l'll9'~S 7.nl 911'1· L'L'J 1:11117. H'l· 7,'1'' . 7.1107. IIIIIi. ltlt'l flflfl'!:!:~ !:II·~· !I'm i.'l ')i.'(, 7.' IIIH'fl~ n:1 II' II I'JII'II:~ 'JI'i.l ~·~'Ji.'lll ll'i'JII'III I'J'i.l 'n'i'> 1:'1'1, I' III 11' 1)7.1 1'11:~·11 rwm ~'J'II (,H'J" (,'111111'~ ~'1(,1,'7.1 u.·n1 ,..... i.''JII !:'LI, (." ~·~~~ II IIIIi. (,(,(,I H'II~II'IJI: (,H'(, Lfl· r.·9~ HI•(, I ~'197.'1'~ HL'OI IL'O· 9'1:l LMd i.!:m:~ 111'1 -~ (,{II ~91'111~ 91'1·1 (,'1(,(. IJIJ'II· Ol:!:'ll~ 111m 7.'111:~ 1:'1· LHn-7.~ 111'7.1 (,'1111 1) 'J'ILII'I, II' I~(,'(. I'll or, l'ld ~ l'J'II r,ll~ t~1n: l.'!ti{(,l 'I !:'Ill ~H'O 11'17. I)(,I,J 'J'II u,~·r,M nll'r, I'L~L ll'l~i.'l l'f,!I'J1 111'01 Md 'I !'(,(. ~(,(,J ~II' I r,u:·7.M IIL'L i.'i.l ~· i.'I'JI'i. ~'Hr.tl'i.l 7.1'11 l:'l!: j·(,I,J 1:~·11 %I'IJIII· 1: l'ld 1:'11~1 J'(JIItl'i. ll'~fiii''J!: 7.9'111 I'J'n !:9'()· 7.'7.1: I:M,I r,J' 1 £L9'LHl I:;:'L rm: n:uri. 7.'~H7.'H 110'11 11'1· I'Ll: 7.Md Hl'l ltL'l.llt OO'H n7.7. n~r,·l I'IHm: t·9'01 r,r.·o· II'L!: IMd 7.11'1: 17.11'~9t r.~·r, n17. 9'HI·H'I l'or,H'7.£ F.fOI RL'O 7.'1J!: or.r.1 ud[J udfRIJrl l:INI Vl~rl SIII'f m XV! 1vmo 1'1·'1' Ulll)f.! n:~I'IH 9'1-7.L'I:III O't7.L'I:7.1 f~(JIJ'')(, I'LLrllfll: 11'7.18'111: 09'1: n 7.8'7. 1:1107. IJ'IJ(,''Ji:t l'l7.L' Ill I 11'07.11'1111 r,''Jr.r~r, !:'(,~~·')(,(, ,·mnr. Lfl, l•9'f. Ill'!: 7.11117. 'J'!:~L'III L'Llii'Lill 7.'11119'1111 ru.r~r, {I-!'J'~II7. ~·1~1:'11: 17.'1 £1'1: sn: lOIIi. r,'9111'11lJI: 9'9Jr,·ur, 9'!:rd '911 I'MJ!:'I,H 7.'W:''JL7. H'L9L'H7. 89'7. u.l ll•'7. ~-7.~!:"f,LI: f9l~'IIL IJ'!:'JII' Ir, r,·u~"'JL 7.'11LII't.li. !:'J·IIJ'l7. lfr, r.to L'i.IIJ'L'Ji. r,'Li.H''Ji. Ll'l:l- 1: 1'1: I• 'JI'I IJI:'I 01107. (,(,(,I 7.11'11 !Md (,(1'(. I)(,(, I HM,I l'l LI:''JL!: L'flllVll:l twn1:1 ~'III'J'I:I, ~·~1,11'11:1 I'%L'M:I r,·L~I'Ii.l ll'li.L'f,U I''JII'LLi. ll'flfltll: r,r,·, r,· Lr,L'I: II 8'7.911' 17.1 I'IIJI:'7.11 1 J'HI,'J'II7.1 7.''JIIJ'L~7. 1'1119'11: m: L'l I:H'L nrn:n1: IJ'l-1:11'1•11 H'l(,ftOI f!JHI:'lll rm:lr.i. 9'0~8'01: £9'£ 17.'8 £9'7. £(,(,1 H'lli·IJ't~l: O'lr,nr, l'lOirLI• o·r,s~·sr, 1'7.90'807. 9'7.11'0£ 91'l: J'!:'l 17.'7. ~1.61 II'~LL'll7.!: O'f.Hf:'HL 7,'9(,(.'~8 f.'L'JIJ'IJH ror.nn1 L'IJ~l'l.l 17.'8· 7.~'9 17.'1 £(,61 J'l)(,~'(,(ll: f7.~1J'SL 1 J'HOII'OH c.·~i.nn l'liii•'I'JI 7.'7.91"67. r.r6 9f9 l11'1 7.661 ~'II II'()(,(. r,'ol ~·119 n~ru 7.'1~rH~ f7.1 H'l.~'l L'0~'97. 110'7.1 %'9 7.8'1 J(,(,, I l'L%'1•~ l'%~'09 o·o~r.·9L 9'LHL'Ltl H'I7.H7. L0'9 9l'L i llsxm J L7.'1: qd 0(,61 dsxm unqrJ. II'(,~'J'IL7. llllrl I~ X J.~:l.\\1 11110H3 ~s;}uopu1 £J,rpq~ms fC:lS'!.:J ~ouo'3J3 ppow e:~-ea ·z m~durerJ 1 LAMPIRAN 3 IDENTIFIKASI MODEL 1. Persyaratan Orde • K adalah jumlah Yariabcl bcbas yang ada dalam sistem persamaan tctapi tidak ada dalam persamaan • G adalah jumlah Yariabel endogen dalam sistem yang ada dalam persamaan K < G- 1 ~ K=G- 1 ~ K> G -1 ~ Ilasil ctnri No. 1 ..., L. 3 4 5 6 7 8 Under Identified Just Identified Over Identified P~mwaratan OrcL Persamaau Perilaku Persamaan P1imar\' BaL' .. (l,; Persamaan Konsumsi Rumah Ta :1 ~ga Persamaan lnYcstasi Persamaan Konsumsi Pemetintah Persamaan Ekspor Persamaan Impor Persamaan Su"'u Bunga Persamaan Stok Utang Pemetintah Kriteria 12 > 2-1 13 > 2- 1 11 > 2 - 1 12 > 2 - 1 12 > I - 1 12 > 2- 1 12 > 2 - 1 13>2-1 Keterangan On·r Identified (Aer Identified (J\'er lclenti(ied Over Identi(ied Over lde/1/ified 0. ·er Identified 01 ·er Idem i(ied O.·er Identified 80 2. Persyaratan Rank Under Identified jika rank (Ri) < M-1 rank <Ri!i) < M- I Just Identified jika rank (Ri) = M- I rank (Ri.:l) = M-l Over Identified jika rank (Ri) > M-1 rank fRi.:l) = M- I • M adalah jumlah 'ariabel endogen dalam sistem persamaan • Ri adalah matriks pembatasan • ~ menyatakan transpose dari matriks koefisien semua variabel endogen dan cksogen yang dibentuk berdasarkan sistem persamaan struktural Matriks koefisien struktm·al pb Cons: INVEST ConsQ X M r PDB KURS M1 ?DB 10n PMA rll'" INFL OVEBAL TAX pb i 0 0 0 0 0 0 -a~ 0 -a~ 0 0 0 0 0 -(13 0 0 0 0 0 -an Consp 0 c c 0 0 . 0 0 0 0 -B: 0 0 0 0 0 0 0 0 -fl: 0 0 0 INVEST 0 - 0 () 0 -:, 0 0 0 0 0 0 -yl 0 -:2 0 0 0 0 0 -fl .. __, -:~ Consg 0 C· - 1 0 0 0 0 -Ill 0 0 0 0 0 0 0 0 -6: 0 0 -6, 0 •" -6(, debt GROWTH Consp(-1) INVEST(-1 Consg(·1) KURS(-1) 1 X 0 C• c 0 1 0 0 0 0 0 0 0 -i.l 0 -1.- 0 0 0 C· 0 0 0 -/·11 ivi 0 c 0 0 0 i 0 0 0 -Ill -11: 0 0 0 0 -~~~ 0 0 c 0 0 0 r 0 ;; - 0 0 0 1 0 -1(2 0 0 -n:l 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -n:~ "llo -n:v dP')t 0 0 0 0 0 0 1 0 -crl 0 0 0 0 0 0 -()2 0 0 0 0 0 -cro c Bl N co 00 00 0 0 00 00 o~ 00 00 ~ 0 0 0 0 0 00 o~ 00 ~ a~ 0 0 00 0 000 ~- ~ fa c 0 00 00 f"o Ia 000 00 00 000 -j. 0 0 po 00 po ~- ::>0 0 '~o 0 0 0 0 .fo .fo 0 0 00 00 00 ~;0 0 00 o!fo ~a 00 00 0 00 00 - 000 -?o o 00 0 .' -?'o 0 0 0 0 ("I -C>iO 0 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1,~ ~- 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ~C) 0 ~- 00 o~o c-.jo 0 0 0 .~- 0 ·i 0 0 0 DO ~co 0 '? 0 0 0 0 0 0 ·?~ 0 ·i 0 0 0 0 C> 0 ("> 0 0 - 1- 0 :;:"·00 ' ::> ~o C> (l ~·. 0 () 0 c n C> 0 0 0 " 0 0 ~-: ("> ~. 1·- " -'] ~ 0 Cl 0 00 00 0 00 0 0 0 00 00 00 0 oa 00 0 0 ~ 0 " C> 0 ~o 0 ofo ~·o 0 00 l:;i" 00 00 ~o 0 00 ao 00 0 00 ~o 00 o~ ~o 000 0 000 0 oi' 0 0 fo 0 0 0 l9o io .. C> O D 0 ceo ~0 00 ·{ 0 ao 00 a 0 00 0 0 r, 0 .:;... 0 0 0 0 0 0 0 fo ;-o 00 00 00 Cl C) Q ·' " 0 0 C> 0 0 0 ~00 00 -?' 0 ;'-o olc?'o 0 0 "' ... DOD 0 C> 0 0 0 0 ,. 0 / C> ..., 0 00 00 00 00 000 00 0 00 DO D O D 0 ¥ 0 0 0 0 l~'o 0 0 0 o~ o~ 00 0 o f"o 00 00 00 ol~ 0 0 0 0 ') 1:,- '-' 0 c 0 0 I' 0 C> C> 0 ~ ~0 0 0 0 \' I' 0 0 () 0 0 ~~ ~,· 0 ~ u'< ' '-' l"'l 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 0 ~ a C> C· U: 00 00 ~ 0 0 0 0 0 0 0 ·{ 0 ·-;- C> C> 0 0 0 0 0 iii •.:: .. ::<: 00 o~ 0 0 0 0 l<j 0 0 0 0 0 0 0 0 ·?' 