Makroekonomi (5-14)

advertisement
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006
2. Perkembangan Makroekonomi
Terkini
Secara umum perekonomian Indonesia pada triwulan IV-2006 mengindikasikan
perkembangan yang terus membaik. Pertumbuhan ekonomi terus meningkat dan
mencapai angka tertinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya disertai
dengan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Pada triwulan IV-2006,
perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh sekitar 6,5% (y-o-y), sehingga secara
keseluruhan tahun 2006 pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 5,5% (y-oy). Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan tersebut didorong oleh
meningkatnya konsumsi dan masih tingginya ekspor. Investasi juga mulai
menunjukkan peningkatan. Dari sisi penawaran, seluruh sektor ekonomi
diperkirakan mengalami peningkatan dengan kontribusi terbesar berasal dari sektor
industri pengolahan dan pertanian. Sementara itu, Neraca Pembayaran Indonesia
(NPI) tetap mengalami surplus seiring dengan tetap tingginya ekspor dan aliran
modal masuk. Dengan perkembangan tersebut, pada akhir 2006 cadangan devisa
menjadi US$ 42,4 miliar atau setara 4,6 bulan impor dan pembayaran utang luar
negeri pemerintah.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Pada triwulan IV-2006 pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat dan
mencapai sebesar 6,5% (y-o-y) (Grafik 2.1). Kegiatan ekonomi yang pada awal
2006 melemah akibat merosotnya daya beli masyarakat paska kenaikan harga BBM
pada Oktober 2005, secara berangsur-angsur mengalami perbaikan. Permintaan
domestik baik konsumsi maupun investasi yang hingga triwulan III-2006 tumbuh
relatif rendah, dalam periode laporan, mengalami peningkatan yang cukup tinggi.
Sementara itu, pertumbuhan ekspor diperkirakan tetap mencatat pertumbuhan
yang tinggi.
%, y-o-y
15
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2006
10
diperkirakan tumbuh sebesar 3,6% (y-o-y)
(y-o-y), meningkat
5
dibandingkan pertumbuhan pada beberapa triwulan
0
sebelumnya. Peningkatan tersebut berkaitan dengan
-5
membaiknya daya beli masyarakat dan semakin rendahnya inflasi.
-10
Dengan kondisi tersebut untuk keseluruhan tahun 2006
-15
PDB 1993
-20
PDB 2000
konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh 3,1% (y-o-y).
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Beberapa indikator dan survei mengkonfirmasi peningkatan
Grafik 2.1
konsumsi rumah tangga dalam triwulan IV-2006. Dari sektor
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
riil, penjualan motor, mobil (Grafik 2.2) dan penjualan barang
elektronik menunjukkan kecenderungan yang membaik.
4
Perkembangan Makroekonomi Terkini
% (y-o-y)
uang beredar riil (M1 riil) dan kredit
Tabel 2.1
konsumsi riil mulai memperlihatkan
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan
2006
2005
Total Konsumsi
Swasta
Pemerintah
Total Investasi
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
PDB
4,4
3,9
8,1
9,9
8,6
12,4
5,6
Sementara dari sektor moneter, jumlah
I
II
III
3,8
2,9
11,5
1,5
11,2
3,9
4,8
5,6
3,0
28,8
1,2
11,6
8,4
5,1
2,8
3,0
1,7
-0,3
12,1
9,7
5,5
IV*
4,9
3,6
12,1
9,5
8,3
9,9
6,5
2006*
4,3
3,1
12,9
3,0
10,8
8,0
5,5
indikasi pemulihan pertumbuhan.
Peningkatan konsumsi rumah tangga
tercermin dari tren indeks keyakinan
konsumen (IKK) yang terus membaik,
meskipun masih pada level yang pesimis.
