botani tumbuhan tinggi

advertisement
BOTANI TUMBUHAN TINGGI
CARA MASYARAKAT TRADISIONAL BALI MEMANFAATKAN
TUMBUHAN SEHINGGA KEANEKARAGAMAN HAYATI
TETAP LESTARI
(KAITAN DENGAN TUMPEK WARIGA)
Dosen Pengampu :
Drs. I MADE SUDIANA,M.Si
Disusun Oleh :
GUSTI AYU ALIT MIRAH PURNAMI
NIM. 14320001
SEMESTER III
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA
DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SARASWATI
TABANAN
2015
0
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur penulis ucapkan kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa, karena berkat dan rahmatNya penulis bisa bekerja dan berhasil
menyelesaikan tugas yang berjudul “Cara Masyarakat Tradisional Bali Memanfaatkan
Tumbuhan Sehingga Keanekaragamaan Hayati Tetap Lestari serta Kaitan Dengan
Tumpek Wariga” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan tugas ini sebagai syarat tugas serta mengulas materi yang
berhubungan dengan mata kuliah Botani Tumbuhan Tinggi.
Dalam penulisan ini penulis mendapat bantuan dari pihak lain dalam penyelesaian
tugas ini. Untuk itu, penulis mengucakan terima kasih kepada :
1.
Bapak Drs. I Made Sudiana,M.Si selaku dosen mata kuliah Botani Tumbuhan
Tinggi dan memberikan tugas didalam pembuatan tugas ini.
2.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas yang penulis buat masih jauh dari sempurna, karena
keterbatasan penulis. Untuk itu saran dan kritik yang konstuktif dari pembaca sangat
penulis harapkan demi perbaikan dan pembuatan tugas selanjutnya.
Semoga dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Sebagai akhir kata penulis ucapkan
terimakasih.
Tabanan,
17 September 2015
Ttd,
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………....1
DAFTAR ISI
……………………………………………….………………….........2
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….......3
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………3
1.2 Rumusan Masalah
……………………………………………………..............4
1.3 Tujuan Penulisan
…………………………………………………...................4
1.4 Manfaat Penulisan ……………………………………………………………...4
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………5
2.1 Pengertian Dari Tumpek Pengatag atau Tumpek Wariga …………………...5
………………………………................7
2.2 Makna Dari Acara Tumpek Wariga
2.3 Hubungan Antara Tumpek Wariga dengan Pelestarian Alam ....................10
BAB III PENUTUP
………………………………………………………….........13
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………13
3.2 Kritik dan Saran ……………………………………………………………...13
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...14
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tumpek pengatag atau wariga merupakan salah satu hari raya umat Hindu di Bali yang
diperingati 25 hari sebelum hari raya Galungan yang bertepatan pada hari saniscara
kliwon wuku wariga dalam kalender caka (kalender di bali). Tumpek wariga
merupakan hari dimana umat hindu di bali menghaturkan sesajen kepada tumbuh tumbuhan yang ada di bumi sebagai rasa syukur manusia atas segala kelimpahan
makanan dan banyak fungsi dari tumbuh-tumbuhan
tumbuh mbuhan yang membantu kehidupan
manusia. Karena itu, Tumpek pengatag ini mesti dijadikan tonggak untuk memelihara
kelestarian lingkungan, khususnya tumbuh-tumbuhan.
tumbuh tumbuhan. Apalagi, di Bali saat ini hutan hutan mulai gundul, bahkah kini telah ditebang untuk pemukiman.
pemukiman. Ini tentu akan sangat
mengganggu ekosistem yang ada.
Tumpek pengatag ini memiliki makna yang sangat mulia. Dimana kita sebagai manusia
harus saling menjaga hubungan baik dengan Tuhan, menjaga hubungan baik dengan
sesama manusia, dan hubungan baik dengan
den
lingkungan (tumbuh - tumbuhan) sesuai
dengan ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab keseimbangan alam semesta). Dengan
3
dilaksanakannya tumpek wariga ini, manusia setidaknya bisa ingat atas jasa - jasa
tumbuhan kepada manusia, sehingga manusia dapat menjaga lingkungan, dan
sebaliknya lingkungan juga dapat menjaga kita sesuai dengan hukum aksi reaksi.
