BAB VIII Efisiensi dan Strategi Energi

advertisement
VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM
PEREKONOMIAN INDONESIA
Pada bagian ini dibahas efisiensi energi dalam perekonomian Indonesia,
yang rinci menjadi efisiensi energi menurut sektor. Disamping itu, juga dibahas
strategi penghematan dan pemanfaatan energi dalam rangka mewujudkan
ketahanan energi pada masa mendatang. Pembahasan dilakukan berdasarkan hasil
analisis yang telah dipaparkan pada bagian-bagian terdahulu dikombinasikan
dengan hasil studi empiris yang dilakukan oleh peneliti lain maupun oleh
lembaga/badan yang berkompeten.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian pendahuluan, indikator yang
digunakan untuk menghitung efisiensi energi, yaitu indikator elastisitas
pemakaian (konsumsi) energi. Elastisitas pemakaian energi didefenisikan sebagai
perbandingan antara pertumbuhan konsumsi energi akhir dengan pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDB). Elastisitas pemakaian energi dikatakan efisien
apabila nilai elastistas pemakaian energi sama dengan satu. Sedangkan nilai
elastisitas pemakaian lebih besar dari satu dikatakan inefisien (DESDM, 2006 dan
Yusgiatoro, 2000). Pada bagian ini, pembahasan tentang efisiensi energi
menggunakan indikator elastisitas pemakaian energi. Elastisitas pemakaian energi
yang ditampilkan adalah elastisitas pemakaian energi periode lima tahunan
menggunakan data historis tahun 1990-2008 dan data hasil peramalan tahun 20092025 berdasarkan model yang dibangun.
Berdasarkan perkembangan elastisitas pemakaian energi total periode 5
tahunan sebagaiman yang disajikan pada Gambar 30, elastisitas pemakaian energi
total pada periode 1991-1996, 1996-2000, dan 2001-2005 2011-2015 kecil dari
251
satu. Nilai elastisitas pemakaian energi pada periode 1991-1995, 1996-2000 dan
2001-2005 berturut-turut sebesar 0.09, 0.33 dan 0.21,. Nilai-nilai elastisitas
tersebut mengandung pengertian bahwa peningkatan PDB sebesar 1 persen akan
meningkatkan konsumsi energi total pada periode 1991-1995, 1996-2000 dan
periode 2001-2005 berturut-turut sebesar 0.09 persen, 0.33 persen dan 0.21
persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pemakaian energi total pada periode
1991-1995, 1996-2000 dan 2001-2005 adalah hemat (efisien).
2.00
Elastisitas (%)
1.18
0.65
0.51
0.48
0.33
0.21
0.09
0.00
1991-1995 1996-2000
2001-2005
2006-2010
2011-2015
2016-2020
2021-2025
Elastistas Pemakaian Energi Total
Sumber: Data Kementerian ESDM Tahun 1990-2008 dan Data Hasil Peramalan
Tahun 2009-2025, diolah
Gambar 30. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Total Periode
Lima Tahunan
Sebaliknya, nilai elastisitas pemakaian energi tahun 2006-2010 sebesar
1.18. Nilai ini elastisitas tersebut memiliki arti peningkatan PDB sebesar 1 persen
akan meningkatkan konsumsi energi total sebesar 1.18 persen. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemakaian energi total periode 2006-2010 boros
(inefisien). inefisiensi pemakaian energi periode
ini disebabkan oleh krisis
252
ekonomi. Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008, dampaknya baru
terasa pada tahun 2009. Hal ini menyebabkan rata-rata pertambahan PDB pada
periode tersebut lebih kecil daripada pertambahan konsumsi energi, sehingga ratarata elastisitas energi pada periode tersebut lebih besar dari satu (inefisien). Krisis
ekonomi global ini dimulai dari masalah Subprime Mortgage di Amerika Serikat,
yaitu masalah kredit macet perumahan. Kondisi ini memberikan dampak negatif
yang semakin meluas pada perekonomian Amerika Serikat yang kemudian
berdampak negatif terhadap perekonomian global. Menurut Soros (2008) dalam
Hoesada (2009), krisis ekonomi Amerika Serikat tahun 2008 ditandai turun nilai
tukar USD, kegagalan pembayaran cicilan kredit rumah dan penyitaan, indeks
saham jatuh dan perbankan bangkrut. Kemudian muncul krisis kepercayaan antara
investor dan pialang, sesama pialang dan sesama perbankan.