0 0 ·r 0 0 00 -co 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ~0 0 0 0 0 0 0 0 ~~ 0 0 0 0 0 :;l ~ .,c 0 "'"' - o g_o 0 ;; ... - a coo 0 00 0 ~- f fa 0 0 0 0 CJ 0 0 c:r:o 0 0 0 0 '!! ~·o oa 00 ~0 00 0 r 0 ~- 0 ~- 0 0 0 0 00 00 00 00 oo~ 0 0 DO 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ~ 0 0 0 00 00 00 00 o~o DO 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ~ 0 00 00 0 0 0 00 00 00 ~co DO DO 0 0 0 0 0 0 Cl 0 0 0 0 0 ~ 0 0 ~- 000 00 000 0 0 ~o 000 00 00 ao 00 00 a o 0 ao 00 00 00 0 00 00 00 0 00 00 00 00 00 00 0 oa 00 00 00 0 00 00 0 00 oa 0 0 0 00 00 00 0 00 00 00 000 00 00 00 o~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 000 0 0 0 0 C::> 0 0 0 0 coo - - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ~ 00 000 DO DOD 0 0 0 0 0 0 0 0 ~ 0 C> 0 0 ~o 00 000 00 00 0 0 0 0 " 0 0 - 0 Cl 0 0 0 0 coo DO 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ~ 0 0 0 0 0 0 00 00 000 00 00 0 0 0 0 - 0 C> 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 C> 0 0 00 00 00 0 00 ~o 00 00 00 0 o- 00 00 00 000 00 00 00 0 0 00 00 00 0 oa 00 00 oa 000 00 00 0 0 0 00 00 oa - ~a 000 00 00 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 000 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 oa a-:> 00 0 00 00 0 00 00 00 0 0 00 00 00 o~ ~ 0 00 00 00 00 000 ~ C>O 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 00 00 000 0 ;; o~ 00 0 00 00 00 00 000 ~o 00 0 00 00 00 00 000 o~ 00 00 0 00 00 00 00 000 -o 00 00 0 00 00 00 00 000 . 00 0 0 C> ·" "'"'' ~ 00 0 FE 00 00 00 00 000 00 0 ao t,: 0 0 X 00 00 0 0 00 00 00 000 <Xl a:: ""c: {f " = t:" ., ·c ~ rc: 0 - 00 000 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 C> C> 0 0 0 0 D 0 0 00 00- D 0 0 D () 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 o- Cl 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DO -o 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 C>O OC> C> 0 0 0 C) 0 C::> 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 n 0 ,, c.. a ;;; .!<: 0 Cl Cl DO 0 0 0 ·- 0 - -- 0 0 0 --- 0 ("> 0 0 0 ··- ·----- Cl 0 -- --- 0 0 '- 0 0 0 ~- 0 -- -- -- 0> u: .:.: c: '" ll Retriksi 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 RankR 3 Retnk>'1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 c 0 Persamaan Ketiga 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 c P..rsamaan 0 0 0 0 0 0 1 0 0 i) 0 1 0 0 0 oI o 0 0 c 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 X 0 0 0 0 o I :: Cj 0 cI o 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 t=an" t=" = 18 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Keempat (R 4 ) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 c 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 () () 1 0 0 0 0 0 0 0 0 I 0 c 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 n 0 c 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 c 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 c 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 , 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Q 0 0 0 c 1 I 0 0 0 0 0 0 0 0 c 0 0 0 c 0 I 1 0 0 c v 0 0 C, 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 c 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Transpose Koelisien 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 "'Y! 0 0 0 0 0 ..5 -a., 0 -p, 0 0 0 0 0 "": 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ""fl 0 0 0 0 0 0 0 ""f: 0 0 0 0 0 0 ..5, 0 0 ·ll: 0 0 0 0 ""!o 0 0 0 ~. 0 0 0 0 ..., =17 0 0 0 0 0 0 0 0 (R3) 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Tr:msposc 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 X "": 0 . 0 0 0 0 0 0 -p, 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ~ 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 -a., 0 0 -(l, 0 0 0 0 0 0 Struktural = & 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 .;_. 0 . ;_: 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 11 ..... 0 0 0 0 "Ill 0 0 0 0 0 0 0 . 0 C I 0 0 0 0 0 0 0 1 0 .... 0 0 .... 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -11'? R,& 0 0 0 0 0 0 0 1 0 ... 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 -«: 0 0 0 -a., 0 0 0 0 .p, .... , ..., 0 0 0 0 0 0 ..p, 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 ..5, 0 0 0 0 0 0 ..5, 0 -0, 0 0 0 0 0 r 0 ~r, 0 0 0 0 0 0 ""f: 0 ol'f: 0 0 0 1 -o. ~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 aJ: 0 I Q "1': ·~- 0 -i.. ' 0 0 0 -:.: 0 ..,..; 0 0 0 0 0 : 0 1 -1t: 0 "": 0 0 -a: 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 c -ci: 0 0 ~r, 0 Q 0 0 ~! : I 0 0 0 0 0 I 0 I ""' 0 -+- 0 0 0 0 0 0 ~: "1': 0 0 0 0 0 0 0 0 ""a 0 0 .... 0 0 0 0 0 0 ...., 0 0 0 0 0 1 0 -<1: 0 0 0 0 -<1; 0 0 0 0 RJ& 1 0 0 0 0 0 0 0 - 0 0 0 0 0 "1': 0 0 0 0 0 0 Rank R 3 L\ = 7 = 0 0 v l_g_ 1 G 1 0 0 0 ; : I o 0 ~ 0 1 0 1 0 ·~ I 0 0 0 0 .).. 0 0 0 0 1 0 0 0 Koelisien St:·u.Ktut·al .l 0 0 oI o 0 0 0 0 oI o 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 ..;., 0 0 0 0 0 -«; 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 ~(, ·ll: 0 0 0 0 0 "Yo 0 "Yz 0 0 0 0 "Y• 0 ·P: 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 ..,~1 0 -i.: 0 0 0 0 0 c 0 0 0 1 0 0 .... "'U: 0 c 0 0 11• 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 .... 0 0 0 0 0 0 0 "'.t? 0 0 0 0 0 0 1 -<1: 0 0 0 0 0 0 -<1; 0 0 0 RankR • .'.=7 83 '<t 00 00 00 00 - 00 00 a- 0 00 00 -o 0 1.) (_) <.1 ·- '~ 00 (_) 0 0 0 0 0 0 o r I ~·o ol:;l 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ~ 0 0 0 0 0 "r' '-' 0 " -oo fo 0- 00 0 00 0 ~ 00 00 00 0 0 ~· 0 0 0 0 0 0 ~0 0 0 0 I' 0 0 0 01 0 0 0 0 0 0 C> t fo 0 0 0 00 0 f 00 .., 00 00 '·f- u o'f 0 0 00 0 0 C> 0 C>l9' 0 oc ::> '~ U(ltl ·- " - 00 r: c; C> 0 C> - 000 00 0 .., "' .., 0 oala 0 0 ~· 0 i 0 0 0 0 0 0 ~· 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ·i 0 ·"'!- 0 0 0 C> 00 0 0 0 00 00 0 0 o- 0 - <I II 0 0 0 0 0 f 3 00 00 o- 5 00 00 ..-: til 00 00 o- ~·o 0 ;' 0 0 0 f of 0 :> 0 ~ oj 00 00 '{o 0 0 i l:ilo 0 0 0 0 -o 0 0 0 0 0 0 .f 0 0 0 0 ·?· 0 0 0 0 0 0 -o 0 0 f 0 0 0 0 0 0 u " ~:. 0 0 0 n 0 fa 0 0 n 0 0 C> 0 0 ~· 0 0 0 :> 00 0 0 0 0 0 0 0 0 00 000 0 0 0 ~· <I II 0 . 2 2U5 0 0 0 ol:;l 0 0 0 0 0 0 ·i- 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 •?' 0 0 •?' C> 0 0 fo fo 0 0 0 -r- " iii 00 0 0 0 -o 00 00 0 0 0 0 c:;:o 0 rfo ?o 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 io 0 ~·· ~· 0 0 C> .. 