JURNAL niken H0809086 - Program Studi Agribisnis

advertisement
ANALISIS PEMASARAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI MARGIN PEMASARAN BAWANG PUTIH DI
KABUPATEN KARANGANYAR
Niken Listyaningrum, Endang Siti Rahayu, Mei Tri Sundari
Program Studi Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jalan Ir. Sutami No. 36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp./ Fax.(0271) 637457
E-mail:[email protected]. Telp. 085725194355
Abstract : This study aimed to examine the pattern of marketing channels,
analyze costs, benefits and marketing margins, examines the most efficient
marketing channel for the economy, analyzing the effect of the price at the farm
gate, through which the number of marketing agencies, and the distance farmers
with marketing agencies closest to the marketing margin garlic in Karanganyar.
Data analysis methods used in this research is descriptive analysis, cost analysis
and marketing margins, as well as econometric analysis with multiple linear
regression models. Based on this research, it is known that there are five kinds
of garlic pattern marketing channels. I channel-farmer-traders wholesalers
outside the city-town-consumer retailers outside the city. Channel II farmertraders-wholesalers-retailers-consumers. Commissioner Farmer-channel IIItown wholesalers-retailers-consumers outside of the town outside the city.
Farmer-channel IV wholesalers outside the city-town retailer-consumer outside
of town. Channel V farmer-trader-consumer retailers. Based on the percentage
of marketing margin and farmer's share percentage, it can be seen that the
channel is the channel 5 most efisien.Variabel farm gate price, number of
marketing agencies that passed, and the distance of the nearest farmers with
marketing agencies either jointly or individually significant the marketing
margin in Karanganyar garlic at 95% confidence level.
Keywords : marketing, margin, garlic
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola saluran pemasaran,
menganalisis biaya, keuntungan dan marjin pemasaran, mengkaji saluran
pemasaran yang paling efisien secara ekonomi, menganalisis pengaruh harga di
tingkat petani, jumlah lembaga pemasaran yang dilalui, dan jarak petani dengan
lembaga pemasaran terdekat terhadap margin pemasaran bawang putih di
Kabupaten Karanganyar. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu deskriptif analisis, analisis biaya dan margin pemasaran, serta analisis
ekonometrika dengan model regresi linear berganda. Berdasarkan hasil
penelitian, dapat diketahui bahwa terdapat lima macam pola saluran pemasaran
bawang putih. Saluran I petani-pedagang pengumpul-pedagang besar luar kotapengecer luar kota-konsumen luar kota. Saluran II petani-pedagang pengumpulpedagang besar-pedagang pengecer-konsumen. Saluran III Petani-komisionerpedagang besar luar kota-pedagang pengecer luar kota-konsumen luar kota.
Saluran IV Petani-pedagang besar luar kota-pedagang pengecer luar kotakonsumen luar kota. Saluran V petani- pedagang pengecer-konsumen.
Berdasarkan persentase margin pemasaran dan persentase farmer’s share, maka
dapat diketahui bahwa saluran V adalah saluran yang paling efisien.Variabel
harga di tingkat petani, jumlah lembaga pemasaran yang dilalui, dan jarak petani
dengan lembaga pemasaran terdekat baik secara bersama-sama maupun secara
individu berpengaruh nyata terhadap margin pemasaran bawang putih di
Kabupaten Karanganyar pada tingkat kepercayaan 95%.
Kata kunci : pemasaran, marjin, bawang putih
PENDAHULUAN
apabila
diusahakan
secara
intensif. Salah satu contoh
komoditas sayuran adalah bawang
putih.
Kebutuhan bawang putih bagi
masyarakat di Indonesia cukup
besar dan terus meningkat.
