BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai bagian dari dunia Islam di seluruh dunia, Islam Indonesia
mengalami kebangkitan sejak tahun 1970an (Hefner, 1997:, Tessler & Jesse,
1996). Kebangkitan Islam di Indonesia pada era tersebut berkaitan dengan
praktik agama dan aktivitas sosial dan politik. Salah satu diantaranya adalah
kebangkitan tradisi sufi. Sebelum abad 20 Islam di Indonesia didominasi oleh
aktivitas sufi. Namun setelah itu tradisi sufi menurun, baru pada tahun 1980an
minat terhadap tradisi sufi meningkat lagi. Hal tersebut sama populernya dan
telah dikenal bahwa penyebaran Islam di Jawa dilakukan oleh Wali Songo. Sisi
lain umat Islam banyak penganut faham dari ajaran sufi Imam Ghozali
(Hassbullah & Moeflich, 2000).
Proses perjalanan spiritual seorang sufi dapat dilihat dari kegiatan
dalam
sebuah tarekat. Tarekat berasal dari bahasa Arab yaitu thoriqah.
Thoriqoh memiliki makna jalan atau metode (Ali & Muhdlor, 1996). Seseorang
yang mengikuti tarekat memiliki tujuan untuk mencari mardhotillah (ridho Allah)
sesuai dengan Al-Quran dan hadist. Secara explisit bahwa tarekat merupakan
sebuah proses pendidikan spiritual yang bertujuan untuk mengembalikan
manusia sesuai dengan fitrah dan tugasnya di dunia, yaitu beribadah dan
menjadi kholifah untuk melakukan kebajikan dan meninggalkan yang munkar.
Sejak abad ke-13 M Islam berkembang dengan pesat ke berbagai
wilayah di dunia. Hal ini bersamaan dengan periode perkembangan organisasi
tarekat (Dhofier, 1984). Islam masuk pertama kali di Nusantara bercorak sufi.
2
Islam demikian mudah diterima dan diserap kebudayaan masyarakat setempat
(Sternbrink, 1984). Kaum orientalis berpendapat tasawuf adalah suatu bentuk
budaya yang masuk dalam agama Islam. Pendapat tersebut berseberangan
dengan pendapat sebagian besar umat Islam bahwa tasawuf bersumber dari alQur’an dan Sunah dan berbagai paham (Said, 1983).
Di Indonesia banyak sekali tarekat berkembang dan tersebar di
daerah. Di antara tarekat besar di Indonesia adalah Naqsabandiyah. Baha’AlDin Muhamad Naqsabandi dari daerah yang sekarang menjadi wilayah Rusia
adalah pendiri tarekat tersebut. Tarekat ini pertama berdiri di Asia Tengah,
meluas ke Turki, Suriah, Afghanistan, dan India. Di Asia Tengah Naqsabandiyah
tidak hanya di kota penting, tetapi di perkampungan. Abad ke 10 H/16 M, tarekat
Naqsabandi mencapai India di bawah pimpinan Syekh Ahmad Syirkindi (9721033H/1564-1624 M). Beliau dikenal sebagai mujadid Alfi-Sani pembaharu
milenium kedua (Nasr, 2003).
Tarekat Naqsabandiyah tersebar dari Asia Tengah ke Turki dan negeri
muslim timur. Tarekat Naqsabandiyah didirikan di Bukhoro abad ke 8 H/14 M
oleh Bahaudin yang di panggil Naqsaband. Naqsaband memiliki arti pelukis. Hal
tersebut berkaitan dengan zikir spiritual Naqsabandiyah yang terlukis di hati.
Gambar bermakna garis dalam hati mereka dengan kata yang tidak terucapkan
untuk mensucikan hati (Rahman, 1997).
Fenomena yang menarik terkait terekat Naqsabandiyah dalam sejarah
internasional adalah gerakan revival syekh Naqsabandiyah yang cukup berarti.
Reaksi kaum muslim atas kehadiran kolonial Barat di banyak negara selama
abad ke 13 H/19 M terwujud dalam aktivitas Naqsabandiyah. Gerakan revivalis
di Turki dan Asia barat berutang budi atas dukungan Naqsabandiyah. Sayid
3
Akhmad Syahid (w.1247 H/1831 M) pemimpin gerakan mujahidin di India. Dia
adalah seorang Naqsabandi. Pembaharu Arab terkemuka, Muhamad Rosyid
Ridla
(1282-1354
H/1865-1935
M)
masa
mudanya
menganut
ajaran
Naqsabandiyah. Snouck Hurgronje mencatat pengaruh Naqsabandiyah bahkan
ke Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Sekarang di daerah tersebut menjadi
faktor penting masyarakat muslim di berbagai negara (Nasr, 2003). Maksudnya
bahwa perkembangan tarekat Naqsabandiyah sangat subur dan pengikutnya
tersebar luas tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.
Pengikut tarekat Naqsabandiyah dalam melakukan ajaran spiritual
dengan cara memperbanyak zikir dan meditasi melalui ajaran seorang guru.
Menurut
Mulyati dan Sajaroh (2006) hal tersebut karena pengaruh tulisan
syekh Yusuf yang banyak mengandung ide-ide pentingnya meditasi santri
melalui guru. Hal yang penting lainnya adalah kepatuhan seorang santri
kepada syekh tidak dapat ditawar lagi. Nasihat-nasihat tersebut juga dilakukan
oleh tokoh-tokoh tarekat Naqsabandiyah seperti Ibnu al-Arabi, Junaid alBagdadi, Dzu al-Nun al-Mishri, Abdul Qodir al-Jaelani dan Bahaudin
Naqsabandi.
Naqsabandiyah tersebar di India, Cina dan kepulauan Indonesia.
Tarekat ini melarang zikir berlebihan dengan tarian dan musik. Di India tarekat
ini dikenalkan Baqi Billah abad ke 10 H/ 16 M. Selanjutnya di lanjutkan muridnya
yang berpengaruh yaitu Ahmad Sirkindi. Ahmad Sirkindi di India dikenal dengan
pembaharu milineum kedua. Dia memimpin kampanye pemurnian sufisme di
India dengan menolak mistisisme pantheistis Ibnu al-Arabi (Rahman, 1997).
Tokoh terkenal yang berada di Delhi adalah kholifah kepala dari Mirza
yaitu Syekh ’Abdallah. Di India dia dikenal dengan gelar sufinya Syah Ghulam
4
Ali. Kemashurannya sangat luar biasa sehingga banyak murid berdatangan dari
seluruh India, Afghanistan dan Asia Tengah (Bukhoro, Samarqand, Tasykent).
Murid yang paling terkenal diantara muridnya adalah murid yang datang dari
negeri paling jauh yaitu Kurdistan. Dia bernama Kholid Dhiya Al-Din. Selanjutnya
dia dikenal dengan nama Maulana Kholid atau Kholid al-Kurdi. Dia memiliki
kharisma yang tinggi. Dengan sendirinya, tarekat Naqsabandiyah berkembang
pesat. Selanjutnya pengikut tarekat Naqsabandiyah menisbatkan nama Maulana
Kholid.
Tarekat tersebut selanjutnya dikenal dengan tarekat Naqsabandiyah
Kholidiyah (Bruinessen, 1992).
Bukti yang lain adalah berkembang pesatnya tarekat Naqsabandiyah
diberbagai wilayah. Menurut Bahaudin Muhamad Naqsaband bahwa pertama
kali tarekat masuk di Asia Tengah kemudian meluas ke Turki, Suriah,
Afghanistan dan India. Menurut Kaisar Jahangir bahwa murid-murid tarekat
tersebar di setiap kota kecil dan kota besar diseluruh penjuru kekaisaran
Mughal. Maulana Kholid Kurdi mengirim muridnya untuk menyebarkan tarekat
Naqsabandiyah diberbagai benua baik skala nasional maupun internasional.
