1 karakteristik koperasi sebagai lembaga finansial inklusif

advertisement
KARAKTERISTIK KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA FINANSIAL INKLUSIF
Johnny W. Situmorang
KARAKTERISTIK KOPERASI
SEBAGAI LEMBAGA FINANSIAL INKLUSIF
(CHARACTERISTIC OF COOPERATIVE AS INCLUSIVE
FINANCIAL INSTITUTION)
Johnny W. Situmorang
Peneliti Utama Kementerian Koperasi dan UKM & Dosen ABFI Insitute Perbanas, Jakarta
Jalan MT. Haryono Kavling 52-53, Jakarta Selatan
Email: [email protected]
Diterima 27 Agustus 2014; direvisi 31 Agustus 2014; disetujui 24 September 2014
Abstrak
Kemiskinan dan ketimpangan kesejahteraan rakyat berkaitan dengan aksesibilitas rakyat
Sampai saat ini, miliaran orang di dunia miskin karena tidak terakses terhadap perbankan, terutama
sebagai sumber pembiayaan. Di Indonesia, dengan dominannya UMKM sebagai pelaku usaha,
aksesibilitas UMKM terhadap lembaga perbankan juga rendah. Sehingga tingkat kesejahteraan
pelaku UMKM juga rendah dan ketimpangan pendapatan juga tinggi. Koperasi sebagai entitas
memantapkan posisi koperasi maka pengawasan Pemerintah terhadap prinsip kehati-hatian dan
kesehatan koperasi harus semakin meningkat serta peningkatan kapasitas sumberdaya manusia
koperasi secara berkesinambungan.
Abstract
Poverty and welfare inequality are associated with the accessibility of people to the formal
institutions is low. Resulting low welfare of SMEs with high income inequality. Cooperative as
on prudential and healthy principles and also increasing human resource capacity for cooperative
sustainability.
1
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 1-17
Pengantar
(keuangan) inklusif menjadi agenda utama
dunia dalam rangka mengatasi kemiskinan
dan kesenjangan kesejahteraan antar manusia.
Negara-negara yang tergabung dalam G-20,
yaitu negara dengan produk domestik bruto
(PDB) terbesar di dunia telah menyepakati
bahwa keuangan inklusif adalah pendekatan
baru dalam meningkatkan aksesibilitas
rakyat terhadap lembaga keuangan. Laporan
pertemuan G-20 di Toronto, Kanada, pada
tahun 2010, menyatakan bahwa terjadinya
ketimpangan kesejahteraan antar negara dan
antar manusia disebabkan oleh lemahnya akses
rakyat terhadap lembaga keuangan formal
konvensional, khususnya perbankan (Masha,
2010).
Penghapusan
kemiskinan
(poverty
alleviation) sesungguhnya merupakan sasaran
pembangunan ekonomi baik secara unilateral
maupun multilateral. Manakala negara-negara
maju mampu menghapuskan kemiskinan
struktural di negara masing-masing, tingkat
kemiskinan, terutama di negara-negara
berkembang (developing countries) dan
terbelakang
(underdeveloped
countries),
masih sangat tinggi. Sementara dengan
perkembangan ekonomi dan teknologi global,
terjadi ketimpangan dan kemiskinan di negara
berkembang dan terbelakang karena ketidakmampuan rakyat miskin mengakses lembaga
keuangan formal. Lembaga keuangan formal
merupakan lembaga yang eksklusif yang
menerapkan berbagai aturan yang menjadi
penghambat rakyat miskin mengakses
lembaga tersebut. Negara G-20 sendiri
mengakui bahwa krisis ekonomi 2008-2009
akibat dari ketimpangan antara negara maju
dan berkembang-terbelakang dan antara orang
kaya dan orang miskin. Pada masa itu, lebih
dari 2 miliar orang tidak mampu mengakses
lembaga keuangan eksklusif. Oleh karena itu
pengembangan keuangan inklusif merupakan
solusi atas kemiskinan dan kesenjangan dan
menjadikannya sebagai program aksi G-20.
2
Indonesia adalah salah satu negara
berkembang yang menjadi anggota G-20.
Antara negara maju G-20 dan Indonesia
pendapatan perkapita Indonesia jauh lebih
rendah daripada negara-negara G-20 lainnya,
distribusi pendapatan timpang, dan tingkat
kemiskinan tinggi. Bila mengacu pada laporan
G-20, dengan penduduk lebih dari 237 juta
orang dan jumlah UMKM (Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah) lebih dari 57 juta unit
maka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan
yang masih terjadi di Indonesia adalah karena
aksesibilitas rakyat terhadap lembaga keuangan
eksklusif yang rendah. Dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi
dan kecenderungan peningkatan pendapatan
per kapita, Indonesia masih belum mampu
menghilangkan kemiskinan dan ketimpangan
kesejahteraan secara nyata dan meningkatkan
dayasaing bangsa dalam percaturan ekonomi
global.
Dalam
perencanaan
strategis
pembangunan ekonomi Indonesia, sesungguhnya pembangunan lembaga keuangan
inklusif, walaupun tidak dinyatakan sebagai
“inklusif”, menjadi salah satu sasaran utama
pembangunan. Pengembangan koperasi adalah
salah satu tugas pemerintah Indonesia dalam
pembangunan ekonomi Indonesia sejak awal
kemerdekaan. Keberadaan koperasi sebagai
lembaga keuangan formal yang inklusif menjadi
sasaran pembangunan ekonomi. Bahkan,
pemerintah Indonesia mempunyai kementerian
yang khusus mengurusi pembangunan koperasi
pada tingkat pusat dan dinas pemerintahan
pada tingkat regional (provinsi) dan lokal
(kabupaten dan kota). Sejarah pembangunan
ekonomi Indonesia mencatat bahwa pada awal
kemerdekaan, koperasi dimunculkan sebagai
solusi ekonomi rakyat yang dimotori oleh
Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama
Republik Indonesia. Kemudian sejak tahun
1967 sampai 1992, kebijakan dan program
pemerintah dalam pembangunan koperasi
KARAKTERISTIK KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA FINANSIAL INKLUSIF
Johnny W. Situmorang
lebih mengarah pada upaya mendukung
stabilitas pangan dan kestabilan harga-harga.
Setelah itu, pemberdayaan koperasi di bidang
jasa keuangan menjadi salah satu sasaran
utama pembangunan koperasi. Sejalan dengan
pemikiran dan pengembangan lembaga
Indonesia yang terus berkembang, tulisan
ini mengungkapkan karakteristik koperasi
lembaga keuangan yang inklusif sehingga
semakin dapat dikembangkan kebijakan untuk
mengatasi masalah kemiskinan.
Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan
Disparitas
Penganut aliran utama ekonomi dan
ekonomi kelembagaan selalu dihadapkan pada
dikotomi pemikiran dan praktek pembangunan
ekonomi. Aliran utama ekonomi dengan
pemikiran
neoklasik
mengemukakan
pertumbuhan ekonomi menjadi arus utama
dalam pembangunan ekonomi yang pada
gilirannya akan menghilangkan kemiskinan
suatu bangsa dan negara. Sedangkan aliran
ekonomi kelembagaan menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi tidak cukup untuk
menghilangkan
kemiskinan
melainkan
perubahan struktur atau kelembagaan yang
mampu mengubah perekonomian menuju
kesejahteraan. Pengutamaan pertumbuhan
ekonomi harus diikuti oleh pemerataan
pendapatan.