Selanjutnya, pada Gambar 30 menunjukkan bahwa nilai elastisitas
pemakaian energi periode 2011-2015, 2016-2020 dan 2021-2025 lebih kecil dari
satu, yaitu sebesar 048, 0.65 dan 0.51. Nilai elastisitas tersebut memiliki arti
peningkatan PDB sebesar 1 persen akan meningkatkan konsumsi energi total
berturut-turut sebesar 048 persen, 0.65 persen dan 0.51 persen. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemakaian energi total periode 2011-2015, 2016-2020
dan 2021-2025
hemat (efisien). Hal ini terjadi karena program pengurangan
subsidi
secara
energi
bertahap
yang diterapkan
oleh
pemerintah
dan
pengembangan teknologi berbagai jenis peralatan dan mesin yang hemat energi
mendorong pemakaian energi yang efisien.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci tentang efisiensi pemakaian
energi, perlu dilihat hasil analisis elastisitas pemakaian energi menurut sektor.
253
Elastisitas pemakaian energi menurut sektor adalah perbandingan antara
pertumbuhan konsumsi energi akhir sektoral dengan pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB) sektoral. Hasil analisis elastisitas pemakaian energi
menurut sektor disajikan pada sub-bab 8.1. Selanjutnya pada sub-bab 8.2. akan
dibahas strategi penghematan dan pemanfaatan energi dalam rangka mewujudkan
ketahanan energi pada masa mendatang.
8.1.
Efisiensi Pemakaian Energi Menurut Sektor
Perkembangan rata-rata elastisitas pemakaian energi sektor industri
periode lima tahunan dapat dilihat pada Gambar 31.
Pada Gambar 31 dapat
dililihat bahwa rata-rata elastisitas pemakaian energi sektor industri pada periode
1996-2000, 2001-2005 dan periode 5 tahunan di atas tahun 2011 lebih kecil dari
satu. Sebaliknya pada periode 1996-2000 dan 2006-2010 lebih kecil dari satu.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pemakaian energi sektor industri tidak
efisien pada periode 1996-2000 dan 2006-2010.
11.69
12.00
10.00
Elastisit as (%)
8.00
6.00
4.00
1.34
2.00
0.14
0.24
0.29
0.17
0.00
-2.00
-3.26
-4.00
1991-1995 1996-2000 2001-2005 2006-2010 2011-2015 2016-2020 2021-2025
Elastistas Pemakaian Energi Sektor Industri
Sumber: Data Kementerian ESDM Tahun 1990-2008 dan Data Hasil Peramalan
Tahun 2009-2025, diolah
Gambar 31. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor
Industri Periode Lima Tahunan
254
Inefisiensi pemakaian energi sektor industri pada periode 1996-2000
terjadi lebih disebabkan oleh krisis ekonomi sejak pertengahan 1997 yang sangat
dirasakan dampaknya pada tahun 1998. Krisis ekonomi ini menyebabkan PDB
sektor industri mengalami penurunan lebih besar daripada penurunan konsumsi
energi sektor industri. Penurunan PDB sektor industri tidak secara langsung
direspon oleh penurunan konsumsi energi sektor industri, karena walaupun sektor
industri mengalami penurunan pendapatan (mengalami kerugian) akibat krisis
ekonomi, aktivitas produksi sektor industri masih terus berjalan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan (konsumen) sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
Inefisiensi pemakaian energi sektor industri pada periode 2006-2010
disebabkan oleh krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008. Krisis
ekonomi global ini berdampak terhadap peningkatan PDB sektor industri yang
lebih kecil daripada peningkatan PDB tahun sebelumnya pada satu sisi, sedangkan
peningkatan konsumsi energi sektor industri mengalami peningkatan. Pada
periode-periode berikutnya pemakaian energi sektor industri cenderung semakin
efisien yang ditunjukkan oleh nilai elasitas pemakaian energi di bawah satu. dan
cenderung menurun.
