Templat tesis dan disertasi

advertisement
RESPON FISIOLOGI DAN MORFOLOGI TEMBAKAU TRANSGENIK
PEMBAWA KANDIDAT GEN TOLERAN ALUMINIUM
TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM
AHMAD ZULKIFLI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respon Fisiologi dan
Morfologi Tembakau Transgenik Pembawa Kandidat Gen Toleran Aluminium
terhadap Cekaman Aluminium adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Ahmad Zulkifli
NRP G353110091
RINGKASAN
Ahmad Zulkifli. Respon Fisiologi dan Morfologi Tembakau Transgenik Pembawa
Kandidat Gen Toleran Aluminium terhadap Cekaman Aluminium. Dibimbing
oleh MIFTAHUDIN dan YOHANA C. SULISTYANINGSIH.
Padi merupakan salah satu sumber makanan pokok yang saat ini banyak
ditanam di lahan marginal, seperti tanah masam, sebagai akibat konversi lahan
pertanian menjadi pemukiman dan industri. Penanaman padi pada tanah masam
terkendala dengan pH tanah yang rendah (pH 3.5-5) dan keracunan aluminium
(Al). Semakin asam pH tanah maka semakin tinggi kelarutan ion Al trivalen pada
tanah sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan serta
menurunkan produksi tanaman padi.
Keracunan Al dapat menghambat pembelahan sel, pemanjangan dan
perluasan sel akar. Pada periode cekaman Al yang lebih lama dapat menyebabkan
pertumbuhan akar terhambat, akar pendek, tebal dan menggulung sehingga
mengganggu penyerapan unsur hara baik makro maupun mikro. Beberapa
tanaman pertanian memiliki mekanisme toleransi terhadap cekaman Al.
Mekanisme toleransi terhadap cekaman Al tersebut dikendalikan secara genetik.
Pada gandum, mekanisme toleransi terhadap cekaman Al berupa sekresi asam
malat dan asam sitrat yang masing-masing dikendalikan oleh gen ALMT1 dan gen
MATE, serta mekanisme pengeluaran Al dari akar tanaman gandum yang
dikendalikan oleh gen Alt1. Pada padi sekresi asam sitrat dikendalikan oleh gen
OsFRDL4. Gen OsFRDL4 dan gen-gen lain yang responsif Al diregulasi oleh gen
ART1, yang ekspresinya tidak diinduksi oleh Al. Hal ini mengindikasikan bahwa
terdapat gen lain yang ekspresinya diinduksi oleh Al dan meregulasi gen ART1.
Gen B11 merupakan kandidat gen toleran Al yang diisolasi dari padi lokal
Indonesia var. Hawara Bunar. Gen B11 diharapkan dapat meningkatkan toleransi
tanaman padi terhadap cekaman Al pada tanah masam. Gen B11 perlu diverifikasi
melalui pendekatan fisiologi dan morfologi disamping pendekatan molekuler
untuk membuktikan apakah gen B11 merupakan gen yang benar-benar
bertanggung jawab dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman Al. Pendekatan
fisiologi dan morfologi dapat dilakukan melalui pengamatan respon fisiologi dan
morfologi pada tanaman model seperti tembakau yang telah ditransformasi
dengan gen B11. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon fisiologi dan
morfologi dari tembakau transgenik yang mengoverekspresikan gen B11 terhadap
cekaman Al.
Cekaman Al diberikan untuk mengetahui respon fisiologi dan morfologi
tembakau transgenik pembawa gen B11. Kecambah tembakau transgenik yang
lolos seleksi antibiotik higromisin 50 µg/ml dan tembakau tipe liar ditanam pada
media 1/6 MS agar 0.5% (w/v) yang mengandung 0 (pH: 5.80±0.05), 0 (pH:
4.1±0.05), 300, dan 555 µM Al (pH: 4.00 ±0.05 setelah penambahan Al) selama
tujuh minggu untuk mengetahui respon morfologi berupa panjang akar, bobot
basah, dan bobot kering tembakau setelah cekaman. Untuk mengetahui pengaruh
cekaman Al terhadap ujung akar dan rambut akar dilakukan dengan cara
menanam biji tembakau transgenik dan tipe liarnya pada media 1/6 MS agar 0.5%
(w/v) yang mengandung 0 dan 50 µM Al selama 20 hari dan selanjutnya diamati
kerusakan ujung akar dan rambut akar dengan mikroskop cahaya dan Scanning
Electron Microscope (SEM). Respon fisiologi berupa peroksidasi lipid dan sekresi
asam organik dilakukan dengan cara menanam kecambah tembakau transgenik
yang lolos seleksi antibiotik higromisin dan tipe liarnya pada media MS cair
secara aseptik selama tiga minggu, selanjutnya diadaptasi dalam larutan yang
mengandung 500 µM CaCl2 pH 4.1±0.05 selama 24 jam. Setelah diadaptasi,
tembakau transgenik dan tipe liarnya dipindahkan ke dalam larutan yang
mengandung 300 µM Al dalam 500 µM CaCl2 pH 4.1±0.05 selama 24 jam.
Pengamatan peroksidasi lipid secara kualitatif dilakukan dengan cara
pewarnaan Schiff’s pada ujung akar, sedangkan pengamatan peroksidasi lipid
secara kuantitaif dilakukan dengan cara mengukur kandungan MDA pada ujung
akar dengan menggunakan spektofotometer. Sekresi asam organik akar tembakau
transgenik dan tipe liarnya diukur dengan menggunakan HPLC. Tembakau
transgenik dan tipe liarnya yang lolos seleksi antibiotik higromisisn juga ditanam
di tanah asam Podzolik Merah Kuning, Jasinga dan tanah Latosol Darmaga di
rumah kaca untuk mengetahui respon morfologi berupa tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah cabang buah, dan jumlah buah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tembakau transgenik yang dicekam Al
selama tujuh minggu memiliki akar yang lebih panjang dari pada tembakau tipe
liar. Selain itu bobot basah dan bobot kering biomasa tembakau transgenik lebih
tinggi dari pada tipe liarnya. Hasil analisis peroksidasi lipid menunjukkan nilai
MDA tembakau tipe liar yang lebih tinggi dibanding tembakau transgenik. Nilai
MDA yang tinggi pada ujung akar tembakau tipe liar mengindikasikan adanya
kerusakan membran sel pada ujung akar akibat cekaman oksidatif. Mekanisme
toleransi tembakau transgenik terhadap cekaman Al dimungkinkan berupa sekresi
asam sitrat dari akar, karena jumlah sekresi asam sitrat tembakau transgenik lima
kali lebih banyak daripada tembakau tipe liar, sedangkan jumlah sekresi asam
malat tembakau transgenik tidak berbeda nyata dengan tembakau tipe liar. Hasil
percobaan rumah kaca menunjukkan bahwa tinggi tanaman dan jumlah buah
tembakau transgenik berbeda nyata (P<0.05) dengan tembakau tipe liar,
sedangkan jumlah daun dan jumlah cabang buah tembakau transgenik tidak
berbeda nyata dengan tembakau tipe liar. Dapat disimpulkan bahwa tanaman
tembakau transgenik lebih tolerant terhadap cekaman Al dibanding tipe liarnya
karena adanya gen B11 pada tembakau transgenik.
Kata kunci: asam organik, peroksidasi lipid, tembakau transgenik, toleransi
aluminium
SUMMARY
Ahmad Zulkifli. Physiological and Morphological Responses of Transgenic
Tobacco Carrying an Aluminum Tolerance Gene Candidate to Aluminum Stress.
Supervised by MIFTAHUDIN and YOHANA C. SULISTYANINGSIH.
Rice is a main staple food in Indonesia that becomes widely grown in
marginal land, such as acid soils, as a result of the conversion of agricultural land
into residential and industrial uses. Rice cultivation in acid soils is negtively
affected by acidic pH (pH 3.5-5) and aluminum (Al) toxicity. The more acidic the
soil, the higher solubility of Al trivalent ions in the soil. These Al ions inhibit rice
growth and development as well as decrease rice production in acid soils.
Al toxicity can inhibit cell division, elongation and expansion of root cells.
The long period of Al stress can cause stunted root growth, short and thick roots,
and rolled up, therefore inhibits the roots to absorb mineral nutrients. Some crops
have tolerance mechanisms to Al toxicity, which are genetically controlled. In
wheat, malate and citrate secretions involve in the Al tolerance mechanisms.
Malate and citrate secretions are controlled by ALMT1 and MATE genes,
respectively. In rice citrate secretion is controlled by OsFRDL4 gene. Another
gene, ART1, regulates the expression of the OsFRDL4 gene and other downstream
Al related genes, but the expression of the ART1 gene is not induced by Al. This
phenomenon suggests that there are upstream genes whose expression is induced
by Al and regulate ART1.
The B11 gene is an aluminum tolerance gene candidate isolated from the
Indonesian local rice var. Hawara Bunar. The gene is expected to increase the
tolerance of rice to acid soils. However, the gene needs to be verified through both
physiological and morphological approaches as well as molecular approach to
verify whether the gene is responsible for the tolerance mechanism to Al toxicity.
Physiological and morphological approach can be done through study the
physiological and morphological responses of model plant such as tobacco
overexpressing the B11 gene to Al stress.
Al stress was administered to transgenic tobacco and its wild type to anlayze
the physiological and morphological responses of transgenic tobacco. Seedlings of
transgenic tobacco that resistance to 50 g/ml hygromycin and its wild type were
grown on one sixth strenght MS solidified with 0.5% (w / v) agar containing 0
(pH: 5.80 ± 0.05), 0 (pH: 4.1 ± 0.05), 300, and 555 μM Al (pH: 4.00 ± 0:05 after
Al addition) for seven weeks to study the morpholocial responses of transgenic
tobacco, i.e.:root length, fresh and dry of tobacco. The effect of Al stress on root
tip and root hair was studied by planting the seeds of transgenic tobacco and its
wild type on one sixth strenght MS solidified with 0.5% (w / v) agar containing 0
and 50 μM Al for 20 days. The root tip morphology were observed using a light
microscope and Scanning Electron Microscope (SEM). Physiological responses,
i.e.: lipid peroxidation and organic acid secretion was analyzed by growing the
seedlings of the transgenic tobacco and its wild type on liquid MS media for three
weeks, then adapted in a solution containing 500 μM CaCl2 pH 4.1 ± 0:05 for 24
hour. Once adapted, the transgenic and wild-type tobacco were transferred into a
solution containing 300 μM of Al in 500 μM CaCl2 pH 4.1 ± 0:05 for 24 hours.
