BAB I - Lumbung Pustaka UNY

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ubi jalar (Ipomea batatas), merupakan komoditas pertanian yang memiliki
prospek cerah pada masa yang akan datang karena dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pangan penghasil karbohidrat juga sebagai bahan industri. Secara umum
di Indonesia terdapat tiga jenis umbi ubi jalar yang dibedakan berdasarkan
warnanya. Ada yang berwarna putih, kuning atau merah, dan ungu (Rukmana,
1997).
Jenis ubi yang berbeda-beda berdasarkan warnanya mempunyai kelebihan
masing-masing dalam hal kandungan gizi yang berguna bagi tubuh. Pada ubi
jalar merah mengandung betakaroten yang tinggi, ubi jalar ungu tinggi
kandungan antosianinnya dan ubi jalar putih mengandung serat kasar yang tinggi
yang sangat berguna bagi metabolisme tubuh. Ubi jalar putih mempunyai tekstur
yang masir (sandy) dibanding dengan jenis ubi yang lain.
Secara tradisional ubi jalar di Indonesia pada umumnya dipakai sebagai
pangan kudapan atau jajanan seperti ubi jalar rebus, bakar, goreng, kripik dan
aneka kue basah. Hanya sebagian daerah di Indonesia ubi jalar digunakan
sebagai bagian dari makanan pokok yang diolah dengan cara dikukus, digoreng
atau dibakar. Sehingga dikalangan masyarakat masih dianggap sebagai makanan
2
inferior (kelas bawah) pengolahan terhadap komoditas pertanian pada ubi jalar
masih sangat terbatas untuk mengatasi hal ini proses pengolahan ubi jalar sudah
banyak ditingkatkan berupa tepung, sehingga daya simpannya lebih lama dan
mudah dicampur dengan bahan lainnya.
Jenis umbi yang mengandung serat cukup tinggi yang dapat diolah menjadi
tepung adalah umbi ubi jalar putih. Serat tersebut sangat bermanfaat bagi saluran
pencernaan dan mengurangi resiko jantung koroner. Ubi jalar putih mengandung
indeks glikemik yang rendah, yang berpengaruh terhadap gula darah. Indeks
glikemik yang rendah tersebut bermanfaat bagi penderita diabetes dan penderita
obesitas (http://cybermed.cbn.net.id diambil tanggal 5 Januari 2006, 09:02 am)
Tepung ubi jalar putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding tepung
terigu yaitu mengandung serat makanan relatif tinggi yang disertai dengan
indeks glikemik yang rendah sehingga lebih lamban dicerna dan lamban
meningkatkan kadar gula darah. Serat makanan yang terdapat dalam tepung ubi
jalar bersifat prebiotik yang merangsang pertumbuhan bakteri yang baik bagi
usus sehingga penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih bersih
(http//www.dinesjatim.go.id, 12 Oktober 2006, 08:00 pm). Dengan pengolahan
ubi jalar putih menjadi tepung, diharapkan dapat mengatasi permasalahan
melimpahnya hasil saat musim panen tiba sehingga dapat memperpanjang masa
simpan dan juga memperkecil ketergantungan impor gandum sebagai bahan
dasar pembuatan tepung terigu. Apabila tepung ini dimanfaatkan dalam
3
pembuatan cookies, maka diharapkan dapat menambah kandungan serat pada
cookies tersebut. Sehingga cookies tersebut dapat dikatakan sebagai produk
unggulan yang berpotensi menjadi makanan fungsional. Salah satu jenis cookies
yang popular dimasyarakat saat ini adalah brownies.
Menurut situs The Amizing of Brownies, resep brownies pertama kali
dipublikasikan tahun 1897 di Sears,Roebuck Catalogue. Dalam sejarah kuliner,
brownies termasuk kategori cookies, kue kecil berbahan dasar tepung yang
rasanya manis, dengan tekstur lembut dan renyah (http://www.kompas,com, 29
September 2006, 08:00 pm). Brownies banyak dicari oleh konsumen karena
memiliki rasa manis dan mempunyai kandungan coklat yang tinggi meskipun
warna yang dihasilkan coklat tua kehitaman.
