ANALISIS PEMASARAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARGIN PEMASARAN BAWANG PUTIH DI KABUPATEN KARANGANYAR Niken Listyaningrum, Endang Siti Rahayu, Mei Tri Sundari Program Studi Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta Jalan Ir. Sutami No. 36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp./ Fax.(0271) 637457 E-mail:[email protected]. Telp. 085725194355 Abstract : This study aimed to examine the pattern of marketing channels, analyze costs, benefits and marketing margins, examines the most efficient marketing channel for the economy, analyzing the effect of the price at the farm gate, through which the number of marketing agencies, and the distance farmers with marketing agencies closest to the marketing margin garlic in Karanganyar. Data analysis methods used in this research is descriptive analysis, cost analysis and marketing margins, as well as econometric analysis with multiple linear regression models. Based on this research, it is known that there are five kinds of garlic pattern marketing channels. I channel-farmer-traders wholesalers outside the city-town-consumer retailers outside the city. Channel II farmertraders-wholesalers-retailers-consumers. Commissioner Farmer-channel IIItown wholesalers-retailers-consumers outside of the town outside the city. Farmer-channel IV wholesalers outside the city-town retailer-consumer outside of town. Channel V farmer-trader-consumer retailers. Based on the percentage of marketing margin and farmer's share percentage, it can be seen that the channel is the channel 5 most efisien.Variabel farm gate price, number of marketing agencies that passed, and the distance of the nearest farmers with marketing agencies either jointly or individually significant the marketing margin in Karanganyar garlic at 95% confidence level. Keywords : marketing, margin, garlic Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola saluran pemasaran, menganalisis biaya, keuntungan dan marjin pemasaran, mengkaji saluran pemasaran yang paling efisien secara ekonomi, menganalisis pengaruh harga di tingkat petani, jumlah lembaga pemasaran yang dilalui, dan jarak petani dengan lembaga pemasaran terdekat terhadap margin pemasaran bawang putih di Kabupaten Karanganyar. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif analisis, analisis biaya dan margin pemasaran, serta analisis ekonometrika dengan model regresi linear berganda. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa terdapat lima macam pola saluran pemasaran bawang putih. Saluran I petani-pedagang pengumpul-pedagang besar luar kotapengecer luar kota-konsumen luar kota. Saluran II petani-pedagang pengumpulpedagang besar-pedagang pengecer-konsumen. Saluran III Petani-komisionerpedagang besar luar kota-pedagang pengecer luar kota-konsumen luar kota. Saluran IV Petani-pedagang besar luar kota-pedagang pengecer luar kotakonsumen luar kota. Saluran V petani- pedagang pengecer-konsumen. Berdasarkan persentase margin pemasaran dan persentase farmer’s share, maka dapat diketahui bahwa saluran V adalah saluran yang paling efisien.Variabel harga di tingkat petani, jumlah lembaga pemasaran yang dilalui, dan jarak petani dengan lembaga pemasaran terdekat baik secara bersama-sama maupun secara individu berpengaruh nyata terhadap margin pemasaran bawang putih di Kabupaten Karanganyar pada tingkat kepercayaan 95%. Kata kunci : pemasaran, marjin, bawang putih PENDAHULUAN apabila diusahakan secara intensif. Salah