BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian sebelumnya yang membahas tentang pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor yang memengaruhi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah adalah Eko dan Miyasto [11]. Penelitian tersebut membahas pengaruh aglomerasi, investasi, angkatan kerja yang bekerja, dan human capital investment terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel investasi dan angkatan kerja yang bekerja signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Penelitian tentang pemodelan PDRB sektor industri dilakukan Fatmawati [6] yang menyatakan model PDRB sektor industri pada kabupaten/kota yang terdiri dari Malang, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Kota Malang, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, dan Kota Surabaya adalah model spasial autoregresif dengan efek tetap. Interaksi spasial menunjukkan bahwa nilai PDRB sektor industri untuk masing-masing kabupaten/kota yang diteliti dipengaruhi oleh besarnya nilai PDRB sektor industri Kabupaten/Kota yang menjadi tetangga. Penelitian estimasi parameter pada model spasial autoregresif dan model spasial eror telah dilakukan oleh Lung-Fei dan Jihai [8] serta Ord [10]. Lung-Fei dan Jihai [8] memaparkan estimasi parameter model spasial autoregresif dengan efek tetap. Ord [10] memaparkan estimasi parameter model spasial autoregresif dan model spasial eror dengan menggunakan metode maksimum likelihood dan Newton-Raphson. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, pada penelitian ini pendekatan model spasial autoregresif dan model spasial eror dengan regresi panel diterapkan dalam pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan di eks Karesidenan Surakarta tahun 2010 sampai dengan 2014. 4 2.2 Landasan Teori Dalam penelitian ini diberikan 11 teori yang mendasari yaitu industri pengolahan, model regresi panel, uji Chow, Uji Hausman, Uji Lagrange Multiplier, matriks pembobot spasial, indeks Moran, model regresi spasial, uji pengali Lagrange, koefisien determinasi, dan pengujian asumsi klasik. 2.2.1 Industri Pengolahan Badan Pusat Statistik [3] mendefinisikan industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Perusahaan industri pengolahan dibagi dalam 4 golongan yaitu 1. industri besar yaitu perusahaan industri dimana banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih misalnya industri tekstil, industri mobil, dan industri besi dan baja, 2. industri sedang yaitu perusahaan industri dimana banyaknya tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang misalnya industri konveksi dan industri keramik, 3. industri kecil yaitu perusahaan industri dimana banyaknya tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang misalnya industri batubata dan industri pengolahan rotan, dan 4. industri rumah tangga yaitu perusahaan industri dimana banyaknya tenaga kerja 1 sampai dengan 4 orang misalnya industri tempe/tahu, industri makanan ringan, dan industri anayaman. Penggolongan perusahaan industri pengolahan tersebut didasarkan banyaknya tenaga kerja yang bekerja, tanpa memerhatikan apakah perusahaan itu menggunakan mesin tenaga atau tidak, serta tanpa memerhatikan besarnya modal perusahaan itu. 5 2.2.2 Model Regresi Panel Data panel adalah data gabungan antara cross section dan runtun waktu. Sebagai contoh data pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan di eks Karesidenan Surakarta tahun 2010 sampai dengan 2014. Menurut Baltagi [4], ada tiga macam model data panel yaitu pooled least square (PLS) model, model efek tetap, dan model efek random. 