IKK pada bulan November 2006
merupakan indeks tertinggi sejak Oktober
* angka proyeksi
2005. Meningkatnya IKK didorong oleh
meningkatnya tren indeks kondisi ekonomi saat ini (IKE) dan indeks ekspektasi
konsumen enam bulan yang akan datang (IEK). Survei tendensi konsumen yang
dilakukan BPS serta survei konsumen Danareksa (Grafik 2.3) memperkuat perkiraan
bahwa konsumsi rumah tangga membaik. Hal ini tercermin dari perbaikan perkiraan
pendapatan rumah tangga pada survei BPS, dan Indeks Keyakinan Konsumen
Danareksa yang menunjukkan tren membaik. Survei Pedagang
Eceran Bank Indonesia (SPE-BI) juga menunjukkan adanya
(%)
lead = (-) 12 r =0.35
perbaikan konsumsi masyarakat, tercermin dari tren
(%)
7,0
80,0
6,0
60,0
5,0
40,0
4,0
20,0
3,0
0,0
2,0
1,0
-20,0
gKonsRT (yoy) (rhs)
gMobil (yoy)
gmobil_sa_cma (mtm)
-40,0
-60,0
sebesar 9,5% (y-o-y). Perkiraan tersebut didukung oleh
perkembangan beberapa indikator dini (prompt indicators)
0,0
-1,0
indikator penuntun ( leading indicator ) investasi juga
-2,0
2005
Pada triwulan IV-2006, investasi (PMTB) diperkirakan tumbuh
investasi seperti kredit investasi riil dan impor modal. Selain itu,
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2004
pertumbuhan indeks riil penjualan eceran yang membaik.
2006
mengindikasikan kecenderungan meningkatnya pertumbuhan
investasi pada triwulan IV-2006. Dengan perkembangan tersebut,
Grafik 2.2
untuk keseluruhan tahun 2006 investasi diperkirakan tumbuh
Pertumbuhan Penjualan Mobil
sebesar 3,9% (y-o-y), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
pada tahun 2005. Rendahnya investasi antara lain karena
terganggunya daya beli masyarakat yang menurunkan insentif
bagi investasi di pasar dalam negeri dan kurang kondusifnya
Indeks
iklim investasi.
Indeks Kepercayaan Konsumen
120
Indeks Ekspektasi
110
Pada triwulan IV-2006, peningkatan pertumbuhan investasi
Indeks Situasi Sekarang
100
90
diperkirakan berasal dari investasi bangunan dan nonbangunan.
80
Berdasarkan jenis investasi, pertumbuhan investasi bangunan
70
diperkirakan masih sama dengan pertumbuhan triwulanannya
60
yang berada pada kisaran 6,0 √ 8,0%. Sementara itu,
50
Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov
2005
2006
pertumbuhan investasi nonbangunan yang tumbuh dengan trend
menurun sejak awal tahun diperkirakan menunjukkan perbaikan.
Grafik 2.3
Dari sisi pelaku, peningkatan investasi berasal dari pemerintah
Survei Kepercayaan Konsumen Danareksa
terkait dengan pengeluaran belanja modal yang sebagian besar
direalisasikan pada triwulan IV-2006.
5
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006
Ekspor barang dan jasa pada triwulan IV-2006 diperkirakan
(%,yoy)
70,00
20,00
Bangunan
Rata2 bangunan
Non Bangunan
Rata2 non bangunan
PMTB (rhs)
60,00
50,00
40,00
tumbuh sebesar 8,3% (y-o-y), lebih tinggi daripada pertumbuhan
tahun lalu dan lebih tinggi dari pola historisnya
historisnya, meski sedikit
15,00
30,00
10,00
20,00
10,00
5,00
lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya(Grafik 2.8).
Dengan kondisi tersebut, untuk keseluruhan tahun 2006, ekspor
diperkirakan tumbuh sebesar 10,8% (y-o-y), yang merupakan
angka rata-rata pertumbuhan ekspor tertinggi sejak tahun 2001.
0,00
I
-10,00
-20,00
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2001
2002
2003*
2004*
I
II
III IV
I II III
2005**
0,00
2006***
-30,00
-5,00
Faktor pendorong pertumbuhan ekspor adalah masih tingginya
permintaan dunia terhadap beberapa produk ekspor unggulan
meskipun tidak sekuat pada awal tahun yang diikuti oleh
Grafik 2.4
peningkatan volume ekspor.