Qualitative observation of lipid peroxidation was carreid out by Schiff's
staining on the root tips, whereas quantitative observations of lipid peroxidation
was carried out by measuring the MDA content in root tip after being stressed
with Al using the spectrophotometer. Organic acid secretion of the transgenic
tobacco and its wild type roots were measured using HPLC. Seedlings of
transgenic tobacco its wildtype were grown in acid and neutral soils in the
greenhouse to evaluate the growth responses, i.e.: plant height, number of leaves,
number of fruit branches and number of fruit to different soil acidity.
The results showed that the transgenic tobacco has longer root than that of
its wild type after exposed to Al stress for seven weeks. In addition, the fresh and
dry weight of the transgenic tobacco was higher than that of its wild type. The
roots of the transgenic tobacco show lower level of MDA content than that of its
wild type indicates that the transgenic tobacco experiences lower lipid
peroxidation in its cell membranes than that of its wild type. The tansgenic
tobacco roots also secrete more citrate than that of its wild type, but there is no
differences in malate secretion between both genotypes. It indicates that citrate
secretion has an important role in the Al tolerance mechanism of the transgenic
tobacco. The greenhouse experiment shows that the transgenic tobacco is taller
and produce more fruit than that of its wild type when grwon in acid soil, but
there is no diferences in number of leaves and fruit branch between the transgenic
tobacco and its wild type. It is concluded that the transgenic tobacco is more
tolerant than that of its wild type due to the presence of the B11 gene in the
transgenic tobacco.
Key words: aluminum tolerance, lipid peroxidation, organic acids, transgenic
tobacco
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
RESPON FISIOLOGI DAN MORFOLOGI TEMBAKAU TRANSGENIK
PEMBAWA KANDIDAT GEN TOLERAN ALUMINIUM
TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM
AHMAD ZULKIFLI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA
PRAKATA
Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Respon Fisiologi dan
Morfologi Tembakau Transgenik Pembawa Kandidat Gen Toleran Aluminium
terhadap Cekaman Aluminium” dapat terselesaikan dengan baik.
Penelitian ini terselenggara atas biaya dari Hibah Penelitian Kerjasama
Luar Negeri dan Publikasi Internasional tahun 2014-2015 dari DP2M DIKTI,
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas nama Dr Ir Miftahudin,
MSi.
Terimaka kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Miftahudin, MSi dan
Ibu Yohana C. Sulistyaningsih, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
masukan, dan arahan yang diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada ayah (alm.), ibu, dan kakak
yang selalu memberikan doa, motivasi serta inspirasi bagi penulis agar tetap sabar
dalam mencapai kesuksesan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
keluarga besar Prodi Biologi Tumbuhan serta seluruh keluarga besar di
Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekuler Tumbuhan, Departemen Biologi
IPB atas segala doa dan dukungannya.
Harapan besar bagi saya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis
sendiri pada khususnya dan masyarakat serta bangsa pada umumnya.
Bogor, Agustus 2015
Ahmad Zulkifli
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
1
2
TINJAUAN PUSTAKA
Tembakau
Tanah Masam dan Cekaman Aluminium
Mekanisme Toleransi Cekaman Aluminium
Kandidat Gen Toleran Aluminium pada Padi
3
3
5
6
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan Tanaman
Sterilisasi dan Seleksi Biji
Analisis Panjang Akar, Bobot Basah, dan Bobot Kering Tanaman
Analisis Kualitatif Akumulasi Aluminium pada Akar
Analisis Morfologi Akar
Analisis Kualitatif Peroksidasi Lipid Membran Sel Akar
Analisis Kuantitatif Peroksidasi Lipid Membran Sel Akar
Analisis Sekresi Asam Organik
Uji Toleransi Cekaman Aluminium pada Tanah Masam
Analisis Data
7
7
7
7
7
8
8
8
9
9
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Cekaman Al terhadap Panjang Akar, Bobot Basah, dan Bobot
Kering Tanaman Tembakau
Pengaruh cekaman Aluminium terhadap Akumulasi Aluminium di Ujung
Akar
Pengaruh Cekaman Al terhadap Morfologi Akar
Pengaruh Cekaman Al terhadap Peroksidasi Lipid Membran sel
Pengaruh Cekaman Al terhadap Sekresi Asam Organik
Pengaruh Cekaman Al terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Tanaman Tembakau di Rumah Kaca
10
12
12
15
16
17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
20
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR GAMBAR
1. Mekanisme keracunan dan toleransi cekaman Al
2. Morfologi akar dan tajuk tembakau transgenik dan tipe liar
3. Pengaruh cekaman aluminium terhadap panjang akar, bobot basah, dan
bobot kering tembakau tipe liar dan transgenik
4. Histokimia akumulasi Al pada ujung akar
5. Morfologi akar tembakau tipe liar dan transgenik menggunakan
menggunakan mikroskop cahaya
6. Morfologi ujung rambut akar tembakau tipe liar dan transgenik
7. Panjang sel akar tembakau tipe liar dan tembakau transgenik
8. Densitas dan panjang rambut akar tembakau tipe liar dan tembakau
transgenik
9. Morfologi ujung akar tembakau tipe liar dan transgenik menggunakan
SEM
10. Histokimia peroksidasi lipid pada ujung akar tembakau tipe liar dan
transgenik
11. Rata-rata konsentrasi MDA pada ujung akar tembakau tipe liar dan
transgenik
12. Sekresi asam organik akar tembakau tipe liar dan transgenik
13. Morfologi tembakau tipe liar dan transgenik yang ditanam di rumah
kaca
14. Pengaruh Cekaman Al terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tembakau tipe liar dan transgenik
5
10
11
12
13
13
14
15
15
16
17
18
18
DAFTAR LAMPIRAN
1. Komposisi media Murashige-Skoog untuk seleksi biji
26
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertambahan penduduk yang semakin meningkat mendorong konversi
lahan pertanian subur menjadi pemukiman dan industri, sehingga menyebabkan
berkurangnya lahan pertanian produktif dan berakibat menurunkan produksi
tanaman pertanian (Kusnadi et al. 2011). Pemanfaatan lahan marginal, seperti
tanah masam, sebagai lahan pertanian merupakan salah satu alternatif yang bisa
dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman pertanian. Tanah ultisol
merupakan jenis tanah lahan marginal yang paling luas yaitu sekitar 53,50 juta ha
atau 52% dari total tanah masam di Indonesia dan berpotensi sebagai lahan
pertanian (Abdurachman et al. 2008). Kegiatan pertanian di tanah ultisol
terhambat oleh pH tanah yang bersifat asam (pH < 5.5) yang berpotensi
mengandung aluminium (Al) dalam bentuk sangat terlarut, sehingga dapat bersifat
racun bagi tanaman pertanian. Aluminium sangat merugikan bagi tanaman, karena
Al merupakan unsur kimia yang mampu mengkelat unsur hara, merusak akar, dan
mengganggu pertumbuhan serta perkembangan tanaman (Ryan et al. 1993;
Delhaize dan Ryan 1995; Kochian et al. 2004). Kerugian yang disebabkan oleh
keracunan Al pada tanaman menjadikan Al sebagai pembatas utama pertumbuhan
dan perkembangan tanaman serta salah satu faktor pembatas utama produksi
tanaman pertanian di tanah masam (Matsumoto 2000; Samac dan Tesfaye 2003;
Panda et al. 2009).
Padi merupakan salah satu tanaman pertanian yang potensial untuk
ditanam di tanah masam. Akan tetapi produktivtas padi di tanah masam lebih
rendah dibanding pada lahan sawah, sehingga diperlukan usaha untuk
meningkatkan produksi padi di tanah masam. Upaya tersebut dapat dilakukan
dengan cara memperbaiki kondisi tanah masam dengan cara pengapuran. Namun,
usaha ini kurang ekonomis, karena pengapuran dapat menurunkan ketersediaan
unsur Zn, Mn, Cu, dan B yang menyebabkan terjadinya defisiensi keempat unsur
hara tersebut, serta dapat mengalami keracunan Mo (Hanafiah 2005). Selain itu,
kapur yang ditebar mudah mengalami pencucian (leaching) oleh air. Alternatif
lain untuk meningkatkan produktivitas padi di tanah masam adalah dengan cara
memperbaiki sifat toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al melalui
persilangan maupun rekayasa genetika (Kochian et al. 2004).
Mekanisme toleransi terhadap cekaman Al pada tanaman dikendalikan
secara genetik. Pada gandum, mekanisme toleransi terhadap cekaman Al berupa
sekresi asam malat yang dikendalikan oleh anggota famili gen ALMT (Sasaki et
al. 2004), sekresi asam sitrat yang dikendalikan oleh anggota famili gen MATE
(Magalhaes et al. 2007), atau mekanisme pengeluaran Al dari akar tanaman
gandum yang dikendalikan oleh gen Alt1 (Delhaize et al. 1993). Sasaki et al.
(2004) berhasil mengisolasi gen ALMT1 dari tanaman gandum dan
mengintroduksikan pada tanaman padi. Hasil penelitian Sasaki et al. (2004)
menunjukkan bahwa ekspresi berlebih ALMT1 pada padi tidak memberikan
peningkatan toleransi Al yang signifikan antara tanaman transgenik ALMT1 dan
2
tipe liarnya. Hal ini memunculkan dugaan bahwa tanaman padi memiliki gen lain
yang lebih berperan dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman Al.
Penelitian intensif dilakukan pada tanaman padi untuk menentukan gen
yang berperan aktif dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman Al. Ma et al.
(2014) melaporkan bahwa sejumlah gen toleran Al telah diidentifikasi dari
varietas Japonica. ART1 (Al-tolerance transcription factor 1), faktor transkripsi
tipe C2H2 zinc-finger telah dilaporkan terlibat dalam toleransi Al. ART1
meregulasi tujuh gen yang terlibat dalam mekanisme toleransi Al, yaitu STAR1,
STAR2, Nrat1, OsALS1, OsFRDL4, OsMGT1, dan OsCDT3, tetapi ekspresi ART1
tidak diinduksi oleh Al (Huang et al. 2009). Hal ini memunculkan dugaan bahwa
terdapat gen lain yang ekspresinya diinduksi oleh Al dan meregulasi gen ART1.