Kabupaten Karanganyar sebagai
salah satu produsen bawang putih
di Jawa Tengah. Menurut data
BPS Jawa Tengah, Kabupaten
Karanganyar merupakan produsen
utama bawang putih di Jawa
Tengah yang tersaji dalam tabel
berikut:
Hortikultura adalah segala hal
yang berkaitan dengan buah,
sayuran, bahan obat nabati, dan
florikultura termasuk di dalamnya
jamur, lumut, dan tanaman air
yang berfungsi sebagai sayuran,
bahan obat nabati, dan atau bahan
estetika (Menteri Perdagangan,
2012). Sayuran sebagai salah satu
tanaman hortikultura memegang
peranan
penting
untuk
meningkatkan mutu gizi dalam
makanan, sumber pendapatan
serta penyerap tenaga kerja
Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Tanaman Bawang Putih Menurut
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2012
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Kabupaten/Kota
Karanganyar
Temanggung
Magelang
Wonosobo
Brebes
Tegal
Batang
Wonogiri
Luas Panen (Ha)
76
115
58
33
20
30
8
7
Produksi (Kw)
9.755
4.600
2.467
1.646
1.458
1.369
618
182
Sumber: BPS Jawa Tengah Dalam Angka 2012
Kegiatan pemasaran yang baik
2)menganalisis biaya, keuntungan
adalah pemasaran yang efisien
dan marjin pemasaran bawang
yang dapat dilihat melalui
putih di Kabupaten Karanganyar,
indikator margin pemasaran dan
3)mengkaji saluran pemasaran
farmer’s
share.
Adanya
bawang putih di Kabupaten
permasalahan pemasaran tidak
Karanganyar yang paling efisien
efisien yang terjadi di Kabupaten
secara ekonomi, 4)menganalisis
Karanganyar mendorong peneliti
pengaruh harga di tingkat petani,
untuk mengadakan penelitian
jumlah lembaga pemasaran yang
mengenai pemasaran dan faktordilalui, dan jarak petani dengan
faktor
yang
mempengaruhi
pemasaran terdekat terhadap
margin pemasaran bawang putih
margin pemasaran bawang putih
di Kabupaten Karanganyar.
di Kabupaten Karanganyar.
Penelitian ini bertujuan untuk
1)mengkaji
pola
saluran
pemasaran bawang putih di
Kabupaten
Karanganyar,
METODE PENELITIAN
Metode Dasar
Metode dasar penelitian yang
digunakan adalah penelitian ini
adalah metode deskriptif analisis
(Surakhmad, 1998). Penentuan daerah
sampel dalam penelitian ini adalah
dengan cara sengaja atau purposive
sampling.
Metode
Pengambilan
Petani Sampel Penelitian ini, jumlah
petani sampel yang diambil sebanyak
40 petani bawang putih, dengan
alasan petani sampel sebanyak 40
orang diharapkan dapat mewakili
semua petani bawang putih yang ada
di Kecamatan Tawangmangu.
Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah
Analisis Biaya dan Margin Pemasaran
(Cost and Margin Analysis).
Biaya Pemasaran.
Bp = Bp1 + Bp2 ….+ Bpn……(1)
Keterangan :
Bp
: Biaya pemasaran
bawang
putih(Rp/Kg)
Bp1,2,3…n : Biaya pemasaran
tiap
lembaga
pemasaran bawang
putih (Rp/Kg).
1,2,3….n
: Jumlah
lembaga
pemasaran bawang
putih
Keuntungan Pemasaran
Kp = Kp1 + Kp2…..+ Kpn…(2)
Keterangan :
Kp : Keuntungan pemasaran bawang
putih (Rp/Kg).
Kp1 +.....+ Kpn : Keuntungan tiaptiap lembaga pemasaran bawang putih
(Rp/Kg)
Marjin Pemasaran
M = Pr – Pf…………………...(3)
Keterangan :
Mp
: Marjin pemasaran bawang
putih(Rp/Kg)
Pr : Harga bawang putih di tingkat
konsumen (Rp/Kg)
Pf : Harga bawang putih di tingkat
produsen (Rp/Kg).
Marjin yang diperoleh pedagang
perantara dari sejumlah biaya
pemasaran yang dikeluarkan dan
keuntungan yang diterima oleh
pedagang
perantara
dirumuskan
sebagai berikut:
Mp = Bp + Kp…………… (4)
Keterangan :
Mp : Marjin pemasaran bawang
putih(Rp/Kg)
Bp : Biaya pemasaran bawang
putih(Rp/Kg)
Kp : Keuntungan pemasaran bawang
putih(Rp/Kg).
Efisiensi
Ekonomis.
Persentase
marjin pemasaran dari masing-masing
saluran
pemasaran
dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
(1)Persentase Marjin Pemasaran
𝑃𝑟−𝑃𝑓
Mp = ( 𝑃𝑟 ) x 100%..............(5)
Keterangan :
Mp : Marjin pemasaran produk (%)
Pr
: Harga produk di tingkat
produsen (Rp/Kg)
Pf
: Harga produk di tingkat
konsumen (Rp/kg).
