metode role play dan penayangan vcd dapat mempengaruhi

advertisement
METODE ROLE PLAY DAN PENAYANGAN VCD DAPAT
MEMPENGARUHI PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERAMPILAN
MAHASISWA DALAM BERKOMUNIKASI TERUPETIK
1
Laily Mualifah ([email protected])
2
Amri Wulandari
3
Siti Mahmudah
Akes Karya Husada Yogyakarta
Abstract
Perawat merupakan salah satu profesi yang memiliki waktu interaksi dengan pasien
paling besar. Komunikasi teraupetik merupakan metode utama dalam melakukan asuhan
keperawatan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa lebih dari separuh klien bagian bedah
yang diwawancarai merasa tidak puas dengan sejumlah informasi yang mmereka terima.
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh metode role play dan penayangan VCD
terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan berkomunikasi teraupetik.
Metode penelitian ini adalah quasi experimental dengan tipe rancangan penelitian nonequivalent control group design with pretest-posttest.. Subyek penelitian adalah
mahasiswa semester II Prodi DIII Keperawatan Akes Karya Husada Yogyakarta
sebanyak 53 responden. Subyek penelitian dibagi 2 yaitu Role Play (n=24 dan VCD
(n=29). Tekhnik pengambilan sampel purposive sampling. Instrument yang digunakan
adalah kuesioner. Uji statistic yang digunakan paired t test.
Hasil penelitian ini adalah skor pengetahuan dan sikap sebelum dan setelah perlakuan
terdapat perbedaan yang bermakna, baik pada kelompok role play maupun penayangan
VCD, p=0,00 (p<0,05). Skor keterampilan sebelum dan 1 bulan setelah perlakuan
setelah dilakukan uji statistic tidak terdapat perbedaan yang bermakna p= 0,065
(p>0.05).
Kesimpulan Pendidikan komunikasi teraupetik dengan metode role play dan penayangan
VCD dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap dalam berkomunikasi teraupetik.
Pendidikan komunikasi teraupetik dengan metode role play dan penayangan VCD tidak
dapat meningkatkan keterampilan dalam berkomunikasi teraupetik.
Keywords: komunikasi teraupetik,role play, VCD
1. PENDAHULUAN
Komunikasi
pada
profesi
keperawatan lebih bermakna sebagai metode
utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan antara perawat dengan klien.
Unsur penting dari hubungan interpersonal
adalah komunikasi, begitu pula dalam
hubungan profesional antara perawat dan
klien. Sebagian besar dari hubungan melalui
interaksi tatap muka, sehingga perawat
diharapkan mempunyai pengetahuan yang
memadai dan mahir dalam keterampilan
berkomunikasi.
Perawat menggunakan keterampilan
komunikasi
interpersonalnya
untuk
mengembangkan hubungan dengan klien
yang menghasilkan pemahaman tentang klien
sebagai manusia yang utuh. Hubungan ini
bersifat teraupetik yang dapat meningkatkan
suasana psikologis yang kondusif dan
memfasilitasi perubahan dan perkembangan
positif pada diri klien.
Kontak sosial dengan perawat akan
bermanfaat
bagi
klien
dan
sangat
memungkinkan untuk memperoleh informasi.
Perawat memerlukan kemampuan khusus dan
kepedulian
sosial
yang
mencakup
keterampilan intelektual, tekhnikal dan
interpersonal dalam perilaku caring dalam
berkomunikasi dengan orang lain (Purba,
2003). Perawat yang mampu melaksanakan
komunikasi teraupetik akan mudah menjalin
hubungan rasa percaya dengan klien,
mencegah terjadinya masalah legalitas dalam
memberikan
asuhan
keperawatan,
memberikan
kepuasan
profesional,
meningkatkan citra profesi keperawatan dan
tempat bekerja serta mengamalkan ilmu untuk
memberikan pertolongan terhadap orang lain.