Jenis Investasi (PMTB)
Ekspor barang dan jasa dalam tahun 2006 diperkirakan tumbuh
lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Secara tahunan,
ekspor barang dan jasa terus tumbuh di atas 10%, dengan tren
(%,)
lead = (-) 4 r = 0.94
30,0
gInv (rhs)
ginvswasta (rhs)
gKIriil (yoy)
gkiriil_sa_cma(mtm)
25,0
20,0
15,0
25,0
20,0
10,0
0,0
terjadi baik pada ekspor barang maupun jasa dengan kontribusi
10,0
terbesar berasal dari ekspor barang. Faktor utama penyebab
5,0
tingginya ekspor adalah tingginya permintaan dunia sejak awal
0,0
tahun terhadap beberapa produk ekspor Indonesia. Hal tersebut
-5,0
mendorong peningkatan baik nilai maupun volume ekspor
-10,0
Indonesia hingga akhir tahun. Berdasarkan kelompok barang,
-10,0
-15,0
-20,0
1
3
5
7
9
11
1
3
2004
5
7
9
11
1
3
2005
5
7
9
2006. Dilihat komponennya, pertumbuhan ekspor yang tinggi
15,0
5,0
-5,0
yang terus meningkat dan mencapai 12,1% pada triwulan III-
11
pertumbuhan ekspor yang tinggi terutama terjadi pada barang
2006
Grafik 2.5
tambang. Tren pertumbuhan ekspor pertanian dan industri
Pertumbuhan Kredit Investasi Riil dan PMTB
menunjukkan peningkatan, dengan penyumbang terbesar
berasal dari hasil perkebunan seperti kelapa sawit, sejalan dengan
pertumbuhan industri bersangkutan.
20,0
Pada triwulan IV-2006 pertumbuhan impor barang dan jasa
10,0
diperkirakan meningkat sebesar 9,9% (Grafik 2.9). Faktor utama
0,0
yang diperkirakan mempengaruhi peningkatan pertumbuhan
-10,0
impor pada triwulan IV-2006 adalah peningkatan permintaan
-20,0
barang modal maupun bahan baku untuk kebutuhan produksi,
-30,0
sedangkan impor barang konsumsi relatif masih rendah.
-40,0
-50,0
Country Total
-60,0
Dec05
Jan06
Feb
Manufacturing
Mar
Apr
May
Untuk keseluruhan tahun 2006, pertumbuhan impor
Non Manufacturing
Jun
Jul
[At present]
Aug
Sep
Oct
Nov
Nov
[Outlook]
diperkirakan mencapai 8,0%, lebih rendah dibanding tahun
sebelumnya. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya
Grafik 2.6
pertumbuhan impor pada semester I-2006 sehubungan dengan
Survei Jetro
lemahnya permintaan domestik. Selanjutnya, pada semester II2006 pertumbuhan impor terus mengalami peningkatan
terutama impor barang konsumsi dan barang modal. Kenaikan
impor barang konsumsi berkaitan dengan membaiknya daya beli masyarakat,
sedangkan peningkatan impor barang modal didukung oleh meningkatnya kegiatan
investasi.
6
Perkembangan Makroekonomi Terkini
Pengeluaran pemerintah untuk konsumsi dan investasi pada
125
triwulan IV-2006 diperkirakan meningkat dibandingkan
123
triwulan sebelumnya. Peningkatan konsumsi pemerintah
121
119
terutama terjadi pada konsumsi pemerintah pusat didorong
117
oleh adanya peningkatan realisasi Belanja Barang dan Belanja
115
Lainnya. Sementara itu, peningkatan investasi pemerintah juga
113
Expectation
111
BSI
Present Situation
109
terutama terjadi pada investasi pemerintah Pusat akibat
107
tingginya realisasi Belanja Modal dan Belanja Lainnya. Secara
105
J-04
S-04 N-04 J-05 M-05 M-05 J-05 S-05 N-05 J-06 M-06 M-06 J-06
S-06
keseluruhan, kebijakan fiskal tahun 2006 memberikan
kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. tahun 2006
Grafik 2.7
memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Survei Tendensi Bisnis Danareksa
Hasil kajian indikator fiscal impulse1 mengindikasikan kebijakan
fiskal yang ekspansif untuk tahun 2006. Namun demikian,
ekspansi fiskal tersebut lebih banyak berbentuk konsumsi dan
pembayaran transfer sehingga efek penggandanya tidak terlalu
(%,yoy)
180,0
25,0
tinggi.
