RESPON FISIOLOGI DAN MORFOLOGI TEMBAKAU TRANSGENIK PEMBAWA KANDIDAT GEN TOLERAN ALUMINIUM TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM AHMAD ZULKIFLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respon Fisiologi dan Morfologi Tembakau Transgenik Pembawa Kandidat Gen Toleran Aluminium terhadap Cekaman Aluminium adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Ahmad Zulkifli NRP G353110091 RINGKASAN Ahmad Zulkifli. Respon Fisiologi dan Morfologi Tembakau Transgenik Pembawa Kandidat Gen Toleran Aluminium terhadap Cekaman Aluminium. Dibimbing oleh MIFTAHUDIN dan YOHANA C. SULISTYANINGSIH. Padi merupakan salah satu sumber makanan pokok yang saat ini banyak ditanam di lahan marginal, seperti tanah masam, sebagai akibat konversi lahan pertanian menjadi pemukiman dan industri. Penanaman padi pada tanah masam terkendala dengan pH tanah yang rendah (pH 3.5-5) dan keracunan aluminium (Al). Semakin asam pH tanah maka semakin tinggi kelarutan ion Al trivalen pada tanah sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan serta menurunkan produksi tanaman padi. Keracunan Al dapat menghambat pembelahan sel, pemanjangan dan perluasan sel akar. Pada periode cekaman Al yang lebih lama dapat menyebabkan pertumbuhan akar terhambat, akar pendek, tebal dan menggulung sehingga mengganggu penyerapan unsur hara baik makro maupun mikro. Beberapa tanaman pertanian memiliki mekanisme toleransi terhadap cekaman Al. Mekanisme toleransi terhadap cekaman Al tersebut dikendalikan secara genetik. Pada gandum, mekanisme toleransi terhadap cekaman Al berupa sekresi asam malat dan asam sitrat yang masing-masing dikendalikan oleh gen ALMT1 dan gen MATE, serta mekanisme pengeluaran Al dari akar tanaman gandum yang dikendalikan oleh gen Alt1. Pada padi sekresi asam sitrat dikendalikan oleh gen OsFRDL4. Gen OsFRDL4 dan gen-gen lain yang responsif Al diregulasi oleh gen ART1, yang ekspresinya tidak diinduksi oleh Al. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat gen lain yang ekspresinya diinduksi oleh Al dan meregulasi gen ART1. Gen B11 merupakan kandidat gen toleran Al yang diisolasi dari padi lokal Indonesia var. Hawara Bunar. Gen B11 diharapkan dapat meningkatkan toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al pada tanah masam. Gen B11 perlu diverifikasi melalui pendekatan fisiologi dan morfologi disamping pendekatan molekuler untuk membuktikan apakah gen B11 merupakan gen yang benar-benar bertanggung jawab dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman Al. Pendekatan fisiologi dan morfologi dapat dilakukan melalui pengamatan respon fisiologi dan morfologi pada tanaman model seperti tembakau yang telah ditransformasi dengan gen B11. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon fisiologi dan morfologi dari tembakau transgenik yang mengoverekspresikan gen B11 terhadap cekaman Al. Cekaman Al diberikan untuk mengetahui respon fisiologi dan morfologi tembakau transgenik pembawa gen B11. Kecambah tembakau transgenik yang lolos seleksi antibiotik higromisin 50 µg/ml dan tembakau tipe liar ditanam pada media 1/6 MS agar 0.5% (w/v) yang mengandung 0 (pH: 5.80±0.05), 0 (pH: 4.1±0.05), 300, dan 555 µM Al (pH: 4.00 ±0.05 setelah penambahan Al) selama tujuh minggu untuk mengetahui respon morfologi berupa panjang akar, bobot basah, dan bobot kering tembakau setelah cekaman. Untuk mengetahui pengaruh cekaman Al terhadap ujung akar dan rambut akar dilakukan dengan cara menanam biji tembakau transgenik dan tipe liarnya pada media 1/6 MS agar 0.5% (w/v) yang mengandung 0 dan 50 µM Al selama 20 hari dan selanjutnya diamati kerusakan ujung akar dan rambut akar dengan mikroskop cahaya dan Scanning Electron Microscope (SEM). Respon fisiologi berupa peroksidasi lipid dan sekresi asam organik dilakukan dengan cara menanam kecambah tembakau transgenik yang lolos seleksi antibiotik higromisin dan tipe liarnya pada media MS cair secara aseptik selama tiga minggu, selanjutnya diadaptasi dalam larutan yang mengandung 500 µM CaCl2 pH 4.1±0.05 selama 24 jam. Setelah diadaptasi, tembakau transgenik dan tipe liarnya dipindahkan ke dalam larutan yang mengandung 300 µM Al dalam 500 µM CaCl2 pH 4.1±0.05 selama 24 jam. Pengamatan peroksidasi lipid secara kualitatif dilakukan dengan cara pewarnaan Schiff’s pada ujung akar, sedangkan pengamatan peroksidasi lipid secara kuantitaif dilakukan dengan cara mengukur kandungan MDA pada ujung akar dengan menggunakan spektofotometer. Sekresi asam organik akar tembakau transgenik dan tipe liarnya diukur dengan menggunakan HPLC. Tembakau transgenik dan tipe liarnya yang lolos seleksi antibiotik higromisisn juga ditanam di tanah asam Podzolik Merah Kuning, Jasinga dan tanah Latosol Darmaga di rumah kaca untuk mengetahui respon morfologi berupa tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang buah, dan jumlah buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tembakau transgenik yang dicekam Al selama tujuh minggu memiliki akar yang lebih panjang dari pada tembakau tipe liar. Selain itu bobot basah dan bobot kering biomasa tembakau transgenik lebih tinggi dari pada tipe liarnya. Hasil analisis peroksidasi lipid menunjukkan nilai MDA tembakau tipe liar yang lebih tinggi dibanding tembakau transgenik. Nilai MDA yang tinggi pada ujung akar tembakau tipe liar mengindikasikan adanya kerusakan membran sel pada ujung akar akibat cekaman oksidatif. Mekanisme toleransi tembakau transgenik terhadap cekaman Al dimungkinkan berupa sekresi asam sitrat dari akar, karena jumlah sekresi asam sitrat tembakau transgenik lima kali lebih banyak daripada tembakau tipe liar, sedangkan jumlah sekresi asam malat tembakau transgenik tidak berbeda nyata dengan tembakau tipe liar. Hasil percobaan rumah kaca menunjukkan bahwa tinggi tanaman dan jumlah buah tembakau transgenik berbeda nyata (P<0.05) dengan tembakau tipe liar, sedangkan jumlah daun dan jumlah cabang buah tembakau transgenik tidak berbeda nyata dengan tembakau tipe liar. Dapat disimpulkan bahwa tanaman tembakau transgenik lebih tolerant terhadap cekaman Al dibanding tipe liarnya karena adanya gen B11 pada tembakau transgenik. Kata kunci: asam organik, peroksidasi lipid, tembakau transgenik, toleransi aluminium SUMMARY Ahmad Zulkifli. Physiological and Morphological Responses of Transgenic Tobacco Carrying an Aluminum Tolerance Gene Candidate to Aluminum Stress. Supervised by MIFTAHUDIN and YOHANA C. SULISTYANINGSIH. Rice is a main staple food in Indonesia that becomes widely grown in marginal land, such as acid soils, as a result of the conversion of agricultural land into residential and industrial uses. Rice cultivation in acid soils is negtively affected by acidic pH (pH 3.5-5) and aluminum (Al) toxicity. The more acidic the soil, the higher solubility of Al trivalent ions in the soil. These Al ions inhibit rice growth and development as well as decrease rice production in acid soils. Al toxicity can inhibit cell division, elongation and expansion of root cells. The long period of Al stress can cause stunted root growth, short and thick roots, and rolled up, therefore inhibits the roots to absorb mineral nutrients. Some crops have tolerance mechanisms to Al toxicity, which are genetically controlled. In wheat, malate and citrate secretions involve in the Al tolerance mechanisms. Malate and citrate secretions are controlled by ALMT1 and MATE genes, respectively. In rice citrate secretion is controlled by OsFRDL4 gene. Another gene, ART1, regulates the expression of the OsFRDL4 gene and other downstream Al related genes, but the expression of the ART1 gene is not induced by Al. This phenomenon suggests that there are upstream genes whose expression is induced by Al and regulate ART1. The B11 gene is an aluminum tolerance gene candidate isolated from the Indonesian local rice var. Hawara Bunar. The gene is expected to increase the tolerance of rice to acid soils. However, the gene needs to be verified through both physiological and morphological approaches as well as molecular approach to verify whether the gene is responsible for the tolerance mechanism to Al toxicity. Physiological and morphological approach can be done through study the physiological and morphological responses of model plant such as tobacco overexpressing the B11 gene to Al stress. Al stress was administered to transgenic tobacco and its wild type to anlayze the physiological and morphological responses of transgenic tobacco. Seedlings of transgenic tobacco that resistance to 50 g/ml hygromycin and its wild type were grown on one sixth strenght MS solidified with 0.5% (w / v) agar containing 0 (pH: 5.80 ± 0.05), 0 (pH: 4.1 ± 0.05), 300, and 555 μM Al (pH: 4.00 ± 0:05 after Al addition) for seven weeks to study the morpholocial responses