Maulana Kholid mendorong terjadinya dinamika dalam tarekat
Naqsabandiyah. Dia menanamkan semangat puritan dan menjadi aktivis.
Banyak muridnya dia yang terjun dalam bidang politik, antara lain Syekh
Syamil dari Daghistan yang bertahun-tahun memimpin perjuangan melawan
Rusia dan berhasil menaklukkannya pada tahun 1859. Di Kurdistan, tarekat
Naqsabandiyah
menjadi
organisasi
politik
yang
kuat.
Pemberontakan
nasionalis awal dilancarkan oleh kaum Kurdi. Syekh-syekh Naqsabandiyah
juga ikut ambil peran dalam pemberontakan tersebut. Peran tersebut adalah
5
perlawanan terhadap pendudukan Rusia di Asia tengah pada penghujung
abad sembilan belas (Bruinessen, 1992).
Penyebaran tarekat Naqsabandiyah berkembang pesat ke seluruh
dunia sampai memasuki wilayah Indonesia pada abad 16 masehi yaitu wilayah
Kalimantan dan sampai di pulau Jawa pada abad 17, tepatnya di Kabupaten
Kebumen. Bruinessen (1992) menjelaskan awal masuknya tarekat di Kebumen.
Perkembangan
tarekat
Naqsabandiyah
di
Kebumen
membawa
dampak positif dan pengaruh terhadap nilai-nilai budaya, sosial dan politik serta
perjuangan bangsa Indonesia. Sikap perlawanan terhadap anti penjajah
Belanda yang ditunjukkan pengikut tarekat Naqsabandiyah berakibat kepada
salah satu tokoh penyebar tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Kebumen yaitu,
mbah Abdurohman dipenjara oleh Belanda. Hal tersebut sebagai upaya strategi
Belanda menghadapi sikap revolusif dan agresif para pengikut tarekat. Selain
itu, ini sesuai dengan kecurigaan dan ketakutan penjajah terhadap kebangkitan
tarekat tersebut sama dengan pendahulunya (Bruinessen, 1992).
Berdasarkan pengamatan peneliti di era sekarang tarekat sudah jauh
dari pemikiran Islamolog Belanda yaitu Snouck Hurgronye. Walaupun anggota
cukup besar dan kegiatannya terbuka, kegiatan spiritualitas tarekat tetap aman
dan damai. Pemerintah tidak curiga sebagai pemberontak, organisasi agama
terlarang ataupun tersesat, teroris dan lainnya.
Uraian
di
atas
juga
didukung
penelitian
tentang
tarekat
Naqsabandiyah di Kajen Pati Jawa Tengah yang dilakukan oleh Mufid (2006),
hasilnya
bahwa
perubahan
kebudayaan
yang
disebabkan
modernisasi
membawa dampak kecemasan dan keterasingan psikis seseorang. Gejala
tersebut mendorong sebagian masyarakat bergabung pada tarekat. Tarekat
6
Naqsabandiyah sebagai bagian elemen Islam yang pertama kali diterima oleh
orang Jawa. Pada tahun 1980 tarekat tersebut berkembang pesat dan salah
satu tarekat yang sangat berpengaruh di Indonesia. Tarekat tersebut menarik
karena ajarannya dan pengamalannya relatif mudah dan tidak memberatkan
termasuk bagi orang abangan. Oleh sebab itu dakwah melalui tarekat menjadi
sebuah keniscayaan di pesisir utara Jawa (Mufid, 2006).
Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia dikenal sejak dua abad sebelum
Belanda mengenalnya pertama. Ulama pertama menyebut dalam tulisannya
adalah syekh Yusuf Makasar (1626-1699). Tokoh sejamannya adalah Abd AlRauf Singkel yang memperkenalkan tarekat Satariyah di Indonesia (Bruinessen,
1992). Yusuf Makasar berasal dari kerajaan kecil
Islam Gowa di Sulawesi
Selatan. Dia bertalian darah dengan keluarga kerajaan. Usia muda tahun 1644
berangkat ke Barat menimba ilmu dan menunaikan ibadah haji. Dia berbaiat
tarekat Qodiriyah. Di Yaman dia mempelajari tarekat Naqsabandiyah lewat
syekh Arab yang terkenal Muhamad ‘Abd Al-Baqi. Al-Baqi berguru pada Ibrahim
Al-Kurani seorang guru tarekat Satariyah. Yusuf Makasar di Mekah dan Madinah
belajar berbagai guru tarekat. Di Damaskus berbaiat tarekat Kholwatiyah
(Bruinessen, 1992).
Tarekat Naqsabandiyah
berkembang di Jawa Tengah. Diantaranya
adalah Kudus, Girikusumo dan Popongan Semarang, Rembang Blora,
Banyumas Purwokerto, dan Kebumen. Kiai Arwani adalah Kiai yang bermukim
di Kudus. Disamping beliau seorang guru tarekat beliau juga pengasuh
pesantren Huffazh Yanbu’a Al-Qur’an. Kiai Arwani mempunyai reputasi hebat di
antara guru tarekat di pesisir utara. Menurut kemashurannya berkat beliau
sebagai seorang Kiai yang hafidz (hafal al-Qur’an). Kegiatan tarekatnya cukup
7
ramai yang dipusatkan di luar pesantren dalam gedung tersendiri. Setiap hari
Kamis di tempat tersebut berlangsung kegiatan tawajuh (Bruinessen, 1992).
Tarekat Naqsabandiyah yang besar di Jawa Tengah antara lain ada di
Kebumen. Pendirinya adalah Abdurohman. Kiai Abdurohman mendapatkan
ijazah dari Kiai Zuhdi di Mekah. Tidak ada catatan kapan berdiri dan kapan
beliau wafat. Menurut tradisi lisan keluarga Kiai Abdurohman pernah dipenjara di
Kebumen oleh pihak Belanda tetapi tidak memberitahu alasannya kenapa beliau
dipenjara. Pusat tarekat di Kebumen tempatnya dikenal dengan Pondok
Pesantren Al-Huda Jetis Kutosari Kebumen. Penerus pertama adalah
Hasbulloh. Penerus kedua cucunya bernama Mahfudz. Sekarang dilanjutkan
buyutnya bernama Gus Wahib. Kiai Hasbulloh memiliki dua putra yang keduaduanya
mengajar tarekat Naqsabandiyah. Putra pertama bernama
Dardiri
sekarang memimpin suatu pesantren di Jawa Barat. Kedua perempuan
bernama ibu Sonhaji. Pada awalnya mempelajari tarekat Naqsabandiyah
Kholidiyah tetapi kemudian dia menetap di Surabaya. Di sana mengambil
tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah pada Kiai Usman Sawahpulo. Di Kebumen
beliau dikenal sebagai orang pintar daripada syekh tarekat (Bruinessen, 1992).
Adapun maksud bahwa tarekat sebagai pendidikan spiritual adalah
karena dalam tarekat memiliki elemen-elemen penting yaitu adanya seorang
guru, murid, ada kurikulum, dan lain-lain.Hal ini hampir sama dengan pendidikan
formal di sekolah atau di perguruan tinggi. Dengan demikian tarekat dapat
dipahami sebagai tempat pendidikan yang menekakankan pada aspek spiritual
melalui ritual atau riyadhoh secara bertahap sampai pada proses merasakan,
yang dibimbing oleh seorang guru mursyid (guru spiritual) sehingga muncul
kesadaran dari hati sanubari manusia berdasarkan ajaran agama Islam.
