Modul Praktikum Current Feedback Operational Amplifier

advertisement
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pada bab IV ini Berisi hasil dan analisa masing-masing pengujian pedoman.
4.1. Pengukuran Karakteristik Op-amp CFA
pada topik ini dibagi menjadi 4 sub topik yaitu:

Pengukuran hambatan masukan kaki inverting dan non-inverting opamp (Rin)

pengukuran nilai transimpedansi

Pengukuran Tegangan Keluaran Maksimum (Vomax)

Pengukuran Slew rate op-amp Current feedback (SR)
4.1.1. Pengukuran Hambatan Masukan Kaki Inverting dan Non-inverting Opamp (Rin)
(a)
(b)
Gambar 4.1. (a) untai untuk mencari hambatan masukan pada kaki non inverting
Gambar 4.1. (b) untai untuk mencari hambatan masukan pada kaki inverting
Pengukuran tegangan pada titik a pada gambar 4.1.a, dimana tegangan pada titik a
digunakan untuk mencari hambatan dalam pada kaki non-inverting adalah sebagai
berikut.
Tabel 4.1. Respon Frekuensi Rin pada kaki non inverting
Frek
100
500
1K
5K
10K
15K
20K
50K
100K
1,75
1,75
1,75
1,75
1,75
1,75
1,6
1,4
0,9
(Hz)
VA
(Vpp)
36
Dari tabel diatas diambil ketika outputnya 1,75Vpp untuk dicari nilai Rin-nya dengan
menggunakan persamaan berikut:
100
||
+
× 2 = 1,75
||
Sehingga diadapatkan
||
(4.1)
= 700kΩ, kemudian dengan menggunakan
rumus parallel dan R osciloscope = 1MΩ
×1
+1
= 700 Ω
(4.2)
Didapatkan nilai Rin = 2,33MΩ. Nilai Rin pada datasheet disebutkan nilainya adalah
minimum 1,5MΩ dan typical 14MΩ. Sehingga dengan nilai hambatan masukan yang
diperoleh pada percobaan, dapat disimpulkan bahwa percobaan berhasil. Dari tabel juga
disimpulkan bahwa nilai Rin berpengaruh pada perubahan frekuensi masukan dimana
semakin besar frekuensi masukan nilai Rin akan menurun.
Selanjutnya dilakukan pengukuran pada titik b sesuai dengan gambar 4.1.b dan
didapatkan tegangan sebesar 1,5vpp, dengan nilai tegangan tersebut dan anggapan nilai
output buffer sama dengan input maka nilai Rin dapat di hitung dengan menggunakan
persamaan.
60 ||1
× 2 = 1,5
R + (60Ω||1MΩ)
(4.3)
59,996
× 2 = 1,5
R + 59,996
(4.4)
sehingga didapatkan nilai Rin sebesar 20Ω dimana nilai ini adalah nilai dari Zb
Dengan nilai Rin input inverting dan non inverting yang didapatkan dapat disimpulkan
bahwa hasilnya sesuai dengan teori dimana hambatan dalam kaki non inverting nilainya
37
sangat besar, hambatan dalam kaki non-inverting ini merupakan hambatan dalam dari
buffer pada op-amp current feedback, sehingga nilainya besar sedangkan hambatan
dalam kaki inverting nilainya kecil dimana nilai hambatan ini adalah nilai Zb dengan
asumsi tegangan keluaran buffer input op-amp current feedback sama persis dengan
nilai tegangan input. [4]
4.1.2. Pengukuran Nilai Transimpedansi
Gambar 4.2. Untai penguat tak membalik untuk mencari nilai transimpedansi
Berikut hasil praktikum yang diperoleh dengan mengubah2 nilai R1 dan R2, dengan
mengasumsikan nilai penguatan yang diinginkan sebesar 2 kali:
Tabel 4.2. tegangan keluaran berdasarkan perngubahan R1dan R2 dalam mencari nilai Transimpedansi
R1 dan R2 (Ω)
1k
10K
100K 200K
Vo (Vpp)
2
2
1,8
1,6
Dilihat dari tabel diatas, nilai transimpedansi akan berpengaruh ketika nilai R1
± 100kΩ, sehingga nilai penguatannya berkurang. Nilai transimpedansi ketika
R1,R2=100KΩ adalah sebagai berikut.
1
1+ 2
=
1
1+
(4.5)
38
1,8 =
1+
1+
100
100
100
Sehingga nilai Z didapatkan sebesar 900KΩ, dengan cara yang sama dicari nilai
transimpedansi pada saat R1,R2= 200KΩ dan didapatkan nilai Z sebesar 800KΩ
sehingga disimpulkan pada input frekuensi yang sama nilai transimpedansinya sama,
ada perbedaan pada percobaan dikarenakan kekurang telitian pada saat pembacaan
oscilloscope, ketelitian pada pembacaan oscilloscope sangat penting karena sangat
berpengaruh pada perhitungan nilai transimpedansi.
Untuk membuktikan ketergantungan nilai transimpedansi terhadap perubahan
Frekuensi dilakukan percobaan menggunakan rangkaian penguat non-inverting dengan
mengubah-ubah nilai frekuensi masukan, dan hasil percobaannya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3. transimpedansi saat R1 dan R2 =1kΩ
Frek
1k
10k
100K
500k
1M
5M
10M
15M
20M
30M
40M
AV
2
2
2
2
2
2
2
2,4
2,7
3,5
4
Z(Ω)
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
Frek
50M
60M 70M
80M
AV
3
2,5
1,5
0,8
Z(Ω)
∞
∞
3k
666,7
(Hz)
(Hz)
39
Tabel 4.4. transimpedansi saat R1 dan R2 =10kΩ
Frek
1k 10k
100K
500k
1M
5M
10M
15M
20M
30M
40M
AV
2
2
2
2
2
2
2,3
2
2
1,6
1,4
Z(Ω)
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
∞
40k
23,3k
(Hz)
Frek (Hz)
50M 60M
AV
1
0,8
Z(Ω)
10k
6,7k
Tabel 4.5. transimpedansi saat R1 dan R2 =100kΩ
Frek
1k
10k
100K
500k 1M
5M
10M
15M
20M
30M
40M
1,76
1,76
1,76
1,8
1,6
1,5
1,4
1,4
1,2
1
(Hz)
AV
1,8
Z(Ω) 733,3k 733,3k 733,3k 900k 900k 400k 300k 233,3k 233,3k 150k 100k
50M 60M
Frek
(Hz)
AV
0,7
0,5
Z(Ω)
56k
33,3k
Tabel 4.6. transimpedansi saat R1 dan R2 =200kΩ
Frek
1k
10k
100K 500k
1M
5M
10M
15M
20M
30M
40M
1,6
1,6
1,6
1,8
1,36
1,25
1,3
1,3
1
0,8
(Hz)
AV
Z(Ω) 800k 800k 800k
Frek
50M
60M
AV
0,6
0,3
Z(Ω)
85,7k 35,3k
1,72
1,23M 1,8M 425K 333,3k 300k 300k 200k 133,3k
(Hz)
40
Berikut grafik Transimpedansi (Z) terhadap perubahan Frekuensi
transimpedansi Vs frekuensi
2500000
Transimpedansi (ohm)
2000000
1500000
R1,R2=1k
R1,R2=10k
1000000
R1,R2=100k
500000
R1,R2=200k
0
0.1
1
10
100
-500000
1000
10000
100000
frekuensi (KHz)
Gambar 4.3. Grafik frekuensi terhadap transimpedansi
Dilihat
dari grafik dan tabel hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa nilai
transimpedansi akan semakin kecil jika frekuensi masukan diperbesar. Nilai
transimpedansi yang semakin kecil menyebabkan nilai penguatan akan menurun dari
nilai penguatan yang di harapkan, karena nilai transimpedansi yang semakin mendekati
nilai hambatan umpan balik.
Hal ini sesuai dengan teori dimana transimpedansi dari CFA merupakan komponen
kapasitor dan resistor yang diparallelkan dengan persamaan sebagai berikut:
1
| |=
1
+ (2
(4.6)
)
dimana dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai frekuensi
masukan nilai transimpedansi (Z) semakin kecil.
Adanya peningkatan nilai penguatan pada