Untuk sektor rumahtangga, elastisitas pemakaian energi dapat dilihat pada
Gambar 32. Dari Gambar 32 menunjukkan nilai elastisitas pemakaian energi
periode 5 tahunan pada periode 1991-1995 sampai dengan periode 2006-2010
lebih kecil dari satu. Hal ini mengindikasikan bahwa pemakaian energi sektor
rumahtangga efisien selama periode-periode tersebut. Sementara itu, pada periode
2011-2015 nilai elastisitas pemakaian energi sektor rumahtangga lebih besar dari
satu. Hal ini mengindikasikan bahwa pemakaian energi sektor rumahtangga
255
cenderung tidak efisien. Dan selanjutnya pada periode 2011-2015 nilai elastisitas
pemakaian energi sektor rumahtangga lebih kecil dari satu dan cenderung
menurun.
2.00
1.09
1.00
0.03
0.25
0.11
0.06
0.13
Elast is it as (%)
0.00
-1.00
-2.00
-3.00
-4.00
-5.00
-6.00
-6.60
-7.00
1991-1995
1996-2000
2001-2005
2006-2010
2011-2015
2016-2020
2021-2025
Elastistas Pemakaian Energi Sektor Rumahtangga
Sumber: Data Kementerian ESDM Tahun 1990-2008 dan Data Hasil Peramalan
Tahun 2009-2025, diolah
Gambar 32. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor
Rumahtangga Periode Lima Tahunan
Sehubungan
dengan
pemakaian
energi
sektor
transportasi,
hasil
perhitungan nilai elastisitas yang disajikan pada Gambar 33 menunjukkan nilai
elastisitas periode lima tahunan yang pada periode 1991-1995 sampai dengan
periode 2001-2005 lebih kecil dari satu. Namun pada periode 2006-2010 nilai
elastisitas pemakaian energi sektor transportasi lebih besar dari satu. Inefisiensi
pemakaian energi sektor transportasi pada periode ini lebih disebabkan oleh
peningkatan jumlah trasportasi darat, karena dalam model analisis yang dibangun
pemberlakuan
kebijakan
penghapusan
subsidi
BBM
belum
sepenuhnya
diterapkan. Pada periode-periode berikutnya, nilai elastisitas pemakaian energi
efisien dan cenderung menurun.
256
2.71
3.00
Elastisitas (%)
2.50
2.00
1.50
0.99
0.64
1.00
0.50
0.32
0.10
0.62
0.21
0.00
1991-1995 1996-2000 2001-2005 2006-2010 2011-2015 2016-2020 2021-2025
Elastistas Pemakaian Energi Sektor Transportasi
Sumber: Data Kementerian ESDM Tahun 1990-2008 dan Data Hasil Peramalan
Tahun 2009-2025, diolah
Gambar 33. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor
Transportasi Periode Lima Tahunan
Perkembangan nilai elastisitas pemakaian energi sektor pertanian periode
lima tahunan dapat dililihat pada Gambar 34. Dari Gambar 34 menunjukkan
bahwa nilai elastisitas pemakaian energi sektor pertanian periode 5 tahunan pada
periode 1991-2010 lebih kecil dari satu. Hal ini mengindikasikan bahwa periodeperiode tersebut pemakaian energi sektor pertanian efisien.
0.25
0.46
0.23
2.45
1.41
1.00
Elas tisitas (%)
0.20
0.15
0.10
0.05
-0.08
-0.13
0.00
-0.05
-0.10
-0.15
1991-1995 1996-2000 2001-2005 2006-2010 2011-2015 2016-2020 2021-2025
Elastistas Pemakaian Energi Sektor Pertanian
Sumber: Data Kementerian ESDM Tahun 1990-2008 dan Data Hasil Peramalan
Tahun 2009-2025, diolah
Gambar 34. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor
Pertanian Periode lima tahunan
257
Sebaliknya, periode 2011-2015 dan 2016-2020 nilai elastisitas pemakaian
energi berturut-turut sebesar 2.45 dan 1.41. Hal ini menunjukkan bahwa
pemakaian energi sektor pertanian pada periode-periode tersebut tidak efisien.
Dan pada periode berikut elastisitas pemakaian energi cenderung efisien karena
pertambahan konsumsi energi cenderung menurun dengan tingkat penurunan yang
lebih besar daripada tingkat penurunan PDB sektor tersebut.