Warisan budaya untuk melestarikan lingkungan seperti contoh setiap ada kayu besar di
Bali kebanyakan diisi saput poleng yang disakralkan oleh umat Hindu untuk dijadikan
tempat pemujaan yang dilestarikan secara rohani dengan jalan setiap hari menghaturkan
sesajen menurut kepercayaan agama Hindu bahwa disana diyakini ada sesuatu yang bisa
membuat kita celaka kalau kita lewat seperti : jin, tonya, banaspatiraja dan sebagainya
agar manusia itu tidak diganggu dalam kehidupannya sehingga menjadi jagadhita dalam
hidupnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun pokok-pokok permasalahan yang ingin diketahui dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari tumpek wariga ?
2. Apa makna dari upacara tumpek wariga ?
3. Bagaimana hubungan upacara tumpek wariga dalam pelestarian alam ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari tumpek wariga.
2. Untuk mengetahui makna dari upacara tumpek wariga.
3. Untuk mengetahui hubungan upacara tumpek wariga dalam pelestarian alam.
1.4 MANFAAT PENULISAN
1. Meningkatkan wawasan pengetahuan mahasiswa.
2. Dapat mengetahui sejauh mana pemahaman mahasiswa tentang Upacara tumpek
wariga dalam pelestarian alam.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN DARI TUMPEK PENGATAG ATAU TUMPEK WARIGA
Tumpek pengatag atau wariga merupakan salah satu hari raya umat hindu di bali yang
diperingati 25 hari sebelum hari raya galungan yang bertepatan pada hari saniscara
kliwon wuku wariga dalam kalender caka (kalender di bali). Tumpek wariga
merupakan hari dimana umat hindu di bali menghaturkan sesajen kepada tumbuh tumbuhan yang ada di bumi sebagai rasa syukur manusia atas segala kelimpahan
makanan dan banyak fungsi dari tumbuh - tumbuhan yang membantu keh
kehidupan
manusia. Karena itu, Tumpek wariga ini mesti dijadikan tonggak untuk memelihara
kelestarian lingkungan, khususnya tumbuh-tumbuhan.
tumbuh tumbuhan. Apalagi, di Bali saat ini hutan
hutanhutan mulai gundul, bahkah kini telah ditebang untuk pemukiman. Ini tentu akan sangat
mengganggu ekosistem yang ada.
Pada Tumpek wariga ini manusia memberi penghargaan dan kasih sayang terhadap
tumbuh-tumbuhan
tumbuhan agar berbuah banyak, berbunga lebat dan berumbi untuk kepentingan
yadnya persembahan kepada Tuhan pada hari raya Galungan, 25 hari setelah Tumpek
Pengatag. Sang Hyang Sangkara merupakan
merupakan manifestasi Hyang Widdhi dalam
menciptakan tumbuh-tumbuhan,
tumbuhan, yang dalam pengider - ider berwarna hijau, dengan
5
arah barat laut. Diantara barat dengan Mahadewa sebagai dewatanya, berwarna kuning,
dan utara dengan Wisnu sebagai dewatanya, berwarna Hitam. Dalam Ganapatti Tattwa
warna Kuning melambangkan tanah, hitam adalah air. Jadi tumbuhan bisa hidup jika
ada pertemuan antara tanah dan air. Demikian pula tanah dan air akan terjaga jika ada
tumbuhan. Karena itu, umat Hindu akan memuja Tuhan sebagai Dewa Sangkara untuk
memohon kekuatan jiwa dan raga dalam mengembangkan tumbuh - tumbuhan. Pada
zaman industri dewasa ini, sungguh tidak mudah mengembangkan upaya agar tumbuh tumbuhan dapat berkembang seimbang sesuai dengan hukum ekologi.
2.1.1
Pengertian Dari Upacara Tumpek Wariga
Umat Hindu setiap enam bulan sekali selalu diingatkan betapa pentingnya melestarikan
lingkungan (tumbuh - tumbuhan), melalui perayaan Tumpek Uduh atau Tumpek
Pengatag atau sering juga disebut Tumpek Bubuh dan Tumpek Wariga. Tumpek wariga
merupakan awal dari rentetan hari raya galungan dimana Tumpek Uduh atau Tumpek
Bubuh ini jatuh 25 hari sebelum hari Raya Galungan.
