6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Dermatitis a

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1.
Dermatitis
a.
Definisi Dermatitis
Dermatitis adalah peradangan non-inflamasi pada kulit yang
bersifat akut, sub-akut, atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor.
Menurut Djuanda (2006), dermatitis adalah peradangan kulit
(epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor
eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik dan keluhan gatal. Terdapat berbagai macam
dermatitis, dua diantaranya adalah dermatitis kontak dan dermatitis
atopik (Djuanda, 2011).
1) Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan
oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dermatitis
kontak dibedakan menjadi dua yaitu dermatitis kontak iritan
(DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA). DKI dan DKA dapat
bersifat akut maupun kronik. Dermatitis iritan adalah kerusakan
kulit yang terjadi lansung tanpa diketahui proses sensitasi.
Dermatitis alergik adalah kelainan kulit yang terjadi pada
6
7
seseorang yang mengalami sensitifitas karena suatu alergen
(Djuanda, 2011).
Dikenal ada dua macam jenis dermatitis kontak yaitu
dermatitis kontak iritan dan dermatitis alergik; keduanya dapat
bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2011).
a) Dermatitis kontak iritan
Dermatitis kontak iritan disebabkan oleh faktorfaktor eksogen maupun endogen, merupakan kerusakan
kulit iritan dari berbagai sifat kimiawi mengenai kulit
dengan cara yang berbeda (Freegret, 1988).
Dermatitis kontak iritan yang secara langsung
merusak bagian kulit adalah asam, basa, deterjen dan
produk-produk minyak bumi. Beberapa iritan yang kuat
dapat langsung menimbulkan efek, sedangkan iritan yang
lebih lemah menimbulkan efek kumulatif (Graham-Brown,
2006).
Menurut Harahap (2000), bahan iritan adalah
bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan
kerusakan sel bila dioleskan pada kulit untuk jangka waktu
tertentu. Dermatitis kontak iritan dibedakan menjadi 2
antara lain:
8
i.
Dermatitis iritan akut
Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau
beberapa kali olesan dengan bahan-bahan iritan kuat,
sehingga terjadi adanya kerusakan epidermis yang
berdampak peradangan. Reaksi dapat berupa kulit
menjadi merah atau cokelat kadang terjadi edema dan
panas, atau ada pula papula, vesikula, dan pustula. Zat
kimia asam dan basa keras yang biasanya digunakan
dalam industri menyebabkan iritasi akut (Harahap,
2000).
ii. Dermatitis iritan kronik
Dermatitis iritan kronik terjadi karena kulit
berkontak dengan bahan-bahan iritan yang tidak terlalu
kuat, seperti sabun, deterjen, dan larutan antiseptik.
Gejala dermatitis akut yakni kulit kering, pecah-pecah,
memerah, bengkak dan terasa panas (Harahap, 2000).
b) Dermatis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi karena kulit
terpajan atau berkotak dengan bahan-bahan yang bersifat
sesitizer (alergen). Dermatitis kontak alergik lebih kurang
20% dari seluruh dermatitis kontak (Harahap, 2000).
Menurut Siregar (2005), dermatitis kontak alergi
adalah suatu dermatitis yang timbul setelah kontak dengan
9
kontakan
eksterna
melalui
proses
toksik.
Penyebab
dermatitis kontak alergi berupa asam dan basa kuat, serta
pelarut organik. Gejala berupa rasa panas, nyeri atau gatal
yang dikeluhkan oleh penderita setelah beberapa saat
kontak dengan bahan.
Menurut Graham-Brown (2005), tidak terhitung
banyaknya zat kimia yang dapat bereaksi dengan alergen,
tetapi sangat jarang menimbulkan masalah. Beberapa zat
kimia merupakan alergen yang cukup kuat, dengan sekali
paparan dapat menyebabkan sensitisasi, sedangkan sebagian
bahan kima lain memerlukan paparan berulang-ulang
sebelum menimbulkan sensitisasi.
Reaksi alergi, pemaparan pertama pada zat tertentu
tidak menimbulkan reaksi, tetapi pemaparan berikutnya bisa
menyebabkan gatal-gatal dan dermatitis dalam waktu 4-24
jam (Susanto, 2013).