Sayangnya, negara-negara
terbelakang dan berkembang mengadopsi
penuh pendekatan pembangunan ekonomi
negara maju dengan pertumbuhan ekonomi
tinggi tetapi disertai dengan disparitas
(ketimpangan) yang multi, antara lain
antar-individu dan antar-daerah, sehingga
kemiskinan masih tetap sebagai masalah utama
negara-negara terbelakang dan berkembang.
Kritik terhadap model pembangunan dengan
pengarus-utamaan pertumbuhan ekonomi
semakin menguat karena ternyata ketimpangan
juga terjadi antara negara maju dan negara1
negara terbelakang dan berkembang dalam era
globalisasi.
Perubahan
tatanan
perekonomian
dunia atau globalisasi terus menerus terjadi.
Perubahan tersebut cenderung mengubah
pola relasi antar negara yang sebelumnya
lebih pada unilateral yang bersifat dependensi
menjadi pola hubungan bilteral, multilateral,
dan regional yang bersifat inter-dependensi.
Hubungan tersebut membentuk kesepakatan
yang mengikat dalam dalam hal perdagangan
dan investasi bebas (free trade and
investment), seperti AFTA (ASEAN Free Trade
Area), CAFTA (China-AFTA), dan WTO
(World Trade Organization), dan kawasan
pertumbuhan (regional), serta kesepakatan
tak mengikat, seperti APEC
Economic Cooperation) dan G-20, sampai
pada unionisasi regional, seperti Uni Eropa
dan Asean Economic Community (AEC).
Bagi negara berkembang, termasuk Indonesia,
menjadi pertanyaan besar sejauhmana
Indonesia memperoleh manfaat (trade creation)
dari perubahan pola hubungan tersebut untuk
mengatasi masalah kemiskinan. Indonesia,
termasuk negara yang paling berpartisipasi
dan aktif dalam relasi internasional. Namun,
banyak kalangan masih meragukan Indonesia
untuk memperoleh manfaat dari relasi tersebut.
Sebab, kesiapan Indonesia masih dipertanyakan.
Manakala perubahan lingkungan eksternal
merupakan peluang bagi pembangunan
ekonomi, tetapi lingkungan internal belum
sepenuhnya mendukung. Dalam perspektif
perekonomian makro, Indonesia sangat bagus,
pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi,
karena Indonesia sudah menyepakati ikut aktif
dalam perubahan maka memperkuat struktur
perekonomian dengan basis UMKM1 dan
Indonesia untuk meningkatkan kemanfaatan
perubahan perekonomian.
Menurut UU 20/2008 tentang UMKM, defenisi Usaha Mikro (omzet <300 juta dan aset neto di luar tanah dan
bangunan tempat usaha <Rp50 juta), Usaha Kecil (omzet Rp300 juta – Rp2.5 miliar dan aset neto tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha Rp50 juta – Rp500 juta), dan Usaha Menengah (omzet Rp2.5 miliar – Rp50
miliar dan aset neto di luar tanah dan bangunan tempat usaha Rp500 juta – Rp10 miliar)
3
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 1-17
Statistik
Indonesia
menunjukkan
terjadinya perkembangan perekonomian tanpa
pemerataan (BPS, 2014). Pada tabel 1 terlihat
perkembangan
perekonomian
Indonesia
yang meningkat selama tahun 2004-2013.
cenderung naik selama 10 tahun terakhir. Pada
tahun 2004, pertumbuhan ekonomi 5.03% dan
pada tahun 2008 sebesar 6.01% dan diramal
pada tahun 2013 menjadi masing-masing dan
6.25%. Pertumbuhan ekonomi ini termasuk
kategori tinggi dalam kondisi perekonomian
dunia yang melemah. Realisasi pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2013 meleset dari
target. Menurut Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas, realisasi
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 lebih
rendah daripada target, yakni 5.3% (Anonim,
2014b). Dari sisi pertumbuhan ekonomi, pada
tahun 2004, peringkat Indonesia adalah 93 dari
197 negara dan pada tahun 2012 peringkat 38
dari 179 negara. Pada tahun 2004, dengan PDB
(Produk Domestik Bruto) sebesar Rp2,295.83
triliun, meningkat terus dan pada tahun 2013
menjadi Rp9,083.97 triliun. Pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
menargetkan pada tahun 2014, PDB Indonesia
mencapai Rp10,000.00 triliun atau setara
dengan US $0.83 triliun. Pencapaian tersebut
menyebabkan Indonesia menjadi salah satu
anggota negara yang tergabung dalam G-20
walaupun pada lapisan terendah dari 20 negaranegara G-20. Akibat pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi, pendapatan per kapita (PDB/
kapita) juga meningkat. Pada tahun 2004, PDB
per kapita Indonesia adalah Rp10.48 juta (US
$873.3) dan meningkat menjadi Rp21.37 juta
(US $1780.8) dan Rp37.54 juta (US $3128.3)
masing-masing tahun 2008 dan 2013.
Dari
sisi
kualitas
pembangunan,
perkembangan ekonomi berdampak pada
4
kualitas sumberdaya manusia. Berdasarkan
IPM (Indeks Pembangunan Manusia), posisi
sumberdaya manusia Indonesia meningkat
selama tahun 2004-2014. Pada tahun 2004,
IPM sebesar 68.70, naik menjadi 71.17 pada
tahun 2008, diperkirakan akan menjadi 73.29
pada tahun 2013. Dalam selang waktu 10 tahun,
peningkatan kualitas sumberdaya manusia
penurunan tingkat kemiskinan yang cukup
nyata. Pada tahun 2004, dengan jumlah orang
miskin 36.15 juta orang, tingkat kemiskinan
sebesar 16.16%. Pada tahun 2008, orang
miskin turun menjadi 34.36 juta dan tingkat
kemiskinan menjadi 15.42%. Pada tahun 2013,
kemiskinan diproyeksikan turun drastis menjadi
28.07 juta orang dengan tingkat kemiskinan
menjadi 11.37. Apakah pertumbuhan ekonomi
ini mengakibatkan pembangunan berkeadilan
sebagaimana dinyatakan oleh Pemerintah
dalam perencanaan pembangunan? Tampaknya
belum sepenuhnya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama
10 tahun terakhir belum disertai perubahan
struktural yang nyata. Kontribusi sektor
pembangunan selama itu hampir tidak berubah.
Transformasi struktural yang menjadi harapan
untuk menaikkan kualitas pembangunan
ekonomi tidak nyata terlihat. Kontribusi
sektor pertanian cenderung turun tapi sektor
industri manufaktur juga turun. Pada tahun
2004, kontribusi sektor pertanian 14.34%, naik
menjadi 14.50% pada tahun 2008, malah turun
menjadi 14.43% pada tahun 2013. Sektor
manufaktur pada masa yang sama juga turun,
dari 28.07% pada tahun 2004 menjadi 27.80%
pada tahun 2008, dan turun lagi menjadi
23.70%. Peranan sektor jasa keuangan masih
sangat rendah. Pada tahun 2004 hanya 4.20%,
turun menjadi 3.40% pada tahun 2008, dan
naik sedikit menjadi 3.53% pada tahun 2013.