Miftahudin et al. (2005) berhasil menunjukkan adanya hubungan sintenik antara
kromosom 4RL rye dan kromosom 3 padi terkait dengan toleransi terhadap
cekaman Al. Berdasarkan hubungan sintenik ini, Roslim (2011) berhasil
mengisolasi gen B11 dari tanaman padi Hawara Bunar setelah melakukan
penapisan beberapa marka pada kromosom 3 padi serta mengetahui bahwa gen
B11 mengalami peningkatan ekspresi (up-regulated) saat diberi perlakuan Al.
Gen B11 diduga memiliki peran dalam mekanisme toleransi Al pada padi
karena ekspresinya meningkat pada padi Hawara Bunar yang toleran Al pada saat
diberi cekaman Al (Roslim 2011). Gen B11 harus diverifikasi melalui pendekatan
molekuler untuk membuktikan bahwa gen B11 adalah gen yang berperan dalam
toleransi Al. Selain pendekatan molekuler, verifikasi gen B11 juga bisa dilakukan
melalui pendekatan fisiologi dan morfologi. Verifikasi gen B11 dapat dilakukan
melalui pengamatan fisiologi dan morfologi pada tanaman model, yaitu tembakau
yang sebelumnya telah ditransformasi dengan gen B11 yang dikendalikan oleh
promotor kuar 35S CaMV. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi yang lebih baik tentang peran dari gen B11 terhadap mekanisme
toleransi cekaman Al, sehingga dapat menjadi dasar dalam pemanfaatan gen B11
untuk mengembangkan tanaman yang toleran terhadap cekaman Al dan tanah
masam.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa gen B11 adalah gen
yang berperan dalam toleransi tanaman terhadap cekaman Al melalui pengamatan
respon fisiologi dan morfologi tembakau transgenik yang mengekspresikan gen
B11 secara berlebih terhadap cekaman Al.
3
TINJAUN PUSTAKA
Tembakau
Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan tanaman tropis asli Amerika.
Tanaman tembakau berhabitus semak, tegak, sedikit bercabang, tinggi 0.5-2.5 m.
Daun duduk, atau bertangkai pendek, memanjang atau bentuk lanset dengan
pangkal menyempit, sebagian memeluk batang dan ujung runcing. Kelopak bunga
berbentuk tabung dengan 5 gigi-gigi memanjang tidak sama. Mahkota bunga
berbentuk tabung melebar ke atas dengan panjang tabung 4-4.5 cm. Benangsari
tembakau bebas, sebuah lebih pendek dari 4 lainnya. Tembakau memiliki buah
tipe kotak berbentuk telur memanjang dan memiliki biji kecil dan banyak (Van
Steenis et al. 1967). Tanaman tembakau memiliki karakter yang sesuai untuk
dijadikan sebagai tanaman model dalam dunia rekayasa genetika diantaranya: 1)
dapat dibedakan dengan jelas antara morfologi akar, batang, dan daun, 2) siklus
hidupnya cukup pendek, 3) merupakan tanaman dikotil, 4) induksi tunas maupun
kalus dalam proses transformasi sangat mudah (Krügel et al. 2002).
Tanah Masam dan Cekaman Aluminium
Lahan kering adalah suatu hamparan lahan yang tidak pernah digenangi air
pada sebagian besar waktu dalam setahun. Lahan kering masam adalah lahan yang
memiliki karakteristik seperti pH rendah, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan
basa (KB) dan C organik rendah, kandungan Al (kejenuhan Al) tinggi, fiksasi P
tinggi, kandungan besi dan mangan mendekati batas meracuni tanaman, dan peka
erosi (Adiningsih dan Sudjadi 1993; Soepardi 2001).
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam di lahan kering yang
mempunyai sebaran luas, mencapai 25% dari total luas daratan Indonesia. Tanah
ini berpotensi sebagai lahan pertanian, akan tetapi tanah ultisol bersifat masam
(pH <5.5) dan mengandung ion Al3+ terlarut dalam kadar yang tinggi (Prasetyo
dan Suriadikarta 2006). Pada pH di bawah 5, Al3+ merupakan bentuk yang
dominan dan beracun bagi banyak tanaman (Kochian et al. 2002). Kejenuhan Al
dipengaruhi oleh pH tanah. Bila pH meningkat maka persentase kejenuhan Al
menurun, sedangkan bila pH menurun maka persentese kejenuhan Al meningkat
(Firmansyah 2010). Salah satu faktor yang menyebabkan kemasaman tanah
adalah intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan yang tinggi menyebabkan
tercucinya kation-kation basa dari kompleks jerapan sehingga kation-kation H+
dan Al3+ menjadi sumber utama ion-ion H+ pada tanah masam sedang sampai
kuat. Reaksi hidrolisis Al menghasilkan ion Al-hidroksida dan ion-ion H+
(Hanafiah 2005) seperti reaksi berikut:
Al3+ + H2O
Al(OH)2+ + H+
Al(OH)2+ + H2O
Al(OH)2+ + H+
Al(OH)2+ + H20
Al(OH)3 + H+
Hidrolisis Al yang menghasilkan ion-ion H+ inilah yang menyebabkan tanah
memiliki pH 4,0 – 5,5 (Tisdale et al 1985). Kemasaman tanah dapat dinetralkan
4
dengan menggunakan kapur (CaCO3). Proses Netralisasi pH tanah melalui dua
proses, yaitu Ion CO32- menarik ion H+ dari koloid tanah membentuk H2CO3,
sedangkan ion Al3+ bersenyawa dengan OH membentuk gibsit Al(OH)3, sehingga
misel dapat ditempati oleh Ca. Melalui kedua proses tersebut netralisasi
kemasaman tanah terjadi baik yang bersumber dari ion H+ maupun dari ion Al+
(Meuer et al. 1971). Reaksi netralisasi tanah masam dengan CaCO3 adalah
sebagai berikut:
CaCO3
CO32+ + 2H2O
Ca2+ + CO32+
H2CO3 + 2OH-
X-Al + 3OH-
X3- + Al(OH)3
Aluminium bersifat racun bagi tanaman pertanian, sehingga mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman pertanian. Tanaman akan mengalami
keracunan Al apabila jumlah Al yang terkandung dalam larutan tanah melebihi
batas maksimum akar tanaman dalam beradaptasi dan tumbuh dengan baik. Batas
keracunan Al dinyatakan dalam kandungan kritis yang dibolehkan berada dalam
jaringan tanaman. Pada tanaman padi kandungan kritis Al sebesar 300 ppm
(Kaderi 2015). Keracunan Al merupakan salah satu bentuk cekaman abiotik dan
merupakan faktor utama yang membatasi produksi tanaman pertanian pada tanah
masam (Samac dan Tesfaye 2003). Bagian tanaman yang pertama kali kontak
dengan tanah adalah akar, sehingga target utama kerusakan akibat Al adalah akar
(Ryan et al.1993). Beberapa penelitian membuktikan bahwa keracunan Al dapat
menurunkan dan merusak sistem perakaran yang menyebabkan tanaman rentan
terhadap cekaman kekeringan dan mengalami defisiensi hara mineral (Kochian
1995; Samac dan Tesfaye 2003; Kochian et al. 2004). Selain itu juga Al dapat
menyebabkan membran akar rusak, akar menebal, menggulung, dan pendek
(Delhaize dan Ryan 1995). Kerusakan akar berkorelasi dengan akumulasi Al di
ujung akar, sehingga pendeteksian adanya Al di ujung akar secara histologi
merupakan langkah yang tepat dalam mengetahui keracunan Al pada tanaman.
Pengaruh keracunan Al pada akar tanaman bergantung pada periode
cekaman. Pada cekaman singkat Al menghambat pembesaran dan pemanjangan
sel-sel akar. Periode paparan Al yang lebih lama akan menghambat pembelahan
sel (Kochian 1995; Matsumoto 2000). Pada tanaman padi daerah kerusakan akibat
Al berada 1 cm dari ujung akar (Miftahudin et al. 2007). Akumulasi Al di dalam
sel-sel tembakau dapat menekan aktivitas mitokondria yang dimonitor dari adanya
reduksi 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide dan
penyerapan Rhodamine 123. Setelah 12 jam, akumulasi Al tersebut memicu
produksi Reactive Oxygen Species (ROS), menghambat respirasi sehingga sel
kehabisan ATP, dan pertumbuhan akar terhenti. Pada tanaman kacang kapri
(Pisum sativum L.), Al juga memicu produksi ROS dan menghambat respirasi
sehingga sel kehabisan ATP, keduanya dapat menghambat pemanjangan akar
(Yamamoto et al. 2002).
Mekanisme penghambatan pemanjangan akar oleh Al terjadi melalui
interaksi Al dengan komponen di dalam dinding sel akar, menghentikan proses
pembelahan sel (Matsumoto 2000), merusak membran plasma melalui peroksidasi
lipid membran, memblok sistem transpor ion tertentu melintasi membran plasma,
merusak dinamika sitoskeleton, berinteraksi dengan mikrotubul dan filamen aktin
5
(Yamamoto et al. 2002; Sivaguru et al. 2003), berinteraksi dengan jalur transduksi
sinyal, mempengaruhi konsentrasi ion Ca2+ sitoplasma (Kochian et al. 2004),
menginduksi pembentukan ROS, menyebabkan disfungsi mitokondria, dan
akhirnya menghambat pertumbuhan akar tanaman (Yamamoto et al. 2002).