Mengetahui efisiensi pemasaran
secara ekonomis dilakukan analisis
marjin
pemasaran
dan
memperhitungkan
bagian
yang
diterima oleh petani (farmer’s share)
dan
dapat
dihitung
dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Farmer’s share
𝑃𝑟−𝑃𝑓
F = (1 − 𝑃𝑟 ) x 100%..........(6)
Keterangan :
F : Bagian yang diterima petani produk
(%)
Pr : Harga produk di tingkat produsen
(Rp/Kg)
Pf : Harga produk di tingkat konsumen
(Rp/kg)
Analisis yang Mempengaruhi Margin
Pemasaran
Menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi margin pemasaran
komoditas
pertanian
digunakan
analisis
ekonometrika
dengan
pendekatan regresi linear berganda
(multiple linear regression) dengan
data
cross
section.
Untuk
persamaanya adalah sebagai berikut:
Y = β0+β1 X1+β2 X2+ β3
X3+e……………………….....(7)
Keterangan:
Y
: Margin pemasaran bawang
putih (kg)
β0
: Konstanta
β1..β3 : Koefisien arah regresi
masing-masing variabel bebas X1,
X2, X3
X1
: Harga di tingkat petani (Rp)
X2
: Jumlah lembaga pemasaran
yang dilalui
X3
: Jarak petani dengan lembaga
pemasaran terdekat (m)
e
: Kesalahan
(Rahim dan Hastuti, 2008).
Penelitian ini, dilakukan beberapa
pengujian. Pengujian tersebut antara
lain yaitu:
Pengujian Model
Uji Determinasi (adjusted R2),
digunakan
untuk
mengetahui
ketepatan
model
persamaan,
menggambarkan bagian dari variasi
total yang dapat diterangkan oleh
model.
Uji F (over-all test), digunakan untuk
mengkaji pengaruh harga di tingkat
petani, jumlah lembaga yang dilalui,
dan jarak petani dengan pemasaran
terdekat
secara
bersama-sama
terhadap margin pemasaran bawang
putih dengan menggunakan α= 5%
atau tingkat signifikansi 95%. Nilai F
hitung
kemudian
dibandingkan
dengan F tabel dengan hipotesis:
Ho: b1=b2=b3=0, yaitu tidak ada
pengaruh signifikan antara variabel
independen dengan variabel dependen
Hi:b1≠b2≠ b3≠ 0, yaitu terdapat
pengaruh signifikan antara variabel
independen dengan variabel dependen
Pengujian Asumsi Klasik antara lain
dengan
uji
Multicolinearity,
digunakan untuk mengetahui apakah
terdapat suatu hubungan linear antar
variabel bebas yang terdapat dalam
model, dan uji yang kedua yaitu uji
Heteroscedasticity, digunakan untuk
mengetahui konstan atau tidaknya
model, akibat variansi data yang
digunakan. Dilakukan dengan melihat
pola titik-titik pada grafik scatterplot
(Nachrowi dan Usman, 2005).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identitas Petani Responden
Tabel 3. Identitas Petani Responden Usahatani Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar
Persentase
No Identitas Petani
Jumlah
%
1 Rata-rata usia (tahun)
52
a. Usia <15 tahun
0
0
b. Usia 15-64 tahun
36
90
c. Usia ≥65 tahun
4
10
2. Pekerjaan
a. Pokok
33
82
b. Sampingan
7
18
3. Rata-rata pengalaman berusahatani (tahun)
32
4. Pendidikan
15
a. Tidak tamat SD (orang)
6
b. SD (orang)
22
55
c. SLTP (orang)
7
17,5
d. SLTA (orang)
5
12,5
e. Perguruan Tinggi (orang)
0
0
5. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang aktif di usahatani
2
bawang putih (orang)
6. Rata-rata luas lahan tanam bawang putih (ha)
0,15
Sumber : Analisis Data Primer, 2013
Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan, jumlah petani
responden berdasarkan kelompok usia
dapat diketahui bahwa sebesar 90%
petani responden bawang putih
termasuk dalam usia yang produktif.
Usia petani menentukan kinerja
petani di mana jika petani termasuk
ke dalam usia yang produktif
kinerjanya lebih baik daripada usia
yang non produktif.
Diketahui bahwa 82% petani
bekerja sebagai petani merupakan
pekerjaan pokok, dan sisanya adalah
sampingan.