of transgenic tobacco, i.e.:root length, fresh and dry of tobacco. The effect of Al stress on root tip and root hair was studied by planting the seeds of transgenic tobacco and its wild type on one sixth strenght MS solidified with 0.5% (w / v) agar containing 0 and 50 μM Al for 20 days. The root tip morphology were observed using a light microscope and Scanning Electron Microscope (SEM). Physiological responses, i.e.: lipid peroxidation and organic acid secretion was analyzed by growing the seedlings of the transgenic tobacco and its wild type on liquid MS media for three weeks, then adapted in a solution containing 500 μM CaCl2 pH 4.1 ± 0:05 for 24 hour. Once adapted, the transgenic and wild-type tobacco were transferred into a solution containing 300 μM of Al in 500 μM CaCl2 pH 4.1 ± 0:05 for 24 hours. Qualitative observation of lipid peroxidation was carreid out by Schiff's staining on the root tips, whereas quantitative observations of lipid peroxidation was carried out by measuring the MDA content in root tip after being stressed with Al using the spectrophotometer. Organic acid secretion of the transgenic tobacco and its wild type roots were measured using HPLC. Seedlings of transgenic tobacco its wildtype were grown in acid and neutral soils in the greenhouse to evaluate the growth responses, i.e.: plant height, number of leaves, number of fruit branches and number of fruit to different soil acidity. The results showed that the transgenic tobacco has longer root than that of its wild type after exposed to Al stress for seven weeks. In addition, the fresh and dry weight of the transgenic tobacco was higher than that of its wild type. The roots of the transgenic tobacco show lower level of MDA content than that of its wild type indicates that the transgenic tobacco experiences lower lipid peroxidation in its cell membranes than that of its wild type. The tansgenic tobacco roots also secrete more citrate than that of its wild type, but there is no differences in malate secretion between both genotypes. It indicates that citrate secretion has an important role in the Al tolerance mechanism of the transgenic tobacco. The greenhouse experiment shows that the transgenic tobacco is taller and produce more fruit than that of its wild type when grwon in acid soil, but there is no diferences in number of leaves and fruit branch between the transgenic tobacco and its wild type. It is concluded that the transgenic tobacco is more tolerant than that of its wild type due to the presence of the B11 gene in the transgenic tobacco. Key words: aluminum tolerance, lipid peroxidation, organic acids, transgenic tobacco © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB RESPON FISIOLOGI DAN MORFOLOGI TEMBAKAU TRANSGENIK PEMBAWA KANDIDAT GEN TOLERAN ALUMINIUM TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM AHMAD ZULKIFLI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA PRAKATA Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Respon Fisiologi dan Morfologi Tembakau Transgenik Pembawa Kandidat Gen Toleran Aluminium terhadap Cekaman Aluminium” dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini terselenggara atas biaya dari Hibah Penelitian Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional tahun 2014-2015 dari DP2M DIKTI, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas nama Dr Ir Miftahudin, MSi. Terimaka kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Miftahudin, MSi dan Ibu Yohana C. Sulistyaningsih, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, masukan, dan arahan yang diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada ayah (alm.), ibu, dan kakak yang selalu memberikan doa, motivasi serta inspirasi bagi penulis agar tetap sabar dalam mencapai kesuksesan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar Prodi Biologi Tumbuhan serta seluruh keluarga besar di Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekuler Tumbuhan, Departemen Biologi IPB atas segala doa dan dukungannya. Harapan besar bagi saya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan masyarakat serta bangsa pada umumnya. Bogor, Agustus 2015 Ahmad Zulkifli DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan 1 2 TINJAUAN PUSTAKA Tembakau Tanah Masam dan Cekaman Aluminium Mekanisme Toleransi Cekaman Aluminium Kandidat Gen Toleran Aluminium pada Padi 3 3 5 6 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Tanaman Sterilisasi dan Seleksi Biji Analisis Panjang Akar, Bobot Basah, dan Bobot Kering Tanaman Analisis Kualitatif Akumulasi Aluminium pada Akar Analisis Morfologi Akar Analisis Kualitatif Peroksidasi Lipid Membran Sel Akar Analisis Kuantitatif Peroksidasi Lipid Membran Sel Akar Analisis Sekresi Asam Organik Uji Toleransi Cekaman Aluminium pada Tanah Masam Analisis Data 7 7 7 7 7 8 8 8 9 9 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Cekaman Al terhadap Panjang Akar, Bobot Basah, dan Bobot Kering Tanaman Tembakau Pengaruh cekaman Aluminium terhadap Akumulasi Aluminium di Ujung Akar Pengaruh Cekaman Al terhadap Morfologi Akar Pengaruh Cekaman Al terhadap Peroksidasi Lipid Membran sel Pengaruh Cekaman Al terhadap Sekresi Asam Organik Pengaruh Cekaman Al terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tembakau di Rumah Kaca 10 12 12 15 16 17 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran 20 20 DAFTAR PUSTAKA 21 LAMPIRAN 25 RIWAYAT HIDUP 27 DAFTAR GAMBAR 1. Mekanisme keracunan dan toleransi cekaman Al 2. Morfologi akar dan tajuk tembakau transgenik dan tipe liar 3. Pengaruh cekaman aluminium terhadap panjang akar, bobot basah, dan bobot kering tembakau tipe liar dan transgenik 4. Histokimia akumulasi Al pada ujung akar 5. Morfologi akar tembakau tipe liar dan transgenik menggunakan menggunakan mikroskop cahaya 6. Morfologi ujung rambut akar tembakau tipe liar dan transgenik 7. Panjang sel akar tembakau tipe liar dan tembakau transgenik 8. Densitas dan panjang rambut akar tembakau tipe liar dan tembakau transgenik 9. Morfologi ujung akar tembakau tipe liar dan transgenik menggunakan SEM 10. Histokimia peroksidasi lipid pada ujung akar tembakau tipe liar dan transgenik 11. Rata-rata konsentrasi MDA pada ujung akar tembakau tipe liar dan transgenik 12. Sekresi asam organik akar tembakau tipe liar dan transgenik 13. Morfologi tembakau tipe liar dan transgenik yang ditanam di rumah kaca 14. Pengaruh Cekaman Al terhadap pertumbuhan dan perkembangan tembakau tipe liar dan transgenik 5 10 11 12 13 13 14 15 15 16 17 18 18 DAFTAR LAMPIRAN 1. Komposisi media Murashige-Skoog untuk seleksi biji 26 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk yang semakin meningkat mendorong konversi lahan pertanian subur menjadi pemukiman dan industri, sehingga menyebabkan berkurangnya lahan pertanian produktif dan berakibat menurunkan produksi tanaman pertanian (Kusnadi et al. 2011). Pemanfaatan lahan marginal, seperti tanah masam, sebagai lahan pertanian merupakan salah satu alternatif yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman pertanian. Tanah ultisol merupakan jenis tanah lahan marginal yang paling luas yaitu sekitar 53,50 juta ha atau 52% dari total tanah masam di Indonesia dan berpotensi sebagai lahan pertanian (Abdurachman et al. 2008). Kegiatan pertanian di tanah ultisol terhambat oleh pH tanah yang bersifat asam (pH < 5.5) yang berpotensi mengandung aluminium (Al) dalam bentuk sangat terlarut, sehingga dapat bersifat racun bagi tanaman pertanian. Aluminium sangat merugikan bagi tanaman, karena Al merupakan unsur kimia yang mampu mengkelat unsur hara, merusak akar, dan mengganggu pertumbuhan serta perkembangan tanaman (Ryan et al. 1993; Delhaize dan Ryan 1995; Kochian et al. 2004). Kerugian yang disebabkan oleh keracunan Al pada tanaman menjadikan Al sebagai pembatas utama pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta salah satu faktor pembatas utama produksi tanaman pertanian di tanah masam (Matsumoto 2000; Samac dan Tesfaye 2003; Panda et al. 2009). Padi merupakan salah satu tanaman pertanian yang potensial untuk ditanam di tanah masam. Akan tetapi produktivtas padi di tanah masam lebih rendah dibanding pada lahan sawah, sehingga diperlukan usaha untuk meningkatkan produksi padi di tanah masam. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara memperbaiki kondisi tanah masam dengan cara pengapuran. Namun, usaha ini kurang ekonomis, karena pengapuran dapat menurunkan ketersediaan unsur Zn, Mn, Cu, dan B yang menyebabkan terjadinya defisiensi keempat unsur hara tersebut, serta dapat mengalami keracunan Mo (Hanafiah 2005). Selain itu, kapur yang ditebar mudah mengalami pencucian (leaching) oleh air. Alternatif lain untuk meningkatkan produktivitas padi di tanah masam adalah dengan cara memperbaiki sifat toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al melalui persilangan maupun rekayasa genetika (Kochian et al. 2004). Mekanisme toleransi terhadap cekaman Al pada tanaman dikendalikan secara genetik. Pada gandum, mekanisme toleransi terhadap cekaman Al berupa sekresi asam malat yang dikendalikan oleh anggota famili gen ALMT (Sasaki et al. 2004), sekresi asam sitrat yang dikendalikan oleh anggota famili gen MATE (Magalhaes et al. 2007), atau mekanisme pengeluaran Al dari akar tanaman gandum yang dikendalikan oleh gen Alt1 (Delhaize et al. 1993). Sasaki et al. (2004) berhasil mengisolasi gen ALMT1 dari tanaman gandum dan mengintroduksikan pada tanaman padi. Hasil penelitian Sasaki et al. (2004) menunjukkan bahwa ekspresi berlebih ALMT1 pada padi tidak memberikan peningkatan toleransi Al yang signifikan antara tanaman transgenik ALMT1 dan 2 tipe liarnya. Hal ini memunculkan dugaan bahwa tanaman padi memiliki gen lain yang lebih berperan dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman Al. Penelitian intensif dilakukan pada tanaman padi untuk menentukan gen yang berperan aktif dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman Al. Ma et al. (2014) melaporkan bahwa sejumlah gen toleran Al telah diidentifikasi dari varietas Japonica. ART1 (Al-tolerance transcription factor 1), faktor transkripsi tipe C2H2 zinc-finger telah dilaporkan terlibat dalam toleransi Al. ART1 meregulasi tujuh gen yang terlibat dalam mekanisme toleransi Al, yaitu STAR1, STAR2, Nrat1, OsALS1, OsFRDL4, OsMGT1, dan OsCDT3, tetapi ekspresi ART1 tidak diinduksi oleh Al (Huang et al. 2009). Hal ini memunculkan dugaan bahwa terdapat gen lain yang ekspresinya diinduksi oleh Al dan meregulasi gen ART1. Miftahudin et al. (2005) berhasil menunjukkan adanya hubungan sintenik antara kromosom 4RL rye dan kromosom 3 padi terkait dengan toleransi terhadap cekaman Al. Berdasarkan hubungan sintenik ini, Roslim (2011) berhasil mengisolasi gen B11 dari tanaman padi Hawara Bunar setelah melakukan penapisan beberapa marka pada kromosom 3 padi serta mengetahui bahwa gen B11 mengalami peningkatan ekspresi (up-regulated) saat diberi perlakuan Al. Gen B11 diduga memiliki peran dalam mekanisme toleransi Al pada padi karena ekspresinya meningkat pada padi Hawara Bunar yang toleran Al pada saat diberi cekaman Al (Roslim 2011). Gen B11 harus diverifikasi melalui pendekatan molekuler untuk membuktikan bahwa gen B11 adalah gen yang berperan dalam toleransi Al. Selain pendekatan molekuler, verifikasi gen B11 juga bisa dilakukan melalui pendekatan fisiologi dan morfologi. Verifikasi gen B11 dapat dilakukan melalui pengamatan fisiologi dan morfologi pada tanaman model, yaitu tembakau yang sebelumnya telah ditransformasi dengan gen B11 yang dikendalikan oleh promotor kuar 35S CaMV. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih baik tentang peran dari gen B11 terhadap mekanisme toleransi cekaman Al, sehingga dapat menjadi dasar dalam pemanfaatan gen B11 untuk mengembangkan tanaman yang toleran terhadap cekaman Al dan tanah masam. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa gen B11 adalah gen yang berperan dalam toleransi tanaman terhadap cekaman Al melalui pengamatan respon fisiologi dan morfologi tembakau transgenik yang mengekspresikan gen B11 secara berlebih terhadap cekaman Al. 3 TINJAUN PUSTAKA Tembakau Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan tanaman tropis asli Amerika. Tanaman tembakau berhabitus semak, tegak, sedikit bercabang, tinggi 0.5-2.5 m. Daun duduk, atau bertangkai pendek, memanjang atau bentuk lanset dengan pangkal menyempit, sebagian memeluk batang dan ujung runcing. Kelopak bunga berbentuk tabung dengan 5 gigi-gigi memanjang tidak sama. Mahkota bunga berbentuk tabung melebar ke atas dengan panjang tabung 4-4.5 cm. Benangsari tembakau bebas, sebuah lebih pendek dari 4 lainnya. Tembakau memiliki buah tipe kotak berbentuk telur memanjang dan memiliki biji kecil dan banyak (Van Steenis et al. 1967). Tanaman tembakau memiliki karakter yang sesuai untuk dijadikan sebagai tanaman model dalam dunia rekayasa genetika diantaranya: 1) dapat dibedakan dengan jelas antara morfologi akar, batang, dan daun, 2) siklus hidupnya cukup pendek, 3) merupakan tanaman dikotil, 4) induksi tunas maupun kalus dalam proses transformasi sangat mudah (Krügel et al. 2002). Tanah Masam dan Cekaman Aluminium Lahan kering adalah suatu hamparan lahan yang tidak pernah digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Lahan kering masam adalah lahan yang memiliki karakteristik seperti pH rendah, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB) dan C organik rendah, kandungan Al (kejenuhan Al) tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan besi dan mangan mendekati batas meracuni tanaman, dan peka erosi (Adiningsih dan Sudjadi 1993; Soepardi 2001). Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam di lahan kering yang mempunyai sebaran luas, mencapai 25% dari total luas daratan Indonesia. Tanah ini berpotensi sebagai lahan pertanian, akan tetapi tanah ultisol bersifat masam (pH <5.5) dan mengandung ion Al3+ terlarut dalam kadar yang tinggi (Prasetyo dan Suriadikarta 2006). Pada pH di bawah 5, Al3+ merupakan bentuk yang dominan dan beracun bagi banyak tanaman (Kochian et al. 2002). Kejenuhan Al dipengaruhi oleh pH tanah. Bila pH meningkat maka persentase kejenuhan Al menurun, sedangkan bila pH menurun maka persentese kejenuhan Al meningkat (Firmansyah 2010). Salah satu faktor yang menyebabkan kemasaman tanah adalah intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan yang tinggi menyebabkan tercucinya kation-kation basa dari kompleks jerapan sehingga kation-kation H+ dan Al3+ menjadi sumber utama ion-ion H+ pada tanah masam sedang sampai kuat. Reaksi hidrolisis Al menghasilkan ion Al-hidroksida dan ion-ion H+ (Hanafiah 2005) seperti reaksi berikut: Al3+ + H2O Al(OH)2+ + H+ Al(OH)2+ + H2O Al(OH)2+ + H+ Al(OH)2+ + H20 Al(OH)3 + H+ Hidrolisis Al yang menghasilkan ion-ion H+ inilah yang menyebabkan tanah memiliki pH 4,0 – 5,5 (Tisdale et al 1985). Kemasaman tanah dapat dinetralkan 4 dengan menggunakan kapur (CaCO3). Proses Netralisasi pH tanah melalui dua proses, yaitu Ion CO32- menarik ion H+ dari koloid tanah membentuk H2CO3, sedangkan ion Al3+ bersenyawa dengan OH membentuk gibsit Al(OH)3, sehingga misel dapat ditempati oleh Ca. Melalui kedua proses tersebut netralisasi kemasaman tanah terjadi baik yang bersumber dari ion H+ maupun dari ion Al+ (Meuer et al. 1971). Reaksi netralisasi tanah masam dengan CaCO3 adalah sebagai berikut: CaCO3 CO32+ + 2H2O Ca2+ + CO32+ H2CO3 + 2OH- X-Al + 3OH- X3- + Al(OH)3 Aluminium bersifat racun bagi tanaman pertanian, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman pertanian. Tanaman akan mengalami keracunan Al apabila jumlah Al yang terkandung dalam larutan tanah melebihi batas maksimum akar tanaman dalam beradaptasi dan tumbuh dengan baik. Batas keracunan Al dinyatakan dalam kandungan kritis yang dibolehkan berada dalam jaringan tanaman. Pada tanaman padi kandungan kritis Al sebesar 300 ppm (Kaderi 2015). Keracunan Al merupakan salah satu bentuk cekaman abiotik dan merupakan faktor utama yang membatasi produksi tanaman pertanian pada tanah masam (Samac dan Tesfaye 2003). Bagian tanaman yang pertama kali kontak dengan tanah adalah akar, sehingga target utama kerusakan akibat Al adalah akar (Ryan et al.1993). Beberapa penelitian membuktikan bahwa keracunan Al dapat menurunkan dan merusak sistem perakaran yang menyebabkan tanaman rentan terhadap cekaman kekeringan dan mengalami defisiensi hara mineral (Kochian 1995; Samac dan Tesfaye 2003; Kochian et al. 2004). Selain itu juga Al dapat menyebabkan membran akar rusak, akar menebal, menggulung, dan pendek (Delhaize dan Ryan 1995). Kerusakan akar berkorelasi dengan akumulasi Al di ujung akar, sehingga pendeteksian adanya Al di ujung akar secara histologi merupakan langkah yang tepat dalam mengetahui keracunan Al pada tanaman. Pengaruh keracunan Al pada akar tanaman bergantung pada periode cekaman. Pada cekaman singkat Al menghambat pembesaran dan pemanjangan sel-sel akar. Periode paparan Al yang lebih lama akan menghambat pembelahan sel (Kochian 1995; Matsumoto 2000). Pada tanaman padi daerah kerusakan akibat Al berada 1 cm dari ujung akar (Miftahudin et al. 2007). Akumulasi Al di dalam sel-sel tembakau dapat menekan aktivitas mitokondria yang dimonitor dari adanya reduksi 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide dan penyerapan Rhodamine 123. Setelah 12 jam, akumulasi Al tersebut memicu produksi Reactive Oxygen Species (ROS), menghambat respirasi sehingga sel kehabisan ATP, dan pertumbuhan akar terhenti. Pada tanaman kacang kapri (Pisum sativum L.), Al juga memicu produksi ROS dan menghambat