Mekanisme Toleransi Cekaman Aluminium
Setiap tanaman memiliki mekanisme yang berbeda-beda dalam merespon
cekaman biotik maupun abiotik, begitu juga dengan tanaman pertanian. Tanaman
pertanian memiliki keragaman mekanisme toleransi terhadap cekaman Al yang
dikendalikan secara genetik. Mekanisme toleransi terhadap cekaman Al pada
tanaman dibedakan menjadi dua, yaitu mekanisme eksternal dan internal (Kochian
1995). Mekanisme eksternal diantaranya menghambat masuknya Al melalui
dinding sel, meningkatkan selektivitas membran plasma terhadap Al,
meningkatkan pH di daerah perakaran atau apoplas, dan atau mengeksudasi asam
organik sebagai senyawa pengkelat Al, sedangkan mekanisme internal meliputi
pengkelatan Al di sitosol, pengurungan Al di vakuola, pengikatan Al oleh protein,
dan akumulasi protein tertentu (Taylor 1991). Mekanisme keracunan dan toleransi
cekaman Al pada tanaman secara lengkap disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Mekanisme keracunan dan toleransi cekaman Al (Kochian et al. 2005)
Eksudasi asam organik dari akar tanaman ketika mendapat cekaman Al
dikendalikan secara genetik (Kochian et al. 2004). Pada gandum eksudasi asam
malat dan asam sitrat berturut-turut dikendalikan oleh anggota famili gen ALMT
6
(Sasaki et al. 2004) dan famili gen MATE (Magalhaes et al. 2007), sedangkan
mekanisme pengeluaran Al dari akar tanaman gandum dikendalikan oleh gen Alt1
(Delhaize et al. 1993). Pada tanaman padi sejumlah gen toleran Al telah
diidentifikasi dari varietas Japonica. ART1 (Al-tolerance transcription factor 1),
suatu faktor transkripsi tipe C2H2 zinc-finger telah dilaporkan terlibat dalam
toleransi Al (Yamaji et al. 2009). ART1 meregulasi tujuh gen yang terlibat dalam
mekanisme toleransi Al, yaitu gen STAR1, STAR2, Nrat1, OsALS1, OsFRDL4,
OsMGT1, dan OsCDT3, tetapi ekspresi gen ART1 tidak diinduksi oleh Al (Huang
et al. 2009). Salah satu gen yang diregulasi oleh ART1 adalah gen OsFRDL4,
yang bertanggung jawab terhadap sekresi asam sitrat dalam merespon Al
(Yokosho et al. 2011). Gen ART1 diduga diregulasi oleh gen lain yang diregulasi
oleh Al. Oleh karena itu perlu diidentifikasi gen-gen lain yang menjadi kunci
dalam meregulasi gen-gen toleransi Al tersebut.
Kandidat Gen Toleran Aluminium pada Padi
Gen B11 merupakan kandidat gen toleran Al yang berhasil diisolasi dari
padi lokal Indonesia cv. Hawara Bunar yang toleran Al. Gen B11 diduga
merupakan faktor transkripsi karena pada sekuen protein gen B11 dijumpai
domain faktor transkripsi bZIP dan motif seperti C2H2-zinc finger. Selain itu juga
terdapat situs atau regulator yang terlibat dalam transduksi sinyal, seperti situs
fosforilasi, miristoilasi, pengikatan protein kinase, interaksi protein-protein, dan
interaksi protein-DNA (Trewavas 2000; Jakoby et al. 2002; Krishna et al. 2003;
Roslim 2011).
Gen B11 diduga berperan dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman
Al karena ekspresi gen B11 pada padi cv. Hawara Bunar ketika mendapat
cekaman Al sebesar 555 µM lebih tinggi dibanding ekspresi pada padi cv IR64
yang sensitif Al. Ekspresi berlebih dari gen B11 pada tembakau transgenik
generasi T1 juga dapat meningkatkan sifat toleransi tembakau transgenik yang
ditanam pada media cekaman yang mengandung Al. Hasil uji tantang dengan 300
µM Al dalam 1/6 MS media agar menunjukkan bahwa tembakau transgenik
memiliki akar yang lebih panjang dan tajuk yang lebih luas dibanding tipe liarnya
(Roslim 2011). Atas dasar fenomena tersebut di atas maka gen B11 diduga kuat
sebagai faktor transkripsi yang menginduksi ekspresi gen-gen responsif Al yang
lain, seperti gen ALMT1 dan MATE yang mengendalikan sekresi malat dan sitrat
(Roslim 2011). Peningkatan ekspresi kedua gen tersebut dapat meningkatkan
sekresi kedua anion organik tersebut yang selanjutnya dapat meningkatkan
toleransi tanaman tembakau transgenik.
Tembakau transgenik toleran Al merupakan tembakau yang sudah
ditransformasi dengan kandidat gen toleran Al (B11). Habitus tembakau
transgenik tersebut cenderung lebih tinggi dibandingkan tipe liarnya. Tembakau
transgenik memiliki tinggi berkisar 150-205 cm, sedangkan tipe liarnya memiliki
tinggi kurang dari 150 cm. Tembakau transgenik memiliki variasi tepian daun
yang terletak di sekitar bunga dan variasi dalam hal ukuran dan jumlah bunga di
dalam satu karangan bunga. Tembakau transgenik dalam penelitian ini diharapkan
dapat menjadi tanaman model yang dapat mengungkap peran dari gen B11 pada
mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman Al.
7
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai dengan Maret
2015 di Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekular Tumbuhan, dan
Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Biologi IPB. Pengamatan Sampel
dengan Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong-Bogor, analisis asam organik dengan
HPLC dilakukan di lab kimia terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan (PUSTEKOLAH) Bogor.
Bahan Tanaman
Tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah tembakau tipe liar dan
tembakau transgenik pembawa kandidat gen toleran Al (B11) generasi T3.
Sterilisasi dan Seleksi Biji
Biji tembakau transgenik dan tipe liar direndam akuades steril sebanyak 3
kali masing-masing selama 1 menit, kemudian direndam etanol 70% selama 1
menit. Biji tembakau transgenik tersebut selanjutnya direndam dengan Sodium
hypochlorite 1.57% selama 7 menit, selanjutnya dibilas dengan aquades steril
sebanyak 4 kali. Biji yang sudah steril diletakkan pada tisue kering kemudian
ditumbuhkan pada media MS seleksi yang menggandung 50 µg/ml antibiotik
higromisin selama 30 hari (De la Fuente et al. 1997).
Analisis Panjang Akar, Bobot Basah, dan Bobot Kering Tanaman
Tembakau transgenik yang lolos seleksi antibiotik higromisisn 50 µg/ml dan
tembakau tipe liar ditanam pada media 1/6 MS padat dengan 0.5% agar yang dan
ditambah 0 (pH: 4.1±0.05), 0 (pH: 5.80), 300, dan 555 µM Al (pH: 4.10 ±0.05
setelah penambahan Al) selama tujuh minggu. Aluminium yang diberikan dalam
bentuk AlCl3.6H2O. Panjang akar dan bobot basah diukur setelah tujuh minggu
cekaman Al, sedangkan bobot kering ditimbang setelah dikeringkan dengan oven
pada suhu 80 oC selama tiga hari.
Analisis Kualitatif Akumulasi Aluminium pada Akar
Akumulasi Al pada ujung akar dapat diamati pada jaringan akar dengan
membuat sedian mikroskopis akar. Akar tembakau transgenik dari setiap
perlakuan diwarnai dengan larutan pewarna yang mengandung hematoxilin 0.2 %
(w/v) dan Sodium Iodate (NaIO3) 0.02% (w/v) selama 30 menit (Polle et al.
1978). Setelah itu akar yang sudah diwarnai dicuci dengan akuades dan segera
diamati dibawah mikroskop stereo (Olympus SZ51).
8
Analisis Morfologi Akar
Biji tembakau transgenik dan tipe liar steril ditanam pada media 1/6 MS
agar yang ditambah 0 dan 50 µM Al (pH: 4.1±0.05) selama 20 hari. Ujung akar,
rambut akar, dan sel akar diamati dibawah mikroskop cahaya (Olympus CX21)
dan Scanning Electron Microscope (SEM) setelah akhir periode cekaman.
Pengamatan sampel dengan SEM mengikuti metode Bozzola dan Russell (1999).
Akar tembakau transgenik dan tipe liar diberikan perlakuan prafiksasi di dalam
larutan glutaraldehid 2.5% selama 12 jam pada suhu 4OC. Kemudian sampel
diberi perlakuan pascafiksasi di dalam larutan tannic acid 2% selama 1 jam pada
suhu 4OC. Setelah itu, sampel dicuci dengan larutan bufer cacodylate sebanyak 4
kali dengan masing-masing tahapan pencucian berlangsung selama 15 menit pada
suhu 4OC. Selanjutnya, sampel dibilas dengan akuades selama 15 menit pada suhu
4OC. Proses dehidrasi dilakukan dengan seri larutan etanol 50%, 75%, 85%, 94%
dan alkohol absolut. Sampel yang telah didehidrasi kemudian dikering-bekukan
(freeze drying). Spesimen selanjutnya direkatkan pada stub menggunakan perekat
karbon, disepuh dengan emas (metal coating), kemudian diamati dengan
menggunakan SEM JEOL JSM-5310LV voltase 20 kV.
Analisis Kualitatif Peroksidasi Lipid Membran Sel Akar
Akar tembakau transgenik dan tipe liar yang sudah diberi cekaman Al
dipotong sepanjang 2 cm dari ujung akar, kemudian dibilas dengan akuades.
Setelah itu, akar diwarnai dengan reagen Schiff’s (basic fucsin 0.5% (w/v),
K2S2O5 0.5% (w/v), HCl 10% (v/v)) selama 20 menit, kemudian dibilas dengan
larutan potasium metabisulfit (K2S2O5 0.5 % (w/v) dalam 0.05 M HCl selama 30
menit. Akar yang telah diwarnai, diamati dengan mikroskop stereo (Olympus
SZ51) (Yamamoto et al. 2001).
Analisis Kuantitatif Peroksidasi Lipid Membran Sel Akar
Analisis kuantitatif kandungan peroksidasi lipid dilakukan dengan cara
memotong ujung akar tembakau (2 cm dari ujungnya) dan ditimbang sebanyak
0.2 gram (130 akar dari 25 tanaman). Akar tembakau dihaluskan dengan mortar
dan ditambahkan 0.5 ml larutan asam triclorasetic (TCA) 0.1 % (w/v).
Homogenate tersebut kemudian dicampur dengan 3 ml larutan H3PO4 2% (v/v)
dan 1 ml thio barbituric acid (TBA) 0.6% (w/v) dalam TCA 20% (w/v).
