1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. Diperkirakan kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang (Pane, 2002; WHO, 2008). Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan pola penyakit. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, kanker menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab utama kematian di Indonesia. Angka proporsi kanker di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4 (SKRT 1980) menjadi 4,3 (SKRT 1986), 4,4 (SKRT 1992), dan 5,0 (SKRT 1995) (Tjindarbumi, 1995). Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidensi relatif tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan. Dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang. Di Amerika Serikat, keganasan ini paling sering terjadi pada wanita dewasa. Diperkirakan di AS 175.000 wanita didiagnosis menderita kanker 2 payudara yang mewakili 32% dari semua kanker yang menyerang wanita. Sebanyak 150.000 penderita kanker payudara yang berobat ke rumah sakit, 44.000 orang di antaranya meninggal setiap tahunnya. American Cancer Society memperkirakan kanker payudara di Amerika akan mencapai 2 juta dan 460.000 di antaranya meninggal antara 1990-2000 ((Tjahjadi, 1995; Moningkey, 2000). Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim. Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki tempat teratas (Tjindarbumi, 1995). Di Yogyakarta kanker payudara merupakan tumor ganas terbanyak ke-2, tetapi di Rumah Sakit DR. Sardjito, kanker payudara menempati urutan pertama keganasan pada wanita. Meskipun angka kematian belum dapat diketahui, tetapi tumor ganas ini menempati urutan ke-5 penyebab kematian (Aryandono, 2006). Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004 di dunia diperkirakan terdapat 1.334.100 kasus kanker dengan 556.500 orang meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) 41,71% (Moningkey, 2000). Biologi kanker kompleks, melibatkan onkogenesis, evasion of host immune defense mechanisms, angiogenesis, invasi dan metastasis. Beberapa penelitian menemukan adanya peranan interleukin yang merupakan pleiotropic cytokines terhadap progresivitas kanker. Interleukin-6 merupakan salah satu sitokin yang memiliki peranan dalam sistem imun, respon fase akut, dan 3 hematopoiesis. Makrofag, monosit dan limfosit maupun sel kanker diketahui dapat mensekresi IL-6. Interleukin-6 secara in vitro diketahui merupakan autokrin maupun parakrin growth factor dari kanker ovarium, servik, prostat, paru, ginjal maupun melanoma (Fu et al., 1994; Giri et al., 2001; Parslot et al., 2003). Selama ini interleukin-6 lebih dikenal sebagai sitokin inflamasi yang memediasi hematopoesis dan aktivasi limfosit, tetapi penelitian-penelitian terbaru melaporkan IL-6 memiliki peran sebagai mediator progresivitas tumor. Ekspresi IL-6 berkorelasi dengan derajat tumor, dan survival yang buruk, meskipun mekanismenya belum dapat diterangkan secara jelas (Sullivan, 2009) Interleukin-6 diketahui juga memiliki peran dalam angiogenesis. Angiogenesis merupakan kebutuhan utama untuk pertumbuhan dan metastasis pada kanker payudara (Chopra et al., 1998; Engels, 1997). Beberapa strategi pendekatan terapi telah banyak dilakukan dan mengalami kemajuan yang signifikan, tetapi kematian kanker paling banyak masih disebabkan karena metastasis yang sering resisten terhadap terapi konvensional. Karena itulah perlu dilakukan pendekatan baru terhadap manajemen terapi kanker payudara. Beberapa interleukin termasuk IL-6 diketahui berkorelasi dengan stadium klinis kanker payudara dan metastasis. Hal ini memungkinkan IL-6 dapat membantu dalam diagnosis maupun memperkirakan prognosis buruk kanker payudara sehingga manajemen terapi dilakukan lebih agresif (Kozlowski et al., 2003). 