Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen
Manajemen adalah suatu proses pengaturan yang digunakan dalam
kehidupan pokok maupun kehidupan sekunder, untuk manusia menjalankan
aktivitas keorganisasian maupun individu dimana dalam proses tersebut
digunakan metode ilmu dan fungsi untuk menerapkan fungsi-fungsi perencanaan,
pengarahan, dan pengendalian pada kegiatan kelompok manusia guna mencapai
tujuan yang mana tujuan tersebut ditetapkan sebagai acuan dari kegiatan yang
dilaksanakan oleh perusahaan/organisasi. Pengertian Manajemen menurut
Siswanto (2011 : 7) :
“Manajemen adalah ilmu dan seni untuk melakukan tindakan guna
mencapai tujuan.
Pengertian manajemen menurut Robbins (2007 : 8) adalah:
“manajemen
adalah
proses
pengoordinasian
kegiatan-kegiatan
pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efektif
dan efisien dengan dan melalui orang lain.”
Sedangkan pengertian manajemen menurut Wiludjeng (2006 : 59):
“Manajemen merupakan proses yang khas yang terdiri atas kegiatankegiatan
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarhaan
dan
pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai
sasaran-sasaran melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber daya lainnya.”
Dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu seni dan ilmu yang
diterapkan dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan dimana pengaplikasiannya
dengan menerapkan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan terhadap sumber daya perusahaan agar dapat bekerja secara efektif
dan efisien.
2.2
Keuangan
Setelah diketahui mengenai arti manajemen yang dikemukakan oleh para
ahli, maka berikut ini adalah pengertian mengenai keuangan:
Keuangan menurut Sundjaja dan Barlian (2003 : 34) adalah sebagai
berikut:
"Keuangan merupakan ilmu dan seni dalam mengelola uang, yang
mempengaruhi kehidupan setiap orang dan setiap organisasi.”
Pengertian keuangan menurut Irawati (2006 : 54) :
“Proses suatu kegiatan yang berhubungan dengan dana atau uang
yang dilakukan demi tujuan tertentu oleh setiap individu atau
organisasi ”
Sedangkan pengertian keuangan menurut Gitman ( 2012 : 4) :
Keuangan dapat didefinisikan sebagai suatu seni dan ilmu
pengetahuan dari pengelolaan uang. Sesungguhnya setiap individu
dan organisasi menghasilkan uang dan membelanjakan atau
menginvestasikan uang. Keuangan berhubungan dengan proses,
institusi, pasar, dan instrument yang terlibat dalam perpindahan atau
transfer uang antar individu, bisnis, dan pemerintah.
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai keuangan, maka dapat
disimpulkan keuangan adalah suatu seni dan ilmu tentang bagaimana cara-cara
pengelolaan terhadap uang dalam kehidupan.
2.3
Manajemen Keuangan
2.3.1
Pengertian Manajemen Keuangan
Keuangan memiliki ruang lingkup yang luas dan dinamis. Keuangan dapat
berpengaruh secara langsung terhadap kehidupan manusia dan organisasi. Untuk
dapat memperoleh laba dalam melakukan suatu usaha diperlukan keuangan yang
optimal untuk dapat berjalan dengan baik sehingga untuk dapat mengoptimalkan
keuangan perusahaan diperlukan manajemen yang baik. Oleh karena itu,
keuangan mempunyai hubungan yang erat terhadap ilmu manajerial.
Seiring dengan perkembangannya, manajemen keuangan tidak hanya
mencatat, membuat laporan, mengendalikan posisi kas, membayar tagihan –
tagihan, dan mencari dana. Akan tetapi, manajemen keuangan juga mengatur
penginvestasian dana, mengatur kombinasi dana yang optimal, serta mengatur
pendistribusian keuntungan (pembagian dividen).
Pengertian mengenai manajemen keuangan dijelaskan oleh Irawati (2006 : 1)
yang menjelaskan bahwa:
“manajemen keuangan adalah suatu proses dalam pengaturan
aktivitas atau kegiatan keuangan dalam suatu organisasi.
Sedangkan dalam bukunya, Darsono (2006 : 1) menerangkan bahwa :
“Manajemen keuangan ialah aktivitas pemilik dan maanajemen
perusahaan untuk memperoleh sumber modal yang semurahmurahnya dan menggunakannya seefektif, seefisien, dan seproduktif
mungkin untuk menghasilkan laba.”
Sedangkan menurut Horne dan Wachowicz (2012 : 2) bahwa:
“manajemen keuangan berhubungan dengan perolehan asset,
pendanaan, dan manajemen aset dengan didasari tujuan beberapa
tujuan umum.”
Berdasarkan pengertian – pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pengertian dari Manajemen Keuangan adalah adalah usaha –usaha yang dilakukan
oleh perusahaan untuk mendapatakan dana dan mengalokasikan dana tersebut
secara efektif dan efisien untuk menghasilkan keuntungan yang optimal.
2.3.2
Fungsi Manajemen Keuangan
Fungsi utama dalam manajemen keuangan menurut Irawati (2006 : 3) terdiri
dari tiga keputusan utama yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan, yaitu :
1. Keputusan investasi
Keputusan investasi adalah keputusan yang diambil oleh manajer keuangan
dalam pengalokasian dana kedalam bentuk investasi yang dapat menghasilkan
laba di masa yang akan datang.
2. Keputusan pendanaan
Keputusan pendanaan adalah keputusan manajemen keuangan dalam
melakukan pertimbangan dan analisis perpaduan antar sumber- sumber dana
yang paling ekonomis bagi perusahaan untuk mendanai kebutuhan- kebutuhan
investasi serta kegiatan operasional perusahaannya. Keputusan pendanaan
akan tercermin dalam sisi pasiva perusahaan, dengan melihat jangka pendek
dan jangka panjang, sedangkan perbandingannya disebut dengan struktur
modal. Dalam keputusan pendanaan mempengaruhi baik struktur modal
maupun struktur finansial.
3. Keputusan dividen
Keputusan dividen bagian dari keuntungan suatu perusahaan dibayarkan
kepada pemegang saham. Keputusan dividen adalah keputusan manajemen
keuangan dalam menentukan besarnya proporsi laba yang akan dibagikan
kepada para pemegang saham dan proporsi dan yang akan disimpan di
perusahaan sebagai laba ditahan untuk pertumbuhan perusahaan.
Fungsi manajemen keuangan adalah salah satu fungsi utama yang sangat
penting didalam perusahaan, disamping fungsi – fungsi yang lainnya yaitu fungsi
pemasaran,
sumber
daya
manusia,
dan
operasional.
Walaupun
dalam
pelaksanaannya keempat fungsi – fungsi tersebut saling berhubungan dengan
yang lainnya.
2.3.3
Tujuan Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan tujuan dan sasaran yag
digunakan sebagai standard dalam memberikan penilaian keefisienan keputusan
keuangan. Untuk dapat mengambil keputusan-keputusan keuangan yang benar,
manajer keuangan perlu menentukan tujuan yang harus dicapai. Tujuan
manajemen keuangan menurut Irawati (2006 : 4) adalah:
“untuk memaksimalkan profit atau keuntungan dan meminimalkan
biaya (expense atau cost) guna mendapatkan suatu pengambilan
keputusan yang maksimum, dalam menjalankan perusahaan kearah
perkembangan dan perusahaan yang berjalan atau survive dan
expantion.”
Menurut Sutrisno (2007 : 4) tujuan dari manajemen keuangan keuangan sebagai
berikut:
“tujuan manajemen keuangan adalah untuk memaksimalkan profit
atau keuntungan dan meminimalkan biaya (expense atau cost) guna
mendapatkan suatu pengambilan keputusan yang maksimum, dalam
menjalankan perusahaan ke arah perkembangan dan perusahaan
yang berjalan atau survive dan expantion.”
Sedangkan menurut Ross, Westerfield, Jordan. (2009 : 13) tujuan menajemen
keuangan adalah sebagai berikut:
“tujuan manajemen keuangan adalah untuk memaksimalkan
nilai pasar dari ekuitas pemilik yang ada.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen keuangan yang
dilakukan oleh manajer keuangan adalah merencanakan pendanaan dan
pengalokasian dana guna memaksimalkan nilai perusahaan.
2.4
Laporan Keuangan
2.4.1
Pengertian Laporan Keuangan
Membahas manajemen keuangan tidak bisa lepas dari laporan keuangan.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang meliputi dua
laporan utama, yaitu : (1) neraca dan (2) laporan rugi – laba. Laporan keuangan
disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi keuangan perusahaan kepada
pihak – pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan.
Pengertian laporan keuangan menurut Sundjaja dan Barlian (2003 : 68) adalah
sebagai beikut :
“Laporan keuangan adalah laporan yang menggambarkan hasil dari
proses akuntansi yang digunakan sebagai alat komunikasi antara data
keuangan atau aktivitas perusahaan dengan pihak – pihak yang
berkepentingan dengan data –data/aktivitas tersebut.”
Kemudian menurut Sutrisno (2007 : 9) menyatakan bahwa :
”Laporan keuangan itu disusun untuk menyediakan informasi
keuangan
suatu
berkepentingan
perusahaan
(manajemen,
kepada
pemilik,
pihakkreditor,
pihak
yang
investor,
dan
pemerintah).”