disebabkan karena ketidakseimbangan op-amp.
41
beberapa nilai frekuensi masukan
4.1.3. Pengukuran tegangan keluaran maksimum
Gambar 4.4. Untai penguat membalik untuk mencari Vomax
Pada gambar 4.4 merupakan penguat membalik dengan persamaan penguatan sesuai
dengan persamaan 2.15.
Dimana nilai Z adalah nilai transimpedansi dan dapat diabaikan karena nilainya
terlalu besar, nilai ini akan berpengaruh jika nilai R1 yang digunakan juga besar
nilainya. Sehingga pada rangkaian gambar 2 nilai penguatannya adalah -10 kali. Vo akan
terjadi clipping ketika nilainya lebih besar dari 24 vpp karena nilai Vcc-nya 12 Volt dan
nilai Veenya -12volt.
Hal ini sesuai dengan hasil praktikum yaitu ketika diberi inputan 2,8Vpp output
seharusnya bernilai -28Vpp namun terpotong pada -24vpp. Berikut gambar sinyal
keluaran.
Gambar 4.5. Sinyal Vomax pada penguat inverting (volt/div=5volt)
42
Gambar 4.6. Untai penguat non-inverting untuk mencari Vomax
Sedangkan pada gambar 4.6. Merupakan penguat non inverting dengan persamaan
penguatan, dengan nilai penguatan sesuai dengan persamaan 2.9.
Selama nilai R1 tidak terlalu besar maka nilai penguatannya sama dengan voltage
feedback op-amp. Yaitu sebesar 11 kali, namun jika tegangan output lebih besar dari
24Vpp maka akan terpotong pada +12 dan -12 sehingga ketika diberi inputan 2,4Vpp
seharusnya keluarannya sebesar 26,4vpp, namun terpotong di 24Vpp berikut gambar
sinyal keluarannya.
Gambar 4.7. Sinyal Vo max pada penguat non- inverting (volt/div=5volt)
43
4.1.4. Pengukuran slew rate
Gambar 4.8. untai untuk mencari nilai slew rate
Pada percobaan mengenai nilai slew rate op-amp dibutuhkan function generator yang
mampu membuat signal kotak sempurna, pada percobaan ini function generator yang
digunakan kurang baik dimana output function generator itu sendiri memiliki nilai slew
rate sebesar 160V/us, sehingga nilai slew rate op-amp tidak dapat diamati, karena opamp masih mampu mengikuti. Jika pada datasheet disebutkan nilai slew rate sebesar
1100V/us, maka dibutuhkan function generator dengan slew rate ±2000V/us. Berikut
hasil percobaan.
Gambar 4.9. Slew rate CFA
Gambar 4.10. Slew rate dalam 1 sumbu
44
4.2. Karakteristik rangkaian dasar Op-amp CFA (penguat membalik, penguat tak
membalik dan penguat penjumlah)
4.2.1. Penguat tak membalik (non-inverting amplifier)
Gambar 4.11. rangkaian penguat non-inverting
Dengan menggunakan R2=2KΩ dan R1=1KΩ didapatkan Vo=3Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.12 Output non inverting ketika R2=2kΩ, R1=1kΩ (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.7. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=2kΩ, R1=1kΩ
Frek
1k
10k
100k 500k 1M
5M
10M
20M
30M 40M 50M 60M
3
3
3
3,1
3,3
3,3
3,2
(Hz)
Av
Av(dB) 9.54 9.54 9.54
3
3
9.54
9.54 9.82 10.37 10.37 10.1
45
3
2,9
2,5
9.54
9.24
7.95
Dengan menggunakan R2=20KΩ dan R1=10KΩ didapatkan Vo=3Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.13. Output non-inverting ketika R2=20KΩ , R1=10kΩ (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.8. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=20kΩ, R1=10kΩ
Frek (Hz)
1k
10k
100k 500k 1M
5M
10M 20M 30M
Av
3
3
3
3,3
2
Av(dB)
9.54 9.54 9.54
3
3
9.54
9.54 10.37 6.02
1,6
1,4
4.08
2,92
Dengan menggunakan R2=200KΩ dan R1=100KΩ didapatkan Vo=2,5Vpp, berikut
gambar sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.14. Output non inverting ketika R2=200kΩ ,R1=100kΩ (volt/div=0,5volt)
46
Tabel 4.9. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=200kΩ, R1=100kΩ
Frek (Hz)
1k
10k
100k 500k 1M
5M
10M 20M 30M
Av
2,5
2,5
2,5
2
Av(dB)
7.95 7.95 7.95
2,5
2,5
1,8
1
0,5
7.95
7.95 6.02 5.1
0
-6.02
Dengan menggunakan R2=1MΩ dan R1=500KΩ didapatkan Vo=1,5Vpp, berikut
gambar sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.15. Output non inverting ketika R2=1MΩ , R1=500kΩ (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.10. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=1MΩ, R1=500kΩ
Frek (Hz)
1k
10k
100k 500k 1M
5M
10M
20M
Av
1,5
1,5
1,5
1,1
0,8
0,3
Av(dB)
3.52 3.52 3.52
1,6
1,4
4.08
2.92 0.83 -1,93
-10,45
dilihat dari hasil praktikum dimana nilai resistansi dibuat agar op-amp memiliki
penguatan sebesar 3 kali namun nilai penguatannya akan turun jika nilai hambatan pada
feedback negatif diperbesar, terbukti ketika nilai R2=200kΩ dan R1=100KΩ Vo menjadi
2,5Vpp. Hal ini terjadi karena adanya transimpedansi (Z) sehingga penggunaan nilai R2
harus diperhatikan. Sesuai dengan penurunan rumus dibawah ini.
Dengan menggabungan persaman (2.5), (2.6), (2.7) untuk mencari nilai
sehingga penurunan rumusnya adalah:
=
−
47
−
−
=
=
−
−
−
−
1
=−
−
1
||
=−
−
+
+
1
||
+
1
||
=
1
+1 +
||
+
||
1
||
+1
||
1
||
⎛
⎜
⎝
×
+1 +
=
=
1
+
+
1
1
1
1
||
1
||
=
1
+1 +
||
1
1
−
−
=−
1
||
−
+
−
−
=
−
−
=−
1
−
−
48
||
+
||
+1
1+
||
||
+1
||
+1
⎞
⎟
⎠
=
⎛
⎜
⎜
1
||
+1
||
⎞
⎟
⎟
1+
⎝
+1
||
⎠
+
||
=
+1
||
+1
1+
+1
||
1+
+1
||
=
×
||
||
+1
+1
1+
||
+1
1+
+1
||
=
(2.8)
1+
||
+1
Karena nilai impedansi output pada buffer input (
) mendekati nol maka rumus
diatas dapat disederhanakan lagi menjadi.
1+
1+
=
=
1+
(2.9)
1+
Karena nilai transimpedansi yang sangat besar (Z) maka
pada perhitungan dapat
dihilangkan sehingga rumus akhirnya adalah.
= 1+
(2.10)
49
- Perkiraan nilai transimpedansi
Ketika nilai R2 diperbesar menjadi 200kΩ, nilai penguatanya berkurang, dimana
hal in disebabkan oleh pengaruh transimpedansi Z, hal ini sesuai dengan persamaan
(2.9) Sehingga setelah diketahui nilai Vout , dapat dicari nilai transimpedansinya yaitu
sebagai berikut.
2,5
1
=
1+
2,5 =
1+
2,5 +
200
1 + 100
(4.7)
200
3
200
500
=3
Sehingga,
=1 Ω
Sedangkan ketika nilai R2= 1MΩ dan R1= 500kΩ
1,5
1
=
1,5 =
1+
1,5 +
1
500 Ω
1 Ω
1+
1+
(4.8)
3
1 Ω
500 Ω
=3
Sehingga,
= 1,5 Ω
50
Dilihat dari kedua perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai
transimpedansi yang berpengaruh pada current feedback op-amp ini adalah sebesar
±1MΩ.
- Respon frekuensi penguat non inverting
Dari hasil percobaan diatas dibuat grafik perubahan nilai penguatan sebagai
berikut:
Tanggapan frekuensi penguat non-inverting
