Aktivitas Protease dan Gambaran Histopatologi Epitel Bronkus Akibat Pengaruh Terapi Ekstrak Daun Putri Malu (Mimosa pudica Linn.) Terhadap Hewan Tikus (Rattus norvegicus) Model Asma The Activity of Protease And Bronchi Epithelial Histopathology After Therapy of Mimosa Pudica Linn. Leaf Extract on Rats(Rattus norvegicus) Asthma Models Hadlrotus Okvianty Mustika Pertiwi, Aulanni’am, Herawati Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya [email protected], [email protected] ABSTRAK Asma merupakan penyakit kronik saluran pernafasan yang banyak dijumpai pada hewan dan manusia. Gejala asma diperparah oleh endotoksin berupa Lipopoliskarida (LPS) dari bakteri Gram negatif pada rongga mulut. Ekstrak daun Putri malu (Mimosa pudica Linn.) untuk terapi asma yang diinduksi oleh Lipopolisakarida belum dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa aktif hasil eksplorasi ekstrak daun Putri malu (Mimosa pudica Linn.) yang dapat mempengaruhi aktivitas protease dan perubahan gambaran sel epitel bronkus pada hewan tikus model asma. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan empat kelompok tikus, yaitu kelompok kontrol, kelompok asma, kelompok asma yang diterapi ekstrak daun Putri malu dosis 500 mg/kg BB dan dosis 1000 mg/kg BB. Tikus model asma disiapkan dengan pemberian sensitasi alergi dengan Ovalbumin (OVA) secara intraperitonial dan inhalasi serta pemberian LPS dari bakteri Phorphyromonas gingivalis secara intrasulkuler. Pengukuran aktivitas protease dilakukan dengan metode spektofotometri, selanjutnya dianalisis dengan ragam ANOVA. Pengamatan histopatologi epitel bronkus dilakukan dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dan diamati menggunakan mikroskop Olympus BX51. Hasil penelitian menunjukkan pemberian terapi ekstrak daun Putri malu dengan dosis 500 mg/Kg BB dan 1000 mg/Kg BB secara signifikan (p<0,05) mampu menurunkan aktivitas protease dan memperbaiki epitel bronkus pada tikus model asma. Peningkatan pemberian dosis terapi memberikan hasil yang lebih baik terhadap penurunan aktivitas protease dan perbaikan gambaran histopatologi epitel bronkus. Kata Kunci: Putri malu (Mimosa pudica Linn.), Asma, Protease, Epitel bronkus ABSTRACT Asthma is chronic respiratory disease that often found in animals and humans. The asthma symptoms could be more severe by endotoxin at mouth cavity due to exposure of Gram-negative bacterial lipopolysaccharide (LPS). The Mimosa pudica Linn. leaf extract to asthma therapy caused by Lipopolisaccharide has not been repoterted. This research aim to study the potential of Mimosa pudica Linn. leaf extract that could affect to protease activity and bronchi epithelial histopathology appearance on asthma rats. Four group of rats (Rattus norvegicus) were used in this research were control group, athma group, and and two groups with therapy of Mimosa pudica Linn. extract dose of 500 mg/Kg BW and 1000 mg/Kg BW. Asthma rats were prepared by sensitization of allergent conducted by intraperitonial injection and nebulized of Ovalbumin (OVA), also intrasulcular injection of Lipopolysaccharide from Phorphyromonas gingivalis. The activity of protease determined spectrophotometry, then analyzed by ANOVA. The histopatological observations of bronchi epithelial using hematoxylin eosin (HE) staining and observed microscopicaly. The results showed that Mimosa pudica Linn. leaf extract therapy with both dose of 500 mg/Kg BW and 1000 mg/Kg BW significantly (P<0.05) decreased protease activity and repaired bronchi epithelial damage in asthma rats. It can be concluded that the higher dose of Mimosa pudica Linn. therapy, decrease protease activity and repairing of histopatological appearance of bronchi epithelial. Keyword: Mimosa pudica Linn., Asthma, Protease, Bronchi epithel 1 pudica Linn.) menunjukkan bahwa tanaman tersebut berpotensi sebagai antioksidan (Zang, et al., 2011; Tanaka and Takashi, 2013). Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan mengkaji aktivitas protease dan gambaran histopatologi epitel bronkus pada hewan model asma setelah pemberian terapi ekstrak daun Putri malu (Mimosa pudica Linn.). Pendahuluan Asma adalah inflamasi kronis yang menginduksi lepasnya beberapa macam mediator inflamasi yang mengkibatkan bronkokonstriksi, hipersensitivitas, hipersekresi mukus, dan edema (Meiyanti dan Mulia, 2000). Berdasarkan catatan Global Initiative for Asthma (GINA, 2011) terdapat 300 juta penderita asma di seluruh dunia, dan 255.000 diantaranya meninggal. Di Indonesia pasien asma sekitar 2-5% dari total jumlah penduduk. Pada ilmu kedokteran hewan, asma pada kucing telah dipelajari lebih dari 90 tahun. Asma juga seringkali menyerang hewan terutama pada kucing. Prevalensi asma pada kucing sekitar 15% dari jumlah populasi seluruh dunia. Prevalensi asma yang tinggi pada kucing terjadi karena adanya kombinasi penyebab antara faktor genetik dan paparan alergen dari lingkungan (Reinero, 2013). Terdapat banyak bakteri Gram negatif yang bersifat anaerob pada plak gigi hewan sebagai penyebab infeksi rongga mulut sehingga memperparah gejala asma. Porphyromonas gingivalis merupakan salah satu bakteri patogen penyebab infeksi rongga mulut. Lipopolisakarida dari Porphyromonas gingivalis akan mengaktivasi sel-sel inflamasi seperti sel mast, neutrofil, dan makrofag (Wang and Ohura, 2002). Sel mast, makrofag, dan neutrofil merupakan sel inlfamasi yang dapat melepaskan enzim proteolitik yaitu protease. Menurut Reed dan Kita (2004), pada kondisi asma, protease akan meningkat pada saluran pernapasan. Aktivitas protease yang meningkat dapat merusak dan mengganggu fungsi saluran pernapasan melalui degradasi makromolekul, matriks ekstraseluler, dan kerusakan epitel. Kerusakan sel epitel pada saluran pernapasan dapat menjadi indikasi tingkat keparahan asma (Wasworth, et al., 2012). Pengobatan asma terus dikembangkan mengingat prevalensi yang meningkat. Pengobatan menggunakan obat-obatan kimiawi memiliki efek samping yang beragam. Terapi dengan menggunakan obat yang berasal dari tanaman dapat menjadi terapi yang efektif. Salah satu tanaman yang berkhasiat besar dalam mengobati berbagai jenis penyakit adalah Putri malu (Mimmosa pudica Linn.). Senyawa flavonoid yang tinggi pada Putri malu (Mimosa Materi dan Metode Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat kandang, rak tabung reaksi, seperangkat alat gelas, mikro pipet, neraca analitik, spuit, sonde lambung, Omron CompAir Compressor Nebulizer, toples, botol air mineral 1,5 liter, plastisin, penangas air, waterbath, eppendorf, tabung polipropilen, lemari pendingin, botol semprot, seperangkat alat bedah, plastik klip, mortar, seperangkat alat sentrifugasi (Denley tipe BR 401), stirer, inkubator (memmert), vortex (Guo-Huq), Sonikator (Branson 200), spektofotometri UVVIS, autoclaf, dan mikroskop cahaya BX51. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hewan coba, Ovalbumin (SigmaAldrich), LPS dari bakteri 1435/1449 Porphyromonas gingivalis, AlOH3, PBS, daun Putri malu (Mimosa Pudica Linn.), Formaldehide 37%, NaCl, Poly Methyl Sulfonyl Fluoride (PMSF), H2SO4, NaOH, tirosin, NaH2PO4, Tris-HCl (Biomedical), PMSF (Sigma), Xilol, Hematoksilin, Eosin, Kasein, Tirosin, pasir kuarsa, Akuades steril, Buffer fosfat, NaCl-fis 0,9%, Ethanol absolute dingin, TCA 4%, dan parafin. Prosedur Kerja Perlakuan Hewan Model Hewan model asma yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) betina Wistar yang diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta dengan umur 10-12 minggu dan berat badan antara 150-250 gram serta telah mendapatkan sertifikat laik etik dari Komisi Etik Penelitian Universitas Brawijaya No. 208-KEP-UB. Induksi Asma Injeksi ovalbumin (OVA I) (SigmaAldrich) secara intraperitoneal 10 μg dengan 2 1,5 mg AlOH3 dalam 200 µL PBS (phosphate buffer saline) pada hari ke-0 dan injeksi ovalbumin (OVA II) dilakukan pada hari ke14. Injeksi lipopolisakarida (LPS) intrasulkuler dilakukan sebesar 1µg pada sulkus gingiva molar rahang atas kiri tikus pada hari ke 10 dan 11. LPS yang digunakan adalah LPS1435/1450 dari Porphyromonas gingivalis (Astarte Biologics). Pemaparan ovalbumin (OVA III) secara inhalasi dilakukan pada hari ke-21 menggunakan tabung transparan yang dihubungkan dengan Omron CompAir Compressor Nebulizer. Perlakuan pemicu asma dilakukan dengan nebulasi OVA dalam NaCl steril dengan dosis dari 1 mg/mL selama 20 menit (Utomo, 2012). kasein sebagai substratnya dan tirosin sebagai produk hasil hidrolisanya. Tahapannya dimulai dari pembuatan kurva baku tirosin, mengisolasi enzim protease, dan mengukur aktivitas protease hasil isolasi dari paru tikus perlakuan. Selanjutnya dihitung secara kuantitatif berdasarkan Walter (1984): Dimana : v = volume total sampel (mL) q = waktu inkubasi (menit) fp = faktor pengenceran p = jumlah enzim (mL) Pengamatan Histolopatologi Bronkus tikus dibuat preparat dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE). Gambaran histopatologi epitel bronkus diamati menggunakan mikroskop cahaya Olympus BX51 dengan perbesaran 400x. Pembuatan Ekstrak Daun Putri malu (Mimosa pudica Linn.) Daun sampel yang sudah kering ditimbang sesuai dosis 500 mg/kg BB dan 1000 mg/kg BB kemudian dimasukkan dalam labu ukur dan ditambahkan 100 mL akuades pada kelompok asma yang diterapi ekstrak daun Putri malu 500 mg/kg BB dan kelompok asma yang diterapi ekstrak daun Putri malu 1000 mg/kg BB. Setelah itu direbus di pada waterbath dengan temperatur 70o C sampai volume air rebusan menjadi 10 mL. Kemudian disaring mengggunakan kertas saring sehingga akan didapatkan ekstrak daun Putri malu dosis Analisis Data Pada percobaan ini analisis data yang digunakan menggunakan analisis kuantitatif perhitungan statistik untuk pengukuran aktivitas protease dengan uji ANOVA, kemudian dilanjutkan dengan uji BNJ α = 5% untuk melihat dan menganalisa perbedaan antar kelompok perlakuan (Kusriningrum, 2008). Sedangkan analisis secara kualitatif deskriptif melalui hasil pengamatan histopatologi epitel bronkus. 500 mg/kg BB dan 1000 mg/kg BB. Tatalaksana Pemberian Terapi Ekstrak Daun Putri malu (Mimosa pudica Linn.) Terapi ekstrak daun Putri malu diberikan pada hewan coba kelompok asma yang diterapi ekstrak daun Putri malu 500 mg/kg BB dan kelompok asma yang diterapi ekstrak daun Putri malu 1000 mg/kg BB. Metode pemberian volume terapi per oral tiap ekor tikus sebanyak 2 mL secara sonde pada masing-masing kelompok terapi yang diberikan pada hari ke22 dengan ekstrak daun putri malu selama 14 hari berturut-turut (Rajendran, 2010). Hasil dan Pembahasan Hasil pengukuran aktivitas protease