1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan negara lain yang terletak pada daerah subtropis dan daerah kutub. Baik hewan dan tumbuhan yang endemik maupun yang langka dan memiliki sifat unggul serta potensial untuk dikembangkan banyak ditemukan di Indonesia. Pengembangan ini tentu akan memberikan dampak positif di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang tanaman obat untuk manusia, hewan dan lingkungan. Kepel (Stelecocharpus burahol) atau burahol merupakan salah satu jenis buah yang hanya ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum dibudidayakan. Tanaman ini bahkan dimasukkan pada kategori buah yang langka dan akan punah jika masih belum ada tindakan berarti yang dilakukan pada tanaman ini. Secara tradisional, kepel dipercaya memiliki banyak khasiat bagi tubuh. Buah ini dipercaya dapat dijadikan sebagai pengharum bau badan, bau nafas, dan bau air seni. Selain itu, kepel juga dapat digunakan sebagai pencegah radang ginjal dan peluruh air seni. Penelitian-penelitian yang sudah berjalan membuktikan bahwa kepel mengandung zat antioksidan yang tinggi dan daunnya dapat digunakan untuk mengatasi asam urat dan menurunkan kadar fenol (INN 2002). Mencit merupakan salah satu hewan yang sering dijadikan sebagai hewan coba laboratorium karena mencit merupakan hewan yang memiliki kemampuan berkembang biak yang sangat tinggi. Selain itu, mencit juga mudah dipelihara dan reaksi obat yang diaplikasikan ke tubuhnya akan memperlihatkan efek yang cepat. Salah satu masalah yang sering muncul di laboratorium yang menjadikan mencit sebagai hewan coba adalah bau ekskreta yang dihasilkan oleh mencit (feses). Bau yang diperantarai oleh senyawa-senyawa tersebut dikhawatirkan dapat mempengaruhi kesehatan manusia maupun hewan itu sendiri sehingga berdampak pada hasil penelitian yang dihasilkan. Bau yang ditimbulkan dari kotoran berasal dari aktivitas mikroba pada saluran pencernaan yang menghasilkan produk 2 amonia, trimetilamin, senyawa dekomposisi usus (indol, skatol, kresol, fenol, tiol) dan metil merkaptan yang berpotensi menimbulkan bau. Khusus senyawa amonia, selain menyebabkan bau, emisi senyawa ini juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan terutama pada saluran pernafasan (Setiawan 1996). Salah satu cara yang dilakukan untuk mengurangi bau badan adalah dengan menggunakan deodoran. Deodoran yang diberikan secara topikal berfungsi untuk menghambat laju pertumbuhan bakteri yang menyebabkan bau badan. Selain deodoran topikal, penggunaan deodoran juga dapat dilakukan secara oral. Deodoran oral merupakan deodoran yang diaplikasikan melalui makanan atau pakan yang berbasis herbal dan secara efektif dapat mengurangi bau pada ekskreta tubuh termasuk urine dan feses. Selain menurunkan bau pada feses, deodoran oral juga mampu meningkatkan populasi bakteri bifidobakter yang akan menurunkan populasi bakteri penghasil dekomposisi usus, sehingga bau dapat berkurang (Yamakoshi et al. 2001). Berdasarkan khasiat yang ada pada buah kepel, tidak menutup kemungkinan jika kepel dapat dikembangkan menjadi sediaan deodoran oral yang diberikan pada hewan laboratorium guna menurunkan bau yang dihasilkan melalui ekskreta dan menurunkan jumlah senyawa dekomposisi usus yang bersifat karsinogenik. Pemberian deodoran oral juga dapat diaplikasikan pada hewan kesayangan, ternak, maupun unggas. Pemberian ini diharapkan dapat mengurangi bau emisi yang dihasilkan oleh feses hewan. 1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh pemberian serbuk daging buah kepel yang diaplikasikan sebagai deodoran oral terhadap bau pada feses mencit yang diperantarai oleh senyawa amina (amonia dan trimetilamin) dan fenol. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk mengawali proses perkembangan deodoran oral herbal untuk meningkatkan manajemen kesehatan pada hewan laboratorium dan juga sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan keinginan masyarakat untuk membudidayakan tanaman kepel. 3 1.3 Hipotesis Hipotesis nol (H0) pada pengujian serbuk buah kepel sebagai deodoran oral diartikan apabila serbuk buah kepel tidak mampu untuk menurunkan bau yang dihasilkan melalui eksreta melalui perhitungan jumlah amonia, trimetilamin dan fenol. Sedangkan hipotesis satu (H1) diartikan apabila serbuk buah kepel mampu menurunkan bau yang dihasilkan ekskreta melalui perhitungan jumlah amonia, trimetilamin dan fenol.