aplikasi redundant system pada prototype sistem penyaluran tenaga

advertisement
Makalah Seminar Kerja Praktek
APLIKASI REDUNDANT SYSTEM PADA PROTOTYPE
SISTEM PENYALURAN TENAGA LISTRIK DENGAN GANGGUAN
PADA GARDU INDUK PENAIK TEGANGAN DAN BAGIAN PEMBEBANAN
MENGGUNAKAN PLC OMRON CPM1A-40 CDT-DV1
Esa Apriaskar (L2F009043)
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang
Jln. Prof. Soedharto, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
e-mail: [email protected]
Abstrak
Labotarium Teknik Kontrol Otomatik (TKO) merupakan salah satu laboratorium di Jurusan Teknik Elektro
yang berfokus pada bidang Kontrol. Selain aktif sebagai tempat untuk melakukan kegiatan praktikum mahasiswa,
laboratorium TKO juga menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan praktis melalui kegiatan
penelitian. Ketersediaan perangkat perangkat penunjang dalam hal system kendali otomatis memungkinkan
mahasiswa melakukan suatu riset. Salah satu riset yang telah dilakukan adalah pengembangan Tugas Akhir mahasiswa
mengenai Sistem Listrik Redundant yang dirangkai dengan menggunakan perangkat PLC (Program Logic Control)
sebagai sistem kontrol otomatisnya. Dengan menggunakan bahasa pemrograman ladder diagram yang didapatkan dari
pendekatan diagram state, membuat pengontrolan menggunakan PLC semakin terasa lebih mudah.
Redundant system merupakan salah satu ilmu yang telah diterapkan pada Automatic system untuk
menghindari error akibat beberapa faktor. Pada system penyaluran energi listrik, redundant system bisa dipakai untuk
menghindari error transmission pada jalur transmisi energi listrik, seperti gangguan hubung buka (open circuit),
gangguan hubung singkat (short circuit) dan beban berlebih (overload). Dengan adanya
Kata kunci: Sistem kontrol, redundant system, PLC.
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi
mengharuskan sebuah sistem mampu mengatasi keadaan
error dan secara otomatis kembali bekerja pada keadaan
normal. Dalam hal ini mahasiswa diharapkan mampu
mengaplikasikan ilmu teori yang diperoleh dalam
perkuliahan ke dalam bentuk praktis.
Dalam dunia industri, sistem yang sering
diaplikasikan adalah automatic system. Oleh karena itu,
dengan membuat suatu prototype automatic system,
mahasiswa mampu meningkatkan hardskill sehingga
mampu bersaing dalam dunia industri sebagai seorang
engineer.
Pada kerja praktek ini, penulis mengaplikasikan
redundant system pada prototype sistem penyaluran
energi listrik dengan gangguan pada gardu induk penaik
tegangan dan bagian pembebanan. Redundant system
pada prototype ini ditujukan sebagai salah satu cara
mengatasi keadaan error transmission dan mampu secara
otomatis mengembalikan sistem sehingga bisa bekerja
dalam keadaan normal. Dengan menggunakan PLC
sebagai sarana pengendalinya, diharapkan prototype ini
bisa bekerja dengan baik dan semakin memungkinkan
untuk diaplikasikan.
1.2
Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pelaksanaan kerja
praktek ini adalah sebagai berikutnya.
1. Memanfaatkan serta memahami karakteristik PLC
OMRON CPM1A-40CDT-D-V1 pada prototype
sistem penyaluran energi listrik.
2. Memahami redundant system pada prototype sistem
penyaluran energi listrik.
3. Mempelajari penggunaan software CX Programmer
dalam pembuatan Ladder Diagram.
4. Melatih daya analisis dan kepekaan mahasiswa
untuk mendapatkan solusi dari suatu permasalahan
di bidang kontrol.
1.3 Pembatasan Masalah
Materi kerja praktek ini dibatasi pada:
1.
PLC yang digunakan adalah PLC Omron CPM1A
40CDT.
Esa Apriaskar – L2F009043
Halaman 1 dari 7
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bahasa pemrograman yang digunakan adalah
ladder diagram yang diadaptasikan pada CXProgrammer 9.0.
Tidak mengikutsertakan Human Machine Interface
(HMI) pada sistem.
Sensor arus yang digunakan untuk mendeteksi
overload adalah rangkaian resistor pembagi
tegangan.