0 (~ 0 oo- 0 0 0 0 0 0 -o 0 0 0 "i; 0 -oo 0 0 0 0 ~0 00 000 ..,-, n ~ ~ 000 00 ~0 0 0 00 0 0 "'c "'"'c ~ "' 0 .., "' II n i I ~i· 0 0 0 0 0 C> 0 0 0 0 {ol::> C> 0 - - 010 ::~ 0 000 0 0 0 00 0 0 0 i 0 '"' 0 Q ~· 0 ,, 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 '? 0 0 :;io 0 .{ 0 ·i 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ·f 0 0 0 0 0 0 ~~ 0 0 0 0 0 0 0 0 ~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ~· fa fo 0 ~- 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 000 0 0 0 0 0 C> 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 000 0 0 0 0 0 0 0 0 - - - - 0 0 0 0 0 0 C> 0 0 0 0 00 00 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - - 00 00 0 00 00 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 00 0 0 0 0 0 0 0 0 - 0 0 - 0 0 0 0 0 00 00 00 0 0 0 0 0 0 00 00 00 0 0 0 0 0 00 00 00 0 00 0 0 C> 0 00 00 0 0 0 - 0 0 0 0 C> 0 0 0 0 C> u 0 0 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 Co D 0 0 0 0 C> 0 0 n 0 0 0 0 - 0 0 0 0 0 0 C> () 0 00 00 0 0 0 0 0 0 00 00 0 0 CJ c 0 0 0 0 0 0 00 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 0 - - 0 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 0 0 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 C> 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 00 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 C> 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 00 00 00 0 0 - 0 00 00 00 0 - - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 -0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ~ ~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0- 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -o 0 0 0 0 0 0 o~ 0 0 -o 0 0 0 0 0 0 00 0 0 C> 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 o- 0 0 0 0 - - 0 0 0 00 00 00 0 00 00 .,., .,E 0 0 00 00 0 c 00 000 0 0 0 - - 0 5 E cQ>" "' :..<: c 0> .," E "~ Q> .., ""'iii a: .>: &'! Q:; "'c: '!: - 0 0 0 ·- 0 0 a 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 -0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 C> 0 00 00 0 00 o- 00 -o 0 0 C> 0 0 o- 00 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0: - o 0 0 0 0 0 0 0 0 0 \i 0 )( 00 00 00 0 0 0 ~0 ·.::: Q> o- 0 C> 0 0 0 0 00 ~~ 0 0 I - 1-- -· 00 0 ·- 0 -,; 0 0 0 t;• -I- I- 1- -o 0 <0 u: .:.. ,,,c: u: Retriksi Persamaan KE'tujuh (R 7) 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 , 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 (I 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TransposE' KOt>fisien Struktural = ,\ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 :l 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 c , 0 () 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 Q 1 0 0 0 0 0 _()__ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0_ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 () 0 0 0 _1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 X Retriksi Persamaan Kedelapan 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 n 0 0 0 -0 I:; 0 0 0 0 0 0 0 c 0 0 0 0 0 0 0 0 oI o 0 0 1 ' 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 a 0 0 0 c 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 c c c c .' c . Rank Rt = ;:; 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 , 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 () :J c 0 0 0 0 0 0 0 1 0 c 0 -:jl. 0 0 0 0 0 -u, <Rel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -u 0 0 0 0 0 0 0 ...., RankR1 "18 , 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .jl. 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 ..,, 0 0 0 0 0 0 ..,, ..,,0 0 0 0 "'~" 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 .o, 0 0 0 0 0 0 0 0 .o, 0 0 .o, 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 ·i~: 0 ...;..: 0 0 0 0 0 1 0 0 0 "'l, "'l: 0 0 0 0 0 0 0 0 "'l, 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Transpose J{Qf,fisien Strul>tural 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 v 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 . () 0 0 0 0 G ~ ~ : I : 0 ! 0 CI 0 c. ~ c . :J c.0 oI a 0 I 0 ~ 0 0 I 0 o1a 1 ' 0 c_!1 0 I 0 C I 0 C I 0 : 1 Q ." - .- 0 .' : 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 c 0 l 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _Q 0 0 () 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 , , , 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 ~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 X 0 1 : ~ c () 0 -u, 0 0 0 -il: -<1: 0 0 0 0 0 ..,, 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 ~,, 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 -0: 0 0 0 c 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 c 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 .... 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -=t! II 0 0 0 I 0 G i 0 0 0 0 0 1 0 (; 1 0 .0::: ..,, a c -¢! 0 . a : Io " 0 0 0 0 -c, c 0 c 0 -u~ 1 0 0 0 0 0 -fl: 0 0 0 0 0 0 0 0 ...;, ""·0 ... 0 0 0 .p, 0 0 0 I 0 0 0 0 0 0 n y 0 c 0 -::: c ""': : I o : I 0 : I 0 I 0 0 0 0 0 0 1 0 111 112 0 0 0 ·jL, 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 .... 0 0 0 0 0 -<J: 0 0 0 0 RankR 7 !l=7 R 11 li 0 0 ,. " 0 0 0 0 0 "'Y• R1!1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 .;. 0 0 0 ..;., 0 0 0 0 0 .0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 = .1 0 . '· "'Y: 0 ·i.: 0 0 0 0 0 0 " " 0 ..... ..,, . . "'Y: •t.: 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ""': 0 0 0 0 a 0 0 0 0 0 0 "'-': .., 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -c5: 0 0 'I': -u, 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 I o I C c c 0 L' -;: -'.1: 0 c 0 a c c 0 0 0 ." 0 1 0 0 a1o 1 I o 0 :J I 1 0 0 0 0 "· 0 0 ...;, 0 0 0 0 0 0 0 ""1: 0 '-' 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 '· ·P: 0 _,.!.:. 0 0 I 0 .o, 0 0 ...;, : _:_ 0 .-=~"': ..... ;:;:j 0 0 () 0 1 0 0 0 0 0 -A.: 0 -i., 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 "'l7 0 0 0 0 "'ll 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 c 0 1 (" ..,, 0 0 ... 