KARAKTERISTIK KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA FINANSIAL INKLUSIF
Johnny W. Situmorang
Tabel 1: Perkembangan Perekonomian Indonesia Berdasarkan Indikator Terpilih 2004 – 2013
Sumber : BPS (2014); Kementerian KUKM *Angka sangat sementara; **Tahun 2012
Keberadaan koperasi semestinya sebagai
solusi masalah kemiskinan di Indonesia.
Dengan jumlah anggota koperasi yang terus
meningkat, pada tahun 2013 mencapai 34.69
juta orang, semestinya kesejahteraan rakyat
sudah tinggi karena koperasi hadir untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Menurut
data pada tabel 1, jumlah orang miskin pada
tahun 2013 masih tinggi, yaitu 28.07 juta orang.
Kalau orang miskin ini merupakan bagian dari
anggota koperasi maka pembangunan koperasi
harus benar-benar menyasar penghapusan
kemiskinan. Kalau jumlah orang miskin di
luar anggota koperasi maka sesungguhnya
jumlah orang miskin di Indonesia masih sangat
banyak, melebihi 28.07 juta. Korelasi koperasi
dengan penghapusan kemiskinan selama ini
masih belum terungkap secara komprehensif.
Namun kajian yang mengungkapkan relasi
keanggotaan dan tingkat kemiskinan secara
regional (provinsi) menunjukkan bahwa
probabilitasnya adalah 15% (Situmorang dan
Sijabat, 2011). Ini menunjukkan ada sesuatu
yang perlu diperbaharui secara nyata dalam
kerangka membangun koperasi sebagai
lembaga ekonomi rakyat mengingat fungsi
berjalan secara intensif baik melalui unit usaha
simpan-pinjam maupun koperasi yang bergerak
dalam usaha tunggal bidang simpan-pinjam.
Dengan keberadaan lembaga Kementerian
dan dinas-dinas pemerintahan daerah untuk
pembangunan KUMKM, semestinya terjadi
percepatan peningkatan kesejahteraan.
Perkembangan perekonomian makro
tidak sejalan dengan peningkatan kualitas
pembangunan itu sendiri.
Pertumbuhan
ekonomi Indonesia masih disertai oleh
kemiskinan
dan
multi-ketimpangan
(disparitas). Pada tabel 2 terlihat bagaimana
5
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 1-17
ketimpangan itu terjadi. NTP (Nilai Tukar
Petani) naik menjadi 101.96 naik sangat rendah.
Artinya, kesejahteraan petani hanya naik 3%.
Ini didukung oleh upah buruh tani harian hanya
Rp27,017.00 dan upah buruh industri kecil
Rp590.80 ribu sebulan. Indeks Gini meningkat,
menjadi 0.413 pada tahun 2013 dari 0.363 dan
0.35 pada tahun 2004 dan 2008. Indeks Gini
(IG) menunjukkan pemerataan pendapatan
dimana semakin tinggi IG semakin tak
merata distribusi pendapatan antar kelompok,
masyarakat miskin dan kaya. Ketimpangan
kesejahteraan rakyat antar-wilayah juga terlihat
dimana kemiskinan di perdesaan jauh lebih
tinggi daripada perkotaan. Pada tahun 2013
masih terdapat 14.32% rakyat miskin atau ratarata 17.79% per tahun sedangkan di perkotaan
8.39% atau rata-rata 10.72% selama tahun
2004-2013. Ketimpangan pendapatan antarpulau juga masih menandai perekonomian
Indonesia. Pada tahun 2013, rakyat di wilayah
P. Jawa menikmati lebih besar PDB, sebesar
55.94% atau rata-rata 57.75% per tahun,
sedangkan pada tahun 2013 rakyat wilayah luar
Pulau Jawa menikmati PDB sebesar 44.06%
atau rata-rata 42.25%. Arus urbanisasi (desa ke
kota) dan migrasi (luar Jawa ke Jawa) selalu
dan akan semakin besar dan membebani Pulau
Jawa, khususnya perkotaan. Dengan jumlah
penduduk lebih banyak di Pulau Jawa daripada
luar Pulau Jawa, ketimpangan ini akan sangat
berbahaya dari sisi nasionalisme dan NKRI.
Transformasi struktural yang tak terjadi
perekonomian Indonesia ketika ketimpangan
terjadi antar-sektoral. Penyerapan tenaga kerja
sektor pertanian turun 43.33% pada tahun
2004 menjadi 41.33% dan turun lagi menjadi
34.36% pada tahun 2013 atau rata-rata 39.67%
per tahun. Sedangkan penyerapan tenaga kerja
sektor industri (manufaktur) naik dari 11.81%
menjadi 12.55% pada tahun 2008 dan naik
lagi menjadi 13.43% pada tahun 2013 atau
rata-rata 12.60% per tahun. Bila dikaitkan
dengan kontribusi sektoral terhadap PDB
Tabel 2: Perkembangan Ketimpangan Di Bawah Rejim Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, Tahun
2004 - 2013
Sumber: BPS (2014) *Angka sangat sementara, **Tahun 2012
6
KARAKTERISTIK KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA FINANSIAL INKLUSIF
Johnny W. Situmorang
yang hampir tidak berubah maka tenaga kerja
yang keluar sektor pertanian tidak sepenuhnya
terserap sektor industri manufaktur. Tenaga
kerja yang tidak terdidik dari sektor pertanian
adalah push-out dan menjadi tenaga kerja
sektor informal di perkotaan. Ini merupakan
ancaman di perkotaan dalam hal kependudukan,
permukiman, dan kesejahteraan atau ekonomi
dan sosial bahkan juga terhadap budaya dan
keamanan serta politik.
Perbandingan
Indonesia
dengan
negara lain di dunia juga menunjukkan
masih rendahnya posisi Indonesia dalam
perekonomian global relatif, termasuk
terhadap negara-negara sekelas, misalnya
Malaysia dan Thailand. Posisi Indonesia
berdasarkan GNI selama tahun 2004 – 2013
tidak lebih baik berdasarkan dayabeli
(purchasing power) meskipun Indonesia telah
menjadi anggota G-20, kelompok 20 negara
dengan GDP tinggi. Peringkat Indonesia
pada tahun 2004 adalah 121 dari 180 negara,
tahun 2008 adalah 121 dari 179 negara, dan
tahun 2013 adalah 102 dari 161 negara.
Perkembangan posisi Indonesia tersebut secara
2008 kemudian naik lagi pada tahun 2012
dibandingkan tahun 2004.