Simulasi gangguan hanya diambil pada satu titik,
baik berupa gangguan hubung buka maupun
overload.
Tidak membahas sistem kelistrikan secara khusus
dan detil.
Tidak membahas aplikasi web dan protokol
komunikasi yang telah disediakan.
Kemudian modul output D/A (digital to analog module)
dari sistem yang dikontrol antara lain berupa kontaktor,
relay, solenoid, heater, alarm dimana nantinya dapat
untuk mengoperasikan secara otomatis sistem proses
kerja yang dikontrol tersebut.
II. DASAR TEORI
PLC (Programmable Logic Control)
Berdasarkan standar yang National Electrical
Manufacture Association (NEMA) ics3-1978 Part ICS3304, PLC adalah sebuah perangkat elektronik yang
bekerja secara digital, memiliki memori yang dapat
diprogam menyimpan perintah perintah untuk melakukan
fungsi fungsi khusus seperti logic, sequencing, timing,
counting, dan aritmatika untuk mengontrol berbagai
jenis mesin atau proses melalui analog atau digital
input/output modules”. PLC berisi rangkaian elektronika
yang dapat difungsikan sebagai contact relay ( baik NO
atau NC) yang dapat digunakan berkali kali untuk semua
instruksi dasar selain instruksi output.
Gambar 2 Bagian Bagian Blok PLC
2.1
Timing
2.1.2 Keuntungan Pemakaian PLC
Keuntungan dari pemakaian PLC antara lain
adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
Counting
d.
Logic
PROGRAMMABLE LOGIC
Ketika terjadi perubahan pada rangkaian,
perubahan hanya dilakukan pada programnya
saja sehingga waktunya lebih singkat
Dapat berkomunikasi dengan printer sehingga
program yang disimpan di memory dapat
dicetak
berguna
untuk troubleshooting
maupun
pelatihan. PLC memiliki timer dan counter yang
dapat diprogram sebagai simulasi dari timer dan
counter elektromekanis
Prosesor pada PLC juga memiliki kemampuan
untuk menjalankan operasi aritmatika.
Sequencing
CONTROL
2.2
Data Handling
Control
Gambar 1 Fungsi PLC
2.1.1 Prinsip Kerja PLC
Pada prinsipnya, modul input PLC menerima
data berupa sinyal dari peralatan input luar (external
input device) dari sistem yang dikontrol seperti yang
diperlihatkan pada gambar 2. Peralatan input luar
tersebut antara lain berupa sakelar, tombol, sensor. Data
masukan yang berupa sinyal analog diubah oleh modul
input A/D (analog to digital input module) menjadi
sinyal digital. Selanjutnya prosesor sentral (CPU) sinyal
digital itu diolah sesuai dengan program yang telah
dibuat dan disimpan di dalam ingatan (memory).
Seterusnya CPU mengambil keputusan dan memberikan
perintah ke modul output dalam bentuk sinyal digital.
PLC OMRON CPM1A-40CDT-D-V1
PLC OMRON CPM1A-40CDT-D-V1 merupakan
salah satu seri dari PLC Omron CPM1A. PLC ini
memiliki 40 terminal yang terdiri dari 24 terminal input
dan 16 terminal output. Power supply yang dipakai
berupa tegangan DC sehingga diperlukan sebuah trafo
dalam penggunaannya.
Gambar 3 Terminal I/O
Esa Apriaskar – L2F009043
Halaman 2 dari 7
PLC ini memiliki 40 terminal yang terdiri dari 24
terminal input dan 16 terminal output. Power supply
yang dipakai berupa tegangan DC sehingga diperlukan
sebuah trafo dalam penggunaannya.
7.
Tabel 1 Seri pada PLC OMRON CPM1A
8.
Distribusi yang lain atau dari Gardu Induk ke
Gardu Distribusi.
Gardu Distribusi
Tempat di mana terdapat transformator
penurun tegangan menengah menjadi tegangan
rendah.
Hantaran Distribusi Sekunder/Jaringan Tegangan
Rendah (SKTM/JTR).
Jaringan listrik bertegangan rendah berupa
kabel tanah atau saluran udara yang
menghubungkan Gardu Distribusi dengan
konsumen.
Dari table diatas dapat diketahui karakteristik dari
pada PLC OMRON CPM1A-40CDT-D-V1
1.
2.