0 0 0 0 0 0 0 0 , -:t, v 0 0 0 0 0 0 0 0 0 : =: 0 85 LAMPIRAN 4. HASIL ESTIMASI Hasil Estimasi Sistem Persamaan dengan Metode TSLS System: SYSFS Estimation Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 13:52 Sample: 1990 2003 Instruments: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1 CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1) C Coefficient -0.238585 C(10) 0.140660 C(11) 0.000424 C(12) 0.588399 C(13) -47200.76 C(20) 0.383040 C(21) 0.629119 C(22) 29046.12 C(30) -1308.100 C(31) -1703.211 C(32) 27.86490 C(33) 0.875227 C(34) -10843.47 C(40) 1494.371 C(41) 0.805357 C(42) 207.3864 C(43) -226871.2 C(50) 0.657939 C(51) -8288.710 C(52) -79083.57 C(60) -3.623525 C(61) 0.492594 C(62} 793.0167 C(63} -3.290068 C(70} -0.000330 C(71} 2.369691 C(72) 0.001970 C(73) -36.42207 C(80) -15.93686 C(81) 7= ===c~(8=2::&:)====o.....o-.o,..o2_,o.... Determinant residual covariance Std. Error 0.355255 0.028186 6.24E-05 0.159071 12537.59 0.056283 0.050417 10494.70 394.0432 312.6803 10.56468 0.128103 2279.448 -.79.1356 0.070685 34.66655 75595.90 0.145412 4275.974 22590.78 0.917632 0.064072 148.8191 11.57462 0.000289 0.327008 0.000610 24.00903 2.471892 6.34E-os ·1.39E+36 t-Statistic Prob. 0.5039 -0.671588 0.0000 4.990348 0.0000 6.802845 0.0004 3.698965 0.0003 -3.764741 0.0000 6.805658 0.0000 12.47821 0.0071 2.767694 0.0014 -3.319687 0.0000 -5.447133 0.0102 2.637553 0.0000 6.832205 0.0000 -4.757058 0.0000 8.342123 0.0000 11.39362 0.0000 5.982321 0.0037 -3.001105 0.0000 4.524666 0.0564 -1.938438 0.0008 -3.500702 0.0002 -3.948777 0.0000 7.688122 0.0000 5.328730 0. 7770 -0.284249 0.2559 -1.145029 0.0000 7.246586 0.0018 3.231966 0.1335 -1.517016 0.0000 -6.447230 oo....,1=7 1.2~6=56=3=6==o..... Equation: PB=C(1 O}+C( 11 )*GROWTH+C(12}*KURS+C(13}*0VEBAL Observations: 13 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat 0.849594 0.799458 0.422621 1.874101 Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid 2.088462 0.943732 1.607476 86 Equation: CONSP=C(20)+C(21 )*PDB+C(22)*CONSP( -1) Observations: 13 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat 0.993511 0.992214 4497.946 2.295164 Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid 245289.1 50973.53 2.02E+08 Equation: INVEST=C(30)+C(31 )*R+C(32)*1NFL +C(33)*PMA+C(34 )*INV=ST( -1) Observations: 13 R-squared AdjtJsted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat 0.950375 0.925563 5113.830 1.423829 Mean dependent var S.D. dependentvar Sum squared resid 97976.89 18743.57 2.09E+08 Equation: CONSG=C(40)+C(41)*TAX+C(42)*CONSG(-1)+ C(43)*GROWTH Observations: 13 R-squared Adjusted R-squared S. E. of regression Durbin-Watson stat 0.975002 0.966669 629.2075 1.658116 Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid 30661.67 3446.434 3563119. Equation: X=C(50)+C(51 )*PDBJPN+C(52)*RJPN Observations: 13 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat 0.765677 0.718813 10135.38 2.819826 Mean dependent var S.D. dependentvar Sum squared resid 105977.8 "19113.59 1.03E+09 Equation: M=C(60)+C(61)*KURS+C(62)*PDB+C(63)*1NFL Observations: 13 R-squared Adjusted R-squared S. E. of regression Durbin-Watson stat 0.889807 0.853076 8523.959 1.974858 Mean dependent var S.D. dependentvar Sum squared resid 101098.0 22237.96 6.54E+08 Equation: R=C(70)+C(71 )*M1 +C(72)*GROWTH+C(73)*KURS( -1) Observations: 13 R-squared Adjusted R-squared S. E. of regression Durbin-Watson stat 0.862415 0.816553 6.108972 2.129460 Mean dependent var S.D. dependentvar Sum squared resid 0.916154 14.26307 335.8758 Equation: DEBT=C(80)+C(81 )*OVEBAL +C(82)*PDB Observations: 13 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat 0.861239 0.833487 10.39360 2.419217 Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid 56.63846 25.47075 1080.269 87 Hasil Estimasi Persamaan Pertama dengan Metode TSLS Dependent Variable: PB Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 13:54 Sample(adjusted): 1991 2003 Included observations: 13 after adjusting endpoints Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1 CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c -0.238585 0.140660 0.000424 0.588399 0.355255 0.028186 6.24E-05 0.159071 -0.671588 4.990348 6.802845 3.698965 0.5187 0.0007 0.0001 0.0049 GROWTH KURS OVEBAL R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.849594 0.799458 0.422621 16.94599 0.000481 Mean dependent var '"'.D. depenc1en( "3r Sum squared re~id Durbin-Watson stat 2.088462 0.943732 1.607476 1.874101 Hasil Estimasi Persamaan Kedua dengan Metode TSLS Dependent Variable: CONSP Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 13:53 Sample(adjusted): 1991 2003 Included observations: 13 after adjusting endpoints Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1 CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. c -47200.76 0.383040 0.629119 12537.59 0.056283 0.050417 -3.764741 6.805658 12.47821 0.0037 0.0000 0.0000 PDB CONSP{-1~ R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob( F-statistic) 0.993511 0.992214 4497.946 765.5704 0.000000 Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid Durbin-Watson stat 245289.1 50973.53 2.02E+08 2.295164 88 Hasil Estimasi Persamaan Ketiga dengan Metorle TSLS Dependent Variable: INVEST Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 13:53 Sample(adjusted): 1991 2003 Included observations: 13 after adjusting endpoints Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PD8JPN M1 CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c 29046.12 -1308.100 -1703.211 27.86490 0.875227 10494.70 394.0432 312.6803 10.56468 0.128103 2.767694 -3.319687 -5.447133 2.637553 6.832205 0.0244 0.0105 0.0006 0.0298 0.0001 R I NFL PMA INVEST(-1~ R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob( F-statistic) 0.950375 0.925563 5113.830 38.30260 0.000029 Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid Durbin-Watson stat 97976.89 18743.57 2.09E+08 1.423829 Hasil Estimasi Persamaan Keempat dengan Metode TSLS Dependent Variable: CONSG Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 13:50 Sample(adjusted): 1991 2003 Included observations: 13 after adjust~o1g endpoin's Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PUBJPN M1 CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1) Variable Coefficient s·:. Error t-Statistic Pro b. c -10843.47 1494.371 0.805357 207.3864 2279.448 179.1356 0.070685 34.66655 -4.757058 8.342123 11.39362 5.982321 0.0010 0.0000 0.0000 TAX CONSG(-1) GROWTH R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.975002 0.966669 629.2075 117.0085 0.000000 Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid Durbin-Watson stat 0.0002 30661.67 3446.434 3563119. 