Perkembangan elastisitas pemakaian energi sektor lainnya disajikan pada
Gambar 35. Pada Gambar 35 menunjukkan rata-rata elastisitas pemakaian energi
periode lima tahunan pada periode 1990-2005 berturut-turut sebesar 0.27, 0.56,
dan 0.23. Nilai elastisitas ini mengandung arti bahwa peningkatan PDB sektor
lainnya sebesar 1 persen akan meningkatkan konsumsi energi total sektor lainnya
periode lima tahun pada periode 1990-2005 berturut-turut sebesar 0.27 persen,
0.56 persen, dan 0.23 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pemakaian energi
sektor lainnya pada periode tersebut hemat (efisien).
2.81
3.00
2.00
1.06
1.00
0.79
0.56
0.27
0.81
0.23
0.00
1991-1995 1996-2000 2001-2005 2006-2010 2011-2015 2016-2020 2021-2025
Elastistas Pemakaian Energi Sektor Lain
Sumber: Data Kementerian ESDM Tahun 1990-2008 dan Data Hasil Peramalan
Tahun 2009-2025, diolah
Gambar 35. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor Lain
Periode Lima Tahunan
258
Sebaliknya, Gambar 35 menunjukkan periode 2006-2010 dan 2011-2015
nilai elastistas pemakaian energi sektor lainnya sebesar 2.81 dan 1.06. Nilai
elastistas ini memiliki arti bahwa peningkatan PDB sektor lainnya sebesar 1
persen akan meningkatkan konsumsi energi total sektor lainnya periode 20062010 dan 2011-2015 sebesar 2.81 persen dan 1.06 persen. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemakaian energi sektor lainnya pada periode tersebut
boros (inefisien) karena memiliki nilai elastisitas pemakaian energi lebih besar
dari satu. Inefisiensi terjadi karena periode tersebut peningkatan PDB sektor
lainnya direspon dengan peningkatan konsumsi energi lebih besar dari
peningkatan PDB sektor tersebut.
Selanjutnya, pada periode 2016-2025 nilai elastisitas pemakaian energi
kecil dari satu. Hal ini mengindikasi pemakaian energi sektor lainnya pada masa
mendatang akan efisien. Penggunaan energi yang efisien pada sektor lainnya pada
mendatang didukung oleh pengoperasian peralatan memasak, penerangan dan
pendinginan yang lebih mudah dan hemat energi.
8.2. Strategi Penghematan dan Pemanfaatan Energi
Mencermati data fakta, hasil analisis yang telah dilakukan dan hasil studi
empiris lainnya, ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam rangka
mewujudkan ketahanan energi Indonesia pada masa depan. Aspek yang pertama
adalah pemakaian energi yang relatif boros. Walaupun rata-rata nilai elasitistas
pemakaian energi pada masa mendatang lebih kecil dari satu (efisien), namun
nilai elastisitas tersebut mendekati satu. Seiring dengan berjalannya waktu,
259
konsumsi energi cenderung mengalami peningkatan karena jumlah penduduk
bertambah dan kebutuhan energi dalam pelaksanaan pembangunan meningkat.
Oleh karenanya berbagai upaya melalui penerapan strategi yang tepat untuk
mewujudkan penghematan energi oleh berbagai sektor pengguna perlu
dirumuskan.
Aspek lainnya adalah penyediaan energi khususnya cadangan energi fosil,
sebagai
unrenewable resources, ketersediaannya semakin terbatas
yang
diperlihatkan oleh harga energi, terutama minyak yang cenderung meningkat.
Pada masa mendatang ketersediaan energi fosil akan habis, sehingga pemanfaatan
energi yang bersumber dari renewable resources merupakan pilihan yang harus
dilakukan. Sebagai negara agraris yang beriklim tropis Indonesia kaya akan
renewable resources, seperti pemanfaatan energi air, angin, biomas, biodiesel,
biogas dan sumber-sumber energi berkelanjutan lainnya.
Dengan menerapkan strategi yang tepat dan selaras dari kedua aspek
tersebut diyakini Indonesia akan dapat mewujudkan ketahanan energi, yakni
dengan menerapkan strategi energi berkelanjutan. Berturut-turut strategi
penghematan dan strategi pemanfaatan energi di Indonesia dibahas berikut ini.