Campuran diinkubasi pada suhu 100 OC selama 30 menit, selanjutnya didinginkan
pada suhu ruang. Campuran ditambah 4 ml n-butanol 100% (v/v) kemudian
segera divortex. Campuran yang telah divortex disentifugasi (Heraeus Labofuge
400R, USA) dengan kecepatan 4200 rpm selama 30 menit untuk memisahkan fase
butanol dan fase larutan. Absorbansi kompleks antara TBA-MDA
(maloedialdehyde) pada fase butanol diukur dengan spektrofotometer (Genesysthermospectronic, USA) pada panjang gelombang 532 nm. Nilai absorban
nonspesifik diukur pada panjang gelombang 520 nm. Selisih nilai absorban pada
panjang gelombang 532 nm dan 520 nm merupakan nilai kosentrasi MDA sebagai
produk akhir peroksidasi lipid (Mihara et al. 1980).
9
Tingkat peroksidasi lipid dicerminkan oleh konsentrasi MDA yang
terbentuk dan dapat dihitung menggunakan rumus:
((A532-A520)nm) /ε) x 106
[MDA] =
Bobot segar (g)
[MDA]
ε
: Konsentrasi MDA yang terbentuk (nmol/g)
: Koefesien ekstingsi (155 L mmol-1cm-1)
Analisis Sekresi Asam Organik
Sekresi asam organik yang diamati pada penelitian ini adalah asam sitrat
dan asam malat. Tembakau transgenik yang lolos seleksi 50 µg/ml dan tembakau
tipe liar ditanam secara aseptik pada media MS cair selama tiga minggu untuk
perbanyakan akar, selanjutnya diadaptasi pada media yang mengandung 500 µM
CaCl2 (pH : 4.10 ± 0.05) selama 24 jam. Tembakau yang sudah diadaptasi selama
24 jam dicekam pada larutan yang mengandung 300 µM Al dalam 500 µM CaCl2
(pH : 4.10 ± 0.05) setelah penambahan Al) selama 24 jam. Sekresi asam sitrat
dan asam malat pada media cekaman diukur dengan HPLC (Hitachi, Jepang)
menggunakan detektor UV dan kolom C-18 dengan fase gerak H3PO4 0,006 M.
Uji Toleransi Cekaman Aluminium pada Tanah Masam
Percobaan dilakukan di rumah kaca. Tembakau transgenik dan tipe liarnya
ditanam pada tanah masam Podzolik merah kuning, Gajrug Jasinga Bogor (pH:
4.2, Al total: 12.43%, dan KTK: 26.31cmolc/kg) dan tanah netral Latosol
Dramaga, Bogor. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Tanaman uji ditanam
di dalam polibag berdiameter 30 cm dan tinggi 22 cm. Untuk mengetahui respon
tanaman terhadap pertumbuhan maka diamati tinggi tanaman, jumlah daun,
jumlah cabang buah, dan jumlah buah.
Analisis Data
Data dianalisis secara statistik dengan ANOVA pada tingkat kepercayaan
95%. Data yang memperlihatkan perbedaan nyata, diuji lanjut dengan Uji Duncan
(DMRT). Software yang digunakan untuk analisis adalah program SPSS v. 21.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Cekaman Al terhadap Panjang Akar, Bobot Basah, dan Bobot
Kering Tanaman Tembakau
Aluminium bersifat toksik bagi tanaman pada tanah masam (pH < 5.5).
Keracunan Al menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman
toleran dan sensitif Al memiliki respon yang berbeda terhadap cekaman Al. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa empat galur tembakau transgenik memiliki
panjang akar yang tidak berbeda nyata dengan panjang akar tembakau tipe liar
setelah ditumbuhkan pada media tumbuh tanpa perlakukan cekaman Al dengan
pH 5.80 ± 0.05 selama tujuh minggu (Gambar 2a). Akan tetapi ketika tanaman
transgenik dan tipe liarnya ditumbuhkan pada media tumbuh tanpa perlakuan
cekaman Al dengan pH 4.1±0.05, akar tembakau transgenik dua kali lebih
panjang daripada akar tembakau tipe liarnya (Gambar 2b dan 3a). Hal serupa juga
terjadi ketika tembakau transgenik dan tipe liarnya dicekam dengan 300 (Gambar
2c dan 3a), dan 555 µM Al (Gambar 2d dan 3a) selama tujuh minggu. Hal yang
menarik adalah pada dua galur transgenik, 15-24-13 dan 13-2-3, panjang akar
tembakau transgenik ketika mendapat cekaman 300 µM Al tidak berbeda nyata
dengan panjang akar tanpa perlakukan cekaman Al.
TL
a
T
TL
b
T
TL
c
T
TL
T
d
Gambar 2 Morfologi akar dan tajuk tembakau tipe liar dan transgenik (15-11-3)
setelah tujuh minggu cekaman Al di media 1/6 MS agar. a) 0 µM (pH:
5.8), b) 0 µM (pH: 4.1±0.05), c) 300 µM, d) 555 µM, TL: Tipe Liar
dan T: Transgenik
Pola respon yang sama dengan respon panjang akar juga ditemukan pada
bobot basah dan bobot kering biomasa. Bobot biomasa tembakau transgenik lebih
tinggi dibanding tipe liar baik tanpa maupun dengan cekaman Al pada pH
4.1±0.05 (Gambar 3b-c). Tingkat penghambatan panjang akar dan penurunan
bobot biomasa seiring dengan peningkatan kosentrasi Al pada media cekaman
(Gambar 3a, 3b, dan 3c). Akar yang pendek pada tembakau tipe liar
mengindikasikan adanya penghambatan pertumbuhan akar yang disebabkan oleh
keracunan Al. Keracunan Al dapat menyebabkan rusaknya sistem perakaran. Pada
tembakau tipe liar, sistem perakaran yang rusak dapat menyebabkan terhambatnya
penyerapan unsur hara makro dan mikro, sehingga tanaman tipe liar yang ditanam
pada media yang mengandung Al menunjukkan adanya gejala defisiensi hara.
11
Pada percobaan ini, cekaman Al menyebabkan daun tembakau tipe liar mengalami
klorosis, sedangkan daun tembakau transgenik menunjukkan warna hijau. Hal ini
mengindikasikan bahwa tembakau tipe liar mengalami difisiensi unsur hara
seperti nitrogen yang berakibat pada berkurangnya kandungan klorofil daun,
sehingga dapat menyebabkan menurunnya laju fotosintesis, terganggunya
metabolisme, sintesis ATP, protein, dan lipid (Panda et al. 2009). Fenomena ini
menunjukkan bahwa tembakau transgenik lebih toleran terhadap cekaman Al
dibanding tipe liarnya.
a
b
c
Gambar 3 Pengaruh cekaman Al selama tujuh minggu di media 1/6 MS agar
terhadap panjang akar (a), bobot basah (b), bobot kering (c) tembakau
transgenik dan tipe liar setelah tujuh minggu cekaman Al. Garis bar
menunjukkan galat baku
Hal yang menarik dari hasil percobaan ini adalah bahwa pertumbuhan akar
tembakau transgenik tidak dihambat oleh pH rendah (pH 4.1±0.05), sebaliknya
pertumbuhan akar tembakau tipe liar sangat terhambat. Keasaman media tanam
(pH) merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman, yaitu mempengaruhi ketersedian unsur hara makro dan mikro. Pada pH
rendah (asam) ketersedian unsur hara makro rendah, sedangkan ketersediaan
unsur hara mikro melimpah sehingga dapat bersifat toksik bagi tanaman (Bohn et
al. 2002). Respon toleran terhadap pH rendah dari tembakau transgenik mungkin
disebabkan oleh peran gen B11 dalam mengatasi cekaman pH rendah, sehingga
muncul dugaan bahwa gen B11 tidak hanya berperan dalam mekanisme toleransi
terhadap cekaman Al, tetapi juga berperan dalam toleransi terhadap pH rendah.
12
Pengaruh Cekaman Aluminium terhadap Akumulasi Aluminium pada
Ujung Akar
Akar tembakau tipe liar dan transgenik yang direndam dengan pewarna
hematoxilin menunjukkan perbedaan intensitas warna ungu. Pada akar tembakau
tipe liar (Gambar 4a) dan transgenik (Gambar 4c) yang tidak dicekam Al tidak
terdapat warna ungu di ujung akarnya, sedangkan ujung akar tembakau tipe liar
yang dicekam 300 µM Al (Gambar 4b) menunjukkan intensitas warna ungu yang
lebih pekat/kuat dibanding ujung akar tembakau transgenik yang dicekam 300 µM
Al (Gambar 4d). Warna ungu terbentuk karena pewarna hematoxilin dapat
mengikat Al di jaringan akar sehingga berwarna keunguan. Semakin kuat
intensitas warna ungu pada ujung akar menunjukkan adanya akumulasi Al yang
lebih tinggi, begitu juga sebaliknya (Polle et al.1978). Tingginya kandungan Al di
ujung akar tembakau tipe liar disebabkan oleh Al yang terserap oleh akar lebih
banyak. Hal ini disebabkan oleh rendahnya mekanisme pertahanan berupa sekresi
asam sitrat yang lebih sedikit dibandingkan tembakau transgenik.
TL-Al TL+Al T-Al
T+Al
a
d
b
c
Gambar 4 Histokimia Akumulasi Al pada ujung akar yang dicekam 0 (a dan c)
dan 300 µM Al (b dan d) dalam 500 µM CaCl2 (pH: 4.1±0.05), TL:
Tipe Liar, T: Transgenik (Pembesaran 40x, mikroskop stereo Olympus
ZC).
Pengaruh Cekaman Al terhadap Morfologi Akar
Akar merupakan organ utama tanaman yang kontak langsung dengan Al,
sehingga akar merupakan target utama dari keracunan Al. Pada penelitian ini
tembakau tipe liar memiliki akar dan daerah pemanjangan akar lebih pendek
daripada tembakau transgenik (Gambar 5). Akar tembakau tipe liar yang dicekam
dengan Al memiliki rambut akar yang ujungnya menggelembung (Gambar 6a),
tetapi hal ini tidak terjadi pada ujung akar tembakau transgenik yang dicekam Al
(Gambar 6b). Selain itu, tembakau transgenik memiliki rambut akar yang lebih
panjang dan kerapatan rambut akar yang lebih tinggi dibanding tembakau tipe liar
(Gambar 7). Hasil pengamatan anatomi menunjukkan bahwa panjang sel akar
tembakau transgenik dua kali lebih panjang jika dibandingkan dengan tembakau
tipe liarnya, baik dengan maupun tanpa cekaman Al (Gambar 8).