Menurut Harahap (2000), fase dermatitis kontak
alergi dibedakan menjadi:
i.
Fase akut tandanya adalah merah, edema, papula,
vesikula, berair, krusta, dan gatal.
ii. Fase
kronis
tandanya
adalah
kulit
tebal
atau
likenifikasi, kulit pecah-pecah, skuama, kulit kering,
dan hiperpigmentasi.
10
b.
Gejala Dermatitsis Kontak
Gejala dermatitis kontak bervariasi, mulai dari kemerahan
yang ringan dan hanya berlangsung sekejap sampai kepada
pembengkakan hebat dan kulit melepuh. Adanya ruam yang terdiri
dari lepukan kecil yang terasa gatal (vesikel). Pada awalnya ruam
hanya terbatas pada bagian kulit yang kontak langsung dengan
alergen (zat yang menyebabkan reaksi alergi), tetapi selanjutnya
ruam bisa menyebar. Jika zat penyebab ruam tidak digunakan,
biasanya dalam beberapa hari kemerahan akan menghilang. Lepuhan
akan pecah, mengelurkan cairan, membentuk keropeng lalu
mengering. Sisa-sisa sisik, gatal-gatal dan penebalan kulit yang
bersifat sementara, bisa berlangsung beberapa hari atau minggu
(Susanto, 2013).
Menurut Siregar (2005), penyakit dermatitis kontak dapat
menyebabkan keluhan utama dan keluhan tambahan. Biasanya
kelainan kulit beberapa saat sesudah kontak pertama dengan kontak
eksternal. Penderita akan merasa panas, nyeri atau gatal.
Gejala utama dermatitis adalah rasa gatal. Tanda-tanda
klinis tergatung pada etiologi, lokasi dan durasinya yang biasanya
terdiri dari iritema, edema, papula, vesikel, dan eksudasi. Pada
dermatitis akut semua gambaran tersebut ditemukan namun pada
dermatitis kronis, edema bukan merupakan gambaran menonjol yang
11
didapatkan adalah epidermis yang menebal dan garis-garis pada
permukaan kulit yang menebal (Graham-Brown, 2005).
c.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak
1) Lama kontak
Lama kontak adalah lamanya waktu pekerja kontak
dengan bahan iritan dengan satuan jam/hari. Menurut Fregert
(1988), disamping sifat fisik dari bahan iritan itu sendiri (ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan
iritan), ada faktor lain yang mempengaruhi dermatitis kontak
iritan yaitu variabel lama kontak, kekerapan, adanya oklusi,
gesekan, trauma fisis, serta suhu dan kelembaban lingkungan.
2) Kontak dengan bahan kimia
Pada orang dewasa, dermatitis kontak iritan sering
terjadi akibat paparan terhadap bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali,
dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi ditentukan oleh
ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu
bahan iritan itu sendiri selain juga di tentukan oleh faktor lain
seperti lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang)
dan oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel (Fregert, 1988).
12
3) Masa kerja
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin
banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh
lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 2014).
4) Suhu
Iritasi kulit dapat disebabkan oleh beberapa faktor
mekanis dan fisika diantaranya suhu panas, suhu dingin, uap
panas, dan sinar matahari beserta radiasi lainnya. Jika
kelembaban turun dan suhu lingkungan naik maka akan
memperberat kontak iritasi basa kuat dan asam kuat, sabun,
deterjen dan bahan kimia lainnya yang mempermudah kejadian
dermatitis kontak iritan bila kontak dengan kulit. Bila
kelembaban turun dan suhu lingkungan naik dapat menyebabkan
kekeringan pada kulit sehingga mempermudah bahan kimia
untuk mengiritasi kulit dan lebih mudah terkena dermatitis
(Fregert, 1988).
5) Ras
Ras
manusia
adalah
karakteristik
luar
yang
membedakan antar individu. Setiap individu memiliki warna
kulit yang berbeda berdasarkan ras masing-masing. Orang
berkulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industri
dibandingkan orang yang berkulit putih karena kulit hitam lebih
13
kaya akan melanin. Melanin pada kulit berfungsi untuk proteksi
atau perlindungan tubuh (Djuanda, 2011).