8
Hasil studi awal yang peneliti lakukan pada bulan April 2010 - Juni
2010 dengan melakukan pengamatan dan wawancara di sebuah komunitas
tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Pondok Pesantren al-Huda Kebumen,
menunjukkan bahwa secara implisit ada beberapa faktor mengapa mereka
menjadi anggota tarekat. Faktor-faktor tersebut adalah agar mendapatkan
kebermaknaan hidup, kebahagiaan atau kepuasan hidup, kebahagiaan hidup
dunia dan akhirat, tuntutan masyarakat, mendekatkan diri pada Tuhan, dan
mencari pengalaman ketuhanan.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang latar belakang seseorang
menjadi anggota tarekat, peneliti melakukan wawancara dengan subjek Wr. Dia
berusia 49 tahun. Menurut subjek dia telah mengikuti tarekat sejak tahun 1990.
Dia mengatakan bahwa;
Seseorang mengikuti tarekat sangat sederhana yaitu karena sudah
berkeluarga, memiliki anak dan kalau mau bekerja pasti mendapatkan
rezeki dari Allah. Kalau hidup di dunia hanya untuk bekerja tidak
memiliki makna. Hati akan galau terus menerus tidak ada kepuasan
dan kebahagiaan. Hidup di dunia hanya sebentar untuk bersinggah.
Jadi menurut mereka hidup di dunia itu cukup sebentar. Hidup senang
bagi mereka adalah mendapat rezeki halal, selamat dunia akhirat,
mengikuti tarekat, dan menunaikan zikirnya tidak berat (Wr-Sa, lihat
lampiran : 2).
Untuk memperkuat dan memperjelas maksud kutipan di atas, peneliti
menemui Trm (nama inisial). Dia berusia 67 tahun. Menurut subjek dia telah
mengikuti tarekat sejak tahun 1996. Kemudian peneliti bertanya tentang temuan
di atas.
Menurut Trm bahwa di desanya semua orang yang mengikuti tarekat
sudah berkeluarga. Selanjutnya dia menjelaskan bahwa apabila hidup
di dunia hanya bekerja untuk mengejar kepentingan materi, hati tidak
akan mendapatkan kepuasaan. Padahal prinsip hidup di dunia adalah
sementara, oleh sebab itu dengan berzikir akan selamat dunia akhirat.
Selanjutnya ditambahkan dengan pernyataan bahwa memiliki guru
ngaji (guru mursyid) dalam berzikir sebagai dasar perilaku
9
tarekat.Maksudnya adalah bahwa memiliki guru pembimbing rohani
dalam bertarekat adalah wajib hukumnya agar tidak tersesat oleh
bisikan iblis yang selalu menyelinap dalam hati sanubari manusia dan
godaan hawa nafsu yang mengajak dalam keburukan (Trm, Sa, lihat
lampiran : 2).
Peneliti belum merasa cukup melakukan wawancara dengan Wr dan
Trm. Peneliti memperdalam kembali tujuan seseorang mengikuti tarekat. Peneliti
melakukan wawancara dengan Sdr. Dia berusia 59 tahun. Menurut subjek dia
telah mengikuti tarekat sejak tahun 1998. Dia mengatakan bahwa;
Seseorang mengikuti tarekat mudah saja yaitu selamat dan bahagia
dunia akhirat. Mereka merasa bahagia bila mereka dapat mendapatkan
rezeki dengan cara-cara yang halal dan istiqomah melakukan sholat,
memiliki keluarga yang sakinah dan anak yang sholeh ataupun
sholehah. Selanjutnya untuk melanjutkan kehidupannya, mereka akan
lebih bahagia lagi bila dapat bergabung di tarekat dan dapat
mengamalkannya. Tidak kurang dan lebih bila diberi kesempatan
dikarunia rezeki yang cukup dapat melakukan ibadah haji. Apabila
tercapai semua mereka cukup menikmati kebahagiaan ataupun
kepuasan hidup (Sdr-Sa, lihat lampiran : 2).
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pengalaman
spiritual menjadi faktor pendorong orang untuk ikut baiat tarekat. Seorang
pengikut tarekat belum tentu berlatar belakang baik semua dalam hal ilmu
agama dan akhlak. Berdasarkan pengamatan peneliti tentang latar belakang
jamaah tarekat menunjukkan bahwa beberapa anggota tarekat memiliki latar
belakang sering berbuat maksiat lalu mencoba melakukan pertaubatan dengan
cara bergabung tarekat. Namun latar belakang yang gelap itu tidak mudah untuk
dihilangkan. Sebagian dari mereka masih tetap melakukan perbuatan yang
melanggar ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari yaitu melakukan maksiat.
Namun demikian sebagian mampu berhenti dalam kemaksiatan karena mereka
mengamalkan ajaran tarekat secara aktif, sungguh-sungguh dan istiqomah. Dari
pengamatan sepintas peneliti menunjukkan bahwa hasil dari pengamalan ajaran
10
tarekat secara istiqomah tampaknya berdampak positif pada perasaan
ketenangan jiwa, selalu optimis dan tidak mudah putus asa dan segera
bertaubat.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara tentang efek atau manfaat
mengikuti tarekat dengan subjek Rn. Dia berusia 60 tahun. Menurut subjek dia
telah mengikuti tarekat sejak tahun 1996. Dia mengatakan bahwa;
Rasanya hatinya tenang. Dulu tidak pernah melakukan zikir sekarang
sering melakukannya. Terkadang diwaktu tengah malam bangun
melakukan sholat malam. Dulu tidak pernah menangis apabila berdoa
kepada Allah, tetapi tidak tahu sekarang dapat menangis apabila
sedang berdoa (Rn-Sa, lihat lampiran : 2).
Melihat fenomena di atas, peneliti bertemu subjek anggota tarekat
yang lain untuk menjelaskan apa makna temuan tersebut. Peneliti melakukan
wawancara dengan Krt, berusia 84 tahun.
Menurutnya, subjek telah mengikuti tarekat sejak 1996.Menurut Krt
(nama samaran) bahwa seseorang yang telah berbaiat tarekat
Naqsabandiyah Kholidiyah memiliki kewajiban melakukan zikir setiap
hari. Menurut dia bahwa manfaat mengamalkan ajaran tarekat adalah
hati menjadi tenang. Maksudnya bahwa hal tersebut disebabkan oleh
khusyu’ dalam beribadah, banyak berzikir dan berdoa sampai
meneteskan air matanya (Krt, Sa, lihat lampiran : 2).
Apabila ditelisik secara mendalam temuan di atas yaitu tujuan
mengikuti tarekat adalah kebahagiaan, kepuasan hidup, ketenangan hidup
ataupun kualitas hidup. Hal yang demikian merupakan bagian dari subjective
well being. Menurut Diener, Suh, Lucas,
& Smith (1999) aspek-aspek dari
subjective well being adalah kepuasan hidup secara kognitif, kondisi yang
menyenangkan (positive affect), dan kondisi yang tidak menyenangkan
(negative affect) secara afektif.
Hasil wawancara di atas diperkuat oleh firman Allah dalam surat Ar
radu (13) :28 ”ketahuilah bahwa hanya dengan ingat kepada Allah, hati menjadi
11
tentram.” Keadaan tenang tidak stres yang dialami oleh setiap orang membawa
akibat pada sistem kekebalan tubuh. Menurut Dunhoff (1998) bahwa seseorang
ketika mengalami depresi, marah orang tersebut akan melemah tingkat
kekebalan tubuhnya. Depresi, stres menyebabkan perubahan fisiologis dan
berakibat melemahnya sistem imun. Melemahnya sistem imun pada tubuh
berakibat pada mudahnya terserang penyakit pada orang tersebut.