Status
pekerjaan
mempengaruhi
motivasi
petani,
karena jika bertani merupakan
perkerjaan pokok, dapat dikatakan
bahwa sumber utama pendapatan
adalah dari pertanian. Sehingga petani
akan lebih bermotivasi dalam
mengelola usahatani bawang putih
dengan baik agar mendapatkan hasil
produksi yang sesuai dengan harapan.
Pendidikan petani responden
menentukan pengambilan keputusan
petani dalam menjalankan dan
memasarkan
bawang
putih.
Keputusan yang diambil adalah
menerima atau menolak suatu
inovasi. Jumlah dan persentase petani
responden
berdasarkan
tingkat
pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3
dapat diketahui bahwa petani sebesar
55% tingkat pendidikannya adalah
SD (Sekolah Dasar). Pendidikan
dapat diperoleh dari pendidikan
formal yaitu dengan sekolah dan
pendidikan non formal. Rata-rata
pengalaman usahatani bawang putih
yaitu sebesar 32 tahun. Pengalaman
bagi petani sebagai salah satu
pertimbangan dalam pengambilan
keputusan dengan ilmu “niteni”
dalam istilah Jawa atau mengingat-
ingat pengalaman masa lalu yang
mungkin bisa diterapkan ke masa
mendatang.
Petani
yang
berpendidikan dan keterampilan yang
cukup mempunyai kualitas berpikir
yang lebih maju sehingga mampu
mengadopsi inovasi-inovasi baru,
terutama
dalam
menggunakan
teknologi
untuk
pencapaian
komoditas yang bagus sehingga nilai
jualnya tinggi.
Diketahui bahwa rata-rata luas
lahan tanam bawang putih 0,15 hektar
dan rata-rata jumlah anggota keluarga
yang aktif di usahatani bawang putih
adalah 2 orang. Rata-rata keluarga
yang aktif dalam usahatani terkait
dengan tenaga kerja yang digunakan
dalam usahatani, semakin banyak
anggota keluarga yang aktif dalam
usahatani bawang putih, maka
penggunaan tenaga kerja luar semakin
sedikit, selain itu berkaitan pula
dengan biaya untuk upah tenaga
kerja. Karena biaya untuk upah
tenaga kerja keluarga biasanya tidak
dikeluarkan,
sehingga
semakin
banyak anggota keluarga yang aktif
dalam usahatani, biaya upah tenaga
kerja dapat ditekan.
Usahatani Bawang Putih
Untuk mengetahui berapa
besar pendapatan yang diterima
petani bawang putih, dapat dilihat
pada tabel berikut mengenai rata-rata
biaya usahatani, penerimaan dan
pendapatan petani bawang putih:
Tabel 4. Rata-Rata Biaya Usahatani, Penerimaan, dan Pendapatan Petani Bawang Putih
No
1
2
3
4
5
Uraian
Volume Penjualan (kg)
Harga Jual (Rp/kg)
Biaya Variabel
a. Bibit (Rp)
b. Pupuk (Rp)
c. Obat (Rp)
d. Tenaga kerja (Rp)
Biaya Tetap
a. Sewa tanah (Rp)
b. Penyusutan Peralatan (Rp)
Total Biaya(Rp)
Penerimaan (Rp)
Pendapatan (Rp)
Rp/UT
774,43
18.327,5
2.958.500
902.700
743.175
1.045.750
0
93.343,75
5.743.468,75
14.167.107,5
8.423.638,75
Rp/ha
5162,83
18.327,5
19.723.333,33
6.018.000
4.954.500
6.971.666,67
0
62.2291,67
38.289.791,67
94.447.383,33
56.157.591,67
Sumber: Analisis Data Primer, 2013
Konsep biaya yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan
menghitung biaya tetap dan biaya
variabel. Besarya biaya pembibitan
per usahatani bawang putih adalah
Rp 2.958.500,00 sedangkan jika
dihitung perluasan lahan (hektar)
adalah Rp 19.723.333,33.
Biaya pemupukan usahatani
bawang putih per usahatani sebesar
Rp 902.700,00 sedangkan per
hektarnya mencapai Rp 6.018.000,00.
Pemupukan
dilakukan
dengan
memberikan pupuk organik maupun
non
organik.
Besarnya
biaya
pengobatan tanaman bawang putih
per usahatani adalah Rp 743.175,00
sedangkan
per
hektarnya
Rp4.954.500,00.
Semakin luas lahan maka penggunaan
tenaga kerja juga semakin banyak.
Rata-rata biaya penggunaan tenaga
kerja per usahatani adalah sebesar Rp.
