Teliti Rumah Adat di Flores, Konfridus Jadi Wisudawan Terbaik FISIP UNAIR NEWS – Sa’o Ngaza adalah rumah bagi masyarakat adat Wogo, di Ngadha, Flores, Nusa Tenggara Timur. Sa’o ngaza bukan hanya sekadar rumah ataupun shelter bagi masyarakat adat Wogo, melainkan juga rumah yang lengkap dengan atribut simbol serta makna, dan merupakan gambaran dari realitas sosial kultural masyarakat adat Wogo. Namun nilai dan makna rumah adat Sa’o Ngaza ini tereduksi seiring dengan perkembangan zaman. Itulah yang disampaikan oleh Konfridus Roynaldus Buku, wisudawan terbaik S-2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga. Lulus dari prodi S2 Sosiologi ini, Roynaldus meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,76. Realitas sosial kultural Sa’o ngaza ini dibentuk dari pandangan kosmologi masyarakat Wogo, yakni dunia bawah (kekuatan gaib), dunia tengah (kehidupan sehari-hari), dan dunia atas (dunia sakral). Melalui Sa’o Ngaza, masyarakat Wogo menjalin relasi dengan dunia atas yang mereka sebut dewa. Sa’o ngaza juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya ritus-ritus keagamaan dan sebagai gambaran tentang tanggungjawab laki-laki dan perempuan. Dalam konteks perubahan sosiokultural, Roynaldus mencatat ada perubahan tentang makna Sa’o ngaza. Pertama, perubahan ritual keagamaan. Kedua, pergeseran tuntutan atas hak dan kewajiban terutama dalam kaitannya dengan hak atas tanah suku yang akhirnya melahirkan konflik perebutan tanah suku. Ketiga, masuknya prinsip kesetaraan mengakibatkan geseran pada praktik sistem kasta masyarakat adat Wogo. “Umumnya, masyarakat adat Wogo saat ini masih menjaga keaslian bangunan Sa’o ngaza, tetapi realitas sosiokultural telah berubah dan bergeser. Ini dipengaruhi oleh perjumpaan dan kontaminasi dengan berbagai produk budaya global,” tutur mahasiswa asal Flores ini. (*) Penulis : Defrina Sukma Satiti Editor : Bambang ES