BAB III MODEL KESEIMBANGAN PENDAPATAN DALAM PEREKONOMIAN Sebelum membahas lebih jauh mengenai beberapa model keseimbangan pendapatan baik dalam perekonomian dua sektor, tiga dan empat sektor akan dibahas terlebih dahulu mengenai konsumsi, tabungan, investasi dan eksport – import. A. FUNGSI KONSUMSI Adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara variabel pendapatan nasional ( Y ) dengan variabel konsumsi ( C ). Fungsi konsumsi menurut JM Keynes dirumuskan sebagai C = Co + cY Karakteristik Fungsi Konsumsi Keynes adalah : 1. Besarnya pengeluaran konsumsi ( C ) dipengaruhi secara positif dan searah oleh besarnya pendapatan 2. Merupakan fungsi konsumsi jangka pendek, ditunjukkan adanya konsumsi otonom ( Co ) yaitu Pengeluaran konsumsi pada saat pendapatan sama dengan nol ( 0 ) Pengeluaran konsumsi yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan 3. c = Marginal Propensity to Consume ( MPC ) yaitu besarnya kecenderungan perubahan konsumsi ketika pendapatan berubah ( C / Y ). 0 < c < 1, atau MPC positif tapi kurang dari 1. (Ini berdasarkan Fundamental Psychological Law). Dimana c merupakan slope kurva konsumsi. 4. Y adalah pendapatan yang siap dibelanjakan atau disebut disposible income yaitu Y d = Y – tax + subsidi 5. Average Propensity to Consume atau kecenderungan rata – rata untuk berkonsumsi . APC = C/Y = Co + cY = c + Co / cY Y Besarnya APC tidak konstan, tetapi membesar dengan semakin besarnya C Dalam jangka pendek APC > MPC 13 APC ( pada satu tingkat pendapatan ) adalah slope garis yang dibuat dari titik origin ke suatu titik pada kurva konsumsi ( pada tingkat pendapatan tertentu 6. Fungsi konsumsi jangka panjang Keynes mempunyai sifat – sifat sebagai berikut: Fungsinya C = kY MPC = APC MPC jangka panjang > MPC jangka pendek Tidak ada autonomous consumption, karena dalam jangka panjang apabila tidak ada pendapatan maka tidak bisa berkonsumsi. Hubungan Konsumsi Jangka Panjang dan jangka Pendek Dalam jangka panjang , pola konsumsi menurut Keynes akan membentuk suatu pola tertentu dengan berbagai model. Model – model tersebut dikembangkan oleh pengikut – pengikut Keynes. Terdapat tiga model hubungan konsumsi jangka panjang dan jangka pendek yang perlu dibahas di sini, ayitu : 1. Permanent Income Hypothesis, menurut Milton Friedman, pendapatan permanen terdiri dari pendapatan periode lalu ditambah dengan windfall income yang diyakini menjadi bagian dari pendapatan permanen. Keyakinan itu diwujudkan dalam koefisien adaptasi yang dinotasikan dengan g. Dalam jangka pendek g terletak antara 0 dan satu. Semakin mendekati 0 artinya konsumen semakin pesimis bahwa windfall income akan menjadi pendapatan permanen, sementara semakin mendekati 1 artinya konsumen semakin optimis. Dalam jangka panjang besarnya g adalah 1, artinya seluruh windfall akan menjadi pendapatan permanen. C = k ( 1 – g ) Yt-1 + kg Yt 2. Relative Income Hypothesis, menurut Duessenbery jika pendapatan berubah maka pola konsumsi juga akan berubah mengikuti jalur perubahan yang ratchet, karena pola – pola perubahan konsumsi tersebut melalui tahap - tahap penyesuaian. Dalam jangka pendek karena konsumen belum bisa menyesuaikan pola konsumsi dengan pendapatan yang baru, maka konsumen tetap mendasarkan pola konsumsinya pada pendapatan yang lama, baru dalam jangka panjang pola konsumsi akan mengikuti pada pendapatan yang baru. Sulitnya penyesuaian terhadap pendapatan yang baru adalah