Sedangkan pengertian laporan keuangan menurut Wild & Subramanyam 2012 :
79) adalah:
“laporan keuangan merupakan produk proses pelaporab keuangan
yang diatur oleh standar dan aturan akuntansi, insentif manajer,
serta mekanisme pelaksanaan dan pengawasan perusahaan.”
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan
merupakan hasil akhir dari aktivitas suatu perusahaan yang dibuat oleh
manajemen dan diproses melalui siklus akuntansi yang akan digunakan oleh
pemilik perusahaan, calon investor, kreditur, pemerintah dan pihak – pihak
lainnya yang berkepentingan untuk melihat kinerja keuangan dan operasional
perusahaan.
2.4.2
Jenis-jenis Laporan Keuangan
Laporan keuangan disajikan manajemen untuk semua pihak yang
berkepentingan terhadap semua perusahaan. Informasi yang ada dalam laporan
keuangan ini dapat langsung digunakan oleh pemakai, namun ada juga yang harus
dianalisa lebih lanjut misalnya dengan menggunakan rasio-rasio keuangan.Setiap
pemakai mempunyai kebutuhan yang berbeda terhadap informasi keuangan.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, akan mencari informasi mana yang akan
dibutuhkan untuk dianalisa lebih lanjut, sehingga laporan keuangan perlu
diklasifikasikan dalam berbagai jenis laporan keuangan. Jenis-jenis laporan
keuangan menurut Jenis-jenis laporan keuangan menurut Gitman (2012:59)
adalah :
“The four key financial statement required by the SEC for reporting to
shareholder are (1) the income statement, (2) the balance sheet, (3) the
statement of stockholders’ equity, and (4) the statement of cash flows.”
Menurut Sundjaya dan Barlian (2002:4) jenis-jenis laporan keuangan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Income statement (laporan rugi laba)
Income statement (laporan rugi laba) mencerminkan hasil-hasil yang dicapai
selama suatu periode tertentu biasanya meliputi periode satu tahun. Dimana
tertulis secara lengkap semua pendapatan dan beban yang harus dibayar.
Menurut (Horne & Wachowicz, 2012 : 165) laporan laba rugi adalah:
“ringkasan beberapa aspek kinerja perusahaan selama periode waktu
tertentu.”
2. Balance sheet (neraca)
Balance sheet (neraca) mencerminkan nilai aktiva, hutang dan modal sendiri
pada suatu saat tertentu. Neraca digunakan untuk menggambarkan kondisi
keuangan perusahaan.
3. Laporan laba ditahan (statement of retained earnings)
Laporan laba ditahan merupakan laporan yang berasal dari tahun-tahun yang
lalu dan tahun berjalan yang tidak dibagikan sebagai dividen.
4. Statement of cash flows (laporan arus kas)
Kemudian jenis laporan keuangan utama yang terakhir adalah laporan arus
kas. Laporan aliran kas meringkas aliran kas masuk dan keluar perusahaan
untuk jangka waktu tertentu.
2.4.3
Tujuan, Manfaat dan Penggunaan Laporan Keuangan
Menurut IAI (2004 : 4) tujuan dari laporan keuangan ada tiga yaitu:
1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,
kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemkai dalam pengambilan
keputusan ekonomi.
2. Laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang
mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan
ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan
dari kebijakan di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk
menyediakan informasi non-keuangan.
3. Laporan keuangan menunjukkan apa yang telah dilaksanakan
manajemen (stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen
atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Manfaat laporan keuangna itu sendiri terletak pada interprestasi masingmasing pemakainya. Pemakai dalam konteks ini adalah pihak-pihak yang
berkepentingan. Secara luas manfaat laporan keuangan adalah memberikan
informasi mengenai tingkat kesehatan keuangan perusahaan yang mengeluarkan
laporan keuangan, dari hasil analisis tersebut diketahui potensi-potensi dan
kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan sehingga pihak-pihak yang
berkeprntingan dnegan perusahaan dapat mempergunakannya sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan
Sedangkan penggunaan laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi
seperti berikut:
1. Penggunaan eksternal yang terdiri dari:

Kreditur dan investor

Pemerintah (eksekutif dan legislatif), Ditjen Pajak, Instansi pemerintah
terkait lainnya.

Masyarakat umum, serikat pekerja, pelanggan
2. Penggunaan internal yang terdiri dari
Manajemen perusahaan

Karyawan perusahaan
2.5
Analisis Laporan Keuangan
2.5.1
Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Untuk memahami kondisi keuangan perusahaan, diperlukan analisis
terhadap laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan akan menjadi lebih
bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi, apabila dengan informasi
laporan keuangan tersebut dapat diprediksi apa yang akan terjadi di masa yang
akan datang. Dengan mengolah lebih lanjut laporan keuangan melalui proses
pembandingan, evaluasi dan analisis, akan diperoleh prediksi tentang apa yang
mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Menurut Aliminsyah dan Padji (2005 : 166) mengenai analisis laporan keuangan
adalah :
“mencari hubungan yang ada antara suatu angka dalam laporan
keuangan dengan angka lain agar dapat diperoleh gambaran yang
lebih jelas mengenai keadaan keuangan danhasil usaha perusahaan.”
Menurut Irawati (2006 : 22) analisis laporan keuangan adalah :
”suatu teknik analisis dalam bidang manajemen keuangan yang
dimanfaatkan sebagai alat ukur kondisi-kondisi keuangan suatu
perusahaan dalam periode tertentu dengan jalan membandingkan 2
buah variabel yang diambil dari laporan keuangan perusahaan, baik
daftar neraca maupun laba rugi.”
Pengertian analisis laporan keuangan menurut Horne dan Wachowicz (2012 :
154) :
”Analisis laporan keuangan adalah, seni untuk mengubah data dari
laporan keuangan ke informasi yang berguna bagi pengambilan
keputusan .”
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa analisis laporan
keuangan adalah membedah dan menguraikan pos-pos laporan keuangan untuk
mencari hubungan antara unsur-unsur dalam laporan keuangan agar dapat
diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan keuangan dan hasil usaha
perusahaan sehingga informasi tersebut dapat digunakan dalam membuat
keputusan bisnis dan investasi.
2.5.2
Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan,
misalnya dapat digunakan sebagai alat screening awal dalam memilih alternatif
investasi atau merger, sabagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja
keuangan di masa yang akan datang, sebagai diagnosis terhadap masalah-masalah
manajemen, opersi atau masalah lainnya, atau sebagai alat evaluasi terhadap
manajemen.
Menurut Prastowo dan Julianty (2005 : 57) :
”Tujuan dari analisis laporan keuangan adalah mengurangi
ketergantungan para pengambil keputusan pada dugaan murni,
terkaan, dan intuisi. Mengurangi dan
mempersempit lingkup
ketidakpastian yang tidak bisa dielakkan pada setiap
proses
pengambilan keputusan.”
Dengan menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan maka akan
diperoleh jawaban yang berhubungan dengan masalah posisi keuangan
perusahaan dan hasil-hasil yang dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. Dari
tujuan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan yang terpenting dari analisis
laporan keuangan adalah untuk mengurangi ketergantungan para pengambil
keputusan pada dugaan murni, terkaan, dan intuisi serta mengurangi dan
mempersempit ketidakpastian pada setiap proses pengambilan keputusan.
2.5.3
Teknik Analisis Laporan Keuangan
Harahap (2004:216) mengemukakan teknik dalam analisis laporan
keuangan sebagai berikut :
1. Metode Komperatif
Metode ini digunakan dengan memanfaatkan angka-angka laporan
keuangan dan membandingkannya dengan angka-angka laporan
keuangan lainnya. Perbandingan ini dapat dilakukan melalui :
a. Perbandingan dalam beberapa tahun (horizontal).
b. Perbandingan satu tahun buku (vertikal), yang dibandingkan
adalah unsur-unsur yang terdapat dalm laporan keuangan.
c. Perbandingan dengan perusahaan yang terbaik.
d. Perbandingan dengan angka-angka standar Industri yang
berlaku (Industrial Norm).
e. Perbandingan dengan budget (anggaran perusahaan)
2. Trend Analysis
Analisis ini harus menggunakan teknik perbandingan laporan
keuangan beberepa tahun dan dari sini digambarkan trendnya. Trend
analisis ini biasanya dibuat melalui grafik.
3. Common size Financial Statement (Laporan Bentuk Awam)
Metode ini adalah merupakan metode analisis yang menyajikan
laporan keuangan dalam bentuk persentasi. Persentasi itu biasanya
dikaitkan dengan suatu jumlah yang dinilai penting misalnya asset
untuk neraca, penjualan untuk laba rugi.
4. Metode Indeks time series
Dalam
metode
ini
dihitung
indeks
dan
digunakan
untuk
mengkoversikan angka-angka laporan keuangan. Biasanya ditetapkan
tahun dasar yang diberi indeks 100. Beranjak dari tahun dasar ini maka
dibuat indeks tahun-tahun lainnya sehingga dapat dibaca dengan
mudah perkembangan angka-angka laporan keuangan tersebut pada
periode lain.