gXmineral/ pertambangan (val)
20,0
Kontribusi pemerintah pada sektor riil berupa pembayaran
gXpertanian (val)
gXindustri (val)
15,0
PDB ekspor (rhs)
150,0
120,0
90,0
60,0
10,0
transfer juga diperkirakan akan mengalami peningkatan di
triwulan IV-2006. Peningkatan transfer terutama berupa
pembayaran sisa anggaran berbagai subsidi serta Bantuan
30,0
5,0
0,0
-30,0
I
II
III
2004
IV
I
II
III
2005
IV
I
II
III*
2006
IV*
0,0
Sosial. Pembayaran subsidi sampai dengan bulan November
rata-rata masih separo dari yang dianggarkan. Subsidi BBM baru
terealisasi sebesar 75% dari Rp64,2 triliun yang dianggarkan,
Grafik 2.8
subsidi listrik sekitar 48% dari Rp31,25 triliun yang dianggarkan
Ekspor menurut kelompok barang
dan subsidi lainnya (pangan, benih, pupuk, bunga kredit
program dan Public Service Obligation (PSO)) baru mencapai
51% dari Rp12 triliun yang dianggarkan. Masih rendahnya
realisasi subsidi BBM diperkirakan juga terkait dengan
(%, yoy)
130,0
gMbarang Konsumsi (val)
Rata2 gMbahan baku
gMbahan Baku (val)
Rata2 gMbarang konsumsi
PDB Impor (rhs)
gMbarang modal (val)
Rata2 gMbarang Modal
110,0
90,0
40,0
perkembangan harga minyak mentah dunia yang akhir-akhir
35,0
ini mengalami penurunan. Sementara itu, anggaran Bantuan
30,0
Sosial sampai dengan bulan November baru mencapai 74%
70,0
25,0
50,0
20,0
dari APBNP. Realisasi Bantuan Sosial pada tahun 2005 sebesar
30,0
15,0
80,9% dari APBNP akibat penyesuaian terhadap tata kelola
10,0
10,0
keuangan negara yang baru. Untuk tahun 2006 diperkirakan
-10,0
5,0
-30,0
0,0
I
II
III
2004
IV
I
II
III
IV
2005
I
II
III*
2006
IV*
realisasi Bantuan Sosial akan lebih tinggi dari realisasi tahun
2005.
Grafik 2.9
Impor menurut kelompok barang
1 Indikator fiscal impulse dihitung dengan membandingkan nilai aktual defisit keuangan
pemerintah dengan defisit potensial (structural balance) yang secara konseptual seharusnya
terjadi. Jika nilai aktual defisit melebihi defisit potensial, maka dikatakan impulse fiskal bersifat
ekspansif pada pertumbuhan ekonomi. Defisit fiskal ini hanya memperhitungkan komponenkomponen APBN domestik dan mengeluarkan komponen luar negeri seperti penerimaan
migas dan pembayaran bunga utang luar negeri.
7
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006
% (y-o-y)
Dari sisi penawaran, PDB pada triwulan
Tabel 2.2
IV-2006 diperkirakan tumbuh sebesar
Pertumbuhan Ekonomi √ Sisi Penawaran
2005
Pertanian
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas & Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Jasa
Jasa-jasa
PDB
* angka proyeksi
2,5
1,6
4,6
6,5
7,3
8,6
13,0
7,1
5,2
5,6
Penawaran Agregat
2006
I
II
III
IV*
4,3
2,2
3,3
5,8
7,1
4,9
11,5
5,5
6,0
4,8
3,8
3,7
3,7
5,2
8,1
4,5
13,2
5,2
6,4
5,1
2,3
1,0
5,3
6,5
8,4
7,2
13,5
4,6
7,0
5,5
2,2
1,5
5,5
7,1
7,9
9,8
15,1
6,7
7,1
6,5
2006*
3,2
2,1
4,5
6,1
7,9
6,6
13,4
5,5
6,6
5,5
6,47% (y-o-y)
(y-o-y), lebih tinggi dibandingkan
dengan pertumbuhan pada 3 triwulan
sebelumnya (Tabel 2.2). Peningkatan
pertumbuhan terjadi di seluruh sektor
ekonomi dengan pertumbuhan tertinggi
pada
sektor
Pengangkutan
dan
Komunikasi. Sementara itu dilihat dari
kontribusinya, pembentukan PDB masih
didominasi oleh sektor yang bersifat
tradable yakni sektor Industri Pengolahan
(28,15%) dan Sektor Pertanian (12,22%).