3.
4.
2.3
24 terminal Input
16 terminal Output
Power Supply DC
Internal Output Contactor memakai
Transistor.
Pada umumnya penyaluran tenaga listrik dari pusat
pembangkit hingga sampai pada konsumen melalui
beberapa urutan yaitu sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Gambar 7 Sistem Tenaga Listrik
Sistem Penyaluran Energi Listrik
Pusat Tenaga Listrik/Power Station.
Yaitu tempat mesin-mesin pembangkit energi
listrik berada.
Gardu Induk Penaik Tegangan
Merupakan tempat di mana tegangan output
dari generator dinaikkan menjadi level tegangan
transmisi.
Saluran Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET/SUTT)
Menyalurkan tenaga listrik dari pusat tenaga
listrik sampai ke pusat-pusat beban atau
konsumen.
Gardu Induk Penurun Tegangan
Yaitu tempat di mana tegangan tinggi
transmisi diturunkan menjadi level tegangan
menengah/tegangan distribusi.
Gardu Induk
Tempat dimana tenaga listrik dari Gardu Induk
Penurun Tegangan yang disalurkan melalui kabel
tanah ataupun melalui saluran udara dibagi-bagi
dan disalurkan ke gardu-gardu distribusi.
Hantaran Distribusi Primer/Jaringan Tegangan
Menengah
Jaringan listrik bertegangan menengah dengan
sistem kabel tanah atau saluran udara yang
menghubungkan Gardu Distribusi ke Gardu
2.4
Redundant System
Redundant system adalah kemampuan suatu sistem
untuk tetap berfungsi dengan normal walaupun terdapat
elemen yang tidak berfungsi. Hal ini biasanya dicapai
dengan memiliki komponen backup yang berfungsi sama
dengan elemen sistem. Redundant system dapat juga
dibuat secara modular yaitu dalam sebuah sistem terdapat
beberapa elemen dengan fungsi yang sama yang berguna
sebagai modul backup. Adapun beberapa konsep
redundant system, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Redundant 1+1
Pada arsitektur redundant 1+1 berarti setiap
elemen memiliki masing-masing satu elemen backup.
Pada arsitektur ini, jika terjadi kegagalan (failure)
pada satu elemen atau lebih, maka sistem secara
keseluruhan masih dapat berfungsi seperti keadaan
sebelumnya (tidak terjadi failure). Redundant seperti
ini sering disebut dengan active-standby.
Gambar 2.2 Arsitektur Redundant 1+1
Esa Apriaskar – L2F009043
Halaman 3 dari 7
2. Redundant N+1
Pada arsitektur redundant N+1 berarti
sekumpulan elemen yang berfungsi sama untuk
melayani beban pada saat bersamaan, memiliki
sebuah elemen backup. Arsitektur ini didesain untuk
tetap tidak terpengaruh oleh kegagalan pada satu
elemen dan memiliki harga (cost) yang efektif karena
tidak memiliki banyak elemen backup.
Gambar 8 Arsitektur Redundant N+1
III. PERANCANGAN
3.1
Sketsa Prototype Sistem Penyaluran Tenaga
Listrik
Gambar 10 Sketsa Keseluruhan Prototype Sistem
Penyaluran Tenaga Listrik
Keterangan :
2.5
Finite State Machine (State Diagram)
State Diagram atau sering juga disebut metode
Finite State Machines (FSM) adalah sebuah metodologi
perancangan sistem kontrol yang menggambarkan
tingkah laku atau prinsip kerja sistem dengan
menggunakan tiga hal berikut: state (keadaan), event
(kejadian) dan action (aksi). Pada satu saat dalam periode
waktu yang cukup signifikan, sistem akan berada pada
salah satu state yang aktif. Sistem dapat beralih atau
bertransisi menuju state lain jika mendapatkan masukan
atau event tertentu, baik yang berasal dari perangkat luar
atau komponen dalam sistemnya itu sendiri (misal
interupsi timer). Transisi keadaan ini umumnya juga
disertai oleh aksi yang dilakukan oleh sistem ketika
menanggapi masukan yang terjadi. Aksi yang dilakukan
tersebut dapat berupa aksi yang sederhana atau
melibatkan rangkaian proses yang relatif kompleks.
Berdasarkan sifatnya, metode FSM ini sangat
cocok digunakan sebagai basis perancangan perangkat
lunak pengendalian yang bersifat reaktif dan real time.