Pada Saat melakukan Upacara ini biasanya umat melantunkan sahe, seperti mantra
tetapi bukan mantra. Bunyinya seperti ini : “ Kaki - kaki buin selai lemeng Galungane
mangde mebuah ngeed, ngeed ngeed “. Seperti itu kira kira yang diucapkan umat saat
menghaturkan sesajen yang berisi bubur di depan tumbuhan. Prosesi upacara ini,
khususnya aplikasinya dalam kehidupan, diyakini umat Hindu memiliki nilai strategis
untuk menjaga kesadaran manusia untuk tidak merusak alam. Hubungan selaras dengan
Tuhan, harmonisasi hubungan dengan sesama dan keharmonisan manusia dengan
lingkungan telah menjadi konsep mendasar dalam menjembatani kehidupan.
Memelihara lingkungan bagi umat Hindu sudah menjadi yadnya. Oleh karena itu dalam
masyarakat Hindu kita mengenal prinsip ”tebang satu, tanam kembali.” Konsep ini
terlihat nyata ketika orang Hindu menebang pohon. Pada bekas tebangan akan
ditancapkan ranting atau dedaunan. Maknanya, bekas tebangan itu wajib ditanami
kembali dengan harapan pohon tadi takkan punah tetapi ada. Tumbuh - tumbuhan yang
dinikmati oleh umat manusia memiliki arti yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup. Karena itu, harus ada timbal balik yang harus diberikan terhadap tumbuh -
6
tumbuhan itu. Bentuknya, bisa saja dalam wujud upacara atau ritual sebagaimana yang
dilakukan pada saat hari Tumpek Bubuh/Tumpek Wariga/Tumpek Pengatag ini
2.2 MAKNA DARI UPACARA TUMPEK WARIGA
Tumpek wariga atau sering juga disebut tumpek pengatag ini memiliki makna yang
sangat mulia. Dimana kita sebagai manusia harus saling menjaga hubungan baik dengan
Tuhan, menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, dan hubungan baik dengan
lingkungan (tumbuh - tumbuhan) sesuai dengan ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab
keseimbangan alam semesta). Dengan dilaksanakannya tumpek wariga ini, manusia
setidaknya bisa ingat atas jasa - jasa tumbuhan kepada manusia, sehingga manusia dapat
menjaga lingkungan, dan sebaliknya lingkungan juga dapat menjaga kita sesuai dengan
hukum aksi reaksi.
2.2.1
Makna Upacara Tumpek Wariga Menurut Beberapa Tokoh Agama
1. Dosen Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar Drs. Wayan Budi Utama.
Secara filosofi makna dari Tumpek Wariga ini sebagai ungkapan rasa syukur atas
segala karunia Hyang Widhi Wasa berupa berbagai jenis makanan yang dihasilkan
oleh tanam - tanaman. Ritual ini juga disertai harapan agar tanam - tanaman dapat
menghasilkan dengan baik, sebab 25 harinya lagi adalah perayaan hari raya
Galungan. Buah-buahan yang dihasilkan oleh tumbuh - tumbuhan itu akan digunakan
oleh umat untuk kepentingan merayakan Galungan. Upacara ini sesungguhnya
mengingatkan kita bahwa manusia harus merawat alam dan manusia tak akan bisa
hidup dengan baik tanpa didukung oleh lingkungan yang sehat. Lingkungan hidup
yang baik adalah sumber kehidupan bagi manusia. Oleh karena itu agama Hindu
selalu mengingatkan tentang hal ini melalui perayaan Tumpek Wariga atau Tumpek
Pengatag.
2. Hal yang sama dikatakan dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar
Wayan Suadnyana, S.Ag. bahwa perayaan Tumpek Wariga ini mengingatkan umat
manusia agar selalu merawat alam dalam hal ini tumbuh - tumbuhan penghasil
sumber makanan dan sumber oksigen. Melalui perayaan Tumpek Wariga ini umat
Hindu diingatkan untuk selalu menjaga hubungan harmonis dengan palemahan
7
(alam), selain menjaga hubungan harmonis dengan parahyangan dan pawongan
dalam konsep Tri Hita Karana. Namun, dalam perayaan ini umat hendaknya tidak
hanya berhenti pada tataran ritual, tetapi perlu diikuti dengan tindakan merawat alam
dengan cara melakukan penanaman pohon.