5. Rasio Laporan Keuangan
Rasio laporan keuangan adalah perbandingan antara pos-pos tertentu
dengan pos lain yang memiliki hubungan signifikan (berarti). Adapun
rasio keuangan yang populer adalah :
a. Rasio Likuiditas
Menggambarkan
kemampuan
perusahaan
menyelesaikan
kebutuhan jangka pendek
b. Solvabilitas
Kemampuan
perusahaan
memenuhi
atau
menyelesaikan
kebutuhan jangka panjang.
c. Rentabilitas/Profitabilitas
Kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua
resorsis yang ada, penjualan, kas, asset, modal.
d. Leverage
Mengetahui posisi utang perusahaan terhadap modal maupun
asset.
e. Activity
Mengetahui
aktivitas
perusahaan
dalam
menjalankan
operasinya baik dalam penjualan dan kegiatan lainnya.
6. Analisis sumber dan penggunaan Kas dan Dana
Analisis sumber dan penggunaan dana dilakukan dengan menggunakan
laporan keuangan dua periode. Laporan ini dibandingkan dan dilihat
mutasinya.
Teknik analisis apapun yang digunakan, kesemuanya itu adalah
merupakan permulaan dari proses analisis yang diperlukan untuk menganalisis
laporan keuangan, dan setiap teknik analisis mempunyai tujuan yang sama yaitu
untuk membuat agar data dapat lebih dimengerti sehingga dapat digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
2.6
Kebijakan Dividen
2.6.1
Pengertian Dividen
Dividen adalah distribusi yang bisa berbentuk kas, aktiva lain, surat atau
bukti lain yang menyatakan utang perusahaan, dan saham, kepada pemegang
saham suatu perusahaan sebagai proporsi dari jumlah saham yang dimiliki oleh
pemilik.
Pengertian dividen menurut Brealy, Myers dan Marcus (2007 : 44) adalah :
“pembayaran tunai oleh perusahaan kepada pemegang saham.”
Pengertian kebijakan dividen menurut Sartono (2001 : 281) :
”kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh
perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen
atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan
investasi dimasa yang akan datang.”
Menurut Martono dan Harjito (2007 : 253) :
”Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah
laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagikan
kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan
untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang
akan datang.”
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dividen merupakan
bagian dari laba bersih untuk dibagikan kepada para pemegang saham secara
berkala dan bagian laba bersih yang akan dibagikan untuk membiayai investasi.
Disatu pihak, setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan
pendapatan bagi perusahaan dan dapat membayarkan dividen kepada pemegang
saham. Dilain pihak, kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab seandainya
makin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang
akan ditahan, dan akibatnya menghambat tingkat pertumbuhan dalam pendapatan
dan harga sahamnya. Jika perusahaan ingin menahan sebagian besar
pendapatannya untuk tetap didalam perusahaan berarti bahwa sebagian dari
pendapatan yang tersedia untuk pembayaran dividen adalah semakin kecil.
Pembagian dividen dipengaruhi oleh banyak variabel, sebagai contoh
kebutuhan arus kas dan investasi perusahaan mungkin berubah-rubah dengan
cepat sehingga untuk menentukan jumlah dividen tetap yang tinggi. Dilain pihak,
perusahaan mungkin menginginkan pembayaran dividen yang tinggi untuk
menyalurkan dana yang dibutuhkan dalam investasi. Dalam kasus seperti ini
pimpinan perusahaan dapat menetapkan dividen yang tetap rendah sehingga
perusahaan akan dapat membayarkannya pada tahun-tahun dimana laba yang
diperoleh perusahaan rendah atau pada tahun-tahun diperlukannya dana yang
cukup besar untuk investasi.
Pada umumnya, kebanyakan perusahaan membayarkan dividen berupa
kas, seperti yang dikatakan oleh Brealy .et.al (2007 : 434) :
“Most companies pay a regural cash dividend each quarter.”
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dividen merupakan
bagian dari laba bersih yang berasal dari aliran kas untuk dibagikan kepada para
pemegang saham yang memberikan informasi tentang kinerja perusahaan saat ini
dan akan datang.
Pengertian kebijakan dividen menurut Martono dan Harjito (2007 : 253) :
”Kebijakan dividen (dividend Policy) merupakan keputusan apakah
laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagikan
kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan
untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang
akan datang.”
Dengan demikian dapat disimpulkan kebijakan dividen adalah kebijakan
yang mengatur berapa bagian laba bersih yang akan dibagikan sebagai dividen
kepada para pemegang saham dan berapa bagian laba bersih yang akan digunakan
untuk membiayai investasi perusahaan.
2.6.2
Tujuan Pembayaran Dividen
Dalam pembayaran dividen, perusahaan dapat menggunakan bentuk-
bentuk tertentu pembayaran dividen. Dividen dapat dibayarkan dalam bentuk
dividen tunai (cash dividend), dividen dalam bentuk aktiva yang lain (property
dividend), dividen dalam bentuk surat utang (notes), ataupun dividen dalam
bentuk saham (stock dividend). Menurut Sartono (2001 : 283) tujuan dari
pembagian dividen sebagai berikut:
1.
Untuk memaksimumkan kemakmuran bagi para pemegang saham, karena
tingginya dividen yang dibayarkan akan mempengaruhi harga saham.
2.
Untuk menunjukkan likuiditas perusahaan. Dengan dibayarkannya dividen,
diharapkan kinerja perusahaan dimata investor bagus dan dapat diakui bahwa
perusahaan mampu menghadapi gejolak ekonomi dan mampu memberikan
hasil kepada investor.
3.
Sebagian investor memandang bahwa risiko dividen adalah lebih rendah
dibanding resiko capital gain.
4.
Untuk memenuhi kebutuhan para pemegang saham akan pendapatan tetap
yang digunakan untuk keperluan konsumsi.
5.
Dividen dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara manajer dan
pemegang saham.
Adapun tujuan utama seorang investor dalam menanamkan dananya yaitu
untuk memperoleh pendapatan (return) yang dapat berupa pendapatan dividen
(dividend yield) maupun pendapatan dari selisih harga jual saham terhadap harga
belinya
(capital gain). Dalam kaitannya dengan pendapatan dividen, para
investor pada umumnya menginginkan pembagian dividen yang relatif stabil.
Stabilitas dividen akan meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan.
Karena akan mengurangi ketidakpastian investor dalam menanamkan dananya.
Keputusan untuk menentukan berapa banyak dividen yang harus dibagikan
kepada para investor disebut kebijakan dividen (dividend policy). Di sisi lain
perusahaan di hadapkan dalam berbagai macam kebijakan, antara lain : perlunya
menahan sebagian laba untuk re-investasi yang mungkin lebih menguntungkan.
2.6.3
Beberapa Jenis Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen adalah berhubungan dengan keputusan apakah laba
yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai
dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi
dimasa datang. Atas dasar teori tentang kebijakan dividen di atas, menurut
Gitman (2006 : 602-603) bentuk kebijakan dividen diantaranya :
1. Kebijakan Dividen Rasio Pembayaran Konstan (Constant Payout Ratio
Dividend Policy)
Merupakan kebijakan dividen yang didasarkan pembayaran dividen dalam
persentase tertentu dari pendapatan yang dibayarkan kepada pemilik setiap
periode pembagian dividen.
2. Kebijakan Divien yang teratur (Reguler Dividend Policy)
Merupakan kebijakan dividen yang didasarkan atas pembayaran dividen
dengan jumlah uang yang tetap dalam setiap periode.
3. Kebijakan dividen rendah yang teratur dan ditambah ekstra (Low- Regularand- Extra Dividend Policy)
Merupakan kebijakan dividend yang didasarkan pembayaran dividend rendah
yang teratur, penambahan dividen jika pendapatan lebih tinggi dari normal
pada periode pembayaran dividen.
2.6.4
Teori Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen (dividend policy) adalah suatu keputusan untuk
menentukan berapa besar bagian dari pendapatan perusahaan akan dibagikan
kepada para pemegang saham dan akan diinvestasikan kembali (reinvesment)
atau ditahan (retained) didalam perusahaan.
Pengertian kebijakan dividen menurut Sartono (2001 : 281) :
“Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh
perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen
atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan
investasi dimasa datang.”
Pengertian kebijakan dividen menurut Gitman (2006 : 597):
“A plan of action to be foloed wherever on dividend decision is made.”
Menurut Martono dan Harjito (207 : 253) :
“Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah
laba yang diperoleh perusahaan pad aakhir tahun akan dibagikan
kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan
untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di mas ayang
akan datang.”
Dengan demikian apat disimpulkan bahwa kebijakan dividen merupakan
suatu kebijakan yang mengatur besaran laba bersih yang akan dibagikan kepada
pemegang saham dan besaran laba bersih yang akan digunakan untuk membiayai
investasi perusahaan.
Ada beberapa teori yang digunakan sebagai landasan dalam menentukan
kebijakan dividen untuk perusahaan.