respirasi sehingga sel kehabisan ATP, keduanya dapat menghambat pemanjangan akar (Yamamoto et al. 2002). Mekanisme penghambatan pemanjangan akar oleh Al terjadi melalui interaksi Al dengan komponen di dalam dinding sel akar, menghentikan proses pembelahan sel (Matsumoto 2000), merusak membran plasma melalui peroksidasi lipid membran, memblok sistem transpor ion tertentu melintasi membran plasma, merusak dinamika sitoskeleton, berinteraksi dengan mikrotubul dan filamen aktin 5 (Yamamoto et al. 2002; Sivaguru et al. 2003), berinteraksi dengan jalur transduksi sinyal, mempengaruhi konsentrasi ion Ca2+ sitoplasma (Kochian et al. 2004), menginduksi pembentukan ROS, menyebabkan disfungsi mitokondria, dan akhirnya menghambat pertumbuhan akar tanaman (Yamamoto et al. 2002). Mekanisme Toleransi Cekaman Aluminium Setiap tanaman memiliki mekanisme yang berbeda-beda dalam merespon cekaman biotik maupun abiotik, begitu juga dengan tanaman pertanian. Tanaman pertanian memiliki keragaman mekanisme toleransi terhadap cekaman Al yang dikendalikan secara genetik. Mekanisme toleransi terhadap cekaman Al pada tanaman dibedakan menjadi dua, yaitu mekanisme eksternal dan internal (Kochian 1995). Mekanisme eksternal diantaranya menghambat masuknya Al melalui dinding sel, meningkatkan selektivitas membran plasma terhadap Al, meningkatkan pH di daerah perakaran atau apoplas, dan atau mengeksudasi asam organik sebagai senyawa pengkelat Al, sedangkan mekanisme internal meliputi pengkelatan Al di sitosol, pengurungan Al di vakuola, pengikatan Al oleh protein, dan akumulasi protein tertentu (Taylor 1991). Mekanisme keracunan dan toleransi cekaman Al pada tanaman secara lengkap disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Mekanisme keracunan dan toleransi cekaman Al (Kochian et al. 2005) Eksudasi asam organik dari akar tanaman ketika mendapat cekaman Al dikendalikan secara genetik (Kochian et al. 2004). Pada gandum eksudasi asam malat dan asam sitrat berturut-turut dikendalikan oleh anggota famili gen ALMT 6 (Sasaki et al. 2004) dan famili gen MATE (Magalhaes et al. 2007), sedangkan mekanisme pengeluaran Al dari akar tanaman gandum dikendalikan oleh gen Alt1 (Delhaize et al. 1993). Pada tanaman padi sejumlah gen toleran Al telah diidentifikasi dari varietas Japonica. ART1 (Al-tolerance transcription factor 1), suatu faktor transkripsi tipe C2H2 zinc-finger telah dilaporkan terlibat dalam toleransi Al (Yamaji et al. 2009). ART1 meregulasi tujuh gen yang terlibat dalam mekanisme toleransi Al, yaitu gen STAR1, STAR2, Nrat1, OsALS1, OsFRDL4, OsMGT1, dan OsCDT3, tetapi ekspresi gen ART1 tidak diinduksi oleh Al (Huang et al. 2009). Salah satu gen yang diregulasi oleh ART1 adalah gen OsFRDL4, yang bertanggung jawab terhadap sekresi asam sitrat dalam merespon Al (Yokosho et al. 2011). Gen ART1 diduga diregulasi oleh gen lain yang diregulasi oleh Al. Oleh karena itu perlu diidentifikasi gen-gen lain yang menjadi kunci dalam meregulasi gen-gen toleransi Al tersebut. Kandidat Gen Toleran Aluminium pada Padi Gen B11 merupakan kandidat gen toleran Al yang berhasil diisolasi dari padi lokal Indonesia cv. Hawara Bunar yang toleran Al. Gen B11 diduga merupakan faktor transkripsi karena pada sekuen protein gen B11 dijumpai domain faktor transkripsi bZIP dan motif seperti C2H2-zinc finger. Selain itu juga terdapat situs atau regulator yang terlibat dalam transduksi sinyal, seperti situs fosforilasi, miristoilasi, pengikatan protein kinase, interaksi protein-protein, dan interaksi protein-DNA (Trewavas 2000; Jakoby et al. 2002; Krishna et al. 2003; Roslim 2011). Gen B11 diduga berperan dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman Al karena ekspresi gen B11 pada padi cv. Hawara Bunar ketika mendapat cekaman Al sebesar 555 µM lebih tinggi dibanding ekspresi pada padi cv IR64 yang sensitif Al. Ekspresi berlebih dari gen B11 pada tembakau transgenik generasi T1 juga dapat meningkatkan sifat toleransi tembakau transgenik yang ditanam pada media cekaman yang mengandung Al. Hasil uji tantang dengan 300 µM Al dalam 1/6 MS media agar menunjukkan bahwa tembakau transgenik memiliki akar yang lebih panjang dan tajuk yang lebih luas dibanding tipe liarnya (Roslim 2011). Atas dasar fenomena tersebut di atas maka gen B11 diduga kuat sebagai faktor transkripsi yang menginduksi ekspresi gen-gen responsif Al yang lain, seperti gen ALMT1 dan MATE yang mengendalikan sekresi malat dan sitrat (Roslim 2011). Peningkatan ekspresi kedua gen tersebut dapat meningkatkan sekresi kedua anion organik tersebut yang selanjutnya dapat meningkatkan toleransi tanaman tembakau transgenik. Tembakau transgenik toleran Al merupakan tembakau yang sudah ditransformasi dengan kandidat gen toleran Al (B11). Habitus tembakau transgenik tersebut cenderung lebih tinggi dibandingkan tipe liarnya. Tembakau transgenik memiliki tinggi berkisar 150-205 cm, sedangkan tipe liarnya memiliki tinggi kurang dari 150 cm. Tembakau transgenik memiliki variasi tepian daun yang terletak di sekitar bunga dan variasi dalam hal ukuran dan jumlah bunga di dalam satu karangan bunga. Tembakau transgenik dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi tanaman model yang dapat mengungkap peran dari gen B11 pada mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman Al. 7 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai dengan Maret 2015 di Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekular Tumbuhan, dan Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Biologi IPB. Pengamatan Sampel dengan Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong-Bogor, analisis asam organik dengan HPLC dilakukan di lab kimia terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH) Bogor. Bahan Tanaman Tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah tembakau tipe liar dan tembakau transgenik pembawa kandidat gen toleran Al (B11) generasi T3. Sterilisasi dan Seleksi Biji Biji tembakau transgenik dan tipe liar direndam akuades steril sebanyak 3 kali masing-masing selama 1 menit, kemudian direndam etanol 70% selama 1 menit. Biji tembakau transgenik tersebut selanjutnya direndam dengan Sodium hypochlorite 1.57% selama 7 menit, selanjutnya dibilas dengan aquades steril sebanyak 4 kali. Biji yang sudah steril diletakkan pada tisue kering kemudian ditumbuhkan pada media MS seleksi yang menggandung 50 µg/ml antibiotik higromisin selama 30 hari (De la Fuente et al. 1997). Analisis Panjang Akar, Bobot Basah, dan Bobot Kering Tanaman Tembakau transgenik yang lolos seleksi antibiotik higromisisn 50 µg/ml dan tembakau tipe liar ditanam pada media 1/6 MS padat dengan 0.5% agar yang dan ditambah 0 (pH: 4.1±0.05), 0 (pH: 5.80), 300, dan 555 µM Al (pH: 4.10 ±0.05 setelah penambahan Al) selama tujuh minggu. Aluminium yang diberikan dalam bentuk AlCl3.6H2O. Panjang akar dan bobot basah diukur setelah tujuh minggu cekaman Al, sedangkan bobot kering ditimbang setelah dikeringkan dengan oven pada suhu 80 oC selama tiga hari. Analisis Kualitatif Akumulasi Aluminium pada Akar Akumulasi Al pada ujung akar dapat diamati pada jaringan akar dengan membuat sedian mikroskopis akar. Akar tembakau transgenik dari setiap perlakuan diwarnai dengan larutan pewarna yang mengandung hematoxilin 0.2 % (w/v) dan Sodium Iodate (NaIO3) 0.02% (w/v) selama 30 menit (Polle et al. 1978). Setelah itu akar yang sudah diwarnai dicuci dengan akuades dan segera diamati dibawah mikroskop stereo (Olympus SZ51). 8 Analisis Morfologi Akar Biji tembakau transgenik dan tipe liar steril ditanam pada media 1/6 MS agar yang ditambah 0 dan 50 µM Al (pH: 4.1±0.05) selama 20 hari. Ujung akar, rambut akar, dan sel akar diamati dibawah mikroskop cahaya (Olympus CX21) dan Scanning Electron Microscope (SEM) setelah akhir periode cekaman. Pengamatan sampel dengan SEM mengikuti metode Bozzola dan Russell (1999). Akar tembakau transgenik dan tipe liar diberikan perlakuan prafiksasi di dalam larutan glutaraldehid 2.5% selama 12 jam pada suhu 4OC. Kemudian sampel diberi perlakuan pascafiksasi di dalam larutan tannic acid 2% selama 1 jam pada suhu 4OC. Setelah itu, sampel dicuci dengan larutan bufer cacodylate sebanyak 4 kali dengan masing-masing tahapan pencucian berlangsung selama 15 menit pada suhu 4OC. Selanjutnya, sampel dibilas dengan akuades selama 15 menit pada suhu 4OC. Proses dehidrasi dilakukan dengan seri larutan etanol 50%, 75%, 85%, 94% dan alkohol absolut. Sampel yang telah didehidrasi kemudian dikering-bekukan (freeze drying). Spesimen selanjutnya direkatkan pada stub menggunakan perekat karbon, disepuh dengan emas (metal coating), kemudian diamati dengan menggunakan SEM JEOL JSM-5310LV voltase 20 kV. Analisis Kualitatif Peroksidasi Lipid Membran Sel Akar Akar tembakau transgenik dan tipe liar yang sudah diberi