15
10
AV(db)
5
R2=2k dan R1=1k
R2=20k dan R1=10K
0
1
10
100
1000
10000
-5
100000
R2=200k dan R1=100k
R2=1M dan R1=500K
-10
-15
frekuensi (KHz)
Gambar 4.16. Tanggapan frekuensi penguat non-inverting berbasis CFA
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai hambatan umpan
balik maka nilai penguatan akan semakin rentan pada perubahan Frekuensi masukan,
pada penggunaan R1 2kΩ nilai penguatan sesuai dengan yang diharapkan dan mampu
bertahan terhadap perubahan frekuensi masukan.
51
4.2.2. Penguat inverting
Gambar 4.17. rangkaian penguat membalik
Dengan menggunakan R2=2KΩ dan R1=1KΩ didapatkan Vo=-2Vpp, berikut gambar sinyal
Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.18. Output inverting ketika R2=2k dan R1=1k (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.11. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=2kΩ, R1=1kΩ
Frek
1k
10k 100k 500k 1M 5M 10M 20M 30M 40M 50M 60M
(Hz)
Av
-2
-2
-2
-2
-2
-2
-2,3 -2,8 -3,2 -2,9 -1,1 -0,5
Av(dB) 6.02 6.02 6.02 6.02 6.02 6.02 7.23 8.9
10.1 9.24 0.8
-6.02
52
Dengan menggunakan R2=20KΩ dan R1=10KΩ didapatkan Vo=-2Vpp, berikut gambar sinyal
Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.19. Output inverting ketika R2=20k, R1=10k (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.12. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=20kΩ, R1=10kΩ
Frek
(Hz)
Av
1k
10k
100k
500k
1M
5M
10M
20M
30M
-2
-2
-2
-2
-2
-0,9
-0,8
-0,6
-0,3
Av(dB)
6.02
6.02
6.02
6.02
6.02
-0.91
-1.9
-4.43
-10.45
Dengan menggunakan R2=200KΩ dan R1=100KΩ didapatkan Vo=-1,5Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.20. Output inverting ketika R2=200k, R1=100k (volt/div = 0,5)
Tabel 4.13. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=200kΩ, R1=100kΩ
Frek
(Hz)
Av
AV(db)
1k
10k
100k
500k
1M
5M
10M
20M
30M
-1,5
3.5
-1,5
3.5
-1,5
3.5
-0,9
-0.91
-0,5
-6.02
0,2
-13.97
-0,1
-20
-
-
53
Dengan menggunakan R2=1MΩ dan R1=500KΩ didapatkan Vo=-0,75Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.21. Output inverting ketika R2=1M, R1=500k (volt/div = 0,5)
Tabel 4.14. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=1MΩ, R1=500kΩ
Frek (Hz)
Av
Av(db)
1k
-0,75
-2.5
10k
-0,75
-2.5
100k
-0,75
-2.5
500k
-0,5
-6.02
1M
-0,4
-7.95
5M
0,25
-12.04
10M
-0,1
-20
20M
-
30M
-
Pada percobaan penguat membalik juga dipilih nilai resistor penyusunnya agar opamp memilik penguatan sebesar -2kali, nilai penguatannya juga akan turun ketika nilai
R2 diperbesar, hal ini disebabkan adanya transimpedansi pada current feedback opamp,
berikut penurunan rumus yang berlaku pada penguat membalik dengan current feedback
op-amp.
Dengan menggabungkan persamaan (2.11), (2.12), (2.13) untuk mencari
didapatkan penurunan rumus sebagai berikut
−
−
+
=
+
+
+
+
=
−
−
=−
−
54
sehingga
=−
−
1
=−
=−
1
+
(
)
||
1
×
1
||
+
1
1
+1 +
+
+1
=
||
−
1
+1 +
=
||
−
1
1
=
||
−
+
1
||
−
1
+1 +
||
=
−
−
1
=−
−
−
+1
||
+1
⎞
⎟
⎝
=
||
⎛
⎜1 +
+1
⎛
⎜1 +
⎝
55
⎠
||
+1
⎞
⎟
⎠
⎛
= −⎜
⎜
⎞
⎟
⎟
1+
⎝
Karena nilai
+1
||
+1
||
(2.14)
⎠
mendekati nol maka persamaan diatas dapat di sederhanakan
menjadi:
1
=−
1
+
(2.15)
1
Karena nilai transimpedansi Z yang sangat besar sehingga dapat diabaikan dan
persamaannya menjadi
=−
-
(2.16)
Perkiraan nilai transimpedansi
pada percobaan penguat membalik, ketika nilai R2 diperbesar menjadi 200KΩ juga
mengalami penurunan nilai penguatan, penguatan yang seharusnya bernilai -2kali
turun menjadi -1,5kali. Hal ini disebabkan adanya pengaruh nilai transimpedansi yang
dicari dengan menggunakan persamaan (2.15) sebagai berikut
− 1,5
1
1,5
=−
+
1,5
200
1,5
=
1
100
1
1
+ 200
=
1
100
0,5
200
Sehingga,
= 600
Pada saat nilai R2 diubah menjadi 1MΩ penguatannya turun menjadi 0,75 kali dan
nilai transimpedansinya adalah sebagai berikut
56
1
500
=−
1
1
+1
− 0,75
1
0,75
+
0,75
1
=
1
500
0,75
=
1,25
1
Sehingga,
= 600
Perbedaan nilai Z antara percobaan penguat non-inverting dengan penguat
inverting mungkin dikarenakan kesalahan pembacaan osciloscope, karena pada
penguat inverting jika nilai Transimpedansi dianggap 1MΩ nilai Vo pada saat R2-nya
200kΩ(R1=100KΩ) adalah sebesar 1,6667Vpp dan 1Vpp pada saat R2-nya 1MΩ
(R1=500KΩ) hanya berbeda sedikit dengan hasil praktikumnya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa nilai transimpedansi yang berpengaruh pada praktikum ini ±1MΩ.
Respon frekuensi penguat inverting
Tanggapan frekuensi penguat inverting
15
10
5
AV(dB)
-
0
0.1
-5
R2=2k dan R1=1k
1
10
100
1000
10000
100000
R2=20k dan R1=10k
R=200k dan R=100k
-10
R2=1M dan R1=500k
-15
-20
-25
frekuensi (KHz)
Gambar 4.22. Tanggapan frekuensi Penguat Inverting
57
Sama seperti penguat non-inverting, semakin besar nilai hambatan umpan balik
(R2) nilai penguatannya semakin rentan terhadap perubahan frekuensi masukan,
sehingga pemilihan nilai hambatan umpan balik pada penggunaan op-amp current
feedback sangat perlu diperhatikan.
4.2.3. Penguat Penjumlah (summing amplifier)
Pada subtopik ini akan dibuat sebuah penguat penjumlah yang rangkaiannya sesuai
dengan gambar 4.23.
Gambar 4.23 rangakaian penguat penjumlah
Dengan menggunakan R1=1k, R2=1k,R3=1k, maka Vo yang didapatkan sebesar 4Vpp.
Gambar 4.24. Output summing R1=1k, R2=1k,R3=1k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.15. respon frekuensi penguat penjumlah R1=1k, R2=1k,R3=1k
Frekuensi(Hz)
Vo(Vpp)
58
1k
4
1M
4
10M
4
Dengan menggunakan R1=1k, R2=1k,R3=2k, maka Vo yang didapatkan sebesar 8Vpp
Gambar 4.25. Output summing R1=1k, R2=1k,R3=2k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.16. respon frekuensi penguat penjumlah R1=1k, R2=1k,R3=2k
Frekuensi(Hz)
Vo(Vpp)
1k
8
1M
8
10M
7,8
Dengan menggunakan R1=100k, R2=100k,R3=100k, maka Vo yang didapatkan sebesar 3,8Vpp
Gambar 4.26. Output summing R1=100k, R2=100k,R3=100k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.17. respon frekuensi penguat penjumlah R1=100k, R2=100k,R3=100k
Frekuensi(Hz)
Vo(Vpp)
1k 1M
3,8 3,8
59
10M
2
Dengan menggunakan R1=100k, R2=100k,R3=200k, maka Vo yang didapatkan sebesar 6,4Vpp