Ketenangan seseorang berkaitan dengan kerja otak sistem limbik.
Sistem limbik dalam struktur hirarki otak berada di tengah antara diensefalon
(batang otak) dengan cerebrum. Sistem limbik mempunyai peran pengendali
emosi, perilaku insting, motivasi dan perasaan. Baik korteks cerebri maupun
sistem limbik, keduanya memiliki akses ke area motorik batang otak. Hal yang
demikian memungkinkan manusia belajar beradaptasi dan perilaku emosinya
(Heryati & Faizah, 2008).
Apabila dikaji secara mendalam ayat di atas bahwa zikir memiliki efek
pada ketenangan ketentraman dan dapat menghindar dari keadaan stress.
Kajian tersebut berkaitan dengan psikoneuroimunologi. Menurut Dantzer dan
Kelly (1995, dalam Prawitasari, 1997) ada keterkaitan antara stres dan
kekebalan tubuh dengan
Penelitian
eksperimen
mengaitkan
klinis
antara
menunjukan
otak
bahwa
dan
sistem
imun.
stress
yang
terjadi
dilaboratorium ataupun secara alamiah akan menimbulkan aktivitas limphosit
dan makrophagus dengan cara yang kompleks yang berkaitan dengan respon
imun. Pengaruh stres pada sistem imun tidak hanya dipicu oleh glucocorticoids,
tetapi juga oleh katekolamin, penenang (opioids) endogen dan hormon pituateri
seperti hormon perkembangan. Kepekaan sistem kekebalan tubuh pada stres
terjadi sebagai konsekuensi tidak langsung pengaruh resiprok pengendalian
12
yang ada diantara sistem kekebalan dan sistem syaraf pusat. Cara kerjanya
sistem kekebalan menerima
signal dari otak dan dari sistem neuroindokrin
melalui sistem saraf otonom, dan hormon mengirim informasi ke otak melalui
citokinesi.
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
stres sistem imun dan munculnya penyakit pada seseorang.
Peran hormon
sangat besar dalam munculnya kekebalan tubuh ketika seseorang dalam
keadaan stres. Demikian juga perubahan fisiologis dan perubahan kimiawi saraf
di otak. Respon imun mempunyai peran besar dalam pembentukan sistem
kekebalan tubuh ataupun munculnya penyakit pada seseorang (Dunn, 1989,
dalam Prawitasari, 1997).
Anggota tarekat yang selalu dalam kondisi tenang, bahagia bersyukur
dengan keadaan emosi yang positif atau menyenangkan merupakan refleksi dari
teori subjective well being kepuasaan hidup secara kognitif dan kondisi yang
menyenangkan (positive affect) secara afektif. Efek secara positif seseorang
yang selalu melakukan zikir orang tersebut emosinya selalu dalam keadaan
positif dan sehat badanya. Hal tersebut terbukti bahwa seseorang yang selalu
zikir kepada Allah umurnya panjang dan sehat badannya.
Selanjutnya peneliti melakukan survei tentang kegiatan-kegiatan
tarekat terkait dengan amaliah.Hasil survei peneliti tanggal 7 Februari 2011
tentang kegiatan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Pondok Pesantren alHuda diantaranya adalah :
(1) Setiap seminggu sekali ada kegiatan yang dinamakan tawajuhan
(pertemuan tatap muka). Kegiatan ini berupa zikir bersama secara
tertutup. Sebelum zikir bersama biasanya diisi kuliah (pengajian)
ceramah agama;, (2) Kegiatan pertemuan bulanan tingkat satu
13
kecamatan. Kegiatan ini berisi zikir bersama secara terbuka dan
ceramah agama;, (3) Kegiatan pertemuan tiga bulan tingkat
kabupaten. Kegiatan sama dengan nomor dua;, dan (4) Kegiatan
tahunan bertempat di Pondok. Kegiatan tersebut dinamakan haul
(ulang tahun kematian) pendiri tarekat di Pondok yaitu Syekh
Machfudz Hasbulloh. Acara kegiatannya hampir sama dengan
nomor dua dan tiga. Pengamatan peneliti dari ragam pertemuan
tersebut jumlah peserta bukan lagi puluhan atau ratusan, tetapi
ribuan. Setiap kegiatan berjalan tertib, aman, dan damai (Sv-Sa,
Lampiran : 2).
Dari informasi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam tarekat di
atas menunjukkan bahwa misi kegaitan tarekat memiliki hubungan dengan misi
diutusnya Nabi Muhamad SAW dimuka bumi, yaitu untuk memperbaiki akhlak
umat manusia. Misi Nabi Muhammad ini dipertegas dengan beberapa
keutamaan akhlak beliau antara lain sifat shidik, amanah, tabligh dan fathonah.
Shidik memiliki arti benar. Rasulullah selalu berusaha melakukan kebenaran
dalam hal perkataan dan perbuatan. Amanah memiliki arti dapat dipercaya.Nabi
Muhamad segala tingkah lakunya pembicaraannya dapat dipercaya.Tabligh
memiliki arti menyampaikan. Nabi Muhamad yang mengemban misi Tuhan, apa
yang didapatkan dari Tuhan dia selalu menyampaikan kepada umatnya, bukan
untuk sendiri. Fathonah memiliki arti cerdas.Nabi Muhamad adalah sosok
pemimpin besar umat. Dia memiliki kelebihan dengan yang lain yaitu
kecerdasan pikiran (Labib, tt).
Merujuk pendidikan spiritual tarekat berkaitan dengan
misi nabi
tentang akhlak mulia, peneliti melakukan wawancara kepada beberapa anggota
tarekat yang terpusat di Kebumen, Sokaraja Kabupaten Banyumas, dan Kudus
untuk mengetahui bagaimana tujuan dan manfaat mengikuti
tarekat. Pertama,
peneliti melakukan wawancara pada subjek Wyd (nama samaran)
tarekat yang terpusat di Kebumen.
anggota
14
Sebelum saya mengikuti tarekat dapat dikatakan tidak berakhlak
mulia. Sebagai atlet tinju saya telah bertanding lima puluh kali
pertandingan. Saya memenangkan pertandingan dengan pukulan KO
tiga kali, dan kalah KO tiga kali. Selain menang KO, saya juga pernah
menang nilai sebanyak delapan belas kali. Selainnya saya kalah
bertanding dengan nilai sebanyak dua puluh enam kali. Dalam hidup
ketika saya menjadi atlet tinju, saya memiliki falsafah lebih baik mati
dalam pertandingan ring tinju daripada mati bunuh diri. Bagi saya mati
ketika bertanding di ring dalam pertandingan tinju adalah sebuah
resiko yang harus siap dihadapi seorang petinju.Sebelum saya masuk
menjadi anggota tarekat terkadang minum-minuman keras dan judi.
Saya sering mengatakan sesuatu yang tidak sopan dan kasar. Dulu
saya pernah menjadi satpam bar (Wyd-Sa, lihat lampiran : 2).
Selanjutnya peneliti menanyakan pada subjek Wyd mengapa memilih
mengikuti tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Pondok Pesantren al-Huda
Kebumen.
Pilihan saya mengikuti tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah Pondok
Pesantren al-Huda Kebumen, karena Kiainya Bapak Wahib Machfudz
memiliki kharisma yang baik. Untuk ukuran Kiai Kabupaten Kebumen
menurut saya, dia masih unggul. Buktinya murid tarekatnya banyak dan
dapat dikata terbanyak di kabupaten Kebumen.Dia termasuk orang
yang marifat, karena ketika saya silaturohmi kepadanya apa yang
dikatakan dia sesuai dengan keadaan perilku saya. Dia baik akhlaknya
tidak pernah marah pada santrinya dan jujur. Karena dia sebagai
ulama, mungkin dia berusaha meniru akhlak nabi (Wyd-Sa, lihat
lampiran : 2).