4 Efektivitas terapi dan prognosis keganasan dipengaruhi oleh stadium penyakit dan aktivitas mekanisme sistem imun yang dimodulasi oleh beberapa interleukin, termasuk IL-6 (Zakrzewska et al., 2001). Beberapa penelitian IL-6 pada kanker di luar negeri mulai banyak dilakukan baik penelitian invitro, IL-6 pada jaringan tumor payudara maupun IL-6 pada serum penderita kanker payudara. Kebanyakan penelitian IL-6 pada serum mendukung IL-6 serum sebagai marker prognosis yang buruk. Hasil penelitian ini memungkinkan pengembangan terapi baru anti IL-6 yang diharapkan dapat memperbaiki hasil terapi yang sudah ada. Berbeda dg penelitian IL-6 pada serum, penelitian di tingkat in vitro dan jaringan menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa IL-6 menghambat pertumbuhan tumor, tetapi beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa IL-6 justru memicu pertumbuhan tumor. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan konsistensi peranan IL-6 pada kanker payudara (Knupfer, 2007). Pemeriksaan IL-6 tidak memerlukan persiapan khusus, sederhana dan tidak invasif. Berbeda dengan sitokin lainnya, IL-6 di dalam serum/plasma lebih stabil (Pfeilschifter et al., 2002). Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dinilai perbedaan kadar IL-6 dalam serum darah penderita kanker payudara di antara berbagai stadium klinis kanker payudara. B. Permasalahan Berdasarkan berbagai fakta yang terurai dalam latar belakang di atas maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 5 1. Prevalensi kanker payudara semakin meningkat di seluruh dunia termasuk di Indonesia seiring dengan peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan pola penyakit. 2. Lebih dari separuh penderita kanker payudara terdiagnosis sudah pada stadium lanjut saat tumor telah mengalami metastasis sehingga penanganannya cenderung terlambat dan hanya bersifat paliatif. 3. Penilaian baku emas stadium klinis kanker payudara adalah dengan histopatologi yang bersifat invasif dan sulit ditemukan pada stadium dini. Diperlukan parameter yang non invasif. Interleukin-6 diperkirakan berhubungan dengan stadium klinis kanker payudara, pemeriksaannya realatif sederhana, tanpa persiapan khusus dan tidak invasif. 4. Penelitian mengenai IL-6 pada kanker payudara menunjukkan hasil yang tidak konsisten. 5. Penelitian mengenai hubungan IL-6 dengan stadium klinis kanker payudara telah banyak dilakukan, tetapi sepanjang data yang diketahui saat ini belum pernah dilakukan peneliti lain di Indonesia. 6. C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat perbedaan kadar IL-6 pada berbagai stadium klinis kanker payudara? D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang IL-6 pada kanker telah banyak dilakukan di luar negeri baik mengenai aspek korelasi terhadap stadium tumor maupun prognosis. Beberapa penelitian IL-6 pada serum mendapatkan hasil yang hampir semua 6 konsisten, tetapi pada penelitian tingkat in vitro dan jaringan tumor payudara menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa peneliti melaporkan peningkatan IL-6 sebelum terapi merupakan indikator prognosis kanker payudara yang buruk. Tetapi peneliti yang lain menunjukkan hal yang sebaliknya. Pada penelitian Yoko et al. (2000) kadar IL-6 lebih tinggi pada pasien kanker payudara yang mengalami rekurensi dan tidak berespon terhadap terapi dibanding pasien yang yang stabil setelah terapi. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Zhang et al. (1999), pasien dengan kadar IL-6 ≥ 20 ρg/ml meninggal dalam 4 bulan setelah terapi. Berbeda dengan kedua penelitian ini, Kovacs (2001) melaporkan IL-6 tidak berkorelasi dengan prognosis yang buruk pada kanker payudara. Zhang et al. (1999) meneliti hubungan antara kadar IL-6 dengan respon terapi pada pasien metastasis. Pasien yang berespon sempurna memiliki kadar IL6 paling rendah dibanding yang berespon sebagian, tidak berespon maupun tumor yang akhirnya progresif (masing-masing 2.4 ± 1.2 48, 4.1 ± 1.0, 7.4 ± 3.8, 36.3 ± 13.2 pg/ml). Nishimura et al. (2000) menganalisis kadar IL-6 pada penderita kanker payudara tahap lanjut atau rekuren, hubungan antara kadar IL-6 dengan klinis serta efek medroxyprogesteron (MPA) yang dapat menghambat produksi IL-6. Hasilnya adalah kadar IL-6 lebih tinggi pada kanker yang rekuren (6.5 ± 7.48 ρg/ml) dibanding yang tidak rekuren (1.96 ± 1.38 ρg/ml) dan lebih rendah pada subyek yang mendapatkan MPA. 7 Jiang et al. (2000) membandingkan kadar IL-6 antara kelompok sehat dengan penderita kanker payudara dan didapatkan hasil kadar IL-6 lebih tinggi pada penderita kanker payudara dibanding kelompok wanita sehat (0.7 ± 2.5 vs 38.3 ± 138.7 ρg/ml). Jablonska et al. (2001) membandingkan kadar IL-6 antara kelompok sehat dengan penderita kanker payudara serta perbedaan kadar pada masing-masing stadium kanker. Didapatkan hasil kadar yang lebih tinggi pada penderita kanker dibanding kelompok sehat. Kadar serum IL-6 lebih tinggi pada stadium III/IV dibanding stadium II. Serupa dengan penelitian kasus kontrol Jiang et al.(2000) dan Jablonska et al. (2001, kadar IL-6 pada pasien kanker payudara lebih tinggi dibanding kelompok sehat (31.7 vs 3.3 ρg/m) dan berkorelasi dengan stadium klinis (Kozlowski et al., 2003). Salgado et al. (2003) meneliti kadar IL-6 berbeda bermakna pada berbagai derajat metastasis. Penderita kanker payudara dengan 2 atau lebih lokasi metastasis memiliki kadar IL-6 yang lebih tinggi dibanding penderita dengan 1 lokasi metastasis. Kadar IL-6 mencerminkan proses pertumbuhan tumor. Berbeda dengan penelitian Salgado, Bachelot et al. (2003) tidak menemukan adanya korelasi antara kadar IL-6 dengan berbagai derajat metastasis kanker payudara. Bozuck et al. (2004) meneliti hubungan antara kadar IL-6 dengan keluaran klinis penderita yang telah metastasis. Dengan cutoff > 5 ρg/ml, IL-6 berkorelasi dengan progresivitas tumor. Serupa dengan Bozuck, Bachelot et al. (2003) melaporkan cutoff IL-6≥55 ρg/ml berkorelasi dengan survival yang pendek. 8 Ravishankaran et al. (2011) menemukan korelasi positif antara kadar IL-6 dengan ukuran tumor, metastasis limfonodi, metastasis jauh dan stadium klinis kanker payudara. Berbeda dengan IL-6, CRP tidak berkorelasi dengan metastasis limfonodi maupun metastasis jauh dan stadium klinis. Hal ini membuktikan bahwa IL-6 memiliki peran langsung pada pertumbuhan tumor, sedangkan CRP tidak. Meskipun terdapat korelasi antara IL-6 dengan CRP, tetapi peningkatan CRP hanya disebabkan oleh kadar IL-6 yang meningkat. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi dokter (klinisi) Kadar IL-6 dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan yang bermanfaat dalam penatalaksanaan penderita kanker payudara. 2. Bagi pasien (masyarakat) Diharapkan dengan pengukuran kadar IL-6 yang non invasif, pendekatan penatalaksanaan dapat lebih disesuaikan dengan manfaat yang diharapkan. 3. Bagi peneliti Memberikan bukti ilmiah tentang kadar IL-6 dalam menggambarkan stadium penyakit. Hasil penelitian menambah bukti penelitian sebagai dasar pengembangan terapi baru anti IL-6 yang diharapkan dapat memperbaiki hasil terapi yang sudah ada. F. Tujuan Penelitian Mengevaluasi perbedaan kadar IL-6 pada berbagai stadium klinis kanker payudara.