BAB I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG MASALAH Dunia pemasaran merupakan dunia yang dinamis. Berbagai macam perubahan baik cepat maupun lambat tentu akan berpengaruh pula pada kondisi suatu perusahaan. Menanggapi berbagai macam perubahan dan berbagai kemungkinan dampak yang akan ditimbulkan maka perusahaan memerlukan strategi pemasaran. Strategi pemasaran adalah rencana tindakan yang dihasilkan dari analisa situasi perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yang nantinya dikomunikasikan kepada konsumen atau calon konsumen. Di antara berbagai macam strategi pemasaran, rebranding merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan perusahaan. Rebranding adalah suatu upaya atau usaha yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga untuk mengubah total atau memperbaharui sebuah brand yang telah ada agar menjadi lebih baik, dengan tidak mengabaikan tujuan awal perusahaan. Dengan kata lain, rebranding adalah perubahan nilai – nilai dalam brand itu sendiri. Rebranding juga dapat diartikan bahwa sebagai penempatan posisi atau alokasi secara berbeda dalam pasar di mana hal positif yang didapat seperti produk yang benar – benar baru. Rebranding merupakan upaya penciptaan brand image baru yang menyangkut nama, logo, image atau konsep, juga variasi produk atau jasa yang disediakan. Contoh rebranding yang telah dilakukan adalah rebranding perusahaan Canon Camera Co Ltd menjadi Canon Inc pada bulan Maret 1969 karena perubahan fokus perusahaan yang semakin meluas. Hal tersebut dilakukan karena Canon tidak hanya memproduksi kamera saja, tetapi juga alat optik lainnya seperti mesin fotokopi dan printer. 1 KFC yang dikenal sebagai produsen ayam goreng rupanya juga melakukan rebranding pada tahun 1991 dengan mengganti logo serta nama brand mereka dari Kentucky Fried Chicken dengan KFC. Salah satu alasan mengapa rebranding dilakukan menurut Kyle Craig, Presiden KFC USA saat itu adalah untuk menghindari konotasi buruk yang ditimbulkan dari kata “fried”. Gambar 1.1. Evolusi Logo KFC Dilihat dari sisi marketing, beberapa permasalahan juga dialami oleh kebun binatang di Yogyakarta yaitu Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka (KRKB Gembira Loka). Oleh karena itu dibutuhkan langkah strategis untuk menyelamatkan KRKB Gembira Loka. Langkah strategis tersebut adalah melakukan kebijakan rebranding dengan melakukan perubahan nama menjadi Gembira Loka Zoo. KRKB Gembira Loka merupakan satu – satunya kebun binatang yang ada di Yogyakarta, namun masyarakat lebih mengenalnya dengan nama brand Gembira Loka dibandingkan nama resminya, KRKB Gembira Loka. Sebagai satu-satunya kebun binatang di Yogyakarta, maka Gembira Loka merupakan salah satu tujuan wisata yang menjadi andalan Provinsi DIY. Namun, 2 kurangnya perawatan dan semakin turunnya pamor membuat KRKB Gembira Loka masih kalah saing dengan kawasan wisata lain seperti Malioboro dan Kraton Yogyakarta. Tidak hanya itu, gempa bumi yang menimpa DIY dan sekitarnya pada 27 Mei 2006 telah menyebabkan kondisi KRKB Gembira Loka menjadi memprihatinkan. Menurut penilaian yang dilakukan oleh Ketua Umum Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI), Dr. Rahmat Shah pada Januari 2010, kondisi kandang-kandang satwa di Gembira Loka kurang memenuhi standar, sementara itu jumlah satwa yang dikoleksi tidak sesuai dengan kapasitas lahan yang tersedia. 1 Selain itu standar operasionalnya juga dikatakan masih sangat kurang, sehingga PKBSI akan dengan tegas menindak kebun binatang yang masih belum memenuhi standar. Penutupan kebun binatang yang tidak memenuhi standar itu misalnya telah dilakukan di sebuah kebun binatang di Kalimantan Barat karena tidak mampu memperbaiki standar dan tidak mampu menjalankan fungsi kebun binatang itu sendiri. Tiga fungsi kebun binatang tersebut yaitu kebun binatang sebagai sebagai tempat pengunjung mendapat ilmu dan kepuasan, binatangnya harus sejahtera dan tinggal sesuai habitatnya, serta karyawannya juga harus cukup dan sejahtera. Dengan demikian apabila Gembira Loka tidak mampu memperbaiki diri maka dengan terpaksa akan ditutup. Humas Gembira Loka, Suharti (2010) mengakui bahwa kondisi kebun binatang