PENGARUH UKURAN PARTIKEL TERHADAP OPTIMASI DERAJAT

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH UKURAN PARTIKEL TERHADAP OPTIMASI
DERAJAT REDUKSI Fe PADA BIJIH LATERIT LOW GRADE
SKRIPSI
EKO MULIA PUTRA
0806455692
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JULI 2012
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH UKURAN PARTIKEL TERHADAP OPTIMASI
DERAJAT REDUKSI Fe PADA BIJIH LATERIT LOW GRADE
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
EKO MULIA PUTRA
0806455692
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JULI 2012
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan
semua sumber baik yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Eko Mulia Putra
NPM
: 0806455692
Tanda Tangan
:
Tanggal
: Juli 2012
iii
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
iv
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena
dengan berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap
Optimasi Derajat Reduksi Fe pada Bijih Laterit Low Grade” ini disusun untuk
memenuhi sebagian persyaratan akademis dalam meraih gelar Sarjana Teknik di
Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi Soedarsono, DEA, selaku dosen pembimbing
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr-Ing. Ir. Bambang Suharno, selaku Kepala Departemen Teknik
Metalurgi dan Material FTUI.
3. Dr. Ir. Donanta Daneswara, M.Si selaku Pembimbing Akademis penulis.
4. Kedua orang tua tercinta Dasmawati dan Ir. Kasmis yang senantiasa
mendukung, mendoakan, dan selalu ada untuk saya, serta adik saya Kurnia
Dwi Putra.
5. Teman-teman seperjuangan dan seperjalanan di Metalurgi dan Material FTUI:
a. Jenifer Gunawan yang telah membimbing saya selama penelitian ini
b. Teman seperjuangan dalam penelitian ini: Prabu Binsar Setiawan dan
Patrick Siregar
c. Teman Penelitian dan tugas akhir dengan tema ekstraksi : Achmad Taufiq,
Suprayogi, Nova Listyanto, Frendy Lumban Bantu, Doni Johansyah, Gana
Damar, David, dan Erwin
d. Teman-teman angkatan 2008 yang mengerjakan skripsi bersama-sama di
Lab Metalografi dan Lab Korosi : Ardiles Jeremia Sitorus, Rendi Fajar
Binuwara, Yanuar Ahmad Fadilah, Hutri Prianugrah, Rhidiyan Waroko,
v
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Yudi Prasetyo, Brian Hermawan, Indra Septiawan, Yosia Samuel, Wali
Riansyah, M Fahmi Haddar, Rulliansyah, Vicky Indrafusa, Abdullah
Nirmolo, Fuad Hakim Nofec Budiarto, dan Allam Putra.
e. Teman-teman Kantek Zona Hijau.
f. Serta untuk teman-teman seperjalanan di Metalurgi dan Material angkatan
2008 yang memulai kekeluargaan sejak dikumpulkan di masa PPAM
hingga saat ini dan membuat kenangan indah dan pengalaman tidak
terlupakan. Semoga ikatan keluarga ini akan bertahan terus hingga kita tua
nanti.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu metalurgi dan material ke depannya.
Depok, Juli 2012
Penulis
vi
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini, :
Nama
:
Eko Mulia Putra
NPM
:
0806455692
Program Studi :
Teknik Metalurgi dan Material
Departemen
:
Metalurgi dan Material
Fakultas
:
Teknik
Jenis Karya
:
Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap Optimasi Derajat Reduksi Fe pada
Bijih Laterit Low Grade
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia atau
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : Juli 2012
Yang menyatakan
(
Eko Mulia Putra
)
vii
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
ABSTRAK
Nama
NPM
Program Studi
Judul Skripsi
:
:
:
:
Eko Mulia Putra
0806455692
Teknik Metalurgi dan Material
Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap Optimasi
Derajat Reduksi Fe pada Bijih Laterit Low Grade
Laterit yang ada di Indonesia memiliki kandungan Fe sekitar 50 %,.
Walaupun bijih laterit memiliki kandungan Fe yang besar tapi belum ada
pemanfaatan bijih laterit untuk di pengolahan sebagai bahan baku pembuatan pig
iron atau iron nugget. Agar bijih laterit dapat digunakan, bijih besi laterit yang
banyak mengandung Fe2O3 harus direduksi untuk mendapatkan besi Fe sehingga
kandungan kadar Fe dalam laterit meningkat. Penelitian ini dilakukan pada bijih
laterit dengan jenis saprolit dengan menggunakan parameter ukuran partikel untuk
mengetahui ukuran partikel dengan kandungan Fe yang optimum. Ukuran partikel
yang digunakan adalah ukuran mesh 120, 170, 200, dan 270. Reduksi yang
dilakukan adalah dengan cara memanaskan Bijih yang telah dicampur dengan
batubara dalam oven dengan suhu 1100OC selama 60 menit. Setelah itu, bijih
tersebut dilakukan dengan pengujian karakterisasi kuantitatif dengan EDAX dan
karakterisasi
kualitatif dengan XRD. Ukuran partikel mempengaruhi
kadar
peningkatan Fe pada bijih laterit. Semakin besar ukuran partikel maka kadar Fe
yang terkandung dalam bijih laterit setelah proses roasting semakin besar.
Peningkatan Kadar Fe terbesar terdapat pada ukuran partikel mesh 120 yaitu
sebesar 12,54%. Akan tetapi, kadar Fe yang terbesar terdapat pada ukuran partikel
mesh 170 sebesar 46,7%.
Kata kunci
: Reduksi, Ekstraksi, Laterit, Saprolit, iron, Fe
viii
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
ABSTRACT
Name
NPM
Major
Title
:
:
:
:
Eko Mulia Putra
Eko Mulia Putra
Metallurgy and Material Engineering
Effect of Particle Size on The Optimization Degree
Reduction of Fe in Low Grade Laterite ores
Laterite in Indonesia has about 50% Fe content. Although laterite ore
contains a large Fe but utilization of lateritic ore for processing as the raw material
to make pig iron is rarely. Laterite ore contains Fe2O3 should be reduced to obtain
Fe. So that, Fe content in laterite increases. The research was conducted on
lateritic ore, saprolite type, use the parameters of particle size to determine the
optimum size of the content. The research was carried out using the particle size
parameter. Particle size which used are 120, 170, 200 and 270 mesh. The
reduction is done by heating the laterite ore mixed with coal in the oven with a
temperature of 1100 OC for 60 min. Then, the characterization tests for laterite ore
by EDAX and XRD. Particle size affect Fe content in laterite ores. Elevated
contents of Fe increases as increasing particle size after reduction process. The
largest elavated content of Fe occur on 120 mesh particle size that is equal to
12.54%.. In other side, the largest Fe content occur on 170 mesh particle size of
46.7%.