Salah satu keuntungan nyata penggunaan FSM adalah
kemampuannya dalam mendekomposisi aplikasi yang
relatif besar dengan hanya menggunakan sejumlah kecil
state. Berikut ini adalah gambar yang memperlihatkan
contoh penggambaran state diagram.
G1
G2
T1
T2
T3 & T4
L1
L2
L3
: Pembangkit Utama (Primer Source)
: Pembangkit Cadangan (Backup Source)
: GI Penaik Tegangan (dari Primer Source)
: GI Penaik Tegangan (dari Backup Source)
: Gardu Induk Penurun Tegangan
: Load 1
: Load 2
: Load 3
Gambar di atas adalah sketsa keseluruhan
prototype sistem penyaluran tenaga listrik. Dapat dilihat
bahwa secara normal, aliran transmisi listrik dimulai dari
Primer Source (G1) kemudian dinaikkan tegangannya
pada GI Penaik Tegangan (T1) menjadi listrik dengan
tegangan ekstra tinggi (berkisar 500kV-750kV) atau
tegangan tinggi (berkisar 75kV-275kV). Setelah itu,
masuk pada SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra
Tinggi) atau SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi).
Setelah itu, masuk pada Gardu Induk Penurun Tegangan
(T3 dan T4) untuk diturunkan tegangannya menjadi
listrik tegangan menengah (berkisar 20 kV) yang
disalurkan pada jaringan tegangan menengah. Sebelum
disalurkan ke beban (Load 1, 2, 3), maka diturunkan
tegangannya dulu pada Gardu Distribusi, sehingga
bertegangan rendah (220/380 V). Hanya saja, pada
prototype ini tidak ditunjukkan visualisasi dari Gardu
Distribusi karena tidak dibahas secara lebih detil. Adapun
untuk relay-relay di atas adalah representasi dari
pengaman dalam sistem proteksi transmisi listrik. Backup
Source (G2) merupakan sumber cadangan sebagai
representasi dari sistem listrik redundant yang disertai
dengan GI Penaik Tegangan (T2).
Gambar 9 Contoh diagram state sederhana.
Esa Apriaskar – L2F009043
Halaman 4 dari 7
3.2
Dengan Gangguan pada Gardu Induk Penaik
Tegangan
3.3 Dengan Gangguan pada Bagian Pembebanan
Gambar 14 Gangguan pada bagian Pembebanan
Gambar 11 Gangguan pada Gardu Induk Penaik
Tegangan
Gambar di atas adalah sketsa prototype sistem
penyaluran tenaga listrik dengan gangguan pada Gardu
Induk Penaik Tegangan. Dapat dilihat bahwa secara
normal, aliran transmisi listrik seharusnya dimulai dari
Primer Source (G1) kemudian dinaikkan tegangannya
pada Gardu Induk Penaik Tegangan (T1) menjadi listrik
dengan tegangan ekstra tinggi (berkisar 500kV-750kV)
atau tegangan tinggi (berkisar 75kV-275kV). Akan
tetapi, apabila terjadi gangguan pada Gardu Induk Penaik
Tegangan (T1), baik itu berupa kerusakan trafo maupun
dalam rangka perbaikan trafo, maka aliran transmisi pada
saluran tersebut harus diputuskan untuk tujuan
keamanan. Kondisi ini disimulasikan dengan hubung
buka yang dikendalikan dengan sebuah switch (A).
Ketika switch (A) terbuka, maka Relay 1 dan
Relay 2 menjadi closed dan diganti dengan Relay 3 dan
Relay 4 yang opened. Hal ini berarti pembangkit yang
digunakan adalah Backup Source (G2).
Gambar di atas adalah sketsa prototype sistem
penyaluran tenaga listrik dengan gangguan pada bagian
pembebanan. Dapat dilihat bahwa secara normal, semua
beban harus mendapatkan suplai energi listrik, yakni L1,
L2 dan L3. Akan tetapi, apabila terjadi gangguan pada
bagian pembebanan berupa overload, maka suplai energi
listrik pada saluran tersebut perlu dikurangi agar tidak
terjadi overload yang bisa menyebabkan kerusakan
dalam sistem transmisi energi listrik. Contoh kerusakan
yang bisa terjadi akibat adanya overload adalah
kerusakan trafo pada gardu induk. Hal ini tentunya perlu
mendapatkan perhatian untuk mengurangi resiko
kerugian akibat kerusakan.