Sebagai salah satu makanan yang menjadi favorit masyarakat di Indonesia,
brownies dianggap mempunyai kandungan lemak yang tinggi karena kandungan
coklatnya. Padahal coklat hitam (dark chocolate) mempunyai kandungan lemak
yang bagus untuk tubuh kita yaitu lemak Omega 3 yang sangat baik bagi otak.
Sehingga nilai guna dari brownies terhadap fungsi kesehatan tubuh kita harus
ditingkatkan. Peningkatan nilai guna terhadap fungsi kesehatan tubuh dapat
ditingkatkan melalui produk brownies sebagai produk unggulan yang berpotensi
menjadi makanan fungsional. Makanan fungsional menurut Badan POM adalah
pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau
lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap memilki fungsi-
4
fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan dengan dikonsumsi
sebagaimana layaknya makanan atau minuman yang mempunyai karakteristik
sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima
oleh konsumen sehingga tidak memberikan kontradiksi dan efek samping pada
jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya
(http://www.pom.go.id/,27 September 2006, 09:04 am).
Di dalam makanan fungsional serat mempunyai fungsi mencegah dan
mengurangi fungsi konstipasi pada saat proses pencernaan makanan serta dapat
memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat mekanisme
pertahanan tubuh, mencegah penyakit kanker dalam feses, membantu
mengembalikan kondisi tubuh, menjaga kondisi fisik dan mental serta
memperlambat proses penuaan (Made Astawan, 2003).
Saat ini telah terjadi pergeseran utama dalam penyebab kematian di
Indonesia. Penyakit infeksi yang selalu menjadi penyebab utama terjadinya
kesakitan dan kematian mulai bergeser dan diganti oleh penyakit degeneratif
seperti penyakit jantung, hipertensi, kencing manis, hiperkolesterol, peningkatan
asam urat dan kanker serta penyakit denegeratif lainnya. Hasil Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 1995 membuktikan bahwa untuk
pertama kalinya dalam sejarah SKRT sejak tahun 1972, bahwa dominasi
penyakit infeksi di Jawa dan Bali telah digantikan oleh penyakit akibat sistem
sirkulasi. Hasil SKRT menunjukkan bahwa penyebab kematian telah didominasi
5
oleh penyakit sistem sirkulasi (24,2%) dibandingkan penyakit infeksi (22,8%).
Salah satu faktor penting sebagai akibat dari penyebab penyakit ini adalah
perubahan gaya hidup masyarakat yang menuju ke pola hidup tidak sehat antara
lain kurang berolah raga, terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang manis
dan berlemak (diet tinggi lemak dan karbohidrat) banyak makanan yang
mengandung garam, kurang makanan yang berserat serta kebiasan tidak sehat
lain seperti merokok dan minum alkohol. (http://tomoutou.net/goglief_
joseph.htm, 8 Oktober 2006, 04.00 pm)
Dalam pengolahan brownies sebagai produk unggulan yang mempunyai
serat tinggi, diterapkan prinsip HACCP (Hazard Analysis and Critical Control
Point) untuk menjamin mutu produk sehingga produk yang dipasarkan terhindar
dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan
dan membahayakan kesehatan.
B. Identifikasi Masalah
Ubi jalar putih merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang hasilnya
melimpah, mudah dijumpai dipasaran dan mempunyai kandungan serat yang
tinggi. Agar dapat meningkatkan nilai jual dan minat masyarakat untuk
mengonsumsi ubi ini, maka dapat dibuat tepung yang kemudian disubtitusikan
dalam pembuatan brownies. Dari latar belakang yang telah diuraikan
6
sebelumnya, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang berkaitan
dengan hal tersebut, antara lain:
1. Bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan ubi
jalar putih?