Sehingga dapat dijadikan pemahaman
mengapa suatu perusahaan mengambil kebijakan dividen tertentu. Menurut
Sartono (2001 : 282) teori-teori tersebut sebagai berikut :
1. Dividend irrelevance theory
Teori yang dianjurkan oleh Modigliani-Miller (MM) ini menyatakan bahwa
kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh, baik terhadap harga saham
maupun biaya modalnya atau
sebenarya tidak relevan.
dapat dikatakan bahwa kebijakan dividen
2. Bird-in-the-hand theory
Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon dan John Linther yang
menyatakan bahwa biaya modal sendiri akan naik jika Dividend Payout Ratio
(DPR) rendah. Hal ini dikarenakan investor lebih suka menerima dividen
daripada capital gain.
3. Tax preference theory
Adalah suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap
keuntungan dividen dan capital gains maka para investor lebih menyukai
capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak.
Kebijakan dan keputusan dividen pada hakekatnya akan menentukan porsi
keuntungan yang akan dibagikan kepada pemegang saham dan seberapa banyak
yang ditahan sebagai
retained earning. Perbandingan antara dividen dan
keuntungan merupakan rasio pembayaran dividend (Dividend Payout Ratio) atau
persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham
sebagai cash dividend. Semakin tinggi tingkat dividen yang akan dibayarkan
berarti semakin sedikit laba yang dapat ditahan (retained earning).
Dalam
keputusan
pembagian
dividen,
perusahaan
harus
mempertimbangkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaannya. Laba
yang diperoleh perusahaan pada umumnya tidak dibagikan seluruhnya sebagai
dividen karena sebagian disisihkan untuk diinvestasikan kembali atau sebagian
ditahan dalam retained earning. Besar kecilnya dividen yang di bayarkan kepada
pemegang saham tergantung pada kebijakan dividen masing-masing perusahaan
sehingga pertimbangan manajemen sangat diperlukan.
2.6.5
Mengukur Tingkat Pembayaran Dividen/Dividend Payout Ratio
Dividend Payout Ratio adalah perbandingan antara dividen yang
dibayarkan dengan laba bersih yang didapat dan biasanya disajikan dalam bentuk
persentase. Semakin tinggi Dividen Payout Ratio akan menguntungkan para
investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah internal financial karena
memperkecil laba ditahan, tetapi sebaliknya Dividen Payout Ratio semakin kecil
akan merugikan para pemegang saham (investor) tetapi internal financial
perusahaan semakin kuat.
Dividend Payout Ratio menurut Sartono (2005 : 75) adalah :
“Persentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen, atau rasio
antara laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan total laba
yang tersedia bagi pemegang saham.”
Menurut Ross, et. al (2006 : 94) bahwa Dividend Payout Ratio adalah :
“jumlah dari pendapatan tunai yang sampai kepada pemegang saham
yang dibagi oleh pendapatan netto.”
Menurut Gitman (2006 : 602) Dividend Payout Ratio adalah :
“Indicated the percentage of each dollar earned that is distributed to the
owners in the form of cash. It’s calculated by dividing the firm cash
dividend per share by earning per share”
Dari pengertian tersebut Dividend Payout Ratio dapat diformulasikan menjadi :
Dividend Payout Ratio 
Dimana :
DPS
 100%
EPS
DPS = Dividend Per Share
EPS = Earning Per Share
2.6.6 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kebijakan Dividen.
Dalam
menentukan
kebijakan
dividen,
perusahaan
harus
mempertimbangkan sejumlah hal atau faktor-faktor yang mempengaruhi
kebijakan dividen. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen menurut
Sundjaja dan Barlian (2003 : 387-390) :
1.
Peraturan hukum
a.
Peraturan mengenai laba bersih menentukan bahwa dividen dapat
dibayar dari laba tahun-tahun yang lalu dan laba tahun berjalan.
b.
Peraturan mengenai tindakan yang merugikan modal. Melindungi para
direktur, dengan melarang pembayaran dividen yang berasal dari modal
(membagikan investasinya dan bukan membagikan dividen).
c.
Peraturan mengenai tak mampu bayar. Perusahaan boleh tidak
membayar dividen jika tidak mampu (bangkrut).
2.
Posisi likuiditas
Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam bentuk aktiva yang diperlukan
untuk menjalankan usaha. Laba ditahan dari tahun-tahun terdahulu sudah
diinvestasikan dalam bentuk mesin dan peralatan, persediaan, dan barangbarang lainnya, bukan disimpan dalam bentuk uang tunai, Oleh karena itu
sesuatu perusahaan yang keuntungannya luar biasa mungkin saja tidak dapat
membayar dividen karena keadaan likuiditasnya. Memang perusahaan yang
sedang tumbuh biasanya betul-betul kekurangan dana. Dalam situasi seperti
ini mungkin perusahaan memutuskan untuk tidak membayar dividen dalam
bentuk tunai.
3.
Membayar Pinjaman
Jika perusahaan telah membuat pinjaman untuk memperluas usahanya atau
untuk pembiayaan lainnya maka ia dapat melunasi pinjamannya pada saat
jatuh tempo atau ia dapat menyisihkan cadangan-cadangan untuk melunasi
pinjaman itu nantinya. Jika diputuskan bahwa pinjaman itu akan dilunasi ,
maka biasanya harus ada laba ditahan
4.
Kontrak Pinjaman
Kontrak pinjaman apabila jika menyangkut pinjaman jangka panjang,
seringkali membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar dividen
tunai. Pembatasan-pembatasan yang dimaksudkan untuk melindungi para
kreditur yaitu :
a
Dividen yang akan datang hanya boleh dibayar dari keuntungan yang
diperoleh sesudah ditandatanganinya kontrak pinjaman (artinya tidak
boleh dibayarkan dari laba tahun lalu yang ditahan).
b
Dividen tidak boleh dibayarkan jika modal kerja bersih jumlahnya lebih
kecil dari suatu jumlah tertentu. Begitu pula persetujuan mengenai
saham preferen biasanya menyatakan bahwa dividen atas saham
preferen selesai dibayar.
5.
Pengembaliaan Aktiva
Semakin cepat pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhannya untuk
membiayai pengembangan aktiva perusahaan. Semakin banyak dana yang
dibutuhkan di kemudiaan hari, semakin banyak laba yang harus ditahan dan
tidak dibayarkan. Apabila ingin menambah modal dari luar maka sumber
alami yang tersedia adalah para pemegang saham sekarang yang sudah
mengenal perusahaan. Jika keuntungannya dibayarkan kepada mereka
sebagai dividen dan terkena tarif pajak perorangan yang tinggi, maka hanya
sebagian saja yang dapat ditanam kembali.
6.
Tingkat Pengembalian
Tingkat pengembaliaan atas asset menentukan pembagiaan laba dalam
bentuk dividen yang dapat digunakan oleh pemegang saham baik ditanamkan
kembali di dalam perusahaan maupun di tempat lain.
7.
Stabilitas Keuntungan
Perusahaan
yang
keuntungannya
relatif
teratur
seringkali
dapat
memperkirakan bagaimana keuntungan di kemudiaan hari. Maka perusahaan
seperti itu kemungkinan besar akan membagikan keuntungannya dalam
bentuk dividen dengan persentasi yang lebih besar dibandingkan dengan
perusahaan yang keuntungannya berfluktuasi.
8.
Pasar modal
Perusahaan besar yang sudah mantap, dengan profitabilitas yang tinggi dan
keuntungan yang teratur, dengan mudah dapat masuk ke pasar modal atau
memperoleh
macam-macam
dana
dari
luar
untuk
pembiayaannya.
Perusahaan yang sudah mantap akan mempunyai tingkat dividen yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perusahaan kecil atau yang masih baru.
9.
Kendali Perusahaan
Jika perusahaan hanya memperkuat usahanya dari pembiayaan intern maka
pembayaran dividen akan berkurang. Kebijakan ini dijalankan atas
pertimbangan bahwa menambah modal dengan menjual saham biasa akan
mengurangi pengendalian atas perusahaan itu oleh golongan pemegang
saham yang kini sedang berkuasa.
10. Keputusan kebijakan dividen
Hampir semua perusahaan ingin mempertahankan dividen per saham pada
tingkat yang konstan. Tetapi naiknya dividen selalu terlambat dibandingkan
dengan naiknya keuntungan. Artinya dividen itu baru akan dinaikkan jika
sudah jelas bahwa meningkatnya keuntungan itu benar-benar mantap dan
nampak cukup permanen. Sekali dividen sudah naik, maka segala daya dan
upaya akan dikerahkan. Jika keuntungannya kemudian menurun.
Menurut Sutrisno (2001 : 304 – 305), faktor-faktor yang mempengaruhi
besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang
saham antara lain adalah :
1. Posisi Solvabilitas Perusahaan
Apabila perusahaan dalam kondisi insolvensi atau solvabilitasnya kurang
menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini
disebabkan laba yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk memperbaiki
posisi struktur modalnya.
2. Posisi Likuiditas Perusahaan
Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik, biasanya dividend
payout rationya kecil, sebab sebagian besar laba yang digunakan untuk
menambah likuiditas. Namun perusahaan yang sudah mapan dengan likuiditas
yang baik cenderung memberikan dividen yang lebih besar.
3. Kebutuhan untuk melunasi hutang
Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari kreditor berupa hutang baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Semakin banyak hutang yang harus
dibayar semakin besar dana yang harus disediakan sehingga mengurangi
jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. Disamping itu
dengan jatuh temponya hutang, berarti dana hutang tersebut harus diganti.