mereka paska gempa sempat membuat pihak pengelola dan para karyawan down. Karena itulah, sejak 2010 pihaknya telah bekerjasama dengan PT Buana Alam Tirta dalam penanganan manajemennya. Semenjak kerja sama tersebut telah tampak perubahan yang signifikan, baik dari penataan kebun binatang, penambahan koleksi hewan, serta aspek komunikasi pemasarannya. Tidak hanya itu, Gembira Loka juga berganti identitas menjadi Gembira Loka Zoo dan mengusung slogan “Bukan Sekedar Rekreasi”. Semua perubahan 1 http://www.jogjainfo.net/2010/01/gembiraloka-memprihatinkan-harus.html 3 tersebut bertujuan memperkenalkan kepada masyarakat identitas baru Gembira Loka yang kini bukan sekedar kebun binatang, tetapi wahana rekreasi yang memberi fasilitas dan pengalaman baru bagi pengunjungnya. Dengan berbagai perubahan yang dialami oleh Gembira Loka, maka perlu dilakukan upaya komunikasi pemasaran agar maksud dan tujuan rebranding Gembira Loka Zoo sebagai sebagai sebuah brand semakin dikenal oleh masyarakat. Penelitian ini akan memberi gambaran dan penjelasan bagaimana Gembira Loka yang sebelumnya mengalami krisis kemudian mencoba bangkit kembali dengan identitas dan manajemen yang baru. Penelitian ini mengambil fokus pada perencanaan hingga penerapan strategi rebranding yang dilakukan oleh Gembira Loka Zoo. Peneliti memiliki ketertarikan pada kasus ini karena rebranding Gembira Loka Zoo merupakan kasus rebranding kebun binatang yang jarang dilakukan. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana strategi rebranding Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka menjadi Gembira Loka Zoo? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui faktor yang mendorong terjadinya rebranding Gembira Loka Zoo. 2. Untuk mengetahui proses perencanaan dan penerapan strategi rebranding Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka menjadi Gembira Loka Zoo. 4 3. Untuk memaparkan program komunikasi pemasaran sebagai upaya pendukung rebranding Gembira Loka Zoo. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam ilmu pengetahuan di bidang ilmu komunikasi terutama mengenai manajemen brand dan komunikasi pemasaran. 2. Penelitian ini dapat menjadi referensi lebih lanjut penerapan rebranding pada perusahaan. E. KERANGKA PEMIKIRAN 1. Brand Brand menurut American Marketing Association adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya yang dimaksud untuk mengidentifikasi suatu barang atau jasa dari seller atau group of sellers untuk membedakannya dari kompetitor barang atau jasa tersebut. Brand adalah nama, istilah, tanda atau lambang dan kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari penjualnya serta membedakannya dari produk saingan (Kotler, 2008). Sedangkan Kotler dan Keller (2009: 276) mendefinisikan brand sebagai produk atau jasa yang dimensinya membedakan dengan produk atau jasa lainnya yang didesain untuk memenuhi kebutuhan yang sama; perbedaan tersebut bisa berupa fungsional, rasional, atau tangible yang berhubungan dengan performa produk atas brand; perbedaan tersebut juga dapat berupa simbolis, emosional, atau intangible yang berkaitan dengan representasi brand. 5 Penentuan nama brand dari produk yang dipasarkan merupakan salah satu teknik dari kebijakan produk yang mendasari strategi pemasaran. Oleh karena itu nama brand hendaknya mudah diingat, mudah dibaca, dan mudah dibedakan. Kegiatan memperkenalkan dan memopulerkan merek dagang suatu produk merupakan syarat untuk berhasilnya perusahaan memasarkan produk tersebut. Brand yang kuat akan membuat konsumen menjadi lebih yakin, nyaman, dan aman ketika membeli atau mengkonsumsi produk atas brand tertentu. Dengan kata lain brand adalah sesuatu yang terkait dengan promise, acceptance, trust, dan hope. Agar brand mempunyai makna, maka diperlukan penciptaan asosiasi terhadap brand. Asosiasi dapat dibentuk melalui pendekatan yang lebih menekankan pada kinerja produk/layanan (brand performance) atau lebih menekankan pada pertimbangan emosi atau personifikasi (brand imagery). Asosiasi tersebut dapat dibentuk melalui pengalaman yang dirasakan oleh pelanggan atau melalui komunikasi pemasaran atau informasi yang lain (Sofyan, 1999). Branding menurut Kotler