6) Usia
Seiring bertambahnya usia, kadar lemak yang terdapat
pada stratum korneum berkurang, sehingga kulit orang-orang
lanjut usia yang paling peka terhadap bahan pelarut minyak
(degreasing). Hal ini sering terjadi pada pasien berusia lanjut
yang dirawat di rumah sakit dan dimandikan lebih sering
daripada di rumah. Timbul pola kotak-kotak ubin yang tak
beraturan dan kulit terasa gatal (Graham-Brown, 2006).
7) Personel Hygiene
Kebersihan
perorangan
dapat
mencegah
dan
mengurangi penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi
paparan pada bahan kimia dan kontaminasi dan melakukan
pencegahan alergi kulit, kondisi kulit, dan sensitifitas kulit
terhadap bahan kimia. Kebersihan perorangan yang dapat
mencegah terjadinya dermatitis kontak, antara lain mencuci
tangan, dan mencuci pakaian (Widayana dan Wiratmaja, 2014).
8) Zat kimia
Bahan iritan adalah bahan yang pada kebanyakan orang
dapat mengakibatkan kerusakan sel bila dioleskan pada kulit
pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Bahan
iritan ini dapat merusak kulit dengan cara menghabiskan lapisan
14
tandu secara bertahap melalui denaturasi keratin sehingga
mengubah kemampuan kulit untuk menahan air (Suma`mur,
2009).
Sabun yang lembut, deterjen dan logam-logam tertentu
bisa mengiritasi kulit setelah beberapa kali digunakan. Kadang
pemaparan berulang bisa menyebabkan kekeringan dan iritasi
kulit. Dalam beberapa menit, iritan kulit (misalnya asam, alkali
dan beberapa pelarut organik) bisa menyebabkan perubahan
kulit (Susanto dkk, 2013).
9) Jenis Kelamin
Menurut Djuanda (2011), insiden keluhan iritasi kulit
lebih banyak diderita. Berdasarkan Asthetic Survey Journal
terdapat perbedaan antara kulit pria dan wanita, perbedaan
tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar subaceous
atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria mempunyai
hormon yang dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan
kulit pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih banyak
bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada pria sehingga
lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Kulit pria juga
mempunyai kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki bulu
tubuh dan rambut. Kelenjar ini bekerja aktif saat remaja,
sedangkan pada wanita semakin bertambah usia, kulit akan
kering.
15
2.
Calcium hyphochloride (kaporit)
a.
Pengertian Calcium hyphochloride (kaporit)
Kaporit Ca(OCL)2 merupakan zat kimia dengan kandungan
Ca2+ dan OCl- yang berfungsi sebagai desinfektan dalam penjernihan
air. Kalsium hipoklorit memiliki persamaan termasuk losantin, asam
hipoklorus, garam kalsium, serbuk pengembang, Hy-Chlor, kapur
klorinat, kapur klorit, klorit dari kapur, kalsium oksiklorit,
penghilang jamur, perkloron, dan pitklor (Agency for Toxic
Substance and Disease Registry, 2002).
Kalsium hipoklorit secara umum berbentuk bubuk putih,
butiran, atau butiran gepeng. Meskipun tidak mudah terbakar, namun
dapat bereaksi dengan ledakan. Kalsium hipoklorit larut dalam air
untuk melepaskan klorin dan oksigen. Bau yang menyengat mungkin
tidak cukup untuk menjadi peringatan pada konsentrasi yang
berbahaya (Agency for Toxic Substance and Disease Registry, 2002).
Kaporit digunakan sebagai desinfektan pada proses
penjernihan air dan dapat digunakan sebagai pembunuh bakteri atau
mikroorganisme karena sifatnya yang desinfektan. Kaporit memiliki
pH 9,2-10,07 dimana bakteri susah untuk hidup pada pH tersebut
(Setiawan dkk, 2013). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Indonesia Nomor 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang Baku Mutu
Air Bersih, kandar pH maksimum dalam air adalah 9.