Alternatif mengganti dan hutang bisa dengan mencari hutang baru, dan juga
bisa dengan sumber dana intern dengan cara memperbesar laba ditahan. Hal
ini tentunya akan memperkecil dividend payout ratio.
4. Rencana perluasan
Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya pertumbuhan
perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang dilakukan oleh
perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan, juga semakin pesat
perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar dana yang
dibutuhkan untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana dalam
rangka ekspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari hutang, menambah modal
sendiri yang berasal dari pemilik, dan salah satunya juga bisa diperoleh dari
internal resources berupa memperbesar laba ditahan. Dengan demikian
semakin pesat perluasan yang dilakukan perusahaan semakin kecil Dividend
Payout Rationya.
5. Kesempatan investasi
Kesempatan investasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya
dividen yang akan dibagikan. Semakin terbuka kesempatan investasi semakin
kecil dividen yang dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh
kesempatan investasi. Namun bila kesempatan investasi kurang baik, maka
dananya lebih banyak akan digunakan untuk membayar dividen.
6. Stabilitas pendapatan
Bagi perusahaan yang pendapatannya kurang stabil, dividen yang akan
dibayarkan kepada pemegang saham lebih besar dibanding dengan perusahaan
yang pendapatannya tidak stabil. Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak
perlu menyediakan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan
perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang kas yang
cukup besar untuk berjaga-jaga.
7. Pengawasan terhadap perusahaan
Kadang-kadang pemilik tidak mau kehilangan kendali terhadap perusahaan.
Apabila perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan
akan masuk investor baru dan tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik
lama dalam mengendalikan perusahaan. Jika dibelanjai dari hutang risikonya
cukup besar. Oleh karena itu perusahaan cenderung tidak membagi dividennya
agar pengendalian tetap berada ditangannya.
2.7
Keputusan Investasi
2.7.1
Pengertian Investasi
Investasi adalah suatu kegiatan penanaman modal untuk suatu atau lebih
aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan
mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Beberapa pakar
mengemukakan pendapatnya tentang investasi.
Menurut Ahmad (2004 : 3) :
”Investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan
untuk memperoleh tambahan keuntungan tertentu atas uang atau
dana tersebut.”
Menurut Jogiyanto (2007 : 5) :
”Investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan
didalam produksi
yang
efisien
selama
periode
waktu
yang
ditentukan.”
Sedangkan menurut Haruman (2008 : 8) :
”Investasi adalah pertumbuhan total asset perusahaan dari tahun ke
tahun yang menunjukkan perkembangan investasi perusahaan.”
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa investasi adalah kegiatan
yang dilakukan perusahaan akan menentukan keuntungan yang akan diperoleh
perusahaan dan kinerja perusahaan di masa yang akan datang, atau dengan kata
lain investasi adalah komitmen atas sejumlah dana penanaman modal untuk satu
atau lebih aktiva yang dimiliki dengan harapan menghasilkan poendapatan yang
positif di masa yang akan datang. Apabila perusahaan salah di dalam pemilihan
investasi, maka kelangsungan hidup perusahaan akan terganggu dan hal ini
tentunya akan mempengaruhi penilaian investor terhadap perusahaan, karena
investasi yang dilakukan perusahaan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan
pertumbuhan perusahaan dan mencapai tujuan perusahaan.
Pihak-pihak yang melakukan investasi disebut investor. Investor pada
umumnya dibagi menjadi dua, yaitu investor individual yang terdiri dari individuindividu yang melakukan aktivitas investasi dan investor institusional yang
biasanya terdiri dari perusahaan asuransi, lembaga penyimpan dana, lembaga dana
pensiun maupun perusahaan investasi. Investor membeli sejumlah saham saat ini
dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham ataupun
sejumlah deviden di masa yang akan datang, sebagai imbalan atas waktu dan
risiko yang terkait dengan investasi. Adanya ketidakpastian investasi dalam saham
mendorong investor untuk berhati-hati dalam berinvestasi.
Keputusan investasi sendiri tercermin dari pertumbuhan Total Asset
perusahaan yang bersangkutan dari tahun ke tahun. Implementasi keputusan
investasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dana dalam perusahaan yang
berasal dari sumber pendanaan internal (internal financing) dan sumber
pendanaan eksternal (external financing). Untuk mengukur pertumbuhan investasi
yang akan dilakukan perusahaan, maka dapat menggunakan rumus :
Investasi = Total Asset – total asset (t-1)
Total asset (t-1)
Perencanaan terhadap keputusan investasi ini sangat penting karena
beberapa hal berikut:
1. Dana yang dikeluarkan untuk investasi sangat besar, dan jumlah dan yang
besar tersebut tidak bisa diperoleh kembali dalam jangka pendek atau
diperoleh sekaligus.
2. Dana yang dikeluarkan akan terikat dalam jangka panjang, sehingga
perusahaan harus menunggu selama jangka waktu cukup lama untuk bisa
memperoleh kembali dana tersebut.
3. Keputusan investasi menyangkut harapan terhadap hasil keuntungan di
masa yang akan datang. Kesalahan dalam mengadakan peramalan akan
dapat mengakibatkan terjdinya over atau underinvestment, yang akhirnya
akan merugikan perusahaan.
Proses dalam melakukan keputusan investasi dapat diperinci ke dalam tahap
sebagai berikut :
1. Perencanaan
2. Analisis investasi
3. Pemilihan proyek
4. Pelaksanaan proyek
5. Pengawasan proyek
Jika proyek-proyek investasi sudah tersedia atau dapat diperoleh, maka
perusahaan perlu melakukan analisis awal. Dalam analisis awal perusahaan harus
mengumpulkan informasi yang lebih akurat tentang proyek-proyek yang tersedia.
Informasi tentang proyek-proyek yang akan diambil umumnya meliputi :
1. Jenis atau macam proyek
2. Lama berakhirnya proyek
3. Pola produksi atau output selama masa proyek
4. Total produksi dan saat mulai berproduksi
5. Teknologi yang akan digunakan
6. Jumlah dan pola penerimaan serta pengeluaran cash flow
7. Informasi lain yang sangat bervariasi antara satu proyek dengan proyek
lain.
Asal-usul investasi tidak selalu harus dari bagian keuangan, mungkin saja
usul tersebut berasal dari pemasaran, bagaian produksi, ataupun melibatkan
berbagai bagaian kegiatan perusahaan. Demikian juga arus kas akan memerlukan
kerja sama antara bagian yang mengusulkan dengan bagian keuangan. Evaluasi
arus kas mungkin lebih banyak dilakukan oleh bagian keuangan, demikian juga
pemilihan proyek. Akhirnya monitoring memerlukan kerja sam dengan seluruh
bagian yang terlibat.
Jadi pada intinya perusahaan harus mampu menetukan sumber dan yang
optimal
untuk
mendanai
berbagai
alternatif
investasi,
sehingga
dapat
memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin pada harga saham.
Dalam jurnalnya Haruman (2008) mengemukakan bahwa keputusan
investasi berpengaruh terhadap nilai perusahaan dengan arah yang positif.
Kenaikan investasi akan meningkatkan nilai perusahaan. Apabila tingkat investasi
di sebuah perusahaan tinggi, maka akan meningkatkan kepercayaan investor
terhadap perusahaan tersebut karena pertumbuhan investasi tersebut dapat
dipersepsikan sebagai good news bagi investor. Selain itu, peningkatan investasi
ini akan dianggap sebagai pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang dan
penentu nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa tujuan perusahaan hanya akan
dihasilkan melalui kegiatan investasi perusahaan.
2.7.2
Tipe-Tipe Investasi Keuangan
Investasi ke dalam aktiva keuangan dapat berupan investasi langsung dan
investasi tidak langsung. Hal ini ditunjukan dalam gambar berikut :
Gambar 2.1
Tipe-Tipe Investasi
Investasi tidak
INVESTOR
Investasi tidak
Langsung
Perusahaan
Investasi
Langsung
INVESTOR
Investasi Langsung
Sumber : Sunariyah (2004)
Menurut Sunariyah (2004 : 4) investasi dalam arti luas terdiri dari dua bagian
utama, yaitu:
1. Investasi dalam bentuk aktiva riil (real assets).
Aktiva riil adalah aktiva berwujud seperti emas, perak, intan, barang-barang
seni dan real estate.
2. Investasi dalam bentuk surat-surat berharga atau sekuritas (marketable
securities atau financial assets).
Aktiva finansial adalah surat-surat berharga yang pada dasarnya merupakan
klaim atas aktiva riil yang dikuasai oleh suatu entitas.
Sunariyah (2004:4) mengemukakan pula bahwa, pemilikan aktiva finansial
dalam rangka investasi pada sebuah entitas dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu:

Investasi langsung

Investasi tidak langsung
1. Investasi Langsung
Investasi langsung diartikan sebagai suatu pemilikan surat-surat berharga
secar langsung dalam suatu entitas yang secar resmi telah Go Public dengan
harapan akan mendapatkan keuntungan berupa penghasilan dividen dan
capital gains.