8.2.1. Strategi Penghematan Energi
Tujuan dari penghematan energi ialah mengurangi penggunaan energi
untuk menekan biaya energi, serta mengurangi dampak lingkungan baik lokal
maupun global yang disebabkan oleh penggunaan energi. Penghematan
(konservasi) energi memberikan banyak manfaat. Menurut Nugroho (2005)
dengan penghematan energi seolah-oleh menemukan sumber energi baru. Bila
260
Indonesia dapat menghemat konsumsi BBM sekitar 10 persen, berarti menemukan
lapangan minyak baru yang dapat memproduksi sekitar 150 000 barrel per hari,
yang
dalam
kenyataannya
membutuhkan
biaya
yang
besar
dalam
memproduksinya.
Penghematan energi dilihat dari sumber pengguna energinya meliputi
penghematan di sisi pengguna (demand side) dan di sisi penyedia (supply side).
Penghematan energi juga dapat dilihat dari sisi penerapan teknologi meliputi
penggantian teknologi dengan teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan,
penambahan teknologi (retrofitting) pada unit produksi sehingga bekerja lebih
efisien (BPPT, 2010).
Dari sisi pengguna, peluang penghematan energi dapat dilakukan melalui
penggunaan, pengoperasian, dan perawatan alat dan mesin secara efisien oleh
masing-masing pengguna. Menurut BPPT (2010) peluang penghematan yang
dilakukan berbeda untuk masing-masing sektor pengguna energi. Peluang
penghematan paling besar adalah pada sektor komersial dan rumah tangga, dan
yang terkecil adalah pada sektor lainnya. Hal ini terjadi karena pada sektor
rumahtangga (dan juga sektor komersial) sebagai konsumen langsung energi yang
dapat mengurangi penggunaan energi secara langsung. Pada sektor industri dan
transportasi yang berhubungan dengan penggunaan alat dan mesin, peluang
penghemantan relatif terbatas. Untuk sektor pertanian dan sektor lainnya,
teknologi yang digunakan terkait dengan produk akhir dengan menggunakan jenis
peralatan tertentu seperti mesin pompa air, traktor dan lainnya. Oleh karena itu
peluang penghematan yang dilakukan pada sektor pertanian dan sektor lainnya
menjadi terbatas dengan tidak mengurangi produk yang dihasilkan.
261
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam penghematan energi untuk
sektor rumahtangga. Pertama, melakukan kampaye hemat energi dengan
menekankan pada penggunaan peralatan rumahtangga dan peralatan lainnya yang
benar-benar sesuai kebutuhan. Misalnya menyalakan lampu yang benar-benar
dibutuhkan untuk penerangan, menonaktifkan peralatan elektronik apabila tidak
dioperasikan, dan lainnya. Kedua, menggunakan peralatan rumahtangga dan
peralatan lainnya yang hemat energi, seperti lampu dan peralatan memasak
rumahtangga hemat energi. Dan ketiga, merancang bangunan yang efisien energi
dalam hal pengaturan suhu dan pencahayaan.
Disamping pemanfaatan alat dan mesin sesuai dengan kebutuhan,
pemanfaatan energi pada sektor industri dapat dilakukan dengan menerapkan
teknologi industri yang hemat energi. Menurut BPPT (2010) akan berkembang
dan dapat diterapkan teknologi hemat energi pada industri pada masa yang akan
datang. Pertama, pemanfaatan teknologi dengan menerapkan cogeneration
technology yang menghasilkan jenis energi listrik dan panas untuk proses
produksi. Penggunaan teknologi yang menggabungkan dua buah proses produksi
energi ini secara umum akan meningkatkan efisiensi thermal dari rata-rata 50
persen menjadi 60-80 persen tergantung dari jenis teknologi kogenerasi yang
digunakan. Teknologi kogenerasi yang paling efisien ialah dengan memanfaatkan
panas buang gas turbin pembangkit listrik untuk membangkitkan uap yang
dipergunakan untuk proses produksi. Teknologi ini akan sangat efisien bila
kebutuhan uap tinggi, dan target produksi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
uap tersebut, sehingga kemungkinan akan terjadi kelebihan produksi listrik
(excess power) yang dapat dijual ke masyarakat atau PLN dengan harga yang
262
sangat bersaing. Dan kedua, perubahan pemanfaatan bahan bakar (fuel switching).