Posisi Indonesia Dalam Persaingan Global
Pada gambar 1 terlihat beberapa lembaga
internasional pemeringkat kompetisi negaranegara mengungkapkan posisi kompetisi
posisi semakin jauh dari titik pangkal nol,
semakin rendah dayasaing negara. Menurut
WCY (the World Competitiveness Yearbook)
yang diterbitkan oleh The International
Management Development (IMD) bahwa pada
tahun 2012 Indonesia berada pada peringkat 40
negara dari 59 negara. Posisi ini naik pada tahun
2014 dengan peringkat 37 dari 60 negara namun
masih di bawah Singapore (3), Hong Kong (4),
Malaysia (12), dan Thailand (29). Demikian
juga GCI (
)
mengungkapkan dayasaing Indonesia pada
peringkat 38 dari 148 negara, di bawah
Singapore (2), Hong Kong (7), Taiwan (12),
Malaysia (24), Korea Selatan (25), Brunei
Darusalam (26), China (29), dan Thailand
(37)2. Dalam kawasan ASEAN saja yang akan
masuk dalam AEC, posisi Indonesia lemah
dibandingkan anggota Asean, seperti Malaysia,
Thailand, dan Viet Nam. Secara kualitas,
peringkat ini menunjukkan posisi Indonesia
yang semakin melemah karena perbaikan dari
waktu ke waktu kurang nyata.
Majalah “Tempo” (2014)3 menyatakan
bahwa Indonesia gamang menjelang 2015,
peluang terbuka tapi hambatan menyebar di
seantero nusantara. Peringkat wisata Indonesia
adalah ke-70, di bawah Singapura (10),
Malaysia (34), dan Thailand (43). Biaya logistik
dan infrastruktur Indonesia tinggi, sebesar 27%
dari PDB, sehingga sulit menjadi basis produksi
industri otomotif. Indonesia kalah dengan
Singapura (8%), Malaysia (13%), Thailand
perkebunan karet Indonesia (0.6 ton/ha), kalah
jauh dari Viet Nam (1.72 ton/ha), Thailand
(1.7 ton/ha), dan Malaysia (1.4 ton/ha). Bisnis
produk kayu Indonesia dengan ekspor US $1.4
miliar, tertinggal dari China (US $40 miliar),
Viet Nam (US $4.0 miliar) dan Malaysia (US
$2.4 miliar), padahal sumber kayu Indonesia
mencapai 40 juta hektar. Ekspor produk kayu
Indonesia pada tahun 2013 turun menjadi US
$1,750.0 miliar dibandingkan tahun 2012,
sebesar US $1,760.0 miliar. Pada tahun 2013,
ekspor non-migas Indonesia ke negara-negara
neraca perdagangan terbesar adalah terhadap
Thailand, sebesar US $5.4 miliar dan bahkan
$0.3 miliar. Praktek bisnis salah satu sorotan
dunia karena terkait dengan dayasaing global.
Praktek bisnis di Indonesia masih diliputi oleh
2
The Global Competitiveness Index 2013-2014 rankings. © 2013 World Economic Forum. www.weforum.org/gcr.
Diunduh pada 5 Mei 2014.
3
Majalah Tempo edisi 5-11 Mei 2014 hal 110 - 129
7
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 1-17
ekonomi biaya tinggi, misalnya menyangkut
memulai (start) bisnis, perizinan, perkreditan,
dan energi. Menurut EDBI (the Ease Doing
), posisi bisnis Indonesia secara
global adalah pada peringkat 120 dari 189
negara.
biasanya adalah wirausaha yang inovatif
yang pada gilirannya menjadikan dunia usaha
berdayasaing tinggi. Secara ideal, mengacu
David McClelland, jumlah wirausaha
Indonesia yang inovatif setidaknya sebanyak
2% dari jumlah penduduk.
Kewirausahaan dan inovasi adalah juga
faktor penunjang dayasaing suatu bangsa
dalam perekonomian terbuka dengan sistem
pasar kompetitif. Kewirausahaan dan daya
inovasi pelaku bisnis Indonesia juga termasuk
rendah dibandingkan dengan negara maju dan
juga negara sekelas, khususnya yang anggota
ASEAN. Lembaga-lembaga internasional
mengungkapkan
posisi
keiwrausahaan
dan inovasi Indonesia yang relatif rendah.
Pada gambar 1 menurut GII (
), pada tahun 2014, daya
inovasi Indonesia berada pada peringkat 87
dari 143 negara dunia. Sementara menurut
ELGI (
), pada tahun 2013, kewirausahaan
Indonesia adalah pada posisi 67 dari 120
negara. Kewirausahaan berkaitan dengan
inovasi. Tingkat kewirausahaan yang tinggi
Pada tahun 2013, jumlah penduduk
Indonesia sebanyak 246.6 juta orang sehingga
jumlah wirausaha Indonesia paling tidak
sebanyak 4.93 juta orang. Pada saat ini, jumlah
wirausaha Indonesia masih sebesar 1.65%
(Sinaga, 2014).
Studi ERIA (2014)4 mengungkapkan
posisi Indonesia dalam kebijakan pembangunan
tersebut untuk mendukung kompetisi dan
inovasi. Posisi Indonesia pada umumnya di
atas rata-rata ASEAN. Pada gambar 2 dengan
menunjukkan semakin jauh dari titik pusat nol,
semakin baik. Terlihat berdasarkan indeks 8
faktor kebijakan untuk mendukung kompetisi
dan inovasi UMKM, Indonesia di atas rata-rata
ASEAN. Hanya satu faktor UMKM Indonesia
berada di bawah ASEAN, yaitu MERSI (More
Gambar 1: Peringkat Indonesia Dalam Kompetisi Global Menurut Lembaga
Sumber: Website lembaga, 2014
4
8
ERIA (Economic Research Institute for Asean and East Asia)
KARAKTERISTIK KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA FINANSIAL INKLUSIF
Johnny W. Situmorang
Effective Representation of Small Enterprises
Interest) dengan indeks 3.4, sedangkan ASEAN
3.8. MERSI menunjukkan peran dan kapasitas
asosiasi Usaha Mikro (UMr) dan partisipasi
UMr dalam hal bimbingan (konsultasi)
UMKM. Kelemahan utama Indonesia adalah
pada kapasitas riset dan frekuensi konsultasi
yang rendah. Indonesia unggul atas Lao (2,7),
Cambodia (2.5), dan Brunei Darussalam (2.3).
Posisi negara-negara ASEAN lainnya di atas
Indonesia (Anonim, 2014c).
kerangka legal (kebijakan) pengembangan
Salah satu faktor yang menonjol adalah
Dengan ketimpangan dan dayasaing yang
rendah merupakan indikator aksesibilitas dunia
usaha, khususnya UMKM, yang rendah terhadap
oleh AF (Access to Finance). Dengan Indeks
AF Indonesia 4.8, posisinya di atas rataUMKM Indonesia lebih baik daripada ratarata negara-negara ASEAN lainnya karena
sound
). Namun,
posisi Indonesia masih di bawah Singapore
(5.6) dan Malaysia (4.6) dan sama dengan posisi
Thailand. Indonesia kalah dengan ASEAN3 tersebut karena kelemahan credit bureau/
registries dan akses pasar modal (capital
stock), yaitu pusat informasi kredit yang
kurang mantap dan fungsional sebagai esensi
promosi collateral-free. Juga akibat langkanya
leasing,
anjak piutang (factoring), modal ventura, dana
ekuitas, business angels sampai pasar modal.