pada paru hewan coba tikus (Rattus norvegicus) setelah dihitung, didapatkan data seperti yang tertera pada Tabel 1. Unit aktivitas protease dari paru Rattus norvegicus didefinisikan sebagai banyaknya mikro mol (µmol) tirosin yang dihasilkan dari hidrolosis ikatan peptida pada protein oleh protease hasil isolasi dari paru Rattus norvegicus pada kondisi optimum yaitu pH 6,5, suhu 37 ºC dan waktu inkubasi 60 menit. Pengukuran Aktivitas Protease Uji aktivitas protease hasil isolasi dari paru tikus putih (Rattus norvegicus) diukur pada kondisi optimum yaitu pH 6,5 suhu 37ºC dan waktu inkubasi 60 menit dengan menggunakan 3 Tabel 1. Aktivitas protease organ paru tikus perlakuan Kelompok Aktivitas protease µmol.mL/menit (U) 0,0824±0,009a 0,2266±0,01c 0,1834±0,012b 0,0836±0,042a Kontrol (A) Asma (B) Terapi 500 mg/kg BB (C) Terapi 1000 mg/kg BB (D) Keterangan: Notasi a, b, dan c menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05) Hasil uji statistik (One-Way ANOVA) menggunakan SPSS for Windows nilai p-value (P<0,05) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada empat kelompok perlakuan tersebut. Hal ini membuktikan adanya pengaruh perlakuan pada masing-masing kelompok perlakuan. Secara statistik, terapi yang terbaik adalah kelompok dengan dosis terapi 1000 mg/kg BB berdasarkan nilai aktivitas protease. Pada kelompok D asma yang diterapi dengan dosis 1000 mg/kg BB berdasarkan uji lanjutan BNJ menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P<0,05) terhadap kelompok kontrol. Aktivitas protease tikus kelompok B lebih tinggi daripada kelompok A. Hal ini diduga bahwa paparan Ovalbumin dan LPS pada hewan coba dapat menyebabkan terjadinya proses inflamasi pada paru tikus sehingga akan mengaktivasi sel-sel inflamasi serta pelepasan enzim protease. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian (Allard, et al., 2014) bahwa keadaan inflamasi akan meningkatkan infiltrasi sel-sel inflamasi yang dapat melepaskan enzim protease. Ovalbumin dan LPS dapat menginduksi aktivasi makrofag, neutrofil, dan sel Th2 di dalam tubuh hewan coba. Hal tersebut merangsang proliferasi sel B menjadi sel plasma untuk memproduksi IgE. Ovalbumin dan LPS di dalam darah akan ditangkap oleh IgE yang berikatan dengan reseptor sel mast. Sel mast akan mengalami degranulasi dengan melepas mediator inflamasi berupa histamin, leukotrien, prostaglandin, dan utamanya protease sehingga terjadi peningkatan aktivitas protease (Endaryanto dan Harsono, 2006). Oleh karena itulah enzim protease digunakan untuk mengukur tingkat inflamasi yang terjadi pada paru hewan coba. Aktivasi sel-sel inflamasi akibat paparan Ovalbumin dan LPS memicu reaksi fagositosis oleh makrofag dan neutrofil. Mekanisme fagositosis membutuhkan enzim oksidase, iNOS, dan utamanya enzim protease untuk menghancurkan antigen (Wang and Ohura, 2002). Proses fagositosis ini akan menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan sehingga dapat mengikat molekul yang stabil lainnya dan bersifat reaktif di dalam tubuh. Senyawa radikal bebas tersebut dapat menyebabkan peningkatan aktivitas proteolitik dari enzim protease sehingga dapat merusak protein, matriks ektraseluler, dan meningkatkan kadar protease di dalam organ paru. Hal tersebut sesuai dengan nilai aktivitas protease yang tinggi pada kelompok B yang merupakan kontrol positif hewan model asma. Aktivitas protease pada kelompok C dan D yang diberikan terapi ekstrak daun putri malu dosis 500 mg/kg BB dan 1000 mg/kg BB mengalami penurunan dibanding kelompok