karena psychological shock pada kasus pendapatan turun. Secara grafis, model konsumsi Relative income ini bisa digambarkan sebagai berikut : 14 CL CS3 F E CS2 D G CS1 C Co3 B Co2 A Co1 0 Y1 Y2 Y3 Gambar 3.1 Relative Income Hypotesis Keterangan : Cl adalah konsumsi jangka panjang, sementara Cs1, Cs2 dan Cs3 adalah konsumsi jangka pendek. Pendapatan mula – mula adalah sebesar Y1 dengan konsumsi di titik A, ketika terjadi kenaikan pendapatan pada Y2, konsumsi tidak langsung berubah ke titk C, namun melalui penyesuaian di titik B. Demikian juga ketika pendapatan naik ke Y3. Dalam jangka panjang, konsumsi akan mengikuti pola konsumsi Cl. Sehingga apabila digambarkan, perubahan konsumsi akan menjadi A – B – C – D – E. Demikian juga ketika terjadi penurunan pendapatan, maka pola konsumsi tidak akan langsung berubah sesuai pola konsumsi jangka panjang namun mengalami penyesuaian seperti pada saat pendapatan naik. 3. Life Cycle Hypothesis, menurut Ando Modigliani apabila pola konsumsi sepenuhnya mengikuti naik turunnya pendapatan banyak konsumen yang tidak kuat karena adanya cultural lag dan psychological shock. Untuk itu banyak konsumen mengatasinya dengan cara merencanakan pengeluaran seumur hidupnya agar tetap sama dan merata, tidak mengikuti naik turunnya pendapatan. Asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah : Umur manusia bisa diperkirakan, misalnya selama D tahun 15 Umur produktif manusia juga bisa diperkirakan misalnya selama R tahun Besarnya pendapatan per periode umur juga bisa diperkirakan misalnya Y rupiah Selain pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan juga terdapat kekayaan lain misalnya warisan, hadiah atau hibah. Dari keempat asumsi tersebut maka kita bisa membuat rumus sebagai berikut : C = W + RY D = W + R D D Y B. FUNGSI TABUNGAN Tabungan merupakan fungsi pendapatan S = s Y. Besar kecilnya tabungan dipengaruhi secara positif oleh besar kecilnya pendapatan nasional. Di mana tabungan adalah sisa pendapatan setelah digunakan untuk konsumsi atau dapat ditulis sebagai S = Y – C . Hal ini mengandung arti bahwa besarnya tabungan baru diketahui setelah besarnya konsumsi diketahui. C. PEREKONOMIAN 2 SEKTOR Dalam arus lingkar pendapatan dan pengeluaran pada bab kedua, sudah disinggung mengenai beberapa model keseimbangan pendapatan nasional. Pada perekonomian negara yang masih tertutup dan sederhana, komponen perekonomian terdiri atas dua sektor yaitu rumah tangga konsumen dan rumah tangga produsen dengan variabel – variabel yang digunakan konsumsi ( C ) dan tabungan ( S ). Hubungan antar variabel dalam perekonomian dua sektor ini adalah sebagai berikut : C = f ( Yd ) konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan 1. 0 < C < 1 Y 2. C = a + bYd 3. Yd =C+S 4. Yd = ( a + bYd ) + S S = Yd - ( a + bYd ) S = -a + (1 – b ) Yd Di mana Yd = Pendapatan yang bisa langsung dibelanjakan C = Konsumsi 16 S = Saving, tabungan a = konsumsi autonomos/ Co b = MPC/ c . . Selain mpc kita juga mengenal adanya mps ( marginal propensity saving), yaitu seberapa besar perubahan tabungan dengan adanya perubahan pendapatan. Dari hubungan tabungan dan konsumsi, maka kita akan menemukan Mpc+ Mps = 1. Pada titik pendapatan tertentu terdapat kondisi di mana semua pendapatan dihabiskan untuk konsumsi. Hal ini disebut dengan pendapatan break event point. Juga kondisi ketika pendapatan tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumsinya, sehingga