2. Bagaimana prosedur pembuatan tepung ubi jalar putih
3. Bagaimana menarik minat konsumen dalam mengonsumsi ubi jalar putih
4. Bagaimana formula brownies yang dapat dijadikan makanan unggulan?
5. Bagaimana tingkat kesukaan konsumen pada produk brownies?
6. Bagaimana perubahan kandungan serat pada brownies setelah pengolahannya
disubtitusikan dengan tepung ubi jalar putih?
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat lebih spesifik, ubi jalar yang digunakan dalam
eksperimen yang dilakukan menggunakan ubi jalar putih karena kandungan serat
yang tinggi khususnya serat kasar yang terdapat dalam ubi jalar putih tersebut.
Kemudian ubi jalar putih dibuat tepung selanjutnya tepung ubi jalar putih
disubtitusikan kedalam produk brownies dengan formula tertentu. Brownies
yang dihasilkan dari formula tersebut diuji ke konsumen untuk mencari produk
yang paling disukai. Setelah diketahui produk yang palikng disukai dilakukan uji
kandungan gizi.
7
D. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Bagaimana formula brownies tepung ubi jalar putih yang tepat?
2. Bagaimana perbedaan tingkat kesukaan konsumen terhadap formula brownies
tepung ubi jalar putih?
3. Berapa kadar serat kasar dari ubi jalar putih, tepung ubi jalar putih, brownies
standar, dan brownies tepung ubi jalar putih?
4. Bagaimana kandungan gizi jika dilihat dari anlisis proksimat?
5.
Bagaimana perbedaan tekstur dari brownies standar dan brownies tepung ubi
jalar putih?
6. Bagaimana analisis biaya dari brownies tepung ubi jalar putih yang paling
disukai?
7. Bagaimana penerapan HACCP pada produk brownies tepung ubi jalar putih
sehingga terjamin keamanannya?
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui formula brownies tepung ubi jalar putih yang tepat
2. Mengetahui perbedaan tingkat kesukaan konsumen terhadap formula brownies
tepung ubi jalar putih
8
3. Mengetahui kadar serat kasar dari ubi jalar putih, tepung ubi jalar putih, brownies
standar, dan brownies tepung ubi jalar putih
4. Mengetahui kandungan gizi berdasarkan anlisis proksimat.
5. Mengetahui perbedaan tekstur dari brownies standar dan brownies tepung ubi
jalar putih.
6. Mengetahui analisis biaya dari brownies tepung ubi jalar putih yang paling
disukai
7. Mengetahui penerapan HACCP pada produk brownies tepung ubi jalar putih
sehingga terjamin keamanannya
F. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan serat kasar pada
tepung ubi jalar putih maupun setelah diolah menjadi olahan tepung ubi jalar
putih
2. Meningkatkan nilai guna ubi jalar putih sebagai salah satu bahan pangan di
Indonesia
3. Menghasilkan brownies yang inovatif, layak konsumsi, layak jual, dan
berpotensi sebagai makanan fungsional
4. Menambah aneka ragam olahan produk tepung ubi jalar putih sebagai bahan
pangan
5. Meningkatkan teknologi pengawetan bahan pangan melalui proses penepungan
6. Mengurangi ketergantungan impor gandum sebagai bahan baku tepung terigu
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Ubi Jalar
Ubi jalar (Ipomoea batatas) berasal dari Barat Daya Amerika Selatan
(Guatemala, Colombia, Equador, dan Peru), Papua New Guinea, Philipina dan
Afrika. Penyebaran ubi jalar dari kawasan Amerika Tengah ke Philipina,
Indonesia, India, Malaysia, Jepang dan sekitarnya dibawa oleh para pengembara
bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke 16 (http/www.kompas.com, 25
September 2006, 08:00 pm)
Pada tahun 1960, ubi jalar sudah tersebar ke hampir setiap propinsi di
Indonesia. Adapun 5 daerah sentra produksi ubi jalar tersebar di Indonesia adalah
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua, dan Sumatra. Namun saat ini baru
Papua yang memanfaatkan ubi jalar sebagai makanan pokok. Di Indonesia
tanaman ubi jalar mempunyai beberapa nama daerah, yaitu telo rambat (Jawa
Tengah dan Jawa Timur), huwi bolet (Jawa Barat, Sunda) (Lies Suprapti, 2003)
Ubi jalar (Ipomoea batatas), merupakan komoditas pertanian yang memiliki
prospek cerah pada masa yang akan datang karena dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pangan penghasil karbohidrat juga sebagai bahan industri. Ubi jalar
memiliki kemungkinan sangat besar jika dikembangkan sebagai sumber pangan
alternatif jika dibandingkan dengan ubi kayu atau singkong (sampeu). Hal ini
karena ubi jalar dapat ditanamkan pada lahan kering seperti halnya ubi kayu yang
10
dapat ditanamkan pada lahan sawah seperti umumnya yang banyak dilakukan
oleh para petani serta jika dalam ubi kayu ada senyawa cyanide yang bersifat
racun, keracunan singkong (woureu sampeu) akan melanda manusia juga hewan
ternak seperti domba, kambing, sapi dan sebagainya, sedangkan pada ubi jalar
belum pernah ada seseorang yang keracunan (http//www.kompas, 25 september
2006, 08:10 pm ).
