Pergerakan nitrogen dn kalium pada andisol

advertisement
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Lokasi
Kopeng terletak sekitar 15 km dari Salatiga, di bawah kaki gunung
Merbabu (Anonim, 2010). Daerah ini memiliki bentuk lahan dengan lereng
yang rendah dan relief berombak (8−15%). Batuan induknya terdiri dari debu
volkanik dan pasir dengan batuan dasar breksi volkanik, tuff, lava, dan breksi
lava, serta tanahnya termasuk dalam tipe Typic Hapludand. Tiap tahunnya,
lahan di daerah ini dimanfaatkan untuk lahan pertanian dataran tinggi yang
ditanami tanaman pangan dan sayuran (Setyorini et al., 2010).
Lokasi penelitian dibatasi oleh Desa Tolokan dan Desa Wates (sebelah
Utara), Desa Genikan dan Desa Kenalan (sebelah Selatan), Desa Jagonayan,
Desa Ngablak dan Desa Pandean (sebelah Barat), Desa Batur (sebelah Timur)
yang terletak pada koordinat 07°23’55”−07°24’30” Garis Lintang dan
110°24’40”−110°25’10” Garis Bujur. Ketinggian lokasi penelitian ini
mencapai 1500 m dpl dengan curah hujan sekitar 211 mm pada tahun 2003
(Anonim, 2007).
2.2.
Andisol
Andisol adalah tanah yang berkembang dari bahan volkanik, seperti
abu volkan, batu apung, sinder, lava, dan sebagainya, dan atau bahan
volkaniklastik, yang fraksi koloidnya didominasi oleh mineral “short-rangeorder” (alophan, imogolit, ferihidrit) atau kompleks Al-humus (Hardjowigeno,
2003). Tanah ini mempunyai horizon Al yang bewarna hitam, tebal dan kaya
akan bahan organik, tetapi tidak mempunyai horizon A2, dengan horizon B
berwarna kuning pucat, coklat kekuningan atau coklat keabu-abuan dan
kandungan bahan volkannya terlapuk sampai ke horizon C (Hardjowigeno,
1993).
Andisol merupakan tanah yang terbentuk dari bahan andik. Jenis tanah
ini memiliki sifat porous, sangat gembur, struktur remah, memiliki sifat
kejenuhan basa rendah, kapasitas tukar kation tinggi, mengandung C dan N
yang tinggi, memiliki C/N rasio yang tergolong rendah, mengandung bahan
organik tinggi, kandungan aluminium dapat ditukar (Al−dd) rendah,
mempunyai bulk density rendah (< 0,85 g/cm3) dan mempunyai mineral liat
alofan (Rachim dan Suwardi, 1999).
Andisol terbentuk dari abu atau pasir vulkan dan tersebar pada
landform volkan yang ketinggiannya lebih dari 900 m dpl (pada topografi
bergunung). Tanah ini mempunyai sifat fisik, morfologi dan kimia tanah yang
cukup baik. Tekstur tanahnya ringan (lempung berdebu), struktur tanahnya
berbutir, konsistensi gembur sehingga mudah diolah, dan kemampuan
meretensi air yang cukup tinggi. Tanah ini sangat potensial untuk ditanami
tanaman sayuran dan umbi-umbian pada dataran tinggi, karena selain sifat
tanahnya baik, suhu udaranya juga relatif rendah (<22oC) (Anonim, 2009).
Andisol merupakan tanah yang subur baik sifat fisik maupun kimianya
sesuai dengan kondisi tanah yang dibutuhkan bagi tanaman pertanian, yaitu
gembur, ringan, berpori, berwarna gelap, bertekstur sedang (lempung,
lempung berdebu dan lempung liat berdebu) dan terdapat di pegunungan
dengan curah hujan sedang sampai tinggi. Namun, penggunaan lahan yang
intensif tanpa diimbangi dengan input produksi yang memadai dan
pengelolaan yang tidak tepat akan menyebabkan produktivitas lahan menurun
(Nurmayulis, 2010).