terjadi pendapatan yang sifatnya negatif atau terjadi hutang. Secara grafis, hubungan pendapatan, tabungan dan konsumsi bisa digambarkan sebagai berikut : C,S Y=C E C = a + bY S = -a + bY a 450 0 Ye Y -a Gambar 3.24 Contoh Pada tingkat pendapatan sebesar 100 mrp pertahun, besar konsumsi 95 mrp Pada tingkat pendapatan nasional 120 mrp per tahun, besar konsumsi 110 mrp. Pada tingkat pendapatan Rp 90 milyar, berapakah konsumsi dan tabungannya Dicari a. Fungsi konsumsi dan tabungan b. Titik Break even point c. Pada tingkat pendapatan Rp 90 milyar berapa konsumsi dan tabungannya Jawab a. APC100 = C100 / Y100 = 95 / 100 = 0,95 17 APC120 = C120 / Y 120 = 110/120 = 0,9166 MPC = C / Y = ( 110 – 95 ) / ( 120 – 100 ) = 15 / 20 = 0,75 Maka dengan menggunakan rumus di atas bisa dicari = ( APCn – MPC ) Y + MPC. Y C = ( 0,95 - 0,75 ) . 100 + 0,75 Y = 0,20 x 100 + 0,75 Y = 20 + 0,75 Y b. Tingkat Break even Y = C Y - C = 0 Y - ( 20 + 0,75 Y ) = 0 Y - 0,75 Y - 20 = 0 0,25 Y = 20 Y = 80 mrp Artinya pada tingkat pendapatan sebesar Rp 80 milyar, seluruh pendapatan digunakan untuk berkonsumsi. Sebelum tingkat pendapatan sebesar Rp 80 milyar, kekurangan konsumsi akan ditutup dengan tabungan negatif ( hutang ). c. Fungsi Saving S = Y - C C = a + cY maka S = Y - ( a + cY ) = Y - a - cY = ( 1- c ) Y - a Dari soal di atas, fungsi savingnya adalah S = ( 1 - c ) Y - a S = ( 1 - 0,75 ) Y - 20 = ( 0,25 ) Y - 20 d. Pada tingkat pendapatan Rp 90 milyar, maka konsumsinya C = 20 + 0,75 ( 90 ) = 87,5 milyar rupiah S = 0,25 ( 90 ) – 20 = 2,5 milyar rupiah 18 D. PEREKONOMIAN DUA SEKTOR DENGAN MEMASUKKAN UNSUR PAJAK DAN SUBSIDI Pajak dan subsidi akan mempengaruhi pengeluaran konsumsi dan tabungan melalui pendapatan yang bisa dibelanjakan. Seperti di bahas dalam bab sebelumnya bahwa pendapatan disposible adalah pendapatan setelah dikurangi dengan pajak ( T ) dan ditambah dengan subsidi ( F ) yang diterima masyarakat. Yd = Y - T + F / Yd = Y – Tx + Tr T = f ( Y ) artinya besar kecilnya pajak ditentukan oleh pendapatan nasional. T = To + tY To = Autonomous tax , besar kecilnya pajak tidak dipengaruhi oleh pendapatan tY = Marginal Propensity to tax atau koefisien pajak, yaitu besarnya perubahan pajak apabila terjadi perubahan pendapatan. Dalam sistem pajak built in fleksible, besar kecilnya pajak tergantung juga pada besar kecilnya pendapatan nasional. Sistem pajak ini disebut automatic stabilizer yaitu penstabil otomatis, yaitu besarnya perubahan pajak apabila terjadi perubahan dalam pendapatan. Hal yang sama juga berlaku pada subsidi yang menggunakan sistem ini. Dalam pengenaan pajak, pendapatan dibagi dalam beberapa tingkat kelompok pendapatan dengan 3 sistem pajak sebagai berikut : a. Progresif, yaitu semakin tinggi pendapatan atau harga semakin tinggi persentase pajak yang dikenakan. b. Regresif, yaitu semakin tinggi pendapatan atau harga semakin rendah persentase pajak yang dikenakan. c. Proporsional, Persentase pajak yang dikenakan sama untuk setiap tingkatan pendapatan ataupun harga. Dari ketiga sistem pajak tersebut, yang paling sering digunakan adalah pajak proporsional. Tujuan dikenakan pajak dengan sistem proporsional adalah 1. Meratanya pembagian pendapatan untuk menghilangkan distorsi/ ketimpangan pembagian pendapatan 2. Stabilisasi perekonomian Dalam perekonomian yang sudah memasukkan pajak ini, fungsi konsumsinya dituliskan sebagai berikut : C = Co +c(Y–T+F) = Co + c (Y – (To + tY ) + ( Fo – fY) = Co + c ( Y – To – tY + Fo – fY ) 19 = Co C + cY – cTo – ctY + cFo – cf Y = ( Co – cTo + cFo ) + ( c – ct – cf ) Y Dari fungsi konsumsi tersebut bisa diturunkan dalam fungsi saving sebagai berikut : S = - ( Co – cTo + cFo ) + ( 1 – ( c – ct – cf )Y Perubahan jumlah konsumsi & saving krn perubahan Tx C + C = a + c ( Y + Tr - ( Tx + Tx ) C + C = a + c ( Y + Tr - Tx ) - c Tx C + C = C - c Tx C = - cTx Contoh : Jika diketahui C = 1.000 + 0,8 Yd T = 100 + 0,2 Y F = 50 – 0,1 Y Carilah fungsi konsumsi dan savingnya C = Co + c Yd = Co +c(Y -T+F) = 1.000 + 0,8 ( Y – ( 100 + 0,2 Y ) + ( 50 – 0,1 Y ) = 1.000 + 0,8 ( Y – 100 – 0,2 Y + 50 – 0,1 Y ) = 1.000 + 0,8 ( 0,7 Y - 50 ) = 1.000 + 0,56 Y - 40 = 960 + 0,56 Y Jadi C = 960 + 0,56 Y S = -960 + 0,44 Y E. EKONOMI 2 SEKTOR YANG SUDAH MEMASUKKAN INVESTASI Dalam perekonomian dua sektor Y = C + S, adalah pendapatan dilihat dari segi penggunaannya, apabila dilihat dari segi asalnya maka Y = C + I. Di sini sudah dimasukkan variabel investasi . Dalam ekonomi makro, investasi adalah pengeluaran sektor bisnis. Investasi mempunyai hubungan negatif dengan tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga semakin kecil investasinya. Ekonomi periode ke-0 ( pendapatannya ) digunakan pada periode ke-1. Periode ke 1 digunakan untuk periode ke2 dan seterusnya maka akan diperoleh : Co + Io = Yo Yo = C1 + S1 20 C1 + I1 = Y1 Y1 = C2 Y + S2 dan seterusnya nasional equilibrium adalah tingkat pendapatan nasional di mana tidak ada kekuatan ekonomi yang mempunyai tendensi untuk mengubahnya. Yo = Y1 = Y2 dan seterusnya. Karena konsumsi tergantung Y maka Ceq saat Co = Y1 = Y2 dst Demikian juga untuk saving. Maka kita bisa menyimpulkan bahwa S1 = I1 Pada perekonomian dua sektor yang sudah memasukkan variabel investasi ini terdapat 2 cara untuk menghitung pendapatan nasional equilibrium yaitu : Cara I Y = C + I C = a + cY Y = a + cY + I Y – cY =a + I (1–c) Y =a + I Y =(a+I) 1 1- c =a + I 1- c Cara II S = I Y - C = I Y - ( a + cY ) = I Y - a - cY = I Y - cY = a + I (1–c) Y = a + I Y = 1 . (a+I) 1–c Contoh : Diketahui Fungsi konsumsi C = 0,75 Y + 20 mrp Investasi/ th I = 40 mrp a. Hitung besar pendapatan nasional equilibrium b. Hitung besar konsumsi equilibrium c. Besar saving equilibrium 21 Jawab a. Y = 1 ( 1 – 0,75 ) = 4 x 60 . ( 20 + 40 ) = 240 mrp b. Ceq = a + cY = 20 + 0,75 ( 240 ) = 200 mrp c. S eq = -20 + 0,25 ( 240 ) = 40 mrp Dari hasil penghitungan maka terlihat S = I Apabila terjadi kondisi di mana investasi tidak sama dengan saving besarnya Ketidakseimbangan perekonomian ( DISEQUILIBRIUM ). Pendapatan nasional akan terus berubah. F. PEREKONOMIAN 3 SEKTOR dan PERAN PEMERINTAH Perekonomian 3 sektor ini masih tergolong perekonomian yang tertutup karena belum ada sektor Luar Negeri-nya. Dalam perekonomian 3 sektor sudah mulai memasukkan sektor pemerintah. Peran pemerintah dalam perekonomian mulai dianggap penting setelah Keynes memasukkannya dalam analisis tahun 1936. Menurut Keynes Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat pendapatan keseimbangan melalui 2 cara yaitu pembelanjaan pemerintah akan barang & jasa (G) dan pemungutan pajak T (Tx) & transfer ( Tr ). Dengan masuknya peranan pemerintah, maka perekonomian makro khususnya permintaan agregat tidak hanya dipengaruhi oleh sektor moneter namun juga dipengaruhi sektor fiskal. Pengeluaran pemerintah mempunyai karakteristik : a. Fungsi pengeluaran adalah Go yang berarti merupakan variabel exogeneous yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh variabel apapun dalam perekonomian tetapi ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah, namun dipengaruhi oleh ada tidaknya sumber dana pemerintah atau disebut derajat eksogenitas. b. G adalah pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk pembelian barang dan jasa oleh pemerintah, baik berupa pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. 