Peneliti memperdalam lagi wawancara dengan subjek Wyd bagaimana
manfaat setelah mengikuti tarekat.
Saya setelah mengikuti tarekat rajin melaksanakan sholat, zikir,
terkadang membaca al-Qur’an. Saya tidak pernah minum-minuman
keras dan judi. Saya selalu berusaha akan menjadi manusia yang baik
walaupun tidak dengan cepat dan sempurna. Sisi lain menurut saya
hidup menjadi tenang (Sa-Wyd, lihat lampiran : 2).
Peneliti belum merasa cukup melakukan wawancara dengan subjek.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan informan yaitu istrinya Rhm
15
(nama samaran). Peneliti menanyakan bagaimana perubahan perilaku Whyd
setelah mengikuti tarekat.
Menurut saya suami saya setelah mengikuti tarekat, dia berusaha
melaksanakan sholat lima waktu dengan baik. Dulu dia tidak pernah
melaksanakan sholat sunah sekarang terkadang melaksanakannya.
Interaksi saya dengan dia menjadi baik, dan mendidik anaknya juga
sabar dan berusaha untuk mengurangi perkataan kasar. Dulu sebelum
ikut tarekat terkadang minum minuman keras, sekarang dia sudah
berjanji pada diri sendiri untuk tidak minum minuman keras setelah
mengikuti tarekat (Sa-Rhmh, lihat lampiran : 2).
Untuk memperdalam isu ini peneliti melakukan wawancara dengan Wr
(nama samaran).
Teknik berzikirnya yaitu dengan cara menyepi (sirri) melatih untuk tidak
berbuat riya atau mengaharap pujian orang lain dalam beribadah. Saya
mencari berkah guru dan saya ingin diakui sebagai santrinya seumur
hidup. Sejak mendirikan toko al-Huda kalau tidak salah tahun 1986
sampai sekarang saya belum pernah minta kenaikan gaji dan korupsi.
Padahal saya yang memutar roda usaha toko tersebut. Toko tersebut
dapat dikatakan toko kitab terbesar di Kabupaten Kebumen.Saya lebih
baik diberi uang satu juta berkah, daripada seratus juta tidak berkah
(Wr-Sa, lihat lampiran : 2).
Selanjutnya peneliti menanyakan kepada istrinya Wr yaitu Smh (nama
samaran). Smh juga telah berbaiat. Peneliti menanyakan bagaimana keadaan
perilakunya sebelum dan sesudah mengikuti tarekat.
Sebelum mengikuti tarekat dia sudah baik, karena dia juga santri alHuda. Perubahan yang lebih baik setelah baiat menurut suamiku dan
saya (Smh) dapat mengendalikan hawa nafsu yang tidak baik (emosi,
korupsi, judi, perempuan dan lain sebagainya). Suamiku mampu
menata emosi dalam mendidik anak ataupun interaksi dengan orang
lain. Selanjutnya zuhud yaitu tidak terikat pada gemerlapnya dunia. Dia
menerima apa adanya dan selalu bersyukur atas nikmat yang diterima
dari Allah (Wr-Sa, lihat lampiran : 2).
Peneliti memperdalam lagi
melakukan wawancara dengan subjek
yang telah berumur 85 tahun. Dia masih sehat badannya dan masih aktif bekerja
di sawah. Dia sudah ditinggalkan istrinya meninggal dunia, namun dia tidak mau
16
menikah lagi. Peneliti menanyakan kepada subjek mengapa mengikuti tarekat
Naqsabandiyah Kholidiyah Pondok Pesantren al-Huda.
Saya mengikuti tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah Pondok Pesantren
al-Huda karena mengikuti badal di kampung bapak Kiai Abdullah
Maksum. Saya hanya pasrah mendengar dan taat sami’na wa atho’na
pada badal, karena badal memilihkan guru spiritual yang baik (Smn-Sa,
lihat lampiran : 2).
Peneliti melanjutkan apa efek yang didapatkan setelah mengikuti
tarekat.
Saya setelah baiat melaksanakan ajaran tarekat, hati saya menolak
untuk bertindak hal yang tidak baik. Saya berusaha melaksanakan
ajaran tarekat, menolong orang, tidak menyakiti orang atau berakhlak
luhur. Hati saya menjadi tenang tentram dengan urusan dunia. Bahkan
saya tidak pernah sakit keras. Asalkan badan sehat saya bekerja terus
ke sawah dan ladang. Sayapun sudah tidak ingin menikah lagi. Saya
sudah cukup dengan beribadah mendekatkan diri kepada Allah dengan
berzikir dan memperbanyak sholat sunah untuk bekal hidup di akhirat
nanti (Smn-Sa, lihat lampiran : 2).
Peneliti belum merasa cukup melakukan wawancara anggota tarekat di
atas. Peneliti melakukan wawancara kembali pada anggota tarekat yang masih
memiliki usia muda. Peneliti bertemu dengan Mr (nama samaran). Dia berusia
31 tahun. Dia memiliki pekerjaan sebagai guru dan pendidikan terakhirnya
sarjana. Dia baiat tarekat tahun 2005. Peneliti menanyakan apa manfaat yang
diperoleh setelah mengikuti tarekat.
Saya baiat tahun 2009. Menurut saya manfaat setelah saya masuk
tarekat saya dilatih untuk istiqomah atau konsisten beribadah yaitu
berzikir. Setelah melakukan zikir hati menjadi tenang dan badan
menjadi sehat. Masalahnya beban pikiran menjadi ringan dan
berkeringat setelah berzikir. Bahkan sering mendapat petunjuk untuk
mencari jalan keluar yang terbaik ketika memiliki masalah hidup setelah
melakukan zikir (Mr-Sa, lihat lampiran : 2).
Memperdalam manfaat positif seseorang setelah mengikuti tarekat
peneliti melakukan wawancara pada anggota tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah
yang berpusat di Sokaraja Kabupaten Banyumas. Peneliti bertemu dengan
17
badal setempat dan anggota tarekat yang sedang melakukan suluk. Peneliti
bertanya pada anggota tarekat yang sedang melakukan suluk yang bernama Tr
(samaran). Dia datang dari luar Jawa. Umurnya 57 tahun dan pekerjaanya dulu
sebagai pegawai negeri yaitu guru. Dia minta pensiun dini karena aktif dalam
partai politik. Tahun 2014 dia mencalonkan diri anggota legislatif, tetapi
suaranya tidak mencukupi untuk menjadi anggota dewan perwakilan rakyat. Dia
baiat tarekat bulan April 2014.Peneliti menanyakan mengapa mengikuti tarekat
Naqsabandiyah Kholidiyah.
Saya setelah melakukan perjalanan hidup yang panjang sebagai
pegawai negeri yaitu guru, mencalonkan diri menjadi DPR dan
pekerjaan lainnya seperti berdagang, saya tidak mendapatkan
kepuasan dan ketenangan hidup. Rasanya hidup hanya untuk mencari
dunia saja menjadi hampa. Saya telah melalang buana mencari guru
spiritual di Jakarta, Bandung, tetapi yang cocok adalah di sini yaitu
tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Sokaraja (Tr-Sa, lihat lampiran :
2).
Peneliti menanyakan apa manfaat mengikuti tarekat Naqsabandiyah
Kholidiyah di Sokaraja Kabupaten Banyumas kepada Tr.