2.3.
Nitrogen
Nitrogen merupakan hara makro utama yang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion NO3- atau
NH4+ dari tanah. Kadar nitrogen rata-rata dalam jaringan tanaman adalah
2%-4% bobot kering. Pemupukan nitrogen akan menaikkan produksi tanaman,
kadar protein, dan kadar selulosa, tetapi sering menurunkan kadar sukrosa,
polifruktosa, dan pati. Untuk pertumbuhan yang optimum selama fase
vegetatif, pemupukan nitrogen harus diimbangi dengan pemupukan unsur lain.
Pembentukan senyawa N-organik tergantung pada imbangan ion-ion lain,
termasuk Mg untuk pembentukan klorofil dan ion fosfat untuk sintetis asam
nukleat. Penyerapan N-nitrat untuk sintesis menjadi protein juga dipengaruhi
oleh ketersediaan ion K+ (Rosmarkam dan Nasih, 2002).
Dari tiga unsur yang biasanya diberikan sebagai pupuk, nitrogen
memberikan pengaruh yang paling mencolok dan cepat, terutama merangsang
pertumbuhan di atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Hampir
pada seluruh tanaman, nitrogen merupakan pengatur dari penggunaan kalium,
fosfor, dan penyusun lainnya (Soepardi, 1983).
Pengadaan nitrogen dalam tanah terjadi melalui proses mineralisasi
dan immobilisasi N, fiksasi N dari udara, melalui hujan dan bentuk presipitasi
yang lain, serta pemupukan (Leiwakabessy et al., 2003). Menurut
Bartholomew (1965), ketersediaan nitrogen dalam tanah dipengaruhi oleh
1. Iklim. Iklim merupakan faktor penting yang menentukan berbagai jenis
tanaman yang tersedia di setiap lokasi tertentu, jumlah bahan tanaman yang
dihasilkan dan intensitas aktivitas mikroba tanah. Oleh sebab itu, faktor ini
berperan dalam menentukan nitrogen dan tingkat bahan organik dalam tanah.
Nitrogen sangat erat kaitannya dengan materi organik. Curah hujan juga
memberikan dampak bagi tingkat nitrogen dalam tanah yang menyebabkan
pertumbuhan tanaman menjadi lebih besar, akibatnya produksi bahan baku
sintesis dari humis substansi mengalami peningkatan, 2. Tipe vegetasi.
Vegetasi berkaitan dengan spesies tanaman yang tersedia di lokasi tertentu,
bukan kaitannya dengan kuantitas pertumbuhan vegetatif yang dihasilkan.
Tanaman dengan sistem perakaran ekstensif umumnya memiliki nitrogen yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang memiliki sistem perakaran
terbatas, 3. Topografi. Faktor ini mempengaruhi kandungan nitrogen tanah
melalui pengaruhnya terhadap iklim, limpasan, evaporasi, transpirasi suatu
derajat kemiringan, panjang, dan bentuk lereng. Tanah basah secara alami
biasanya mengandung nitrogen yang tinggi. Hal ini dikarenakan kondisi
anaerobik yang berlaku selama periode basah dari hancuran materi organik,
4. Sifat kimia dan fisik tanah. Jumlah dan jenis mineral liat mempengaruhi
jumlah nitrogen dalam tanah. Makin tinggi kapasitas adsorpsi mineral liat
makin stabil bahan organik dan makin tinggi kadar nitrogen dalam tanah,
5. Organisme Tanah. Nitrogen yang dapat dipertahankan pada tingkat yang
tinggi dalam tanah selama beberapa periode tahun ini dipengaruhi oleh
aktivitas mikroba.
Perubahan bentuk nitrogen dalam tanah dan bahan organik melalui
beberapa macam proses, yaitu aminisasi, amonifikasi dan nitrifikasi.