16
b.
Cara Masuk pada Tubuh Manusia
1) Inhalasi
Larutan hipoklorit dapat melepaskan gas beracun
seperti
klorin.
Bau
klorin
atau bahan iritan biasanya
menghasilkan peringatan yang cukup untuk memperingatkan
konsentrasi bahaya. Bagaimanapun, pajanan berkepanjangan
seperti yang timbul pada tempat kerja, dapat menimbulkan
kelelahan pada indera penciuman dan efek toleransi pada iritan
klorin. Klorin lebih berat daripada udara sekitar dan dapat
menyebabkan aspiksian pada ventilasi yang buruk, tertutup, atau
area yang rendah (Agency for Toxic Substance and Disease
Registry, 2002).
2) Kontak Kulit atau Mata
Kontak langsung dengan larutan hipoklorit, bubuk, atau
uap yang terkonsentrasi menyebabkan pembakaran kimia yang
keras, menyebabkan kematian sel dan ulnerasi (Agency for Toxic
Substance and Disease Registry, 2002).
3) Tertelan
Larutan hipoklorit yang tertelan dapat menyebabkan
muntah dan luka korosif pada saluran pencernaan. Bahan
pemutih (3% sampai 6% sodium hipoklorit) menyebabkan iritasi
kerongkongan, namun jarang menyebabkan penyempitan atau
luka serius seperti lubang. Komplikasi pernapasan dapat
17
disebabkan oleh aspirasi juga dapat terlihat setelah tertelan
(Agency for Toxic Substance and Disease Registry, 2002).
c.
Efek pada kesehatan tubuh
Bubuk hipoklorit, larutan, dan uap mengiritasi dan korosif
terhadap mata, kulit, dan saluran pernapasan. Ingestion dan kontak pada
kulit menyebabkan beberapa jaringan terbuka. Terpapar gas yang
terlepas dari hipoklorit dapat menyebabkan rasa terbakar pada mata,
hidung, dan tenggorokan. Batuk disertai sesak dan edema pada saluran
napas dan paru-paru juga dapat timbul. Hipoklorit menimbulkan luka
pada jaringan karena necrosis. Racun sistemik jarang, namun asdosis
metabolisme mungkin muncul setelah tertelan (Agency for Toxic
Substance and Disease Registry, 2007).
1) Terpapar akut
Efek racun dari kalsium hipoklorit terutama disebabkan
oleh
bahan
korosif
dari
separuh
hipoklorit.
Hipoklorit
menyebabkan kerusakan jaringan dengan nekrosis liquefaksi.
Lemak dan protein disaponifikasi, menghasilkan kerusakan
jaringan dalam. Luka selanjutnya disebabkan oleh trombosis pada
pembuluh darah. Luka meningkat sesuai dengan konsentrasi dan
pH hipoklorit. Gejala mungkin segera terlihat atau tertunda pada
beberapa jam. Kalsium hipoklorit larut dalam air melepaskan gas
klorin. Sehingga, pajanan oleh hipoklorit dapat mempengaruhi
pajanan pada gas ini. Dapat mempengaruhi kesehatan sistem
18
pencernaan, kulit, pernapasan, penglihatan, dan metabolisme tubuh
(Agency for Toxic Substance and Disease Registry, 2007).
2) Terpapar kronik
Terpapar hipoklorit pada kulit dapat menyebabkan iritasi
kulit. Hipoklorit tidak termasuk dalam bahan yang menyebabkan
kanker dan bukan termasuk racun yang memberikan efek pada
pertumbuhan dan perkembangan (Agency for Toxic Substance
and Disease Registry, 2007).
d.
Pengertian pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu
larutan. pH didefinisikan sebagai log negatif konsentrasi ion hidrogen (log [H+]). Skala pH bersifat logaritmik dan ada dalam kisaran 0,0-14,0
dan pada skala 7,0 dikatakan netral. Larutan yang berada pada skala di
bawah 7,0 dianggap asam, sedangkan di atas 7,0 dianggap basa (Muray,
2003).