1. Model PLS Model PLS merupakan model yang menggunakan pendekatan ordinary least square (OLS) untuk menduga parameternya. Model PLS dinyatakan sebagai Yit = α + βXit + εit dengan Yit adalah variabel dependen pada observasi ke-i waktu ke-t, Xit adalah variabel independen pada observasi ke-i waktu ke-t, α adalah intercept model regresi, β adalah koefisien variabel independen, εit adalah eror pada observasi ke-i waktu ke-t, i=1, 2, . . ., N, dan t=1, 2, . . ., T. 2. Model Efek Tetap Model efek tetap merupakan model yang mengasumsikan β konstan dan α bervariasi. Model efek tetap dinyatakan sebagai Yit = αi + βXit + εit dengan αi adalah intercept model regresi pada unit observasi ke-i, i =1, 2, . . ., N, dan t=1, 2, . . ., T. 3. Model Efek Random Model efek random merupakan model yang menggunakan pendekatan generalized least square (GLS) untuk menduga parameternya. Model efek random dinyatakan sebagai Yit = α + βXit + ui + εit dengan ui adalah eror pada observasi ke-i, i=1, 2, . . ., N, dan t=1, 2, . . ., T. 6 2.2.3 Uji Chow Uji Chow adalah uji untuk menentukan model yang digunakan model PLS atau model efek tetap. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis H0 : αi = 0 (model yang digunakan adalah model PLS ), H1 : αi ̸= 0 (model yang digunakan adalah model efek tetap). Daerah kritis (DK) uji ini adalah {C|C> Fα;v1 ;v2 }. H0 ditolak apabila C ∈ DK dengan C= dimana RRSS = ∑N (RRSS − U RSS)/N − 1 , U RSS/((N T ) − N − K) b )2 dan U RSS = ∑N ∑T (Yj −Ybj. )2 . RRSS (Restrij=1 t=1 j=1 (Yj −Y cted Residual Sum Square) adalah jumlah eror kuadrat yang diperoleh dari model PLS, URSS (Unrestricted Residual Sum Square) adalah jumlah eror kuadrat yang diperoleh dari model efek tetap, N adalah banyak data, dan K adalah jumlah variabel independen. 2.2.4 Uji Hausman Uji Hausman adalah uji untuk menentukan model efek random atau model efek tetap. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis H0 : model yang digunakan adalah model efek random, H1 : model yang digunakan adalah model efek tetap. DK uji ini adalah {H |H > χ2(v,α) }. H0 ditolak apabila H ∈ DK dengan ′ H = [bbRE − βbF E ] [ΣRE − ΣF E ]−1 [bbRE − βbF E ] dimana bbRE adalah koefisien parameter untuk dugaan model efek random, βbF E adalah koefisien parameter untuk dugaan model efek tetap, ΣF E adalah matriks kovariansi untuk dugaan model efek tetap, dan ΣRE adalah matriks kovariansi untuk dugaan model efek random. 7 2.2.5 Uji Lagrange Multiplier (LM) Uji LM adalah uji untuk menentukan model PLS atau model efek random. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis H0 : model yang digunakan adalah model PLS, H1 : model yang digunakan adalah model efek random. DK uji ini adalah {LM |LM > χ2(v,α) }. H0 ditolak apabila LM ∈ DK dengan [ ∑N ∑T ]2 2 NT j=1 [ t=1 εjt ] −1 LM = ∑N ∑T 2 2(T − 1) j=1 t=1 εjt ∑ ∑T 2 dimana N j=1 [ t=1 εjt ] adalah jumlah eror kuadrat dari model efek random dan ∑N ∑T 2 j=1 t=1 εjt adalah jumlah eror kuadrat yang diperoleh dari model PLS. 2.2.6 Matriks pembobot spasial Matriks pembobot spasial W merupakan matriks yang elemennya adalah nilai pembobot yang diberikan antar daerah. Pembobot yang diberikan pada suatu daerah tergantung pada kedekatan antar daerah. Salah satu jenis matriks pembobot untuk mendefinisikan hubungan persinggungan antar daerah menurut LeSage [9] adalah matriks persinggungan queen (persinggungan sisi-sudut). Pada matriks persinggungan sisi-sudut didefinisikan w w12 ... w1j 11 w21 w22 ... w2j W= .. .. .. .. . . . . wi1 wi2 . . . wij dengan wij adalah elemen