dan Keller (2009: 278) adalah kegiatan menciptakan perbedaan di antara produk-produk. Kegiatan branding meliputi pengenalan tentang “siapa” produk tersebut dengan pemberian nama dan elemen brand lainnya untuk mengidentifikasinya serta memberikan pemahaman “mengapa” konsumen harus mempedulikannya. Branding menciptakan struktur mental yang membantu konsumer mengorganisasi pengetahuan mereka tentang barang dan jasa dalam pembuatan keputusan, dalam proses, dan memberikan value kepada perusahaan. Ada tiga elemen pokok yang harus dikelola dengan baik untuk membangun merek yang kuat (Keller, 2000) yaitu brand elements, program pemasaran, dan leveraging secondary association. Brand elements terdiri dari nama, logo, simbol, slogan, karakter, kemasan, dan 6 jingle. Indikator untuk mengevaluasi brand elements adalah kemudahan untuk diingat, mempunyai arti, mudah ditransfer ke produk kategori atau daerah yang berbeda, tidak mudah usang, dan dapat diproteksi secara legal. Elemen kedua yaitu program pemasaran yang meliputi choosing the value, providing the value, dan communicating the value. Elemen ini dapat dicapai perusahaan setelah melakukan proses segmenting, targeting, dan positioning. Perusahaan menentukan pasar kemudian menentukan value apa yang ingin dikomunikasikan kepada pasar tersebut. Sedangkan elemen terakhir adalah bagaimana secondary association dapat mudah digunakan untuk melipatgandakan (leverage) merek agar lebih mudah diingat dan dimengerti oleh target pasarnya. Secondary association yang dapat digunakan adalah nama perusahaan atau parent brand, asal negara, saluran distribusi, merek lain, endorser atau event tertentu. 7 Brand Elements Name Logo Slogan Jingle Packaging Character memorability meaningfulness transferability adaptability protecability Marketing Programs Choosing the value - Segmenting, targeting, positioning Providing the value - Product, price, distribution Communication the value - Promotion mix Leveraging Secondary Association Company Country of Origin Other Brands Endorser Event Channel of Distribution Brand Awareness -recall -recognition -purchase -consumption Brand Associatiom -Strong: relevance & consistency -Favorable: desirable & deliverable -Unique: point-of-parity & point-ofdifference memorability meaningfulness transferbility Gambar 1.2. How to Build A Strong Brand Sumber: Keller, 2000 Lomax dan Mador (2006: 90-92) menjelaskan empat pilihan strategi branding yang dapat dilakukan terhadap sebuah brand. Alternatif tersebut dibedakan berdasarkan perubahan nama, atribut, dan value brand, yaitu: 1. Re-iterating: nama dan nilai brand tidak diubah, karena dipandang tetap sesuai dan relevan dengan kebutuhan pelanggan. 2. Re-naming: nilai fundamental tidak berubah namun nama baru diperlukan untuk mengkomunikasikan perubahan struktur kepemilikan atau mengubah persepsi eksternal. 3. Re-defining: nama tetap dipertahankan, hanya saja atribut dasar brand diubah. 8 4. Re-starting: perubahan fundamental dilakukan terhadap nama dan nilai brand. 2. Brand dan Positioning Positioning dimulai dengan sebuah produk. Positioning bukanlah sesuatu yang kita lakukan terhadap brand, melainkan apa yang kita lakukan terhadap pikiran atau benak calon konsumen (Ries dan Trout, 2000: 3). Menurut Kotler (2000: 289) positioning adalah tindakan merancang penawaran dan citra perusahaan untuk menempati tempat khusus di pikiran pasar yang akan dituju. Hasil akhir dari positioning adalah keberhasilan penciptaan pasar yang berfokus pada nilai-nilai dan alasan yang meyakinkan mengapa pasar harus membeli brand tersebut. Positioning adalah inti utama dari strategi bisnis yang diharapkan untuk mendapatkan kepuasan pelanggan. Artinya, positioning merupakan permulaan strategis dari bauran pemasaran (Upshaw, 1995: 23). Sehingga penting bagi perusahaan berusaha menciptakan sesuatu yang unik, agar brand dari produk dan jasa menjadi berbeda dengan brand lainnya (Kotler, 2000: 299). Kelley dan Jugenheimer (2008: 7) juga menyatakan bahwa kesuksesan marketing tergantung kepada kesuksesan positioning. No positioning will work forever (Kotler, 2003: 138). Berbagai ancaman dapat mengganggu atau bahkan merusak posisi suatu brand di benak konsumen. Ancaman yang datang dapat berasal dari dalam maupun dari luar brand, misalnya terdapat cacat pada produk, persaingan dengan kompetitor, hingga komunikasi pemasaran yang kurang tepat. Oleh karena itu, brand yang kehilangan positioning-nya dianjurkan untuk melakukan repositioning. Selain upaya repositioning, brand juga dapat melakukan perubahan secara lebih menyeluruh melalui kegiatan rebranding. 