22 Sumber dana G adalah : Dalam suatu negara terdapat beberapa sumber pendapatan yaitu : 1. Pajak yang merupakan sumber pendapatan terbesar. Pajak adalah uang atau daya beli masyarakat yang diserahkan kepada pemerintah dengan tidak memperoleh imbalan secara langsung. 2. Peminjaman dari Bank Sentral 3. Penjualan obligasi melalui Open Market Operastion ( OMO ) atau operasi pasar terbuka 4. Usaha Negara yang sah ( BUMN ) 5. Pinjaman / hutang dari luar negeri. Pendapatan – pendapatan tersebut akan dialokasikan ke dalam : 1. Pengeluaran konsumsi kongkrit/ Government Expenditure yaitu melalui : Belanja rutin meliputi pengeluaran biaya administrasi pemerintah seperti gaji pegawai, perjalanan dinas dan lain – lain Belanja pembangunan yang digunakan untuk melakukan pembangunan fasilitas – fasilitas umum. 2. Pengeluaran transfer payment, misalnya untuk subsidi – subsidi, beasiswa dan lain sebagainya. Tx dan Tr mempengaruhi hubungan antara pendapatan out put & pendapatan disposible oleh swasta (Yd) Yd = Y + Tr - Tx Karena Yd = C + S Maka C + S = Y + Tr – Tx Pada perekonomian 3 sektor berarti sudah mulai dibicarakan adanya kebijakan Fiskal . 3 Fungsi Kebijakan Fiskal 1. Fungsi Alokasi Public Goods 2. Fungsi Distribusi Pembagian pendapatan nasional 3. Fungsi stabilisasi ( memelihara kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga stabil & tingkat perekonomian tumbuh pesat ). Dengan memasukkan fungsi Investasi dan Government pada perekonomian 3 sektor rumusan matematisnya menjadi sebagai berikut : Y = C+I+G Y = Yd – Tr + Tx 23 Yd = Y + Tr – Tx Yd = C+S Maka akan diperoleh C + I + G = C + S - Tr + Tx I + G = S – Tr + Tx I + G + Tr = S + Tx Kalau dalam perekonomian 2 sektor I = S , maka dalam perekonomian 3 sektor ini I tidak harus sama dengan S , asalkan I + G + Tr = S + Tx Dengan menggunakan persamaan dasar tersebut di atas bisa diperoleh Y = C + G + I C = a + c Yd = a + c Yd + I + G = a + c ( Y + Tr - Tx ) + I + G Y - cY = a + cTr - cTx + I + G (1–c )Y = a + cTr - cTx + I + G Y = a + cTr - cTx + I + G 1–c Contoh Fungsi Konsumsi : C = 0,85 Yd + 135 mrp Investasi : I = 87,5 mrp Pajak : Tx = 70 mrp GE : G = 65 mrp Transfer payment : Tr = 75 mrp Dicari pendapatan nasional , konsumsi dan saving equilibrium a. Y = 1 ( a - cTx + cTr + G + I ) 1-c 1 ( 135 – (0,85 x 70) + (0,85x75 ) + 65 + 87,5) Y = Y (1- 0,85) = 6,67 ( 135 - 59,5 + 63,75 + 65 + 87,5 ) = 6,6667 ( 291,75 ) = 1945,0097 b. C = 0,85 Yd + a = 0,85 ( 1945 + 75 - 70 ) + 135 = 0,85 ( 1950 ) + 135 = 1657,5 + 135 = 1792,5 mrp 24 c. S = Yd - C = ( 1945 + 75 - 70 ) - 1792,5 = 1950 - 1792,5 = 157,5 mrp Untuk mencocokkannya S + Tx = I + G + Tr 157,5 + 70 = 87,5 + 65 + 75 227,5 = 227,5 Jadi dalam contoh kasus ini terbukti bahwa I tidak harus sama dengan S namun S + Tx = I + G + Tr Dalam suatu kondisi bisa jadi pengeluaran pemerintah jauh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan pemerintah, maka yang terjadi adalah defisit