Akar yang pendek pada tembakau tipe liar mengindikasikan adanya
pemanjangan akar yang dihambat oleh Al. Proses pemanjangan akar terjadi
melalui pembelahan dan pemanjangan sel akar (Ma 2007). Pembelahan dan
13
pemanjangan sel akar yang terhambat disebabkan oleh terganggunya transport
polar auxin dari tajuk ke meristem apikal akar (Estelle 1998). Kollmeier et al.
(2000) melaporkan bahwa Al menghambat transport polar auksin pada akar
jagung. Selain mempengaruhi transport polar auxin, Al juga mempengaruhi
mikrotubul dan filamen aktin sitoskeleton. Terganggunya mikrotubul dan aktin
sitoskeleton diduga sebagai salah satu penyebab dari penghambatan pemanjangan
akar, termasuk juga pembelahan dan pemanjangan sel akar (Frantzios et al. 2005;
Libault et al 2010). Ion Ca2+ berperan juga dalam proses pembelahan dan
pemanjangan sel akar. Aluminium dapat menggantikan posisi ion Ca2+, sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan potensial membran yang mempengaruhi
transportasi kalsium (Ca2+) sehingga mengganggu homeostasis Ca2+. Gangguan
homeostasis Ca2+ akan mereduksi pembelahan sel serta perluasan dan
pemanjangan sel-sel akar pada periode cekaman Al yang lebih lama (Panda et al.
2009). Penghambatan pada tingkat seluler menyebabkan membran sel akar
menjadi rusak, akar menebal, menggulung, memendek dan pemanjangan akar
terhambat (Delhaize dan Ryan 1995).
TL-Al
TL+Al
a
b
T-Al
c
T+Al
d
Gambar 5 Morfologi akar tembakau tipe liar dan tembakau transgenik yang
ditanam pada media 1/6 MS agar yang menggandung 0 (a dan c) dan
50 µM Al (b dan d) (pH: 4.1±0.05) selama 20 hari. TL: Tipe Liar, T:
Transgenik (pembesaran: 100x, mikroskop cahaya Olympus CX21.
Bar: 100 µm
a
b
Gambar 6 Morfologi ujung rambut akar tembakau tipe liar (a) dan transgenik (b)
yang ditanam pada media 1/6 MS agar mengandung 50 µM Al (pH:
4.1±0.05) selama 20 hari. Pembesaran: 1000x, mikroskop cahaya
Olympus CX21) Bar: 50 µm
14
T-Al
TL+Al
TL-Al
a
b
T+Al
c
d
Gambar 7 Densitas dan panjang rambut akar tembakau tipe liar dan tembakau
transgenik yang ditanam pada 1/6 media cair hara mineral Delhaize
yang menggandung 0 (a dan c) dan 100 µM Al (b dan d) (pH:
4.1±0.05) selama 10 hari. TL: Tipe Liar, T: Transgenik (pembesaran:
100x, mikroskop cahaya Olympus CX21. Bar: 200 µm
a
T-Al
TL+Al
TL-Al
b
c
T+Al
d
Gambar 8 Panjang sel akar tembakau tipe liar dan tembakau transgenik yang
ditanam pada media 1/6 MS agar menggandung 0 (a dan c) dan 50
µM Al (b dan d) (pH: 4.1±0.05) selama 20 hari. TL: Tipe Liar, T:
Transgenik (pembesaran: 400x, mikroskop cahaya Olympus CX21.
Bar: 50 µm
Daerah pemanjangan akar yang lebih pendek pada tembakau tipe liar
dibanding tembakau transgenik mengindikasikan bahwa akar tembakau tipe liar
lebih peka terhadap cekaman Al dibanding akar tembakau transgenik. Keracunan
Al mengakibatkan penghambatan pembelahan dan pemanjangan sel di area ujung
akar serta merusak membran sel akar (Qin et al. 2010). Hasil Scanning
Microscope Electron (SEM) ujung akar tembakau transgenik dan tipe liar
menunjukkan perbedaan respon terhadap cekaman Al. Ujung akar tembakau tipe
liar (Gambar 9 a, b) yang tercekam menunjukkan kerusakan yang disebabkan oleh
Al, tetapi kerusakan tersebut tidak terjadi pada ujung akar tembakau transgenik
(Gambar 9 c, d). Hasil yang juga di luar dugaan adalah bahwa ujung akar
tembakau tipe liar yang tidak mendapat cekaman Al (pH: 4.1±0.05) juga
menunjukan kerusakan meskipun dengan tingkat yang lebih rendah dibanding
ujung akar tipe liar yang mendapat cekaman Al. Hal ini mungkin disebabkan oleh
15
cekaman pH rendah (pH: 4.1±0.05). Meskipun demikian masih perlu dilakukan
kajian lebih lanjut.
TL-Al
a
TL +Al
T-Al
c
b
TL +Al
T+Al
d e
T+Al
f
Gambar 9 Morfologi ujung akar menggunakan SEM setelah dicekam 0 (a dan c)
dan 50 µM Al (b dan d) (pH: 4.1±0.05) selama 20 hari, tembakau tipe
liar (a dan b) pembesaran 200x, tembakau transgenik (c dan d)
pembesaran 500x, tembakau tipe liar (e) dan tembakau transgenik (f)
pembesaran 350x. Bar 100 µm, TL: Tipe Liar, T: Transgenik
Pengaruh Cekaman Al terhadap Peroksidasi Lipid Membran Sel Akar
Akar tembakau transgenik dan tipe liar yang direndam larutan Schiff’s
selama 20 menit menunjukkan perbedaan warna pada ujung akarnya (Gambar 10).
Ujung akar tembakau tipe liar (Gambar 10b) yang tercekam 300 µM Al selama 24
jam berwarna merah muda lebih pekat dibandingkan ujung akar tembakau
transgenik yang mendapatkan perlakuan sama (Gambar 10d).
TL-Al TL+Al
T-Al
T+Al
a
c
d
b
Gambar 10 Histokimia peroksidasi lipid pada ujung akar tembakau tipe liar dan
transgenik yang dicekam 0 µM Al (a dan c) dan 300 µM Al (b dan d)
dalam 500 µM CaCl2 (pH: 4.1±0.05) selama 24 jam, TL: Tipe Liar,
T: Transgenik, Pembesaran 30x, mikroskop stereo Olympus ZC
Perbedaan warna ujung akar yang tercekam Al setelah dilakukan
pewarnaan Schiff’s menunjukkan adanya tingkat peroksidasi lipid membran sel
ujung akar. Semakin pekat dan semakin luas distribusi warna merah mudanya
maka semakin tinggi tingkat peroksidasi lipid membran sel. Peroksidasi lipid
dapat terjadi karena cekaman oksidatif akibat produksi spesies oksigen reaktif
(ROS) yang disebabkan oleh cekaman Al (Yamamoto et al. 2001). Warna merah
muda yang terbentuk pada ujung akar merupakan hasil ikatan antara pereaksi
16
Schiff’s dengan gugus aldehid derifat peroksida hasil degradasi lipid oleh
Reactive oxygen species (ROS) (Yin et al. 2010).
Selain secara kualitatif melalui analisis histokimia, peroksidasi lipid bisa
diukur secara kuantitatif melalui analisis produksi Malondialdehyde (MDA) sel
akar dengan menggunakan spektrofotometer. Akar tembakau tipe liar memiliki
kadar MDA yang lebih banyak dibanding akar tembakau transgenik (Gambar 11).
Gambar 11 Rata-rata konsentrasi MDA pada ujung akar tembakau tipe liar dan
transgenik (15-11-3) yang dicekam 0 dan 300 µM Al dalam 500 µM
CaCl2 (pH: 4.1±0.05) selama 24 jam. Garis bar menunjukkan galat
baku
Pada kondisi cekaman 300 µM Al, produksi MDA dari akar tipe liar
sekitar 2 kali lebih banyak dari tembakau transgenik. Hal yang menarik dari
parameter MDA yang diamati adalah pada kondisi tanpa cekaman Al, produksi
MDA tembakau tipe liar masih lebih tinggi dibanding tembakau transgenik. Hal
yang sama juga dilaporkan oleh Yamamoto et al. (2001), dimana akar Pisum
sativum cv Alaska tanpa cekaman Al menghasilkan MDA juga. Hasil analisis
MDA dengan spektrofotometer sejalan dengan hasil analisis histokimia (Gambar
8) yang menunjukkan bahwa ujung akar tembakau tipe liar berwarna lebih merah
dibanding ujung akar tembakau transgenik. Kandungan MDA yang tinggi
menunjukkan tingginya tingkat peroksidasi lipid akibat stres oksidatif. MDA
merupakan salah produk akhir dari peroksidasi lipid yang diakumulasi ketika
tanaman mengalai cekaman oksidatif (Yamamoto et al. 2001). Hal ini
mengindikasikan bahwa tembakau tipe liar mengalami stres oksidatif yang lebih
hebat daripada tembakau transgenik atau dengan kata lain tembakau transgenik
lebih toleran terhadap cekaman Al dan pH rendah dibanding tembakau tipe liar.
Pengaruh Cekaman Aluminium terhadap Sekresi Asam Organik
Tanaman toleran Al memiliki mekanisme toleransi terhadap cekaman Al
yang berbeda-beda bergantung spesies dan genotipe. Salah satu mekanisme
tersebut adalah dengan cara akar tanaman mensekresikan asam organik dalam
bentuk anion organik seperti sitrat dan malat untuk mengkelat Al sehingga Al
tidak bersifat racun bagi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata (P<0.05) pada sekresi asam sitrat antara tembakau tipe liar
dan transgenik yang dicekam dengan 300 µM Al selama 24 jam (Gambar 12a),
tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0.05) pada sekresi asam malat
17
antara tembakau tipe liar dan transgenik yang dicekam dengan 300 µM Al selama
24 jam (Gambar 12b). Pada kondisi tanpa cekaman, sekresi asam sitrat pada
tembakau transgenik dua kali lebih banyak daripada tembakau tipe liar, sedangkan
pada kondisi cekaman Al, sekresi asam sitrat dari tembakau transgenik delapan
kali lebih banyak daripada tipe liarnya. Anion organik sitrat dan malat yang
disekresikan oleh akar dapat berperan penting dalam mendetoksifikasi Al. Anion
organik dapat mengkelat Al sehingga Al berada dalam bentuk tidak larut dan
tidak toksik bagi tanaman (Ma et al. 2000).
a
b
Gambar 12 Sekresi asam organik akar tembakau tipe liar dan transgenik (15-11-3)
yang dicekam 0 dan 300 µM Al dalam 500 µM CaCl2 (pH: 4.1±0.05)
selama 24 jam, sekresi asam sitrat (a) dan sekresi asam malat (b).