Menurut saya setelah mengikuti tarekat, saya menjadi menemukan
hidup yaitu bahwa hidup tidak hanya untuk dunia saja, tetapi juga untuk
akhirat. Hidup tidak hanya untuk memenuhi hawa nafsu saja atau
kepuasan sesaat, tetapi hidup adalah untuk ketenangan hati, dan hidup
untuk kebermanfaatan pada orang lain (Tr-Sa, lihat lampiran : 2).
Selanjutnya peneliti menanyakan pada badal yang telah membimbing
perjalanan spiritual Tr dari baiat sampai suluk.
Tr menurut saya sekarang rajin beribadah sholat jamaah dan
melaksanakan zikir. Dalam berinteraksi dan berbicara dia sekarang
tenang tidak mengebu-gebu. Dia berpendapat bahwa hidupnya
sekarang tidak hanya untuk mencari dunia saja, tetapi juga untuk
akhirat. Dia mulai menemukan makna hidupnya, sehingga dia mau
melaksanakan suluk di Sokaraja, walaupun rumahnya jauh di luar Jawa
(Tr-Sa, lihat lampiran : 2).
18
Memperdalam wawancara di atas peneliti bertemu dengan Mursyid
tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Sokaraja Kiai Thorik. Peneliti menanyakan
tujuan baiat dan manfaat zikir tarekat.
Tujuan baiat tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah adalah berjajnji pada
Allah untuk menempuh jalan taubat kepada Allah. Manfaat zikir tarekat
yaitu berlatih untuk pasrah dan ikhlas kepada Allah. Disamping itu
melaksanakan zikir tarekat juga bermanfaat secara psikis untuk
ketenangan dan ketentraman hati, dan secara fisik menyehatkan.
Kegiatan tarekat melatih pola hidup yang sehat. Misalnya kegiatan
suluk peserta wajib melaksanakan puasa, makanannya tidak boleh
makan yang asalnya bernyawa seperti daging telor, ikan. Santapan
makan sahur dan buka cukup sederhana yaitu nasi sayur dengan lauk
tahu atau tempe (K.Thorik-Sa, lihat lampiran : 2).
Peneliti belum merasa cukup melakukan wawancara dengan anggota
tarekat di Kebumen dan Sokaraja. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara
dengan anggota tarekat yang terpusat di Kudus di Pondok Arwaniyah. Peneliti
bertemu dengan ketua anggota tarekat di Kudus Bapak Kiai Maksum. Dia baiat
ketika umur 31 tahun. Sekarang umurnya sudah menginjak 70 tahun. Peneliti
menanyakan manfaat mengikuti tarekat.
Sumber perilaku manusia itu di hati. Mengikuti tarekat itu bermanfaat
untuk melatih ikhlas, tawakal dan hati menjadi tenang. Karena,
anggota tarekat diwajibkan melakukan zikir setiap hari sesuai dengan
tingkatannya. Anggota tarekat dilatih untuk muroqobah ma’iyah yaitu
selalu dekat dengan Allah. Apabila anggota tarekat mencapai hal
tersebut, anggota tarekat dapat meningkat sampai derajat ikhsan.
Orang tersebut selalu merasa melihat dan dilihat oleh Allah dimana saja
dan kapan saja (Mksm-Sa, lihat lampiran : 2).
Peneliti merasa belum cukup melakukan wawancara pada anggota
tarekat di Kudus di atas. Peneliti melakukan wawancara dengan anggota yang
lain yaitu Az (nama samaran). Umur dia 45 tahun. Dia baiat tahun 2006.
Pekerjaannya sebagai pegawai negeri yaitu pendidik,
dan pendidikan
terakhirnya sarjana. Peneliti menanyakan tujuan dan manfaat mengikuti tarekat
kepada Az.
19
Menurut saya tujuan mengikuti tarekat adalah selamat dunia akhirat,
dan dekat dengan alim ulama sebagai pewaris dakwah dari nabi.
Manfaat mengikuti tarekat hati menjadi tenang, tentram, sabar dan
tawakal, ataupun sumeleh. Apabila selalu dekat dengan Allah dengan
zikir tenang, tentram, sabar dan tawakal, dan sumeleh, maka dalam
menghadapi masalah hidup selalu dibimbing oleh Allah (Az-Sa, lihat
lampiran : 2).
Apabila dikaji mendalam kasus subjek di atas
tampak bahwa
pendidikan spiritual tarekat dapat merubah perilaku pengikutnya yang lebih baik.
Perilaku tersebut adalah meniru akhlak nabi Muhamad Saw. Sisi lain perilaku
spiritual tarekat juga menyehatkan badan dan psikis. Pengikut tarekat meningkat
dalam menjalankan perintah agama. Hal yang lain subjek dapat meningkat
peribadatannya kepada Tuhan, mengambil makna setiap perkara dan tetap
bahagia. Banyak hal-hal positif yang ditemui setelah orang mengikuti tarekat.
Namun demikian selain temuan-temuan di atas tentang sisi positif dari dampak
pendidikan spiritual tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah peneliti ingin mengetahui
sisi kelemahannya. Peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Haji Msm. Dia
berumur 59 tahun. Dia telah mengikuti tarekat, tetapi bukan tarekat
Naqsabandiyah Kholidiyah.
Menurut saya (Msmn) kelemahan anggota tarekat dalam melaksanakan
ajaran tarekatnya : (1) Terlalu menghormati guru;, (2) Tidak boleh
melanggar aturan tarekat;, (3) Tidak boleh meninggalkan amalan zikir
tarekat walaupun dalam perjalanan;, (4) Tarekat mulai ada sejak zaman
sahabat;, (5) Setelah baiat diri pribadi selalu merasa dikontrol atau
diawasi untuk tidak berbuat dosa (Msm-Sa, lihat lampiran : 2).
Sisi kelemahan dari tarekat Naqsyabandiyah ini adalah bahwa anggota
harus banyak pengorbanan baik waktu dan materi. Misalnya
dibutuhkan
anggaran untuk transportasi dan konsumsi untuk melaksanakan ritual mencari
berkah adalah ”sowan” (silaturahmi) bertemu guru Mursyid, yakni santri laki
bertemu bapak Kiai, sedangkan yang perempuan bertemu Ibu Nyai (istri Kiai).
Pertemuan tersebut terdapat tradisi mencari berkah kepada guru. Umumnya
20
selain bersalaman (berjabat tangan) dan mencium tangan guru juga
memberikan sedekah materi seikhlasnya kepada guru. Mereka melakukan hal
tersebut karena mencari berkah guru, walaupun guru tidak menganjurkan
melakukannya, karena santri yang ekonominya kekurangan terkadang menjadi
sesuatu yang memberatkan. Tetapi, karena dorongan mencari berkah sangat
kuat, walaupun berat santri tarekat berusaha melaksanakannya.
Temuan di atas dapat dikatakan merupakan kelemahan ataupun
kelebihan dari pendidikan spiritual tarekat. Hal tersebut tergantung dari sisi
mana orang memandang. Secara umum pendidikan spiritual mengajarkan tiga
aspek dalam diri manusia, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Pendidikan
aspek koginitif diajarkan melalui pendalaman ilmu tasawuf. Pendidikan aspek
afektif diajarkan melalui bersikap rendah hati, sabar dalam menghadapi ujian
Allah dan bersyukur atas pemberianNya. Pendidikan aspek psikomotorik
diajarkan melalui banyak berzikir dan perilaku akhlakul karimah.
Kajian tentang kegiatan dalam tarekat dapat dijadikan sebagai salah
satu bagian dari kajian psikologi agama (Subandi, 2009). Menurut Wulf (2002)
psikologi agama terdiri dari aplikasi teori dan metode psikologi yang berisikan
tradisi agama berupa pengalaman, sikap, dan aksi individu. Agama dipahami
sebagai refleksi ilmu pengetahuan yang aktif dapat diajak dialog dengan ilmu
psikologi.