9 3. Rebranding a. Definisi Rebranding Rebranding berasal dari kata re- dan branding. Re- berarti kembali dan branding berarti penciptaan brand image yang menghubungkan hati dan benak pelanggannnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa rebranding merupakan suatu upaya atau usaha yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga untuk mengubah total atau memperbarui sebuah brand yang telah ada agar menjadi lebih baik, dengan tidak mengabaikan tujuan awal perusahaan yang berorientasi profit. Dengan kata lain maka yang berubah adalah nilai – nilai dalam merek itu sendiri. Rebranding dapat didefinisikan sebagai praktek membangun representasi baru untuk posisi yang berbeda di benak para pemangku kepentingan dan identitas khas di antara kompetitor (Muzellec et al, 2003: 32). Selain itu, rebranding juga digambarkan sebagai (Daly & Moloney, 2004: 30) perubahan beberapa atau semua elemen tangible (ekspresi fisik merek) dan intangible (nilai tak berwujud seperti, nilai, image) brand. Hankinson dan Lomax (2006: 193-207) menambahkan bahwa rebranding melibatkan perubahan, tidak hanya dalam identitas visual organisasi tetapi juga menyebabkan perubahan nyata dalam organisasi. Secara sederhana rebranding dapat dikatakan sebagai perubahan image dan hal ini merupakan sebuah langkah dengan tujuan jangka panjang. 2 Keller (1999) menjelaskan bahwa strategi rebranding merupakan bagian dari repositioning yang dilakukan tanpa merusak loyalitas brand yang telah ada. Dalam literatur bisnis dan praktiknya, istilah rebranding digunakan untuk menjelaskan tiga event yang berbeda, yaitu perubahan brand name, perubahan aesthetics brand, dan repositioning (Muzellec et al, 2003). 2 M.S. McGurk, Rebranding the Army: Advertising Effectiveness Case Study. Master Thesis: University of Louisville, 1997. 10 Daly dan Moloney (2004: 30) melihat rebranding sebagai satu kesatuan yang merujuk pada tiga kategori perubahan, yaitu minor changes (aesthetics) atau perubahan pada fisik brand, intermediate changes (reposition) atau perubahan pada image brand, dan complete change (rebranding) atau perubahan nama, nilai serta image brand. Sedangkan Stuart dan Muzellec (2004: 473) serta Muzellec dan Lambkin (2005: 805) membedakan rebranding menjadi dua, yaitu evolutionary rebranding dan revolutionary rebranding. Perbedaan tersebut dilihat dari besar atau kecilnya perubahan positioning dan marketing aesthetics yang dilakukan. Evolutionary rebranding meliputi perubahan minor pada positioning dan marketing aesthetics seperti perubahan logo atau slogan. Sedangkan revolutionary rebranding meliputi perubahan mayor pada positioning dan marketing aesthetics seperti perubahan menyeluruh pada nama, slogan, serta logo. b. Proses Rebranding Muzellec dan Lambkin (2005) memaparkan sebuah model proses terjadinya rebranding seperti tercantum dalam gambar 1.3. Model ini terdiri dari faktor penyebab rebranding, tujuan rebranding, dan proses rebranding. 11 Rebranding Factors Rebranding Goals Change ownership structure Rebranding Process Employee’s culture Reflect a new identity Change in corporate strategy Internalisation and Exteternalisation Change in external enviromental Change in competitive position Create a new image Stakeholders Gambar 1.3. Model Proses Rebranding Sumber: Muzellec & Lambkin (2005) Gambar 1.3. menunjukkan bahwa proses dari strategi rebranding yang diimplementasikan dilatarbelakangi oleh faktor atau alasan tertentu. Alasan tersebut misalnya perubahan struktur kepemilikan, perubahan strategi perusahaan, perubahan strategi perusahaan, perubahan lingkungan eksternal, serta perubahan dalam kompetisi. Alasan terakhir adalah sebagai fondasi untuk membangun image dan identitas baru yang merefleksikan langkah perusahaan menuju