Secara umum di Indonesia terdapat tiga jenis umbi ubi jalar yang dibedakan
berdasarkan warnanya. Ada yang berwarna putih, kuning atau merah, dan ungu
(Rukmana, 1997). Ubi jalar putih mempunyai kenampakan dan tekstur yang lebih
“berpati”. Ubi jalar putih berukuran lebih gemuk dibandingkan ubi jalar merah.
Ubi jalar putih mengandung karbohidrat kompleks dalam jumlah besar sehingga
merupakan sumber serat. Ubi jalar berukuran sedang mengandung serat sekitar
3,5 gr (Daniels. Zeller, 1999 dalam http://www.vrg.org//, 2 Oktober 2006, 08:00
pm)
Jenis ubi yang berbeda-beda berdasarkan warna mempunyai kelebihan
masing-masingdalam hal kandungan gizinya yang berguna bagi tubuh. Pada ubi
jalar merah kaya akan kandunagn betakaroten dan ubi jalar ungu mengandung
antosianin yang sangat tinggi dibandingkan dengan ubi jalar putih, kuning, atau
merah.
Zat gizi pada ubi jalar, banyak mengandung vitamin, mineral, fitokimia
(antioksidan), dan serat (pektin, selulosa, hemiselulosa). Kandungan gizi ubi jalar
yang berbentuk tepung, dalam 100 gram terdapat 76 kalori yang terdiri dari
11
karbohidrat 17,6 gram;protein 1,57 gram; lemak 5 gram; serat 3 gram; kalsium 30
mg; zat besi 0,61 mg; magnesium 25 mg; seng 0,30 mg; selenium 0,6 mg; kalium
337mg; vitamin C 22,7 mg dan juga terdapat vitamin A, E, B-6 dan K serta tidak
mengandung kolesterol (Cybermed.cbn.ne.id). Kandungan gizi ubi jalar dapat
dilihat pada tabel I
Tabel 1. Kandungan Gizi Ubi Jalar Setiap 100 gram Bahan yang Dapat
Dimakan
Jenis Zat
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Fe (zat besi, mg)
Na (Natrium, mg)
Ca (zat kalsium, mg)
P (fosfor, mg)
Niacin (mg)
Kalium (mg)
Bagian Daging (%)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin B2 (mg)
Vitamin C (mg)
Jumlah Kandungan
Ubi putih
123,00
1,80
0,70
27,90
0,70
30,00
49,00
86,00
60,00
0,90
22,00
Ubi Merah
123,00
1,80
0,70
27,90
0,70
30,00
49,00
86,00
7.700,00
0,90
22,00
Ubi Kuning *)
136,00
1,10
0,40
32,30
0,70
5,00
57,00
52,00
0,60
393,00
900,00
900,00
0,04
35,00
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes R.I., 1981 dalam Lies Suprapti 2003
Umbi ubi jalar menjadi makanan pokok di daerah tertentu, sedangkan daun
dan tangkai daunnya dimanfaatkan sebagai sayuran. Di Korea, daun dan tangkai
daun dimanfaatkan sebagai “makanan sehat”. Di Jepang pemanfaatan ubi jalar
mulai dari juice, mie, sampai snack karena dianggap mengandung nutrisi yang
tinggi kecuali protein dan niacin, selain itu juga dimanfaatkan sebagai zat
12
pewarna. Nutrisi yang tinggi dicirikan dari tingginya karbohidrat, vitamin (A, C,
dan K) serta zat besi (Somantri, dkk. 2006). Sedangkan di Indonesia, ubi jalar
baru dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembuatan saus, misalnya saus