Keywords
: Reduction of Fe, Iron, Extraction, Laterite ore
ix
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ...................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................. vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
Bab 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ........................................................ 3
1.5. Sistematika Penulisan ................................................................................ 4
Bab2 TEORI PENUNJANG ................................................................................ 6
2.1. Bijih Laterit ................................................................................................ 6
2.2. Reduksi Oksida .......................................................................................... 7
2.2.1 Prinsip Dasar Proses Reduksi .......................................................... 8
2.2.1.1 Termokimia ........................................................................... 9
2.2.1.2 Energi Bebas ....................................................................... 10
2.2.1.3 Reaksi Boudouard............................................................... 13
2.2.2 Mekanisme Reduksi Langsung ..................................................... 15
2.2.2.1 Pembentukan Gas Reduktor ............................................... 15
2.2.2.2 Adsorpsi Gas pada Besi Oksida .......................................... 18
2.2.2.3 Proses Difusi Dalam Besi Oksida ....................................... 19
2.4 Energy Dispersive X-Ray Alnalysis (EDAX) ........................................... 21
2.5 X-Ray Diffraction (XRD) .......................................................................... 22
3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 24
3.1. Diagram Alir Penelitian............................................................................ 24
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 25
3.3. Prosedur Penelitian................................................................................... 25
3.3.1. Preparasi Sampel ............................................................................. 25
3.3.1.1 Crushing & Sievieng .......................................................... 25
3.3.1.2 Drying dan Kompaksi ......................................................... 25
3.3.2. Roasting .......................................................................................... 26
3.3.3. Uji Karakterisasi.............................................................................. 26
3.3.3.1 Uji EDAX............................................................................. 26
3.3.3.2 Uji XRD ............................................................................... 26
x
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. 28
4.1. Berat Data Sampel.................................................................................... 28
4.2 Pengujian XRD ......................................................................................... 28
4.3 Pengujian EDAX ....................................................................................... 32
5. KESIMPULAN ................................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 38
LAMPIRAN .......................................................................................................... 40
xi
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Presentation of average value of laboratory analysis of Nickel laterite
ore during year’s 2008, 2009 and 2010 – Indonesia ............................................... 7
Tabel 4.1 Data massa sample sebelum dan sesudah reduksi roasting .................. 28
Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian EDAX pada bijih laterit sebelum
proses reduksi .................................................................................................. 32
xii
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Gambar Diagram Elingham ............................................................ 12
Gambar 2.3. Diagram Bauer Glassner dan Boudouard ....................................... 14
Gambar 2.4 Gasifikasi Karbon ........................................................................... 16
Gambar 2.5 Mekanisme reduksi langsung pada pellet berporos ......................... 20
Gambar 2.6 Prinsip Energy Dispersive X-Ray Analysis (EDAX) ........................ 21
Gambar 2.7 Contoh Hasil Pengujian Energy Dispersive X-Ray Analysis .......... 22
Gambar 2.8 Contoh grafik hasil pengujian XRD ............................................... 23
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian .................................................................... 24
Gambar 4.1 Gambar hasil pengujian XRD sampel awal bijih saprolit ............... 29
Gambar 4.2 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel mesh 120 setelah
reduksi ........................................................................................... 30
Gambar 4.2 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel mesh 120 setelah
reduksi ........................................................................................... 30
Gambar 4.4 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel mesh 200 setelah
reduksi ........................................................................................... 31
Gambar 4.5 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel mesh 170 setelah
reduksi ........................................................................................... 32
Gambar 4.6 Grafik Perubahan Kadar Fe sebelum dan setelah reduksi Roasting
pada setiap ukuran partikel ........................................................... 32
Gambar 4.7 Grafik Perubahan Kadar O sebelum dan setelah reduksi Roasting
pada setiap ukuran partikel............................................................ 36
Gambar 4.8 Grafik pengaruh ukuran partikel terhadap peningkatan kadar Fe .. 37
xiii
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2.
Hasil Pengujian EDAX
Hasil Pengujian XRD
xiv
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sebagian besar sumber nikel dunia yang telah diketahui terkandung dalam
tipe deposit laterit. Mineral nikel terdapat dalam bentuk baik laterit maupun
sulfida, namun mayoritas cadangan nikel dunia (65%) terdapat dalam bentuk bijih
laterit. Sekitar 55% produksi nikel dunia berasal dari bijih sulfida sedangkan
sumber nikel baru berasal dari cadangan laterit.
Sekitar 72% sumber nikel dunia ditemukan terutama di daerah tropis
seperti Indonesia, Kuba, Kaledonia Baru, Filipina dan Australia. Sisanya sebesar
28% adalah tipe deposit sulfida terutama terdapat di Kanada dan Rusia. Walaupun
mayoritas sumber nikel dunia yang diketahui terkandung dalam laterit, produksi
nikel dari sulfida lebih dominan karena kadar nikel yang lebih tinggi dan
pengolahan yang lebih mudahdibandingkan dengan tipe deposit laterit. Kadar
nikel dalam tipe deposit sulfida secara komersial bervariasi antara 0,5-8,0%,
sedangkan dari tipe deposit laterit sekitar 1,0-2,0%.[1]
Besarnya cadangan nikel dalam bijih laterit di Indonesia diduga mencapai
12 % dari cadangan dunia. Meskipun cadangan nikel Indonesia bukanlah yang
terbesar di dunia, namun Indonesia merupakan salah satu produsen pertambangan
nikel terbesar di dunia. Penambangan dan pengolahan laterit nikel di Indonesia
didominasi oleh PT INCO Tbk.dan PT Aneka Tambang Tbk (PT Antam). Pada
saat ini PT INCO mengolah laterit nikel untuk memproduksi nikel dalam bentuk
nickel matte (Ni3S2) yang seluruh produksinya diekspor ke Jepang, sedangkan PT
Antam mengolah laterit nikel untuk memproduksi nikel dalam bentuk fero-nikel
(logam paduan FeNi).
Sejak tahun 1938, bijih laterit yang tidak memenuhi persyaratan yang
biasa disebut bijih laterit off grade, dieskpor keluar negeri [2]. Beberapa perusahan
lain yang memiliki luas pertambangan lebih kecil di Sulawesi dan Maluku hanya
melakukan penambangan dan mengekspor langsung bijih laterit nikel untuk
1
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
2
pembuatan nickel pig iron. Kenyataan ini menunjukan bahwa potensi laterit di
indonesia yang sangat besar belum dimanfaatkan secara maksimal. Selain itu,
dengan adanya UU Minerba yang melarang mengeskpor bahan baku menjadi
suatu keharusan untuk menolahnya di Indonesia.
Laterit yang ada di Indonesia memiliki kandungan Fe sekitar 50 %, Mg
dan Si berkisar pada besaran 20 - 25 %, agar dapat dimanfaatkan menjadi bahan
baku iron nugget atau pig iron maka perlu dilakukan peningkatan konsentrasi Fe
dan penurunan kadar Si. Selanjutnya dilakukan reduksi menggunakan coal/ batu
bara dengan kadar C yang cukup tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan proses
konsentrasi / benefisiasi kemudian dilakukan proses reduksi dengan kondisi yang
paling optimum. Dari data uraian diatas sangat menarik untuk dikembangkan
pembuatan pig iron menggunakan bahan baku lokal karena bahan baku dengan
kandungan Fe yang relatif cukup tinggi tersedia masih cukup banyak dan juga
bahan baku industri besi baja nasional sampai saat ini masih import. Proses
reduksi untuk mendapatkan Fe dari senyawanya ditentukan oleh beberapa faktor,
antara lain temperatur, waktu reduksi, kadar karbon, dan ukuran partikel .
Nickel pig iron adalah logam besi wantah yang merupakan hasil dari
proses peleburan bijih nikel kadar rendah di bawah 1.8% Ni. Pada saat ini NPI
dihasilkan dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah dengan menggunakan
tungku tegak. NPI digunakan sebagai bahan baku pembuatan stainless stell.
1.2 Perumusan Masalah
Sejak tahun 1938, bijih laterit yang tidak memenuhi persyaratan yang
biasa disebut bijih laterit off grade atau bijih laterit buangan dieskpor ke negara
Australia. Ini menunjukan bahwa belum adanya pemanfaatan bijih laterit buangan
ini. Kenyataan ini menunjukan bahwa potensi laterit di indonesia yang sangat
besar belum dimanfaatkan secara maksimal. Selain itu, dengan adanya UU
Minerba yang melarang mengeskpor bahan baku menjadi suatu keharusan untuk
menolahnya di Indonesia[2].
Agar dapat dimanfaatkan bijih laterit buangan menjadi bahan baku pig
iron maka perlu dilakukan peningkatan konsentrasi Fe. Permasalah ini terdapat
pada pengolahan bijih laterit dengan metode reduksi langsung adalah penentuan
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
3
variabel optimum. Menurut literatur[3], selain kenaikan temperatur reduksi, ukuran
partikel reduksi dapat mempengaruhi pula proses reduksi. Hal yang perlu
diperhatikan adalah ukuran partikel sangat mempengaruhi kecepatan pemanasan
partikel sehinga dapat berpengaruh kepada pasokan energi. Pasokan energi ini
juga sangat mempengaruhi ongkos produksi.
Mengingat pentingnya aspek-aspek tersebut, maka pada penelitian ini akan
dilakukan variasi ukuran partikel bijih saprolit. Variasi ukuran bijih saprolit ini
dilakukan untuk melihat derajat reduksi besi yang terjadi sehingga selanjutnya
dapat dicari titik optimum reduksi Fe. Sebagai reduktor, digunakan batubara yang
memiliki nilai kalor tertentu dengan ukuran partikkel yang beragam. Kemudian
proses kompaksi batubara dan mineral nikel dilakukan dengan metode Heckel
untuk menghindari fenomena springback yang dapat menurunkan kualitas
(densitas, porositas, dan kekuatan) sampel.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui efek perbedaan ukuran partikel bijih saprolit terhadap
derajat reduksi oksida besi.
2. Mengetahui ukuran partikel bijih
saprolit
yang tepat
untuk
mendapatkan nilai optimal reduksi Oksida besi.