Sektor Industri Pengolahan diperkirakan tumbuh 5,5% (y-o-y) pada triwulan IV2006. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan adalah
membaiknya permintaan pasar domestik yang searah dengan mulai pulihnya daya
beli masyarakat, adanya penurunan suku bunga, serta masih cukup tingginya
permintaan pasar luar negeri. Peningkatan pertumbuhan industri pengolahan
tersebut dikonfirmasi oleh hasil Survei JETRO dan Survei Indeks Tendensi Bisnis BPS.
Hasil survei JETRO terhadap perusahaan manufaktur Jepang yang beroperasi di
Indonesia menunjukkan adanya perbaikan indeks sentimen bisnis pada triwulan
IV-2006. Hasil survei Tendensi Bisnis BPS juga menunjukkan bahwa pada triwulan
IV-2006 kondisi bisnis industri pengolahan diperkirakan akan lebih baik dibandingkan
triwulan sebelumnya. Hal ini dipacu oleh adanya peningkatan order barang input
riil dan peningkatan order riil dari dalam dan luar negeri .
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran diperkirakan tumbuh 9,8% (y-o-y) pada
triwulan IV-2006. Arus bongkar muat barang di 4 (empat) pelabuhan utama (yakni
Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Ujung Pandang) meningkat , begitu
pula dengan pertumbuhan indeks penjualan eceran hasil Survei Penjualan Eceran
BI. Sementara itu, faktor yang mempengaruhi akselerasi pertumbuhan sektor
perdagangan di triwulan IV-2006 adalah mulai meningkatnya permintaan domestik
sebagai akibat dari membaiknya daya beli dan masih tingginya permintaan dunia
terhadap produk Indonesia yang tercermin pada nilai ekspor yang cukup tinggi.
Sektor Pertanian pada triwulan IV-2006 diperkirakan tumbuh sebesar 2,2% (y-oy), sedikit lebih lambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Faktor yang
mempengaruhi perlambatan pertumbuhan di Sektor Pertanian adalah penurunan
produksi yang terjadi pada beberapa sub sektor utama pertanian seperti sub sektor
tanaman bahan makanan dan sub sektor perkebunan terkait dengan musim
kemarau yang panjang. Perlambatan pertumbuhan tersebut antara lain dikonfirmasi
oleh penurunan produksi sebagian tanaman bahan makanan utama serta
perlambatan pertumbuhan volume ekspor beberapa komoditas sub sektor
perkebunan seperti karet dan kelapa sawit.
8
Perkembangan Makroekonomi Terkini
Sektor Pertambangan dan Penggalian pada triwulan IV-2006 diperkirakan tumbuh
sebesar 1,5% (y-o-y), sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan di sektor ini antara lain dikonfirmasi oleh tingginya produksi komoditi
utama pertambangan dan penggalian yang antara lain tercermin pada peningkatan
ekspor batu bara dan aluminium
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada triwulan IV-2006 diproyeksikan
mengalami pertumbuhan sebesar 15,1% (y-o-y), lebih tinggi dibanding
pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan sektor
pengangkutan dan komunikasi pada triwulan IV-2006 dikonfirmasi oleh beberapa
indikator seperti masih tingginya pertumbuhan jumlah penumpang kereta api dan
angkutan udara, serta masih tingginya pertumbuhan jumlah pengguna telepon
seluler yang berdampak juga pada tingginya penggunaan pulsa.
Sektor Bangunan pada triwulan IV-2006 diperkirakan tumbuh sebesar 7,94% (yo-y). Pertumbuhan ini antara lain tercemin dari masih tingginya pertumbuhan
properti komersial seperti pusat perbelanjaan, apartemen, dan kondominium. Untuk
keseluruhan tahun 2006, pertumbuhan di sektor bangunan sedikit lebih tinggi
(7,88%) dibanding pertumbuhan pada tahun 2005 (7,34%). Faktor yang
mempengaruhi peningkatan di sektor bangunan antara lain yaitu optimisme persepsi
produsen terhadap prospek properti komersial, mulai meningkatnya daya beli
masyarakat, serta mulai turunnya suku bunga.