satu contoh komoditas sayuran adalah bawang putih. Kebutuhan bawang putih bagi masyarakat di Indonesia cukup besar dan terus meningkat. Kabupaten Karanganyar sebagai salah satu produsen bawang putih di Jawa Tengah. Menurut data BPS Jawa Tengah, Kabupaten Karanganyar merupakan produsen utama bawang putih di Jawa Tengah yang tersaji dalam tabel berikut: Hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan atau bahan estetika (Menteri Perdagangan, 2012). Sayuran sebagai salah satu tanaman hortikultura memegang peranan penting untuk meningkatkan mutu gizi dalam makanan, sumber pendapatan serta penyerap tenaga kerja Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Tanaman Bawang Putih Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Kabupaten/Kota Karanganyar Temanggung Magelang Wonosobo Brebes Tegal Batang Wonogiri Luas Panen (Ha) 76 115 58 33 20 30 8 7 Produksi (Kw) 9.755 4.600 2.467 1.646 1.458 1.369 618 182 Sumber: BPS Jawa Tengah Dalam Angka 2012 Kegiatan pemasaran yang baik 2)menganalisis biaya, keuntungan adalah pemasaran yang efisien dan marjin pemasaran bawang yang dapat dilihat melalui putih di Kabupaten Karanganyar, indikator margin pemasaran dan 3)mengkaji saluran pemasaran farmer’s share. Adanya bawang putih di Kabupaten permasalahan pemasaran tidak Karanganyar yang paling efisien efisien yang terjadi di Kabupaten secara ekonomi, 4)menganalisis Karanganyar mendorong peneliti pengaruh harga di tingkat petani, untuk mengadakan penelitian jumlah lembaga pemasaran yang mengenai pemasaran dan faktordilalui, dan jarak petani dengan faktor yang mempengaruhi pemasaran terdekat terhadap margin pemasaran bawang putih margin pemasaran bawang putih di Kabupaten Karanganyar. di Kabupaten Karanganyar. Penelitian ini bertujuan untuk 1)mengkaji pola saluran pemasaran bawang putih di Kabupaten Karanganyar, METODE PENELITIAN Metode Dasar Metode dasar penelitian yang digunakan adalah penelitian ini adalah metode deskriptif analisis (Surakhmad, 1998). Penentuan daerah sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara sengaja atau purposive sampling. Metode Pengambilan Petani Sampel Penelitian ini, jumlah petani sampel yang diambil sebanyak 40 petani bawang putih, dengan alasan petani sampel sebanyak 40 orang diharapkan dapat mewakili semua petani bawang putih yang ada di Kecamatan Tawangmangu. Metode Analisis Data Metode analisis data adalah Analisis Biaya dan Margin Pemasaran (Cost and Margin Analysis). Biaya Pemasaran. Bp = Bp1 + Bp2 ….+ Bpn……(1) Keterangan : Bp : Biaya pemasaran bawang putih(Rp/Kg) Bp1,2,3…n : Biaya pemasaran tiap lembaga pemasaran bawang putih (Rp/Kg). 1,2,3….n : Jumlah lembaga pemasaran bawang putih Keuntungan Pemasaran Kp = Kp1 + Kp2…..+ Kpn…(2) Keterangan : Kp : Keuntungan pemasaran bawang putih (Rp/Kg). Kp1 +.....+ Kpn : Keuntungan tiaptiap lembaga pemasaran bawang putih (Rp/Kg) Marjin Pemasaran M = Pr – Pf…………………...(3) Keterangan : Mp : Marjin pemasaran bawang putih(Rp/Kg) Pr : Harga bawang putih di tingkat konsumen (Rp/Kg) Pf : Harga bawang putih di tingkat produsen (Rp/Kg). Marjin yang diperoleh pedagang perantara dari sejumlah biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diterima oleh pedagang perantara dirumuskan sebagai berikut: Mp = Bp + Kp…………… (4) Keterangan : Mp : Marjin pemasaran bawang putih(Rp/Kg) Bp : Biaya pemasaran bawang putih(Rp/Kg) Kp : Keuntungan pemasaran bawang putih(Rp/Kg). Efisiensi Ekonomis. Persentase marjin pemasaran dari masing-masing saluran pemasaran dengan menggunakan rumus sebagai berikut : (1)Persentase Marjin Pemasaran 𝑃𝑟−𝑃𝑓 Mp = ( 𝑃𝑟 ) x 100%..............