1.658116 89 Hasil Estimasi Persamaan Kelima dengan Metode TSLS Dependent Variable: X Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 13:55 Sample(adjusted): 1991 2003 Included observations: 13 after adjusting endpoints Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1 CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c -226871.2 0.657939 -8288.710 75595.90 0.145412 4275.974 -3.001105 4.524666 -1.938438 0.0133 0.0011 0.0813 PDBJPN RJPN R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.765677 0.718813 10135.38 16.33811 0.000706 Mean depende1t var ~D.depen~entvar Sum squared resid Durbin-Watson stat 105977.8 19113.59 1.03E+09 2.819826 Hasil Estimasi Persamaan Keenam dengan Metode TSLS Dependent Variable: M Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 13:54 Sample(adjusted): 1991 2003 Included observations: 13 after adjusting endpoints Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1 CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c -79083.57 -3.623525 0.492594 793.0167 22590.78 0.917632 0.064072 148.8191 -3.500702 -3.948777 7.688122 5.328730 0.0067 0.0034 0.0000 0.0005 KURS PDB I NFL R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.889807 0.853076 8523.959 24.22496 0.000121 Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid Durbin-Watson stat 101098.0 22237.96 6.54E+08 1.974858 90 Hasil Estimasi Persamaan Ketujuh dengan Metode TSLS Dependent Variable: R Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 13:54 Sample(adjusted): 1991 2003 Included observations: 13 after adjusting endpoints Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1 CONSG(-1) RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c -3.290068 -0.000330 2.369691 0.001970 11.57462 0.000289 0.327008 0.000610 -0.284249 -1.145029 7.246586 3.231966 0.7827 0.2817 0.0000 0.0103 M1 GROWTH KURS{-1} R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F -statistic) 0.862415 0.816553 6.108972 18.80468 0.000324 Mean dependent var S.D. dependentvar Sum squared resid Durbin-Watson stat 0.916154 14.26307 335.8758 2.129460 Hasil Estimasi Persamaan Kedelapan dengan Metode TSLS Dependent Variable: DEBT Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 13:53 Sample(adjusted): 1991 2003 Included observations: 13 after adjusting endpoints Instrument list: INFL KURS CONSP(-1) INVEST(-1) PDBJPN M1 CONSG(-1} RJPN OVEBAL TAX PMA KURS(-1} Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c -36.42207 -15.93686 0.000207 24.00903 2.471892 6.34E-05 -1.517016 -6.447230 3.265636 0.1602 0.0001 0.0085 OVEBAL PDB R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob( F-statistic) 0.861239 0.833487 10.39360 31.03322 0.000051 Mean dependent var S.D. dependentvar Sum squared resid Durbin-Watson stat 56.133846 26.47075 1080.269 2.419217 91 Lampiran 5. HASIL UJI WHITE HETEROSKEDASTICITY TEST White Heteroskedasticity Test Pers tmaan Pr1[I1ary Balance White Heteroskedastici~ F-statistic Obs*R-sguared Test: 1.931138 8.564863 Probability Probability 0.221613 0.199569 Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:12 Sample: 1991 2003 Included observations: 13 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c 0.991634 -0.050758 -0.007656 -9.37E-05 8.87E-09 0.123383 -0.032373 0.587042 0.027344 0.003403 0.000148 1.25E-08 0.090164 0.026265 1.689204 -1.856259 -2.250119 -0.631704 0.708852 1.368427 -1.232537 0.1421 0.1128 0.0654 0.5509 0.5050 0.2202 0.2639 GROWfH GROWfH"2 KURS KURS"2 OVEBAL OVEBAL"2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.658836 0.317671 0.119538 0.085737 14.19306 1.999404 Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 0.123652 0.144714 -1.106624 -0.802421 1.931138 0.221613 92 White Heteroskedasticity Test Persamaan Konsumsi Rumah Tangga White Heteroskedastici~ F-statistic Obs*R-sguared Test: 0.805476 3.732410 Probability Probability 0 554901 0.443430 Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:15 Sample: 1991 2003 Included observations: 13 Variable Coefficient Std. Error t Statistic Pro b. c 4.78E+08 -3855.076 0.004437 3063.912 -0.006338 6.84E+08 5611.273 0.007049 4Gi'3.411 0.009488 o.u99132 -0.687023 0.629453 0.669940 -0.668040 0.5043 0.5115 0.5466 0.5218 0.5229 0.287108 -0.069337 27719992 6.15E+15 -238.0800 2.838813 Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) PDB PDB"2 CONSP(-1) CONSP{-1)"2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 15562703 2680623"\ 37.39693 37.61422 0.805476 0.554901 White Heteroskedasticity Test Persamaan Ekspor White Heteroskedasticit:t Test: F-statistic Obs*R-sguared 0.851182 3.880975 Probability Probability 0.531234 0.422354 Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:15 Sample: 1991 2003 Included observations: 13 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c -2.80E+10 110836.1 -0.108906 -20763224 -60796409 2.87E+10 111842.6 0.108835 56496199 54660490 -0.975480 0.991001 -1.000647 -0.367515 -1.112255 0.3579 0.3507 0.3463 0.7228 0.2983 0.298537 -0.052195 1.24E+08 1.22E+17 -257.5280 1.345716 Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) PDBJPN PDBJPN"2 RJPN RJPN"2 R-squared Adjusted R-squared S.E of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 79019896 1.21 E+08 40.38893 40.60622 0.851182 0.531234 93 White Heteroskedasticity Test Persamaan Investasi White Heteroskedastici~ F-statistic Obs*R-squared Test: 0.288852 4.760183 0.936445 0.782874 Probability Probability Test Equation: Dependent Variable: RESID11 2 Method: Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:17 Sample: 1991 2003 Included observations: 13 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c -2.46E+08 283886.8 -44194.07 -1135070. 