B kontrol positif asma. Penurunan aktivitas protease dalam penelitian ini diduga karena kandungan flavonoid yang terdapat pada ekstrak daun putri malu. Flavonoid berfungsi sebagai penangkap senyawa radikal bebas sehingga mampu menghambat pelepasan protease sebagai mediator inflamasi. Flavonoid dapat menangkap radikal bebas dengan jalan reduksi senyawa radikal bebas sehingga menjadi senyawa yang stabil. Mekanisme lain dengan menyediakan sisi untuk mengikat radikal bebas (Simamora, 2009). Mekanisme tersebut dapat mencegah reaksi radikal berantai yang dapat merusak sel dan menghambat infiltrasi mediator inflamasi sehingga terjadi penurunan aktivitas protease di dalam paru pada kelompok C dan D. 4 Flavonoid mampu mendonasikan atom hidrogen dari gugus hidroskil (OH) kepada radikal bebas (R*) sehingga flavonoid berubah menjadi radikal fenoksil flavonoid (Gambar 5.1). Sedangkan radikal fenoksil memiliki ikatan rangkap terkonjugasi sehingga tidak menimbulkan radikal bebas dan lebih stabil. Flavonoid juga efektif sebagai scavenger radikal peroksil (ROO*) yang akan diregenerasi menjadi ROOH, dan radikal hidroksil (OH*) akan diregenerasi menjadi H2O. Hasil regenerasi tersebut bersifat lebih stabil (Astuti, 2008). Pengikatan radikal bebas oleh flavonoid akan mencegah reaksi radikal berantai yang merusak fungsi protein dan struktur jaringan normal. Flavonoid merupakan senyawa yang dapat dengan mudah bermodifikasi untuk menghentikan radikal sehingga mampu mencegah stres oksidatif di dalam sel dan peningkatan enzim protease pada jaringan. Hal tersebut didukung oleh penelitian (Alam, et al., 2010) bahwa jika radikal bebas berkurang, maka tidak akan terjadi stres oksidatif dan aktivitas protease akan berkurang karena tidak terjadi perusakan protein dan fagositosis. Flavonoid juga dapat berfungsi sebagai anti inflamasi dengan menekan jumlah radikal bebas di dalam tubuh maka akan menghambat munculnya sel-sel infamasi.Flavonoid akan menghentikan radikal bebas sehingga akan menghambat aktivasi mediator inflamasi seperti neutrofil dan mkarofag yang melepaskan protease. Hal tersebut sesuai A B A B C D Gambar 1. Histopatologi epitel bronkus tikus (Rattus norvegicus) dengan pewarnaan HematoksilinD Eosin (HE) pada perbesaran 400 kali. Keterangan: (A) kontrol; (B) asma, (C) asma yang diterapi ekstrak daun Putri Malu 500mg/kg BB, (D) asma yang diterapi ekstrak daun Putri malu 1000mg/kg BB, (panah hitam) struktur epitel yang rusak; (panah ungu) epitel silindris pseudostratified bersilia; (panah merah) epitel yang terlepas; (panah hijau) perbaikan epitel 5 dengan nilai aktivitas protease pada kelompok terapi C dan D yang lebih rendah dibanding aktivitas protease kelompok B. Penelitian ini juga menggunakan parameter histopatologi epitel bronkus dengan menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE). Preparat tesrsebut diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran (400x) (Gambar 1). Hasil pengamatan preparat ileum tikus pada masingmasing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan perbandingan kondisi bronkus pada masingmasing kelompok perlakuan. Gambar 1A menunjukkan histopatologi bronkus dalam keadaan normal. Terlihat struktur epitel yang tersusun rapi, rapat, dan kompak. Uhlen, et al. (2010) menyatakan bahwa secara normal epitel pada bronkus tersusun atas epitel silindris pseudostratified (semu bertingkat) bersilia. Histopatologi pada kelompok A dapat dijadikan patokan adanya kerusakan maupun perbaikan yang terjadi pada kelompok perlakuan lainnya. Hasil