objektif atau tujuan yang ingin dicapai. Semua hal tersebut akan sia-sia tanpa melalui sebuah proses, oleh karena itu strategi rebranding harus dibentuk mulai dari kerja internal (pegawai) serta kerja sama dan umpan balik dari eksternal perusahaan. Sebelumnya Muzellec dkk (2003) menyatakan bahwa proses rebranding terdiri dari empat tahapan, yaitu repositioning, renaming, redesigning, dan relaunching. Repositioning dibutuhkan ketika keputusan untuk membuat posisi baru di benak konsumen dan benak para 12 stakeholder. Renaming menjadi tahapan di mana nama baru menjadi media mengirimkan sinyal kuat kepada seluruh stakeholder bahwa perusahaan atau brand melakukan perubahan strategi, perubahan fokus, atau perubahan struktur kepemilikan. Tahap selanjutnya, redesign, difokuskan pada perubahan estetika brand dan elemen tangible seperti logo, jingle, iklan, atau elemen visual lain yang mencitrakan posisi brand. Dan tahapan terakhir, relaunch, akan menentukan bagaimana stakeholder melihat brand baru yang akan diperkenalkan. Sedangkan Jobber (2004) mengemukakan tujuh tahapan yang ditempuh dalam rangka rebranding, yaitu: 1. Set rebranding objectives 2. Generating of a new name 3. Screening 4. Information search 5. Consumer research 6. Choice of a new brand name 7. Implementation Daly dan Moloney (2004: 34-35) memaparkan sebuah corporate rebranding framework yang terdiri dari tiga tahapan besar, yaitu analisis, planning, dan evaluasi seperti tercantum pada gambar 1.4. Pada tahap pertama, analisis situasi digunakan sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan rebranding. Pada tahapan selanjutnya, strategi rebranding dirumuskan dalam sebuah rebranding marketing plan. Dan selanjutnya tahap akhir dari uraian Daly dan Moloney adalah proses aplikasi dari rencana yang telah dirumuskan hingga tahap evaluasi setelah semua langkah dijalankan. 13 Gambar 1.4. Corporate Rebranding Framework Sumber: Daly dan Moloney (2004) c. Strategi Rebranding Berdasarkan Kapferer (1992) seperti dikutip Daly dan Maloney (2004, 31-32), terdapat empat alternatif renaming dalam proses rebranding yang dapat dilakukan, yaitu: 1. Interim/Dual: merupakan sebuah nama sementara yang digunakan ketika masa transisi sebelum nama baru resmi digunakan. Nama ini digunakan ketika sebuah brand diakuisisi, A mengakuisisi B, yang kemudian menggunakan nama AB pada masa transisi sebelum akhirnya brand A berganti menjadi B. 2. Prefix: langkah ini biasanya digunakan ketika dua atau lebih brand melakukan merger namun tidak akan mengadopsi nama dari brand sebelumnya. Caranya adalah dengan memberi nama 14 awalan di brand yang telah ada sebelumnya. Kemudian setelah beberapa periode nama lama tersebut dihilangkan dan menyisakan nama awalan tersebut sebagai nama baru. 3. Substitution: yaitu mensubtitusi nama brand lama menjadi nama brand yang baru, atau menggantinya dengan nama brand yang sangat berbeda dan benar-benar baru. 4. Brand Amalgation: yaitu penggabungan dua nama brand. Strategi ini biasanya digunakan ketika kedua brand sama-sama kuat, sehingga penggabungan nama keduanya diharapkan dapat menghasilkan ekuitas brand yang lebih besar daripada kedua brand tersebut secara terpisah. Lebih lanjut, Kaikati dan Kaikati (2003) menjelaskan bahwa proses rebranding dapat ditempuh dengan salah satu atau gabungan dari beberapa strategi berikut ini: 1. Phase-In/Phase-Out Strategy Strategi ini ditempuh dalam dua tahap. Dalam tahap phase-in nama brand lama masih dilekatkan pada selama periode introduksi tertentu. Setelah melewati periode transisisi, nama brand lama perlahan – lahan dihapus. 2. Umbrella Branding Strategy/Combined Branding Strategy Strategi ini menggunakan nama brand tunggal sebagai “payung” bagi hampir semua lini produk perusahaan di seluruh pasar yang dimasukinya. 3. Translucent Warning Strategy Yaitu mengingatkan para pelanggan sebelum dan setelah perubahan nama brand. 4. Sudden Eradication Strategy 15 Yaitu secara serta-merta mengganti nama brand lama dengan nama baru tanpa periode transisi. 5. Counter-Takeover Strategy Strategi ini adalah strategi paska akuisisi yang mengabaikan nama brand sendiri dan menggantinya dengan nama brand yang diakuisisi. 