matriks pembobot W yang menyatakan ukuran pembobot spasial antara daerah ke-i dan j. Konsep persinggungan sisi-sudut didefinisikan wij =1 untuk daerah yang bersisian (common side) atau titik sudutnya (common vertex ) bertemu dengan daerah yang menjadi perhatian dan wij =0 untuk daerah sisi atau sudut yang tidak bersinggungan. Gambar 2.1 menunjukkan ilustrasi daerah untuk matriks persinggungan sisi-sudut. Daerah (1) bersisian dan titik sudutnya bertemu dengan daerah (2), 8 daerah (2) bersisian dengan daerah (1) dan titik sudutnya bertemu dengan daerah (3), dan seterusnya. Gambar 2.1. Ilustrasi daerah yang bersinggungan Berdasarkan Gambar 2.1 matriks pembobot persinggungan sisi-sudut dinyatakan sebagai 0 1 0 1 0 1 W= 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 . 0 1 1 0 Standardisasi merupakan transformasi yang digunakan untuk mendapatkan jumlah setiap baris dalam matriks tersebut bernilai 1 yang dinyatakan sebagai wij ∗ = ∑n wij j=1 wij . Diperoleh matriks W yang telah distandardisasi yang dinotasikan dengan W ∗ , dimana 0 1 0 0 0 1 2 0 12 0 0 W ∗ = 0 21 0 12 0 . 1 1 0 0 2 0 2 1 1 0 0 2 2 0 9 2.2.7 Indeks Moran Indeks Moran merupakan suatu ukuran yang menyatakan hubungan spasial atau autokorelasi spasial yang terjadi dalam suatu ruang unit. Dalam model regresi spasial indeks Moran ditentukan menggunakan nilai eror dari model regresi. Menurut Anselin [1], indeks Moran dalam model regresi spasial adalah ∑ ∑ n n i=1 nj=1,j̸=i wij (εi − ε)(εj − ε) ∑n ∑n IM = 2 j=1,j̸=i wij i=1 (εi − ε) dengan IM adalah nilai indeks Moran −1 ≤ IM ≤ 1, εi dan εj masing-masing adalah nilai eror daerah i dan nilai eror daerah j, ε adalah nilai rata-rata eror pada n lokasi, dan wij adalah elemen pembobot daerah i dan j. IM bernilai negatif menunjukkan adanya autokorelasi spasial negatif yang berarti bahwa lokasi-lokasi yang berdekatan mempunyai nilai eror yang berbeda dan nilai eror tersebut cenderung menyebar. Sedangkan IM bernilai postif menunjukkan adanya autokorelasi spasial positif yang berarti bahwa adanya kemiripan nilai eror dari lokasi-lokasi yang berdekatan dan nilai eror tersebut cenderung berkelompok. 2.2.8 Model Regresi Spasial Menurut Anselin [1], model regresi spasial merupakan model regresi yang memasukkan autokorelasi spasial. Model regresi spasial mengikuti proses autoregresif yang ditunjukkan dengan adanya hubungan ketergantungan antar sekumpulan pengamatan atau daerah yang dinyatakan sebagai Yit = ρW ∗ Yi,t−1 + Xit β + uit , uit = λW ∗ ujt + εit (2.1) dengan Yit adalah variabel dependen observasi ke-i pada waktu ke-t, ρ adalah koefisien spasial autoregresif, W ∗ adalah matriks pembobot spasial terstandardisasi, Yi,t−1 adalah variabel dependen observasi ke-i pada waktu ke t-1, Xit adalah variabel independen observasi ke-i pada waktu ke-t, β adalah koefisien variabel independen, λ adalah koefisien spasial eror, ujt adalah eror pada daerah 10 ke-j waktu ke-t, εit adalah eror observasi ke-i pada waktu ke-t, j = 1, . . . , 7, i = 1, 2, . . . , N, dan t = 1, 2, . . . , T. Menurut Lesage [9], persamaan (2.1) dapat dibuat dalam 2 model yaitu 1. Model Spasial Autoregresif Model spasial autoregresif terjadi akibat adanya dependensi nilai observasi variabel dependen pada suatu daerah dengan daerah lain yang berhubungan dengannya. Model spasial autoregresif diperoleh apabila pada persamaan (2.1) nilai ρ tidak bernilai nol dan λ bernilai nol yang dinyatakan sebagai Yit = ρW ∗ Yi,t−1 + Xit β + εit (2.2) Metode likelihood maksimum digunakan untuk mengestimasi parameter model spasial autoregresif. Fungsi