pengamatan histopatologi dari kelompok B (kontrol positif asma) Gambar 1B menunjukkan adanya kerusakan epitel akibat paparan Ovalbumin dan LPS. Pada pembahasan mengenai parameter aktivitas protease telah dijelaskan peningkatan aktivitas protease membuktikan bahwa terjadi inflamasi pada organ pernapasan dikarenakan paparan Ovalbumin dan LPS. Menurut Wadsworth, et al. (2012) pada kondisi asma, seluruh saluran pernapasan akan mengalami perubahan struktur termasuk pada epitel bronkus. Asma akan menyebabkan kerusakan epitel yang diakibatkan oleh antigen yang menempel pada lumen sehingga memicu infiltrasi sel-sel inflamasi. Hal tersebut sesuai dengan pengamatan bronkus Gambar 1B yang merupakan kelompok kontrol positif asma, epitel bronkus mengalami kerusakan (panah hitam) berupa susunan epitel yang tidak rapi, tidak kompak, dan terdapat ruang renggang yang diduga sebagai tempat epitel yang terlepas (deskuamasi epitel) dari membran basal (panah merah). Berdasarkan hasil penelitian dari Nials and Uddin (2008), paparan antigen ovalbumin dan LPS yang akan merangsang aktivasi sel inflamatori, makrofag, dan IgE di dalam tubuh hewan model sehingga timbul reaksi alergi. Peningkatan infiltrasi sel inflamasi akan menyebabkan mekanisme fagositosis terhadap antigen sehingga memicu radikal bebas (Wang and Ohura, 2002). Radikal bebas dan enzim protease tersebut tidak hanya merusak sel yang terpapar alergen, tetapi aktivitas protease yang berlebihan juga dapat merusak sel, protein, dan komponen matriks ekstraseluler pada epitel. Menurut Junqueira and Carneiro (2005), terdapat banyak matriks ekstraseluler yang menghubungkan epitel dengan epitel disekitarnya dan juga matriks ekstraseluler yang menghubungkan dengan membran basalis. Selain menjadi penghubung antar sel, matriks eksraseluler yang terdiri dari protein dan kolagen ini juga berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi perkembangan epitel. Adanya peningkatan radikal bebas dan aktivitas protease akibat dari induksi Ovalbumin dan LPS akan menyebabkan kerusakan protein pada matriks ekstraseluler tersebut sehingga epitel terlepas dari membran basalis. Terlepasnya epitel dari membran basalis akan menyebabkan struktur epitel bronkus kelompok B terlihat renggang (panah merah), tidak kompak, dan mengalami kerusakan (Gambar 1B). Hasil pengamatan histopatologi pada kelompok C (Gambar 1C) setelah hewan model asma diberikan terapi ekstrak daun putri malu 500 mg/kg BB terlihat struktur epitel mulai mengalami perbaikan. Hal ini didukung oleh Wardworth, et al. (2012) yang menyatakan bahwa pada saat epitel terlepas dari membran basalis, plasma dari endotel akan menuju ke tempat kerusakan epitel dan menutup membran basalis. Plasma tersebut berfungsi sebagai mediator untuk reseptor yang menginduksi terjadinya perbaikan sel epitel. Membran basalis yang terbuka akibat epitel yang terlepas akan tertutup oleh sel epitel dari sekitar luka. Setelah itu, proses proliferasi dan diferensiasi untuk mengembalikan struktur dan fungsi epitel sebagai barrier aktif. Tahap perbaikan dan remodeling epitel tersebut pada kondisi normal distimulasi oleh growth factor, sitokin, dan reseptor permukaan sel, molekul adhesi, dan sekresi mukus yang memodulasi fungsi protein dan lipid yang mengatur proses perbaikan epitel. Growth factor dan sitokin yang 6 menginduksi perbaikan sel kemudian akan berikatan dengan enzim protease pada saat terjadinya inflamasi. Sesuai dengan hasil perhitungan aktivitas protease yang terdapat pada kelompok C menujukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok D, sehingga hal tersebut diduga dapat menganggu proses perbaikan sel epitel bronkus pada kelompok C. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Schultz, et al. (2005) bahwa aktivitas proteolitik enzim protease yang berlebihan akan merusak matriks ekstraseluler dan fungsi protein sehingga proses perbaikan epitel belum maksimal. Terapi ekstrak daun putri malu (Mimosa Pudica Linn.) mengandung flavonoid yang merupakan senyawa fenolik anti inflamasi, antioksidan, dan penangkap radikal bebas. Fungsi flavonoid sebagai penangkap radikal bebas akan menghambat aktivasi sel-sel inflamasi sehinga tidak terjadi respon inflamasi. Radikal yang ditangkap oleh flavonoid akan menjadi senyawa yang stabil. Hal tersebut akan mengurangi jumlah senyawa radikal sehingga dapat mempercepat proses perbaikan dan melindungi kerusakan epitel serta jaringan bronkus agar tidak semakin parah. Pada gambaran histopatologi organ bronkus kelompok D hewan model asma yang diterapi dengan ekstrak daun putri malu dosis 1000 mg/kg BB menunjukkan perbaikan epitel berupa struktur epitel yang kompak dan rapat. Hasil terbaik ditunjukkan pada kelompok D asma yang diterapi dengan dosis 1000 mg/kg BB (Gambar 1D) yang mengalami perbaikan epitel silindris pseudostratified bersila. Hasil tersebut juga didukung oleh perhitungan nilai aktivitas protease yang menurun pada kelompok D. histopatologi epitel bronkus pada hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) model asma dosis pemberian 1000 mg/kg BB merupakan dosis terbaik. Saran Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk penerapan ekstrak daun putri malu (Mimosa pudica Linn.) untuk digunakan sebagai terapi asma pada hewan kesayangan. Ucapan Terimakasih Terimakasih kepada staf Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Fisiologi Hewan Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya atas dukungan, bantuan, dan kerjasama yang luar biasa untuk penyelesaian penelitian ini. Daftar Pustaka Alam, M.B., M.S, Hossain., and M.E, Haque. 2010. Antioxidant And AntiInflammatory Activities Of The Leaf Extract Of Brassica Nigra. Department of pharmacy, BRAC University,Dhaka, Bangladesh. International Journal of Pharmaceutical Sciense Research, 2(2): 303-310. ISSN: 0975-8232 Allard, B., I, Bara., G, Gilbert., G, Carvalho., T, Trian., A, Ozier, J, Gilbert-Duplantier., O, Ousova., E, Maurat., M, Thumerel., J, Quignard., P, Girodet., R, Marthan., and P, Berger. 2014. Protease Activated Receptor-2 Expression and Function in Asthmatic Bronchial Smooth Muscle. Journal PLOS One. DOI: 10.1371/journal.pone.0086945 Astuti, S. 2008. Isoflavon Kedelai dan Potensinya Sebagai Penangkap Radikal Bebas. Jurnal Teknologi Industri dan Junqueira, L.C., and J, Carneiro. 2005. Basic Histology: text and atlas. 11st Edition. McGraw-Hill’s Access Medicine. Endaryanto, A., dan A, Harsono. 2006. Prospek Probiotik dalam Pencegahan Alergi melalui Induksi Aktif Toleransi Imunologis. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair/RSU Dr.Soetomo. Surabaya. Global Initiative for Asthma. Global strategy for the diagnosis, management and prevention of asthma. NHLBI/WHO Kesimpulan Terapi ekstrak daun putri malu (Mimosa pudica Linn.) dengan dosis pemberian 500 mg/kg BB dan dosis 1000 mg/kg BB mampu menurunkan aktivitas protease pada hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) model asma dan dosis pemberian 1000 mg/kg BB merupakan dosis terbaik. Terapi ekstrak daun putri malu (Mimosa pudica Linn.) dengan dosis pemberian 500 mg/kg BB dan dosis 1000 mg/kg BB mampu memperbaiki gambaran 7 workshop report. 