2. Investasi Tidak Langsung
Investasi tidak langsung terjadi bilamana surat-surat berharga yang dimiliki
diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi (investment company)
yang berfungsi sebagai peratara. Pemilikan aktiva tidak langsung dilakukan
melalui lembaga-lembaga keuangan terdaftar, yang bertindak sebagai
perantara atau intermediary. Dalam peranannya sebagai investor tidak
langsung, pedagang perantara (pialang) mendapatkan dividen dan capital gain
seperti halnya dalam investasi langsung, selain itu juga akan memperoleh
penerimaan berupa capital gain atas hasil perdagangan portofolio yang
dilakukan oleh perusahaan perantara tersebut.
2.7.3
Tujuan Investasi
Investasi merupakan penanaman dana yang dilakukan oleh suatu
perusahaan kedalam suatu perusahaan ke dalam suatu asset (aktiva) dengan
harapan memperoleh pendapatan di masa yang akan dating. Menurut Gitman dan
Joehnk (2005 : 13) ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi,
antar lain adalah :
1. Mengumpulkan dana pensiun (Accumulating retirement funds)
Mengumpulkan dan untuk pengunduran
merupakan alasan terpenting untuk berinvestasi.
diri bagi pensiunan
2. Meningkatkan pendapatan pada saat ini (Enhancing current income)
Investasi meningkatkan pendapatan saat ini yang berasal dari
pendapatan dividen atau bunga.
3. Menabung untuk pengeluaran besar (saving for major expenditure)
Umumnya hal ini untuk pembayaran rumah, pendidikan, perjalanan
liburan dan modal untuk menjalankan usaha baru.
4. Melindungi pendapatan dari pajak (sheltering income from taxes)
Jika seseorang dapat menghindar atau menunda membayar pajak
pendapatan dari sebuah investasi, maka akan lebih banyak dana yang
tersedia untuk investasi ulang.
2.7.4
Jenis Investasi Jangka Panjang
Dalam sebuah situs keuangan yaitu www.investasi-8000.blogspot.com
menyebutkan bahwa, bentuk- bentuk investasi jangka panjang antara lain :
1. Obligasi
Obligasi terkadang disebut dengan sekuritas pendapatan yang tetap
sebagai mana diatur ketika obligasi tersebut dikeluarkan. Obligasi
hampir sama dengan deposito namun obligasi dikeluarkan oleh
pemerintah atau perusahaan.
2. Saham
Saham merupakan cara lain untuk memiliki bagian dari unit usaha.
Sebuah saham mewakili proporsi pemilikan tertentu pada suatu
perusahaan. Nilai pasar suatu saham naik dan turun mengikuti
perubahan nilai perusahaan tersebut.
3. Reksadana
Pada reksadana, investor mengumpulkan uang untuk dikelola oleh
manajer investasi, yang akan memutuskan untuk membeli saham,
obligasi dan instrument lain yang dianggap layak dan memberikan
tingkat pengembalian terbaik dengan resiko tertentu.
2.7.5
Klasifikasi Investasi
Di dalam penentuan investasi, ada beberapa klasifikasi perusahaan yang
menerbitkan portofolio. Menurut Ahmad (2004 : 203) perusahaan investasi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Investment trust
Merupakan trust yang menerbitkan portofolio yang dibentuk dari surat-surat
berharga berpenghasilan tetap (misalnya bond) dan ditangani oleh orang
kepercayaan yang independen. Sertifikat portofolio ini dijual kepada investor
sebesar nilai bersih total aktiva yang tergabung di dalam portofolio ditambah
dengan komisi. Investor dapat menjual balik sertifikat ini kepada trust sebesar
nilai bersih sertifikat tersebut (net asset value atau NAV). Besarnya NAV persertifikat adalah total nilai pasar dari sekuritas-sekuritas yang tergabung di
portofolio dikurangi dengan biaya-biaya yang terjadi dan dibagi dengan
jumlah sertifikat yang diedarkan.
2. Closed-end investment companies
Merupakan perusahaan investasi yang hanya menjual sahamnya dalam jumlah
yang tetap yaitu sebanyak saat penawaran perdana (initial public offering)
saja. Biasanya perusahaan investasi ini tidak menawarkan lagi tambahan
lembar saham, kecuali jika ada penawaran publik berikutnya. Lembar saham
yang sudah beredar dari penawaran perdana diperdagangkan di pasar sekunder
(stock exchange) dengan harga pasar yang terjadi di pasar bursa.
3. Open-end investment companies
Dikenal dengan nama perusahaan reksa dana (mutual funds). Perusahaan reksa
dana (mutual fund) ini adalah perusahaan investasi yang mengelola portofolio
dan menjual kepemilikan portofolionya di pasar modal. Perusahaan investasi
ini masih terus menjual kepemilikan portofolionya kepada investor. Juga
pemegang kepemilikan portofolio dapat menjual kembali kepemilikan
portofolionya ke perusahaan reksa dana yang bersangkutan.
2.7.6
Metode Penilaian Investasi
Suatu investasi dikatakan menguntungkan kalau investasi tersebut bisa
membuat pemodal menjadi lebih kaya. Pengertian ini konsisten dengan tujuan
memaksimumkan nilai perusahaan. Ada beberapa alat analisa atau metode dalam
menilai keputusan investasi. Menurut Manullang (2005 : 122) metode-metode
penilaian investasi tersebut antara lain adalah :
1. Payback period
Payback period adalah untuk mengukur lamanya dana investasi yang
ditanamkan kembali seperti semula. Karena itu hasil perhitungannya dinyatakan
dalam satuan waktu (yaitu tahun atau bulan). Bila payback period lebih kecil
dibanding dengan target kembalinya investasi, maka proyek investasi layak,
sedangkan bila lebih besar proyek tidak layak. Dan untuk menghitung besarnya
payback period bila cash flownya sama tiap tahun adalah :
Kelemahan dari metode payback adalah :
a. Tidak memperhatikan nilai waktu uang, dan
b. Mengabaikan arus kas setelah periode payback.
Untuk mengatasi kelemahan karena mengabaikan nilai waktu uang,
metode perhitungan payback period dicoba diperbaiki dengan mem-present
value-kan arus kas, dan dihitung periode payback-nya. Cara ini disebut sebagai
discounted payback period.
2. Accounting rate of return
Metode accounting rate of return adalah metode penilaian investasi yang
mengukur seberapa besar tingkat keuntungan dari investasi.
Apabila angka accounting rate of return lebih besar dibandingkan dengan
keuntungan yang disyaratkan, maka proyek investasi ini menguntungkan, apabila
lebih kecil daripada tingkat keuntungan yang disyaratkan proyek ini tidak layak.
Kebaikan metode ini adalah sederhana dan mudah, perhitungan metode ini
menggunakan data accounting yang tersedia, sehingga tak memerlukan
penghitungan tambahan. Sedangkan kelemahan metode ini mengabaikan nilai
waktu uang dan tidak memperhitungkan aliran kas, metode ini dianggap kurang
memuaskan atau kurang baik untuk digunakan dalam menilai proyek-proyek
investasi.
3. Net Present Value
Pada metode di depan keduanya mengabaikan adanya nilai waktu dari
uang, padahal cash flow yang digunakan untuk menutup investasi tersebut
diterima di masa yang akan datang, sementara dana untuk investasi dikeluarkan
pada saat sekarang. Oleh karena itu perlu metode yang memperhatikan konsep
time value of money. Salah satu metode untuk menilai investasi yang
memperhatikan time value of money adalah net present value (NPV). NPV adalah
merupakan selisih antara nilai sekarang dari cash flow dengan nilai sekarang dari
investasi. Bila selisih antara present value dari cash flow lebih besar berarti
terdapat NPV positif, artinya proyek investasi layak, sebaliknya bila present value
dari cash flow lebih kecil dibanding present value investasi maka NPV negative
dan investasi dipandang tidak layak. Dengan demikian dalam perhitungan NPV
memerlukan dua kegiatan penting yaitu :
a. Menaksir arus kas
b. Menentukan tingkat bunga yang dipandang relevan
4. Internal Rate of Return
Bila pada metode net present value mencari nilai sekarang bersih dengan
tingkat discount rate tertentu, maka metode internal rate of return mencari
discount rate yang dapat menyamakan antara present value dari aliran kas dengan
present value dari investasi. Dengan demikian internal rate of return (IRR) adalah
tingkat discount rate yang dapat menyamakan present value of cash flow dengan
present value of investment.
Kelemahan metode IRR antara lain :
a. Bahwa i yang dihitung akan merupakan angka yang sama untuk setiap tahun
usia ekonomis. Metode IRR tidak memungkinkan menghitung IRR yang
berbeda setiap tahunnya. Padahal secara teoritis dimungkinkan terjadi tingkat
bunga yang berbeda-beda.
b. Bisa diperoleh i yang lebih dari satu angka (multiple IRR). Bila demikian,
maka akan timbul masalah, yakni i mana yang akan kita pergunakan.
Untuk mencari besarnya IRR diperlukan data NPV yang mempunyai dua
kutub, positif dan negative. Setelah didapatkan NPV tersebut, selanjutnya
dibuat interpolasi atau dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Dimana :
rr
: tingkat discount rate (r) lebih rendah
rt
: tingkat discount rate (r) lebih tinggi
TPV
: Total Present Value
NPV
: Net Present Value
Bila IRR lebih besar dibanding keuntungan yang disyaratkan berarti layak,
demikian sebaliknya bila IRR lebih kecil dibanding keuntungan yang disyaratkan
berarti proyek investasi kurang layak.