1.045.750,00 dengan upah Rp. 25-
30.000,00/hari untuk 7-8 jam kerja
sedangkan per hektarnya sebesar Rp
6.971.666,67.
Petani responden menggarap
lahan milik mereka sendiri, sehingga
biaya sewa tanah adalah Rp. 0,00.
Selain sewa tanah, biaya tetap yang
dikeluarkan adalah biaya peralatan.
Analisis
yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis
parsial usahatani, karena semua
petani responden menanam bawang
putih dengan sistem tumpangsari,
akan tetapi hanya usahatani bawang
putih yang dianalisis. Berdasarkan
Tabel 26 dapat diketahui bahwa ratarata penerimaan petani bawang putih
per usahatani adalah Rp 14.167.107,5
dan per hektarnya adalah Rp
94.447.383,33. Besar pendapatan
yang diterima petani per usahatani
bawang putih adalah Rp 8.423.638,75
dan per hektarnya adalah Rp
56.157.591,67. Untuk mengetahui
apakah usahatani bawang putih yang
dilakukan efisien atau tidak maka di
analisis dengan R/C ratio yang
ditampilkan pada Tabel 26 :
Tabel 5. Perbandingan Efisiensi Usahatani R/C Ratio Bawang Putih Pemasaran Bawang
Putih
No
1
2
3
Uraian
Penerimaan (R)
Biaya (C)
R/C Ratio
Per Usahatani
14.167.107,5
5.743.468,75
2,47
Sumber: Analisis Data Primer , 2013
Analisis Return Cost (R/C) ratio,
merupakan perbandingan
antara
penerimaan
dengan
biaya.
Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat
diketahui bahwa besar R/C ratio pada
usahatani bawang putih adalah lebih
besar dari satu (R/C ratio>1) maka
dapat dikatakan bahwa usahatani
yang dijalankan petani bawang putih
adalah menguntungkan
Identitas Responden Lembaga Pemasaran Bawang Putih
Per Hektar
94.447.383,33
38.289.791,67
2,47
Tabel 6. Identitas Pedagang Responden Lembaga Pemasaran Bawang Putih di Kabupaten
Karanganyar
No Identitas Petani
1
Jumlah Pedagang
a. Pedagang pengumpul (orang)
b. Pedagang besar (orang)
c. Pedagang pengecer (orang)
d. Komisioner (orang)
2 Rata-rata umur (tahun)
3 Pendidikan
a. Tidak tamat SD (orang)
b. SD (orang)
c. SMP (orang)
d. SMA (orang)
4 Rata-rata Pengalaman berdagang bawang putih (tahun)
5 Modal (Rp)
Keterangan
20,0
2,0
5,0
9,0
4,0
54,2
0,0
15,0
4,0
1,0
24
19.845.000
Sumber : Analisis Data Primer 2013
Jumlah pedagang yang diteliti ada
berkaitan dengan kinerja pedagang.
dua puluh orang. Rata-rata umur
Rata-rata pendidikan pedagang adalah
pedagang responden adalah 54 tahun,
SD, di mana pendidikan berpengaruh
sehingga dapat dikatakan termasuk
terhadap proses adopsi dan inovasi
umur yang produkstif, hal ini
Efisiensi Pemasaran Bawang Putih
Tabel 7. Perbandingan Total Biaya Pemasaran, Total Keuntungan Pemasaran, dan
Total Margin Pemasaran pada Setiap Lembaga Pemasaran Bawang Putih
di Kabupaten Karanganyar
No
1
2
3
4
5
Saluran
Pemasaran
Saluran I
Saluran II
Saluran III
Saluran IV
Saluran V
Total
Biaya
(Rp)
Total
Keuntungan
(Rp)
Total
Margin
Pemasaran
3669,78
1044,71
273,41
497,37
240,13
7140,69
4772,81
6563,16
5694,51
5184.09
10.905
5.750
6.786
6.134
5.400
Sumber: Analisis data primer, 2013.
Berdasarkan Tabel 7 di atas,
dapat diketahui mengenai efisiensi
pemasaran secara ekonomis pada
masing-masing saluran pemasaran.
Saluran pemasaran yang paling
efisien adalah Saluran pemasaran V.
Karena nilai persentase margin
pemasaran yang rendah yaitu sebesar
22,5% dan nilai farmer’s share yang
paling tinggi yaitu sebesar 77,5%.