Perubahan pemanfaatan bahan bakar ini diarahkan untuk memperoleh harga
energi yang lebih murah atau lebih bersih. Pada beberapa industri seperti tekstil,
semen, kertas dan lain-lain terjadi perubahan dari penggunaan minyak ke
batubara, gas bumi dan biomasa. Pengalihan pemanfaatan dari minyak ke
batubara pada pembangkit uap kecil membutuhkan penerapan teknologi baru
karena karakteristik yang sama sekali berbeda. Pada industri semen yang
menggunakan minyak untuk pengeringan semen dengan mengggunakan furnace
skala besar, dapat dilaksanakan perubahan pemanfaatan bahan bakar dengan
menerapkan sistem pembakaran dual fuel (minyak-batubara/biomasa atau
minyak-gas). Pola perubahan yang terbaru adalah menggantikan penggunaan
minyak dan gas ke batubara atau biomasa dengan menerapkan teknologi
gasifikasi. Gas yang dihasilkan selain dapat digunakan secara langsung juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri kimia atau pupuk.
Sektor transportasi merupakan sektor yang paling dominan dalam
mengkonsumsi BBM. Pemakaian energi yang boros oleh sektor ini lebih
disebabkan oleh masalah kemacetan dan banyaknya penggunaan kendaraan
pribadi. Menurut BPPT (2010), pada saat ini sistem transportasi di Indonesia
masih kurang baik yang dibuktikan oleh seringnya terjadi kemacetan di jalan raya.
Untuk mengatasi permasalah tersebut sehubungan dengan upaya penghematan
energi, setidaknya ada dua cara utama yang dapat dilakukan. Pertama, menyusun
rencana tata kota dan tata wilayah secara terintegrasi, meliputi aktifitas ekonomi
utama wilayah, penyediaan sarana telepon, air minum dan transportasi sehingga
menghemat energi. Kedua, membangun transportasi masal dalam kota dan
263
antarkota yang efisien seperti kereta listrik, dan/atau monorail sebagai tulang
punggung yang didukung oleh sistem angkutan seperti bus, mikrolet dan lain-lain
yang aman dan nyaman. Dan ketiga, pemanjangan jalur kereta rel listrik dalam
kota besar sampai ke kota di sekitarnya dengan jaringan kereta rel listrik atau
kereta diesel akan dapat mengurangi kepadatan jalan raya dan menurunkan
kerugian dalam waktu tempuh maupun biaya pengangkutan.
Untuk sektor pertanian dan sektor lainnya, sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya bahwa peluang penghematan yang dapat dilakukan menjadi terbatas
karena sektor-sektor ini menggunakan energi relatif kecil. Walaupun demikian,
penghematan masih dapat dilakukan dengan pemanfaatan alat dan mesin sesuai
dengan kebutuhan.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa penghematan energi
disamping dapat dilakukan dari sisi pengguna (demand), juga dapat dilakukan dari
sisi penyedia (supply). Dari sisi penyedia, penghematan energi dapat dilakukan
setidaknya dengan tiga cara. Pertama, pendataan dan penyusunan sistem
informasi yang akurat menurut jenis energi dan pengguna oleh suatu unit atau
satuan tugas. Data dan informasi tersebut dapat digunakan untuk memantau dan
memberikan informasi, petunjuk serta konsultasi kepada industri tentang
kemungkinan penerapan teknologi yang lebih efisien untuk jenis industri tertentu.
Kedua, membangun dan menerapkan teknologi transformasi dan distribusi energi
yang efisien sehingga dapat mengurangi kebocoran (energy loss). Penghematan
melalui penerapan teknologi transformasi misalnya lebih banyak menggunakan
input air untuk pembangkit listrik. Sementara itu, penghematan melalui penerapan
sistem distribusi yang efisien menurut BPPT (2010) misalnya dengan melakukan
264
pengembangan jaringan gas bumi yang lebih luas baik dari sumber gas buminya
maupun wilayah yang dipasok hingga menjangkau wilayah industri di Sumatera,
Jawa maupun Kalimantan.