5. Profitability Index
Metode profitability index (PI) ini menghitung perbandingan antara
present value dari penerimaan dengan present value dari investasi. Bila PI ini
lebih besar dari 1, maka proyek investasi dianggap layak untuk dijalankan. Rumus
yang digunakan untuk mencari PI sebagai berikut :
2.8
Profitabilitas
2.8.1
Pengertian Profitabilitas
Salah satu rasio yang digunakan dalam menganalisa kinerja keuangan dari
suatu perusahaan adalah rasio profitabilitas. Ada beberapa pengukuran terhadap
profitabilitas perusahaan dimana masing-masing pengukuran dihubungkan denagn
volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga
pengukuran ini akan memungkinkan seorang penganalisa untuk mengevaluasi
tingkat pendapatan dalam hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva
dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Dalam hal ini penelitian
ditekankan pada profitabilitas , karena untuk dapat melangsungkan hidupnya,
suatu perusahaan haruslah berada dalam keadaan menguntungkan/profitable.
Tanpa adanya keuntungan akan sangat sulit bagi perusahaan untuk menarik modal
dari luar. Menurut Martono dan Harjito (2007 : 59) :
“Rasio Profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukan laba
dalam hubungannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukan
laba dalam hubungannya dengan investasi.”
Rasio profitabilitas merupakan hal yang sangat penting, tidak hanya bagi
manajemen sebagai alat ukur kinerja perusahaan, tetapi juga bagi investor dan
kreditur. Rasio ini merupakan efektifitas keseluruhan dari operasi perusahaan.
Ketika hasil analisis ini menujukan bahwa perusahaan memiliki kinerja keuangan
yang baik berarti nilai perusahaan itu pun meningkat.
Menurut Harahap (2004:304) :
“ Rasio Profitabilitas adalah salah satu teknik analisis rasio keuangan
yang menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba
melalui semua kemampuan dan sumber daya ayang ada seperti
kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan
sebagainya. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan
menghasilkan laba disebut juga Operating cost. ”
Sedangkan menurut Sugiono dan Untung (2008:70) :
”Rasio Profitabilitas adalah rasio untuk mengukur efektivitas
manajemen yang mencerminkan pada imbalan atas hasil investasi
melalui kegiatan perusahaan atau dengan kata lain mengukur kinerja
perusahaan secara keseluruhan dan efisiensi dalam pengelolaan
kewajiban dan modal.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa profitabilitas dapat diartikan sebagai suatu
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan / laba dengan
menggunakan parameter laba bersih perusahaan.
Menurut Irawati (2006 : 58), untuk
mengukur
rasio
profitabilitas
digunakan rasio-rasio sebagai berikut:
1. Net Profit Margin (NPM)
2. Gross Profit Margin (GPM)
3. Operating Profit Margin (OPM)
4. Operating Ratio (OR)
5. Return on Assets (ROA)
6. Return on Equity (ROE)
7. Earning per Share (EPS)
8. Return On Investment (ROI)
Dalam penelitian ini yang penulis teliti lebih lanjut adalah mengenai
analisis Return On Investment (ROI), karena analisis ROI ini berkaitan secara
langsung dengan penilaian kinerja keuangan perusahaan oleh para investor
sehingga dapat mencerminkan pendapatan yang diterima oleh pemegang saham.
2.8.2 Pengertian Return on Investment (ROI)
Return On Investment merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas
untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam usaha
untuk memperoleh keuntungan. Menurut Bergevin (2002 : 274) ROI diartikan
sebagai :
“Measures of wealth creation from a given level and type of capital.”
Menurut Sutrisno (2003 : 255) pengertian Return on Investment adalah :
”Return on Investment merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup
investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur
rasio ini adalah laba bersih atau EAT.”
Sedangkan menurut Mardiyanto (2009 : 62):
“ROI adalah bagaimana mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba yang berasal dari aktivitas investasi”
Rasio ini dapat ditulis dalam rumus sebagai berikut :
Martono dan Harjito (2007 : 60)
ROI 
Laba Bersih Setelah Pajak
Total Aktiva
Menurut Sartono (2001 : 123) profitabilitas dapat dihitung melalui Return on
Investment (ROI). Dengan rumus perhitungannya :
𝑅𝑂𝐼 =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎 ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 (𝐸𝐴𝑇)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
Rasio ini sangat penting bukan hanya bagi manajemen sebagai alat ukur
kinerja perusahaan, tetapi juga bagi investor. Hal ini dijelaskan oleh Gibson
(2001 : 303) yaitu :
”Profitability is the ability of the firm to generate earnings. Analysis of
profit is of vital concern to stockholders as the derived revenue, in firm
of dividens, when paid from profit. Further, increased profit can cause a
rise in market leading to capital gain.”
Analisis dari keuntungan adalah dengan memperhatikan besar-kecilnya
dividen, yang dibayarkan dari keuntungan perusahaan, kepada para pemegang
saham. Selebihnya, keuntungan dapat meningkat disebabkan adanya perubahan
laba dari pasar.
Dapat disimpulkan berdasarkan definisi ROI diatas adalah pengukuran
atas perusahaan dalam menghasilkan profit dari kegiatan-kegiatan investasi
perusahaannya. Jadi analisis atas laba perusahaan merupakan hal yang sangat
penting bagi pemegang saham, sebagai pihak yang berkepentingan terhadap laba,
karena peningkatan laba dapat menyebabkan terhadap Return on Investment
perusahaan tersebut. Besarnya ROI suatu perusahaan yang baik akan
mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut.
2.9
Nilai Perusahaan
2.9.1
Pengertian Nilai Perusahaan
Nlai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli
apabila perusahaan tersebut dijual. Nilai perusahaan dapat diukur dari tinggi
rendahnya harga saham di perusahaan yang bersangkutan. Tinggi rendahnya harga
saham banyak dipengaruhi oleh kondisi perusahaan itu sendiri.
Pengertian nilai perusahaan menurut Sartono (2001:226):
“Nilai perusahaan merupakan penjumlahan nilai sendiri (E) dan nilai Utang
(D).”
Menurut Brigham dan Erhardt (2002) :
”Value is determined by results as reaveable in financial statement value of
firm is stockholder wealth maximization, which translates into maximing
the price of the firm’s common stock”.
Sedangkan menurut Mardiyanto (2009:182) :
“nilai perusahaan adalah nilai sekarang dari serangkaian arus kas masuk
yang akan dihasilkan perusahaan pada masa yang akan datang.”
Free cash flow merupakan cash flow yang tersedia bagi investor (kreditur dan
pemilik) setelah memperhitungkan seluruh pengeluaran untuk operasional perusahaan
dan pengeluaran untuk investasi serta aktiva lancar bersih.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan
dapat ditentukan dari perbandingan hasil sebagai kinerja perusahaan yang terlihat dari
laporan keuangan, dimana nilai perusahaan merupakan nilai sekarang (present value)
dari free cash flow di masa mendatang pada tingkat diskonto sesuai rata- rata
tertimbang biaya modal (weighted average cost of capital, WACC).
2.9.2
Jenis - jenis Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan (Value of Firm) berhubungan dengan kemampuan
perusahaan untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham (nilai saham), maka
nilai perusahaan akan maksimum. Memaksimumkan nilai perusahaan ini digunakan
sebagai pengukur keberhasilan perusahaan berarti meningkatnya kemakmuran
pemilik perusahaan atau pemegang saham perusahaan.
Menurut Gitman (2003 : 108), terdapat beberapa jenis nilai perusahaan
terdiri dari :
3. Nilai Likuiditas (Liquidation Value)
Nilai likuiditas adalah jumlah uang yang dapat direalisasikan jika sebuah aktiva
atau sekelompok aktiva (contohnya perusahaan) dijual secara terpisah dari
organisasi yang menjalankannya.
4. Nilai kelangsungan usaha adalah nilai perusahaan jika dijual sebagai operasi
usaha yang berlanjut.
5. Nilai Buku (Book Value)
Nilai buku suatu perusahaan adalah total aktiva dikurangi kewajiban dan saham
preferen seperti tercantum di neraca
6. Nilai Pasar (Market Value)
Nilai pasar adalah harga pasar yang digunakan untuk memperdagangkan aktiva.
7. Nilai Intrinsik (Intrinsic Value)
Nilai intrinsik adalah harga saham- sahamnya berdasarkan pada faktor yang dapat
mempengaruhi penilaian.
2.9.3
Ukuran Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dapat didefinisikan sesuai dengan tujuan yang berbeda-
beda. Nilai likuidasi (liquidating value) merupakan nilai aktual per lembar saham
yang akan diterima apabila seluruh aset perusahaan dijual sesuai harga pasar, seluruh
kewajiban dibayar dan kelebihannya dibagikan kepada pemegang saham (Gitman,
2006 : 352). Nilai perusahaan berjalan (going concern value) adalah nilai perusahaan
itu sebagai badan usaha yang masih beroperasi. Jika nilai perusahaan berjalan
melebihi nilai likuiditasnya, maka perbedaannya disebut sebagai nilai pasar
perusahaan.