Gambar 4.27. Output summing R1=100k, R2=100k,R3=200k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.18. respon frekuensi penguat penjumlah R1=100k, R2=100k,R3=200k
Frekuensi(Hz)
Vo(Vpp)
Dengan
menggunakan
1k 1M
6,4 3,8
R1=R2=R3=1kΩ
10M
2
diinginkan
inputan
sebesar
2Vpp
ditambahkan dengan 2vpp dengan penguatan -1kali sehingga hasil yang didapat menurut
= −(
persamaan
)
+
adalah 4Vpp hal ini sesuai dengan hasil praktikum,
ketika R3 diubah menjadi 2kΩ diharapkan nilai Vo dikuatkan 2kali sehingga Vo=8Vpp.
Ketika R1,R2,R3 diubah menjadi 100kΩ nilai Vo mulai mengalami penurunan
menjadi 3,8Vpp hal ini disebabkan adanya pengaruh transimpedansi pada Current
feedback op-amp sesuai dengan penjabaran persamaan dibawah.
−
+
+
−
=
−
=−
(4.9)
(4.10)
=
(4.11)
Dengan memanfaatkan 3 persamaan diatas maka dapat dilakukan perhitungan
sebagai berikut (ZG1=ZG2)
60
−
+
+
+
+
+
−
=
+
+
=
−
−
+
+
+
+
=−
+
=−
−
−
−
1
+
=−
+
=−
+
=−
= −(
+
1
1
||(
||
)
||(
)
1
×
||
1
+
1
+
)
+
)
+1 +
1
||
)
+1 +
+
)
||(
1
1
||(
= −(
||
)
+
)
1
1
||(
= −(
||
1
)
+
+
+1 +
||(
= −(
−
−
||(
−
||
)
+1
||
⎛
⎜1 +
⎝
61
)
+1
||(
||
)
+1
⎞
⎟
⎠
= −(
+
⎛
)⎜
⎜
||(
||
)
+1
1+
⎞
⎟
⎟
(4.12)
+1
||( || )
⎝
⎠
Karena nilai
sangat kecil maka persamaan diatas dapat di sederhanakan
menjadi persamaan (3.1), sedangan karena nilai transimpedansi Z yang sangat besar
sehingga nilainya dapat diabaikan dan persamaannya menjadi persamaan (3.2).
-
perkiraan nilai transimpedansi
Pada saat nilai R3=200KΩ dan R1,R2=100KΩ nilai penguatannya menurun cukup
drastis dimana Vo menjadi 6,4Vpp, nilai transimpedansinya adalah sebagai berikut.
1
100
)
6,4 = −(2
+2
1
1
+ 200
6,4
+
6,4
200
6,4
=
=
4
100
1,6
200
Sehingga,
= 800
4.3. Pembatasan lebar pita pada Op-amp CFA
Pada topik praktikum yang ke-3 ini akan dicari nilai bandwidth/ lebar pita dari current
feedback op-amp dengan menyusun sebuah untai penguat tak membalik seperti pada gambar
4.28.
Gambar 4.28. Penguat tak membalik untuk mencari bandwidth
62
- Ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+15/-15
Gambar 4.29. Bandwidth ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+15/-15
Pada percobaan ini didapatkan nilai bandwidth sebesar 28MHz nilai input yang pada
awalnya diatur sebesar 1Vpp turun menjadi 96mVpp dan outputnya 660mVpp hal ini
dikarenakan function generator yang digunakan dapat menghasilnya sinyal hingga
Frekuensi 150MHz namun amplitudo-nya turun pada frekuensi tinggi.
Nilai GBP-nya
=
= 10 × 28
63
×
≈ 280
- Ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Gambar 4.30. Bandwidth ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Pada percobaan kedua dengan input 98mvpp didapat output sebesar 660mVpp pada
frekuensi 27,52MHz sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai BW-nya menurun ketika
vcc/vee diturunkan.
Nilai Gbp-nya
=
= 10 × 27,52
×
≈ 275,2
- Ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+15/-15
Gambar 4.31. Bandwidth ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+15/-15
64
Pada percobaan ketiga didapat nilai bandwidth sebesar 21,35MHz dengan input 96mvPP
didapatkan output sebesar 720mVpp.
Nilai Gbp-nya
=
×
= 10 × 21,35
≈ 213,5
- Ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Gambar 4.32. Bandwidth ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Dengan input 114mVpp didapatkan output sebesar 720mVpp pada frekuensi 19,8MHz
Nilai Gbp-nya.
=
×
= 10 × 19,8
65
≈ 198
- Ketika Rf=10kΩ, Rg= 1kΩ, Vcc/Vee=+15/-15
Gambar 4.33. Bandwidth ketika Rf=10kΩ, Rg= 1kΩ, Vcc/Vee=+15/-15
Pada percobaan ini nilai bandwidth yang didapat adalah 7MHz, dengan input 1,08Vpp
dan output 7,2Vpp.
Nilai Gbp-nya
=
×
= 10 × 7,2
≈ 70
Dari percobaan topik ke-3 ini dapat diambil kesimpulan bahwa semakin besar nilai Rf
maka nilai bandwidth semakin kecil, sehingga dapat disimpulkan agar op-amp dapat
bekerja pada frekuensi yang tinggi harus diperhatikan penggunaan nilai resistor umpan
balik yang kecil, pada op-amp ini yaitu 1KΩ, selain itu nilai vcc dan vee juga
berpengaruh terhadap nilai bandwidth, semakin kecil nilai Vcc dan Vee bandwidthnya
juga semakin kecil.
66
4.4. Integrator berbasis CFA
4.4.1. Integrator berbasis CFA
Gambar 4.34. Rangkaian integrator berbasis CFA
-
Ketika R1=10kΩ dan C1=10nF dengan nilai masukan sinus 1kHz 1Vpp, outputnya
berupa sinyal cosinus dengan amplitude 1,36Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.35. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=10kΩ dan C1=10nF
dengan nilai masukan sinus 1kHz 1Vpp, berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000πt,
sehingga dengan menggunakan persamaan (3.3) analisa matematisnya adalah sbb:
=−
1
10000 × 10 × 10
= 0,796 cos2000
67
0,5 sin 2000 πt
Dilihat dari hasil praktikum yang didapat yaitu didapatkan sinyal keluaran cosinus
dengan amplitude 1,36Vpp/2 yaitu 0,7Volt. Sehingga dapat disimpulkan percobaan
berhasil.
-
Ketika R1=1kΩ dan C1=100pF dengan nilai masukan sinus 1MHz 1Vpp, outputnya
berupa sinyal cosinus dengan amplitude 1,54Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.36. Sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=100pF
Dengan nilai masukan sinus 1MHz 1Vpp, berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000000πt,
sehingga dengan menggunakan persamaan (3.3) integrator analisa matematisnya
adalah sebagai berikut.
=−
1
1000 × 100 × 10
0,5 sin20 00000πt
= 0,7961 cos2000000
Dari hasil praktikum didapatkan sinyal keluaran cosinus dengan amplitude 1,54Vpp/2
yaitu 0,77volt. Sehingga dapat disimpulkan percobaan sesuai dengan analisa
matematisnya.
68
-
Ketika R1=100Ω dan C1=100pF dengan nilai masukan sinus 5MHz 1Vpp, outputnya
berupa sinyal cosinus dengan amplitude 2,86Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.37. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=100Ω dan C1=100pF
Ketika R1=100Ω dan C1=100pF dengan nilai masukan sinus 5MHz 1Vpp, berarti
nilai Vin-nya adalah 0,5 sin 10000000πt, sehingga dengan menggunakan persamaan
(4.28) analisa matematisnya adalah sebagai berikut.
=−
1
100 × 100 × 10
0,5 sin 10000000 πt
= 1,5923 cos10000000
Sedangkan pada percobaan didapatkan Vout berupa sinyal kosinus dengan amplitudo