1.4 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, sistematika penulisan disusun agar konsep dalam
penulisan skripsi menjadi berurutan sehingga akan didapat kerangka alur
pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut dapat diartikan dalam
bentuk banyak bab-bab yang saling berkaitan dengan yang lain. Bab-bab tersebut
diantaranya :
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
4
Bab 1 Pendahuluan
Membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah,
tujuan penelitian, ruang lingkung penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2 Teori Penunjang
Membahas mengenai teori korosi secara umum mengenai bijih
laterit di indonesia, reduksi Fe, pengaruh ukuran partikel terhadap reduksi,
dan pengujian karakterisasi.
Bab 3 Metodologi Penelitian
Membahas mengenai diagram alir penelitian, alat dan bahan yang
diperlukan untuk penelitian, dan prosedur penelitian.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Membahas mengenai pengolahan data yang didapat dari penelitian
serta menganalisa hasil penelitian baik berupa angka, gambar, dan grafik,
serta membandingkan dengan teori dan literatur.
Bab 5 Kesimpulan
Membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan serta saran-saran
yang bisa dimanfaatkan berdasarkan hasil
penelitian.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
a. Sampel yang digunakan pada penelitian ini berasal dari daerah Pomala,
Sulawesi Tenggara, Indonesia. Sampel merupakan mineral nikel jenis
saprolite. Sedangkan, batubara didapatkan dari penjual lokal.
b. Metode crushing dan sieving yang dilakukan dengan metode mekanik
sederhana.
c. Kompaksi mengunakan mesin kompaksi di labotarium TPB, Departemen
Metalurgi dan Material UI.
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
5
d. Reduksi dilakukan dengan metode roasting dengan suhu 1100oC
menggunakan oven Carbolite di Labotarium Teknologi Pengubahan
Bentuk, Departemen Metalurgi dan Material UI.
e. Pemeriksaan atau pengujian Karakterisasi dengan menggunakan alat uji
EDAX Leo 420i di Departemen Metalurgi dan Material UI dan alat uji
XRD shimadzu-7000 di Labotarium Terpadu, UIN Syarif Hidayatullah.
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
BAB II
TEORI PENUNJANG
2.1 BIJIH LATERIT
Bijih laterit merupakan tipe bijih yang biasa digunakan dalam praktik
industri untuk produksi nikel. Penanganan bijih laterite masih dibatasi oleh faktor
ekonomi, yaitu biaya energi yang mencapai hingga 2-3 kali dibandingkan dengan
bijih sulfida. Di sisi lain, laterite dapat dieksploitasi dengan mudah menggunakan
open pit methods di mana bijih sulfida biasanya membutuhkan ekspolitasi bawah
tanah yang lebih mahal. Tren industri masa depan diperkirakan akan lebih
melibatkan pengolahan laterite dengan teknologi proses yang lebih ekonomis.
Indonesia mengandung sekitar 16% cadangan nikel dunia dan cadangan
tersebut memiliki profil yang dapat ditunjukan pada Gambar 2.1, sebagai berikut:
-
Red Laterite (Hematite)
-
Yellow Laterite (Limonite), biasanya mengandung goethite (FeO(OH)) dan
bervariasi dalam kandungan air
-
Saprolit, kaya akan magnesium (10-20% Mg), dengan terdapat kandungan
besi yang mensubstitusi magnesium dalam serpentine (Mg3Si2O5(OH)4),
serta hadir sebagai goethite (total 10-25% Fe)
Gambar 2.1 Profil Laterit pada Umumnya[1]
6
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
7
Tabel berikut menunjukkan analisa kimia terhadap komposisi bijih laterit
Indonesia selama kurun waktu beberapa tahun terakhir.
Tabel 2.1 Persentase rata-rata komposisi bijih laterit Indonesia selama tahun 2008, 2009, dan
2010[1]
Pengotor sampingan yang dibawa oleh bijih nikel, seperti tampak dalam
tabel di atas, didominasi oleh oksida Fe, Mg, Si, Co, dan Cr. Bergantung pada
jenis lapisan laterisasinya, kadar elemen pengotor ini bervariasi seperti
ditunjukkan dalam Tabel 2.1 .
Bijih laterit diklasifikasikan dalam tiga kelas berdasarkan konten Fe dan
MgO mereka[4]: i) Kelas A-garnieritik jenis laterit (Fe <12% dan MgO >25%). ii)
Kelas B-Limonit jenis laterit (tinggi kandungan Fe, 15-32% atau >32% dan MgO
<10%) dan iii) Kelas C-menengah jenis laterit, yang terletak antara bijih tipe
garnieritik dan Limonit (Fe 12-15% dan MgO 25-35% atau 10-25%).
2.2 REDUKSI OKSIDA
Pembelajaran tentang proses pengolahan besi merupakan hal yang penting
untuk dipelajari, mengingat logam tersebut digunakan pada berbagai macam
aplikasi. Teknik yang paling umum digunakan secara komersial yaitu dengan
menggunakan blast furnace dan juga converter. Pada blast furnace reaksi yang
terjadi yaitu sebagai berikut [5] :
• 3Fe2O3+CO → 2 Fe3O4+CO2
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
8
3Fe2O3+C→ 2 Fe3O4+CO
• Fe3O4+CO → 3FeO+CO2
Fe3O4+ C → 3FeO+CO
• FeO+CO → Fe+CO2
FeO+C → Fe+CO
Dari persamaan reaksi diatas terlihat bahwa bijih besi dapat direduksi
secara langsung dengan menggunakan karbon padat, namun reduksi dengan
menggunakan gas CO mengindikasikan reaksi utama yang terjadi pada beberapa
reduksi bijih besi.
Pemrosesan reduksi bijih besi dengan menggunakan blast furnace
memiliki kelemahan utama, yaitu karena temperatur proses yang terlalu tinggi
maka logam lain ( Si, Mn, dll.) akan banyak yang ikut melebur bersama dengan
Fe sehingga akan sulit untuk dipisahkan. Oleh karena itu dikembangkan suatu
metode baru untuk mengatasi hal tersebut dengan menggunakan proses reduksi
langsung.
Proses reduksi langsung adalah proses pengurangan oksigen dari besi
oksida dimana besi oksida tersebut tidak mengalami perubahan fasa, yaitu fasa
padat. Proses reduksi langsung menggunakan zat pereduksi yang afinitas terhadap
oksigen lebih besar daripada besi oksida. Proses ini dilakukan dengan
menggunakan temperatur tinggi, namun lebih rendah dari temperatur yang
digunakan pada pemrosesan dengan menggunakan blast furnace.
Banyak studi yang dilakukan untuk mempelajari proses reduksi langsung,
Usui et al. mempelajari tentang proses prereduksi pada besi oksida dengan
menggunakan batu bara dan juga gas dengan reaksi utama yang terjadi antara besi
oksida dan hidrogen [6]. Ishikawa et al. secara sukses mempelajari tentang reduksi
pada wustit (Fe1)xO dengan menggunakan karbon padat [7] .
2.2.1 Prinsip Dasar Proses Reduksi
Proses reduksi langsung merupakan reduksi bijih besi dengan menghindari
fasa cair. Proses ini dilakukan dengan menggunakan pereduktor seperti karbon
(coal), minyak bumi dan juga gas metana (CH4). Prinsip dasar proses ini adalah
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
9
mengurangi kadar oksigen dengan menggunakan unsur yang afinitas terhadap O
(oksigen) lebih besar daripada Fe (besi). Proses ini dilakukan tanpa mengubah
fasa, yaitu fasa padat. Hasil akhir proses ini menghasilkan bijih besi yang
didalamnya masih terdapat oksida. Proses reduksi langsung digunakan dengan
beberapa alasan sebagai berikut :
a. Menggunakan batu bara/ gas bumi sebagai pengganti kokas
b. Produk berkualitas tinggi
c. Kapasitas produksi bisa rendah, sesuai dengan permintaan pasar
d. Emisi CO2 rendah sehingga lebih ramah terhadap lingkungan
2.2.1.1 Termokimia
Reaksi kimia selalu melibatkan pelepasan maupun penyerapan energi. Hal
tersebut menunjukkan bahwa setiap material memiliki energi. Energi dilepaskan
apabila dalam suatu reaksi produk memiliki energi yang lebih rendah daripada
pereaktan, sedangkan suatu reaksi dikatakan menyerap energi apabila produk
memiliki energi yang lebih tinggi daripada pereaktan [8].
Panas merupakan bentuk energi yang umum pada suatu reaksi. Derajat
panas juga dapat diukur dengan suhu. Panas yang dimiliki oleh suatu material
merupakan entalpi dari material tersebut yang diberi lambang H.