Melalui perayaan Tumpek Wariga ini sejatinya umat diingatkan betapa pentingnya
merawat alam dengan menanam tumbuh - tumbuhan. ”Tak hanya tumbuhan yang
buahnya berguna untuk sumber makanan, tetapi juga pohon - pohon untuk menjaga
keseimbangan alam menghasilkan oksigen dan menyerap polusi udara.
3. Tumpek Wariga atau Tumpek Pengatag harus dijadikan momentum untuk
menyadarkan kita akan betapa pentingnya tanam - tanaman dalam arti luas, sebagai
sumber makanan dan sumber zat asam yang sehat bagi kelangsungan hidup manusia.
Cintailah lingkungan kita demi generasi muda yang sehat dan cerdas. Tindakan nyata
yang bisa dilakukan adalah menyelamatkan pertanian kita. Tiap orang wajib
menanam dan merawat tanamannya. Terpenting lagi agar tanaman bisa
menghasilkan sumber makanan yang sehat bagi tubuh manusia, kendalikanlah
penggunaan pestisida dan zat kimia lainnya. Kita perlu kembali ke pertanian organik
dalam rangka mengembalikan kesehatan tanah yang pada akhirnya berpengaruh baik
bagi kesehatan manusia.
Perayaan Tumpek Wariga salah satu komponen penting dalam mengajegkan konsep Tri
Hita Karana, yaitu :
1. Perahyangan yaitu hubungan manusia dengan tuhan
2. Pawongan yaitu hubungan manusia dengan manusia
3. Palemahan yaitu hubungan manusia dengan lingkungan
Salah satu unsur penting dalam konsep itu adalah hubungan harmonis antara manusia
dengan lingkungannya dalam kaitan ini hubungan manusia dengan tumbuh - tumbuhan.
Ajaran yang terkandung dalam Tumpek Wariga ini sangat luhur. Umat bukan hanya
mesti menghargai ciptaan Tuhan, tetapi sekaligus melestarikan tumbuh - tumbuhan
yang telah mensejahterakan kehidupannya.
8
Jika lingkungan khususnya tumbuh - tumbuhan secara kuantitas dan kualitas tidak
sesuai dengan kebutuhan maka manusia akan menjadi sangat menderita. Karena itu,
sangat wajar umat memberikan dukungan sepenuhnya kepada petani. Tumbuh tumbuhan telah memberikan banyak manfaat bagi umat manusia. Tumbuh - tumbuhan
memberikan peran berupa oksigen, keteduhan, perlindungan dan sumber makanan bagi
manusia. Bahkan, dalam Canakya Nitisastra dan sumber - sumber lainnya disebutkan,
sesungguhnya hidup manusia dengan lingkungan saling mengisi atau saling melengkapi
yang dikenal dengan istilah simbiosis mutualisme.
Jika lingkungan mengalami disharmoni, tentu akan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan manusia. Misalnya, jika hutan yang tersedia mengalami kegundulan akibat
adanya penebangan liar, maka uap air sebagai cikal bakal hujan tidak akan bisa
menghendap. Demikian juga bila terjadi hujan lebat, akan terjadi banjir besar karena
tidak ada pohon yang menahan air. Dikatakan, ditinjau dari nuansa religius spiritual,
tumbuh-tumbuhan adalah evolusi lebih awal dari kehidupan manusia. Hal itu diakui
oleh Darwin dan Maharsi Patanjali. Ditinjau dari kebutuhan manusia akan makanan,
tumbuh-tumbuhan telah memberi penghidupan. Karena itu, Tumpek Wariga ini mesti
dijadikan tonggak untuk memelihara kelestarian lingkungan, khususnya tumbuh tumbuhan. Apalagi, di Bali saat ini hutan - hutan mulai gundul, bahkah kini telah
ditebang untuk pemukiman. Ini tentu akan sangat mengganggu ekosistem yang ada.