Aminisasi merupakan pembentukan senyawa amino bahan organik oleh
mikroorganisme. Rumus proses aminifikasi dapat dilihat di bawah ini :
Protein + enzyme à senyawa amino + CO2 + E
Amonifikasi merupakan pembentukan ammonium dari senyawa amino
oleh mikroorganisme. Adapun rumus kimia dari proses amonifikasi, yaitu :
R-NH2 + HOH à R-OH + NH3 + E
NH3 + HOH à NH4OH ó NH4+ + OHSedangkan nitrifikasi merupakan perubahan ammonium (NH4+)
menjadi nitrit (oleh bakteri Nitrosomonas), kemudian menjadi nitrat (oleh
Nitrobacter). Rumus kimia nitrifikasi adalah :
Nitrosomonas
2 NH4+ + 3O2 ------------------------> 2NO2- + 2H2O + 4H+ + E
Nitrobacter
2 NO2- + O2 ------------------------> 2NO3- + E
Adapun faktor yang mempengaruhi nitrifikasi adalah tata udara, pH
tanah dan suhu. Nitrifikasi akan berjalan baik jika tata udara tanah baik, pH
sekitar 7,0 dan suhu tidak terlalu dingin (Hardjowigeno, 2007).
Untuk memproduksi pupuk nitrogen, maka nitrogen (N2) dari udara
ditransformasikan menjadi amoniak (NH3) dengan menggunakan hidrogen
(H2) yang didapatkan dari gas alam, prosesnya disebut sintesa amoniak.
Persenyawaan ini dapat langsung digunakan sebagai pupuk atau dengan asam
sulfat diubah menjadi ammonium sulfat (Rinsema, 1983 dalam Rafianty,
2006).
Kelebihan nitrogen dapat memperpanjang umur tanaman dan
memperlambat proses pematangan karena tidak seimbang dengan unsur
lainnya seperti P, K, dan S. Kekurangan nitrogen menyebabkan pertumbuhan
tanaman tertekan dan daun-daun menjadi kering. Kandungan nitrogen yang
sangat rendah sekali akan mengakibatkan daun menjadi coklat dan mati
(Leiwakabessy et al., 2003).
Nitrogen dalam tanah berjumlah sedikit, sedangkan yang diangkut
tanaman tiap tahunnya sangat banyak. Pada saat tertentu, nitrogen sangat larut
dan mudah hilang dalam air drainase. Pada saat lain dapat hilang menguap
(volatilization) atau di waktu lain sama sekali tidak tersedia bagi tanaman
(Soepardi, 1983). Karena respon tanaman terhadap pemupukan nitrogen
sangat cepat, orang sering menyarankan takaran nitrogen yang jauh melebihi
yang diperlukan. Saran demikian sangat tidak menguntungkan, karena
nitrogen itu mahal dan mudah hilang dari tanah. Tanaman yang kelebihan
nitrogen daunnya akan berwarna hijau gelap, lemas, dan tebal berair
(Soepardi, 1983).
2.4.
Kalium
Kalium merupakan hara ketiga setelah N dan P. Kalium tergolong
unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman
maupun dalam xylem dan floem. Umumnya, bila penyerapan kalium tinggi
menyebabkan penyerapan unsur Ca, Na, dan Mg turun (Rosmarkam dan
Nasih, 2002).
Kalium diadsorpsi tanaman dalam bentuk K+. Berbeda dengan N, S, P
dan beberapa unsur lain. Kalium tidak dijumpai di dalam bagian tanaman
seperti protoplasma, lemak dan selulosa. Kebutuhan tanaman akan kalium
cukup tinggi dan akan menunjukkan gejala kekurangan apabila kebutuhannya
tidak tercukupi (Leiwakabessy et al., 2003).