Ketika suatu unsur bereaksi dengan unsur lain membentuk suatu senyawa,
energi panas yang digunakan pada reaksi tersebut disebut sebagai energi panas
pembentukan (entalpi pembentukan) yang diberi lambang ΔHf.
Ketika suatu senyawa bereaksi dengan senyawa lain membentuk suatu
senyawa baru maka ΔHf berubah menjadi ΔH penguraian, oleh karena itu besar
ΔHf harus dibalik. Contohnya sebagai berikut :
Fe3O4 + CO
→
3FeO
+ CO2
ΔH = + 30664
Apabila ΔH reaksi bernilai positif maka reaksi merupakan reaksi
endotermik (menyerap panas). Apabila ΔH bernilai negatif maka reaksi
merupakan reaksi eksotermik ( melepaskan panas).
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
10
2.2.1.2 Energi Bebas
Energi bebas merupakan selisih antara total energi pada sistem dengan
energi ikatan, TS. Energi bebas reaksi kimia pada temperatur konstan dirumuskan
pada Persamaan 2.1 [10] sebagai berikut:
(2.1)
Keterangan :
ΔF
= Energi bebas cal/mol
ΔH
= Entalpi cal/mol
T
= Temperatur K
ΔS
= Perubahan entropi
Apabila ΔF bernilai negatif maka reaksi tersebut dapat berjalan secara
spontan, namun apabila suatu reaksi ΔF bernilai positif maka reaksi tersebut tidak
dapat berjalan secara spontan. Contoh energi bebas beberapa reaksi sebagai
berikut [10] :
2Fe + O2→ 2FeO
ΔFTo = -124.100 + 29.90T cal/molO2 (298 – 1642oK)
6FeO + O2→2Fe3O4
ΔFTo = -149.240 + 59.80T cal/molO2 (298 – 1642oK)
4Fe3O4 + O2→6Fe2O3 ΔFTo = -119.240 + 67.24T cal/molO2 (298 – 1460oK)
2C + O2→ 2CO
ΔFTo = -53.400 - 42.0 T cal/molO2 (298 – 2500oK)
C + O2→ CO2
ΔFTo = -94.200 - 0.2 T cal/molO2 (298 – 2000oK)
2CO + O2→2 CO2
ΔFTo = -135.000 + 41.6 T cal/molO2 (298 – 2000oK)
C + CO2 →2CO
ΔFTo = +40.800 + 41.8 T cal/molO2 (298 – 2000oK)
2H2 + O2→2H2O
ΔFTo = -117.800 + 26.2 T cal/molO2 (298 – 2500oK)
Energi bebas suatu reaksi juga dapat ditentukan dengan menggunakan
prinsip kesetimbangan kimia. Pada reaksi kimia :
A+B→C+D
Kecepatan reaksi pereaktan sama dengan kecepatan pereaksi produk
(Vpereaktan = Vproduk). Energi bebas dapat ditentukan dengan Persamaan 2.2.
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
11
(2.2)
Keterangan :
ΔFo = Energi bebas cal/mol
R = konstanta gas
T = Temperatur K
a = aktivitas
Aktivitas pada gas sama dengan tekanan parsial yang dimiliki oleh gas
tersebut. Untuk material padat dan cair, sama dengan konsentrasi yang dimiliki.
Energi bebas yang dimiliki oleh suatu reaksi dapat diplot kedalam suatu grafik
bersama dengan temperatur. Grafik yang memuat energi bebas versus temperatur
disebut sebagai Diagram Ellingham seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2. Pada
diagram Ellingham, logam yang aktif secara kimia memiliki energi bebas yang
paling tinggi (negatif) dalam membentuk oksida terletak pada diagram dibagian
paling bawah. Sedangkan untuk logam yang memiliki energi bebas terkecil
(positif) dalam membentuk oksida terletak pada diagram dibagian paling atas.
Nilai dari ΔFo untuk reaksi oksidasi merupakan ukuran afinitas kimia suatu logam
terhadap oksigen. Semakin negatif nilai ΔFo suatu logam menunjukkan logam
tersebut semakin stabil dalam bentuk oksida.
Dari diagram Ellingham pada Gambar 2.2, kita dapat mengetahui
temperatur minimal yang dibutuhkan agar reaksi tersebut dapat terjadi. Hal
tersebut dapat ditunjukkan oleh perpotongan antara kurva oksidasi dan reduksi.
Termodinamika hanya dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu reaksi
dapat berjalan spontan ataukah tidak pada temperatur tertentu berdasarkan energi
bebas yang dimiliki. Namun tidak dapat digunakan untuk menentukan laju
reaksi. Perpotongan antara garis reaksi oksidasi dan reduksi secara termodinamika
menunjukkan bahwa reaksi tersebut dapat berjalan pada temperatur tertentu.
Selain menggunakan
diagram
Ellingham,
kita juga dapat
menentukan
termodinamika suatu reaksi melalui perhitungan energi bebas ΔF dari reaksi
tersebut dengan menggunakan ΔFo referensi seperti yang telah tercantum diatas
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
12
Gambar 2.2 Gambar Diagram Elingham
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
13
Hasil perhitungan energi bebas diatas menunjukkan bahwa ketiga reaksi
tersebut dapat berjalan spontan. Secara termodinamika menunjukkan ketiga reaksi
tersebut feasible untuk dilakukan.
2.2.1.3 Reaksi Boudouard
Proses reduksi langsung menggunakan kesetimbangan antara besi,
hematite, magnetit, wustit, karbonmonoksida, karbondioksida, serta karbon padat
pada tekanan 1 atm seperti ditunjukkan dalam diagram Bauer Glassner dan
Boudouard pada Gambar 2.3. Kesetimbangan tersebut merupakan dasar
dilakukannya proses reduksi langsung dengan menggunakan karbon padat.
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
14
Gambar 2.3. Diagram Bauer Glassner dan Boudouard [8]
Dalam diagram tersebut terdapat kesetimbangan besi oksida dengan
campuran gas CO/ CO2, antara lain :
• Garis kesetimbangan Boudouard : CO2 + C = 2CO
• Garis kesetimbangan
: 3Fe2O3 + CO = 2Fe3O4+ CO2
• Garis kesetimbangan
: Fe3O4 + CO = 3FeO + CO2
• Garis kesetimbangan
: FeO + CO = Fe + CO2
Dari garis kesetimbangan Boudouard, pada temperatur 10000C terdapat
100 % gas CO. Apabila temperatur diturunkan maka kesetimbangan tersebut tidak
tercapai sehingga terjadi penguraian dari gas CO menjadi CO2 dan C. Sehingga
jumlah gas CO (pereduktor) akan berkurang.
Pada daerah disebelah kiri garis kesetimbangan boudouard maka gas CO2
akan lebih stabil sehingga gas CO yang ada akan terurai menjadi CO2. Pada
daerah disebelah kanan garis kesetimbangan boudouard gas CO lebih stabil
sehingga gas CO2 akan mengalami reaksi boudouard membentuk gas CO.Hal
tersebut merupakan contoh dari prinsip Le Chatelier, reaksi boudouard merupakan
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
15
reaksi yang endotermik sehingga membutuhkan temperatur tinggi untuk dapat
berjalan.
Dari Diagram Bauer Glassner dan Boudouard pada Gambar 2.3 , senyawa
yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh perbandingan antara CO/CO2 dan juga
temperatur operasi. Misal pada temperatur 7000C dengan perbandingan CO/CO2
adalah 60:40, maka senyawa yang paling stabil adalah wustit. Magnetit akan
tereduksi menjadi wustit, sedangkan Fe akan mengalami oksidasi menjadi wustit.
Hal penting yang dapat disimpulkan dari kesetimbangan Boudouard antara
garis kesetimbangan wustit/Fe dan garis kesetimbangan boudouard berpotongan
pada temperatur 7000C. Hal tersebut menunjukkan bahwa temperatur minimum
yang dibutuhkan untuk mereduksi wustit menjadi Fe adalah 7000C. Antara garis
kesetimbangan Magnetit/wustit dan garis kesetimbangan boudouard berpotongan
pada temperatur 6500C. Hal tersebut menunjukkan bahwa temperatur minimum
yang dibutuhkan untuk mereduksi magnetit menjadi wustit adalah 6500C.
Temperatur minimum diatas pada tekanam 1 atm. Sangat tidak mungkin
reaksi dapat berjalan dibawah temperatur minimum karena karbonmonoksida
terurai menjadi karbondioksida.