Dalam konsepsi Hindu, saat Tumpek Pengatag dikenal juga sebagai Tumpek Wariga,
Tumpek Uduh atau Tumpek Bubuh dihaturkan persembahan kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai Sangkara, Dewa Penguasa Tumbuh - tumbuhan
yang dikonkretkan melalui mengupacarai pepohonan. Memang, menurut tradisi susastra
Bali, yang menyebabkan tumbuh - tumbuhan hidup dan memberikan hasil kepada
manusia adalah Hyang Sangkara. Karenanya, ucapan syukur dan penghormatan kepada
Hyang Sangkara mesti dilakukan manusia dengan mengasihi segala jenis tumbuh
tumbuhan. Dengan demikian, sejatinya, perayaan hari Tumpek Pengatag memberi
isyarat dan makna mendalam agar manusia mengasihi dan menyayangi alam dan
lingkungan yang telah berjasa menopang hidup dan penghidupannya.
9
Pada Tumpek Wariga, momentum kasih dan sayang kepada alam itu diarahkan kepada
tumbuh - tumbuhan. Betapa besarnya peranan tumbuh - tumbuhan dalam memberi
hidup umat manusia. Hampir seluruh kebutuhan hidup umat manusia bersumber dari
tumbuh - tumbuhan. Mulai dari pangan, sandang hingga papan.
Karena itu pula, tradisi perayaan Tumpek Wariga tidaklah keliru jika disepadankan
sebagai peringatan Hari Bumi ala Bali. Tumpek Pengatag merupakan momentum untuk
merenungi jasa dan budi Ibu Bumi kepada umat manusia. Selanjutnya, dengan
kesadaran diri menimbang - nimbang perilaku tak bersahabat dengan alam yang selama
ini dilakukan dan memulai hari baru untuk tidak lagi merusak lingkungan.
Sampai di sini, dapat disimpulkan bahwa para tetua Bali di masa lalu telah memiliki visi
futuristik untuk menjaga agar Bali tak meradang menjadi tanah gersang dan kering kerontang akibat alam lingkungan yang tak terjaga. Bahkan, kesadaran yang tumbuh
telah pula dalam konteks semesta raya, tak semata Bali. Visi dari segala tradisi itu
bukan semata menjaga kelestarian alam dan lingkungan Bali, tetapi juga kelestarian
alam dan lingkungan seluruh dunia. Istimewanya, segala kearifan itu muncul jauh
sebelum manusia modern saat ini berteriak - teriak soal upaya untuk menjaga
kelestarian lingkungan. Jauh sebelum dunia menetapkan Hari Bumi, tradisi - tradisi Bali
telah lebih dulu mewadahinya dengan arif.
2.3 HUBUNGAN ANTARA TUMPEK WARIGA DENGAN PELESTARIAN
ALAM
Sesungguhnya, perayaan Tumpek Wariga salah satu komponen penting dalam
mengajegkan konsep Tri Hita Karana. Salah satu unsur penting dalam konsep itu adalah
hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungannya - dalam kaitan ini hubungan
manusia dengan tumbuh - tumbuhan. Ajaran yang terkandung dalam Tumpek Bubuh ini
sangat luhur. Umat bukan hanya mesti menghargai ciptaan Tuhan, tetapi sekaligus
melestarikan tumbuh - tumbuhan yang telah mensejahterakan kehidupannya.
Upacara Tumpek Wariga itu merupakan media pembelajaran bagi masyarakat untuk
belajar saling menghormati dan saling menyayangi. Baik sesama manusia maupun
terhadap lingkungan. Kenapa dalam hal ini yang dipakai obyek penghormatannya
10
adalah tumbuh - tumbuhan. Karena tumbuh - tumbuhan telah banyak berjasa terhadap
manusia dengan tulus ikhlas memberikan kesempatan kepada manusia untuk memetik
daunnya, buahnya bahkan sampai batangnyapun ditebang dia rela. Tumbuh - tumbuhan
memiliki rasa kasihan dan rasa peduli kepada yang lainnya walaupun dia tidak
sekelompok speciesnya namun dia mampu memberi makan dan menyediakan
kebutuhan binatang dan manusia untuk keperluan sehari - harinya seperti sayur, buah,
kayu, rasa aman tempat berteduh dan sebagainya.