Psikologi
agama
adalah
teori
dan
metode
yang
mengkaji
pengalaman, tradisi, sikap dan aksi-aksi individu yang berkaitan dengan agama.
Agama memiliki fungsi psikis sebagai kekuatan terapi yang paling
dalam. Hal tersebut dilakukan oleh pemeluk agama dalam aktivitas spiritualnya.
Orang yang memiliki aktivitas spiritual kuat kesehatannya lebih baik daripada
21
yang kurang kuat aktivitas spiritualnya. Aktivitas spiritual mampu memberikan
makna dari pengalaman hidupnya (Corbet, 2002).
Banyak studi tentang spiritualitas atau keberagaman berkaitan erat
dengan masalah kesehatan. Music, Traphagan, Koenig, & Larson (dikutip dari
Dalby,
2006)
menyebutkan
lebih
dari
370
studi
berkaitan
dengan
keberagamaan, ataupun spiritual kaitannya dengan agama.Sama dengan studi
yang belakangan menurut McCullough, Hoyt, Larson, Koenig, dan Thoresen
(dikutip dari Daniel,
Hall, Keith,
Meador, Harold dan Koenig, 2008)
mengungkapkan 25% sampai 30% orang yang beragama dapat mengurangi
angka kematian. Orang yang aktif menunaikan agamannya memiliki harapan
hidup panjang sekitar 2-3 tahun.
Riyadhoh dalam tasawuf yang dipraktekkan dalam tarekat mempunyai
kaitan dengan psychological well being dalam psikologi. Joshi, Kumari dan Jain
(2008) melakukan penelitian psychological well being yang merupakan suatu
bentuk pengalaman individual. Psychological well being didefinisikan sebagai
perasaan positif seperti sehat, bahagia, kepuasan, relaksasi, kesenangan dan
kedamaian pikir. Umumnya seseorang memiliki pengalaman setiap hari ketika
melakukan aktivitas. Pengalaman tersebut dapat berupa pengalaman negatif
yaitu kecemasan, stress, frustasi, tidak bahagia. Psychological well being secara
mendalam berkaitan dengan kepercayaan agama individu. Dimensi-dimensi
kepercayaan agama meliputi perilaku agama yang berpengaruh terhadap
psychological well being. Psychological well being dapat diperoleh melalui jalan
mengikuti tarekat.
Kepuasan hidup dilukiskan dalam berbagai ragam historis dan konteks
sosial. Jaman dulu kepuasan hidup identik kaitannya dengan berbudi luhur,
22
pada zaman pertengahan berkaitan erat dengan keselamatan, dan sekarang
lebih cenderung
pada terminologi aktualisasi diri, kualitas hidup dan
kesejahteraan psikologis. Hal tersebut dikenal dengan subjective well being
(Bloch, 2002).
Memahami paparan di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang
mengikuti aktivitas tarekat merupakan bagian dari aktualisasi diri dalam rangka
memenuhi kebutuhan kesejahteraan psikologis. Karena itu, peneliti tertarik untuk
mengeksplorasi terminologi kesejahteraan psikologis dalam perspektif anggota
tarekat, maka peneliti mengadakan Focus Group Discussion (FGD). Dalam
kegiatan FGD, peneliti menghasilkan beberapa temuan terkait terminologi
subjective well being perspektif mereka bahwa;
Kesejahteraan psikologis yang bersifat subjektif adalah bahagia di
dunia dan bahagia di akhirat sâadat fîdunya sâadah filakhirat.
Seseorang mendapatkan kebahagiaan di dunia ataupun di akhirat ada
empat macam. Pertama bahagia di dunia dan tidak bahagia atau celaka
di akhirat. Kedua bahagia di akhirat dan tidak bahagia di dunia. Ketiga
celaka di dunia dan celaka di akhirat. Keempat bahagia di dunia dan
bahagia di akhirat. Ada peserta FGD yang memiliki pendapat yang lain
tentang SWB. Pendapat tersebut adalah gemah ripah loh jinawi, tata
tentrem karta raharja kalis lir sambikala.Gemah ripah loh jinawi memiliki
arti makmur atau kaya raya. Makmur atau kaya raya baik harta benda
ataupun hati. Tata tentrem memiliki arti tenang, kedamaian pikiran dan
hati. Karta raharja memiliki arti selamat.Kalis lir sambikala memiliki arti
jauh dari musibah atau dapat menyelesaikan setiap ujian Allah dengan
baik. Orang bahagia orang yang kaya berupa harta benda dan hati.
Orang bahagia orang yang tenang dan damai pikirannya. Orang
bahagia orang yang selamat dunia dan akhirat, kaya harta dan hati
serta damai pikirannya dan dapat menyelesaikan setiap masalah dan
cobaan Allah dengan baik(FGD, Sa, lihat lampiran : 2).
Selain masalah kesejahteraan psikologi, perilaku santri tarekat juga
berkaitan dengan pencarian makna hidup. Menurut Cohen dan Chairns (2010,
dikutip dari Setyarini & Atamimi, 2011)
rendahnya makna hidup dapat
mengakibatkan depresi. Hal yang sama menurut Santrock (2011, dikutip dari
23
Setyarini & Atamimi, 2011) coping pencarian makna hidup membantu individu
untuk saat-saat menghadapi kehilangan pekerjaan, relasi, dan kesehatan
maupun stres yang kronis. Sementara, menurut Steger et al (2006) penemuan
makna hidup berhubungan dengan kepribadian dan religiusitas seseorang.
Untuk mengkaji lebih komprehensif ulasan makna hidup di atas,
peneliti melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan anggota tarekat
Naqsyabandiyah. Dalam FGD tersebut, peneliti berdiskusi tentang apa itu
makna hidup. Hasilnya makna hidup adalah arti kehidupan.
Hidup akan berarti apabila bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan
sekitar, dengan kata lain bermanfaat bagi manusia, makhluk Allah atau
alam. Selanjutnya hidup yang bermanfaat adalah hidup yang berkah
dan hidup berkah adalah hidup yang senang melakukan kebaikan.
Tentunya untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan perjuangan keras
dengan istilah lain bahwa hidup adalah perjuangan (FGD, Sa, lihat
lampiran : 2).
Selanjutnya hasil FGD juga menunjukkan bagaimana religiusitas
pengikut tarekat dan bukti nyata peningkatan religiusitas.
Bukti dari peningkatan religiusitas anggota tarekat adalah
melaksanakan kewajiban zikir dan memperbanyak ibadah sunah (FGD,
Sa, lihat lampiran : 2).
Religiusitas tidak dapat lepas dari masalah keimanan dan spiritualitas.
Menurut Parker (2011) religiusitas merupakan ekspresi dari budaya keimanan.
Keimanan dan religiusitas merupakan dua hal yang timbal balik dan berkaitan.
Keimanan menempati pada keadaan spiritualitas seseorang. Spiritualitas
bersifat personal. Religiusitas bersifat umum dan norma (Frame, 2003;, Griffith &
Griffith, 2002). Spiritualitas merupakan aktivitas manusia universal untuk
menjadikan hidup bermakna. Spiritualitas berkaitan aktivitas manusia dalam
interaksi dengan orang lain dan diri sendiri (Parker, 2011).