Setiap keseluruhan pH di bawah 7 adalah sepuluh kali lebih
asam dari nilai yang lebih tinggi dan masing-masing nilai keseluruhan
pH di atas 7 adalah sepuluh kali lebih basa dibandingkan satu di
bawahnya. Misalnya, pH 3 adalah sepuluh kali lebih asam dari pH 4
dan 100 kali (10 kali 10) lebih asam daripada nilai pH 5. Jadi, asam
kuat memiliki pH antara 1-2, sementara basa yang kuat memiliki pH
19
antara 13-14, sedangkan sebuah larutan yang memiliki pH dekat 7
dianggap netral (Petrucci dkk, 2007).
e.
Pengukuran Calcium Hyphochloride (Kaporit)
Kadungan calcium hyphochloride (kaporit) dalam sebuah
larutan dapat diketahui melalui titrasi dan pengukuran pH. Titrasi
iodometri dilakukan untuk mengetahui kadar kaporit dalam sebuah
larutan, sedangkan pengukuran pH menggunakan alat pH meter
digunakan untuk mengetahui pH sebuah larutan yang telah dicampur
dengan kaporit tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang
Baku Mutu Air Bersih, kadar klorida maksimum pada air adalah 600
mg/L dan pH maksimum dalam air adalah 6,5-9 (Kementerian
Kesehatan RI, 1990).
3. Hubungan Penggunaan Calcium hyphochloride (kaporit) dengan
Dermatitis
Kaporit
digunakan
sebagai
desinfektan
pada
proses
penjernihan air. Kaporit juga dapat digunakan sebagai pembunuh bakteri
atau mikroorganisme karena sifatnya yang desinfektan dan memiliki pH
9,2 - 10,07 dimana bakteri susah untuk hidup pada pH tersebut (Setiawan
dkk, 2013). Hipoklorit dapat menyebabkan kerusakan jaringan dengan
nekrosis liquefaksi. Lemak dan protein disaponifikasi, menghasilkan
kerusakan jaringan dalam. Luka selanjutnya disebabkan oleh trombosis pada
pembuluh darah. Luka meningkat sesuai dengan konsentrasi dan pH
20
hipoklorit. Gejala ini segera terlihat atau tertunda pada beberapa jam.
Kalsium hipoklorit larut dalam air melepaskan gas klorin sehingga pajanan
hipoklorit dapat mempengaruhi pajanan pada gas ini dan memengaruhi
kesehatan sistem pencernaan, kulit, pernapasan, penglihatan, dan
metabolisme tubuh (Agency for Toxic Substance and Disease Registry,
2007).
Paparan bahan kimia merupakan penyebab utama pada
penyakit kulit dan gangguan pekerjaan. Kontak dengan bahan kimia
merupakan salah satu penyebab terbesar dermatitis kontak akibat kerja.
Bahan kimia untuk dapat menyebabkan kelainan kulit ditentukan dari
ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi. Melalui kontak yang cukup
lama dan kosentrasi yang memadai, bahan kimia dapat menyebabkan
kelainan kulit berupa dermatitis kontak iritan atau kontak alergi (Cohen
dkk, 2001).
21
B. Kerangka Pemikiran
Personal hygiene
Menggunakan larutan
Calcium hyphochloride
(kaporit)
Kulit terpapar kandungan
larutan kaporit
Usia
Ras (warna kulit)
Suhu
Kadar Larutan
Masa Kerja
Masuk kedalam pori - pori
kulit
Jenis Kelamin
Kerusakan pada epidermis
dan dermis
Hipoklorit, bubuk,
atau uap yang
terkonsentrasi
Lama Paparan
Kematian sel dan ulnerasi
kulit
Gejala dermatitis kontak
iritan
Gatal-gatal
Bentol
Kemerahan
Panas
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan
:
: Diteliti
: Tidak Diteliti
C. Hipotesis
Ada pengaruh penggunaan larutan Calcium hyphochloride (kaporit)
terhadap dermatitis kontak iritan pada tenaga kerja batik Masaran Sragen.
Download