2011. Available at: http://www.ginaasthma.org/. Meiyanti dan J.I., Mulia. 2000. Perkembangan Patogenesis dan Pengobatan Asma Bronkial. Jakarta: Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Jurnal Kedokteran Trisakti, 19(3) : 125132. Nials, A.T., and S, Uddin. 2008. Mouse Models of Allergic Asthma: acute and Chronic Alergen Challenge. Journal Dis Model Mech, 1(4-5): 213–220. Radji, M. 2005. Peranan Bioteknologi Dan Mikroba Endofit Dalam Pengembangan Obat Herbal. Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Universitas Indonesia. Review Artikel Majalah Ilmu Kefarmasian, 2(3) : 113 – 126 Rajendran, R., S, Hemalatha., K, Akasakalai., C.H, MadhuKrishan, B, Sobil., Vittal., and R.M, Sundaran. 2009. Hepatoprotective activity of Mimosa Pudica Leaves againts Carbontetracloride Induced Toxycity. Departement of Pharmacognosy and Phytochemistry, Chennay, India. Journal of Natural Products, 2 : 116-122 Reed, C.E., and H, Kita. 2004. The Role Of Protease Activation Of Inflamation In Allergic Respiratory Disease. Journal Allergy Clinical Immunology. 114(5):9971008 Reinero, C.R. 2013. Advance in the Doagnosis and Treatment of Feline Asthma. USA: University of Missouri Columbia. Western Veterinary Conference 2013. Schultz, G.S., G, Ladwig., and A, Wysocki. 2005. Extracellular matrix: review of its roles in acute and chronic wounds. World Wide Wounds. <http://www.worldwidewounds.com/2005 /august/Schultz/Extrace-Matric-AcuteChronic-Wounds.html> [Diakses pada 10 Juli 2014] Simamora, A. 2009. Flavonoid dalam Apel dan Aktivitas Antioksidannya. Master Index. Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. Smits, J. 2009. Oral Health and the Connection to Respiratory Disease. 482 Oral Disease: Prevention and Management. University of Michigan Dental Hygiene E-Learning Program. Michigan. Tanaka, T., and R, Takahashi. 2013. Flavonoids and Asthma. National Library of Medicine National Institutes of Health, US. Nutriens, 5(6) : 2128-2143. DOI: 10.3390/nu5062128. Uhlen, M., P. Oksvold, L. Fagerberg, E. Lundberg, K. Jonasson, M. Forsberg, M. Zwahlen, C. Kampf, K. Wester, S. Hober, H. Wernerus, L. Bjorling, F. Ponten. 2010. The Human Protein Atlas. http://www.proteinatlas.org/dictionary/nor mal/bronchus/detail+1. [Diakses pada 02 Maret 2014] Utomo, H. 2012. Rapid Relief Mechanism of Allergic Rhinositis after “Assited Drainage” Therapy. Dental Hospital, Faculty of Dentistry, Airlangga University, Surabaya. Journal of Dentistry Indonesia 2012, 19(3) : 57-64. Walter, H.E., 1984. Proteinases: methods with hemoglobin, casein and azocoll as substrates. In: Bergmeyer, H.U. Ed. , Methods of Enzymatic Analysis, vol. V. Verlag Chemie, Weinheim, 5: 270–277. Wang and Ohura. 2002. Porphyromonas gingivalis Lipopolysaccharide Signaling in Gingival Fibroblasts CD14 and Tolllike Receptor. Journal Critical Reviews in Oral Biology & Medicine. 13 : 132 Wadsworth, S.J., S. J, Yang., and D.B, Dorscheid. 2012. IL-13, Asthma and Glycosylation in Airway Epithelial Repair. License InTech Carbohydrates – Comprehensive Studies on Glycobiology and Glycotechnology. http://dx.doi.org/10.5772/51970 Zhang, J., K, Yuan., W.L, Zhou., J, Zhou., and P, Yang. 2011. Studies on the active components and antioxidant activities of the extracts of Mimosa pudica Linn. from southern China. Zhejiang Agriculture and Forestry University, Lin'an. Pharmacogn Mag, 7(25) : 35-9. doi: 10.4103/09731296.75899. 8