likelihood untuk ε∼N (0, α2 I) pada persamaan (2.2) adalah ( T ) 1 ε ε L(ε, σ ) = exp − 2 , n/2 n (2π) σ 2σ 2 dengan ε = Y − ρW ∗ Y − Xβ. Fungsi likelihood dari model spasial autoregresif untuk variabel dependen (Y) diperoleh dengan transformasi Jacobian yaitu ∂ε ∂(Y − ρW ∗ Y − Xβ) = = |I − ρW ∗ | ∂Y ∂Y sehingga fungsi likelihood untuk variabel dependen adalah L(ρ, β, σ 2 ) = |I − ρW ∗ | (2π)n/2 σ n ) ( ′ (Y − ρW ∗ Y − Xβ) (Y − ρW ∗ Y − Xβ) exp − 2σ 2 (2.3) Fungsi log likelihood berdasarkan persamaan (2.3) adalah ln(L(ρ, β, σ 2 )) dengan n n ln 2π − ln σ 2 + ln |I − ρW ∗ | 2 2 ′ ∗ (Y − ρW Y − Xβ) (Y − ρW ∗ Y − Xβ) − 2σ 2 ln(L(ρ, β, σ 2 )) = − 11 (2.4) Estimasi ρ, β, dan σ 2 diperoleh dengan menurunkan persamaan (2.4) terhadap masing-masing parameter yang bersesuaian sehingga diperoleh ′ ′ ′ ′ n ∑ ∂ln(L(ρ, β, σ 2 )) −ωi β X W ∗ Y + Y ρW ∗ W ∗ Y = − ∂ρ 1 − ρω σ2 i i=1 ′ ′ Y (W ∗ ) Y − , σ2 ′ ′ ′ X Xβ + X ρW ∗ Y − X Y ∂ln(L(ρ, β, σ 2 )) = , ∂β σ2 ′ ∂ln(L(ρ, β, σ 2 )) n (Y − ρW ∗ Y − Xβ) (Y − ρW ∗ Y − Xβ) = − 2+ , ∂σ 2 2σ 2(σ 2 )2 dengan ωi adalah nilai eigen dari matriks pembobot spasial terstandardisasi. 2. Model Spasial Eror Model spasial eror terjadi akibat adanya dependensi nilai eror suatu daerah dengan eror pada daerah lain yang berhubungan dengannya. Model spasial eror diperoleh apabila pada persamaan (2.1) λ tidak bernilai nol dan ρ bernilai nol yang dinyatakan sebagai Yit = Xit β + uit , uit = λW ∗ ujt + εit . (2.5) Metode likelihood maksimum digunakan untuk mengestimasi parameter model spasial eror. Fungsi likelihood untuk ε∼N (0, α2 I) dalam persamaan (2.5) adalah ( ′ ) 1 εε L(ε, σ ) = exp − 2 , n/2 n (2π) σ 2σ 2 dengan ε = (I − λW ∗ Y − Xβ). Fungsi likelihood dari model spasial eror untuk variabel dependen (Y) diperoleh dengan transformasi Jacobian yaitu ∂ε ∂(I − λW ∗ Y − Xβ) = |I − λW ∗ | ∂Y = ∂Y sehingga fungsi likelihood untuk variabel dependen adalah L(λ, β, σ 2 ) = |I − λW ∗ | (2π)n/2 σ n ) (2.6) ( ′ ′ (I − λW ∗ ) (I − λW ∗ )(Y − Xβ) (Y − Xβ) exp − 2σ 2 12 Fungsi log likelihood berdasarkan persamaan (2.6) adalah ln(L(ρ, β, σ 2 )) dengan n n ln 2π − ln σ 2 + ln |I − λW ∗ | 2 2 ′ ′ (I − λW ∗ ) (I − λW ∗ )(Y − Xβ)(Y − Xβ) − 2σ 2 ln(L(λ, β, σ 2 )) = − (2.7) Estimasi λ, β, dan σ 2 diperoleh dengan menurunkan persamaan (2.7) terhadap masing-masing parameter yang bersesuaian sehingga diperoleh ′ n ∑ ∂ln(L(λ, β, σ 2 )) (Y − Xβ) W ∗ (I − λW ∗ )(Y − Xβ) −ωi = − , ∂λ 1 − λωi σ2 i=1 ′ ′ ∂ln(L(λ, β, σ 2 )) −X (I − λW ∗ ) (I − λW ∗ )(Y − Xβ) = , ∂β σ2 ′ ′ ∂ln(L(λ, β, σ 2 )) n (Y − Xβ) (I − λW ∗ ) (I − λW ∗ )(Y − Xβ) = − 2+ . ∂σ 2 2σ 2(σ 2 )2 2.2.9 Uji Pengali Lagrange Menurut Anselin [1], dependensi spasial terjadi akibat adanya ketergantungan dalam data spasial. Uji pengali Lagrange digunakan untuk mengetahui adanya efek spasial pada model spasial autoregresif dan model spasial eror. Ada 2 macam uji pengali Lagrange yaitu uji pengali Lagrange lag dan uji pengali Lagrange eror. 1. Uji pengali Lagrange lag Uji pengali lagrange lag digunakan untuk mengetahui adanya dependensi spasial dalam variabel dependen dengan H0 menyatakan tidak ada dependensi spasial lag (ρ=0). DK uji ini adalah {LMρ |LMρ > χ2α,1 }. H0 ditolak apabila LMρ ∈ DK dengan LMρ = (eT W ∗ Y/σb2 )2 NJ ′ dimana T = tr((W ∗ ) W ∗ +(W ∗ )2 ), J = ′ 1 ∗ b ′ ∗ b b2 c2 [(W × β) M (W × β)+T σ ], Nσ ′ dan M = I − X(X X)−1 X . 