BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Program pembelajaran untuk pengunjung siswa SD di Museum Dirgantara Mandala yang semula cenderung konvensional dicoba untuk diubah dengan menerapkan konsep belajar kolaboratif. Dalam konsep ini, siswa dapat saling berdiskusi dan berkolaborasi dalam kelompok kecil bersama mitra belajar mereka. Mitra belajar dapat mencakup orang tua, guru, teman sebaya, maupun orang-orang terdekat. Rancangan program pembelajaran kolaboratif yang disusun untuk museum ini terdiri atas berbagai macam aktivitas yang dapat merangsang siswa untuk belajar secara aktif. Perancangan program disesuaikan dengan konsepkonsep dasar sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya yakni karakteristik, tahap perkembangan, dan minat siswa SD pada umumnya. Program pembelajaran kolaboratif untuk pengunjung siswa SD di Museum Dirgantara Mandala dirancang agar siswa dapat mengembangkan kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif. Rancangan program-program edukasi sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab IV dibuat berdasarkan konsep edutainment (belajar sembari bermain). Dengan konsep tersebut, siswa dapat belajar dengan cara yang menyenangkan karena bermain merupakan kegiatan yang umumnya disukai anak. Contohnya permainan keterampilan seperti menyusun puzzle menjadi gambar salah satu koleksi museum, penggunaan simulasi menerbangkan pesawat, TTS berhadiah, 143 dan game cara kerja pesawat terbang yang dapat diakses melalui internet. Beberapa pertanyaan pada lembar kerja kelompok juga disajikan dalam bentuk permainan seperti sudoku, memecahkan kode, dll. Dalam pelaksanaannya, program-program edukasi tersebut dirancang dengan memanfaatkan beberapa fasilitas yang telah ada di Museum Dirgantara Mandala seperti alat simulator Pesawat P-51 Mustang, mini teater, komputer touchscreen, dan website museum. Materi pembelajaran dalam program-program edukasi ini dikemas dalam berbagai macam bentuk seperti lembar kerja kelompok dengan beberapa soal berbentuk game edukasi dan kartu belajar kelompok. Materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude). Materi pembelajaran dibuat sesingkat dan sepadat mungkin serta mampu menumbuhkan daya kritis siswa. Kemampuan berfikir siswa tersebut meliputi : a. Comparing and Contrasting (kemampuan mengenal persamaan dan perbedaan pada objek yang diamati) b. Identifying and Classifying (kemampuan mengidentifikasi dan mengelompokkan objek yang diamati pada kelompok seharusnya). c. Describing (kemampuan menyampaikan deskripsi secara lisan dan tulisan berkenaan dengan objek yang diamati). d. Counting (kemampuan menghitung benda-benda yang ada di sekitarnya dengan melakukan opersional penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian) e. Multification of classes (kemampuan memisahkan gabungan golongan benda menjadi dimensi yang spesifik) 144 Meskipun hasil evaluasi simulasi penerapan menunjukkan bahwa masih ada kelemahan dari pelaksanaan rancangan program edukasi kolaboratif pada pengunjung siswa SD di Museum Dirgantara Mandala. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa program pembelajaran kolaboratif ternyata lebih bermanfaat diterapkan untuk pengunjung siswa SD di museum tersebut dibandingkan dengan pembelajaran sebelumnya yang cenderung konvensional. Hal ini ditunjukkan dari hal-hal sebagai berikut: 1. Penerapan program pembelajaran kolaboratif bagi pengunjung siswa SD di Museum Dirgantara Mandala dapat memberikan pembelajaran yang lebih bermakna. Setiap siswa sungguh-sungguh memperoleh informasi pengetahuan dari kunjungan museum karena siswa dapat berkolaborasi dalam belajar bersama mitra belajarnya. Baik orang tua, guru, pemandu museum, maupun teman-teman sebaya yang secara akademis lebih kompeten sangat berperan dalam membangun pengetahuan seorang siswa. Selain itu siswa memperoleh pengalaman konkret dalam pembelajaran di Museum Dirgantara Mandala karena ada kegiatan yang dapat mereka lakukan dalam pembelajaran di museum tersebut. 2. Program pembelajaran kolaboratif sangat efektif diterapkan bagi pengunjung siswa SD di Museum Dirgantara Mandala karena semua siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran kelompok melalui kegiatan diskusi untuk menyelesaikan tugas. Sistem belajar dalam kelompok kecil ternyata merupakan cara yang efektif untuk merangsang siswa agar lebih aktif berpikir melalui kegiatan memecahkan soal (problem solving) serta melatih siswa agar mampu 145 berinteraksi, berani berargumentasi, dan bekerja sama dengan baik. Dengan demikian, perilaku bergurau maupun mengganggu siswa lain yang umumnya terjadi selama pelaksanaan kegiatan belajar dapat terminimalisir sehingga pembelajaran menjadi lebih terkontrol. 