Dan ketiga, menerapkan strategi pemanfaatan energi yang tepat. Melalui
penerapan strategi pemanfaatan energi yang tepat dengan melihat ketersediaan
energi fosil dan potensi pengembangan energi alternatif dapat dirumuskan upayaupaya lainnya dalam melakukan pengehematan energi dari sisi penyediaan. Lebih
detail tentang hal ini dijelaskan pada sub-bab 8.2.2.
8.2.2. Strategi Pemanfaatan Energi
Seiring dengan berjalannya waktu, konsumsi energi cenderung mengalami
peningkatan karena jumlah penduduk bertambah dan kebutuhan energi dalam
pelaksanaan pembangunan meningkat. Sementara itu, cadangan energi fosil,
sebagai
unrenewable
resources, ketersediaannya semakin terbatas
yang
diperlihatkan oleh harga energi, terutama harga minyak yang cenderung
meningkat.
Mengingat semakin menipisnya cadangan energi fosil, khususnya minyak,
maka berbagai upaya perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam jangka
pendek, menengah dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, berbagai upaya
perlu dilakukan sehubungan dengan upaya untuk meningkatkan produktivitas
pemanfaatan energi antara lain dengan cara konversi minyak tanah ke gas untuk
rumahtangga, pengurangan subsidi BBM, dan peningkatan kemampuan kilang
yang ada. Disamping itu kebijakan nilai tukar rupiah yang stabil perlu dilakukan
265
untuk menangkal dampak negatif dari kenaikan harga minyak dunia yang dapat
menyebabkan konsumsi dan penyediaan energi menurun.
Sehubungan dengan upaya peningkatan kemampuan kilang, menurut
BPPT (2010) kemampuan kilang yang ada dapat ditingkatkan dalam jangka
pendek, sehingga dapat diperoleh produk kilang baik BBM maupun non BBM
dengan volume yang lebih baik dan bernilai tinggi. Untuk itu perlu penambahan
kapasitas tangki timbun minyak mentah di kilang minyak yang ada, sehingga
kilang tersebut dapat bekerja dengan hasil yang lebih optimal.
Untuk jangka menengah, perlu upaya untuk meningkatkan investasi dari
aspek produksi, pengolahan, dan distribusi energi fosil, dan upaya konversi
penggunaan energi berbasis bahan bakar minyak oleh sektor industri ke jenis
energi lainnya. Seiring dengan itu, upaya peningkatan jumlah dan kapasitas kilang
(minyak dan gas) perlu dilakukan untuk mengurangi tingkat ketergantungan
terhadap energi akhir yang bersumber dari impor. Upaya peningkatan jumlah dan
kapasitas pembangkit listrik juga perlu dilakukan untuk mengeleminir defisit
energi listrik yang semakin meningkat seiring dengan kemajuan ekonomi dan
pertambahan jumlah penduduk. Pengembangan pembangkit listrik hendaknya
difokuskan pada penggunaan energi selain BBM, seperti pembangkit listrik
menggunakan energi batubara dan gas.
Menurut BPPT (2010) bahan bakar pengganti minyak dapat dilakukan
dengan memberikan perlakuan terhadap energi fosil lainnya seperti seperti
gasifikasi batubara, pencairan batubara, gas to liquid, semaksimal mungkin.
Pemanfaatan bahan bakar alternatif tersebut bertujuan untuk mencukupi
266
kebutuhan energi sektor transportasi, sektor rumahtangga, dan sektor industri
yang saat ini sebagian besar dipenuhi oleh bahan bakar minyak.
Dalam jangka panjang, upaya untuk menggeser penggunaan energi yang
bersumber dari unrenewable resources kepada penggunaan energi yang bersifat
renewable resources, seperti pemanfaatan energi air, angin, bahan bakar nabati
(biomas, biodiesel, biogas dan lainnya), dan sumber-sumber energi berkelanjutan
lainnya. Sejumlah jenis energi alternatif tersebut telah mulai dikembangkan,
namun pemanfaatannya belum optimal karena biaya produksi yang masih tinggi
sehingga harganya lebih mahal dari harga energi fosil.
Download