2. Uji pengali Lagrange eror Uji pengali lagrange eror digunakan untuk mengetahui adanya dependensi 13 spasial dalam eror dengan H0 menyatakan tidak ada dependensi spasial eror (λ=0). DK uji ini adalah {LMλ |LMλ > χ2α,1 }. H0 ditolak apabila LMλ ∈ DK dengan LMλ = 2.2.10 (eT W ∗ e/σ 2 )2 . T Koefisien Determinasi Menurut Gujarati [7], koefisien determinasi (R2 ) merupakan suatu ukuran 0 ≤ R2 ≤ 1 untuk mengetahui persentase total variasi dalam variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen yang didefinisikan sebagai ∑ 2 ej R2 = 1 − ∑ 2 yj dengan ∑ e2j adalah jumlah eror kuadrat dari model regresi dan ∑ yj2 adalah jumlah nilai variabel dependen yang dikuadratkan dari model regresi. Apabila nilai R2 mendekati 1, maka semakin baik model regresi yang digunakan. Sedangkan apabila R2 bernilai nol, maka tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. 2.2.11 Pengujian Asumsi Klasik Menurut Gujarati [7], model regresi harus memenuhi asumsi klasik yang terdiri atas asumsi kenormalan, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas. Untuk mengetahui bahwa model regresi memenuhi asumsi-asumsi tersebut, perlu dilakukan uji pada masing-masing asumsi. 1. Uji kenormalan Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui residu berdistribusi normal atau tidak menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis yang digunakan adalah H0 : residu berdistribusi normal dan H1 : residu tidak berdistribusi normal dengan DK uji ini adalah {Dhitung |Dhitung > Dα,n }. H0 ditolak apabila Dhitung ∈ DK dengan Dhit = max|F0 (Xj ) − Sn (Xj )|, j = 1, 2, ..., n 14 dimana F0 (Xj ) adalah fungsi distribusi frekuensi kumulatif relatif dari distribusi normal dan Sn (Xj ) adalah distribusi frekuensi kumulatif pengamatan sebanyak sampel. 2. Uji autokorelasi Pengujian autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson (DW ) dengan H0 : tidak terdapat autokorelasi dan H1 : terdapat autokorelasi dengan DK uji ini adalah {DW |DW < dl(α,k,n) }. H0 ditolak apabila DW ∈ DK dengan ∑n 2 j=2 (εj − εj−1 ) ∑ DW = n 2 j=1 εj dimana εj adalah eror pada observasi ke-j dan εj−1 adalah eror pada observasi ke-j -1. 3. Uji heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji Breusch-Pagan (BP ) dengan H0 : tidak terdapat heteroskedastisitas dan H1 : terdapat heteroskedastisitas. DK uji ini adalah {BP |BP > χα,((k+1)−1) }. H0 ditolak apabila BP ∈ DK dengan 1 ′ ′ BP = [rZ(Z Z)−1 Z (r − n)] 2 ε2 ′ dimana r = ( σj2 ), σ 2 = n1 εj εj , ε2j adalah kuadrat eror model regresi untuk pengamatan ke-j dan Z = [1, X21 , ..., X2k ]. 4. Uji multikolinearitas Ada atau tidak adanya multikolinearitas dapat dilihat berdasarkan nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang kurang dari 10. Nilai VIF dinyatakan sebagai 1 . 1 − Rk 2 dengan k =1, . . ., K dan K adalah banyaknya variabel independen. V IFk = 2.3 Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka, dapat disusun kerangka pemikiran dalam penelitian ini. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat diketahui melalui ni15 lai PDRB wilayah tersebut. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah adalah sektor industri pengolahan. Penelitian tentang PDRB sektor industri pengolahan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan keterkaitan spasial antar Kabupaten/Kota. Dua jenis model regresi spasial yaitu model spasial autoregresif dan model spasial eror. Menurut LeSage [9] matriks pembobot spasial yang digunakan pada model spasial autoregresif dan model spasial eror salah satunya dengan pembobot persinggungan sisi-sudut. Pembobot persinggungan sisi-sudut didefinisikan wij =1 untuk daerah yang bersisian (common side) atau titik sudutnya (common vertex ) bertemu dengan daerah yang menjadi perhatian dan wij =0 daerah yang lainnya. 16