perekonomian. Pada jaman orde baru, kondisi perekonomian yang defisit merupakan hal yang tabu sehingga untuk menciptakan kondisi perekonomian yang berimbang, pemerintah menutupnya dengan hutang luar negeri. Sejak masa Reformasi dengan pemerintahan Abdurrahman Wahid, pemerintah mulai berani menyatakan kondisi yang sesungguhnya yaitu perekonomian defisit. G. PEREKONOMIAN 4 SEKTOR Dalam perekonomian empat sektor dimasukkan adanya sektor luar negeri dengan ekspor dan impornya sehingga disebut dengan Open Ekonomi atau ekonomi yang terbuka karena aktifitas ekonomi suatu negara tidak hanya ditentukan oleh aktifitas ekonomi masyarakat dalam negeri tapi juga hubungannya dengan negara lain. Perdagangan luar negeri terjadi karena masing masing negara ingin meningkatkan efisiensi kegiatan ekonomi dan pendapatan nasionalnya 3 faktor utama penyebab terjadinya perdagangan internasional adalah : 1. Absolute Advantage yaitu keunggulan mutlak yaitu suatu negara dengan sumber daya yang dimilikinya merupakan satu – satunya atau sebagian kecil produsen suatu barang tertentu. Sehingga negara lain terpaksa harus membeli barang kebutuhan yang dimaksud pada negara tersebut. Dengan adanya berbagai macam kemajuan dan inovasi dalam tehnologi baru , maka saat ini hampir tidak ada negara yang mempunyai keunggulan absolut tersebut karena sebagian besar mampu dipatahkan dengan competitive advantage. Hanya satu negara yang punya 25 keunggulan yang tidak mungkin akan bisa disaingi oleh negara manapun di dunia yaitu Arab Saudi dengan Ka’bahnya. Seluruh masyarakat Islam di dunia ketika membutuhkan untuk berhaji pasti akan menuju ke negara tersebut walaupun harus dibayar dengan harga yang sangat mahal. 2. Comparative Advantage, keunggulan komparative yang terjadi karena adanya kemampuan suatu negara untuk memproduksi barang dengan biaya yang paling murah sehingga negara – negara lain memilih bertransaksi dengan negara tersebut untuk memperoleh suatu barang. Keunggulan komparatif lebih mengacu pada harga yang mampu diberikan kepada konsumen. 3. Competitive Advantage, keunggulan kompetitive yang terjadi karena adanya inovasi tehnologi – tehnologi baru yang selalu muncul. Setiap negara apabila berusaha maka pasti akan mampu menciptakan competitive advantage. Jadi keunggulan kompetitif lebih mengacu pada produk unggulan yang mampu diciptakan dengan kualitas yang lebih tinggi. Perubahan penting adalah bahwa pembelanjaan yang dilakukan bukan lagi merupakan pembelanjaan atas barang – barang dalam negeri, namun sudah terjadi pembelanjaan luar negeri. Demikian juga untuk produksi atau penjualan, yang dilakukan sudah mencakup dalam dan luar negeri. Secara matematis dengan adanya ekspor dan impor maka fungsi Y menjadi Y = C + I + G + ( X - M ) X - M adalah nett ekspor. a. Ekspor ( X ) Yang dimaksud dengan ekspor adalah penjualan barang dan jasa ke luar negeri. Ekspor merupakan variabel eksogen yang besar kecilnya ditentukan oleh order pembelian masyarakat luar negeri. Secara matematis X = Xo. Terdapat beberapa sebab meningkatnya ekspor suatu negara antara lain Meningkatnya kemakmuran masyarakat dunia Tingkat inflasi dalam negeri lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi negara pengimpor sehingga barang dalam negeri menjadi lebih murah dibandingkan barang produksi negara tersebut Kurs devisa efektif menguntungkan eksportir. Pemerintah suatu negara terkadang menerapkan devaluasi yaitu penurunan