Lebih dari 2 dekade terakhir banyak
kritikan tentang kurangnya komunikasi antara
staf keperawatan dengan klien di rumah sakit
(Bridge, 1986). Gaya komunikasi perawat
berfokus pada tugas dan bukan berfokus pada
klien yang dapat mengurangi kelangsungan
hubungan (Prayitno, 2000).
Perilaku perawat yang tidak sopan
dan nada bicara yang tidak santun dilaporkan
juga terjadi pada salah satu klinik ibu dan
anak di Jakarta (Putra, 2009). Perawat
memiliki peran utama dalam meningkatkan
kesehatan khususnya keperawatan dalam
masyarakat.
Perawat
harus
memiliki
keterampilan profesional sebelum dapat
menjalankan profesinya di masyarakat.
Keterampilan keperawatan ini perlu dipelajari
saat pendidikan keperawatan. Komunikasi
teraupetik merupakan salah satu mata kuliah
yang sangat penting dan wajib dikuasai
mahasiswa perawat sebelum mahasiswa
keperawatan
menyelesaikan
pendidikan
keperawatannya.
2. KAJIAN LITERATUR DAN
PEGEMBANGAN HIPOTESIS
a. Pengertian dan Jenis Komunikasi
Menurut Haber (1987, cit. UI, 1998),
komunikasi adalah suatu proses ketika
informasi ditransmisikan melalui sebuah
sistem simbol, tanda atau perilaku umum.
Selain itu, menurut Taylor (1993, cit. UI,
1998), komunikasi merupakan proses
pertukaran
informasi
atau
proses
pemberian arti sesuatu. Jane (1994, cit. UI,
1998) menekankan pada proses yang
sedang berlangsung atau kegiatan yang
berhubungan dengan pemindahan arti dari
pengirim pesan ke penerima.
Tujuan komunikasi terapeutik adalah
membantu mengurangi beban pikiran
klien, membantu mengambil tindakan
efektif dan mempengaruhi orang lain.
Menurut Stuart and Sundeen (1998, cit.
Uripni et al., 2003), tujuan terapeutik
meliputi realisasi diri, identitas diri,
membina
hubungan
interpersonal,
peningkatan kemampuan dan pencapaian
tujuan realistis. Komunikasi terapeutik
bermanfaat mendorong kerjasama perawat
dengan klien, mengidentifikasi masalah
dan mengevaluasi tindakan yang telah
dilakukan perawat.
b. Peran Perawat dalam komunikasi
teraupetik
Perawat sebagai tenaga profesional
harus memiliki tanggung jawab moral yang
tinggi didasarkan atas sikap peduli, penuh
kasih sayang, perasaan ingin membantu
orang lain dan berpegang teguh pada etika
keperawatan. Human care terdiri dari upaya
untuk mengabdikan rasa kemanusiaan
dengan membantu orang lain mencari arti
dalam sakit dan meningkatkan pengetahuan
serta pengendalian diri (Pasquali and
Arnold, 1989, cit. Purba, 2003).
c. Pendidikan keperawatan
Beberapa metode pendidikan dalam penelitian
ini, antara lain :
a) Penayangan VCD
Media VCD adalah salah satu media audio
visual yang ditayangkan untuk memperjelas
peran yang dilakukan oleh mahasiswa dalam
memberikan komunikasi terapeutik terhadap
klien. VCD memuat beberapa contoh yang
berkaitan dengan pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat.
b) Metode Role Play Contoh Kasus
Role play secara etimologi adalah memainkan
suatu peran tertentu, sehingga mengharuskan
seorang pemain agar mampu berbuat seperti
peran yang sedang dimainkannya. Metode
bermain peran ini sangat mirip dengan
simulasi, karena di dalam simulasi juga ada
kegiatan bermain peran. Bermain peran
adalah simulasi atau tiruan dari perilaku orang
yang diperankan (Depkes, 2006).
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
quasi experimental dengan tipe rancangan
penelitian non-equivalent control group
design with pretest-posttest. Subyek dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu 1). Kelompok yang
diberikan perlakuan pendidikan komunikasi
teraupetik dengan metode role play contoh
kasus, 2) Kelompok yang dengan metode
penayangan VCD (video compact disc).