Tambunan (2012) menambahkan bahwa
dayasaing UMKM Indonesia lemah karena
kapasitas produksi terbatas dan kemampuan
internasionalisasi UMKM yang lemah.
Indonesia termasuk negara yang rendah pada
pembiayaan teknologi.
Indonesia, perbankan dan non-perbankan, yang
pada umumnya berbadan hukum Perseroan
Terbatas (PT) yang sangat tunduk pada aturan
dan prinsip kehati-hatian, dengan skala usaha
besar sulit menjadi lembaga pembiayaan bagi
UMKM dengan karakteristik badan usaha
yang tidak eligibel sebagai pelanggan lembaga
4Cs (
).
Pada umumnya UMKM tidak memiliki
legal standing
menuntutnya untuk bisa menggunakan jasanya.
Tidak hanya laporan keuangan UMKM yang
Gambar 2: Posisi Kompetitif dan Inovatif UMKM Indonesia di ASEAN, Tahun 2014
Sumber: ERIA (2014)
9
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 1-17
Gambar 3: Alokasi Pinjaman Dunia Usaha
Indonesia, Rata-rata Bulanan
2010 - Maret 2014 (%)
nilai total pinjaman perbankan terhadap dunia
usaha adalah Rp 2817.07 triliun. Nilai kredit
perbankan ini hanya mengalir kepada UMKM
sebesar Rp 496.99 triliun atau 17.64%. Ini di
bawah rata-rata alokasi kredit perbankan pada
UMKM selama lebih dari empat tahun terakhir.
Ketimpangan sangat nyata antara UMKM dan
usaha besar. Di sinilah dituntut peran koperasi
yang inklusif menggantikan posisi perbankan
yang eksklusif.
tidak tersedia bahkan juga ketidak-mampuan
UMKM menyusun suatu proposal. Oleh karena
itu alokasi dana-dana perbankan terhadap
UMKM jauh di bawah alokasi terhadap usaha
skala besar.
Koperasi Sebagai Lembaga Finansial
Inklusif
Ketimpangan dalam alokasi sumberdaya
modal dalam rangka pembiayaan dunia
usaha, UMKM dan usaha besar, juga terjadi.
Pada gambar 3 terlihat, selama tahun 2010 –
2014, alokasi pinjaman perbankan Indonesia
terhadap dunia usaha Indonesia adalah
timpang. Lembaga perbankan lebih memihak
pada usaha skala besar. Nilai pinjaman total
rata per tahun perbankan kepada dunia usaha
mencapai Rp 2675.32 triliun. Alokasi terhadap
UMKM rata-rata hanya 18.58% dari total kredit
atau sebesar Rp 497.08 triliun. Sisanya, 81.42%
kredit perbankan dialokasikan pada usaha skala
besar yang jumlahnya hanya 0.01% dari 57,9
juta unit usaha. Dengan demikian, sebanyak
47.25 juta UMKM Indonesia tidak mampu
mengakses lembaga perbankan. Dibandingkan
dengan jumlah UMKM, alokasi kredit
perbankan per UMKM hanya sebesar Rp8.59
juta sementara alokasi pinjaman perbankan
kepada usaha skala besar yang jumlahnya hanya
5,066 unit adalah rata-rata Rp 429.97 miliar
per unit usaha. Distribusi kredit perbankan di
antara UMKM sendiri juga timpang. Selama
tahun 2011-2013, sebagian besar alokasi
kredit perbankan kepada UMKM diterima
oleh usaha menengah (48%), lalu usaha kecil
(30.67%), dan usaha mikro sebesar 21.33%
(Anonim, 2014d). Pada Maret 2014 misalnya,
5
10
Lembaga keuangan bank telan menjadi
lembaga eksklusif yang lebih melayani
perusahaan skala besar yang pada umumnya
degree of leverage-nya (DOL)5 tinggi. Perbankan
tidak
sungkan
memberikan pelayanan
khusus pada bisnis skala besar dengan
nilai pinjaman yang besar pula. Sementara
UMKM sangat sulit mengakses pembiayaan
walaupun bank komersil menyediakan plafond
untuk pembiayaan usaha UMKM. Pada APEC
Public- Private Dialogue on Addressing
Impediments of SMEs and MEs in Accessing
Trade Finance terungkap semua negara anggota
APEC memiliki skema pembiayaan untuk
UMKM baik melalui perbankan maupun nonperbankan (Situmorang and Junaidi, 2014 dan
Situmorang dkk, 2014). Misalnya, Indonesia
mempunyai program KUR (Kredit Usaha
Rakyat) yang penjaminannya oleh pemerintah
dan pembiayaan ekspor melalui LPEI
(Lembaga Pengembangan Ekspor Indonesia).
Namun kenyataannya masih sangat sulit bagi
UMKM mengakses lembaga pembiayaan
meningkatkan peran ekonomi UMKM (Terry,
2014).
Citibank sebagai TNC (Trans National
Corporation) masih sulit memberikan
pinjaman kepada UMKM karena persyaratan
Citibank tidak terpenuhi oleh UMKM.
Menurut Lim (2014), eksekutif Citibank, bahwa
Degree of Leverage (DOL) adalah ukurankan kemampuan perusahaan menciptakan laba tinggi apabila ekspansi
atau peningkatan produksi terjadi. Perusahaan yang DOL-nya tinggi berarti padat modal.
KARAKTERISTIK KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA FINANSIAL INKLUSIF
Johnny W. Situmorang
kelemahan UMKM terlihat pada tiga aspek,
yaitu struktur korporasi, kontrol, dan usaha.
Struktur korporasi UMKM yang pemilikannya
individual atau keluarga dan basis modalnya
lemah (low equity base). Kontrol terkait pada
terkait pada posisi-tawar lemah, aliran tunai
Sementara Citibank sebagai bank komersial
menentukan persyaratan tinggi yang tak
dimiliki oleh UMKM. Menurut Krisna Wijaya
(2014) mengutip kajian Bank Dunia tentang
).
menjadi ukuran sejauhmana aksesibilitas
jarak yang jauh, persyaratan yang tak terpenuhi,
dan kepercayaan bank.
Asli Demirgüç–Kunt Leora Klapper
dari Bank Dunia menyatakan bahwa separoh
orang dewasa di seluruh dunia tidak memiliki
rekening bank. Di desa hanya 50% dewasa
memiliki rekening di bank sedangkan di
kota sebesar 69%. Hasil studi di 148 negara
menunjukkan adanya korelasi yang kuat
antara ketakmerataan kepemilikan rekening
formal dan ketak-merataan pendapatan di
menciptakan akses pada UMKM dan rakyat
miskin.
mengungkapkan bahwa akses ke layanan
keuangan memainkan peran penting dalam
pembangunanan
dengan
memfasilitasi
pertumbuhan ekonomi dan mengurangi
ketimpangan pendapatan. Sistem keuangan
yang inklusif memungkinkan masyarakat
miskin untuk memperlancar konsumsi mereka
dan mengasuransikan diri terhadap kerentanan
ekonomi yang mereka akibat pengangguran
serta penyakit, kecelakaan, dan pencurian.