2,86Vpp/2 yaitu 1,43volt. Sehingga antara percobaan dan praktikum dapat dikatakan
mendekati.
69
4.4.2. Differensiator berbasis CFA
Gambar 4.38. Rangkaian diferensiator berbasis CFA
-
Ketika R1=1kΩ dan C1=100nF, dengan masukan sinyal sinus 1kHz 1Vpp didapatkan
output sinyal –cosinus dengan amplitude 0,74Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.39. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=100nF
dengan masukan sinyal sinus 1kHz 1Vpp berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000πt,
sehingga
dengan
menggunakan
persamaan
diferensiator
matematisnya adalah sbb:
= − 1000 × 100 × 10
= − 0,314 cos2000
70
(0,5 sin20 00πt)
(3.4)
analisa
Sedangkan pada hasil praktikum didapatkan sinyal cosinus dengan amplitude sebesar
-0,74Vpp/2 yaitu 0,37volt sehingga antara percobaan dan analisa matematis dapat
dikatakan sesuai.
-
Ketika R1=1kΩ dan C1=1nF, dengan masukan sinyal sinus 1MHz 1Vpp didapatkan
output sinyal -cosinus dengan amplitude 7,2Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.40. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=1nF
dengan masukan sinyal sinus 1MHz 1Vpp berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000000πt,
sehingga dengan menggunakan persamaan (3.9) analisa matematisnya adalah sbb:
= − 1000 × 1 × 10
(0,5 sin 2000000 πt)
= − 3,14 cos20 00000
Sedangkan pada hasil praktikum didapatkan sinyal cosinus dengan amplitude sebesar
-7,2Vpp/2 yaitu 3,6volt sehingga antara percobaan dan analisa matematis dapat
dikatakan sesuai.
71
-
Ketika R1=1kΩ dan C1=100pF, dengan masukan sinyal sinus 5MHz 1Vpp
didapatkan output sinyal -cosinus dengan amplitude 5,36Vpp sesuai dengan gambar
dibawah:
Gambar 4.41. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=100pF
Ketika R1=1kΩ dan C1=100pF, dengan masukan sinyal sinus 5MHz 1Vpp berarti
nilai Vin adalah 0,5 sin 10000000πt, sehingga dengan menggunakan persamaan
(4.29) analisa matematisnya adalah sbb:
= − 1000 × 100 × 10
(0,5 sin10 000000πt)
= − 1,57 cos10000000
Sedangkan pada hasil praktikum didapatkan sinyal cosinus dengan amplitude sebesar
-5,36Vpp/2 yaitu 2,68volt. Adanya perbedaan nilai amplitudo ini dimungkinkan
karena ketidakstabilan op-amp.
Pemasangan resistor R2 pada rangkaian integrator dan diferensiator adalah untuk
mencegah kapasitor melakukan pengosongan secara langsung. Karena jika tidak diberi
resistor R2 kapasitor terhubung langsung dengan output buffer input non- inverting yang
bernilai ground, karena kaki non inverting terhubung pada ground. hal ini sesuai dengan
gambar internal CFA.
72
4.5. Respon Transien pada Op-amp CFA
Gambar 4.42. Untai penguat tak membalik untuk mencari stabilitas CFA
-
Dengan input kotak 15Vpp , R1dan R2=1kΩ
Didapatkan nilai
=
× 100% = 46,6667% ,tp=20ns ,Td=50ns.
Dengan gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 4.43. stabilitas saat R1dan R2=1kΩ
- Dengan input kotak 15Vpp, R1dan R2=10kΩ
Hasilnya menyerupai kondisi rangkaian RLC overdamped sehingga dapat dikatakan
lebih stabil. Berikut gambar sinyalnya:
Gambar 4.44. stabilitas saat R1dan R2=10kΩ
73
-
Dengan input kotak 15Vpp , R1dan R2=5kΩ
Didapatkan nilai
=
× 100% = 13.3333% ,tp=10ns ,Td=60ns.
Dengan gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 4.45. stabilitas saat R1dan R2=5kΩ
-
Dengan input kotak 15Vpp , R1dan R2=500Ω
Didapatkan nilai
=
× 100% = 53.3333% ,tp=20ns ,Td=50ns.
Dengan gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 4.46. stabilitas saat R1dan R2=500Ω
74
-
Dari percobaan pertama dicari persamaan orde dua yang berlaku pada op-amp current
feedback sebagai berikut:
=
(3.5)
46,6666 =
46,666 =
14,76 =
−
1−
1−
Sehingga didapatkan:
= 0,59
Kemudian dengan menggunakan persamaan waktu puncak:
=
⍵
(3.6)
1−
20 × 10
=
20 × 10
=
3.14
⍵
1 − 0,59
3.14
⍵ × 0,63
Sehingga didapatkan:
⍵ = 247,15 × 10
75
Kemudian dengan menggunakan persamaan frekuensi alamiah teredam:
2
=
⍵
2
50 × 10
−
=
(3.8)
(247,15 × 10 ) −
Sehingga didapatkan :
= 214,5 × 10
Dari hasil yang didapatkan, bisa dilihat bahwa nilai α<⍵o sehingga system dalam
kondisi underdamped, dari nilai α dan⍵o dicari nilai R L C-nya dengan menggunakan
persamaan damping factor dan frekuensi alamiah teredam serta memisalkan nilai
L=1µH, berikut perhitungannya:
=
(3.9)
214,5 × 10 =
1µH
Sehingga didapat R=214,5Ω
⍵ =
1
(3.10)
√
247,15 × 10 =
Sehingga didapatkan C=16,371pF
76
1
1µH ×
Dengan nilai R,Ldan C yang diperoleh sehingga dapat dicari persamaan orde dua-nya
sebagai berikut:
=
=
1
(1µH × 16,371pF) + 1µH × 214,5Ω + 1
(16,371 × 10
1
) + (214,5 × 10
(4.13)
(4.14)
+ 1)
Dengan nilai R L dan C yang didapat, kemudian dilakukan percobaan pada circuit
maker sebagai berikut
Gambar 4.47. Rangkaian RLC seri ada circuit maker
Gambar 4.48. hasil simulasi rangkaian RLC pada circuit maker
Dari percobaan pada circuit maker juga diperoleh nilai
=
× 100% =
46,6667% ,tp=20ns ,Td=50ns. Sehingga dapat dikatakan sesuai antara teori dengan
praktikum.
77
Dari hasil praktikum ketika nilai resistor diubah2 dapat diambil kesimpulan
semakin besar nilai Resistor umpan balik maka performa current feedback op-amp
semakin stabil. Namun harus diingat bahwa penggunaan nilai resistor umpan balik
yang besar akan memperkecil nilai bandwidth. [4]
4.6. Penguat selisih dan penguat instrumentasi berbasis op-amp CFA
4.6.1. Penguat selisih (differential amplifier)
Rangkaian penguat selisih (differential amplifier) yang disusun pada percobaan ini
dapat dilihat pada gambar 4.49.
Gambar 4.49. rangkaian penguat selisih (differential amp)
Pada percobaan pertama ini di susun sebuah rangkaian penguat selisih dengan
tegangan input V1 berupa sinyal sinus 1Vpp 1KHz kemudian dilakukan pembagi
tegangan oleh R5 dan R6 untuk mendapatkan nilai sebesar 0,5Vpp sebagai Vi2.
Dengan menggunakan prinsip superposisi persamaan yang berlaku pada rangkaian
diatas adalah sebagai berikut:
 Diasumsikan V2=0 maka rangkaian berlaku sebagai penguat inverting
78
(1) = −
1
1
1
1
+ 2
×
1
(4.15)
 Diasumsikan V1=0 maka rangkaian berlaku sebagai penguat non-inverting
2
1+
4
1
(2) = 2
(4.16)
3+ 4 1+ 2