Penelitian ini di lakukan di Akes Karya
Husada Yogyakarta pada bulan Mei-Juni
2015. Populasi dan sampel penelitian adalah
mahasiswa
semester
2
Prodi
DIII
Keperawatan Akes Karya Husada Yogyakarta
sebanyak 53 responden yang dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok role play (n=24)
dan kelompok VCD (n=29). Pengambilan
sampel dengan purposive sampling.
Instrumen
menggunakan
kuesioner
pengetahuan, sikap yang diadob dan
dimodifikasi dari kuesioner penelitian Zaki
(2009) dan checklist penilaian keterampilan
dalam berkomunikasi teraupetik diambil dari
checklis komunikasi teraupetik dari Prodi
DIII keperawatan Akes Karya Husada
Yogyakarta. Analisa data menggunakan
paired t test.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
1) Hasil
Responden dalam penelitian ini adalah
mahasiswa semester II Prodi DIII
Keperawatan Akademi Kesehatan
Karya Husada Yogyakarta. Responden
terbagi menjadi kelompok media role
play serta modul berjumlah 24
mahasiswa dan media penayangan
VCD serta modul berjumlah 29
mahasiswa.
Tingkat pengetahuan, sikap dan
keterampilan responden sebelum
intervensi dilakukan uji chi-square
dihasilkan dalam kondisi homogen
dengan p= 0,13 (p >0,05). Hal ini
berarti bahwa tingkat pengetahuan,
sikap dan keterampilan responden
sebelum perlakuan tidak memiliki
perbedaan yang bermakna.
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik
Role Play
Penayanga
(n=24)
n VCD
Umur (tahun)
a. 18
b. 19
c. 20
Jenis Kelamin
a. Lakilaki
b. Perem
puan
(n=29)
n
%
N
%
14
8
2
58,33
33,33
8,34
19
8
2
65,52
27,58
6,90
33
16
4
9
15
37,5
62,5
6
23
20,69
79,31
15
38
Berdasarkan hasil pengolahan data
menggunakan SPSS, diperoleh hasil
terdapat pengaruh antara metode
pendidikan role play dan penayangan
VCD
terhadap
peningkatan
pengetahuan
dan
sikap
dalam
berkomunikasi teraupetik. Sedangkan
untuk variable keterampilan, tidak
terdapat perbedaan bermakna sebelum
dan setelah perlakuan pendidikan.
Tabel 2. Rerata Pengetahuan, Sikap
dan
keterampilan
berkomunikasi
teraupetik sebelum dan setelah
diberikan intervensi metode role play
dan VCD.
Tabel 2. Rerata Pengetahuan, Sikap
dan
keterampilan
berkomunikasi
teraupetik sebelum dan setelah
diberikan intervensi metode role play
Penget
16,58
intervensi
Role Play
Mean
∆
stlh
Mea
n
18,32 1,77
Sikap
keteram
48,35
69,23
49,52
68,95
Variabel
Mean
Sblm
1,17
0,28
p
0,00
0,00
0,071
Tabel 3. Rerata Pengetahuan, Sikap
dan
keterampilan
berkomunikasi
teraupetik sebelum dan setelah
diberikan intervensi metode role play
N
intervensi
VCD
Penget
Sikap
Mean
Sblm
16,98
48,65
Mean
Stlh
18,95
49,83
∆
Mean
1,97
1,18
0,00
0,00
keteram
71,15
70,85
0,3
0,065
Variabel
p
2) Pembahasan
Berkomunikasi merupakan
75% bagian dari seluruh waktu
seseorang. Kesejahteraan individu
dapat
tercapai
salah
saatunya
dipengaruhi
oleh
kemampuan
berkomunikasi (Tubbs, 2000). Dalam
profesi
keperawatan,
komunikai
teraupetik merupakan metode utama
dalam melakukan proses asuhan
keperawatan kepada pasien, mulai dari
pengkajian sampai dengan evaluasi.