Finansial inklusif memungkinkan masyarakat
miskin untuk menabung dan meminjam,
membangun aset mereka, berinvestasi
di bidang pendidikan, dan berwirausaha,
serta pada gilirannya meningkatkan mata
pencaharian mereka. Finansial inklusif
cenderung menguntungkan kelompok yang
kurang beruntung seperti perempuan, pemuda,
dan masyarakat pedesaan. Untuk semua alasan
ini lembaga keuangan inklusif telah menjadi
terkenal dalam beberapa tahun terakhir sebagai
tujuan kebijakan untuk memperbaiki kehidupan
masyarakat miskin (www.worldbank.org).
Finansial inklusif adalah pemberian
layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung
dan berpenghasilan rendah masyarakat. Sejak
tanpa
diskriminasi.
Perserikatan
Bangsa-
inklusif adalah sebagai akses dengan biaya yang
wajar untuk semua rumah tangga ke berbagai
jasa keuangan, termasuk tabungan atau deposito
jasa, pembayaran dan layanan transfer, kredit,
dan asuransi. Diperkirakan 2.5 miliar orang
dewasa usia kerja global tidak memiliki akses
ke jenis layanan keuangan formal disampaikan
oleh lembaga keuangan resmi. Misalnya di
Sub-Sahara Afrika hanya 24% orang dewasa
memiliki rekening bank meskipun sektor
keuangan formal Afrika telah berkembang
dalam beberapa tahun terakhir (www.
wikipedia.org). Sebanyak 1.89% masyarakat
global yang tidak terjangkau lembaga keuangan
tersebut, berada di Indonesia bila dihitung
berdasarkan jumlah UMKM Indonesia yang
tidak terakses sistem perbankan nasional.
Selanjutnya Wijaya (2014) menyatakan bahwa
di Indonesia, mengacu pada Global Findex,
hanya 20% rakyat Indonesia yang memiliki
rekening bank, di bawah Singapura (98%),
Thailand (73%), Malaysia (66%), dan Filipina
(27%).
Mengacu pada defenisi tersebut di atas,
koperasi di Indonesia sesungguhnya telah
Secara ideal, menurut Swasono (2014) bahwa
kehadiran dan peranan koperasi sejalan dengan
hakikat demokrasi ekonomi menurut UUD
1945. Demokrasi ekonomi menurut pasal 33
UUD 1945 adalah kemakmuran rakyat lebih
utama daripada kemakmuran orang seorang,
cabang produksi penting yang menguasai hajat
11
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 1-17
hidup orang banyak, bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya juga dikuasai
oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat.
Karakteristik
terlihat dari kepemilikan dan prinsip koperasi,
pelayanan koperasi, dan manfaat koperasi.
Kepemilikan dan prinsip koperasi.
Koperasi primer di Indonesia berdiri atas
dasar kesepakatan orang per orang membentuk
badan usaha berbadan hukum atau business
entity dimana setiap orang menjadi anggota
koperasi adalah juga pemilik koperasi (people
association and business organization).
Anggota koperasi bersifat sukarela dan terbuka
sehingga memungkinkan setiap orang dapat
menjadi pelaku dalam sistem koperasi. Setiap
anggota koperasi memiliki hak suara yang sama
untuk merumuskan perencanaan strategi dan
hak memperoleh manfaat atas hasil operasional
baik dalam bentuk material (uang) maupun
immaterial (sosial) sebagai bentuk pengelolaan
koperasi secara demokratis. Operasionalisasi
koperasi berdasarkan prinsip “dari, oleh, dan
untuk anggota” dalam rangka meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan anggota secara
bersama. Pengembangan koperasi itu sendiri
ditempuh melalui proses pendidikan dan
jejaring antar koperasi.
koperasi mempunyai anggota rata-rata 171
orang. Koperasi terdiri dari dua macam,
koperasi yang multi-usaha yang salah satu
unit usahanya adalah simpan-pinjam, seperti
Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Serba
Usaha (KSU), dan Koperasi Wanita (Kopwan),
dan koperasi mono-usaha hanya bergerak
yaitu Koperasi Simpan Pinjam (KSP), dan
Koperasi Kredit (Kopdit), Unit SimpanPinjam Koperasi (USP-Koperasi), Koperasi
Jasa Keuangan Syariah (KJKS), dan Unit Jasa
Keuangan Syariah Koperasi (UJKS-Koperasi).
Keberadaan koperasi didukung oleh UU
25/1992 dan PP 9/1995 dan seluruh koperasi
telah berbadan-hukum yang terdaftar dalam
Lembaran Negara6. Pada umumnya anggota
koperasi, kecuali koperasi karyawan/pegawai,
adalah pengusaha dalam skala UMKM. Salah
satu bidang usaha koperasi multi-usaha adalah
USP (Unit Simpan Pinjam) yang menjadi unit
penting perekat partisipasi anggota dalam
koperasi untuk menopang unit usaha lainnya
sedangkan koperasi mono-usaha sepenuhnya
Kementerian KUKM (2014)7, pada Desember
2013 jumlah total koperasi yang berusaha
melibatkan 18.64 juta anggota. Jenis koperasi
Koperasi 87.17%, UJKS-Koperasi 19.63%,
KJKS 10.70%, dan KSP/Kopdit 9.80%. Oleh
karena itu, semua koperasi Indonesia melayani
Pada tahun 2014, jumlah koperasi di
Indonesia mencapai 206,288 unit dengan
jumlah anggota 35.24 juta orang atau setiap
penduduk Indonesia terakses terhadap lembaga
keuangan inklusif. Pada boks 1 terlihat dua
koperasi sebagai contoh. Kopdit Lantang
Tipo (KLT) sebagai koperasi mono-usaha jasa
keuangan non-bank mampu melayani lebih
dari 139 ribu anggota yang tersebar di seluruh
wilayah provinsi Kalimantan Barat, terutama di
wilayah perdesaan. Kantor pusat-nya bukan di
ibukota provinsi atau kabupaten melainkan di
6
UU 25/1992 tentang Perkoperasian dan Peraturan Pemerintah (PP) 9/1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Simpan-Pinjam Melalui Koperasi. Koperasi adalah lembaga keuangan non-bank yang sah dan terdaftar.
7
Data Asdep Urusan Pengembangan dan Pengendalian Simpan-Pinjam, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian
KUKM tahun 2014 tidak dipublikasikan
12
KARAKTERISTIK KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA FINANSIAL INKLUSIF
Johnny W. Situmorang
wilayah perdesaan, yaitu Kecamatan Parindu.
Koperasi SAE Pujon (KSAEP) adalah jenis
KSU bidang usaha utama produksi susu segar
yang memiliki anggota 11,896 orang peternak
sapi perah sebagai produsen susu segar yang
tersebar di Kabupaten Malang dan sekitarnya.
Kantor Pusat-nya juga bukan di ibukota
provinsi atau kabupaten melainkan di wilayah
perdesaan.
Pelayanan Koperasi.
masyarakat berpendapatan rendah atau orang
dengan menempatkan dananya di koperasi dan
memperoleh dana pembiayaan dari koperasi
itu.