2.2.2 Mekanisme Reduksi Langsung
Mekanisme reduksi langsung besi oksida dengan karbon padat terdiri dari :
1. Pembentukan gas reduktor
2. Adsorbsi gas pada besi oksida
3. Proses difusi dalam besi oksida
2.2.2.1 Pembentukan Gas Reduktor
Bila karbon dengan adanya oksigen pada temperatur tertinggi akan
terbentuk gas CO menurut reaksi :
C + O2 → CO2
CO2 + C → 2CO
Karbondioksida yang dibentuk dapat bereaksi kembali dengan karbon
sehingga terbentuk karbonmonoksida sesuai dengan reaksi boudouard. Karbon
tersebut berasal dari karbon dan gas CO yang merupakan gas reduktor yang akan
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
16
mereduksi besi oksida. Pada proses pembakaran karbon terjadi pembentukan
lapisan film. Gas CO yang terbentuk konsentrasinya lebih rendah bila
dibandingkan dengan konsentrasi gas CO pada fraksi padat. Selain gas CO
sebagai reduktor yang terbentuk dari pembakaran tadi, dihasilkan juga abu yang
mempengaruhi jumlah molekul gas reduktor tiap satuan volume. Gas-gas yang
terjadi dipengaruhi oleh kecepatan molar transformasi karbon padat tiap satuan
waktu dan satuan volume.
Proses pembentukan gas CO berjalan dengan seiring waktu, seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.4 . Semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak
karbon yang bereaksi dengan karbondioksida membentuk karbonmonoksida yang
digunakan sebagai pereduktor.
Gambar 2.4 Gasifikasi Karbon
Keterangan :
Cag
= konsentrasi gas reaktan pada fasa gas
Cas
= konsentrasi gas reaktan pada permukaan partikel padat
Cac
= konsentrasi gas reaktan pada permukaan padatan yang belum tereaksi
Crc
= konsentrasi gas produk pada permukaan padatan yang belum tereaksi
Crs
= konsentrasi gas produk pada permukaan partikel padat
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
17
Crg
= konsentrasi gas produk pada fasa gas
R
= jari-jari partikel padat
rc
= jari-jari padatan yang belum tereaksi
Reaksi gasifikasi karbon dengan CO2 merupakan reaksi endotermik, oleh
karena itu reaksi ini terjadi pada temperatur tinggi. Pada temperatur 10000C akan
dihasilkan 100% CO pada tekanan 1 atm. Laju reaksi secara keseluruhan
dikendalikan oleh laju gasifikasi karbon [5]. Laju gasifikasi karbon ditentukan oleh
beberapa faktor yaitu reaktivitas karbon, temperatur dan juga ketersediaan panas
yang digunakan untuk mempertahankan reaksi hingga mencapai temperatur
operasi [8].
Reaktivitas yang dimiliki oleh material yang mengandung karbon
(carbonaceous material) sangat bervariasi. Luas permukaan karbon yang
memungkinkan terjadinya reaksi antara karbon dengan CO2 merupakan hal yang
penting, yang ditentukan oleh ukuran partikel material dan juga porositas yang
dimiliki oleh material. Charcoal, arang dan juga kokas memiliki porositas dan
reaktivitas yang lebih tinggi daripada material karbon alami seperti kayu, karbon,
dan grafit. Charcoal lebih reaktif daripada kokas pada temperatur rendah.Kokas
yang dibuat dengan tipe karbon yang berbeda-beda (lignit, bituminous, anthracite)
juga akan memberikan reaktivitas yang berbeda-beda.
Pada banyak kasus, laju reaksi serta produktivitas dari proses reduksi
langsung ditentukan oleh beberapa faktor yang saling terhubung yaitu :
 Transfer panas (heat transfer)
 Reaktivitas karbon (carbon reactivity)
 Reducibility besi oksida (iron oxide reducibility)
Ukuran partikel karbon, jumlah karbon yang tersedia, serta tipe karbon
yang digunakan sangat berpengaruh terhadap laju gasifikasi. Ukuran partikel yang
kecil dan ketersediaan dalam jumlah banyak akan meningkatkan luas permukaan
yang mungkin untuk terjadi reaksi gasifikasi karbon sehingga dapat meningkatkan
laju reaksi[10].
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
18
2.2.2.2 Adsorpsi Gas pada Besi Oksida
Proses bereaksinya molekul-molekul gas reduktor dengan permukaan besi
oksida yang disebabkan oleh adanya kekuatan fisika dan kimia disebut sebagai
reaksi adsorpsi.
Fisika adsorpsi merupakan pengikatan yang terjadi oleh bergeraknya
masing-masing molekul gas. Proses adsopsi gas reduktor ke permukaan besi
oksida secara fisika dipengaruhi oleh jumlah molekul gas reduktor yang
menumbuk permukaan besi oksida dalam periode waktu tertentu.
Kimia adsopsi merupakan reaksi antara gas reduktor dengan padatan, di
mana gas melingkupi dan berinteraksi dengan permukaan padatan. Proses adsopsi
gas reduktor besi oksida ke permukaan besi oksida bergantung pada kemampuan
dan kecenderungan antara gas dengan besi oksida dalam bertukar ion elektron
atau memberi orbitnya.
Gambar 2.5 Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi [5]
Dalam wustit (Fe1-yO), di mana y adalah bagian dari tempat kosong ion
besi terhadap kisi-kisi besi atau mole fraksi dari tempat kosong ion besi. Dengan
adanya gas CO akan terjadi pengurangan oksigen yang bersamaan terbentuknya
ion bervalensi 2 dalam posisi kisi normal. Produk akhir dari reaksi ini adalah Fe
yang berada pada daerah luar sampel. Pada permukaan besi oksida akan terjadi
bentuk ikatan baru, dari wustit berupa ikatan kovalen menjadi besi metalik.
Sedangkan di sisi lain, terjadi desorpsi di mana ion oksigen dari kisi oksida akan
keluar dalam bentuk gas CO2. Pengurangan oksigen dalam besi oksida dapat
ditunjukkan dengan adanya beda konsentrasi gas CO2 antara fasa gas dengan fasa
kesetimbangan pada permukaan besi oksida.
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
19
2.2.2.3 Proses Difusi Dalam Besi Oksida
Difusi didefinisikan sebagai pergerakan atom didalam suatu material
dengan fasa padat, cair ataupun gas. Fokus pada pembahasan disini adalah pada
material denga fasa padat, yaitu besi oksida pada temperatur tinggi.
Pada temperatur tinggi tempat atom kosong akan bergerak semakin cepat
dengan meningkatnya temperatur. Diperlukan energi untuk menggerakkan sebuah
tempat atom kosong dari suatu keadaan setimbang ke keadaan setimbang yang
lain. Selain itu juga diperlukan juga energi untuk membentuk tempat atom
kosong. Sehingga difusi tidak hanya tergantung pada pergerakan tempat kosong
termasuk pada pergerakan atom tetapi juga pada fraksi kedudukan tempat yang
atomnya kosong. Konsekuensi dengan bertambahnya tempat atom kosong yaitu
meningkatkan
kecepatan
difusi
atau
meningkatnya
difusifitas
dengan
meningkatnya temperatur.
Reduciability dari besi oksida sangat dipengaruhi oleh porositas yang
dimiliki oleh besi oksida tersebut. Semakin tinggi porositas maka akan
mempermudah difusi gas pereduktor CO pada besi oksida sehingga akan
meningkatkan laju reduksi. Pellet hasil aglomerisasi memiliki porositas yang jauh
lebih tinggi daripada pellet yang disinter, sehingga reduciability pellet hasil
aglomerisasi jauh lebih tinggi daripada pellet hasil sinter.
Ukuran partikel pereaksi seperti karbon juga sangat berpengaruh. Semakin
kecil partikel karbon maka semakin luas permukaan yang memungkinkan terjadi
reaksi, sehingga laju pembentukan CO semakin tinggi. Mekanisme reaksi reduksi
langsung pada pellet berpori sangat tergantung dari difusi CO untuk menyentuh
permukaan besi oksida dan bereaksi. Semakin banyak pori-pori, semakin mudah
CO berdifusi kedalam pellet sehingga laju reaksi reduksi akan berjalan semakin
cepat. Semakin sedikit pori-pori, semakin sulit CO untuk bereduksi sehingga laju
reaksi reduksi akan berjalan semakin lambat. Mekanisme reduksi langsung seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.5 .