Kesenjangan Output (Output Gap)
Masih rendahnya kegiatan investasi di tahun 2006 akan menyebabkan kapasitas
perekonomian tidak mengalami kenaikan secara berarti. Sementara itu, permintaan
tetap meningkat sehingga kesenjangan output √ yaitu perbedaan antara PDB
potensial dan PDB aktual √ semakin mengecil
mengecil. Hal ini juga diperburuk dengan kondisi
perekonomian nasional yang masih belum efisien sebagaimana tercermin pada
Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang masih relatif tetap dibandingkan
dengan tahun 2005. Semakin mengecilnya kesenjangan output
patut dicermati dengan seksama karena apabila tidak diikuti
0,1
Akselerasi output gap
menuju titik nol
meningkat
0,05
0
-0,05
dengan peningkatan kegiatan investasi dapat memberikan
tekanan pada stabilitas makroekonomi terutama inflasi.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 2 3 4
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA
-0,1
Periode output gap
menyempit menuju titik nol
-0,15
NPI pada triwulan IV-2006 secara keseluruhan diperkirakan
mencatat surplus. Peningkatan surplus tersebut terutama terjadi
-0,2
Output Gap
-0,25
Accelerated Output Gap
-0,3
pada transaksi berjalan akibat kinerja ekspor yang tinggi
sementara pertumbuhan impor yang relatif tidak berubah. Selain
Grafik 2.10
itu, semakin besarnya surplus transaksi berjalan juga didukung
Estimasi dan Akselerasi Perubahan Output Gap
oleh peningkatan pemasukan devisa dari Tenaga Kerja Indonesia
di luar negeri. Sementara itu, di sisi neraca modal dan finansial
9
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006
sedikit mengalami defisit yang disebabkan oleh penurunan jumlah pencairan utang
perbankan dan peningkatan penempatan aset milik residen di luar negeri. Namun
demikian, masih tingginya aliran masuk modal asing terutama dalam bentuk
portfolio invesment menyebabkan defisit tersebut tidak terlalu besar. Secara
keseluruhan, kondisi tersebut memberi kontribusi positif terhadap cadangan devisa,
yang diperkirakan mencapai USD 42,4 miliar pada akhir tahun 2006.
Transaksi Berjalan
Transaksi berjalan pada triwulan IV-2006 diperkirakan mencatat surplus. Surplus
transaksi berjalan terutama didukung oleh pertumbuhan ekspor yang meningkat
ditengah pertumbuhan impor yang relatif tidak berubah. Lebih tingginya
pertumbuhan ekspor berasal dari peningkatan pertumbuhan ekspor nonmigas
terkait dengan masih tingginya harga komoditas nonmigas. Ekspor nonmigas selama
triwulan IV-2006 diperkirakan meningkat sebesar 15,4% (y-o-y). Sementara itu,
pertumbuhan impor √ terutama impor nonmigas √ diperkirakan tidak mengalami
peningkatan yang signifikan sejalan dengan masih rendahnya permintaan domestik.
Pertumbuhan impor nonmigas diperkirakan sebesar 8,3% (y-o-y). Sementara itu,
transaksi current transfer jugamengalami peningkatan yang semakin tinggi yang
berasal dari peningkatan penerimaan dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Neraca Modal dan Finansial
Lalu lintas modal dan finansial pada triwulan IV-2006 masih diwarnai dengan
tingginya aliran masuk modal asing, terutama dalam bentuk portfolio invesment.
Tingginya aliran modal portfolio investment didorong oleh relatif tingginya imbal
hasil di Indonesia dibandingkan dengan kawasan regional. Faktor lainnya yang
juga mendukung aliran modal masuk tersebut adalah ekspektasi membaiknya
perekonomian ke depan √tercermin dari stabilnya nilai tukar rupiah √ serta semakin
likuidnya pasar sekunder SBI. Selain portfolio investment, transaksi Foreign Drect
Investment (FDI) pada triwulan IV-2006 juga diperkirakan mengalami surplus sejalan
dengan stabilitas makroekonomi yang semakin terjaga. Sementara itu, pos other
investment diperkirakan mengalami defisit. Defisit other investment terutama berasal
dari peningkatan penempatan aset residen di luar negeri, yang cenderung
ditempatkan dalam bentuk tabungan dan call money. Selain itu, penempatan aset
residen di luar negeri juga dalam bentuk trade credit, sejalan dengan peningkatan
ekspor yang terus berlanjut.