Pada prototype ini, kondisi gangguan pada bagian
pembebanan disimulasikan dengan sebuah rangkaian
sensor arus untuk menandai terjadinya overload (B) pada
beban L2. Gambar di bawah ini menunjukkan gambar
sederhana dari rangkaian sensor arus untuk mendeteksi
overload pada prototype ini.
Gambar 12 Cuplikan ladder diagram gangguan pada
Gardu Induk Penaik Tegangan
Gambar 15 Rangkaian sensor arus untuk mendeteksi
overload [12]
Gambar 13 Bentuk fisik prototype gangguan pada Gardu
Induk Penaik Tegangan
Ketika sensor arus mendeteksi adanya overload
pada beban L2, maka Relay 10 opened. Hal ini berarti
suplai energi listrik untuk beban L2 dihentikan untuk
tujuan mengurangi daya total yang dibutuhkan pada
saluran tersebut, sehingga tidak terjadi overload. Dengan
demikian, selain meningkatkan aspek safety, juga
menjaga agar beban L1 dan L2 masih mendapatkan
suplai energi listrik.
Esa Apriaskar – L2F009043
Halaman 5 dari 7
Gambar 16 Cuplikan ladder diagram gangguan pada
bagian pembebanan
disebut metode Fintie State Machine (FSM).[8] Hal ini
dimaksudkan agar lebih mudah dalam mendesain ladder
diagram pada PLC. Kemungkinan kondisi (state) yang
ada untuk aplikasi ini adalah sebagai berikut.
Tabel 2 Kemungkinan State
Gambar 17 Bentuk fisik prototype gangguan pada bagian
pembebanan
3.3 Diagram Blok Rangkaian Input/Output PLC
Keterangan :
S0
= Kondisi mati
S1
= Kondisi hidup normal
S2
= Kondisi hidup dengan gangguan pada
Gardu Induk Penaik Tegangan
S3
= Kondisi hidup dengan gangguan pada
bagian pembebanan
S4
= Kondisi hidup dengan gangguan pada
Gardu Induk Penaik Tegangan dan
pada bagian pembebanan.
R1 – R12 = Relay 1 – 12
IL1
= Indicator Lamp 1
IL2
= Indicator Lamp 2
IL3
= Indicator Lamp 3
BZ
= Buzzer
3.4.2 Perancangan State Diagram
Setelah didapatkan kemungkinan kondisi (state),
yang diperlukan untuk memudahkan dalam pembuatan
program adalah perancangan state diagram. Dengan
demikian, dapat dibuat state diagram sebagai berikut.
Gambar 18 Diagram Blok Rangkaian Input Output PLC
Pada prototype ini, channel input yang digunakan
adalah channel 0 dengan address input 0.00, 0.01, 0.07
dan 0.06. Berbeda dengan channel input, channel output
yang digunakan ada 2, yaitu channel 10 dan channel 11
dengan adrress output yang dipakai mulai dari 10.00 –
10.07 dan 11.00 – 11.07.
3.4 Desain Pemrograman dengan PLC
3.4.1 Kemungkinan Kondisi (State)
Dari serangkaian penjelasan prinsip kerja
redundant system dalam prototype sistem penyaluran
tenaga listrik dengan gangguan pada gardu induk penaik
tegangan dan bagian pembebanan, dapat dijelaskan
dengan pendekatan kondisi (state) atau juga sering
Gambar 19 State Diagram Program
State S0
State S0 merepresentasikan kondisi saat sistem
mati, yakni tidak ada relay dan lampu indikator yang
Esa Apriaskar – L2F009043
Halaman 6 dari 7
hidup (ON). Dengan demikian, beban L1, L2 dan L3
tidak mendapatkan suplai energi listrik.
State S1
Dari state S0 akan berpindah ke state S1 bila
ditekan PB Start. State S1 merepresentasikan kondisi saat
sistem hidup dengan kondisi normal, yakni tidak ada
lampu indikator yang hidup (ON). Adapun untuk relay
yang hidup adalah relay 1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 12.
Dengan demikian, beban L1, L2 dan L3 mendapatkan
suplai energi listrik.