nilai mata uang dalam 26 negeri terhadap mata uang asing yang dimaksudkan untuk menggairahkan ekspor. Pernyataan tersebut bisa diilustrasikan sebagai berikut : Rupiah menurun terhadap dollar Harga barang Indonesia di luar negeri menjadi lebih murah negeri meningkat negeri meningkat negeri meningkat Permintaan barang Indonesia di luar X naik, I turun Produktifitas dalam Permintaan faktor – faktor produksi dalam pengangguran turun pendapatan naik Jadi diharapkan dengan adanya devaluasi bisa memberikan efek yang besar bagi peningkatan produktifitas dalam negeri dan pengurangan pengangguran Adanya peningkatan efisiensi produksi dalam negeri dalam arti luas Kegagalan produk dari negara penghasil barang yang sama ( pesaing ) Adanya kebijakan fiskal dan moneter yang serasi dengan peningkatan ekspor b. Import ( M ) Yang disebut dengan import adalah pembelian produk baik barang maupun jasa dari luar negeri. Impor merupakan variabel yang endogin sehingga besar kecilnya dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pendapatan nasional suatu negara. Impor dan pendapatan nasional mempunyai hubungan yang positif artinya semakin tinggi pendapatan nasional semakin besar impor yang dilakukan oleh masyarakat negara tersebut. Dalam import dikenal adanya Marginal propensity to import ( MPI ). Secara matematis M = f Y = Mo + mY . Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan impor suatu negara yaitu : Adanya peningkatan kemakmuran masyarakat dalam negeri, ini berkaitan dengan import yang merupakan fungsi Y. Tingkat inflasi dalam negeri lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi negara pengekspor, sehingga harga barang – barang import lebih murah dibandingkan barang dalam negeri Kurs devisa efektif menguntungkan bagi importir. Apabila suatu negara mengalami Apresiasi atau naiknya mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing, maka impor diprediksikan akan naik dengan cepat, karena harga – harga menjadi barang luar negeri apabila dikurs dengan mata uang dalam negeri lebih murah. Kondisi ini pernah dialami oleh Amerika ketika berhadapan dengan Jepang. Dengan adanya peningkatan nilai tukar dollar 27 terhadap Jepang, maka harga barang - barang Jepang menjadi lebih murah, sehingga Amerika merasa kewalahan dan menerapkan bea masuk relatif tinggi terhadap barang – barang produksi Jepang. Kebijakan pemerintah yang merangsang import, misal pembebasan bea masuk dan sebagainya. Dalam kasus perdagangan Internasional kerap sekali terjadi perselisihan antar negara, yang kemudian diselesaikan melalui WTO ( World Trade Organization ). Indonesia pernah berhadapan dengan Jepang untuk masalah perdagangan Internasional pada tahun 1996 yaitu untuk kasus mobil Timor, mobil yang sebagian besar onderdilnya buatan Korea tersebut diakui sebagai produk dalam negeri, sehingga mendapatkan pembebasan bea masuk yang besar, hal ini menyebabkan Jepang sebagai importir mobil terbesar di Indonesia merasa dirugikan dan melaporkannya pada WTO. Kasus perselisihan yang paling perdagangan Internasional adalah Dumping sering terjadi dalam yaitu salah satu bentuk diskriminasi harga secara internasional. Terdapat 2 macam dumping yang umum terjadi yaitu Pertama Dumping Predatory penentuan harga luar negeri lebih rendah dibandingkan harga dalam negeri dimaksudkan untuk mendongkrak eksport dan merebut pangsa pasar yang selama ini dikuasai negara lain. Kelemahan dumping jenis ini