Sedangkan saluran dengan nilai
Persentase
Margin
Pemasaran
(%)
37,28
23,95
27,14
25,03
22,5
Farmer’s
Share(%)
62,02
76,04
72,85
74,97
77,5
peresntase margin tertinggi yaitu
saluran pemasaran I sebesar 37,28%
dan nilai persentase farmer’s share
sebesar 62,02%. Nilai ini sudah
termasuk pemasaran yang efisien,
akan tetapi jika dibandingkan dengan
saluran yang lain, Saluran I kurang
efisien. Hal ini disebabkan oleh
besarnya biaya pemasarn dan
besarnya keuntungan yang diambil
pada setiap lembaga pemasaran.
Tingginya biaya pemasaran ini
diakibatkan oleh jauhnya jarak
pemasaran yaitu dari Kabupaten
Karanganyar sampai Pulau Sumatera.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Margin Pemasaran Bawang Putih
Model regresi linear berganda
faktor-faktor yang mempengaruhi
margin bawang putih di Kabupaten
Karanganyar adalah sebagai berikut :
Y= β0+β1 X1+β2 X2+ β3 X3+e……(8)
Y= -72337+4,07 X1+2,682 X2-0,476
X3+e………………………………(9)
Keterangan:
Y : Margin pemasaran bawang
putih (kg)
β0 : Konstanta
β1..β3: Koefisien arah regresi masingmasing variabel bebas X1,
X2, X3
X1 : Harga di tingkat petani
(Ribuan)
X2 : Jumlah lembaga pemasaran
yang dilalui
X3 : Jarak petani dengan lembaga
pemasaran terdekat (km)
e
: Kesalahan
Tabel 8. Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Margin Pemasaran Bawang
Putih di Kabupaten Karanganyar
No
Variabel Bebas
1
2
3
Harga di tingkat petani (X1)
Lembaga pemasaran yang dilalui (X2)
Jarak petani dengan pemasaran terdekat (X3)
Koefisien t-hitung
Regresi
4,07
2,139**
2,682
4,645**
-0,476
-2,451**
Sig
0,039
0,000
0,019
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 17)
Keterangan
**)
:berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95%
Koefisien Determinasi (adjusted R2).
Angka R Square sebagai koefisien
determinasi (sumbangan pengaruh
X1,X2, X3 terhadap Y) sebesar 0,453
atau sama dengan 45%. Artinya
bahwa
sebesar
47%
margin
pemasaran bawang putih dapat
dijelaskan dengan menggunakan
variabel harga di tingkat petani (X1) ,
jumlah lembaga pemasaran yang
dilalui (X2), dan jarak petani dengan
pemasaran terdekat (X3). Sedangkan
sisanya 55% (100%-45%) dapat
dijelaskan
oleh
faktor-faktor
penyebab
lainnya
yang
tidak
dimasukan ke dalam model misalnya
iklim, volume penjualan petani,
varietas bawang putih dan lainnya.
Uji F (over-all test), Uji ANOVA
menghasilkan
nilai
F
sebesar
0,000<0,05 artinya H0 ditolak, harga
di tingkat petani (X1), jumlah
lembaga pemasaran yang dilalui (X2),
dan jarak petani dengan pemasaran
terdekat (X3) secara bersama-sama
berpengaruh
terhadap
margin
pemasaran bawang putih pada tingkat
kepercayaan 95%.
Uji t (individual test), Nilai
signifikansi < nilai α, maka Ho
ditolak, dan Hi diterima, berarti
masing-masing variabel independen
(Xi) berpengaruh nyata terhadap
variabel dependen. harga di tingkat
petani
(X1),
jumlah
lembaga
pemasaran yang dilalui (X2), dan
jarak
petani dengan pemasaran
terdekat
(X3)
secara
individu
berpengaruh
terhadap
margin
pemasaran bawang putih pada tingkat
kepercayaan 95%.
Konstanta sebesar -72337
mempunyai arti apabila seluruh
variabel independen (harga di tingkat
petani (X1) , jumlah lembaga
pemasaran yang dilalui (X2), dan
jarak
petani dengan pemasaran
terdekat (X3)) adalah konstan, maka
margin pemasarannya adalah sebesar
– Rp.72.337,00 artinya margin
pemasaran mengalami penurunan.
Berdasarkan
Tabel
36,
dapat
diketahui bahwa semua variabel
bebas secara individu berpengaruh
nyata terhadap margin pemasaran
(variabel terikat).