28285.67 52689.46 -112.6403 5112.503 -0.022790 4.10E+08 5298122. 665730.4 5710593. 314169.0 450905.7 435.0456 6864.256 0.033571 -0.599994 0.053583 -0.066384 -0.198766 0.090033 0.116853 -0.258916 0.744801 -0.678862 0.5808 0.9598 0.9503 0.8521 0.9326 0.9126 0.8085 0.4978 0.5345 0.366168 -0.901496 26413678 2.79E+15 -232.9470 1.940122 Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob( F-statistic) R R112 INFL INFL112 PMA PMA112 INVEST(-1) INVEST~-1 )"2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 16093084 19154955 37.22262 37.61374 0.288852 0.936445 94 White Heteroskedasticity Test Persamaan Konsumsi Pemerintah White Heteroskedasticit~ F-statistic Obs*R-sguared Test: 1.246053 7.212069 Probability Probability 0.393116 0.301680 Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:19 Sample: 1991 2003 Included observations: 13 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c -37825116 6142101. -251551.4 59.85304 -0.001269 24364.22 8077.666 25114111 4994299. 212358.6 670.3486 0.011842 22875.37 4314.946 -1.506130 1.229822 -1.184559 0.089286 -0.107197 1.065085 1.872020 0.1827 0.2648 0.2810 0.9318 0.9181 0.3278 0.1104 0.554775 0.109549 301168.3 5.44E+11 -177.4210 2.744359 Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob( F-statistic) TAX TAX"2 CONSG{-1) CONSG{ -1 )"2 GROWTH GROWTH"2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 274086.0 319156.9 28.37246 28.67666 1.246053 0.398116 White Heteroskedasticity Test Persamaan lmpor White Heteroskedastici!Y Test: F-statistic Obs*R-sguared 4.193778 10.49700 Probability 0.052349 0.105223 Probabilit~ Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:21 Sample: 1991 2003 Included observations: 13 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c 8.94E+08 22801.56 -1.166721 -5730.216 0.007459 19654731 -242097.1 7.61E+OB 33205.81 2.827260 4286.099 0.005810 4542720. 53341.57 1.1i'4711 0.686674 -0.412668 -1.336931 1.283871 4.326644 -4.538619 0.2846 0.5179 0.6942 0.2297 0.2465 0.0049 0.0039 K~RS KURS"2 PDB PDB"2 INFL INFL "2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.807462 0.614924 36847076 8.15E+15 -239.9102 2.094221 Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob( F-statistic) • 50301602 59378566 37.98618 38.29039 4.193778 0.052349 95 White Heteroskedasticity Test Persamaan Suku Bunga White Heteroskedastici~ Test: 0.695527 5.332766 F-statistic Obs*R-sguared Probability Probability 0.664767 0.501895 Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:22 Sample: 1991 2003 Included observations: 13 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c 263.3285 -0.004077 2.80E-08 -5.180021 -1.108627 -0.005714 -3.97E-07 602.2025 0.028813 3.22E-07 5.138744 0.792895 0.042995 3.58E-06 0.437276 -0.141499 0.087090 -1.008033 -1.398202 -0.132907 -0.110805 0.6772 0.8921 0.9334 0.3523 0.2116 0.8986 0.9154 M1 M1"2 GROWTH GROWTH"2 KURS(-1) KURS{ -1 }"2 R-squared Adjusted R-squared S. E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.410213 -0.179574 44.75939 12020.42 -62.83738 2.923185 Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 25.83660 41.21180 10.74421 11.04842 0.695527 0.664767 White Heteroskedasticity Test Pe,. samaan f.tok :Jtang Pemerintah White Heteroskedastici~ F-statistic Obs*R-sguared Test: 0.274442 1.568623 Pn... uability Probability 0.886462 0.814420 Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:31 Sample: 1991 2003 Included observations: 13 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c -2712.722 -49.84064 -25.62284 0.015211 -2.03E-08 3047.018 56.43498 32.77287 0.016671 2.24E-08 -0.890288 -0.883152 -0.781831 0.912429 -0.906746 0.3993 0.4029 0.4568 0.3882 0.3910 OVEBAL OVEBAL"2 PDB PDB"2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.120663 -0.319005 131.8523 139080.2 -78.75227 2.235683 Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 83.09758 114.8060 12.88496 13.10225 0.274442 0.886462 96 Lampiran 6. HASIL UJI BREUSCH-GODFREY TEST BG Test Persamaan Primary Balance Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: 0.083936 Probability 0.920402 F-statistic ~O=b=s*~R=-s=g~u=a=re=d======~0=.3=0~44=6=0==~P=ro=b=a=b=ilit~y========~0~.858791 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:13 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c 0.000404 0.005356 -1.11 E-06 0.013218 -0.137934 -0.170484 0.403519 0.034247 7.03E-05 0.185989 0.450197 0.646946 0.001001 0.156392 -0.015722 0.071070 -0.306386 -0.263521 0.9992 0.8801 0.9879 0.9453 0.7682 0.7997 GROWTH KURS OVEBAL RESID(-1) RESID{-2~ R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.023420 -0.674137 0.473562 1.569829 -4.705313 1.819493 Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) -4.60E-15 0.366000 1.646971 1.907717 0.033574 0.999126 BG Test Persamaan Konsumsi Rumah Tangga Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-sguared 0. 709782 1.959150 Probability Probability 0.520279 0.375471 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:14 Variable Coefficient Std. Error t-~:itat:'3tic Pro b. c -8843.192 0.037823 -0.023713 -0.295146 -0.394087 14899.62 0.066112 0.055631 0.355392 0.370500 -0.593518 0.572104 -0.426251 -0.830481 -1.063661 0.5692 0.5830 0.6812 0.4304 0.3185 PDB CONSP(-1) RESID(-1) RESID{-2~ R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.150704 -0.273944 4634.456 1.72E+08 -125.0270 2.267018 Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob( F-statistic) 2.09E-1 I 4106.044 20.00415 20.22144 0.354891 0.833912 97 BG Test Persamaan Investasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 1.640637 4.595982 0.270166 0.100460 Probability P~ability Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12105 Time: 14:18 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c 7265.334 -171.3528 -4.157253 -2.499913 -0.056638 0.105238 -0.916593 10806.66 377.9016 290.3959 10.85300 0.132214 0.451985 0.513494 0.672302 -0.453432 -0.014316 -0.230343 -0.428381 0.232836 -1.785012 0.526 l 0.6662 0.9890 0.8255 0.6833 0.8236 0.1245 R INFL PMA INVEST(-1) RESID(-1) RESID~-21 