State S2
Dari state S1 akan berpindah ke state S2 bila
SW_HB1 dalam keadaan hidup (ON), atau dengan kata
lain terdapat gangguan pada gardu induk penaik
tegangan. Sebaliknya, apabila SW_HB1 dalam keadaan
mati (OFF), maka sistem akan kembali pada state S1.
State S2 merepresentasikan kondisi saat sistem
hidup dengan gangguan pada gardu induk penaik
tegangan, yakni lampu indikator 1 (IL1) yang hidup
(ON). Adapun untuk relay yang hidup adalah relay 3, 4,
5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 12. Dengan demikian, beban L1, L2
dan L3 masih mendapatkan suplai energi listrik karena
menggunakan Backup Source (G2) sebagai sumber
energi listrik.
State S3
Dari state S1 akan berpindah ke state S3 bila
OVERLOAD dalam keadaan hidup (ON), atau dengan
kata lain terdapat gangguan pada bagian pembebanan.
Sebaliknya, apabila OVERLOAD dalam keadaan mati
(OFF), maka sistem akan kembali pada state S1.
State S3 merepresentasikan kondisi saat sistem
hidup dengan gangguan pada bagian pembebanan, yakni
lampu indikator 3 (IL3) yang hidup (ON). Adapun untuk
relay yang hidup adalah relay 1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 11, dan
12. Dengan demikian, selain dapat meningkatkan aspek
safety, juga menjaga agar beban L1 dan L2 masih
mendapatkan suplai energi listrik.
State S4
Dari state S2 akan berpindah ke state S4 bila
OVERLOAD dalam keadaan hidup (ON), atau dengan
kata lain terdapat gangguan pada gardu induk penaik
tegangan dan bagian pembebanan. Sebaliknya, apabila
OVERLOAD dalam keadaan mati (OFF), maka sistem
akan kembali pada state S2.
Dari state S1 akan berpindah ke state S4 bila
SW_HB1 dalam keadaan hidup (ON), atau dengan kata
lain terdapat gangguan pada gardu induk penaik tegangan
dan bagian pembebanan. Sebaliknya, apabila SW_HB1
dalam keadaan mati (OFF), maka sistem akan kembali
pada state S2.
State S4 merepresentasikan kondisi saat sistem
hidup dengan gangguan pada gardu induk penaik
tegangan dan bagian pembebanan, yakni ada lampu
indikator 1 dan 3 (IL1 dan IL3) yang hidup (ON).
Adapun untuk relay yang hidup adalah relay 3, 4, 5, 6, 7,
8, 9, 11, dan 12. Dengan demikian, selain dapat
meningkatkan aspek safety, juga menjaga agar beban L1
dan L2 masih mendapatkan suplai energi listrik.dan
digunakan Backup Source (G2) sebagai sumber energi
listrik.
Setelah didapatkan state beserta transisinya,
dengan bantuan tabel 5.1 yang merepresentasikan
kemungkinan state, dapat dibuat ladder diagram yang
merepresentasikan kondisi-kondisi yang mungkin untuk
satu atau beberapa output. Berikut ini adalah contoh
cuplikan ladder diagram sederhana untuk kondisikondisi yang mungkin bagi relay 1 dan relay 2.
Gambar 20 Contoh realisasi ladder diagram output
sesuai state diagram dan tabel kemungkinan state
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Selama melaksanakan kerja praktek, penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut.
1. PLC (Programmable Logic Controller) adalah
suatu sarana pendukung dalam sistem otomasi.
Sifatnya yang bisa diprogram dan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan membuat PLC menjadi suatu hal
yang popular, baik dalam skala laboratorium
maupun industri.
2. Salah satu jenis PLC yang banyak digunakan, baik
dalam skala laboratorium maupun industri adalah
PLC OMRON. Hal ini dikarenakan teknik
pemrograman pada PLC OMRON cenderung lebih
mudah dan familiar jika dibandingkan dengan
merek lain.
3. Pada perancangan aplikasi menggunakan PLC
OMRON SYSMAC CPM1A-40 CDT-DV1 ini
bertujuan untuk memberikan sistem otomasi dalam
menghindari adanya pemutusan aliran energi listrik
ke konsumen (Load) akibat adanya gangguan pada
bagian gardu induk penaik tegangan dan bagian
pembebanan. Dengan adanya sistem otomasi
tersebut, selain menjaga kualitas pelayanan energi
listrik
terhadap
konsumen,
juga
mampu
Esa Apriaskar – L2F009043
Halaman 7 dari 7
meningkatkan tingkat keamanan (safety). Sistem
otomasi yang seperti ini disebut juga dengan
redundant system.