(5) Keterangan : Mp : Marjin pemasaran produk (%) Pr : Harga produk di tingkat produsen (Rp/Kg) Pf : Harga produk di tingkat konsumen (Rp/kg). Mengetahui efisiensi pemasaran secara ekonomis dilakukan analisis marjin pemasaran dan memperhitungkan bagian yang diterima oleh petani (farmer’s share) dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Farmer’s share 𝑃𝑟−𝑃𝑓 F = (1 − 𝑃𝑟 ) x 100%..........(6) Keterangan : F : Bagian yang diterima petani produk (%) Pr : Harga produk di tingkat produsen (Rp/Kg) Pf : Harga produk di tingkat konsumen (Rp/kg) Analisis yang Mempengaruhi Margin Pemasaran Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi margin pemasaran komoditas pertanian digunakan analisis ekonometrika dengan pendekatan regresi linear berganda (multiple linear regression) dengan data cross section. Untuk persamaanya adalah sebagai berikut: Y = β0+β1 X1+β2 X2+ β3 X3+e……………………….....(7) Keterangan: Y : Margin pemasaran bawang putih (kg) β0 : Konstanta β1..β3 : Koefisien arah regresi masing-masing variabel bebas X1, X2, X3 X1 : Harga di tingkat petani (Rp) X2 : Jumlah lembaga pemasaran yang dilalui X3 : Jarak petani dengan lembaga pemasaran terdekat (m) e : Kesalahan (Rahim dan Hastuti, 2008). Penelitian ini, dilakukan beberapa pengujian. Pengujian tersebut antara lain yaitu: Pengujian Model Uji Determinasi (adjusted R2), digunakan untuk mengetahui ketepatan model persamaan, menggambarkan bagian dari variasi total yang dapat diterangkan oleh model. Uji F (over-all test), digunakan untuk mengkaji pengaruh harga di tingkat petani, jumlah lembaga yang dilalui, dan jarak petani dengan pemasaran terdekat secara bersama-sama terhadap margin pemasaran bawang putih dengan menggunakan α= 5% atau tingkat signifikansi 95%. Nilai F hitung kemudian dibandingkan dengan F tabel dengan hipotesis: Ho: b1=b2=b3=0, yaitu tidak ada pengaruh signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen Hi:b1≠b2≠ b3≠ 0, yaitu terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen Pengujian Asumsi Klasik antara lain dengan uji Multicolinearity, digunakan untuk mengetahui apakah terdapat suatu hubungan linear antar variabel bebas yang terdapat dalam model, dan uji yang kedua yaitu uji Heteroscedasticity, digunakan untuk mengetahui konstan atau tidaknya model, akibat variansi data yang digunakan. Dilakukan dengan melihat pola titik-titik pada grafik scatterplot (Nachrowi dan Usman, 2005). HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Petani Responden Tabel 3. Identitas Petani Responden Usahatani Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar Persentase No Identitas Petani Jumlah % 1 Rata-rata usia (tahun) 52 a. Usia <15 tahun 0 0 b. Usia 15-64 tahun 36 90 c. Usia ≥65 tahun 4 10 2. Pekerjaan a. Pokok 33 82 b. Sampingan 7 18 3. Rata-rata pengalaman berusahatani (tahun) 32 4. Pendidikan 15 a. Tidak tamat SD (orang) 6 b. SD (orang) 22 55 c. SLTP (orang) 7 17,5 d. SLTA (orang) 5 12,5 e. Perguruan Tinggi (orang) 0 0 5. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang aktif di usahatani 2 bawang putih (orang) 6. Rata-rata luas lahan tanam bawang putih (ha) 0,15 Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, jumlah petani responden berdasarkan kelompok usia dapat diketahui bahwa sebesar 90% petani responden bawang putih termasuk dalam usia yang produktif. Usia petani menentukan kinerja petani di mana jika petani termasuk ke dalam usia yang produktif kinerjanya lebih baik daripada usia yang non produktif. Diketahui bahwa 82% petani bekerja sebagai petani merupakan pekerjaan pokok, dan sisanya adalah sampingan. Status pekerjaan mempengaruhi motivasi petani, karena jika bertani merupakan perkerjaan pokok, dapat dikatakan bahwa sumber utama pendapatan adalah dari pertanian. Sehingga petani akan lebih bermotivasi dalam mengelola usahatani bawang putih dengan baik agar mendapatkan hasil produksi yang sesuai dengan harapan. Pendidikan petani responden menentukan pengambilan keputusan petani dalam menjalankan dan memasarkan bawang putih. Keputusan yang diambil adalah menerima atau menolak suatu inovasi. Jumlah dan persentase petani responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa petani sebesar 55% tingkat pendidikannya adalah SD (Sekolah Dasar). Pendidikan dapat diperoleh dari pendidikan formal yaitu dengan sekolah dan pendidikan non formal. Rata-rata pengalaman usahatani bawang putih yaitu sebesar 32 tahun. Pengalaman bagi petani sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan dengan ilmu “niteni” dalam istilah Jawa atau mengingat- ingat pengalaman masa lalu yang mungkin bisa diterapkan ke masa mendatang. Petani yang berpendidikan dan keterampilan yang cukup mempunyai kualitas berpikir yang lebih maju sehingga mampu mengadopsi inovasi-inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jualnya tinggi. Diketahui bahwa rata-rata luas lahan tanam bawang putih 0,15 hektar dan rata-rata jumlah anggota keluarga yang aktif di usahatani bawang putih adalah 2 orang. Rata-rata keluarga yang aktif dalam usahatani terkait dengan tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani, semakin banyak anggota keluarga yang aktif dalam usahatani bawang putih, maka penggunaan tenaga kerja luar semakin sedikit, selain itu berkaitan pula dengan biaya untuk upah tenaga kerja. Karena biaya untuk upah tenaga kerja keluarga biasanya tidak dikeluarkan, sehingga semakin banyak anggota keluarga yang aktif dalam usahatani, biaya upah tenaga kerja dapat ditekan. Usahatani Bawang Putih Untuk mengetahui berapa besar pendapatan yang diterima petani bawang putih, dapat dilihat pada tabel berikut mengenai rata-rata biaya usahatani, penerimaan dan pendapatan petani bawang putih: Tabel 4. Rata-Rata Biaya Usahatani, Penerimaan, dan Pendapatan Petani Bawang Putih No 1 2 3 4 5 Uraian Volume Penjualan (kg) Harga Jual (Rp/kg) Biaya Variabel a. Bibit (Rp) b. Pupuk (Rp) c. Obat (Rp) d. Tenaga kerja (Rp) Biaya Tetap a. Sewa tanah (Rp) b. Penyusutan Peralatan (Rp) Total Biaya(Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp) Rp/UT 774,43 18.327,5 2.958.500 902.700 743.175 1.045.750 0 93.343,75 5.743.468,75 14.167.107,5 8.423.638,75 Rp/ha 5162,83 18.327,5 19.723.333,33 6.018.000 4.954.500 6.971.666,67 0 62.2291,67 38.289.791,67 94.447.383,33 56.157.591,67 Sumber: Analisis Data Primer, 2013 Konsep biaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menghitung biaya tetap dan biaya variabel. Besarya biaya pembibitan per usahatani bawang putih adalah Rp 2.958.500,00 sedangkan jika dihitung perluasan lahan (hektar) adalah Rp 19.723.333,33. Biaya pemupukan usahatani bawang putih per usahatani sebesar Rp 902.700,00 sedangkan per hektarnya mencapai Rp 6.018.000,00. Pemupukan dilakukan dengan memberikan pupuk organik maupun non organik. Besarnya biaya pengobatan tanaman bawang putih per usahatani adalah Rp 743.175,00 sedangkan per hektarnya