Nilai buku per lembar saham merupakan jumlah per lembar saham yang akan
diterima jika seluruh aset perusahaan dijual sesuai nilai buku (nilai akuntansi)
perusahaan. Kelebihan dari hasil penjualan tersebut, setelah dikurangi kewajiban
perusahaan, dibagikan kepada pemegang saham (Gitman, 2006:351). Nilai buku
yaitu nilai aktiva yang dicatat dalam akuntansi perusahaan. Aktiva dalam nilai buku
diartikan sebagai sebuah perusahaan termasuk seluruh aktiva dan kewajibannya. Nilai
pasar (market value) adalah harga jual suatu barang. Nilai buku per lembar saham
adalah jumlah seluruh modal saham biasa perusahaan, agio saham dan akumulasi laba
ditahan dibagi dengan jumlah lembar saham beredar (outstanding share). Nilai pasar
saham adalah nilai yang akan dibayar untuk selembar saham. Nilai ini bisa lebih atau
kurang dari nilai buku saham, karena nilai pasar tergantung pada laba perusahaan,
sedangkan nilai buku mencerminkan nilai historis. Nilai pasar dapat dilihat melalui
harga saham perusahaan yang terjadi di bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh
pelaku pasar.
Dalam penelitian ini penulis lebih menekankan nilai perusahaan pada harga
pasar yang diukur dengan Price Book Value (PBV), Price Book Value (PBV)
merupakan bagian dari rasio pasar yang mengukur harga pasar relatif terhadap nilai
buku.
Menurut Slamet (2003 : 41) :
“Price Book Value digunakan untuk melihat berapa besar tingkat
undervalued atau overvalued harga saham yang dihitung berdasarkan
nilai buku setelah dibandingkan dengan harga pasar”.
Rasio ini menunjukkan seberapa jauh perusahaaan mampu menciptakan nilai
perusahaan relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. Price Book Value
(PBV) dapat dirumuskan sebagai berikut :
PBV =
Perusahaan yang berjalan baik pada umumnya rasio PBV-nya mencapai di
atas satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya.
Semakin tinggi rasio ini maka akan berpengaruh positif terhadap harga saham.
Semakin tinggi rasio tersebut, maka akan semakin berhasil perusahaan menciptakan
nilai (return) bagi pemegang saham dan semakin besar rasio PBV-nya, semakin
tinggi perusahaan dinilai oleh para investor.
2.10
Pengaruh Kebijakan Dividen, Keputusan Investasi, dan Profitabilitas
Terhadap Nilai Perusahaan
Peran manajer keuangan menjadi sangat penting dalam suatu perusahaan
dikarenakan tugasnya dapat mempengaruhi keadaan nilai perusahaan. Tugas dari
manajer keuangan menyangkut kegiatan perencanaan, analisis dan kegiatan
mengendalikan kegiatan keuangan. Banyak keputusan yang harus diambil oleh
manajer keuangan dari berbagai kegiatan yang harus dijalankan mereka. Tugas
pokok manajer keuangan diarahkan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Dengan demikian tujuan normatif manajemen keuangan adalah memaksimumkan
nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat dilihat dari harga saham perusahaan itu,
apabila harga saham perusahaan naik maka hal itu berarti nilai dari perusahaan itu
tinggi begitu pun sebaliknya. Tinggi rendahnya nilai perusahaan ini tentu tidak
terlepas berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut termasuk
didalamnya adalah fungsi keuangan seperti kebijakan dividen, keputusan
investasi, dan ditambahkan pula dengan tingkat keuntungan atau sering disebut
dengan profitabilitas yang diperoleh perusahaan.
2.10.1 Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan
Dalam kaitannya dengan nilai perusahaan, kebijakan dividen merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Apabila perusahaan
dapat menentukan kebijakan dividen dengan tepat yaitu dapat menentukan
seberapa besar keuntungan yang diperoleh untuk dibagikan dalam bentuk dividen
kepada para pemegang saham maka hal tersebut akan berdampak kepada
meningkatnya nilai perusahaan yang dapat dilihat dari harga saham. Kebijkan
dividen itu sendiri adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan
dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam
bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang
(Sartono, 2001:281).
Menurut Werner (2008) dalam jurnalnya mengemukakan bahwa
perusahaan yang membagikan deviden, memberikan tanda pada pasar bahwa
perusahaan tersebut memiliki prospek ke depan yang cerah dan mampu untuk
mempertahankan tingkat kebijakan deviden yang telah ditetapkan pada periode
sebelumnya. Perusahaan dengan prospek ke depan yang cerah, akan memiliki
harga saham yang semakin tinggi. Temuan penelitiannya menunjukkan dukungan
pada teori Signaling, dimana kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap
harga saham.
Menurut Hasnawati (2008) dalam jurnalnya menyatakan bahwa kebijakan
dividen yang diproksi melalui Dividen Payout Ratio (DPR) tampak lebih
bermakna dibandingkan dengan Dividen Yield, hal ini dikarenakan manajemen
perusahaan dalam menentukan kebijakan dividen lebih berorientasi pada besarnya
laba bersih yang akan dibagikan sebagai dividen kas. Di dalam penelitiannya
dinyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Besarnya kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan adalah 23,03%.
Sedangkan dalam penelitian Wijaya dan Wibawa (2010) menyatakan
bahwa kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan sebesar 20,6%.
Selain itu, Wijaya dan Wibawa menyatakan bahwa perusahaan akan membayar
dividen yang besar kepada pemegang saham karena dapat meningkatkan nilai
perusahaan.
2.10.2 Pengaruh Keputusan Investasi Terhadap Nilai Perusahaan
Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus
mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat
mendatangkan keuntungan dimasa yang akan datang. Bentuk, macam, dan
komposisi dari investasi tersebut akan mempengaruhi dan menunjang tingkat
keuntungan dimasa depan. Keuntungan dimasa depan yang diharapkan dari
investasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti. Oleh karena itu investasi
akan mengandung risiko atau ketidakpastian. Risiko dan hasil yang diharapkan
akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan, kebijakan maupun nilai
perusahaan.
Menurut Haruman (2008) dalam jurnalnya yang berjudul ”Struktur
Kepemilikan, Keputusan Keuangan dan Nilai Perusahaan” mengatakan
bahwa variabel keputusan investasi (TA Growth) berpengaruh terhadap nilai
perusahaan dengan arah yang positif. Kenaikan investasi akan meningkatkan nilai
perusahaan. Apabila tingkat investasi di sebuah perusahaan tinggi, maka akan
meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan tersebut karena
pertumbuhan investasi tersebut dapat dipersepsikan sebagai good news bagi
investor. Selain itu, peningkatan investasi ini akan dianggap sebagai pertumbuhan
perusahaan di masa yang akan datang dan penentu nilai perusahaan. Hal ini
berarti bahwa tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui kegiatan investasi
perusahaan.
Menurut Ansori dan Denica (2010) dalam jurnalnya menyatakan bahwa
Pendekatan manajemen risiko politik yang terbaik saat ini adalah mengantisipasi
masalah dan merundingkan beberapa pengertian penting tentang investasi yang
akan dilakukan oleh perusahaan multinasional sebelum pelaksanaan investasi .
Selain itu dalam jurnalnya Ansori dan Denica (2001) menyatakan bahwa terdapat
pengaruh yang positif antara keputusan investasi terhadap nilai perusahaan
dengan nilai sifnifikasi sebesar 22%.
Sedangkan menurut Afzal dan Rohman (2012) dalam jurnalnya
menyatakan bahwa Hasil pengujian regresi menunjukkan bahwa keputusan
investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan dengan
signifikasi sebesar 0,000 %, sehingga apabila keputusan investasi naik sebesar
satu satuan, maka nilai perusahaan juga akan naik. Adanya pengaruh keputusan
investasi terhadap nilai perusahaan menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan
memaksimumkan investasi dalam upayanya menghasilkan laba sesuai dengan
jumlah dana yang terikat.
2.10.3 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan
Kinerja keuangan yang baik dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman
bagi investor sebagai dasar analisis investasinya. Salah satunya adalah melalui
analisis rasio profitabilitas yang dapat menunjukan efisiensi dan efektifitas
pengelolaan investasi oleh perusahaan dan kemampuannya untuk mengahasilkan
laba.
Dalam jurnal penelitian Haryanto dan Sugiharto (2003) mengatakan
bahwa profitabilitas perusahaan adalah salah satu cara untuk menilai secara tepat
sejauh mana tingkat pengembalian yang akan didapat dari aktivitas investasinya.
Jika kondisi perusahaan dikategorikan menguntungkan atau menjanjikan
keuntungan di masa mendatang maka banyak investor yang akan menanamkan
dananya untuk membeli saham perusahaan tersebut. Gitman (2006:218)
mengemukakan bahwa rasio profitabilitas diperlukan untuk mengetahui berapa
tingkat keuntungan yang ditawarkan oleh setiap saham yang terdapat di bursa
Dalam jurnalnya Wijaya dan Hadianto (2008) menyatakan bahwa semakin
tinggi profitabilitas, memungkinkan perusahaaan memperoleh peringkat yang
semakin tinggi pula (nilai perusahaan).
Download