Harga di tingkat petani (X1) Hasil
uji t menyatakan bahwa variabel
harga di tingkat petani secara individu
berpengaruh nyata terhadap margin
pemasaran pada tingkat kepercayaan
95%. Nilai koefisien regresi harga di
tingkat petani sebesar 4,07. Artinya
jika harga di tingkat petani naik
sebesar Rp. 1, 00 maka margin
pemasaran akan ikut meningkat
sebesar Rp. 4070,00. Apabila harga di
tingkat petani tinggi menyebabkan
biaya pemasaran tinggi. Karena jika
harga bawang putih di tingkat petani
tinggi, lembaga pemasaran akan
melakukan
atau
mengadakan
perlakuan terhadap bawang putih
lebih hati-hati karena nilai resiko
penyusutan
yang lebih
tinggi
meskipun kuantitas penyusutan sama
tetapi apabila diuangkan menjadi
resiko yang besar. Perlakuan atau
penanganan
pasca
panen
menyebabkan biaya pemasaran tinggi.
Hal inilah yang menjadikan nilai
mergin pemasaran menjadi lebih
tinggi.
Jumlah lembaga pemasaran yang
dilalui (X2). Berdasarkan uji t dapat
diketahui bahwa jumlah lembaga
pemasaran
secara
individu
berpengaruh nyata terhadap margin
pemasaran bawang putih. Nilai
koefisien regresi jumlah lembaga
pemasaran sebesar 2,682. Artinya jika
jumlah lembaga pemasaran yang
dilalui naik satu unit lembaga maka
margin pemasaran bawang putih akan
meningkat sebesar Rp. 2,682. Hal ini
dikarenakan masing-masing lembaga
pemasaran
mengeluarkan
biaya
pemasaran
dan
mengambil
keuntungan pemasaran bawang putih.
Secara teoritis, margin pemasaran
adalah hasil penjumlahan dari biaya
dan keuntungan. Pernyataan ini
ditegaskan oleh Saefudin dan
Hanafiah (1983) lembaga pemasaran
yang membentuk saluran pemasaran
yang panjang biasanya memperbesar
margin pemasaran dan menjadi beban
bagi konsumen.
Jarak petani dengan pemasaran
terdekat (X3). Variabel jarak petani
dengan
pemasaran
terdekat
berdasarkan uji t, secara individu juga
berpengaruh
terhadap
margin
pemasaran bawang putih. Akan tetapi
nilai koefisien regresi yang negatif,
mengindikasikan bahwa hubungan
anatara margin pemasaran dan jarak
petani dengan pemasaran terdekat
adalah terbalik. Besar nilai koefisien
regresi jarak petani dengan pemasaran
terdekat adalah 0,476. Artinya jika
jarak
petani
dengan
lembaga
pemasaran terdekat naik sebesar satu
meter maka margin pemasaran akan
menurun sebesar Rp. 0,476. Pengaruh
jarak pemasaran adalah jika jarak
pemasaran semakin jauh, maka
margin pemasaran akan tinggi, hal ini
terkait dengan biaya pengangkutan,
baik biaya untuk alat transportasi
maupun retribusi.
Uji Standar Koefisien Regresi b’.
Berdasarkan tabel di atas, dapat
diketahui bahwa variabel yang
berpengaruh
terhadap
margin
pemasaran
bawang
putih
di
Kabupaten Karanganyar berdasarkan
peringkatnya
adalah
lembaga
pemasaran yang dilalui, harga di
tingkat petani, dan jarak
petani
dengan pemasaran terdekat.
(a)Pengujian Asumsi Klasik (1)
Multikolinearitas
Uji
multikolinearitas menunjukan ada
atau tidaknya masalah yang timbul
berkaitan dengan adanya hubungan
linear di antara variabel-variabel
bebas. Gejala multikolinearitas dapat
dilihat dari nilai VIF, apabila nilai
VIF>10 menunjukan adanya gejala
multikolinearitas. Berdasarkan hasil
penelitian, nilai VIF untuk semua
variabel adalah <10, sehingga dapat
dikatakan bahwa model persamaan
tidak
terdapat
masalah
multikolinearitas.
(2)
Heterokedastisitas.