R-squared Adjusted R-squared S. E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.353537 -0.292926 4747.746 1.35E+08 -123.4710 1.577715 Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) -5.09E-11 4175.425 20.07246 20.37666 0.546879 0.759313 BG Test Persamaan Konsumsi Pemerintah Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 2.522257 5.444694 0.149651 0.065720 Probability Probability Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:20 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c 2113.700 -71.38216 -0.042696 -22.29193 0.252430 -0.784170 2190.277 160.9431 0.064238 31.58333 0.297444 0.359053 0.965038 -0.443524 -0.664649 -0.705813 0.848663 -2.183997 0.3667 0.6708 0.5276 0.5031 0.4241 0.0653 TAX CONSG(-1) GROWTH RESID(-1) RESID~-2l R-squared Adjusted R-squared S. E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.418823 0.003696 543.9018 2070804. -96.30644 2.072240 Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) -3.83E-12 544.9097 15.73945 16.00020 1.008903 (j 477204 98 BG Test Persamaan Ekspor Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-sguared 1.502612 3.549943 Probability Probability 0.279231 0.169488 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:16 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. c -20909.38 0.043076 -1343.016 -0.631533 -0.224206 75526.18 0.145833 4164.021 0.373031 0.380767 -0.276849 0.295376 -0.322529 -1.692978 -0.588828 0. 7889 0. 7752 0.7553 0.1289 0.5722 PDEJPN RJPN RESID(-1) RESID(-2) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.273073 -0.090391 9661.408 7.47E+08 -134.5770 2.094301 Mean dependent var S.D. dependent var Aka ike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) -5.58E-11 9252.291 21.4 7339 21.69068 0. 751306 0.584233 BG Test Persamaan lmpor Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-sguared 3.678505 6.661633 0.080932 0.035764 Probability Probability Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:21 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c -3652.814 0.082066 0.011157 -13.50182 -0.218036 -0.795755 17941.54 0.730998 0.050897 119.9745 0.304538 0.296324 0.203595 J.112266 0.219208 -0.112539 -0.715958 -2.685422 0.8445 0.9138 0.8327 0.9136 0.49n 0.0313 KURS PDB INFL RESID(-1) RESID{-2~ R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.512433 0.164171 6748.863 3.19E+08 -129.0451 2.117191 Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F -statistic Prob(F-statistic) 8.26E-12 7381.965 20.77617 21.03692 1.471402 0.309396 99 BG Test Persamaan Suku Bunga Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 0.203565 0.714539 0.820481 0.699584 Probability Probability Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:23 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c 4.359361 -9.76E-05 -0.109749 0.000113 -0.238953 -0.211367 14.63818 0.000361 0.404488 0.000721 0.437260 0.297808 -0.270390 -0.271329 0.157435 -0.546479 -G.480483 0.7745 0.7947 0.7940 0.8793 0.6017 0.6455 M1 GROWTH KURS(-1) RESID(-1) RESID{-2} R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.054965 -0.620061 6.733865 317.4146 -39.21539 1.968992 ().4:~9904 Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion SC11warz critenon F-statistic Prob(F-statistic) 2.13E-13 5.290525 6.956213 7.216959 0.081426 0.993036 BG Test Persamaan Stok Utang Pemerintah Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-sguared 1.479129 3.509440 Probability Probability 0.284049 0.172956 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/12/05 Time: 14:25 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c -2.632154 -1.882658 3.90E-06 -0.448749 -0.524667 23.10978 2.602963 6.09E-05 0.335726 0.351048 -0.113898 -0.723275 0.064040 -1.336651 -1.494576 0.9"121 0.4901 0.9505 0.2181 0.1734 OVEBAL PDB RESID(-1) RESID{-2} R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.269957 -0.095065 9.928762 788.6425 -45.13107 2.001456 Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) -2.25E-14 9.488012 7.712472 7.929760 0.739564 0.590774 100 Lampiran 7. HASIL SIMULASI EX-POST ASSIGN @ALL F PB=-0.2385849671 +0.1406598827*GROWTH+0.0004244736286*KURS+0.5883985149*0VEBAL CONSP=-47200. 76258+0.3830401671*PDB+0.6291190541*CONSP( -1) INVEST=29046.12348-1308.1 00079*R-1703.211432*1 NFL+27 .86489834*PMA+0.8752273194*INVEST(-1) CONSG=-10843.46723+1494.371476*TAX+0.8053572867*CONSG(-1)+207.3864144*GROWTH X=-226871.237 4+0.6579385849*PDBJPN-8288. 71 0082*RJPN M=-79083.5655-3.623524833*KURS+0.4925938012*PDB+793. 0167377*1NFL R=-3.290068122-0.0003303658355*M1+2.369691176*GROWTH+0.001970173999*KURS(-1) DEBT=-36.4220675-15.93685555*0VEBAL+0.0002069089046*PDB GAPPB=PB-((R-GROWTH)/(1 +GROWTH))*DEBT( -1) PDB=CONSP+INVEST+CONSG+(X-M) GROWTH=((PDB-PDB(-1 ))/PDB( -1 ))*1 00 ; obs 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 CONSGF 24421.80 25883.70 27723.97 27709.22 29709.90 30432.34 31003.79 32081.67 26741.56 27934.71 30135.40 33193.14 36100.12 39586.31 CONSPF 147787.6 155646.1 166756.7 175731.6 190597.5 210304.8 235021.7 263921.0 258236.5 260865.2 270045.4 282303.8 294903.0 311970.2 DEBTF GAPPBF 39.20000 NA 29.15478 19.72463 43.95901 14.32856 37.38140 148.1205 22.11645 12.25713 18.79711 8.798055 31.00937 8.259756 63.55691 15.59245 62.30813 -142.0725 82.07381 -89.87749 76.41447 -27.80806 93.78020 -38.52052 80.16130 -96.63000 74.25770 -47.48702 GROWTHF 7.160000 5.586809 5.613514 1.710299 7.812113 8.138008 8.952695 8.90462€3 -14.61783 4.451225 5.169224 4.233590 3.061875 5.556646 INVESTF 76950.00 85819.19 95408.45 94376.70 106400.5 119169.9 126030.0 131680.6 89283.60 74925.49 80300.59 81427.05 87214.92 89427.96 MF 59967.10 6147 ~.55 68589.66 80294.07 82878.90 97539.69 11208C.O 129840.2 124579.0 91098.65 94556.60 98626.66 103531.7 118374.0 PBF '1.270000 1.147387 c /60680 0.518237 2.155492 2.567846 2.517158 1.831481 1.031847 2.231205 2.999068 3.090447 3.099416 3.557564 PDBF RF 271659.8 6.070000 286836.7 2.465625 302938.3 2.535778 308119.4 -7.390931 332190.1 5.430830 359223.7 5.563808 391383.9 5.912080 426235.2 4.509253 363928.8 -45.27937 380128.1 