3. Dengan menerapkan program pembelajaran kolaboratif bagi pengunjung siswa SD di Museum Dirgantara Mandala, siswa menjadi termotivasi dan tidak jemu dalam belajar. Materi pembelajaran kelompok yang disuguhkan dalam bentuk tanya-jawab dan disertai unsur permainan membuat siswa tertantang dalam menyelesaikan tugas yang diberikan sehingga tidak merasa bosan dalam proses pembelajaran. Cara ini dapat menggugah minat siswa untuk mempelajari berbagai hal tentang Museum Dirgantara Mandala maupun dunia kedirgantaraan. Akhirnya selain untuk meningkatkan kualitas edukasi pengunjung tingkat SD di Museum Dirgantara Mandala, penerapan program pembelajaran kolaboratif ini diharapkan dapat menumbuhkan budaya sadar museum. Kunjungan pelajar SD ke Museum Dirgantara Mandala tidak sekedar menjadi kewajiban ataupun rutinitas tahunan sekolah melainkan dapat memberikan manfaat yang nyata bagi para siswa maupun guru. Kunjungan sekolah ke museum bukan akhir dari proses belajar melainkan menjadi bagian dari serangkaian kegiatan belajar siswa. Demikian pula pengunjung siswa SD yang datang bersama orang tuanya akan dapat memperoleh pembelajaran yang bermakna dari kunjungan museum. 146 5.2. Saran 1. Museum Dirgantara Mandala telah memiliki beberapa fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran, yakni berupa mini teater, komputer touchscreen, dan website museum. Agar fasilitas-fasilitas tersebut dapat digunakan tentunya perlu didukung oleh media-media pembelajaran lainnya. Contohnya ialah pembuatan video edukasi serta pemrograman materi edukasi pada komputer touchscreen dan WBE. Dalam realisasi pengadaan media-media tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit. Hal itu di karenakan pengadaan media-media tersebut perlu melibatkan tenaga ahli tertentu. Contohnya untuk mengelola sebuah website pembelajaran, museum harus memiliki staf khusus yang ahli di bidang IT untuk mengelola website tersebut termasuk membuat desain dan meng-up date informasi di dalamnya. Terlebih jika pengadaan suatu media memakan waktu yang lama dan memerlukan teknologi animasi tinggi, tentu biaya yang dikeluarkanpun akan semakin besar. Oleh karena itu, pihak pengelola Museum Dirgantara Mandala dan TNI-AU sebagai pengelola kebijakan sudah seharusnya dapat mengusahakan dana untuk pengadaan media-media pembelajaran tersebut. Misalnya dengan mencari sponsor. Mengenai pembuatan video edukasi dapat menggunakan film yang sudah tersedia yang temanya relevan dengan dunia kedirgantaraan. Film dapat menggunakan produksi dari luar negeri yang telah dimodifikasi pada audionya, misalnya diisi suara dalam Bahasa Indonesia serta diperoleh dengan proses yang legal. 147 2. Efektifnya penerapan program pembelajaran kolaboratif bagi pengunjung siswa SD sangat tergantung dari mitra belajar dewasa seperti orang tua maupun guru. Saat evaluasi materi pembelajaran mengenai Museum Dirgantara Mandala (dilakukan di kelas masing-masing), guru harus aktif mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan untuk siswa kelompok rendah. Apabila tidak, maka hanya siswa dari kelompok menengah dan tinggi yang sungguhsungguh memperoleh pengetahuan dari kunjungan museum. Akibatnya tidak setiap siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna di Museum Dirgantara Mandala. Begitupun dengan orang tua yang menjadi mitra belajar bagi anak. Mereka harus mampu mentransfer informasi pengetahuan dengan baik agar anak dapat memahaminya. Selain itu orang tua juga harus mampu menjadi teladan dan motivator bagi anak dalam belajar, contohnya seperti mengajarkan anak untuk selalu giat dalam belajar sekalipun ketika menghadapi/mengerjakan soal-soal yang rumit, sebaiknya tidak pantang menyerah. 3. Disadari bahwa penelitian ini masih merupakan tahap permulaan sehingga simulasi penerapan rancangan program pembelajaran kolaboratif hanya dilakukan secara terbatas. Oleh karena itu, apabila diinginkan hasil yang lebih maksimal, pihak Museum Dirgantara Mandala dapat memperluas penelitian dengan melakukan simulasi pada lebih banyak responden (pengunjung siswa SD) agar lebih representatif. 148