Dari dua kasus koperasi pada boks 1
mencapai Rp2.96 triliun atau transaksi bisnis
Ciri lembaga
berpendapatan rendah dalam tabungan dan
pinjaman. Koperasi menjalankan fungsi
dana masyarakat (simpanan atau tabungan)
dan penyaluran dana yang terhimpun kepada
inklusif tercermin dari pelayanannya kepada
anggota dan masyarakat sekitarnya. Selama
tahun 2009-2011, mobilisasi dana koperasi
sebesar Rp226.53 miliar per koperasi atau
sebesar Rp13.15 juta per anggota. Sedangkan
penyaluran dana koperasi ke masyarakat
sebesar Rp180.80 miliar per koperasi atau
Rp38.93 juta per anggota. Fungsi intermediasi
murah rakyat mencapai Rp21.32 triliun dan sisi
penyauran kembali ke masyarakat sebesar 66.31
triliun8. Studi Kementerian KUKM tentang
Koperasi Skala Besar (KSB) mengungkapkan
bahwa pada tahun 2012 sebanyak 12 Calon
KSB mampu memobilisasi dana murah
sebesar Rp1.79 triliun atau Rp149.52 miliar
per koperasi. Mobilisasi dana murah tersebut
meningkat dibandingkan tahun 2011 sebesar
27.31% dari total Rp1.41 triliun. Mobilisasi
dana koperasi dari masyarakat rata-rata Rp6.68
juta per anggota pada tahun 2012, naik 12.91%
dari tahun 2012. Penyaluran kembali dana
tersebut ke masyarakat adalah Rp7.01 juta
per anggota, naik 11.53% dari tahun 2011
(Anonim, 2014a). Menurut Fajar (2012)9,
walaupun pembiayaan koperasi mencakup
20.32% rumahtangga, namun koperasi adalah
Rp21.23 juta per anggota atau naik 23.86% dari
tahun 2011 sementara omzet KSAEP adalah
sebesar Rp177.79 miliar atau transaksinya
dengan setiap anggota adalah Rp0.54 juta,
naik 24.57% dari tahun 2011. Kedua koperasi
telah melaksanakan fungsi intermediasi
masyarakat oleh KLT mencapai Rp1.30 triliun,
naik 25.99% dari tahun 2011. Penyaluran
kembali dana dalam bentuk pinjaman kepada
mayarakat adalah Rp1.33 triliun, naik 26.50%
dari tahun 2011. Sedangkan mobilisasi
dana masyarakat oleh KSAEP mencapai
Rp6.36 miliar, naik 28.07% dari tahun 2011.
Penyaluran kembali dana tersebut kepada
masyarakat adalah Rp12.83 miliar. Pinjaman
koperasi jauh lebih besar daripada simpanan
karena sebagai KSU, KSAEP memperoleh
dana-dana dari berbagai pihak dalam bentuk
hibah dan pinjaman.
Fungsi lembaga intermediasi telah
berjalan melalui koperasi yang pelayanannya
kepada
masyarakat
terutama
wilayah
perdesaan. Masyarakat berpendapatan rendah
atau miskin mampu mengakses lembaga
intermediari tersebut, pada umumnya anggota
tidak dikenakan kriteria 4Cs melainkan hanya
capacity. Aset jaminan, pengetahuan lemah,
dan psikologis UMKM menurut Wibowo
dan Artati (2012) yang menjadi kelemahan
UMKM mengakses perbankan teratasi dengan
8
Menurut data Kementerian KUKM 2014 tidak dipublikasikan.
9
Menurut Fajar, koperasi berperan dalam pembiayaan rumahtangga penghasilan rendah 3.92%, penghasilan
menengah 5.73%, dan penghasilan tinggi 10.67%.
13
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 1-17
koperasi. Pada koperasi dengan nama Kopdit,
keanggotaan Kopdit sangat selektif. Setiap
calon anggota untuk menjadi anggota penuh
harus melalui proses pengenalan karakter
dan pelatihan perkoperasian. Calon anggota
harus menyimpan terlebih dahulu selama
statusnya calon anggota, biasanya selama
tiga bulan. Setelah tiga bulan, sang calon
anggota mengikuti pelatihan dan setelah lulus
memperoleh status anggota. Kemudian yang
bersangkutan dapat memperoleh pinjaman
koperasi. Karakter calon anggota betul-betul
diketahui oleh pengurus dan manajer koperasi
sebelum menjadi anggota penuh. Kondisi
ini merupakan kesempatan kepada anggota
untuk meningkatkan kapasitasnya berkoperasi
sekaligus pengenalan karakter loyalitas
terhadap koperasi.
Manfaat Pelayanan Koperasi Jasa
Finansial. Dengan prinsip dari-oleh-untuk
inklusif memberikan manfaat secara holistik
terhadap anggotanya dan juga masyarakat
dan wilayahnya. Pembentukan koperasi
adalah untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan terwujud dengan pelayanannya
anggota koperasi adalah sistem yang mampu
kaitannya dengan kemiskinan, kajian regional
Situmorang dan Sijabat (2011) mengungkapkan
bahwa tahun 2000-2010 cenderung bila semakin
banyak anggota koperasi maka semakin rendah
jumlah orang miskin di Indonesia. Probabilitas
yang menunjukkan relasi tingkat keanggotaan
koperasi dan tingkat kesejahteraan berdasarkan
provinsi adalah 15.15%. Meskipun peluang
keanggotaan koperasi untuk meningkatkan
kesejahteraan masih rendah, namun relasi
tersebut membuktikan adanya dorongan
peningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
melalui koperasi.
Manfaat
koperasi
sebagai
lembaga
moneter. Sebagaimana peran perbankan
sebagai instrumen peredaran uang, koperasi
juga telah berperan sebagai instrumen moneter
14
di Indonesia. Bahkan jangkaunnya lebih luas
dari perbankan. Kalau lembaga perbankan
komersial, termasuk Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) hanya beroperasi paling jauh di ibukota
kecamatan besar, tetapi koperasi menyebar
sampai ke wilayah perdesaan. Koperasi di
Indonesia juga telah berfungsi sebagai “money
creating” dengan penawaran uang (narrow
money) mencapai Rp 60.57 miliar per tahun
dengan “velocity of money” mencapai ratarata 1.79 kali selama tahun 2009-2011.
Koperasi jasa keuangan inklusif telah mampu
memoneterkan perekonomian “akar rumput”,
mengakomodasi perekonomian rakyat atau
non-formal yang selama ini tak terintegrasikan
dalam kalkulasi sistem moneter Indonesia
(Situmorang, 2013).