6. Retrobranding Strategy Merupakan strategi yang beralih kembali ke nama brand lama yang sempat ditinggalkan. Perubahan nama atau logo dapat memberikan dampak revitalisasi yang positif bagi perusahaan. Namun efek tersebut hanya akan dapat terealisasi dalam persepsi konsumen apabila strategi, komunikasi, produk, dan layanannya selaras. Selain itu komitmen, keterlibatan, dan dukungan manajemen puncak juga sangat diperlukan. Manajemen puncak harus menjelaskan alasan perubahan kepada semua karyawan dan secara rutin mengkomunikasikan proses penciptaan identitas baru yang sedang berlangsung atau disebut dengan internal branding. Internal branding merupakan aktivitas yang bertujuan agar core values setiap individu atau jiwa dari merek dirasakan oleh setiap individu dalam organisasi. Dengan demikian karyawan lebih mudah memahami, menerima, dan mendukung implementasi rebranding. Proses rebranding tidak semata – mata ditujukan pada konsumen saja, tetapi pada seluruh stakeholders, termasuk untuk orang–orang yang bekerja untuk brand itu sendiri, yaitu internal perusahaan. 4. Komunikasi Pemasaran Komunikasi pemasaran merupakan aspek penting dalam pemasaran sebuah produk atau brand. karena menunjang pemasaran sebuah brand. 16 Komunikasi pemasaran merupakan strategi yang diatur sistematik dalam strategi pemasaran. Persaingan yang ketat antarperusahaan menjadikan perusahaan membutuhkan suatu strategi yang tepat sehingga semua tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemasaran pada saat ini tidak sekedar menjual produk, tetapi juga mampu mengkomunikasikan nilai, pesan produk itu sendiri, sehingga tercipta komunikasi antara produk dan konsumen. Strategi pemasaran muncul sebagai sebuah solusi atas masalah pemasaran dengan komunikasi pemasaran sebagai salah satu strateginya. M. Wayne de Lozier, mengemukakan pendapatnya mengenai komunikasi pemasaran, di antaranya: - The process of presenting an integrated set of stimuli to a market target with the intent of evoking a desired set of responses within that target market. - Setting up channel receive, interpretation, and act upon message from the market for purposes of modifying present company messages and identifying new communication oppourtunities. 3 Komunikasi pemasaran juga dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk mengidentifisikan pasar dan kebutuhan konsumen atau persepsi konsumen dengan menggambarkan dan mengoperasionalisasikan image atau persepsi tujuan target grup serta mengevaluasikan sejumlah perilaku yang tergambar diyakini dapat mencapai tujuan. 4 Komunikasi pemasaran juga dapat membahas beberapa masalah yang dimiliki kaitan erat dengan komunikasi dalam pemasaran, yang antara lain mengenai : 3 Widodo A. Setianto.Handout Komunikasi Pemasaran.Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada. 4 Anonim.Komunikasi Pemasaran.Terarsip dalam http://elqorni.wordpress.com/2008/10/22/komunikasi-pemasaran/ 17 F. - Strategi komunikasi suatu perusahaan - Segmentasi potensial - Perencanaan media - Kreatif pesan dan visual - Biaya komunikasi dan belanja iklan - Riset komunikasi pemasaran dan konsep bisnis masa depan KERANGKA KONSEP Berdasarkan pemaparan Lomax dan Mador (2006) tentang strategi branding berdasarkan perubahan nama, atribut, serta value brand, maka perubahan nama serta value yang dialami oleh Gembira Loka termasuk dalam strategi re-starting. Strategi restarting memungkinkan sebuah brand untuk melakukan perubahan fundamental terkait nama dan nilai brand yang diusung atau dapat diartikan pula sebagai sebuah langkah rebranding. Rebranding sendiri menjadi sebuah langkah untuk mengkomunikasikan aspek tangible atau intangible dan atau keduanya dalam sebuah brand yang ditujukan baik ke luar dan ke dalam organisasi itu sendiri. Penelitian ini menggunakan konsep yang dipaparkan oleh Muzellec dkk (2003) menyatakan bahwa proses rebranding terdiri dari empat tahapan, yaitu repositioning, renaming, redesigning, dan relaunching. Repositioning dibutuhkan ketika keputusan untuk membuat posisi baru di benak konsumen dan benak para stakeholder. Renaming menjadi tahapan di mana nama baru menjadi media mengirimkan sinyal kuat kepada seluruh stakeholder bahwa perusahaan atau brand melakukan perubahan strategi, perubahan fokus, atau perubahan struktur kepemilikan. Tahap selanjutnya, redesign, difokuskan pada perubahan estetika brand dan elemen tangible seperti logo, jingle, iklan, atau elemen visual lain yang mencitrakan posisi brand. Dan tahapan terakhir, 18 relaunch, akan menentukan bagaimana stakeholder melihat brand baru yang akan diperkenalkan. G. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menyajikan data berupa atau gambaran serta pemaparan nyata dari objek yang diteliti. Sedangkan metode yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Schramm (1971) dalam Yin (2002), esensi dari metode studi kasus adalah mencoba menjelaskan keputusan – keputusan tentang mengapa studi tersebut dipilih, bagaimana mengimplementasikannya, dan apa hasilnya. Hal ini menunjukkan bahwa studi kasus menonjolkan topik “keputusan” sebagai fokus utamanya. Namun sejalan dengan hal tersebut, topik – topik lain juga ditemukan mencakup organisasi, proses, program, lingkungan, institusi, dan bahkan peristiwa. Studi kasus lebih dikehendaki untuk melacak peristiwa – peristiwa yang bersangkutan tidak dapat dimanipulasi (Yin, 2002). Selanjutnya Yin (2002: 16) juga memberikan ciri – ciri studi kasus yang dapat membedakan dengan metode yang lain. Sebuah studi kasus merupakan sebuah fenomena empiris yang: 1. menyelidiki fenomena kontemporer yang muncul pada kehidupan nyata 2. batasan – batasan antara fenomena dan konteks tidak terlalu jelas 3. berbagai macam sumber bukti digunakan, seperti dokumen, artefak, wawancara, observasi langsung maupun partisipan, dan rekaman tertulis. Hal ini merupakan kekuatan unik yang dimiliki oleh studi kasus. Strategi studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory case study. Bentuk explanatory case study dipilih karena penelitian 19 dengan tipe ini biasanya diorientasikan untuk menjelaskan konteks peristiwa dan ditujukan untuk menjawab pertanyaan “bagaimana” atau “mengapa” (Yin, 2002). Penelitian ini mencoba mencari jawaban atas alasan mengapa rebranding dilakukan. Selain itu penelitian ini juga akan fokus melihat bagaimana proses dan strategi rebranding yang dilakukan Gembira Loka Zoo pada kurun waktu 2010-2011. 1. Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu data primer dan data sekunder. Data primer digunakan sebagai fokus utama penelitian ini, sedangkan data sekunder digunakan sebagai pendukung Untuk memahami masalah yang akan diteliti. Adapun sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. Data Primer Data primer dalam penelitian ini meliputi pemikiran dan tindakan yang diambil oleh Gembira Loka Zoo. Data primer yang akan diperoleh penelitian ini mencakup data-data tentang gambaran proses perencanaan rebranding, strategi komunikasi pemasaran, dokumen, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan rebranding Gembira Loka dalam kurun tahun 2010-2011. b. Data Sekunder Data sekunder dalam penlitian ini meliputi teori-teori dan konsep yang diperoleh melalui literatur-literatur seperti pemikiran beberapa ahli, pakar komunikasi, jurnal, kajian ilmiah, artikel di media cetak maupun elektronik serta arsip-arsip yang berkaitan dengan penelitian. Data ini mencakup bahan-bahan tentang image building, rebranding, komunikasi pemasaran, dan lain-lain. 20 Penelitian ini sebagian besar menggunakan dan fokus pada data primer. Data sekunder dalam penelitian ini akan digunakan untuk memperkuat data-data yang disajikan dalam data primer. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi : Gembira Loka Zoo, Jalan Kebun Raya No. 2 Yogyakarta Waktu : September-Oktober 2013 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode, antara lain: a. Studi Dokumen Studi dokumen merupakan upaya yang dilakukan untuk menjawab masalah penelitian dengan menggunakan data tertulis yang telah diolah oleh orang lain atau suatu lembaga (Adi, 2004: 61). Dokumen tersebut meliputi surat-surat, notulensi rapat, proposal, laporan, foto, serta media, baik cetak maupun online. Hasil studi dokumen ini akan menghasilkan data-data tentang informasi alur perencanaan, rincian anggaran, prosedur pengembangan, hasil rapat tim, jadwal