Kalium tanah berasal dari dekomposit mineral primer yang
mengandung K seperti K-feldspar (orthoklas dan mikroklin, KalSi3O8),
muskovit KAl3Si3O10(OH)2, biotit K(Mg, Fe)AlSi3O10(OH)2 dan flogopit
KMg2Al2Si3O10(OH)2. Ketersediaan kalium dari mineral primer ini kecil dan
urutan ketersediaannya adalah biotit>muskovit>feldspar. Kalium juga terdapat
dalam mineral-mineral liat seperti illit, khlorit, vermikulit, dan mineralmineral
interstratified
(vermikulit-khlorit,
montmorilonit-khlorit,
dll).
Sedangkan untuk sumber pupuk, kalium diambil dari endapan-endapan garam
kalium (Leiwakabessy et al., 2003).
Secara kimia, kalium tanah dibagi menjadi tiga, yaitu kalium dapat
ditukar, kalium tidak dapat ditukar dan kalium larut air. Fraksi tidak dapat
ditukar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu K-mineral atau K yang difiksasi
oleh mineral liat tipe 2:1. Pada kebanyakan tanah, bentuk kalium sebagian
besar berupa tidak dapat ditukar (Black, 1968).
Kalium adalah hara tanaman yang mudah tercuci seperti halnya
nitrogen. Tanah di daerah tropis mengalami pencucian kalium terus-menerus
karena curah hujan tinggi menyebabkan tanah tua dan tanah berpasir miskin
kalium. Suhu yang relatif tinggi menyebabkan perubahan K-mineral menjadi
K-terfiksasi, K-dd dan K-larut air relatif cepat (Widjaja, 1996). Meskipun
terjadi pencucian kalium tetapi terjadi juga penambahan K-tersedia yang
berkurang karena diserap tanaman dari K-terfiksasi dan K-mineral. Tanaman
dapat menyerap kalium yang berasal dari K-terfiksasi dan K-mineral sampai
24-80% dari kalium yang diserap selama pertumbuhan (Buckman dan Brady,
1969 dalam Widjaja, 1996).
Peredaran kalium hampir sama dengan fosfor, terutama karena
sejumlah besar dari unsur ini hilang dan berakhir di laut, tanpa adanya suatu
mekanisme pengembalian ke tanah yang efektif. Tanaman mempercepat
proses tersebut. Tanaman menyerap unsur kalium dari tanah yang secara
relatif terlindung dari bahaya erosi. Seperti halnya nitrogen, kalium juga dapat
hilang oleh sebagian besar pencucian dan terangkut tanaman (Soepardi, 1983).
2.5.
Brokoli
Brokoli (Brassica oleracea var. italica) tergolong ke dalam keluarga
kubis-kubisan dan termasuk sayuran yang tidak tahan terhadap udara panas.
Akibatnya, brokoli cocok ditanam di dataran tinggi yang lembab dengan suhu
rendah, yaitu di atas 700 m dpl. Sayuran ini juga tidak tahan terhadap hujan
yang terus-menerus. Jika hal ini terjadi, tanaman brokoli menjadi kekuningkuningan dan jika membusuk warnanya berbintik-bintik hitam (Ashari, 1995
dalam Sari, 2008).
Tanaman brokoli dipanen sebelum mekar, yaitu pada saat krop brokoli
masih berwarna hijau. Apabila bunganya telah merekah, tangkai bunga
majemuk memanjang dan keluarlah kuntum bunga seperti pada kol bunga, dan
selanjutnya bunga mekar berwarna kuning (Rukmana, 1994 dalam Sari,
2008). Cara panen brokoli adalah memotong pangkal tangkai bunganya
sebelum bunga mekar (Ashari, 1995 dalam Sari, 2008).
Brokoli memiliki beberapa syarat tumbuh, yaitu dapat tumbuh di tanah
yang memiliki tekstur lempung sampai lempung berpasir, gembur dan
mengandung bahan organik. Brokoli dapat hidup pada pH optimum 6,0−6,8
dengan ketinggian tempat 400−2.000 m dpl. Brokoli membutuhkan lokasi
terbuka dan mendapat sinar matahari penuh serta drainase yang lancar
(Wahyudi,
2010).
Download