4. Pemrograman pada PLC bisa menggunakan
pendekatan
kemungkinan
kondisi
yang
direpresentasikan dengan state diagram. Dengan
pedekatan ini lebih memudahkan programmer
dalam membuat program pada PLC.
5. Apabila dibandingkan dengan mikrokontroller,
maka PLC memiliki tingkat kesulitan pemrograman
yang lebih kecil karena pada PLC cukup dengan
membuat Ladder Diagram yang cenderung mudah
dipahami dan dianalisa tanpa harus membuat coding
yang kompleks.
6. Dilihat dari segi ekonomis, PLC masih tergolong
lebih
mahal
jika
dibandingkan
dengan
mikrokontroler, sehingga penggunaanya pun harus
disesuaikan dengan kebutuhan peralatan yang akan
dikontrol.
4.2 Saran
Berikut ini adalah beberapa saran dari penulis.
1. Aplikasi perancangan sistem dilengkapi dengan
sistem monitoring berupa SCADA (Supervisory
Control
And
Data
Acquisition)
agar
penggunaannya lebih user friendly.
2. Titik-titik gangguan diperbanyak sesuai dengan
kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam
realisasi nyata sistem penyaluran tenaga listrik
agar semakin mendekati pada realisasi nyata.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Arif B, Rezon, “Perancangan Aplikasi PLC Omron
Sysmac CP1L pada Sistem Otomasi
Overhead
Crane
untuk
Proses
Perendaman Logam Di Pt Pura
Barutama Divisi Engineering Terban
Kudus”, Semarang : Jurusan Teknik
Elektro Universitas Diponegoro, 2011
[2] CX-Programmer User Manual Version 3.1
[3] CX-Programmer Introduction Guide R132-E1-04.pdf
[4] CX-One Introduction Guide R145-E1-03.pdf
[5] Muttaqin, Ilham, “Perancangan Aplikasi PLC
Omron Sysmac CP1L pada Sistem
Otomasi Ice Compactor untuk Pemadatan
Ice Flag”, Semarang : Jurusan Teknik
Elektro Universitas Diponegoro, 2012
[6] OMRON. 2005.CPM1A Operation Manual.pdf
[7] OMRON. 1997.CPM1A Series Brochure.pdf
[8] Setiawan, Iwan, “Programmable Logic Control (PLC)
dan Teknik Perancangan Sistem Kontrol”,
Yogyakarta : ANDI, 2006.
[9] Supono K, M., “Perancangan Supervisory Control
And Data Acquisition pada Prototipe Sistem
Listrik Redundant”, Semarang : Jurusan
Teknik Elektro Universitas Diponegoro,
2012.
[10] Swamardika Alit, “Simulasi Kontrol Lampu Lalu
Lintas
Sistem
Detektor
Dengan
Menggunakan
Sistem
PLC
Untuk
Persimpangan
Jalan
Waribang-WR.
Supratman Denpasar”, Teknologi Elektro
Vol.4 No.2 Juli - Desember 2005.
[11] -------, http://www.national.com/ds/LM/LM358.pdf,
September, 2011.
[12] -------,
Electric
Transmission
Lines,
http://psc.wi.gov, September, 2011.
[13] -------, “Buku Pedoman Teknik Elektro 2009”,
Semarang : Jurusan Teknik Elektro
Universitas Diponegoro, 2009.
[14] -------,
“Transmission
Protection
System,
Philosophy & Application”, Penyaluran dan
Pusat Pengaturan Beban Jawa Bali, 2006.
BIOGRAFI
Esa
Apriaskar-L2F009043,
dilahirkan di Sukoharjo, 18
Oktober 1992. Jenjang edukasi
ditempuh dari MI N Sukoharjo,
SMP Negeri 1 Sukoharjo, SMA
Negeri 1 Sukoharjo dan sekarang
sedang menempuh studi S1 di Jurusan Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Konsentrasi Kontrol.
Semarang, Juli 2012
Mengetahui dan mengesahkan,
Dosen Pembimbing
Sumardi, ST. MT
NIP. 19681111199412101
Esa Apriaskar – L2F009043
Halaman 8 dari 7
Download