Sehingga
=
(1) + (2)
1
1 × 1 +
= −
1
1
+ 2



(4.17)
2
4
3+ 4
2
1+ 1
2
1+
Karena nilai transimpedansi (Z) yang besar maka
4
1+ 2
2
+ 2
=− 1
3+ 4
1
1
Karena nilai R1=R3 dan R2=R4 maka
2
= 2− 1
1
(4.18)
(4.19)
(4.20)
Berikut hasil percobaan ketika R1,R3= 1kΩ dan R2,R4 = 1KΩ
dengan input Vi1= 1Vpp dan Vi2=0,5Vpp Vo = -540Vpp, hal ini ditunjukan oleh
gambar dibawah
Gambar 4.50 Vi1 dan Vo diff amp saat R1,R3= 1kΩ dan R2,R4 = 1KΩ
79
Gambar 4.51 Vi2 dan Vo diff amp saat R1,R3= 1kΩ dan R2,R4 = 1KΩ
Secara perhitungan nilai vo seharusnya adalah sebagai berikut:
= 0,5
−1
1
1
≈ − 0,5
Jika dibandingkan antara perhitungan dengan hasil praktikum cukup mendekati
sehingga dapat dianggap bahwa op-amp current feedback dapat bekerja dengan
baik sebagai penguat selisih.
80

Berikut hasil praktikum Ketika R1,R3=100 dan R2,R4=1K
Dari percobaan kedua ini dengan Vi1=1,16Vpp dan Vi2=0,54Vpp diperoleh Vo =
-6,08Vpp, hal ini sesuai dengan gambar dibawah ini:
Gambar 4.52 Vi1 dan Vo diff amp saat R1,R3= 100Ω dan R2,R4 = 1KΩ
Gambar 4.53 Vi2 dan Vo diff amp saat R1,R3= 100Ω dan R2,R4 = 1KΩ
Secara matematis nilai Vo seharusnya adalah sebagai berikut:
= 0,54
− 1,16
1
100
≈ − 6,2
Jika dibandingkan antara hasil percobaan dengan perhitungan matematis hasilnya
mendekati sehingga dianggap percobaan berhasil.
81

Ketika R1,R3=10K dan R2,R4=100K
Dari percobaan ketiga dengan Vi1 1Vpp dan Vi2=0,5Vpp didapatkan Vo= 4,16
Vpp sesuai dengan gambar dibawah ini
Gambar 4.54 Vi1 dan Vo diff amp saat R1,R3= 100Ω dan R2,R4 = 1KΩ
Gambar 4.55 Vi2 dan Vo diff amp saat R1,R3= 100Ω dan R2,R4 = 1KΩ
Secara matematis nilai Vo seharusnya adalah sebagai berikut:
= 0,5
−1
100
10
≈ −5
Pada percobaan kali ini ada perbedaan yang cukup jauh antara peritungan dengan
hasil percobaan hal ini disebabkan nilai R1 yang cukup besar sehingga
transimpdansi berpengaruh pada hasil keluaran.
82
4.6.2. Penguat instrumentasi berbasis CFA
Rangkaian penguat instrumentasi yang dilakukan pada percobaan ini dapat dilihat pada
gambar 4.56
Gambar 4.56. Rangkaian Penguat Instrumentasi
Untuk penguat instrumentasi persamaan yang berlaku pada rangkaian tersebut adalah
sebagai berikut:

Untuk mencari Vo1 dengan prinsip superposisi didapatkan persamaan:
7
1+ 8
1=
×
7
1+
1 −
1
8
1
1
+ 7
×
2
(4.21)
Karena nilai Z yang sangat besar , persamaan menjadi
1=

1+
7
×
8
1 −
7
×
8
2
Untuk mencari Vo2 dengan prinsip superposisi didapatkan persamaan
83
(4.22)
7
1+ 8
2=
×
7
1+
2 −
1
8
1
1
+ 7
×
1
(4.23)
Karena nilai Z yang sangat besar, persamaan menjadi
2=

1+
7
×
8
2 −
7
×
8
1
(4.24)
Untuk nilai Vo menggunakan persamaan penguat selisih dengan Vo1 dan Vo2
sebagai tegangan inputnya
=
2−
1
2
1
(4.25)
Jadi rangkaian diatas jika diberi nilai Vi1=1Vpp dan Vi2=0,5Vpp maka nilai Vo1 Vo2
dan Vo-nya secara matematis adalah sebagai berikut:
1=
2=
1+
1
1
1+
=0
−
1
1
× 0,5 = 1,5
× 0,5 −
1
1
×1 =0
×1
1
1
− 1,5
1
1
= − 1,5
Sedangkan pada percobaan Vo1=1 ,5Vpp ; Vo2=0,1vpp ;Vo=1,5Vpp ditunjukan pada
gambar dibawah ini.
84
Gambar 4.57. Vo1 penguat instrumentasi (volt/div=0,5v)
Gambar 4.58. Vo2 penguat instrumentasi (volt/div=0,1)
Gambar 4.59. Vo akir penguat instrumentasi (volt/div=0,5)
85
4.7. Tapis-Tapis Aktif Berbasis Op-amp CFA
4.7.1. Low Pass Filter orde 1
Dalam melakukan percobaan mengenai LPF orde 1 disusun rangkaian seperti pada
gambar 4.60
Gambar 4.60. Rangkaian low pass filter orde 1

Dengan Ra dan Rb= 1kΩ, R1=1kΩ, C1=100pF
Tabel 4.19 respon frekuensi Low Pass Filter orde 1 Dengan Ra dan Rb= 1kΩ, R1=1kΩ, C1=100pF
Frek (Hz)
1k
10k
50k
100k 500k 600k 800K 1M
Av
2
2
2
2
Av(dB)
6.02 6.02 6.02 6.02
1,5M 2M
3M
4M
5M
1,92
1,86
1,8
1,68 1,46
1,26 0,9
0,8
0,6
5.6
5.3
5.14
4.5
2
-1.93
-4.43
3.28
-0.91
Fc/frekuensi penggal pada percobaan ini adalah 1,6MHz dengan Vout 1,4Vpp

Dengan Ra dan Rb= 100kΩ, R1=1kΩ, C1=100pF
Tabel 4.20. respon frekuensi Low Pass Filter orde 1 Dengan Ra dan Rb= 100kΩ, R1=1kΩ, C1=100pF
Frek (Hz)
1k
10k
50k
100k 500k 600k 800K 1M
Av
1.76 1.76 1.76 1.76
1.74
1.72
1.64
Av(dB)
4.91 4.91 4.91 4.91
4.81
4.71
4.29
1,5M 2M
3M
4M
5M
1.56 1.3
1.08 0.7
0.5
0.3
3.86 2.27
0.66 -3.1
-6.02
-10.45
Fc/frekuensi penggal pada percobaan ini adalah 1,6MHz dengan Vout 1,24Vpp
Analisa matematis
Pada percobaan lowpass filter orde satu ini digunakan R1=1kΩ dan C1=100pF
sehingga nilai frekuensi penggal (Fc) secara matematisnya adalah sbb:
86
⍵ =2
=
1
1 1
(4.26)
=
1
2 1 1
=
1
2 1000 × 100 × 10
(4.27)
= 1,5923
(4.28)
Sedangkan pada percobaan nilai frekuensi penggal yang didapatkan baik pada
penggunaan Ra,Rb=1kΩ maupun Ra,Rb=100kΩ adalah 1,6MHz sehingga percobaan
dikatakan sesuai dengan analisis matematis. Ketika penggunaan Ra,Rb=100kΩ terjadi
penurunan nilai penguatan disebabkan oleh pengaruh transimpedansi (Z). berikut
grafik lowpass filter orde 1.
Lpf orde 1
8
6
4
2
Av(db)
0
-2 1
10
100
1000
10000
Ra dan Rb= 100K
-4
-6
-8
-10
-12
Ra dan Rb =1k
frekuensi (Khz)
gambar 4.61. Tanggapan Frekuensi Lpf orde 1 Berbasis CFA
87
4.7.2. High Pass Filter orde 1
Dalam melakukan percobaan mengenai HPF orde 1 disusun rangkaian seperti pada
gambar 4.62
Gambar 4.62. Rangkaian low pass filter orde 1