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
20
Gambar 2.5 Mekanisme reduksi langsung pada pellet berporos [8]
Pada material yang bebas poros maka reaksi reduksi menggunakan
mekanisme solid state difffusion of ferrous ion.
2.3 Efek Ukuran Partikel
Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
proses reduksi selain batubara, temperatur reduksi, jenis dan kadar reduktor, dan
waktu reduksi. Menurut Standish et al, ukuran partikel juga sangat penting walaupun
tidak selalu konsisten dalam faktor pemanasan material granular[9]..
Penelitian efek ukuran partikel pada material granular dengan pemanasan
microwave yang dilakukan oleh Standish et al[9] dalam penelitian tersebut
menunjukan adanya perbedaan pengaruh ukuran partikel antara partikel Fe3O4 dan
Al2O3. Dalam proses pemanasan microwave butir alumina dan mangnetit, terlihat
bahwa proses pemanasan Al2O3 halus lebih cepat dari pada yang kasar sedangkan
Fe3O4 sebaliknya.
Penelitian lain yang dilakukan Bhyung-Su Kim et al [10], menyatahan bahwa
derajat oksidatif roasting meningkat pada peningkatan temperatur reaksi dan
kecepatan roasting meningkat pada penurunan ukuran partikel. Partikel molybdenite
berukuran 53μm hanya membutuhkan 40 menit pada 1058oC oksida roasting untuk
mengkonversi menjadi molybdenum triokside.
Pada penelitian yang lain yang di lakukan J.G Dunn
[11]
tentang oksidasi
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
21
mineral sulfat. Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa adanya pengaruh ukuran
partikel pada suhu pengapian sulfida, dinilai dengan metode TG. Ukuran partikel
yang lebih kecil maka temperatur pengapian semakin rendah. Semakin rendah suhu
pengapian maka proses oksidasi roasting semakin cepat.
Dari penelitian standish, dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran
partikel maka kecepatan reduksi Fe semakin cepat. Kecepatan reduksi dapat
mempengaruhi efektifitas reduksi sehingga akan ada peningkatan kadar Fe pada
partikel yang besar.
2.4. Energy Dispersive X-Ray Alnalysis (EDAX)
Energy Dispersive X-Ray Analysis (EDAX) adalah sebuah teknik analisis
yang digunakan untuk karakterisasi kimia elemental dari sebuah sample padatan.
EDAX merupakan salah satu varian dari X-Ray Fluorosense (XRF). Dinamakan
spektroskopi karena investigasi sampel dilakukan berdasarkan interaksi radiasi
elektromagnetik, membuat sinar x-ray teremitasi dan menumbuk partikel. Proses
karakterisasi didasari oleh prinsip bahwa semua elemen memiliki struktur atom
yang unik dan tersendiri.
Simulasi emisi dari karakterisasi x-ray dilakukan dengan ledakan
berkekuatan tinggi (high energy beam) berisi muatan – muatan elektron dan
proton Ledakan ini akan menyebabkan electron pada lingkar dalam tereksitasi,
menuju lingkar yang lebih luar dan menciptakan lubang electron (electron hole)
[13], Gambar 3.2. Perbedaan energi dari hasil emisi elektron tersebut kemudian
diukur oleh energy dispersive spectrometer. Karena energi tiap elemen berbeda,
maka pengujian dapat menghasilkan komposisi elemental dari sampel uji.
Gambar 2.6 Prinsip Energy Dispersive X-Ray Analysis (EDAX) [9]
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
22
Hasil EDAX memiliki beberapa keterbatasan, salah satunya adalah
detektor EDAX tidak mampu mendeteksi keberadaan elemen dengan nomor atom
kurang dari 5, artinya EDAX tidak dapat mendeteksi H, HE, LI, ataupun Be.
Selain itu, EDAX tidak mampu mendeteksi elemen dengan titik puncak yang
terlampau besar energinya (overlapping peaks) misalnya Ti Kβ and V Kα, Mn Kβ
and Fe Kα. Gambar 3.3 menunjukkan salah satu contoh hasil pengujian EDAX.
Gambar 2.7 Contoh Hasil Pengujian Energy Dispersive X-Ray Analysis (EDAX) [9]
2.5 X-Ray Diffraction (XRD)
XRD merupakan alat difraktometer yang menggunakan prinsip difraksi.
XRD adalah suatu metode analisa nondestruktif yang didasarkan pada pengukuran
radiasi sinar-X yang terdifraksi oleh bidang kristal ketika terjadi interaksi antara
suatu materi dengan radiasi elektromagnetik sinar X. Suatu kristal memiliki kisi
kristal tertentu dengan jarak antar bidang kristal (d) spesifik juga sehingga bidang
kristal tersebut akan memantulkan radiasi sinar X dengan sudut-sudut tertentu.
Alat ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material
dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran
partikel.
Dengan alat ini kita melihat senyawa yang terbentuk. Dengan kata lain,
kita dapat melihat transformasi fasa yang terjadi pada suatu sampel akibat suatu
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
23
proses atau treatment yang dilakukan. Tetapi dengan pemakaian alat XRD ini,
kita tidak bisa mendapatkan kadar atau persentase dari unsur yang terdapat pada
sampel mineral.
Gambar 2.8 Contoh grafik hasil pengujian XRD [10]
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Untuk memudahkan dalam membaca alir penelitian maka dibuat sebuah
diagram alir seperti pada Gambar 3.1.
Bijih Saprolit
Crushing
Sizing/Sievieng
Drying
Batubara
Drying
Pencampuran (Mixing)
EDAX & XRD
Kompaksi
Reduksi Roasting
Temp 1050oC, 60 Menit
EDAX
XRD
Analisa data
Kesimpulan
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian
24
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
25
3.2 Alat dan Bahan
Sampel yang digunakan pada penelitian merupakan bijih laterit jenis
saprolit yang berasal dari daerah Pomala, Sulawesi Tenggara, Indonesia.
Sedangkan batubara didapatkan dari penjual lokal.
Peralatan yang digunakan antara lain :
a. Mortar dan tumbukan
b. Wadah penyimpanan sampel
c. Alat sieving otomatis
d. Piring ayakan ukuran mesh 70, 120, 170, 200, dan 270
e. Mesin kompaksi
f. Cetakan sampel kompaksi berbentuk silinder
g. Alat ukur (caliper, penggaris)
h. Timbangan
i. Dapur microwave
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Preparasi Sampel
Sebelum dilakukan reduksi roasting sampel terlebih dahulu dilakukan
preparasi seperti crushing, svievieng/sizing, drying, dan kompaksi.
3.3.1.1 Crushing & Sievieng/Sizing
Proses crushing dilakukan manual menggunakan mortar. Lalu, sampel
yang telah dihancurkan dan dihaluskan dengan meggunakan palu setelah itu
dilanjutkan dengan proses sieving (pengayakan). Pada proses ini dilakukan untuk
pengelompokan ukuran partikel (sizing) berdasarkan ukuran partikel yang
digunakan yaitu mesh 120, 170, 200, dan 270.
3.3.1.2 Drying dan Kompaksi
Drying dilakukan untuk menghilangkan kelembaban pada permukaan
mineral dan batubara. Temperatur drying sekitar 130°C selama 90 menit untuk
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
26
memastikan hilangnya keseluruhan moisture dalam batubara maupun bijih
saprolit.
Setelah bijih saprolit dicampurkan dengan batubara dengan perbandingan
1:1, kompaksi dilakukan menggunakan cetakan silinder dengan diameter 22mm
dan ketinggian sampel +/- 16mm. Besarnya gaya tekan kompaksi yang diberikan
adalah 150 bar.
3.3.2 Roasting
Reduksi dilakukan pada bijih saprolit dengan menggunakan reduktan
karbon (batubara) yang telah dicampurkan dengan perbandingan 1:1. Proses
reduksi dilakukan pada temperatur 11000C selama 60 menit. Reduksi melalui
proses roasting menggunakan menggunakan oven Carbolite di Labotarium
Metalografi, Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia.
3.3.3 Uji Karakterisasi
Setelah reduksi, dilakukan pengujian karakterisasi. Pengujian karakterisasi
yang dilakukan adalah pengujian EDAX dan XRD.
3.3.3.1 Uji EDAX
Pengujian EDAX dilakukan untuk mengetahui kadar unsur untuk
mendapatkan perbandingan kadar kandungan Fe pada saprolit awal dengan bijih
saprolit hasil reduksi. Pengujian ini dilakukan menggunakan alat uji EDAX Leo
420i di Labotarium SEM, Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas
Indonesia.