Garis bar menunjukkan galat baku
Kemampuan asam sitrat untuk mengkelat ion Al berkaitan dengan tiga
gugus karboksil yang dimilikinya. Asam sitrat akan membentuk anion sitrat
dengan cara melepaskan proton H+ pada gugus karboksilnya. Sitrat dalam bentuk
ion ini akan cenderung mengikat kation logam seperti Al dengan membentuk
struktur cincin yang komplek, sehingga struktur tersebut memiliki ikatan yang
erat dan sulit bereaksi dengan unsur lain (Marwati et al. 2007). Asam organik
memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengkelat Al. Kemampuan mengkelat
paling kuat sampai paling lemah berturut-turut adalah asam oksalat > asam sitrat >
asam malat > asam suksinat (Bian et al. 2013).
Pengaruh Cekaman Aluminium terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Tanaman Tembakau di Rumah Kaca
Pada penelitian ini tembakau tipe liar dan transgenik ditanam pada tanah
masam dan netral di rumah kaca. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
penghambatan pertumbuhan pada tembakau tipe liar yang ditanam di tanah
masam (Gambar 13). Tembakau tipe liar yang ditanam di tanah masam lebih
pendek daripada tembakau transgenik yang ditanam di tanah masam, sedangkan
tembakau tipe liar dan tembakau transgenik yang ditanam pada tanah netral
memiliki tinggi yang hampir sama. Selain itu, tembakau tipe liar memiliki jumlah
daun, jumlah buah, jumlah cabang buah yang lebih sedikit daripada tembakau
transgenik (Gambar 14).
18
Tipe Liar
a
Masam Netral
Transgenik
b
Masam Netral
Gambar 13 Morfologi tembakau tipe liar (a) dan transgenik (b) yang ditanam di
tanah masam Podzolik Merah Kuning, Gajrug Jasingan dan tanah
netral Latosol Darmaga di rumah kaca (umur 2 bulan).
a
c
b
d
Gambar 14 Pengaruh cekaman tanah masam terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tembakau transgenik dan tipe liar; tinggi tanaman (a),
jumlah daun(b), jumlah cabang buah (c), jumlah buah (d)
19
Tanaman tipe liar yang lebih pendek menunjukkan adanya penghambatan
yang disebabkan oleh Al yang terkandung di dalam tanah masam. Pada percobaan
ini tanah masam Podsolik Merah Kuning yang digunakan mengandung Al total
sebesar 12.43% dan pH 4.2. Penghambatan oleh Al pertama kali terjadi pada
akar, kemudian diikuti dengan rusaknya sistem perakaran yang menyebabkan
defisiensi unsur hara, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman (Kochian et al. 2004). Moustakas et al. (1995) melaporkan bahwa terjadi
defisiensi unsur Ca, Mg, K, dan P dalam jaringan tanaman yang tumbuh pada
media yang mengandung Al. Hal ini mengakibatkan tinggi tembakau tipe liar
lebih pendek daripada tembakau transgenik.
Defisiensi unsur hara terjadi karena Al menginduksi deposisi kalose di
saluran plasmodesmata yang secara fisik kondisi ini menghambat transportasi
simplas antar sel (Sivaguru et al. 2003). Selain merusak sistem perakaran dan
menyebabkan defisiensi unsur hara, Al juga merusak molekul klorofil dan
fotosistem II ditajuk sehingga menurunkan laju fotosintesis. Selain itu cekaman
Al mengakibatkan penghambatan parsial transpor elektron fotosintesis pada
fotosistem II dan penutupan pusat reaksi fotosistem II (Moustakas et al. 1995).
Laju fotosintesis yang menurun menyebabkan menurunnya fotosintat sehingga
menyebabkan terganggunya metabolisme sintesis energi ATP, protein, dan lipid
(Panda et al. 2009).
Karakter toleran Al pada tembakau transgenik disebabkan oleh gen B11
yang telah disisipkan. Gen B11 merupakan kandidat gen toleran Al yang berhasil
diisolasi dari padi lokal Indonesia cv. Hawara Bunar (toleran Al). Ekspresi gen
B11 meningkat pada padi Hawara Bunar yang dicekam 555 µM Al. Gen B11
terbukti mampu meningkatkan toleransi tembakau transgenik generasi T1 yang
diperlihatkan dengan akar yang lebih panjang serta tajuk yang lebih hijau daripada
tembakau tipe liar setelah dicekam 300 µM Al selama lima minggu (Roslim
2011). Penelitian ini juga membuktikan bahwa gen B11 mampu meningkatkan
toleransi tembakau transgenik terhadap cekaman Al. Gen B11 ini diduga kuat
sebagai faktor transkripsi (Roslim 2011) yang menginduksi gen-gen responsif Al
yang lainnya, seperti gen ALMT1 dan MATE
Gen B11 yang diketahui sebagai gen yang berperan penting dalam
mekanisme toleransi terhadap cekaman Al memberikan harapan dan peluang bagi
petani di Indonesia maupun dunia untuk bertani di lahan marginal (tanah masam).
Pemulian tanaman padi berupa persilangan maupun rekaya genetika merupakan
langkah selanjutnya yang harus ditempuh untuk menghasilkan padi toleran Al
yang siap dilepas ke lapangan. Gen B11 yang sudah diisolasi dari padi Hawara
Bunar dapat ditransformasi ke varietas padi lain yang memiliki karakter agronomi
yang lebih baik sehingga varietas padi yang sensitif Al dan memiliki produksi
padi yang tinggi bisa ditanam di tanah masam. Selain itu, untuk menghasilkan
padi toleran Al dapat dilakukan dengan cara menyilangkan padi cv. Hawara Bunar
yang toleran Al dengan padi varietas lain yang sensitif Al tapi produksinya tinggi.
Sehingga dari hasil persilangan diharapkan mendapatkan keturunan yang
memiliki karakter kedua tetua tersebut, yaitu padi toleran Al yang memiliki
produksi padi tinggi. Padi hasil rekaya genetika atau hasil pemuliaan melalui
persilangan tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi padi di tanah
masam dan pada akhirnya meningkatkan produksi padi nasional dan memenuhi
kebutuhan beras nasional di Indonesia.
20
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tembakau transgenik lebih toleran terhadap cekaman Al dan pH rendah
dibanding tembakau tipe liar. Hal ini mengindikasikan bahwa gen B11 merupakan
gen yang berperan penting dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman Al.
Mekanisme toleransi terhadap cekaman Al pada tembakau transgenik diduga
melalui mekanisme asam sitrat. Selain merupakan gen toleran Al, gen B11 juga
diduga berperan dalam toleransi terhadap cekaman pH rendah serta berperan
dalam proses pemanjangan sel akar dan pembentukan rambut akar.
Saran
Penelitian pendekatan secara molekuler perlu dilakukan untuk
membuktikan bahwa gen B11 merupakan gen yang berperan dalam toleransi
terhadap cekaman Al dan pH rendah, serta peran gen B11 dalam proses
pemanjangan sel akar, pemanjangan akar dan rambut akar
21
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman A, Dariah A, Mulyani A. 2008. Strategi dan teknologi pengelolaan
lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. Jurnal Litbang
Pertanian 27(2):43-49.
Adiningsih J, Sudjadi M. 1993. Peranan sistem bertanam lorong (Alley cropping)
dalam meningkatkan kesuburan tanah pada lahan kering masam. Risalah
seminar, hasil penelitian tanah dan agroklimat. Bogor (ID): Pusat
Penelitian tanah dan agroklimat.
Bian M, Zhou M, Sun D, Li C. 2013. Molecular approaches unravel the
mechanism of acid soil tolerance in plants. The Crop Journal 1(2):91-104.
Bohn HL, Myer RA, O'Connor GA. 2002. Soil Chemistry. New Jersey (US): John
Wiley & Sons.
Bozzola JJ, Russel LD. 1999. Electron Microscopy Prinsiples and Techniques for
Biologist. Canada (US): Southern Illinois University pr.
De la Fuente JM, R
-Ponce JL, Herrera-Estrella L.
1997. Aluminum tolerance in transgenic plants by alteration of citrate
synthesis. Science 276(5318):1566-1568.
Delhaize E, Ryan PR. 1995. Aluminum toxicity and tolerance in plants. Plant
Physiology 107(2):315.
Delhaize E, Ryan PR, Randall PJ. 1993. Aluminum tolerance in wheat (Triticum
aestivum L.)(II. Aluminum-stimulated excretion of malic acid from root
apices). Plant Physiology 103(3):695-702.
Estelle M. 1998. Polar auxin transport: new support for an old model. The Plant
Cell 10(11):1775-1778.
Firmansyah MA. 2010. Respon tanaman terhadap aluminium. Agripura 6(2):807818.
Frantzios G, Galatis B, Apostolakos P. 2005. Aluminium causes variable
responses in actin filament cytoskeleton of the root tip cells of Triticum
turgidum. Protoplasma 225(3-4):129-140.
Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar ilmu tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo
Persada.
Huang CF, Yamaji N, Mitani N, Yano M, Nagamura Y, Ma JF. 2009. A bacterialtype ABC transporter is involved in aluminum tolerance in rice. The Plant
Cell Online 21(2):655-667.
Jakoby M, Weisshaar B, Dröge-Laser W, Vicente-Carbajosa J, Tiedemann J, Kroj
T, Parcy F. 2002. bZIP transcription factors in Arabidopsis. Trends in
Plant Science 7(3):106-111.
Kaderi H. 2015. Sidik cepat keracunan unsur Fe, Mn, dan Al pada tanaman di
lahan rawa sulfat masam [Internet].[diunduh 10 Agustus 2015]. Tersedia
pada:http://balittra.litbang.pertanian.go.id/index.php?option=com_content
&view=article&id=1572&Itemid=5.
Kochian LV. 1995. Cellular mechanisms of aluminum toxicity and resistance in
plants. Annual Review of Plant Biology 46(1):237-260.