Dengan Ra dan Rb= 1kΩ, R1=1kΩ, C1=10nF
Tabel 4.21. respon frekuensi High Pass Filter orde 1 Dengan Ra dan Rb= 1kΩ, R1=1kΩ, C1=10nF
Frek
(Hz)
Av
Av(dB)
1k
10k
50k
100k 500k 600k 800K 1M
0.2
-13.97
1.2 2
2
1.58 6.02 6.02
2
6.02
2
6.02
2
6.02
1,5M 2M
2.2 2.2
6.84 6.84
3M
4M
5M
2.2 2.2 2.2 2.2
6.84 6.84 6.84 6.84
Fc/ frekuensi penggal didapatkan pada frekuensi 16KHz dengan Vout 1,6Vpp

Dengan Ra dan Rb= 100kΩ, R1=1kΩ, C1=10nF
Tabel 4.22. respon frekuensi High Pass Filter orde 1 Dengan Ra dan Rb= 100kΩ, R1=1kΩ, C1=10nF
Frek
(Hz)
Av
Av(dB)
1k
10k
50k
100k 500k 600k 800K 1M
0.2
-13.97
1.1
0.83
1.84 1.84
5.29 5.29
1.84
5.29
1.84
5.29
1.8
5.1
1.68
4.5
1,5M
2M
3M
4M
5M
1.68
4.5
1.6
4.08
1.5
3.52
1.4
2.92
1.3
2.27
Fc/ frekuensi penggal didapatkan pada frekuensi 16KHz dengan Vout 1,6Vpp
Analsia matematsi
Pada percobaan highpass fitler orde 1 n
i idigunakan nial iR1=1kΩ dan nial iC1=10nF,
sehingga nial ifrekuensipenggal(Fc) secara matematsi adalah sebagaiberikut:
⍵ =2
=
1
1 1
(4.29)
88
=
1
2 1 1
=
1
2 1000 × 10 × 10
(4.30)
= 15,923
(4.31)
Sedangkan pada percobaan nilai frekuensi penggal yang didapatkan baik pada penggunaan
Ra,Rb=1kΩ maupun Ra,Rb=100kΩ adalah 16KHz sehingga percobaan dikatakan sesuai
dengan analsisi matematsi. Ketk
i a penggunaan Ra,Rb=100kΩ terjadipenurunan nial i
penguatan disebabkan oleh pengaruh transimpedansi(Z). berikutgrafik highpass fitler
orde 1.
Hpf orde 1
10
5
Av(dB)
0
1
10
100
1000
10000
Ra dan Rb 1k
-5
Ra dan Rb 100k
-10
-15
-20
frekuensi (kHz)
Gambar 4.63. Tanggapan frekuensi Hpf orde 1 berbasis CFA
89
4.7.3. Low pass filter orde 2
Dalam melakukan percobaan mengenai LPF orde 2 disusun rangkaian seperti pada
gambar 4.64
Gambar 4.64. rangkaian low pass filter orde 2

Dengan Ra,Rb=1kΩ; R1,R2=1kΩ dan C1,C2=100pF
Tabel 4.23. respon frekuensi low Pass Filter orde 2 Dengan Ra,Rb=1kΩ; R1,R2=1kΩ dan C1,C2=100pF
Frek (Hz)
Av
Av(dB)
1k
2
6.02
10k 50k 100k 500k 600k 800K 1M 1,5M 2M 3M
2
2
2
2.2
2.28 2.3
2.4 2
1.4 0.72
6.02 6.02 6.02 6.84 7.1
7.23 7.6 6.02 2.92 -2.85
4M
0.5
-6.02
5M
0.4
-7.95
Nilai Vomaks=2.4Vpp
Fc/frekuensi penggal= 1,7MHz dengan Vout 1.7Vpp

Dengan Ra,Rb=100kΩ; R1,R2=1kΩ dan C1,C2=100pF
Tabel 4.24. respon frekuensi low Pass Filter orde 2 Dengan Ra,Rb=100kΩ; R1,R2=1kΩ dan C1,C2=100pF
Frek (Hz)
Av
Av(dB)
1k
1.8
5.1
10k
1.8
5.1
50k
1.9
5.6
100k 500k 600k 800K 1M 1,5M 2M
1.9
2
2
2.2
2.2 1.72 1
5.6
6.02 6.02 6.84 6.84 4.71 0
3M
4M
0.4
0.2
-7.95 -13.9
Nilai Vomaks= 2.2Vpp
Fc/frekuensi penggal= 1,65MHz dengan Vout 1.5Vpp
Analisis matematis
Pada lowpass filter orde 2 persamaan yang berlaku adalah sebagai berikut:
90
5M
0.1
-20
( )=
(
1+
)+
+
′
=
(1 − ) +
+
⍵
(4.32)
+⍵
Dari persamaan diatas, frekuensi penggalnya adalah sebagai berikut:
⍵
1
=
(4.33)
1
⍵ =
(4.34)
karena R1=R2 dan C3=C4 maka persamaannya menjadi:
2
1
=
(4.35)
Sehingga pada percobaan dengan nilai R1=1kΩ dan C1=100pF, frekuensi
penggalnya:
1
2 × 1000 × 100 × 10
≈ 1,5923
Dari hasil percobaaan didapatkan nilai frekuensi penggal pada 1,7MHz dan 1,65MHz
sehingga hasilnya mendekati hasil perhitungan dan dapat dikatakan sesuai.
Sedangkan untuk mencari factor kualitas (Qp) persamaannya adalah sebagai berikut:
⍵
=
(
)+
+
⍵
1
=
(
1
+
=
)
(1 − )
=
(
+
×
)
(4.36)
+
+
1 +
91
+
(1 − )
(1 − )
×
(1 − )
1
1
=
+
(1 − )
+
1
=
1
+
(4.37)
(1 − )
+
Karena R1=R2 dan C3=C4, maka
=
1
√1 + √1 + √1(1 − )
Sedangkan K=1 +
1
=
3−
≈
1
3−
(4.38)
, jadi:
≈
1
ℎ
√2
(4.39)
Pada praktikum nilai Ra=Rb yaitu 1k sehingga faktor kualtasnya adalah 0,5 dimana
nilai ini kurang dari 0,707 sehingga grafik respon frekuensi yang diperoleh sebagai
berikut:
Lpf orde 2
10
5
Av(dB)
0
-5
1
10
100
1000
10000
Ra dan Rb 1k
-10
Ra dan Rb 100k
-15
-20
-25
frek (kHz)
Gambar 4.65. tanggapan frekuensi Lpf orde 2 berbasis CFA
92
Dilihat dari grafiknya, karena nilai faktor kualitas kurang dari 0,707 terjadi
peningkatan nilai penguatan sebelum akirnya nilai penguatan turun drastis, peristiwa
ini disebut dengan underdamped . hal ini sesuai dengan teori low pass filter orde 2
yang ditunjukan pada grafik dibawah [9]:
Gambar 4.66. factor kualitas Lpf orde 2
Pada penggunaan R1dan R2= 100K nilai penguatannya turun dari dua kali hal ini
dikarenakan adanya pengaruh transimpedansi (Z).
4.7.4. High pass filter orde 2
Dalam melakukan percobaan mengenai HPF orde 2 disusun rangkaian seperti pada
gambar 4.67
Gambar 4.67. rangkaian high pass filter orde 2