pelaksanaan (timeline) dan lain-lain. b. Wawancara Mendalam Salah satu sumber informasi studi kasus yang sangat penting ialah wawancara. Wawancara yang dilakukan bertipe open-ended, di mana peneliti dapat bertanya kepada responden kunci tentang fakta- fakta suatu peristiwa di samping opini mereka mengenai peristiwa yang ada. Pada beberapa situasi, peneliti bahkan bisa meminta responden untuk mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap peristiwa tertentu dan bisa menggunakan proposisi tersebut sebagai dasar penelitian 21 selanjutnya (Yin, 2002). Pada penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara terhadap tiga narasumber, yaitu Kepala Divisi Marketing Gembira Loka Zoo, Manajer Marketing dan Pengembangan Gembira Loka Zoo, serta pihak Yayasan. Ketiga narasumber ini mewakili latar belakang dan bidang keahlian yang berbeda sehingga akan menghasilkan data yang lebih komprehensif. 4. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan mengamati, mengkategorikan, menyusun, dan menggabungkan data – data yang telah dikumpulkan. Strategi umum pertama adalah berdasar pada proposisi teoritis yang akan menuntun studi kasus, yang direfleksikan melalui sejumlah pertanyaan riset, tinjauan pustaka dan pemahaman baru. Proposisi ini akan membentuk rencana pengumpulan data, sehingga memberikan prioritas pada strategi analisis yang berkaitan. Selain itu proposisi ini akan membantu keseluruhan studi kasus dengan mendefinisikan penjelasan yang diamati. Strategi khusus dalam teknik analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan model Miles dan Huberman (1984). Teknik analisis tipe ini terdiri dari komponen berikut, yaitu: a. Reduksi Data Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan,dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan –catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan bagian dari analisis data yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan – kesimpulan finalnya dapat ditarik. Reduksi data meliputi meringkas data, mengkode, menelusuri tema, dan membuat gugus – gugus. Cara reduksi data sendiri adalah menyeleksi data 22 dengan ketat, ringkasan dan uraian singkat dari data dan menggolongkan data ke dalam pola yang lebih luas. Mengenai reduksi data yang dilakukan peneliti untuk penelitian strategi rebranding Gembira Loka Zoo pada mulanya peneliti menuliskan segala data yang diperoleh dari studi dokumen dan wawancara mendalam dengan para informan yang telah ditentukan. Karena peneliti menggunakan studi dokumen dan wawancara mendalam, maka data yang dikumpulkan cukup banyak dan beragam. Untuk itu langkah selanjutnya yang akan dilakukan peneliti adalah dengan mereduksi data-data tersebut yaitu dengan meringkas seluruh data-data dari hasil studi dokumen dan wawancara tersebut, mengorganisasikannya dan membuang yang tidak perlu. Sehingga terbentuk suatu pola data penelitian yang terarah dan sesuai dengan teori yang memang digunakan dalam penelitian ini seperti teori tentang pemasaran serta rebranding. Dari sini peneliti dapat merancang kesimpulan untuk final penelitian. b. Penyajian Data Penyajian data adalah alur penting kedua dari kegiatan analisis. Penyaian sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Menyederhanakan informasi yang kompleks ke dalam kesatuan bentuk yang disederhanakan dan selektid atau konfigurasi yang mudah dipahami. Bentuk penyajian data kualitatif adalah: - Teks naratif yang berupa cerita lapangan - Matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk 23 yang padu dan mudah diraih sehingga memudahkan melihat apa yang sedang terjadi apakah kesimpulan sudah tepat atau perlu mengadakan analisis kembali. c. Penarikan Kesimpulan Setelah data – data dari observasi dan wawancara dengan para informan dari manajemen Gembira Loka Zoo telah direduksi dan membentuk suatu data penelitian yang terarah, berpola, serta sesuai dengan teori yang dipakai maka selanjutnya menyajikan data tersebut secara terpadu dan mudah dibaca serta mudah dimengerti mengenai strategi rebranding Gembira Loka Zoo. Setelah itu baru dilakukan evaluasi terhadap kesimpulan yang telah ditarik pada tahap reduksi data dengan cara menganalisisnya kembali. 24