cekaman Al dipotong sepanjang 2 cm dari ujung akar, kemudian dibilas dengan akuades. Setelah itu, akar diwarnai dengan reagen Schiff’s (basic fucsin 0.5% (w/v), K2S2O5 0.5% (w/v), HCl 10% (v/v)) selama 20 menit, kemudian dibilas dengan larutan potasium metabisulfit (K2S2O5 0.5 % (w/v) dalam 0.05 M HCl selama 30 menit. Akar yang telah diwarnai, diamati dengan mikroskop stereo (Olympus SZ51) (Yamamoto et al. 2001). Analisis Kuantitatif Peroksidasi Lipid Membran Sel Akar Analisis kuantitatif kandungan peroksidasi lipid dilakukan dengan cara memotong ujung akar tembakau (2 cm dari ujungnya) dan ditimbang sebanyak 0.2 gram (130 akar dari 25 tanaman). Akar tembakau dihaluskan dengan mortar dan ditambahkan 0.5 ml larutan asam triclorasetic (TCA) 0.1 % (w/v). Homogenate tersebut kemudian dicampur dengan 3 ml larutan H3PO4 2% (v/v) dan 1 ml thio barbituric acid (TBA) 0.6% (w/v) dalam TCA 20% (w/v). Campuran diinkubasi pada suhu 100 OC selama 30 menit, selanjutnya didinginkan pada suhu ruang. Campuran ditambah 4 ml n-butanol 100% (v/v) kemudian segera divortex. Campuran yang telah divortex disentifugasi (Heraeus Labofuge 400R, USA) dengan kecepatan 4200 rpm selama 30 menit untuk memisahkan fase butanol dan fase larutan. Absorbansi kompleks antara TBA-MDA (maloedialdehyde) pada fase butanol diukur dengan spektrofotometer (Genesysthermospectronic, USA) pada panjang gelombang 532 nm. Nilai absorban nonspesifik diukur pada panjang gelombang 520 nm. Selisih nilai absorban pada panjang gelombang 532 nm dan 520 nm merupakan nilai kosentrasi MDA sebagai produk akhir peroksidasi lipid (Mihara et al. 1980). 9 Tingkat peroksidasi lipid dicerminkan oleh konsentrasi MDA yang terbentuk dan dapat dihitung menggunakan rumus: ((A532-A520)nm) /ε) x 106 [MDA] = Bobot segar (g) [MDA] ε : Konsentrasi MDA yang terbentuk (nmol/g) : Koefesien ekstingsi (155 L mmol-1cm-1) Analisis Sekresi Asam Organik Sekresi asam organik yang diamati pada penelitian ini adalah asam sitrat dan asam malat. Tembakau transgenik yang lolos seleksi 50 µg/ml dan tembakau tipe liar ditanam secara aseptik pada media MS cair selama tiga minggu untuk perbanyakan akar, selanjutnya diadaptasi pada media yang mengandung 500 µM CaCl2 (pH : 4.10 ± 0.05) selama 24 jam. Tembakau yang sudah diadaptasi selama 24 jam dicekam pada larutan yang mengandung 300 µM Al dalam 500 µM CaCl2 (pH : 4.10 ± 0.05) setelah penambahan Al) selama 24 jam. Sekresi asam sitrat dan asam malat pada media cekaman diukur dengan HPLC (Hitachi, Jepang) menggunakan detektor UV dan kolom C-18 dengan fase gerak H3PO4 0,006 M. Uji Toleransi Cekaman Aluminium pada Tanah Masam Percobaan dilakukan di rumah kaca. Tembakau transgenik dan tipe liarnya ditanam pada tanah masam Podzolik merah kuning, Gajrug Jasinga Bogor (pH: 4.2, Al total: 12.43%, dan KTK: 26.31cmolc/kg) dan tanah netral Latosol Dramaga, Bogor. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Tanaman uji ditanam di dalam polibag berdiameter 30 cm dan tinggi 22 cm. Untuk mengetahui respon tanaman terhadap pertumbuhan maka diamati tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang buah, dan jumlah buah. Analisis Data Data dianalisis secara statistik dengan ANOVA pada tingkat kepercayaan 95%. Data yang memperlihatkan perbedaan nyata, diuji lanjut dengan Uji Duncan (DMRT). Software yang digunakan untuk analisis adalah program SPSS v. 21. 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Cekaman Al terhadap Panjang Akar, Bobot Basah, dan Bobot Kering Tanaman Tembakau Aluminium bersifat toksik bagi tanaman pada tanah masam (pH < 5.5). Keracunan Al menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman toleran dan sensitif Al memiliki respon yang berbeda terhadap cekaman Al. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat galur tembakau transgenik memiliki panjang akar yang tidak berbeda nyata dengan panjang akar tembakau tipe liar setelah ditumbuhkan pada media tumbuh tanpa perlakukan cekaman Al dengan pH 5.80 ± 0.05 selama tujuh minggu (Gambar 2a). Akan tetapi ketika tanaman transgenik dan tipe liarnya ditumbuhkan pada media tumbuh tanpa perlakuan cekaman Al dengan pH 4.1±0.05, akar tembakau transgenik dua kali lebih panjang daripada akar tembakau tipe liarnya (Gambar 2b dan 3a). Hal serupa juga terjadi ketika tembakau transgenik dan tipe liarnya dicekam dengan 300 (Gambar 2c dan 3a), dan 555 µM Al (Gambar 2d dan 3a) selama tujuh minggu. Hal yang menarik adalah pada dua galur transgenik, 15-24-13 dan 13-2-3, panjang akar tembakau transgenik ketika mendapat cekaman 300 µM Al tidak berbeda nyata dengan panjang akar tanpa perlakukan cekaman Al. TL a T TL b T TL c T TL T d Gambar 2 Morfologi akar dan tajuk tembakau tipe liar dan transgenik (15-11-3) setelah tujuh minggu cekaman Al di media 1/6 MS agar. a) 0 µM (pH: 5.8), b) 0 µM (pH: 4.1±0.05), c) 300 µM, d) 555 µM, TL: Tipe Liar dan T: Transgenik Pola respon yang sama dengan respon panjang akar juga ditemukan pada bobot basah dan bobot kering biomasa. Bobot biomasa tembakau transgenik lebih tinggi dibanding tipe liar baik tanpa maupun dengan cekaman Al pada pH 4.1±0.05 (Gambar 3b-c). Tingkat penghambatan panjang akar dan penurunan bobot biomasa seiring dengan peningkatan kosentrasi Al pada media cekaman (Gambar 3a, 3b, dan 3c). Akar yang pendek pada tembakau tipe liar mengindikasikan adanya penghambatan pertumbuhan akar yang disebabkan oleh keracunan Al. Keracunan Al dapat menyebabkan rusaknya sistem perakaran. Pada tembakau tipe liar, sistem perakaran yang rusak dapat menyebabkan terhambatnya penyerapan unsur hara makro dan mikro, sehingga tanaman tipe liar yang ditanam pada media yang mengandung Al menunjukkan adanya gejala defisiensi hara. 11 Pada percobaan ini, cekaman Al menyebabkan daun tembakau tipe liar mengalami klorosis, sedangkan daun tembakau transgenik menunjukkan warna hijau. Hal ini mengindikasikan bahwa tembakau tipe liar mengalami difisiensi unsur hara seperti nitrogen yang berakibat pada berkurangnya kandungan klorofil daun, sehingga dapat menyebabkan menurunnya laju fotosintesis, terganggunya metabolisme, sintesis ATP, protein, dan lipid (Panda et al. 2009). Fenomena ini menunjukkan bahwa tembakau transgenik lebih toleran terhadap cekaman Al dibanding tipe liarnya. a b c Gambar 3 Pengaruh cekaman Al selama tujuh minggu di media 1/6 MS agar terhadap panjang akar (a), bobot basah (b), bobot kering (c) tembakau transgenik dan tipe liar setelah tujuh minggu cekaman Al. Garis bar menunjukkan galat baku Hal yang menarik dari hasil percobaan ini adalah bahwa pertumbuhan akar tembakau transgenik tidak dihambat oleh pH rendah (pH 4.1±0.05), sebaliknya pertumbuhan akar tembakau tipe liar sangat terhambat. Keasaman media tanam (pH) merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, yaitu mempengaruhi ketersedian unsur hara makro dan mikro. Pada pH rendah (asam) ketersedian unsur hara makro rendah, sedangkan ketersediaan unsur hara mikro melimpah sehingga dapat bersifat toksik bagi tanaman (Bohn et al. 2002). Respon toleran terhadap pH rendah dari tembakau transgenik mungkin disebabkan oleh peran gen B11 dalam mengatasi cekaman pH rendah, sehingga muncul dugaan bahwa gen B11 tidak hanya berperan dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman Al, tetapi juga berperan dalam toleransi terhadap pH rendah. 12 Pengaruh Cekaman Aluminium terhadap Akumulasi Aluminium pada Ujung Akar Akar tembakau tipe liar dan transgenik yang direndam dengan pewarna hematoxilin menunjukkan perbedaan intensitas warna ungu. Pada akar tembakau tipe liar (Gambar 4a) dan transgenik (Gambar 4c) yang tidak dicekam Al tidak terdapat warna ungu di ujung akarnya, sedangkan ujung akar tembakau tipe liar yang dicekam 300 µM Al (Gambar 4b) menunjukkan intensitas warna ungu yang lebih pekat/kuat dibanding ujung akar tembakau transgenik yang dicekam 300 µM Al (Gambar 4d). Warna ungu terbentuk karena pewarna hematoxilin dapat mengikat Al di jaringan akar sehingga berwarna keunguan. Semakin kuat intensitas warna ungu pada ujung akar menunjukkan adanya akumulasi Al yang lebih tinggi, begitu juga sebaliknya (Polle et al.1978). Tingginya kandungan Al di ujung akar tembakau tipe liar disebabkan oleh Al yang terserap oleh akar lebih banyak. Hal ini disebabkan oleh rendahnya mekanisme pertahanan berupa sekresi asam sitrat yang lebih sedikit dibandingkan tembakau transgenik. TL-Al TL+Al T-Al T+Al a d b c Gambar 4 Histokimia Akumulasi Al pada ujung akar yang dicekam 0 (a dan c) dan 300 µM Al (b dan d) dalam 500 µM CaCl2 (pH: 4.1±0.05), TL: Tipe Liar, T: Transgenik (Pembesaran 40x, mikroskop stereo Olympus ZC). Pengaruh Cekaman Al terhadap Morfologi Akar Akar merupakan organ utama tanaman yang kontak langsung dengan Al, sehingga akar merupakan target utama dari keracunan Al. Pada