Kochian LV, Hoekenga OA, Piñeros MA. 2004. How do crop plants tolerate acid
soils? Mechanisms of aluminum tolerance and phosphorous efficiency.
Annual Review of Plant Biology 55:459-493.
22
Kochian LV, Pence NS, Letham DL, Pineros MA, Magalhaes JV, Hoekenga OA,
Garvin DF. 2002. Mechanisms of metal resistance in plants: aluminum and
heavy metals. Plant and Soil 247: 109–119.
Kochian LV, Pineros MA, Hoekenga OA. 2005. The physiology, genetics and
molecular biology of plant aluminum resistance and toxicity. Plant and
Soil 274:175–195
Kollmeier M, Felle HH, Horst WJ. 2000. Genotypical differences in aluminum
resistance of maize are expressed in the distal part of the transition zone. Is
reduced basipetal auxin flow involved in inhibition of root elongation by
aluminum?. Plant Physiology 122(3):945-956.
Krishna SS, Majumdar I, Grishin NV. 2003. Structural classification of zinc
fingers Survey and Summary. Nucleic acids research 31(2):532-550.
Krügel T, Lim M, Gase K, Halitschke R, Baldwin IT. 2002. Agrobacteriummediated transformation of Nicotiana attenuata, a model ecological
expression system. Chemoecology 12(4):177-183.
Kusnadi N, Tinaprilla N, Susilowati SH, Purwoto A. 2011. Analisis efisiensi
usahatani padi di beberapa sentra produksi padi di Indonesia. Jurnal Agro
Ekonomi 29(1):25-48.
Kussow, W.R. 1971. Introduction to Soil Chemistry. Soil Fertility Project. Bogor
(ID). Departemen Ilmu Tanah IPB
Libault M, Brechenmacher L, Cheng J, Xu D, Stacey G. 2010. Root hair systems
biology. Trends in Plant Science 15(11):641-650.
Ma JF, Chen ZC, Shen RF. 2014. Molecular mechanisms of Al tolerance in
gramineous plants. Plant and Soil 381(1-2):1-12.
Ma JF, Taketa S, Yang ZM. 2000. Aluminum tolerance genes on the short arm of
chromosome 3R are linked to organic acid release in triticale. Plant
Physiology 122(3):687-694.
Ma JF. 2007. Syndrome of aluminum toxicity and diversity of aluminum
resistance in higher plants. International Review of Cytology 264:226-251.
Magalhaes JV, Liu J, Guimaraes CT, Lana UG, Alves VM, Wang Y-H, Schaffert
RE, Hoekenga OA, Pineros MA, Shaff JE. 2007. A gene in the multidrug
and toxic compound extrusion (MATE) family confers aluminum
tolerance in sorghum. Nature Genetics 39(9):1156-1161.
Marwati T, Rusli MS, Mulyono E. 2007. Pemucatan minyak daun cengkeh
dengan metode khelasi menggunakan asam sitrat. Jurnal Teknologi
Industri Pertanian 17(2).
Matsumoto H. 2000. Cell biology of aluminum toxicity and tolerance in higher
plants. International Review of Cytology 200:1-46.
Meuer E, Ludwick A, Kussow W. 1971. Effect of lime and phosphorus on zinc
uptake from four soils of Brazil. Communications in Soil Science & Plant
Analysis 2(5):321-327.
Miftahudin, Nurlaela, Juliarni. 2007. Uptake and distribution of aluminum in root
apices of two rice varieties under aluminum stress. Hayati Journal of
Biosciences 14(3):110.
Miftahudin A, Chikmawati T, Ross K, Scoles G, Gustafson J. 2005. Targeting the
aluminum tolerance gene Alt3 region in rye, using rice/rye microcolinearity. Theoretical and Applied Genetics 110(5):906-913.
23
Mihara M, Uchiyama M, Fukuzawa K. 1980. Thiobarbituric acid value on fresh
homogenate of rat as a parameter of lipid peroxidation in aging, CCl 4
intoxication, and vitamin E deficiency. Biochemical medicine 23(3):302311.
Moustakas M, Ouzounidou G, Lannoye R. 1995. Aluminum effects on
photosynthesis and elemental uptake in an aluminum‐tolerant and
non‐tolerant wheat cultivar. Journal of Plant Nutrition 18(4):669-683.
Panda SK, Baluška F, Matsumoto H. 2009. Aluminum stress signaling in plants.
Plant Signaling and Behavior 4(7):592-597.
Polle E, Konzak C, Kattrick J. 1978. Visual detection of aluminum tolerance
levels in wheat by hematoxylin staining of seedling roots. Crop Science
18(5):823-827.
Prasetyo B, Suriadikarta D. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi
pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di
Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25(2):39-47.
Qin R, Jiao Y, Zhang S, Jiang W, Liu D. 2010. Effects of aluminum on nucleoli in
root tip cells and selected physiological and biochemical characters in
Allium cepa var. agrogarum L. BMC Plant Biology 10(1):225.
Roslim DI. 2011. Isolation and characterization of an aluminum tolerance gene in
Rice [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ryan PR, Ditomaso JM, Kochian LV. 1993. Aluminium toxicity in roots: an
investigation of spatial sensitivity and the role of the root cap. Journal of
Experimental Botany 44(2):437-446.
Samac DA, Tesfaye M. 2003. Plant improvement for tolerance to aluminum in
acid soils–a review. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 75(3):189-207.
Sasaki T, Yamamoto Y, Ezaki B, Katsuhara M, Ahn SJ, Ryan PR, Delhaize E,
Matsumoto H. 2004. A wheat gene encoding an aluminum‐activated
malate transporter. The Plant Journal 37(5):645-653.
Sivaguru M, Pike S, Gassmann W, Baskin TI. 2003. Aluminum rapidly
depolymerizes cortical microtubules and depolarizes the plasma
membrane: evidence that these responses are mediated by a glutamate
receptor. Plant and Cell Physiology 44(7):667-675.
Soepardi H. 2001. Strategi usaha tani agribisnis berbasis sumberdaya lahan.
Pros. Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Buku
I. Bogor (ID): Puslit Tanah dan Agroklimat Bogor. hal 35-52.
Taylor GJ. 1991. Current views of the aluminum stress response; the
physiological basis of tolerance. Current topics in plant biochemistry and
physiology 10: 57-93.
Trewavas A. 2000. Signal perception and transduction. American Society of Plant
Physiologists:930-988.
Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. London
(UK): Collier Macmillan Publishers.
Van Steenis CGGJ, den Hoed G, Bloembergen S, Eyma PJ, Nur N, Nasional U,
Biologi F. 1967. Flora untuk sekolah di Indonesia: Fakultas Biologi,
Universitas Nasional.
Yamaji N, Huang CF, Nagao S, Yano M, Sato Y, Nagamura Y, Ma JF. 2009. A
zinc finger transcription factor ART1 regulates multiple genes implicated
in aluminum tolerance in rice. The Plant Cell 21(10):3339-3349.
24
Yamamoto Y, Kobayashi Y, Devi SR, Rikiishi S, Matsumoto H. 2002. Aluminum
toxicity is associated with mitochondrial dysfunction and the production of
reactive oxygen species in plant cells. Plant Physiology 128(1):63-72.
Yamamoto Y, Kobayashi Y, Matsumoto H. 2001. Lipid peroxidation is an early
symptom triggered by aluminum, but not the primary cause of elongation
inhibition in pea roots. Plant Physiology 125(1):199-208.
Yin L, Mano J, Wang S, Tsuji W, Tanaka K. 2010. The involvement of lipid
peroxide-derived aldehydes in aluminum toxicity of tobacco roots. Plant
Physiology 152(3):1406-1417.
Yokosho K, Yamaji N, Ma JF. 2011. An Al‐inducible MATE gene is involved in
external detoxification of Al in rice. The Plant Journal 68(6):1061-1069.
25
LAMPIRAN
Vit. B5
F
E
D
A
B
C
Kode
NH4NO3
KNO3
CaCl2.2H2O
H3BO3
KH2PO4
CoCl2.6H2O
Na2MoO4.2H2O
KI
MgSO4.7H2O
MnSO4.4H2O
ZnSO4.7H2O
CuSO4.7H2O
Na-EDTA
FeSO4.7H2O
Myo-inositol
Thiamine-HCl
Nicotinic acid
Pyridoxine-HCl
Sukrosa
Gellan gum
Senyawa
82.5
95
22
0.31
8.5
0.0013
0.0125
0.0415
18.5
0.7527
0.43
0.0013
1.86
1.39
1
0.1
0.01
0.01
30
3
Berat yang
di Timbang (gram)
1000
1000
100
250
250
250
Dilarutkan
menjadi
(ml)
1000
1000
250
Lampiran 1 Komposisi Media Murashige-Skoog untuk Seleksi Biji
Konsentrasi
stok
(mg/L)
82500
95000
88000
1240
34000
5.2
50
166
74000
3010.8
1720
5.2
74.4
5.56
10000
1000
100
100
10
5
5
Volume yang diambil
untuk membuat 1 L
MS (ml)
20
20
5
5
Final
Konsentrasi
(mg/L)
1650
1900
440
6.2
170
0.026
0.25
0.83
370
22.3
8.6
0.025
37.2
27.8
100
10
1
1
26
27
RIWAYAT HIDUP
Ahmad Zulkifli, Lahir di Kabupaten Jember pada tanggal 13 Agustus 1987
dari pasangan Bapak Sarkuni (Alm.) dan Siti Mariam. Penulis menyelesaikan
Sekolah Menengah Atas di MA Negeri 1 Jember tahun 2005. Penulis melanjutkan
Studi program strata 1 (S1) di Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Jember pada tahun 2006 dan
berhasil lulus pada tahun 2010. Selama menempuh pendidikan di Program Studi
Pendidikan Biologi Universitas Jember menjadi asisten praktikum Taksonomi
Hewan Invetebrata (THI), Taksonomi Hewan Vetebrata (THV), dan Fisiologi
Tumbuhan. Pada tahun 2011 Penulis melanjutkan ke jenjang strata 2 (S2) di
Program Studi Biologi Tumbuhan Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor
melalui program Beasiswa Unggulan Calon Dosen DIKTI. Selama menempuh
pendidikan dijenjang S2 penulis merupakan anggota Bogor Science Club (BSC).
Download