Uji
heterokedastisitas dilakukan dengan
melihat pola titik-titik pada grafik
scatterplot (menunjuk pada Lampiran
12). Pada grafik tidak dijumpai
adanya pola tertentu atau titik-titik
pada grafik menyebar pada sumbu Y
sehingga disimpulkan tidak terjadi
heterokedastisitas pada model regresi.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Saluran pemasaran bawang putih di
Kabupaten Karanganyar terdapat lima
macam pola, antara lain: a)Pola
Saluran I. Petani - Pedagang
pengumpul - pedagang besar luar kota
- pengecer luar kota - konsumen luar
kota, b)Pola Saluran II. Petani pedagang pengumpul - pedagang
besar - pedagang pengecer
konsumen, c)Pola Saluran III. Petani
komisioner - pedagang besar luar kota
- pedagang pengecer luar kota
konsumen luar kota, d)Pola Saluran
IV Petani - pedagang besar luar kota
- pedagang pengecer luar kota
-
konsumen luar kota, e) Pola Saluran
V Petani - pedagang pengecer konsumen.
Total biaya pemasaran I adalah
Rp 3669,78/kg; keuntungan yang
diperoleh Rp 7140,69/kg, dan
persentase margin pemasaran adalah
sebesar
37,28%.
Total
biaya
pemasaran II adalah Rp 1044,71/kg;
keuntungan yang diperoleh Rp
4772,81/kg, dan persentase margin
pemasaran adalah sebesar 23,95%.
Total biaya pemasaran III adalah Rp
273,41/kg;
keuntungan
yang
diperoleh Rp 6563,16/kg, dan
persentase margin pemasaran adalah
sebesar
27,14%.
Total
biaya
pemasaran IV adalah Rp 497,37/kg;
keuntungan yang diperoleh Rp
5694,51/kg, dan persentase margin
pemasaran adalah sebesar 25,03%.
Total biaya pemasaran V adalah Rp
240,13/kg;
keuntungan
yang
diperoleh Rp 5184.09/kg, dan
persentase margin pemasaran adalah
sebesar 22,5%.
Berdasarkan persentase margin
pemasaran dan persentase farmer’s
share, maka dapat diketahui bahwa
Saluran V adalah saluran yang paling
efisien.
Variabel harga di tingkat petani,
jumlah lembaga pemasaran yang
dilalui, dan jarak petani dengan
lembaga pemasaran terdekat baik
secara bersama-sama maupun secara
individu berpengaruh nyata terhadap
margin pemasaran bawang putih di
Kabupaten Karanganyar pada tingkat
kepercayaan 95%.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, maka hal yang dapat
disarankan yaitu:1)sebaiknya petani
secara aktif mencari informasi pasar
baik dari tingkat konsumen maupun
pedagang,
sehingga
petani
mengetahui dan memilih pola saluran
yang paling efisien, 2)sebaiknya
petani memperbaiki pemeliharaan
dalam usahatani bawang putih untuk
memperbaiki kualitas bawang putih.
Sehingga harga jual bawang putih
lebih tinggi, 3)sebaiknya pemerintah
mendirikan
koperasi
agribisnis
sehingga petani dalam menjual
bawang putih tidak tergantung pada
pedagang
pengumpul
maupun
pedagang besar yang jumlahnya
sedikit, 4)selain itu perlu adanya
penetapan harga dasar bawang putih.
Sebaiknya pemerintah menyediakan
dana untuk penelitian yang berkaitan
dengan pemasaran bawang putih
sehingga ada evaluasi secara periodik
dalam proses pengembangan pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Bahar 2007. Bawang Putih Lokal Tak
Seharum
Impor.
http://hortikultura.deptan.go.id.
Diakses pada tanggal 17
Februari 2013
BPS 2012. Jawa Tengah Dalam
Angka 2012. Jawa Tengah: BPS
Jawa Tengah
BPS 2012. Kabupaten Karanganyar
Dalam
Angka
2012.
Karanganyar: BPS Kabupaten
Karanganyar.
Kementrian
Perdagangan
2013.
Pemerintah Buka Impor 29.136
Ton Bawang Putih Untuk Tekan
Harga.
http://www.kemendag.go.id.
Diakses pada tanggal 13 Maret
2013
Nachrowi
dan
Usman
2005.
Penggunaan
Teknik
Ekonometri. Jakarta: PT Raja
Grafindo.
Rahim, Abd dan Hastuti, Diah Retno
D 2008. Ekonomika Pertanian.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Singarimbun, dan Effendi 1995.
Metode
Penelitian
Survai.
Jakarta: LP3ES.
Surakhmad,
Winarno
1998.
Pengantar Penelitian Ilmiah;
dasar, metode, dan teknik.
Bandung: Penerbit Tarsito.
Download