penelitian ini tembakau tipe liar memiliki akar dan daerah pemanjangan akar lebih pendek daripada tembakau transgenik (Gambar 5). Akar tembakau tipe liar yang dicekam dengan Al memiliki rambut akar yang ujungnya menggelembung (Gambar 6a), tetapi hal ini tidak terjadi pada ujung akar tembakau transgenik yang dicekam Al (Gambar 6b). Selain itu, tembakau transgenik memiliki rambut akar yang lebih panjang dan kerapatan rambut akar yang lebih tinggi dibanding tembakau tipe liar (Gambar 7). Hasil pengamatan anatomi menunjukkan bahwa panjang sel akar tembakau transgenik dua kali lebih panjang jika dibandingkan dengan tembakau tipe liarnya, baik dengan maupun tanpa cekaman Al (Gambar 8). Akar yang pendek pada tembakau tipe liar mengindikasikan adanya pemanjangan akar yang dihambat oleh Al. Proses pemanjangan akar terjadi melalui pembelahan dan pemanjangan sel akar (Ma 2007). Pembelahan dan 13 pemanjangan sel akar yang terhambat disebabkan oleh terganggunya transport polar auxin dari tajuk ke meristem apikal akar (Estelle 1998). Kollmeier et al. (2000) melaporkan bahwa Al menghambat transport polar auksin pada akar jagung. Selain mempengaruhi transport polar auxin, Al juga mempengaruhi mikrotubul dan filamen aktin sitoskeleton. Terganggunya mikrotubul dan aktin sitoskeleton diduga sebagai salah satu penyebab dari penghambatan pemanjangan akar, termasuk juga pembelahan dan pemanjangan sel akar (Frantzios et al. 2005; Libault et al 2010). Ion Ca2+ berperan juga dalam proses pembelahan dan pemanjangan sel akar. Aluminium dapat menggantikan posisi ion Ca2+, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan potensial membran yang mempengaruhi transportasi kalsium (Ca2+) sehingga mengganggu homeostasis Ca2+. Gangguan homeostasis Ca2+ akan mereduksi pembelahan sel serta perluasan dan pemanjangan sel-sel akar pada periode cekaman Al yang lebih lama (Panda et al. 2009). Penghambatan pada tingkat seluler menyebabkan membran sel akar menjadi rusak, akar menebal, menggulung, memendek dan pemanjangan akar terhambat (Delhaize dan Ryan 1995). TL-Al TL+Al a b T-Al c T+Al d Gambar 5 Morfologi akar tembakau tipe liar dan tembakau transgenik yang ditanam pada media 1/6 MS agar yang menggandung 0 (a dan c) dan 50 µM Al (b dan d) (pH: 4.1±0.05) selama 20 hari. TL: Tipe Liar, T: Transgenik (pembesaran: 100x, mikroskop cahaya Olympus CX21. Bar: 100 µm a b Gambar 6 Morfologi ujung rambut akar tembakau tipe liar (a) dan transgenik (b) yang ditanam pada media 1/6 MS agar mengandung 50 µM Al (pH: 4.1±0.05) selama 20 hari. Pembesaran: 1000x, mikroskop cahaya Olympus CX21) Bar: 50 µm 14 T-Al TL+Al TL-Al a b T+Al c d Gambar 7 Densitas dan panjang rambut akar tembakau tipe liar dan tembakau transgenik yang ditanam pada 1/6 media cair hara mineral Delhaize yang menggandung 0 (a dan c) dan 100 µM Al (b dan d) (pH: 4.1±0.05) selama 10 hari. TL: Tipe Liar, T: Transgenik (pembesaran: 100x, mikroskop cahaya Olympus CX21. Bar: 200 µm a T-Al TL+Al TL-Al b c T+Al d Gambar 8 Panjang sel akar tembakau tipe liar dan tembakau transgenik yang ditanam pada media 1/6 MS agar menggandung 0 (a dan c) dan 50 µM Al (b dan d) (pH: 4.1±0.05) selama 20 hari. TL: Tipe Liar, T: Transgenik (pembesaran: 400x, mikroskop cahaya Olympus CX21. Bar: 50 µm Daerah pemanjangan akar yang lebih pendek pada tembakau tipe liar dibanding tembakau transgenik mengindikasikan bahwa akar tembakau tipe liar lebih peka terhadap cekaman Al dibanding akar tembakau transgenik. Keracunan Al mengakibatkan penghambatan pembelahan dan pemanjangan sel di area ujung akar serta merusak membran sel akar (Qin et al. 2010). Hasil Scanning Microscope Electron (SEM) ujung akar tembakau transgenik dan tipe liar menunjukkan perbedaan respon terhadap cekaman Al. Ujung akar tembakau tipe liar (Gambar 9 a, b) yang tercekam menunjukkan kerusakan yang disebabkan oleh Al, tetapi kerusakan tersebut tidak terjadi pada ujung akar tembakau transgenik (Gambar 9 c, d). Hasil yang juga di luar dugaan adalah bahwa ujung akar tembakau tipe liar yang tidak mendapat cekaman Al (pH: 4.1±0.05) juga menunjukan kerusakan meskipun dengan tingkat yang lebih rendah dibanding ujung akar tipe liar yang mendapat cekaman Al. Hal ini mungkin disebabkan oleh 15 cekaman pH rendah (pH: 4.1±0.05). Meskipun demikian masih perlu dilakukan kajian lebih lanjut. TL-Al a TL +Al T-Al c b TL +Al T+Al d e T+Al f Gambar 9 Morfologi ujung akar menggunakan SEM setelah dicekam 0 (a dan c) dan 50 µM Al (b dan d) (pH: 4.1±0.05) selama 20 hari, tembakau tipe liar (a dan b) pembesaran 200x, tembakau transgenik (c dan d) pembesaran 500x, tembakau tipe liar (e) dan tembakau transgenik (f) pembesaran 350x. Bar 100 µm, TL: Tipe Liar, T: Transgenik Pengaruh Cekaman Al terhadap Peroksidasi Lipid Membran Sel Akar Akar tembakau transgenik dan tipe liar yang direndam larutan Schiff’s selama 20 menit menunjukkan perbedaan warna pada ujung akarnya (Gambar 10). Ujung akar tembakau tipe liar (Gambar 10b) yang tercekam 300 µM Al selama 24 jam berwarna merah muda lebih pekat dibandingkan ujung akar tembakau transgenik yang mendapatkan perlakuan sama (Gambar 10d). TL-Al TL+Al T-Al T+Al a c d b Gambar 10 Histokimia peroksidasi lipid pada ujung akar tembakau tipe liar dan transgenik yang dicekam 0 µM Al (a dan c) dan 300 µM Al (b dan d) dalam 500 µM CaCl2 (pH: 4.1±0.05) selama 24 jam, TL: Tipe Liar, T: Transgenik, Pembesaran 30x, mikroskop stereo Olympus ZC Perbedaan warna ujung akar yang tercekam Al setelah dilakukan pewarnaan Schiff’s menunjukkan adanya tingkat peroksidasi lipid membran sel ujung akar. Semakin pekat dan semakin luas distribusi warna merah mudanya maka semakin tinggi tingkat peroksidasi lipid membran sel. Peroksidasi lipid dapat terjadi karena cekaman oksidatif akibat produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang disebabkan oleh cekaman Al (Yamamoto et al. 2001). Warna merah muda yang terbentuk pada ujung akar merupakan hasil ikatan antara pereaksi 16 Schiff’s dengan gugus aldehid derifat peroksida hasil degradasi lipid oleh Reactive oxygen species (ROS) (Yin et al. 2010). Selain secara kualitatif melalui analisis histokimia, peroksidasi lipid bisa diukur secara kuantitatif melalui analisis produksi Malondialdehyde (MDA) sel akar dengan menggunakan spektrofotometer. Akar tembakau tipe liar memiliki kadar MDA yang lebih banyak dibanding akar tembakau transgenik (Gambar 11). Gambar 11 Rata-rata konsentrasi MDA pada ujung akar tembakau tipe liar dan transgenik (15-11-3) yang dicekam 0 dan 300 µM Al dalam 500 µM CaCl2 (pH: 4.1±0.05) selama 24 jam. Garis bar menunjukkan galat baku Pada kondisi cekaman 300 µM Al, produksi MDA dari akar tipe liar sekitar 2 kali lebih banyak dari tembakau transgenik. Hal yang menarik dari parameter MDA yang diamati adalah pada kondisi tanpa cekaman Al, produksi MDA tembakau tipe liar masih lebih tinggi dibanding tembakau transgenik. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Yamamoto et al. (2001), dimana akar Pisum sativum cv Alaska tanpa cekaman Al menghasilkan MDA juga. Hasil analisis MDA dengan spektrofotometer sejalan dengan hasil analisis histokimia (Gambar 8) yang menunjukkan bahwa ujung akar tembakau tipe liar berwarna lebih merah dibanding ujung akar tembakau transgenik. Kandungan MDA yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat peroksidasi lipid akibat stres oksidatif. MDA merupakan salah produk akhir dari peroksidasi lipid yang diakumulasi ketika tanaman mengalai cekaman oksidatif (Yamamoto et al. 2001). Hal ini mengindikasikan bahwa tembakau tipe liar mengalami stres oksidatif yang lebih hebat daripada tembakau transgenik atau dengan kata lain tembakau transgenik lebih toleran terhadap cekaman Al dan pH rendah dibanding tembakau tipe liar. Pengaruh Cekaman Aluminium terhadap Sekresi Asam Organik Tanaman toleran Al memiliki mekanisme toleransi terhadap cekaman Al yang berbeda-beda bergantung spesies dan genotipe. Salah satu mekanisme tersebut adalah dengan cara akar tanaman mensekresikan asam organik dalam bentuk anion organik seperti sitrat dan malat untuk mengkelat Al sehingga Al tidak bersifat racun bagi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05) pada sekresi asam sitrat antara tembakau tipe liar dan transgenik yang dicekam dengan 300 µM Al selama 24 jam (Gambar 12a), tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0.05) pada sekresi asam malat 17 antara tembakau tipe liar dan transgenik yang dicekam dengan 300 µM Al selama 24 jam (Gambar 12b). Pada kondisi tanpa cekaman, sekresi asam sitrat pada tembakau transgenik dua kali lebih banyak daripada tembakau tipe liar, sedangkan pada kondisi cekaman Al, sekresi asam sitrat dari tembakau transgenik delapan kali lebih banyak daripada tipe liarnya. Anion organik sitrat dan malat yang disekresikan oleh akar dapat berperan penting dalam mendetoksifikasi Al. Anion organik dapat mengkelat Al sehingga Al berada dalam bentuk tidak larut dan tidak toksik bagi tanaman (Ma et al. 2000). a b Gambar 12 Sekresi asam organik akar tembakau tipe liar dan transgenik (15-11-3) yang dicekam 0 dan 300 µM Al dalam 500 µM CaCl2 (pH: 4.1±0.05) selama 24 jam, sekresi asam sitrat (a) dan sekresi asam malat (b). Garis bar menunjukkan galat baku Kemampuan asam sitrat untuk mengkelat ion Al berkaitan dengan tiga gugus karboksil yang dimilikinya. Asam sitrat akan membentuk anion sitrat dengan cara melepaskan proton H+ pada gugus karboksilnya. Sitrat dalam bentuk ion ini akan cenderung mengikat kation logam seperti Al dengan membentuk struktur cincin yang komplek, sehingga struktur tersebut memiliki ikatan yang erat dan sulit bereaksi dengan unsur lain (Marwati et al. 2007). Asam organik memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengkelat Al. Kemampuan mengkelat paling kuat sampai paling lemah berturut-turut adalah asam oksalat > asam sitrat > asam malat > asam suksinat (Bian et al. 2013). Pengaruh Cekaman Aluminium terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tembakau di Rumah Kaca Pada penelitian ini tembakau tipe liar dan transgenik ditanam pada tanah masam dan netral di rumah kaca. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penghambatan pertumbuhan pada tembakau tipe liar yang ditanam di tanah masam (Gambar 13). Tembakau tipe liar yang ditanam di tanah masam lebih pendek daripada tembakau transgenik yang ditanam di tanah masam, sedangkan tembakau tipe liar dan tembakau transgenik yang ditanam pada tanah netral memiliki tinggi yang hampir sama. Selain itu, tembakau tipe liar memiliki jumlah daun, jumlah buah, jumlah cabang buah yang lebih sedikit daripada tembakau transgenik (Gambar 14). 18 Tipe Liar a Masam Netral Transgenik b Masam Netral Gambar 13 Morfologi tembakau tipe liar (a) dan transgenik (b) yang ditanam di tanah masam Podzolik Merah Kuning, Gajrug Jasingan dan tanah netral Latosol Darmaga di rumah kaca (umur 2 bulan). a c b d Gambar 14 Pengaruh cekaman tanah masam terhadap pertumbuhan dan perkembangan tembakau transgenik dan tipe liar; tinggi tanaman (a), jumlah daun(b), jumlah cabang buah (c), jumlah buah (d) 19 Tanaman tipe liar yang lebih pendek menunjukkan adanya penghambatan yang disebabkan oleh Al yang terkandung di dalam tanah masam. Pada percobaan ini tanah masam Podsolik Merah Kuning yang digunakan mengandung Al total sebesar 12.43% dan pH 4.2. Penghambatan oleh Al pertama kali terjadi pada akar, kemudian diikuti dengan rusaknya sistem perakaran yang menyebabkan defisiensi unsur hara, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Kochian et al. 2004). Moustakas et al. (1995) melaporkan bahwa terjadi defisiensi unsur Ca, Mg, K, dan P dalam jaringan tanaman yang tumbuh pada media yang mengandung Al. Hal ini mengakibatkan tinggi tembakau tipe liar lebih pendek daripada tembakau transgenik. Defisiensi unsur hara terjadi karena Al menginduksi deposisi kalose di saluran plasmodesmata yang secara fisik kondisi ini menghambat transportasi simplas antar sel (Sivaguru et al. 2003). Selain merusak sistem perakaran dan menyebabkan defisiensi unsur hara, Al juga merusak molekul klorofil dan fotosistem II ditajuk sehingga menurunkan laju fotosintesis. Selain itu cekaman Al mengakibatkan penghambatan parsial transpor elektron fotosintesis pada fotosistem II dan penutupan pusat reaksi fotosistem II (Moustakas et al. 1995). Laju fotosintesis yang menurun menyebabkan menurunnya fotosintat sehingga menyebabkan terganggunya metabolisme sintesis energi ATP, protein, dan lipid (Panda et al. 2009). Karakter toleran Al pada tembakau transgenik disebabkan oleh gen B11 yang telah disisipkan. Gen B11 merupakan kandidat gen toleran Al yang berhasil diisolasi dari padi lokal Indonesia cv. Hawara Bunar (toleran Al). Ekspresi gen B11 meningkat pada padi Hawara Bunar yang dicekam 555 µM Al. Gen B11 terbukti mampu meningkatkan toleransi tembakau transgenik generasi T1 yang diperlihatkan dengan akar yang lebih panjang serta tajuk yang lebih hijau daripada tembakau tipe liar setelah dicekam 300 µM Al selama lima minggu (Roslim 2011). Penelitian ini juga membuktikan bahwa gen B11 mampu meningkatkan toleransi tembakau transgenik terhadap cekaman Al. Gen B11 ini diduga kuat sebagai faktor transkripsi (Roslim 2011) yang menginduksi gen-gen responsif Al yang lainnya, seperti gen ALMT1 dan MATE Gen B11 yang diketahui sebagai gen yang berperan penting dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman Al memberikan harapan dan peluang bagi petani di Indonesia maupun dunia untuk bertani di lahan marginal (tanah masam). Pemulian tanaman padi berupa persilangan maupun rekaya genetika merupakan langkah selanjutnya yang harus ditempuh untuk menghasilkan padi toleran Al yang siap dilepas ke lapangan. Gen B11 yang sudah diisolasi dari padi Hawara Bunar dapat ditransformasi ke varietas padi lain yang memiliki karakter agronomi yang lebih baik sehingga varietas padi yang sensitif Al dan memiliki produksi padi yang tinggi bisa ditanam di tanah masam. Selain itu, untuk menghasilkan padi toleran Al dapat dilakukan dengan cara menyilangkan padi cv. Hawara Bunar yang toleran Al dengan padi varietas lain yang sensitif Al tapi produksinya tinggi. Sehingga dari hasil persilangan diharapkan mendapatkan keturunan yang memiliki karakter kedua tetua tersebut, yaitu padi toleran Al yang memiliki produksi padi tinggi. Padi hasil rekaya genetika atau hasil pemuliaan melalui persilangan tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi padi di tanah masam dan pada akhirnya meningkatkan produksi padi nasional dan memenuhi kebutuhan beras nasional di Indonesia. 20 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tembakau transgenik lebih toleran terhadap cekaman Al dan pH rendah dibanding tembakau tipe liar. Hal ini mengindikasikan bahwa gen B11 merupakan gen yang berperan penting dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman Al. Mekanisme toleransi terhadap cekaman Al pada tembakau transgenik diduga melalui mekanisme asam sitrat. Selain merupakan gen toleran Al, gen B11 juga diduga berperan dalam toleransi terhadap cekaman pH rendah serta berperan dalam proses pemanjangan sel akar dan pembentukan rambut akar. Saran Penelitian pendekatan secara molekuler perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa gen B11 merupakan gen yang berperan dalam toleransi terhadap cekaman Al dan pH rendah, serta peran gen B11 dalam proses pemanjangan sel akar, pemanjangan akar dan rambut akar 21 DAFTAR PUSTAKA Abdurachman A, Dariah A, Mulyani A. 2008. Strategi dan teknologi pengelolaan lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. Jurnal Litbang Pertanian 27(2):43-49. Adiningsih J, Sudjadi M. 1993. Peranan sistem bertanam lorong (Alley cropping) dalam meningkatkan kesuburan tanah pada lahan kering masam. Risalah seminar, hasil penelitian tanah dan agroklimat. Bogor (ID): Pusat Penelitian tanah dan agroklimat. Bian M, Zhou M, Sun D, Li C. 2013. Molecular approaches unravel the mechanism of acid soil tolerance in plants. The Crop Journal 1(2):91-104. Bohn HL, Myer RA, O'Connor GA. 2002. Soil Chemistry. New Jersey (US): John Wiley & Sons. Bozzola JJ, Russel LD. 1999. Electron Microscopy Prinsiples and Techniques for Biologist. Canada (US): Southern Illinois University pr. De la Fuente JM, R -Ponce JL, Herrera-Estrella L. 1997. Aluminum tolerance in transgenic plants by alteration of citrate synthesis. Science 276(5318):1566-1568. Delhaize E, Ryan PR. 1995. Aluminum toxicity and tolerance in plants. Plant Physiology 107(2):315. Delhaize E, Ryan PR, Randall PJ. 1993. Aluminum tolerance in wheat (Triticum aestivum L.)(II. Aluminum-stimulated excretion of malic acid from root apices). Plant Physiology 103(3):695-702. Estelle M. 1998. Polar auxin transport: new support for an old model. The Plant Cell 10(11):1775-1778. Firmansyah MA. 2010. Respon tanaman terhadap aluminium. Agripura 6(2):807818. Frantzios G, Galatis B, Apostolakos P. 2005. Aluminium causes variable responses in actin filament cytoskeleton of the root tip cells of Triticum turgidum. Protoplasma 225(3-4):129-140. Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar ilmu tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Huang CF, Yamaji N, Mitani N, Yano M, Nagamura Y, Ma JF. 2009. A bacterialtype ABC transporter is involved in aluminum tolerance in rice. The Plant Cell Online 21(2):655-667. Jakoby M, Weisshaar B, Dröge-Laser W, Vicente-Carbajosa J, Tiedemann J, Kroj T, Parcy F. 2002. bZIP transcription factors in Arabidopsis. Trends in Plant Science 7(3):106-111. Kaderi H. 2015. Sidik cepat keracunan unsur Fe, Mn, dan Al pada tanaman di lahan rawa sulfat masam [Internet].