Rp4.954.500,00. Semakin luas lahan maka penggunaan tenaga kerja juga semakin banyak. Rata-rata biaya penggunaan tenaga kerja per usahatani adalah sebesar Rp. 1.045.750,00 dengan upah Rp. 25- 30.000,00/hari untuk 7-8 jam kerja sedangkan per hektarnya sebesar Rp 6.971.666,67. Petani responden menggarap lahan milik mereka sendiri, sehingga biaya sewa tanah adalah Rp. 0,00. Selain sewa tanah, biaya tetap yang dikeluarkan adalah biaya peralatan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis parsial usahatani, karena semua petani responden menanam bawang putih dengan sistem tumpangsari, akan tetapi hanya usahatani bawang putih yang dianalisis. Berdasarkan Tabel 26 dapat diketahui bahwa ratarata penerimaan petani bawang putih per usahatani adalah Rp 14.167.107,5 dan per hektarnya adalah Rp 94.447.383,33. Besar pendapatan yang diterima petani per usahatani bawang putih adalah Rp 8.423.638,75 dan per hektarnya adalah Rp 56.157.591,67. Untuk mengetahui apakah usahatani bawang putih yang dilakukan efisien atau tidak maka di analisis dengan R/C ratio yang ditampilkan pada Tabel 26 : Tabel 5. Perbandingan Efisiensi Usahatani R/C Ratio Bawang Putih Pemasaran Bawang Putih No 1 2 3 Uraian Penerimaan (R) Biaya (C) R/C Ratio Per Usahatani 14.167.107,5 5.743.468,75 2,47 Sumber: Analisis Data Primer , 2013 Analisis Return Cost (R/C) ratio, merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya. Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa besar R/C ratio pada usahatani bawang putih adalah lebih besar dari satu (R/C ratio>1) maka dapat dikatakan bahwa usahatani yang dijalankan petani bawang putih adalah menguntungkan Identitas Responden Lembaga Pemasaran Bawang Putih Per Hektar 94.447.383,33 38.289.791,67 2,47 Tabel 6. Identitas Pedagang Responden Lembaga Pemasaran Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar No Identitas Petani 1 Jumlah Pedagang a. Pedagang pengumpul (orang) b. Pedagang besar (orang) c. Pedagang pengecer (orang) d. Komisioner (orang) 2 Rata-rata umur (tahun) 3 Pendidikan a. Tidak tamat SD (orang) b. SD (orang) c. SMP (orang) d. SMA (orang) 4 Rata-rata Pengalaman berdagang bawang putih (tahun) 5 Modal (Rp) Keterangan 20,0 2,0 5,0 9,0 4,0 54,2 0,0 15,0 4,0 1,0 24 19.845.000 Sumber : Analisis Data Primer 2013 Jumlah pedagang yang diteliti ada berkaitan dengan kinerja pedagang. dua puluh orang. Rata-rata umur Rata-rata pendidikan pedagang adalah pedagang responden adalah 54 tahun, SD, di mana pendidikan berpengaruh sehingga dapat dikatakan termasuk terhadap proses adopsi dan inovasi umur yang produkstif, hal ini Efisiensi Pemasaran Bawang Putih Tabel 7. Perbandingan Total Biaya Pemasaran, Total Keuntungan Pemasaran, dan Total Margin Pemasaran pada Setiap Lembaga Pemasaran Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar No 1 2 3 4 5 Saluran Pemasaran Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV Saluran V Total Biaya (Rp) Total Keuntungan (Rp) Total Margin Pemasaran 3669,78 1044,71 273,41 497,37 240,13 7140,69 4772,81 6563,16 5694,51 5184.09 10.905 5.750 6.786 6.134 5.400 Sumber: Analisis data primer, 2013. Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat diketahui mengenai efisiensi pemasaran secara ekonomis pada masing-masing saluran pemasaran. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah Saluran pemasaran V. Karena nilai persentase margin pemasaran yang rendah yaitu sebesar 22,5% dan nilai farmer’s share yang paling tinggi yaitu sebesar 77,5%. Sedangkan saluran dengan nilai Persentase Margin Pemasaran (%) 37,28 23,95 27,14 25,03 22,5 Farmer’s Share(%) 62,02 76,04 72,85 74,97 77,5 peresntase margin tertinggi yaitu saluran pemasaran I sebesar 37,28% dan nilai persentase farmer’s share sebesar 62,02%. Nilai ini sudah termasuk pemasaran yang efisien, akan tetapi jika dibandingkan dengan saluran yang lain, Saluran I kurang efisien. Hal ini disebabkan oleh besarnya biaya pemasarn dan besarnya keuntungan yang diambil pada setiap lembaga pemasaran. Tingginya biaya pemasaran ini diakibatkan oleh jauhnya jarak pemasaran yaitu dari Kabupaten Karanganyar sampai Pulau Sumatera. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Margin Pemasaran Bawang Putih Model regresi linear berganda faktor-faktor yang mempengaruhi margin bawang putih di Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut : Y= β0+β1 X1+β2 X2+ β3 X3+e……(8) Y= -72337+4,07 X1+2,682 X2-0,476 X3+e………………………………(9) Keterangan: Y : Margin pemasaran bawang putih (kg) β0 : Konstanta β1..β3: Koefisien arah regresi masingmasing variabel bebas X1, X2, X3 X1 : Harga di tingkat petani (Ribuan) X2 : Jumlah lembaga pemasaran yang dilalui X3 : Jarak petani dengan lembaga pemasaran terdekat (km) e : Kesalahan Tabel 8. Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Margin Pemasaran Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar No Variabel Bebas 1 2 3 Harga di tingkat petani (X1) Lembaga pemasaran yang dilalui (X2) Jarak petani dengan pemasaran terdekat (X3) Koefisien t-hitung Regresi 4,07 2,139** 2,682 4,645** -0,476 -2,451** Sig 0,039 0,000 0,019 Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 17) Keterangan **) :berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95% Koefisien Determinasi (adjusted R2). Angka R Square sebagai koefisien determinasi (sumbangan pengaruh X1,X2, X3 terhadap Y) sebesar 0,453 atau sama dengan 45%. Artinya bahwa sebesar 47% margin pemasaran bawang putih dapat dijelaskan dengan menggunakan variabel harga di tingkat petani (X1) , jumlah lembaga pemasaran yang dilalui (X2), dan jarak petani dengan pemasaran terdekat (X3). Sedangkan sisanya 55% (100%-45%) dapat dijelaskan oleh faktor-faktor penyebab lainnya yang tidak dimasukan ke dalam model misalnya iklim, volume penjualan petani, varietas bawang putih dan lainnya. Uji F (over-all test), Uji ANOVA menghasilkan nilai F sebesar 0,000<0,05 artinya H0 ditolak, harga di tingkat petani (X1), jumlah lembaga pemasaran yang dilalui (X2), dan jarak petani dengan pemasaran terdekat (X3) secara bersama-sama berpengaruh terhadap margin pemasaran bawang putih pada tingkat kepercayaan 95%. Uji t (individual test), Nilai signifikansi < nilai α, maka Ho ditolak, dan Hi diterima, berarti masing-masing variabel independen (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. harga di tingkat petani (X1), jumlah lembaga pemasaran yang dilalui (X2), dan jarak petani dengan pemasaran terdekat (X3) secara individu berpengaruh terhadap margin pemasaran bawang putih pada tingkat kepercayaan 95%. Konstanta sebesar -72337 mempunyai arti apabila seluruh variabel independen (harga di tingkat petani (X1) , jumlah lembaga pemasaran yang dilalui (X2), dan jarak petani dengan pemasaran terdekat (X3)) adalah konstan, maka margin pemasarannya adalah sebesar – Rp.72.337,00 artinya margin pemasaran mengalami penurunan. Berdasarkan Tabel 36, dapat diketahui bahwa semua variabel bebas secara individu berpengaruh nyata terhadap margin pemasaran (variabel terikat). Harga di