Cadangan Devisa
Dengan berbagai perkembangan tersebut di atas, realisasi NPI triwulan IV-2006
diperkirakan mencatat surplus. Surplus NPI selanjutnya menyebabkan posisi
cadangan devisa pada akhir tahun 2006 menjadi US$ 42,4 miliar, atau sekitar 4,6
bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Posisi cadangan devisa
10
Perkembangan Makroekonomi Terkini
tersebut meningkat sebesar 22,1% dari akhir tahun 2005 yang tercatat sebesar
US$ 34,7 miliar. Peningkatan cadangan devisa yang terjadi akan memberikan
kontribusi positif bagi stabilitas makroekonomi di masa datang.
KEBIJAKAN MAKROEKONOMI
Sampai dengan triwulan IV 2006, kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah
relatif belum berubah secara cukup signifikan dibanding dengan kebijakan yang
dikeluarkan sampai dengan triwulan III-2006. Di bidang iklim investasi, rencana
tindakan yang telah diselesaikan per November 2006 baru mencapai 35 tindakan
dari rencana 49 tindakan, antara lain bidang umum (14), bidang perpajakan (4),
bidang kepabeanan (7), bidang ketenagakerjaan (6), dan bidang UKMK (4).
Sementara itu, kebijakan di bidang infrastruktur (per Oktober 2006) sudah
diselesaikan sebanyak 55 tindakan dari yang direncanakan 120 tindakan.
Penyelesaian kebijakan/tindakan yang bersifat struktural, terutama kebijakan
perbaikan iklim investasi dan perbaikan infrastruktur tersebut relatif lambat
perkembangannya. Di bidang perbaikan iklim investasi, alasan utama yang
menyebabkan lambatnya realisasi penyelesaian tindakan antara lain adalah lemahnya
koordinasi dan proses legislasi di DPR sehingga penyelesaian produk UU yang
menjadi kunci bagi penyelesaian tindakan-tindakan terkait lainnya menjadi lambat,
seperti UU Investasi, UU Perpajakan, dan tertundanya penyelesaian UU
Ketenagakerjaan. Sementara itu di bidang infrastruktur, permasalahan yang dihadapi
adalah koordinasi serta kepastian mengenai pembagian resiko dan kepastian imbal
hasil dari proyek yang dibiayai.
Searah dengan relatif terbatasnya tindakan yang telah direalisasikan maka dampak
kebijakan struktural juga relatif terbatas. Sebagian pelaku usaha berpendapat bahwa
dampak paket kebijakan dirasakan masih minim. Beberapa hal yang dirasakan oleh
pelaku usaha antara lain adalah informasi tentang tindakan-tindakan yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah sosialisasinya dirasakan masih kurang; implementasi
kebijakan ditingkat pelaksana kurang optimal sehingga muncul anggapan adanya
ketidakkonsistenan; praktek-praktek yang menyebakan biaya tinggi masih cukup
besar, khususnya di pelabuhan; dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dinilai
masih lamban. Dari sisi pemerintah, terdapat pengakuan bahwa permasalahan
kurang lancarnya penyelesaian tindakan dan pengaplikasikan kebijakan perbaikan
iklim investasi salah satunya berupa masalah koordinasi. Sementara itu, secara
regional √ berdasarkan hasil survei dan dari contoh beberapa daerah tingkat dua
yang ada √ iklim investasi di suatu daerah sangat diwarnai oleh kepemimpinan
oleh kepala daerahnya. Kepala daerah yang memiliki visi pro bisnis cenderung
menjadikan daerahnya memiliki iklim investasi yang lebih baik sehingga mampu
menarik investor.
Secara sektoral, kebijakan yang diambil pemerintah terutama ditujukan untuk
mengurangi hambatan-hambatan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
11
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006
produktifitas. Di sektor industri dan perdagangan, kebijakan/insentif yang
dikeluarkan pemerintah antara lain adalah pemberian restitusi pajak bagi PKP patuh
paling lama 1 bulan; harmonisasi tarif untuk mengurangi distorsi tata niaga;
pencabutan tarif multiguna listrik; UU Kepabeanan; pelimpahan wewenang menteri
hukum dan HAM dalam pemberian pengesahan badan hukum perseroan terbatas
didelegasikan ke Kanwil Hukum dan HAM; penyempurnaan 8 peraturan
perundangan yang menyangkut perizinan di bidang perdagangan; untuk percepatan
arus barang telah diterbitkan berbagai peraturan (Dirjen BC maupun Menkeu);
target release time untuk jalur hijau menjadi 30 menit dan jalur merah 3 hari;
penurunan pengguna jalur merah menjadi 10% di akhir tahun 2006; pemakai
jalur prioritas ditargetkan bertambah menjadi 130 importir pada akhir tahun 2006.