[diunduh 10 Agustus 2015]. Tersedia pada:http://balittra.litbang.pertanian.go.id/index.php?option=com_content &view=article&id=1572&Itemid=5. Kochian LV. 1995. Cellular mechanisms of aluminum toxicity and resistance in plants. Annual Review of Plant Biology 46(1):237-260. Kochian LV, Hoekenga OA, Piñeros MA. 2004. How do crop plants tolerate acid soils? Mechanisms of aluminum tolerance and phosphorous efficiency. Annual Review of Plant Biology 55:459-493. 22 Kochian LV, Pence NS, Letham DL, Pineros MA, Magalhaes JV, Hoekenga OA, Garvin DF. 2002. Mechanisms of metal resistance in plants: aluminum and heavy metals. Plant and Soil 247: 109–119. Kochian LV, Pineros MA, Hoekenga OA. 2005. The physiology, genetics and molecular biology of plant aluminum resistance and toxicity. Plant and Soil 274:175–195 Kollmeier M, Felle HH, Horst WJ. 2000. Genotypical differences in aluminum resistance of maize are expressed in the distal part of the transition zone. Is reduced basipetal auxin flow involved in inhibition of root elongation by aluminum?. Plant Physiology 122(3):945-956. Krishna SS, Majumdar I, Grishin NV. 2003. Structural classification of zinc fingers Survey and Summary. Nucleic acids research 31(2):532-550. Krügel T, Lim M, Gase K, Halitschke R, Baldwin IT. 2002. Agrobacteriummediated transformation of Nicotiana attenuata, a model ecological expression system. Chemoecology 12(4):177-183. Kusnadi N, Tinaprilla N, Susilowati SH, Purwoto A. 2011. Analisis efisiensi usahatani padi di beberapa sentra produksi padi di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 29(1):25-48. Kussow, W.R. 1971. Introduction to Soil Chemistry. Soil Fertility Project. Bogor (ID). Departemen Ilmu Tanah IPB Libault M, Brechenmacher L, Cheng J, Xu D, Stacey G. 2010. Root hair systems biology. Trends in Plant Science 15(11):641-650. Ma JF, Chen ZC, Shen RF. 2014. Molecular mechanisms of Al tolerance in gramineous plants. Plant and Soil 381(1-2):1-12. Ma JF, Taketa S, Yang ZM. 2000. Aluminum tolerance genes on the short arm of chromosome 3R are linked to organic acid release in triticale. Plant Physiology 122(3):687-694. Ma JF. 2007. Syndrome of aluminum toxicity and diversity of aluminum resistance in higher plants. International Review of Cytology 264:226-251. Magalhaes JV, Liu J, Guimaraes CT, Lana UG, Alves VM, Wang Y-H, Schaffert RE, Hoekenga OA, Pineros MA, Shaff JE. 2007. A gene in the multidrug and toxic compound extrusion (MATE) family confers aluminum tolerance in sorghum. Nature Genetics 39(9):1156-1161. Marwati T, Rusli MS, Mulyono E. 2007. Pemucatan minyak daun cengkeh dengan metode khelasi menggunakan asam sitrat. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 17(2). Matsumoto H. 2000. Cell biology of aluminum toxicity and tolerance in higher plants. International Review of Cytology 200:1-46. Meuer E, Ludwick A, Kussow W. 1971. Effect of lime and phosphorus on zinc uptake from four soils of Brazil. Communications in Soil Science & Plant Analysis 2(5):321-327. Miftahudin, Nurlaela, Juliarni. 2007. Uptake and distribution of aluminum in root apices of two rice varieties under aluminum stress. Hayati Journal of Biosciences 14(3):110. Miftahudin A, Chikmawati T, Ross K, Scoles G, Gustafson J. 2005. Targeting the aluminum tolerance gene Alt3 region in rye, using rice/rye microcolinearity. Theoretical and Applied Genetics 110(5):906-913. 23 Mihara M, Uchiyama M, Fukuzawa K. 1980. Thiobarbituric acid value on fresh homogenate of rat as a parameter of lipid peroxidation in aging, CCl 4 intoxication, and vitamin E deficiency. Biochemical medicine 23(3):302311. Moustakas M, Ouzounidou G, Lannoye R. 1995. Aluminum effects on photosynthesis and elemental uptake in an aluminum‐tolerant and non‐tolerant wheat cultivar. Journal of Plant Nutrition 18(4):669-683. Panda SK, Baluška F, Matsumoto H. 2009. Aluminum stress signaling in plants. Plant Signaling and Behavior 4(7):592-597. Polle E, Konzak C, Kattrick J. 1978. Visual detection of aluminum tolerance levels in wheat by hematoxylin staining of seedling roots. Crop Science 18(5):823-827. Prasetyo B, Suriadikarta D. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25(2):39-47. Qin R, Jiao Y, Zhang S, Jiang W, Liu D. 2010. Effects of aluminum on nucleoli in root tip cells and selected physiological and biochemical characters in Allium cepa var. agrogarum L. BMC Plant Biology 10(1):225. Roslim DI. 2011. Isolation and characterization of an aluminum tolerance gene in Rice [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ryan PR, Ditomaso JM, Kochian LV. 1993. Aluminium toxicity in roots: an investigation of spatial sensitivity and the role of the root cap. Journal of Experimental Botany 44(2):437-446. Samac DA, Tesfaye M. 2003. Plant improvement for tolerance to aluminum in acid soils–a review. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 75(3):189-207. Sasaki T, Yamamoto Y, Ezaki B, Katsuhara M, Ahn SJ, Ryan PR, Delhaize E, Matsumoto H. 2004. A wheat gene encoding an aluminum‐activated malate transporter. The Plant Journal 37(5):645-653. Sivaguru M, Pike S, Gassmann W, Baskin TI. 2003. Aluminum rapidly depolymerizes cortical microtubules and depolarizes the plasma membrane: evidence that these responses are mediated by a glutamate receptor. Plant and Cell Physiology 44(7):667-675. Soepardi H. 2001. Strategi usaha tani agribisnis berbasis sumberdaya lahan. Pros. Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Buku I. Bogor (ID): Puslit Tanah dan Agroklimat Bogor. hal 35-52. Taylor GJ. 1991. Current views of the aluminum stress response; the physiological basis of tolerance. Current topics in plant biochemistry and physiology 10: 57-93. Trewavas A. 2000. Signal perception and transduction. American Society of Plant Physiologists:930-988. Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. London (UK): Collier Macmillan Publishers. Van Steenis CGGJ, den Hoed G, Bloembergen S, Eyma PJ, Nur N, Nasional U, Biologi F. 1967. Flora untuk sekolah di Indonesia: Fakultas Biologi, Universitas Nasional. Yamaji N, Huang CF, Nagao S, Yano M, Sato Y, Nagamura Y, Ma JF. 2009. A zinc finger transcription factor ART1 regulates multiple genes implicated in aluminum tolerance in rice. The Plant Cell 21(10):3339-3349. 24 Yamamoto Y, Kobayashi Y, Devi SR, Rikiishi S, Matsumoto H. 2002. Aluminum toxicity is associated with mitochondrial dysfunction and the production of reactive oxygen species in plant cells. Plant Physiology 128(1):63-72. Yamamoto Y, Kobayashi Y, Matsumoto H. 2001. Lipid peroxidation is an early symptom triggered by aluminum, but not the primary cause of elongation inhibition in pea roots. Plant Physiology 125(1):199-208. Yin L, Mano J, Wang S, Tsuji W, Tanaka K. 2010. The involvement of lipid peroxide-derived aldehydes in aluminum toxicity of tobacco roots. Plant Physiology 152(3):1406-1417. Yokosho K, Yamaji N, Ma JF. 2011. An Al‐inducible MATE gene is involved in external detoxification of Al in rice. The Plant Journal 68(6):1061-1069. 25 LAMPIRAN Vit. B5 F E D A B C Kode NH4NO3 KNO3 CaCl2.2H2O H3BO3 KH2PO4 CoCl2.6H2O Na2MoO4.2H2O KI MgSO4.7H2O MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O CuSO4.7H2O Na-EDTA FeSO4.7H2O Myo-inositol Thiamine-HCl Nicotinic acid Pyridoxine-HCl Sukrosa Gellan gum Senyawa 82.5 95 22 0.31 8.5 0.0013 0.0125 0.0415 18.5 0.7527 0.43 0.0013 1.86 1.39 1 0.1 0.01 0.01 30 3 Berat yang di Timbang (gram) 1000 1000 100 250 250 250 Dilarutkan menjadi (ml) 1000 1000 250 Lampiran 1 Komposisi Media Murashige-Skoog untuk Seleksi Biji Konsentrasi stok (mg/L) 82500 95000 88000 1240 34000 5.2 50 166 74000 3010.8 1720 5.2 74.4 5.56 10000 1000 100 100 10 5 5 Volume yang diambil untuk membuat 1 L MS (ml) 20 20 5 5 Final Konsentrasi (mg/L) 1650 1900 440 6.2 170 0.026 0.25 0.83 370 22.3 8.6 0.025 37.2 27.8 100 10 1 1 26 27 RIWAYAT HIDUP Ahmad Zulkifli, Lahir di Kabupaten Jember pada tanggal 13 Agustus 1987 dari pasangan Bapak Sarkuni (Alm.) dan Siti Mariam. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di MA Negeri 1 Jember tahun 2005. Penulis melanjutkan Studi program strata 1 (S1) di Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Jember pada tahun 2006 dan berhasil lulus pada tahun 2010. Selama menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Jember menjadi asisten praktikum Taksonomi Hewan Invetebrata (THI), Taksonomi Hewan Vetebrata (THV), dan Fisiologi Tumbuhan. Pada tahun 2011 Penulis melanjutkan ke jenjang strata 2 (S2) di Program Studi Biologi Tumbuhan Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor melalui program Beasiswa Unggulan Calon Dosen DIKTI. Selama menempuh pendidikan dijenjang S2 penulis merupakan anggota Bogor Science Club (BSC).