adalah konsumen dalam negeri dipaksa untuk memberikan subsidi kepada konsumen luar negeri. Kedua Dumping Sporadis, yaitu perbedaan harga dalam dan luar negeri hanya dilakukan ketika terjadi over supply suatu barang. Dumping ini dimaksudkan untuk mengatasi kelebihan produksi barang dan menjaga stabilitas harga dalam negeri. Bila perekonomian mencapai tingkat keseimbangan maka pendapatan nasional sama dengan pengeluaran agregatif, secara matematis bisa digambarkan sebagai berikut : Y = C + S + T ( Tx - Tr ) Y = C + I + G + (X - M ) C + S + T = C + I + G + ( X - M ) S + T = I + G + ( X - M ) S + T + M = I + G + X Misal pemerintah menggunakan balance budget maka G = T 28 S + M = I + X atau S - I = X - M Bila kondisi surplus X > M maka I < S Bila kondisi defisit X < M maka I > S Perekonomian empat sektor merupakan perekonomian yang lengkap dan terbuka, di mana masing – masing variabel ekonomi sudah tercakup di dalamnya baik yang bersifat endogen ( nilainya ditentukan dalam model ) maupun variabel eksogen. Kedelapan variabel ekonomi makro ( C, S, I, G, T, F, X dan M ) secara fiskal bisa dikelompokkan menjadi 2 yaitu variabel – variabel injection dan variabel – variabel leakage. Variabel injection adalah variabel yang multipliernya bersifat positif karena arah perubahannya searah dengan arah perubahan pendapatan nasional. Sehingga apabila ditambah akan menyebabkan kenaikan pendapatan nasional . Variabel injection terdiri dari C, I, G dan X. Variabel leakage adalah variabel yang multipliernya bersifat negatif karena arah perubahannya berlawanan arah dengan pendapatan nasional. Sehingga apabila ditambah justru akan mempunyai efek mengurangi pendapatan nasional. Variabel – variabelnya adalah C, S, T dan M. Sehingga keseimbangan yang terjadi seperti diungkap sebelumnya adalah Injection = Leakage C+I+G+X = C + S + T + M ( bila konsumsi dihilangkan ) I =S+T+M + G+X Keterangan : - Konsumsi dapat dianggap sebagai variabel injeksi dan leakage. - Subsidi ( F ) disatukan dengan pajak sebagai nett tax - Cara membaca I + G + X adalah : Investasi ditambah dengan pengeluaran pemerintah ditambah tabungan - Cara membaca S + T + M adalah tabungan yang dipengaruhi oleh adanya pajak dan subsidi ditambah import, sehingga untuk menyelesaikannya harus dicari terlebih dulu konsumsinya baru selanjutnya bisa ditemukan tabungannya. 29 H. ANGKA PENGGANDA Setelah mempelajari keempat model perekonomian mulai dari yang tertutup sederhana, 2 sektor, memasukkan unsur pemerintah, 3 sektor dan model terbuka lengkap , 4 sektor. Terdapat hubungan yang saling berkaitan antar masing – masing variabel perekonomian. Dengan pendapatan nasional ( Y ) sebagai intinya. Permasalahan yang cukup penting untuk dipelajari adalah bagaimana perubahan variabel – variabel ekonomi makro baik yang bersifat injection maupun leakage, terutama sekali pada variabel endogen ( variabel yang nilainya ditentukan dalam model ). Untuk mengetahui seberapa besar perubahan variabel ekonomi makro karena perubahan Y ( Y ) kita mengenal adanya angka pengganda atau multiplier yang disarikan dari model – model matematis yang ada pada masing – masing model perekonomian. Ak pengganda konsumsi kc = Y / C = Ak pengganda Investasi kI 1 . 1-c + ct = Y/ I = 1 . 1- c + ct Angka pengganda pengeluaran pemerintah kG = Y / G = Angka pengganda pajak kTx 1 . 1 –c + ct = Y / Tx = -c . 1 - c + ct Angka pengganda subsidi kTr = Y / Tr = c . 1 - c + ct 30