Dengan Ra,Rb=1kΩ; R1,R2=1kΩ dan C1,C2=100pF
93
Tabel 4.25. respon frekuensi high Pass Filter orde 2 Dengan Ra,Rb=1kΩ; R1,R2=1kΩ dan C1,C2=100pF
Frek (Hz)
Av
Av(dB)
100k 500k
0.05 0.2
-26
-13.9
1M
1
0
1.5M 2M
1.54 2.2
3.75 6.84
3M
2.2
6.84
4M
2.3
7.23
6M
2.4
7.6
7M
2
6.02
8M 9M 10M
2
2
2
6.02 6.02 6.02
Vout maskimum adalah 2.4Vpp
Fc/ frekuensi penggal adalah 1.6MHz dengan output 1.7Vpp

Dengan Ra,Rb=100kΩ; R1,R2=1kΩ dan C1,C2=100pF
Tabel 4.26. respon frekuensi high Pass Filter orde 2 Dengan Ra,Rb=100kΩ; R1,R2=1kΩ dan
C1,C2=100pF
Frek (Hz)
Av
Av(dB)
100k 500k
0.05 0.2
-26
-13.9
1M
1
0
1.5M 2M
1.1
1.6
0.82 4.08
3M
2
6.02
4M
1.6
4.08
6M
1.4
2.9
7M
1.2
1.58
8M 9M 10M
1.1 1.1 1.1
0.82 0.82 0.82
Vout maksimum adalah 1,6Vpp
Fc/Frekuensi penggalnya adalah 1.6MHz dengan output 1,12Vpp
Analisis matematis
Pada Highpass filter orde 2 persamaan yang berlaku adalah sebagai berikut:
( )=
+
1
+
1
+
1
(1 − ) +
1
′
=
+
⍵
(4.40)
+⍵
Dari persamaan (4.40) diatas, frekuensi penggalnya adalah sebagai berikut:
⍵
1
=
(4.41)
1
⍵ =
(4.42)
karena R1=R2 dan C1=C2 maka persamaannya menjadi:
2
=
1
(4.43)
94
Sehingga pada percobaan dengan nilai R1=1kΩ dan C1=100pF, frekuensi
penggalnya:
1
2 × 1000 × 100 × 10
≈ 1,5923
Dari hasil percobaaan didapatkan nilai frekuensi penggal pada 1,6MHz sehingga
hasilnya mendekati hasil perhitungan dan dapat dikatakan sesuai.
Sedangkan untuk mencari factor kualitas (Qp) persamaannya adalah sebagai berikut:
⍵
1
=
1
1
1
+
1
=
=
+
+
(
1
)
=
1
1
(1 − )
+
+
(
+
1
(4.44)
(1 − )
)
+
+
)
(1 − )
(1 − )
+
1
=
(
(4.45)
(1 − )
+
Karena R1=R2 dan C1=C2, maka
=
1
√1 + √1 + √1(1 − )
Sedangkan K=1 +
1
=
3−
≈
1
3−
(4.46)
, jadi:
≈
1
ℎ
√2
95
(4.47)
Pada praktikum nilai Ra=Rb yaitu 1k sehingga factor kualtasnya adalah 0,5 dimana
nilai ini kurang dari 0,707 sehingga grafik respon frekuensi yang diperoleh sebagai
berikut:
Hpf orde 2
10
5
Av (db)
0
-5 1
10
100
-10
Ra dan Rb 1k
-15
Ra dan Rb 100k
-20
-25
-30
frek (x100KHz)
Gambar 4.68. respon frekuensi Hpf orde 2
Sama seperti percobaan low pass filter orde 2, percobaan high pass filter ini
mengalami underdamped, pada penggunaan Ra dan Rb 100K nilai penguatan kembali
turun pada Frekuensi 1,6MHz disebabkan karena respon frekuensi dari op-amp
current feedback, dimana semakin besar nilai hambatan umpan balik, op-amp CFA
semakin rentan pada perubahan Frekuensi masukan.
96
4.8. Penguat Photocurrent berbasis op-amp CFA
Untai penguat Photocurrent yang dilakukan pada percobaan ini dapat dilihat pada gambar
4.69
Gambar 4.69. rangkaian penguat photocurrent
-
Pada saat nilai Cf= 100pF
Input = 1Vpp, dioffset sebesar 2,3V
Output teroffset 6,3V
Tabel 4.27. respon frekuensi penguat photocurrent dengan cf=100pF
Freq(Hz) 1k
5k
10k
Vout
10,2 10,2 10,2
(Vpp)
-
20k
10,2
30k
10
40k
10
50k
10
100k
9
200k
6,48
500k
3
1M 2M
1,48 0,8
Pada saat nilai Cf=50pF
Input=1Vpp,dioffset sebesar 2,6
Output teroffset 6,4V
Tabel 4.28. respon frekuensi penguat photocurrent dengan cf=50pF
Freq(Hz) 1k
5k
10k
Vout
10,2 10,2 10,2
(Vpp)
20k
10,2
30k
10
97
40k
10
50k
10
100k
9
200k
6,48
500k
3
1M 2M
1,48 0,8
Persamaan yang berlaku pada penggunaan CFA sebagai penguat Photocurrent
atau penguat transimpedansi adalah sebagai berikut
Gambar 4.70. untai internal penguat photocurrent
Ip adalah arus yang dihasilkan oleh photodiode, sehingga persamaan yang berlaku
pada persamaan diatas adalah sebagai berikut:
+
−
=
(4.48)
=−
(4.49)
=
(4.50)
Jika ketiga persamaan diatas digabungkan untuk mencari nilai Vout maka
penurunan rumusnya adalah sebagai berikut:
−
=
−
−
=−
−
=
=
−
−
−
+
(4.51)
Karena nilai ZB yang sangat kecil sehingga bias dianggap 0
98
−
1
=−
+
1
+0
(4.52)
Karena nilai Z yang terlalu besar maka nilai 1/Z dapat dianggap 0 sehingga,
=
×
=
×
(4.53)
=
Dimana,
sehingga:
1+
(4.54)
Dipasangnya kapasitor Cf pada rangkaian membuat rangkaian menjadi sebuah
Low pass filter, hal ini untuk menjaga dari terjadinya noise pada tegangan keluaran,
sehingga nilai kapasitor Cf dipilih nilai yang kecil agar op-amp CFA dapat bekerja
pada frekuensi yang tinggi.
Jika cari nilai frekuensi penggalnya ketika menggunakan nilai Cf=100pf, dengan
rumus
=
didapatkan frekuensi penggal sebesar 3,2 MHz dan pada saat
menggunakan Cf= 50pF frekuensi penggalnya adalah 6,4MHz.
Namun pada percobaan nilai amplitude tegangan keluaran mulai turun ketika
frekuensi masukan sebesar 100KHz baik pada penggunaan 100pF maupun 50pF, hal
ini disebabkan oleh komponen penyusun dari photodiode tersebut, dimana terdapat
kapasitor yang tersusun dalam photodiode [11] sehingga membentuk sebuah low
pass filter dengan frekuensi penggal tertentu, berikut gambar komponen penyusun
dari diode.
99
Gambar 4.71 rangkaian penyusun photodioda
Sehingga penggantian nilai kapasitor Cf tidak begitu berpengaruh pada hasil
praktikum, kecuali kapasitor nilainya diperbesar lagi.
Pada rangkaian nilai Vbias diberi nilai Vee/-15Volt, karena jika diberi +15
keluaran menjadi DC 15 Volt, hal ini disebabkan oleh peletakan photodiode yang
terbalik, jika Vbias 15Volt nilai katoda lebih besar dari anoda, sehingga diode tidak
dapat menghantarkan arus
Nilai penguatan yang dihasilkan oleh rangkaian jika dibandingkan dengan V1
adalah sebesar 10 kali, sehingga dapat disimpulkan bahwa rangkaian bekerja dengan
baik
100
Download