12.50975 399777.8 7.484856 416702.8 7.083466 429461.7 7.381372 453325.4 9.731812 XF 60595.10 80962.02 81638.78 90596.01 88361.02 96856.39 111408.4 128392.2 114246.1 107501.4 113853.0 118405.5 114775.3 130714.8 101 LAMPIRAN 8. FORECAST EVALUATION Forecast Evaluation Variabel CONSg Forecast: CONSGF Actual: CONSG Sample: 1990 2003 Include observations: 14 Root Mean Squared Error Mean Absolute Error Mean Absolute Percentage Error Theil Inequality Coefficient Bias Proportion Variance Proportion Covariance Proportion 369.7974 293.0014 1.008407 0.006074 0.035004 0.840416 0.124580 Forecast Evaluation Variabel CONSp Forecast: CONSPF Actual: CONSP Sample: 1990 2003 Include observations: 14 Root Mean Squared Error Mean Absolute Error Mean Absolute Percentage Error Theil Inequality Coefficient Bias Proportion Variance Proportion Covariance Proportion 8284.254 8241.915 3.671145 0.016683 0.989804 0.000079 0.010117 Forecast Evaluation Variabel DEBT Forecast: DEBTF Actual: DEBT Sample: 1990 2003 Include observations: 14 Root Mean Squared Error Mean Absolute Error Mean Absolute Percentage Error Theil Inequality Coefficient Bias Proportion Variance Proportion Covariance Proportion 2.820998 2.268632 5.733221 0.023138 0.432374 0.243483 0.324143 102 Forecast Evaluation Variabel GROWfH Forecast: GROWTHF Actual: GROWTH Sample: 1990 2003 Include observations: 14 Root Mean.SqLiared Error Mean Absolute Error Mean Absolute Percentage Error Theil Inequality Coefficient Bias Proportion Variance Proportion Covariance Proportion 0.834626 0.616234 11.43960 0.065140 0.006289 0.821492 0.172218 Forecast Evaluation Variabel INVEST • Forecast: INVESTF Actual: INVEST Sample: 1990 2003 Include observations: 14 Root Mean Squared Error Mean Absolute Error Mean Absolute Percentage Error Theil Inequality Coefficient Bias Proportion Variance Proportion Covariance Proportion 2170.175 1727.415 1.874426 0.011046 0.023196 0.285402 0.691402 Forecast Evaluation Variabel M Forecast: MF Actual: M Sample: 1990 2003 Include observations: 14 Root Mean Squared Error Mean Absolute Error Mean Absolute Percentage Error Theil Inequality Coefficient Bias Proportion Variance Proportion Covariance Proportion 6023.299 4685.808 4.928467 0.029182 0.605202 0.010041 0.384758 Forecast Evaluation Variabel PB Forecast: PBF Actual: PB Sample: 1990 2003 Include observations: 14 Root Mean Squared Error Mean Absolute Error Mean Absolute Percentage Error Theil Inequality Coefficient Bias Proportion Variance Proportion Covariance Proportion 0.225567 0.193711 10.95275 0.048131 0.008899 0.480950 0.510150 103 Forecast Evaluation Variabel PDB Forecast: PDBF Actual: PDB Sample: 1990 2003 Include observations: 14 Root Mean Squared Error Mean Absolute Error Mean Absolute Percentage Error Theil Inequality Coefficient Bias Proportion Variance Proportion Covariance Proportion 8248.957 7424.901 2.167216 0.010842 0.810183 0.12£612 0.160205 Forecast Evaluation Variabel r Forecast: RF Actual: R Sample: 1990 2003 Include observations: 14 Root Mean Squared Error Mean Absolute Error Mean Absolute Percentage Error Theil Inequality Coefficient Bias Proportion Variance Proportion Covariance Proportion 1.750330 1.215368 22.40525 0.067890 0.000015 0.258776 0.741209 Forecast Evaluation Variabel X Forecast: XF Actual: X Sample: 1990 2003 Include observations: 14 Root Mean Squared Error Mean Absolute Error Mean Absolute Percentage Error Theil Inequality Coefficient Bias Proportion Variance Proportion Covariance Proportion 1868.378 499.3451 0.403596 0.008880 0.071429 0.090842 0.837730 104 Lampiran 9. HASIL SIMUL.ASI EX-ANTE Hal!il Oytgut obs 2005 2006 2007 2008 2009 obs 1 CONSGF CONSPF 45277.34 47767.82 50109.83 52316.82 54428.09 Hasil Outgut 2005 2006 2007 2008 2009 Sk~n~rio 356296.8 383438.3 415023.6 451613.5 494045.8 Sk~nariQ DEBTF 89.90804 -12.74996 99.34061 -9.495591 110.0472 2.297334 122.2658 16.68617 135.9395 37.17921 359719.5 389934.3 425565.7 467286.9 516083.2 GROWTHF INVESTF MF PBF PDBF RF XF 143778.8 158728.0 175730.6 195682.7 218467.0 3.522597 3.504666 3.484936 3.400518 3.367384 506577.4 539071.4 576952.5 620600.9 671281.8 6.824216 7.486484 7.123059 6.531276 5.631493 145684.6 153506.0 161544.7 170024.2 178658.3 5.529001 6.414406 7.027099 7.565346 8.166419 103097.5 113087.3 126005.0 142329.1 162616.6 GROWTHF INVESTF MF PBF PDBF RF XF 6.233881 7.198565 7.884434 8.487506 9.137924 107644.5 120371.8 136453.6 156534.2 181346.5 145720.0 162639.5 18.:..)65.6 204994.1 231406.6 3.368741 ".214856 3.034783 2.771192 2.521419 513447.9 550408.8 593805.4 644204.7 703071.6 7.085863 7.707273 7.238471 6.464910 5.283553 145684.6 153506.0 161544.7 170024.2 178658.3 2 CONSGF CONSPF 46119.34 49236.20 52307.04 55353.55 58390.28 GAPPBF DEBTF GAPPBF 98.18251 -6.747114 112.5235 -2.877161 128.9930 11.21613 147.7082 30.27029 169.1317 58.67943 Hasil Outgut Skenario 3 obs 2005 2006 2007 2008 2009 CONSGF CONSPF 45034.21 47338.12 49443.60 51365.02 53147.48 353418.3 376989.3 402886.3 431023.2 461508.2 GROWTHF INVESTF MF PBF PDBF RF XF 142364.9 155221.7 168916.0 183979.5 199879.9 3.414930 3.346024 3.267786 3.118880 3.018711 500503.3 526962.8 555857.9 586780.7 620154.3 6.545771 7.207114 6.953401 6.619522 6.194596 145684.6 153506.0 161544.7 170024.2 178658.3 DEBTF GAPPBF 88.65129 96.83523 105.6825 115.2681 125.3608 -21.80314 -23.73703 -18.68972 -13.89260 -5.720435 4.763520 5.286584 5.483316 5.563082 5.687571 98731.12 104351.2 110899.4 118347.8 126720.2 DEBTF GAPPBF GROWTHF INVESTF MF 97.77486 111.4986 126.7341 143.6934 162.6586 2.640780 6.364181 31.89605 61.37056 104.6728 5.648301 6.642947 6.862748 7.190571 7.520081 106773.4 117295.0 129553.0 143988.9 161006.4 146169.0 162078.9 180121.6 200337.0 222b83.9 Hasil Outgut Skenario 4 obs 2005 2006 2007 2008 2009 CONSGF CONSPF 46027.89 49047.32 51943.04 54791.43 57602.05 359161.1 387685.6 419969.2 456333.8 497208.9 PBF 3.286371 3.136706 2.891070 2.588767 2.293848 . PDBF RF XF 511417.9 545455.1 582888.3 624801.3 671786.8 5.698175 6.390685 4.817343 3.391614 1.449683 145684.6 153506.0 161544.7 170024.2 178658.3 105