3.3.3.2 Uji XRD
Pengujian XRD dilakukan untuk mengetahui struktur kristal dari sampel
reduksi. Pengujian XRD dilakukan untuk melihat senyawa pada sampel awal dan
hasil reduksi.
Pengujian XRD ini dilakukan menggunakan alat uji XRD
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
27
Shimadzu 7000 di Labotarium Terpadu, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Berat Sampel
Tabel 4.1 Data massa sample sebelum dan sesudah reduksi roasting
Mesh
Massa (gr)
Awal
Akhir
dW
#120
7.92
3.96
3.96
#170
7.86
3.93
3.93
#200
7.71
3.855
3.855
#270
7.88
3.94
3.94
Massa awal merupakan massa bijih laterit yang telah dicampur dengan
batubara dengan perbandingan 1:1 antara bijih laterit dan batubara, lalu
dikompaksi dengan tekanan 150 bar dengan bentuk silinder. Sedangkan berat
akhir adalah berat sampel yang telah direduksi dengan proses reduksi pada
temperatur 1100oC selama 60 menit.
Pada Tabel 4.1, terlihat bahwa massa akhir lebih kecil dari pada massa
awal dan selisih berat sampel awal dan akhir di setiap ukuran partikel cenderung
stabil. Ini membuktikan bahwa selama proses reduksi, batubara terdekomposisi
secara sempurna.
4.2 Pengujian XRD
Pengujian hasil dengan menggunakan XRD akan memberikan hasil secara
kualitatif akan setiap senyawa yang terkandung di dalam bijih laterit setelah
mengalami proses reduksi. Pengujian secara XRD tidak dapat memberikan hasil
secara kuantitatif. Oleh karena itu, hasil penelitian data dengan menggunakan
XRD hanya akan dianalisa senyawa yang terbentuk dari proses reduksi dengan
melihat grafik yang dihasilkan dengan melihat 2Ө pada grafik yang terbentuk.
28
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
29
Gambar 4.1 Gambar hasil pengujian XRD sampel awal bijih laterit
Gambar 4.1 adalah gambar hasil pengujian XRD bijih laterit awal sebelum
proses reduksi. Pengujian XRD ini tidak dikelompokan bedasarkan ukuran
partikel karena untuk setiap partikel dianggap mempunyai senyawa yang sama di
setiap ukuran partikel. Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa mineral laterit
ini didominasi oleh αFeOOH (geothite) , Fe2O3 (hematite), Fe3O4 (magnetite),
NiO dan SiO2.
Gambar 4.2, Gambar 4.3, Gambar 4.4, dan Gambar 4.5 adalah hasil
pengujian XRD pada bijih laterit untuk setiap ukuran partikel setelah proses
reduksi. Berbeda dengan Gambar 4.1, untuk pengujian XRD pada sampel laterit
yang telah direduksi pengujian dilakukan bedasarkan ukuran partikel yaitu mesh
120, 170, 200, dan 270.
Jika dibandingkan dengan hasil XRD sampel sebelum dengan sesudah
reduksi, adanya kemungkinan kenaikan kadar Fe yang diiringan dengan kenaikan
kadar Ni. Fe berikatan dengan Ni membentuk feronikel [Fe,Ni]. Selain itu, adanya
proses reduksi dari Fe2O3 (hematite) menjadi Fe3O4 (magnetite) juga dapat
meningkatkan kadar Fe.
Adapun senyawa yang dihasilkan pada grafik hasil
reduksi adalah terbentuk senyawa Fe-Ni hal ini dibandingkan dengan data XRD
dengan nomor 47-1417, yaitu Fe-Ni .
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
30
Gambar 4.2 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel mesh120 setelah reduksi
Gambar 4.2 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel #120 setelah reduksi
Selain itu, hasil pengujian XRD juga menunjukkan pada hasil reduksi
terbentuk senyawa FeNi, Fe3O4, dan Fe2O3, yang memilki nilai peak yang besar
dari grafik hasil XRD, Hal ini dapat diamati pada perbandingan kurva hasil
pengujian XRD sebelum mengalami proses reduksi dan setelah mengalami proses
reduksi. Hal ini menunjukkan bahwa proses reaksi reduksi pada temperatur 1100
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
31
°C merupakan temperatur dimana suatu proses dapat membentuk senyawa FeNi, ,
Fe3O4, dan Fe2O3.
Bijih laterit tergolong bijih kompleks, yang mengandung NiO, Fe2O3,
Fe3O4, dsb, sehingga reaksi-reaksi lain berlangsung serempak dalam proses
reduksi sebagai berikut [14]:
Gambar 4.4 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel #200 setelah reduksi
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
32
Gambar 4.5 Gambar hasil pengujian XRD pada ukuran partikel #170 setelah reduksi Roasting
4.3 Pengujian EDAX
Pengujian hasil dengan menggunakan EDAX akan memberikan hasil
secara kuantitatif akan setiap unsur yang terkandung di dalam bijih laterit setelah
mengalami proses reduksi. Pengujian nilai kadar unsur yang dilakukan bertujuan
untuk melihat perubahan kadar unsur sebelum dan sesudah proses reduksi. Hasil
pengujian EDAX untuk bijih laterite sebelum direduksi pada setiap ukuran
partikel dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian EDAX pada bijih laterit sebelum proses reduksi setiap ukuran
partikel
Ukuran
Partikel
(Mesh)
120
170
200
270
Unsur
Fe
Mg
Al
Si
C
O
28.42
35.92
36.03
39.45
9.70
9.33
9.11
7.17
2.21
1.81
1.64
2.27
20.38
18.59
17.13
15.85
3.42
2.25
2.10
1.80
38.87
32.10
33.73
33.49
Dari tabel tersebut dapat dilihat kadar unsur di setiap ukuran partikel yang
terkandung dalam bijih laterit sebelum proses reduksi. Analisa dari hasil
pengujian EDAX bijih laterit yang terdapat pada tabel 4.2 sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
33
1 kadar Fe merupakan kadar unsur logam yang tertinggi pada bijih laterit ini
yaitu berkisar 28.4% sampai 39,4%, diikuti Mg berkisar 7% sampai 9,7%
dan Al 1,5% sampai 2,5%. Sedangkan Kadar kandungan pengotor seperti
Si berkisar 15,8% sampai 20,3%, C berkisar 1,80% sampai 3,42%, dan O
berkisar 33,49% sampai 38,87%. Ini menunjukan kandungan laterit di
dominasi oleh unsur Fe dan Si.
2 Semakin kecil ukuran partikel, kandungan unsur Fe pada bijih cenderung
meningkat dari 28,4% pada partikel bijih dengan ukuran mesh 170 hingga
3,94% pada partikel bijih dengan ukuran mesh 270. Sedangkan pada unsur
pengotor seperti unsur Al, Mg, Si, O dan C cenderung menurun. Hal ini
menunjukan bahwa semakin kecil ukuran partikel menyebabkan
kandungan pengotor menurun.
Grafik Perubahan Kadar Fe
Persentase (%)
50.00
40.96
46.07
42.11
40.25
40.00
30.00
20.00
35.92
36.03
39.45
28.42
Fe Awal
Fe Akhir
10.00
0.00
120
170
200
270
Ukuran Mesh
Gambar 4.6 Grafik Perubahan Kadar Fe sebelum dan setelah reduksi
Gambar 4.6 adalah grafik kadar Fe dari hasil pengujian EDAX pada bijih
laterit sebelum dan sesudah direduksi dengan parameter ukuran partikel mesh 120,
170, 200, dan 270. Fe awal merupakan kandungan unsur Fe pada bijih laterit
sebelum proses reduksi sedangan Fe akhir adalah kandungan unsur Fe pada bijih
laterit setelah proses reduksi.
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
34
Pada Gambar 4.6 terlihat bahwa terjadi peningkatan kadar Fe pada bijih
laterit setelah roasting di setiap ukuran partikel. Hal ini menunjukan terjadinya
proses reduksi Fe. [Fe,Ni]O(OH) pada laterit tereduksi atau terjadi pemutusan
ikatan OOH dan terbentuklah feronikel FeNi. Selain itu, terbentuknya magnetite
(Fe3O4) sebagai produk reduksi hematite (Fe2O3) karena pengikatan unsur O pada
hematite oleh gas CO Hal ini dibuktikan pada Gambar 4.8 yang menunjukan
adanya penuruna kandungan unsur O pada bijih laterit ssebelum dan sesudah
dilakukan reduksi.