Perawat adalah salah satu tenaga
kesehatan yang memiliki interaksi yang
penuh terhadap pasien. Selama
berinteraksi itu diperlukan kemampuan
perawat
yang
cukup
dalam
berkomunikasi teraupetik. Sehingga
setiap interaksi perawat dengan pasien
dapat mendukung kesembuhan pasien.
a. Pengetahuan
responden
tentang
komunikasi teraupetik
Pengetahuan
dalam
berkomunikasi
teraupetik
dalam
penelitian ini diambil pada saat pre
test dan post test. pre test dilakukan
sebelum
dilakukan
intervensi
sedangkan untuk post test langsung
setelah intervensi. Uji statistic yang
digunakan adalah paired t-test, kedua
kelompok yaitu kelompok dengan
intervensi modul dengan role play dan
intervensi modul dengan penanyangan
VCD, hasilnya p= 0,000 (p<0,05). Hal
ini menunjukkan bahwa kedua metode
pendidikan ini dapat mempengaruhi
pengetahuan
responden
dalam
berkomunikasi teraupetik.
Proses pendidikan dengan
role play dan penanyangan VCD juga
dapat meningkatkan skore rerata
pengetahun responden. Kenaikan
skore rerata pada kedua kelompok
tidak jauh berbeda. Pemberian modul
dan didukung dengan metode role play
dan penanyangan VCD pada kedua
kelompok dapat meningkatkap skore
rerata
pengetahuan
komunikasi
teraupetik
responnden.
Menurut
penelitian Legowo (2007) bahwa
metode role play dapat mendorong
mahasiswa
untuk
mengasah
kemampuan belajar secara mandiri.
Hal ini dapaat diartikan bahwa metode
role play memiliki peran dalam
meningkatkan pengetahuan mahasiswa
tentang komunikasi teraupetik.
Penayangan
VCD
dan
pembahasan
modul
jug
adapt
mempengaruhi
skore
nilai
pengetahuan mahasiswa. Penayangan
VCD merupakan salah satu metode
penyampaian pesan melalui media
suara. Melalui media suara daya ingat
seseorang sekitar 10-15%, sedangkan
melalui media penglihatan daya ingat
dapat mengendap sekitar 75-80%.
Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Zaki (2009) bahwa
penggunaan metode role play dan
penayangan
VCD
dapat
mempengaruhi
pengetahuan
komunikasi teraupetik mahasiswa.
Perbedaan dengan penelitian ini
adalah
pada
penelitian
ini
membandingkan
dua
metode
pendidikan sedangkan pada penelitian
Zaki (2009) kelompok intervensi
menggunakan dua metode yaitu
penanyangan VCD dan role play dan
menggunakan kelompok kontrol.
b. Sikap responden dalam berkomunikasi
teraupetik.
Uji statistik pada variable
sikap menggunakan paired t test, nilai
p pada kedua kelompok p= 0,00. Hal
ini menunjukkan bahwa metode
pendidikan pada kedua metode dapat
mempengaruhi sikap responden dalam
berkomunikasi teraupetik. Skore rerata
sikap pada kedua kelompok terjadi
kenaikan. Hal ini disebabkan karena
adanya pengaruh intervensi role play
maupun penayangan VCD. Metode
role play atau bermain peran dapat
merubah
sikap
ibu-ibu
dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
Pernyataan ini sesuai dengan hasil
penelitian Zaki (2009) bahwa dengan
metode role play dapat meningkatkan
sikap responden dalam berkomunikasi
teraupetik.
Dalam penelitian ini secara
umum terjadi perubahan sikap yang
lebih baik. Hal ini dapat dipengaruhi
karena meningkatnya pengetahuan
responden
tentang
komunikasi
teraupetik. Perubahan sikap ini dapat
terjadi
langsung setelah
proes
pendidikan, hal ini dapat disebabkan
karena factor pemberi informasi atau
pengajar adalah memiliki pengaruh
kepercayaan yang sangat besar
terhadap responden. Dalam penelitian
ini, pemberi informasi adalah dosen
keperawatan dari responden. Hal ini
sesuai pendapat Azwar (2013) bahwa
bila komunikatornya orang yang dapat
dipercaya maka orang akan lebih
mudah terbujuk atau tersugesti dengan
apa yang disampaikan orang tersebut.
c. Keterampilan berkomunikasi teraupetik
responden.