24
Berdasarkan uraian dan penelitian pendahuluan di atas, peneliti
membuat kesimpulan sementara
bahwa seorang pengikut spiritual tarekat
Naqsabandiyah Kholidiyah dengan melaksanakan zikir secara intensitas
memberikan dampak positif dalam kehidupannya. Pertama, mereka mengalami
peningkatan dalam segi religiusitas, baik berhubungan dengan Tuhan, manusia
dan alam sekitar. Kedua, mereka berusaha agar dalam kehidupan sehari-hari
dapat bermanfaat atau bermakna untuk orang lain dan makhluk lain. Ketiga,
mereka mengalami peningkatan dalam pencapaian kesejahteraan psikologis.
Hal tersebut terbukti bahwa anggota tarekat memiliki tingkat kepasrahan pada
Tuhan. Cara anggota tarekat meningkatkan religiusitas, kebermaknaan hidup
dan kepasrahan terhadap Tuhan adalah dengan memperbanyak zikir, ibadah
sunah, puasa, berkholwat, dan menjauhi hal-hal yang kurang bermanfaat.
Namun demikian kesimpulan sementara yang diperoleh peneliti perlu dikaji lebih
dalam melalui penelitian yang lebih mendalam.
B. Rumusan Masalah
Mencermati latar belakang dengan berbagai fenomena kehidupan
masyarakat di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut;
1. Bagaimana dampak pendidikan spiritual tarekat Naqsabandiyah
Kholidiyah terhadap subjective well being pengikut tarekat?.
2. Apakah ada peranan intensitas zikir, religiusitas, dan makna
hidup
secara
bersama-sama
ataupun
mandiri
terhadap
subjective well being?.
3. Apakah makna hidup merupakan mediator intensitas zikir dan
religiusitas terhadap subjective well being?.
25
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian
a.Tujuan Penelitian.
Mengeksplorasi pendidikan spiritual tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah
dan pengaruh intensitas zikir yang dilaksanakan oleh santri spiritual tarekat
Naqsabandiyah
Kholidiyah
terhadap
subjective
well
being
dengan
memperhatikan variabel religiusitas dan makna hidup.
b. Manfaat Penelitian.
1.Teoritis.
Manfaat hasil penelitian peneliti secara teoritis adalah memberikan
informasi ilmiah tentang efek psikologis positif bagi pengikut spiritual
tarekat. Selain itu untuk mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan
psikologi agama di Perguruan Tinggi Islam dan memperkaya khazanah
ilmu pengetahuan psikologi.
2.Praktis
Manfaat hasil penelitian peneliti secara praktis, pertama adalah
mendapatkan hasil uji ilmiah perilaku spiritual yang positif. Kedua, untuk
memperkaya referensi pendidikan spiritual bagi perguruan tinggi dan dapat
dimanfaatkan pihak pesantren. Ketiga, untuk menemukan referensi
pendidikan spiritual tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Kebumen
melahirkan perilaku positif secara psikologis dan berakhlak mulia.
26
D.Keaslian Penelitian
Untuk memperjelas keaslian penelitian ini, peneliti menyajikan
beberapa penelitian berkaitan dengan spiritual. Tujuannya untuk mengetahui
letak perbedaan dan sudut pandang atau arah penelitian yang akan peneliti
lakukan. Penelitian spiritual berkaitan dengan belajar adalah ”The Knowledge
and Knowing of Spiritual Learning” (Benet, & Bennet, 2007). Penelitian tersebut
ada korelasi positif antara karakteristik representatif spiritual dan belajar
manusia. Penelitian yang lain “Changes in Spirituality Among Ayahuasca
Ceremony Novice Participants“ (Trichter, 2009). Penelitian perubahan spiritual
pada orang yang baru
mengikuti upacara Ayahuasca menghasilkan bahwa
tidak ada skor yang meningkat secara signifikan pada SWB spiritual well-being
dan SM (scala mystic) setelah mengikuti upacara Ayahuasca. Sisi lain
menemukan skor sangat signifikan pada PEP (peak experience profile) dan
berpengaruh positif pada SWB dan SM. Hal yang berbeda dengan data yang
dikumpulkan secara kualitatif dengan cara wawancara bahwa partisipan
mempunyai pengalaman berbeda-beda dalam mengikuti acara Ayahuasca
dalam kelompok. Ada yang merasakan perubahan spiritual dan ada yang tidak
(Trichter, 2009).
Penelitian spiritual lain adalah, Spirituality and Well-Being in Frail and
Nonfrail Older Adults (Kirby, Coleman, & Daley, 2004). Sebelum studi ini telah
dilakukan diawali dengan identifikasi penelitian. Hasilnya bahwa kepercayaan
spiritual mempunyai kontribusi kebermaknaan hidup secara psikologis terhadap
masyarakat tua. Keterbatasan penelitian tersebut adalah mempertimbangkan
pengaruh spiritual terhadap psychological well-being (PWB), ketika kesehatan
fisik memburuk dan masyarakat menjadi lemah. Penelitian tersebut menunjukan
27
variabel kontrol untuk status perkawinan, umur, pendidikan, problem kesehatan,
gender,
memiliki
kelemahan
mempunyai
pengaruh
negatif
terhadap
psychological well-being (PWB).Variabel spiritual menjadi variabel prediktor
pengaruhnya signifikan terhadap psychological well-being (PWB), dan sebagai
variabel moderat pengaruhnya negatif terhadap lemahnya psychological wellbeing (PWB). Oleh karena itu studi ini diarahkan ke spiritual dalam pemeliharaan
psychological well-being (PWB) (Kirby, Coleman, & Daley, 2004).
Penelitian spiritual berkaitan dengan tarekat adalah “Bisnis Kaum Sufi
Studi
Tarekat
dalam
Masyarakat
Industri”
di
Kudus
(Mu’tasim
dan
Mulkhan,1998). Orang sufi pada umumnya dikaitkan dengan orang yang
meninggalkan masalah dunia, harta. Di Kudus para penganut tarekat justru
banyak berbisnis. Mereka tetap menjalankan agama dengan mengikuti tarekat.
Mereka
tetap
mencari
harta
dengan
jalan
berdagang
(Mu’tasim
&
Mulkhan,1998).
Penelitian lain adalah penelitian yang serupa diantaranya; Pertama
”Hubungan antara intensitas zikir dengan kendali emosi pada remaja yang
tinggal di pondok pesantren Wahid Hasyim” (Afrianti, 1999). Kedua penelitian
berjudul ”Hubungan antara subjective well being dan intensitas zikir pada
jama’ah sholawat a’dzom” (Hamsyah, 2011). Penelitian tersebut dilakukan pada
kelompok sufi dengan pengumpulan data sebanyak 51 orang di Klaten dan
Boyolali Jawa Tengah. Ketiga penelitian berjudul ”Subjective well being pada
remaja yang ditinggalkan ibunya menjadi tenaga kerja wanita ditinjau dari
penerimaan diri, keberfungsian keluarga, dan pola coping positif (Wibisono,
2010). Ketiga penelitian tersebut hasilnya signifikan antara variabel independent
dan dependent.
28
Beberapa penelitian yang dipaparkan di atas adalah penelitian tentang
spiritual yang mendukung penelitian ini. Apabila dicermati dari poin spiritual yang
akan diteliti peneliti, penelitian ini merupakan pengembangan tiga penelitian di
atas.Perbedaanya adalah ; Pertama fokus penelitian ini pada komunitas spiritual
anggota tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah yang jumlah anggota besar, mutabar
dan telah dikenal di dunia. Kedua subjeknya usia dewasa. Ketiga penelitian ini
fokus pada pendidikan dan pengalaman spiritual yang diadakan oleh lembaga
pendidikan non formal, serta efek psikologisnya. Keempat metodologi penelitian
yang digunakan berbeda yaitu mixed methods dengan cara explanatori
sekuensial.
Download