Tetapi walaupun demikian tumbuh - tumbuhan tidak pernah memiliki rasa benci,
memfitnah, irihati kepada binatang dan manusia, jika binatang dan manusia ingat
memelihara dan melestarikan dirinya. Tetapi jika manusia hanya meminta dan
menyakiti tumbuh - tumbuhan dan tidak pernah menanam, memelihara, melestarikan
serta tidak pernah peduli padanya maka tumbuh - tumbuhan pun bisa mencelakakan
manusia sehingga terjadi bencana seperti : banjir, tanah longsor, gempa, angin ribut
yang mana semuanya akan membuat manusia dan hewan menjadi celaka dan sengsara.
Warisan budaya untuk melestarikan lingkungan seperti contoh setiap ada kayu besar di
Bali kebanyakan diisi saput poleng yang disakralkan oleh umat Hindu untuk dijadikan
tempat pemujaan yang dilestarikan secara rohani dengan jalan setiap hari menghaturkan
sesajen menurut kepercayaan agama Hindu bahwa disana diyakini ada sesuatu yang bisa
membuat kita celaka kalau kita lewat seperti : jin, tonya, banaspatiraja dan sebagainya
agar manusia itu tidak diganggu dalam kehidupannya sehingga menjadi jagadhita dalam
hidupnya. Tetapi jika kita pandang dari segi ilmu bahwa pohon - pohon yang besar
dapat berfungsi menghatur terjadinya sirkulasi air dimana air laut dipanaskan oleh
matahari akan menguap, kemudian dari uap akan berubah menjadi embun, embun
didaerah lembab akan menjadi hujan, air hujan ditahan oleh akar - akar pohon kemudian
dialirkan perlahan - lahan melalui sungai menuju sumbernya (muaranya) lagi yaitu laut.
Maka melalui hari raya Tumpek Wariga atau Tumpek Pengatag ini manusia pada
umumnya dan umat Hindu pada khususnya mulai belajar untuk bisa menanam,
memelihara tumbuh - tumbuhan melalui reboisasi atau penghijauan kembali. Kita
sebagai manusia yang disebut insan Tuhan yang paling sempurna yang memiliki
pikiran, janganlah kita selalu saling memfitnah, menghina dan saling menyalahkan
11
orang lain, dan kita sendiri harus sadar bahwa yang lewat itu adalah dipakai guru yang
paling berharga untuk belajar menuju yang lebih baik dan sejahtera. Tumpek Wariga
dipakai objek adalah tumbuh - tumbuhan adalah pedoman bagi manusia pada umumnya
dan umat Hindu pada khususnya agar tumbuh dalam pikirannya untuk melestarikan
lingkungannya dengan jalan saling menghormati, saling menyayangi, saling
memelihara, dan saling membantu serta saling menolong diantara semua insan ciptaan
Tuhan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
D
ari uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa
Upacara Tumpek
merupakan
bermanfaat
bagi
suatu
Wariga
upacara
kelestarian
yang
lingkungan
khususnya dalam pelestarian tumbuh - tumbuhan.
Karena memiliki makna yang sangat mulia.
Dimana kita sebagai manusia harus saling
menjaga hubungan baik dengan Tuhan, menjaga
hubungan baik dengan sesama manusia,
man
dan
hubungan baik dengan lingkungan (tumbuh tumbuhan) sesuai dengan ajaran Tri Hita Karana
(tiga penyebab keseimbangan alam semesta).
Dengan dilaksanakannya tumpek wariga ini, manusia setidaknya bisa ingat atas jasa jasa tumbuhan kepada manusia, sehingga manusia dapat menjaga lingkungan, dan
sebaliknya lingkungan juga dapat menjaga kita sesuai dengan hukum aksi reaksi.
3.2 KRITIK DAN SARAN
Semoga informasi yang penulis sampaikan dapat berguna bagi para pembaca
khususnya. Penulis mengharapkan kiritik dan saran yang membangun untuk pembuatan
tugas selanjutnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Juwiantari, Diantari, Putri, dkk. 2015. Makna Upacara Tumpek Wariga dalam
Pelestarian Lingkungan. Dharma Sisya.
Hita Permani, Ni Made dkk. 2015. Tunpek Pengatag Sebagai Pelestarian Lingkungan.
Hindu Dharma. Denpasar
14
Download