Grafik Perubahan Kadar O
Persentase (%)
50.00
40.00
30.00
38.87
27.59
33.73
25.37
32.10
20.00
27.99
33.49
28.07
O Awal
O Akhir
10.00
0.00
120
170
200
270
Ukuran Mesh
Gambar 4.8 Grafik Perubahan Kadar O sebelum dan setelah reduksi.
Gambar 4.7 adalah grafik perubahan kadar O pada bijih laterit sebelum
dan sesudah reduksi dengan parameter ukuran partikel. Pada gambar tersebut, O
awal adalah kandungan unsur O pada bijih laterit sebelum dilakukan proses
reduksi sedangan O akhir adalah kandungan unsur O setelah direduksi.
Pada Gambar 4.7 terlihat kandungan unsur O pada bijih laterit setelah
dilakukan proses reduksi cenderung menurun jika dibandingkan dengan
kandungan O pada bijih laterit sebelum dilakukan reduksi. Hal ini dikarenakan
terjadinya reaksi reduksi atau pengikatan unsur O yang terdapat pada senyawa
Fe2O3 (hematite) , NiO dan FeOOH (geothite) oleh gas monoksida (CO) selama
proses reduksi berlangsung sehingga karbon monoksida tergenerasi menjadi
karbon dioksida (CO2).
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
35
Ukuran partikel pada mesh 170 memiliki kadar yang paling tinggi setelah
reduksi yaitu sebesar 46,07% dibandingkan ukuran partikel lain dengan mesh 120,
170, 200 dan 270 yang memiliki kadar sebesar 40,96%, 40,11 %, dan 40,25%.
Walaupun demikian, peningkatan kadar Fe yang paling tertinggi terdapat ukuran
partikel mesh 120. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.8 yang
menunjukan grafik peningkatan kadar Fe pada bijih laterit sebelum dan sesudah
reduksi.
Gambar 4.8 adalah grafik perubahan kadar Fe pada ukuran partikel mesh
120, 170, 200, dan 270. Perubahan kadar di dapat dari selisih antara kadar unsur
Fe pada bijih sebelum reduksi dengan kadar unsur Fe setelah reduksi pada ukaran
partikel mesh 120, 170, 200, dan 270.
Peningkatan Kadar (%)
Grafik Pengaruh Ukuran Partikel
terhadap Peningkatan Kadar Fe
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
Fe
120
170
200
270
Ukuran Partikel (Mesh)
Gambar 4.7 Grafik pengaruh ukuran partikel terhadap peningkatan kadar Fe
Pada Gambar 4.8 terlihat bahwa terjadi penurunan kadar peningkatan Fe
seiring peningkatan ukuran partikel. Kandungan Fe pada bijih pada ukuran
partikel yang besar dengan ukuran mesh #120 meningkat sebesar 11,58%
sedangkan ukuran partikel yang lebih kecil dengan ukuran mesh #270 hanya
meningkat sebesar 0.80%.
Peningkatan kandungan Fe ini sesuai dengan penelitian standish et al[9]
yang menunjukan ukuran partikel pada Fe yang lebih besar cenderung lebih cepat
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
36
panas dari pada ukuran partikel yang lebih kecil karena luas permukaan ukuran
partikel yang kecil lebih luas dibandingkan dengan ukuran partikel yang besar.
Permukaan partikel yang luas memudahkan hilangnya lapisan atmosfer CO
selama pemanasan. Bertambahnya kandungan gas karbon monoksida, maka
kecenderungan terbentuknya Fe akan semakin tinggi. Namun harus diperhatikan
juga, periode pemanasan yang berlebihan akan berdampak sebaliknya. Fe yang
telah terbentuk akan tereduksi kembali menjadi Fe3O4 dan Fe2O3.
Selain itu, Porositas pada sampel merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh terhadap laju reduksi. Semakin besar partikel membuat porositas
semakin banyak pada sampel. Hal ini dapat meningkatkan laju difusi CO pada
sampel. Peningkatan laju difusi memungkinkan peningkatan jumlah reaksi reduksi
yang terjadi antara CO dan besi oksida. Oleh karena itu, kandungan unsur Fe yang
dihasilkan setelah reduksi pada sampel meningkat.
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
BAB 5
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian penangaruh ukuran partikel terhadap reduksi
Fe pada bijih laterit low grade, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Ukuran partikel sangat mempengaruhi peningkatan kadar peningkatan
Fe pada bijih saprolit. Ukuran partikel yang besar mempunyai nilai
kenaikan kadar Fe yang semakin besar. Peningkatan Kadar Fe yang paling
besar terdapat pada ukuran partikel mesh 120 yaitu sebesar 12,54%.
Sedangkan peningkatan yang terendah terdapat pada ukuran partikel mesh
270 yaitu sebesar 0.8%.
2. Akan tetapi, kadar Fe sampel hasil reduksi yang paling terbesar terdapat
pada ukuran partikel mesh 170 sebesar 46,7%. Hal ini disebabkan
kandungan unsur Fe pada ukuran partikel bijih laterit ini mempunyai
kandungan awal atau bijih laterit sebelum reduksi yang tinggi.
3. Kadar optimal Fe setelah reduksi melalui roasting adalah sebesar 46,7%
dengan ukuran partikel mesh 170. Sedangkan kenaikan kadar Fe optimal
adalah sebesar 12,54% dengan ukuran partikel mesh 270.
37
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Elias, Mick. 2002.
laterite deposit –geological
Nickel
overview,
resources and exploitation. Tasmania\
[2]
Prasetyo, Paguh. 2008. “Pemanfaatan Bijih Nikel Indonesia Pada Saat Ini
dan Saat Mendatang”.
Metalurgi, Volume 23, No 3. Pusat
Penelitian Metalurgi LIPI; hal 1-3.
[3]
Kazie E Haque. 1999. “Microwave energy for mineral treatment processes
—a brief review”. Int J Miner Process, 57 ; 1–24.
[4]
Zevgolis
EN. 2000.
Extractive
metallurgy
of
nickel: part
I.
Pyrometallurgical methods. Athens: National Technical University
of Athens, editors.
[5]
Toru Yamashita,
Tomoya Nakada, Kazuhiro Nagata. 2007. “ In-Situ
Observation of Fe0.94O Reduction at High Temperature with the
Use of Optical Microscopy”. Metallurgical and Materials
Transactions B. vol 38B: hal. 185-191.
[6]
T. Usui, N. Inoue, T. Watanabe, T. Yokoyama, T. Oyama, and M. Morita.
2006. ”Prereduction of Iron Oxide with Coal Carbonization Gas“,
Ironmaking Steelmaking, vol. 31: pp. 479–84.
[7]
N. Ishikawa, K. Furuya, N. Mitsuoka, and T. Inami. 2006. “Reduction
Wustite by Solid Carbon”, ISIJ Int., vol. 46 : pp. 1106–7.
[8]
Robert .L.Stepershon, et al. 1980. “Direct Reduction Iron/Technology and
Economic of Production ad Use”. U.S.A : The Iron Steel Society
of AIME
[9]
N Standish, H. K. Worner, and D. Y. ObucHowski. 1990. ”Particle Size
Effect in Microwave Heating of Granular Material”. Powder
Metallurgy, 66: 225-230.
[10]
J.G. Dunn. 1996. ” The oxidation of sulphide minerals”. Thermochimica
Acta 300 :127-139
[11]
Byung-Su Kim, Hoo-In Lee, Young-Yoon Choi and Sangbae Kim .2009.”
38
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
39
Kinetics of the Oxidative Roasting of Low Grade Mongolian
Molybdenite Concentrate”. Materials Transactions, Vol. 50 No.
10: 2669 -2674
[12]
Fandrich, R., Ying Gu, Debra Burrows, Kurt Moeller. 2006. Modern
SEMbased mineral liberation analysis. Elsevier
[13]
Azároff, L. V.; R. Kaplow, N. Kato, R. J. Weiss, A. J. C. Wilson, R. A.
Young. 1974. X-ray diffraction. McGraw-Hill.
[14]
Li, B., Wang, H. And Wei, Y . 2011. “The reduction of nickel from lowgrade nickel laterite ore using a solid-state deoxidisation method.”
International Journal of Minerals Engineering 24: 1556-1562.
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
LAMPIRAN
40
Universitas Indonesia
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 1
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 21
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Lampiran 12
Pengaruh ukuran..., Eko Mulia Putra, FT UI, 2012
Download