tingkat petani (X1) Hasil uji t menyatakan bahwa variabel harga di tingkat petani secara individu berpengaruh nyata terhadap margin pemasaran pada tingkat kepercayaan 95%. Nilai koefisien regresi harga di tingkat petani sebesar 4,07. Artinya jika harga di tingkat petani naik sebesar Rp. 1, 00 maka margin pemasaran akan ikut meningkat sebesar Rp. 4070,00. Apabila harga di tingkat petani tinggi menyebabkan biaya pemasaran tinggi. Karena jika harga bawang putih di tingkat petani tinggi, lembaga pemasaran akan melakukan atau mengadakan perlakuan terhadap bawang putih lebih hati-hati karena nilai resiko penyusutan yang lebih tinggi meskipun kuantitas penyusutan sama tetapi apabila diuangkan menjadi resiko yang besar. Perlakuan atau penanganan pasca panen menyebabkan biaya pemasaran tinggi. Hal inilah yang menjadikan nilai mergin pemasaran menjadi lebih tinggi. Jumlah lembaga pemasaran yang dilalui (X2). Berdasarkan uji t dapat diketahui bahwa jumlah lembaga pemasaran secara individu berpengaruh nyata terhadap margin pemasaran bawang putih. Nilai koefisien regresi jumlah lembaga pemasaran sebesar 2,682. Artinya jika jumlah lembaga pemasaran yang dilalui naik satu unit lembaga maka margin pemasaran bawang putih akan meningkat sebesar Rp. 2,682. Hal ini dikarenakan masing-masing lembaga pemasaran mengeluarkan biaya pemasaran dan mengambil keuntungan pemasaran bawang putih. Secara teoritis, margin pemasaran adalah hasil penjumlahan dari biaya dan keuntungan. Pernyataan ini ditegaskan oleh Saefudin dan Hanafiah (1983) lembaga pemasaran yang membentuk saluran pemasaran yang panjang biasanya memperbesar margin pemasaran dan menjadi beban bagi konsumen. Jarak petani dengan pemasaran terdekat (X3). Variabel jarak petani dengan pemasaran terdekat berdasarkan uji t, secara individu juga berpengaruh terhadap margin pemasaran bawang putih. Akan tetapi nilai koefisien regresi yang negatif, mengindikasikan bahwa hubungan anatara margin pemasaran dan jarak petani dengan pemasaran terdekat adalah terbalik. Besar nilai koefisien regresi jarak petani dengan pemasaran terdekat adalah 0,476. Artinya jika jarak petani dengan lembaga pemasaran terdekat naik sebesar satu meter maka margin pemasaran akan menurun sebesar Rp. 0,476. Pengaruh jarak pemasaran adalah jika jarak pemasaran semakin jauh, maka margin pemasaran akan tinggi, hal ini terkait dengan biaya pengangkutan, baik biaya untuk alat transportasi maupun retribusi. Uji Standar Koefisien Regresi b’. Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh terhadap margin pemasaran bawang putih di Kabupaten Karanganyar berdasarkan peringkatnya adalah lembaga pemasaran yang dilalui, harga di tingkat petani, dan jarak petani dengan pemasaran terdekat. (a)Pengujian Asumsi Klasik (1) Multikolinearitas Uji multikolinearitas menunjukan ada atau tidaknya masalah yang timbul berkaitan dengan adanya hubungan linear di antara variabel-variabel bebas. Gejala multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF, apabila nilai VIF>10 menunjukan adanya gejala multikolinearitas. Berdasarkan hasil penelitian, nilai VIF untuk semua variabel adalah <10, sehingga dapat dikatakan bahwa model persamaan tidak terdapat masalah multikolinearitas. (2) Heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas dilakukan dengan melihat pola titik-titik pada grafik scatterplot (menunjuk pada Lampiran 12). Pada grafik tidak dijumpai adanya pola tertentu atau titik-titik pada grafik menyebar pada sumbu Y sehingga disimpulkan tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Saluran pemasaran bawang putih di Kabupaten Karanganyar terdapat lima macam pola, antara lain: a)Pola Saluran I. Petani - Pedagang pengumpul - pedagang besar luar kota - pengecer luar kota - konsumen luar kota, b)Pola Saluran II. Petani pedagang pengumpul - pedagang besar - pedagang pengecer konsumen, c)Pola Saluran III. Petani komisioner - pedagang besar luar kota - pedagang pengecer luar kota konsumen luar kota, d)Pola Saluran IV Petani - pedagang besar luar kota - pedagang pengecer luar kota - konsumen luar kota, e) Pola Saluran V Petani - pedagang pengecer konsumen. Total biaya pemasaran I adalah Rp 3669,78/kg; keuntungan yang diperoleh Rp 7140,69/kg, dan persentase margin pemasaran adalah sebesar 37,28%. Total biaya pemasaran II adalah Rp 1044,71/kg; keuntungan yang diperoleh Rp 4772,81/kg, dan persentase margin pemasaran adalah sebesar 23,95%. Total biaya pemasaran III adalah Rp 273,41/kg; keuntungan yang diperoleh Rp 6563,16/kg, dan persentase margin pemasaran adalah sebesar 27,14%. Total biaya pemasaran IV adalah Rp 497,37/kg; keuntungan yang diperoleh Rp 5694,51/kg, dan persentase margin pemasaran adalah sebesar 25,03%. Total biaya pemasaran V adalah Rp 240,13/kg; keuntungan yang diperoleh Rp 5184.09/kg, dan persentase margin pemasaran adalah sebesar 22,5%. Berdasarkan persentase margin pemasaran dan persentase farmer’s share, maka dapat diketahui bahwa Saluran V adalah saluran yang paling efisien. Variabel harga di tingkat petani, jumlah lembaga pemasaran yang dilalui, dan jarak petani dengan lembaga pemasaran terdekat baik secara bersama-sama maupun secara individu berpengaruh nyata terhadap margin pemasaran bawang putih di Kabupaten Karanganyar pada tingkat kepercayaan 95%. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka hal yang dapat disarankan yaitu:1)sebaiknya petani secara aktif mencari informasi pasar baik dari tingkat konsumen maupun pedagang, sehingga petani mengetahui dan memilih pola saluran yang paling efisien, 2)sebaiknya petani memperbaiki pemeliharaan dalam usahatani bawang putih untuk memperbaiki kualitas bawang putih. Sehingga harga jual bawang putih lebih tinggi, 3)sebaiknya pemerintah mendirikan koperasi agribisnis sehingga petani dalam menjual bawang putih tidak tergantung pada pedagang pengumpul maupun pedagang besar yang jumlahnya sedikit, 4)selain itu perlu adanya penetapan harga dasar bawang putih. Sebaiknya pemerintah menyediakan dana untuk penelitian yang berkaitan dengan pemasaran bawang putih sehingga ada evaluasi secara periodik dalam proses pengembangan pasar. DAFTAR PUSTAKA Bahar 2007. Bawang Putih Lokal Tak Seharum Impor. http://hortikultura.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 17 Februari 2013 BPS 2012. Jawa Tengah Dalam Angka 2012. Jawa Tengah: BPS Jawa Tengah BPS 2012. Kabupaten Karanganyar Dalam Angka 2012. Karanganyar: BPS Kabupaten Karanganyar. Kementrian Perdagangan 2013. Pemerintah Buka Impor 29.136 Ton Bawang Putih Untuk Tekan Harga. http://www.kemendag.go.id. Diakses pada tanggal 13 Maret 2013 Nachrowi dan Usman 2005. Penggunaan Teknik Ekonometri. Jakarta: PT Raja Grafindo. Rahim, Abd dan Hastuti, Diah Retno D 2008. Ekonomika Pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya. Singarimbun, dan Effendi 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Surakhmad, Winarno 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah; dasar, metode, dan teknik. Bandung: Penerbit Tarsito.