Penutup
Kemiskinan dan disparitas perekonomian
suatu negara terkait dengan aksesibilitas
merupakan lembaga yang eksklusif karena
tidak mampu diakses oleh pelaku ekonomi
rakyat, terutama UMKM, untuk membiayai
produksi atau usahanya. Kondisi itu juga terjadi
di Indonesia dimana pertumbuhan ekonomi
yang tinggi belum disertai dengan pemerataan
pendapatan dan kesejahteraan. Aksesibilitas
UMKM masih rendah. Produk perbankan
nasional yang tersalur kepada UMKM masih
rendah karena sebagian besar UMKM sulit
memenuhi kriteria 4C’s. Akibatnya, dayasaing
UMKM Indonesia di ASEAN masih di bawah
Singapura, Malaysia, dan Thailand dan akhirnya
kemiskinan dan ketimpangan ekonomi masih
tinggi dana menjadi persoalan serius dalam
pembangunan ekonomi Indonesia. Sementara
perubahan tatanan perekonomian, globalisasi
dengan kompetisi dan perdagangan bebas,
menuntut dayasaing ekonomi suatu negara
yang tinggi untuk bisa semakin berperan.
itu dapat teratasi dengan hadirnya koperasi
KARAKTERISTIK KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA FINANSIAL INKLUSIF
Johnny W. Situmorang
Untuk
terhadap anggotanya dan masyarakatnya.
Karakteristik koperasi sebagai lembaga
dan prinsip dari, oleh, dan untuk anggota
hal simpan-pinjam dan manfaat ekonomi
dan sosial koperasi terhadap anggota dan
lingkungan koperasi sampai ke perdesaan.
semakin
mengokohkan
kehadiran
pemerintah hendaknya melakukan pengawasan
yang ketat untuk menjamin prinsip kehatihatian dan kesehatan koperasi. Di samping itu,
peningkatan kapasitas pengelola koperasi dan
pemantapan lembaga adalah juga upaya yang
harus dilakukan secara berkesinambungan.
15
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 1-17
Daftar Pustaka
Anonim. 2014a. Kinerja Koperasi Peserta
Program Koperasi Skala Besar. Laporan
Akhir. Sekretariat Kementerian KUKM,
Biro Umum kerjasama dengan Tim
Koordinasi Penyelenggaraan Penelitian
KUMKM (TKPP-KUMKM) Kementerian
KUKM, Jakarta.
_______. 2014b.
Melanjutkan Reformasi
Bagi Percepatan Pembangunan Ekonomi
Yang
Berkeadilan.
Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Nasional
(Musrembangnas) Tahun 2014. Dalam
rangka penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah
(RKP)
Tahun
2015.
Kementerian PPN/Bappenas Jakarta,
April.
_______.
2014c. ASEAN SME Policy
Innovative ASEAN SMEs. ERIA-ASEAN
ERIA Research Project Report 2012 no.
8.
_______.
2014d.
Cetak Biru Pembiayaan
Lim, Raymond.
2014.
Providing Finance To SMEs And MEs.
APEC Public - Private Dialogue On
Addressing Impediments Of SMEs And
Senior
Vice President, Citi Commercial Bank
Singapore.
Masha, Nasihin. 2010. G-20 Hadirkan Prinsip
Keuangan Inklusif.
Senin, 28 Juni 2010, diunduh pukul 06:32
WIB.
Sinaga, Pariaman. 2014. Koperasi dan
UMKM Sebagai Instrumen Penguat
Ekonomi Rakyat. Bahan Diskusi
Kuliah Kerja Lapangan Terpadu
Jurusan Pendidikan Ekonomi FE Unnes
Semarang. Kementerian KUKM, Jakarta,
12 Agustus.
Situmorang, Johnny W dan Saudin Sijabat.
2011. Koperasi dan Penanggulangan
Kemiskinan di Indonesia: Tinjauan
Probabilitas Tingkat Anggota Koperasi
Dan Tingkat Kemiskinan Propinsi.
Menengah Tahun 2015 – 2019. Draft
21 Rancangan Blueprint Pembiayaan
Kementerian KUKM. Jakarta.
Fajar, Agung Nur. 2012. Peran Koperasi
Dalam Program Inklusi Keuangan.
I
Vol 20 Juni 2012 hal 56-73. ISSN 0216813X (terakreditasi). Deputi Bidang
Pengkajian
Sumberdaya
UKMK,
Kementerian KUKM, Jakarta.
16
hal 43-69. Deputi Bidang Pengkajian
Sumberdaya
UKMK,
Kementerian
KUKM. Jakarta.
Situmorang, Johnny W. 2013. Uang, Koperasi,
dan Moneterisasi Perekonomian “Akar
Rumput”. INFOKOP Media Pengkajian
97-113. ISSN 0216-813X (terakreditasi).
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya
UKMK, Kementerian KUKM, Jakarta.
KARAKTERISTIK KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA FINANSIAL INKLUSIF
Johnny W. Situmorang
Situmorang, Johnny W dan Akhmad Junaedi.
2004. Indonesia Institutional Setting And
Impediments For Trade Finance. Submit
for APEC Public - Private Dialogue on
Addressing Impediments of SMEs and
Ha Noi,
March 27-28.
Wijaya, Krisna. 2014.
Keuangan.
Sabtu, 26 April.
Situmorang, Johnny W., Akhmad Junaidi,
dan Choirul Djamhari. 2014. Laporan
APEC Public - Private Dialogue On
Addressing Impediments Of SMEs And
http://www.brookings.edu/~/media/Projects/
BPEA/Spring%202013/2013a_klapper.
pdf. Measuring Financial Inclusion:
Explaining Variation in Use of Financial
Services Across and within Countries.
Brookings Papers on Economic Activity,
spring 2013. Diunduh 6 Mei 2014, pukul
13.30.
. Laporan
internal. Jakarta, 1 April.
Swasono, Sri Edi. 2014. Demokrasi Daulat
Rakyat. OPINI Harian Kompas hal 6.
Jakarta, 16 Agustus.
Tambunan, Tulus. 2012. Pasar Bebas ASEAN:
Peluang, Tantangan dan Ancaman Bagi
UMKM Indonesia. INFOKOP Media
Kendala Inklusi
Website
diunduh 28 April 2014,
pukul 11.00
h ttp : //e co n . w o r ld b a n k. o rg /w b s ite/
pagePK:64168182~piPK:64168060
hal 13-35. ISSN 0216-813X (terakreditasi).
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya
UKMK, Kementerian KUKM, Jakarta.
Terry, Andrew. 2014. The Impedimennts to
SMEs and Mes in Accessing Trade Finance
in APEC and Sugegested Solutions.
APEC Public - Private Dialogue On
Addressing Impediments Of SMEs And
http://en.wikipedia.org/wiki/Financial_
inclusion Diunduh 7 Mei 2014 pkl 14.30
Profesor
of Business Regulation, The University
of Sidney Business School, Australia.
http://www.bi.go.id/id/statistik/seki/terkini/
Diunduh
12 Mei 2014, pukul 12.00.
Wibowo, Y. Santoso dan Rahmi Artati. 2012.
Penguatan Infrastruktur Keuangan Bagi
UMKM: Menyongsong MEA 2015.
http://www.imd.org/uupload/IMD.WebSite/
wcc/WCYResults/1/scoreboard_2014.pdf.
Diunduh 11 Juni 2014 pukul 1100.
Sector Development Unit - World Bank
Vol 21 Oktober 2012 hal 36-52. ISSN
0216-813X
(terakreditasi).
Deputi
Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK,
Kementerian KUKM, Jakarta.
17
Download