Selain kebijakan dimaksud, secara spesifik pemerintah juga mengeluarkan kebijakan
yang ditujukan pada industri tertentu, seperti Peraturan Menkeu No. 79/PMK.010/
2006 tentang pembebasan BM impor bagian dan perlengkapan kendaraan yang
digunakan untuk pembuatan mobil yang diekspor.
Di sektor pertanian kebijakan yang dikeluarkan masih relatif terbatas. Kebijakan
(makro) revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan (RPPK) yang dicanangkan
di Juli 2005 relatif tersendat. Sebagian pengamat menyebutkan bahwa tersendatnya
revitalisasi di sektor pertanian tersebut antara lain terkait dengan tujuan RPPK yang
terlalu luas, yaitu meningkatkan taraf hidup dan daya saing yang didukung revitalisasi
pertanahan. Di tahun 2006, kebijakan yang diambil pemerintah antara lain adalah
menaikkan HET pupuk bersubsidi 10-15% (Mei 2006).
Di sektor pertambangan, kebijakan yang dikeluarkan juga belum mampu
mendorong perkembangan investasi di sektor pertambangan. Kebijakan di sektor
pertambangan yang dikeluarkan pemerintah sifatnya masih parsial, seperti
Permenkeu No. 97/PMK.010/2006 yang mengatur pembebasan bea masuk impor
peralatan yang digunakan untuk kegiatan hulu migas. Secara keseluruhan kebijakan
di sektor pertambangan masih terbatas dan belum secara kuat memberikan insentif
bagi investor untuk masuk. Selain itu investasi di pertambangan juga terkendala
oleh adanya benturan dengan kentetuan menteri yang lain seperti Permenhut No.
P.14/Menhut√II/2006 tentang pinjam pakai kawasan hutan, otonomi daerah dan
belum dundangkannya RUU minerba.
Di bidang ketenagakerjaan, di tahun 2006 tidak ada perubahan yang sifatnya
struktural. Rencana merealisasikan RUU ketenagakerjaan sebagai pengganti UU
No. 13/2003 memperoleh tantangan berat dari serikat pekerja dan buruh sehingga
penyelesaiannya sampai sekarang tidak jelas. Di tahun 2006 beberapa program
tindakan ketenagakerjaan yang telah diselesaikan :
(1) Dalam negeri, kebijakan yang dikeluarkan meliputi peningkatan kompetensi
penganggur di daerah dengan merevitalisasi BLK; melakukan gerakan nasional
penanggulangan pengangguran di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten; dan
pelaksanaan bursa tenaga kerja di setiap propinsi,
12
Perkembangan Makroekonomi Terkini
(2) Luar negeri, kebijakan yang dikeluarkan meliputi reformasi sistem pencapaian
dan perlindungan tenaga kerja di luar negeri termasuk mereformasi birokrasi
pelayanan terhadap TKI dari 40 meja menjadi 11 meja; memanusiakan TKI dengan
menyediakan ruangan khusus keberangkatan dan kedatangan; desentralisasi
perizinan dan kelembagaan pelayanan TKI ke daerah, terutama dengan membangun
one roof service; memotong biaya TKI dengan membebaskan kartu tenaga kerja
dan fiskal bebas, membenahi struktur biaya hingga menghemat 60%; meregristrasi
perusahaan pengiriman TKI dan mencabut izin 104 perusahaan; menadatangani
MoU dengan negara penempatan TKI; memperjuangkan anak-anak TKI di Malaysia
untuk bisa sekolah; dan membongkar 80 ribu ton barang-barang TKI yang sejak
2001 menunpuk di Cengkareng.
Di luar kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, di tahun 2006 terdapat beberapa
kebijakan dari negara mitra dagang yang dapat dijadikan peluang ekspansi bagi
beberapa produk Indonesia. Kebijakan negara mitra dagang tersebut antara lain
adalah insentif yang diberikan oleh Uni Eropa yang mencabut Bea Masuk Anti
Dumping (BAMD) atas produk Polyester Staple Fiber Indonesia dan Pembebasan
bea masuk kakao dari Indonesia oleh China yang sebelumnya dikenakan sebesar
10-25%.
13
Download