Penilaian
komunikasi
teraupetik
dilakukan sebelum intervensi dan 4
minggu setelah intervensi. Hasil uji
statistic menggunakan paired t test,
kelompok VCD nilai p=0,065
(p>0.05) dan kelompok role play
p=0,071(p>0.05), hal ini berarti bahwa
keterampilan sebelum dan setelah
pendidikan dengan kedua metode
tidak memiliki perbedaan yang
bermakna. Hal ini dapat terjadi karena
berbagai factor. Factor yang pertama
adalah penilaian pada saat sebelum
perlakuan, untuk probandus hanya
menggunakan mahasiswa keperawatan
selain responden (kakak kelas dari
responden). Sedangkan pengambilan
nilai post test langsung menggunakan
pasien yang susungguhnya. Perbedaan
ini dapat mempengaruhi kesiapan atau
ketenangan
responden
saat
berkomunikasi teraupetik sehingga
mempengaruhi
hasil
penilaian.
Responden menyampaikan bahwa
berkomunikasi teraupetik langsung
dengan pasien lebih membutuhkan
kesiapan yang besar dibandingkan
pada
saat
dengan
mahasiswa.
Penilaian keterampilan dilakukan 4
minggu setelah perlakukan.
5. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Terdapat
pengaruh
metode
pendidikan menggunakan VCD
terhadap pengetahuan dan sikap
responen dalam berkomunikasi
teraupetik.
2. Terdapat pengaruh pendidikan
menggunakan metode role play
terhadap pengetahuan dan sikap
dalam berkomunikasi teraupetik
3. Tidak terdapat pengaruh metode
role play dan penayangan VCD
terhadap
keterampilan
dalam
berkomunikasi teraupetik
B.
Saran
1. Bagi
peneliti
lain,
untuk
melakukan
observasi
keterampilan
berkomunikasi
teraupetik sebelum penelitian
langsung dengan menggunakan
pasien.
2. Pemberian materi komunikasi
teraupetik dilakukan tidak hanya
satu kali.
6. REFERENSI
Bridge. 1986. Communication in Nursing
Care, London, John Wiley & Son.
Depkes,
Tim Penyusun Modul Badan
PPSDM Kesehatan (2006). Modul
Pelatihan Tenaga Pelatih Program
Kesehatan (TPPK). Jakarta: Pusdiklat
SDM Kes.
Legowo. 2007. Penyampaian Materi Aplikasi
Tenaga Nuklir pada mata Kuliah
Fisika Lingkungan dengan Strategi
Role
Playing.
Jurnal
Pusat
Pengembangan Sistem pembelajaran
Lembaga Pengembangan Pendidikan
Universitas Sebelas maret.
Prayitno. 2000. Kumpulan Makalah KDK-2
Program Studi ilmu Keperawatan
UNDIP, Semarang, PSIK UNDIP.
Purba.
2003.
Komunikasi
Keperawatan. Mean USU.
dalam
Putra. 2009. Perilaku Tidak profesional
Perawat Jakarta Woman and Children
Clinic. Jakarta: Media Konsumen.
Tubs. 2000. Human communication: Prinsipprinsip Dasar. Edisi ke 1, Bandung,
PT Remaja Rosdakarya.
UI, Tim Keperawatan Jiwa-Komunitas(1998).
Kiat Komunikasi Teraupetik Jakarta:
Badan Penerbit FIK UI.
Zaki(2009).
Efektifitas
Role
Play,
Penayangan VCD dan Modul dalam
Meningkatkan
Keterampilan
Komunikasi Teraupetik Mahasiswa
Stikes Jendderal Ahmad Yani. Tesis:
UGM.
Download