tomat. Secara tradisional ubi jalar pada umumnya dipakai sebagai pangan
kudapan atau jajanan seperti ubi jalar rebus, bakar, goreng, kripik dan aneka kue
basah. Hanya sebagian daerah di Indonesia ubi jalar digunakan sebagai bagian
dari makanan pokok yang diolah dengan cara di kukus, goreng, atau bakar. Proses
pengolahan ubi jalar saat ini sudah banyak ditingkatkan berupa tepung sehingga
daya simpannya lebih lama dan mudah dicampur dengan bahan lainnya.
B. Tepung Ubi jalar
Di Indonesia, pemanfaatan ubi jalar masih terbatas untuk bahan pangan
yang dikenal dalam bentuk ubi goreng, getuk atau bubur candil ubi dan sedikit
untuk bahan baku industri pangan, terutama untuk industri saus. Umur simpan ubi
jalar yang terbatas juga menjadi kendali dalam pengolahannya. Akhir-akhir ini
telah ada upaya untuk mengolah ubi jalar menjadi tepung untuk lebih
memperpanjang umur simpannya. Ubi jalar yang dikenal ditanah air berupa ubi
merah, ubi putih dan ubi ungu. Jenis umbi keluarga Convolvuceae dikenal sebagai
sumber karbohidrat yang mengandung betakaroten, vitamin E, kalsium dan zat
besi juga serat. Sehingga ubi jalar dapat dikatakan sebagai makanan bernutrisi
tinggi. Kandungan vitamin E dan betakaroten merupakan bahan antioksidan yang
bias mencegah serangan jantung, stropke dan kanker. Selain kandungan nutrisi
13
tersebut kandungan serat pangan pada tepung ubi jalar sangat baik untuk
pencernaan, kandungan fatinosa yang berfungsi sebagai prebiotik sangat
membantu usus dalam mencerna makanan sedangkan karbohidrat mempunyai
indeks glikemia yang rendah sehingga sangat cocok untuk penderita diabetes.
(http://www//detikfood.com/index.php/detik.read, 5 Januari 2007, 06:00 am).
Setelah ubi jalar diubah menjadi tepung, kegunaan ubi jalar menjadi
lebih besar dan lebih banyak yang berkaitan dengan keunggulannya, sehingga
dapat mengantikan fungsi tepung terigu sebesar 20%-100% tergantung pada jenis
produknya. Dalam pembuatan kue kering (biskuit), tepung ubi jalar mampu
menggantikan fungsi tepung terigu hingga 100% dan dalam pembuatan kue
basah, tepung ubi jalar berfungsi sebagai campuran/subtitusi tepung terigu sebesar
30%-50% (M. Lies Suprapti,2003)
Tepung terigu memiliki kandungan senyawa protein gluten yang tinggi.
Senyawa protein gluten tersusun atas dua fraksi, yaitu glutenin dan gliadin yang
masing masing akan menentukan elastisitas serta plastisitas adonan. Sifat elastis
dan plastis pada adonan roti disebabkan oleh terbentuknya kerangka seperti
jaring-jaring dari senyawa glutenin dan gliadin. Kerangka jaring-jaring inilah
yang berperan sebagai perangkap udara sehingga adonan roti mengembang.
Udara yang terperangkap dalam kerangka jaring-jaring ini adalah gas CO2. Gas
tersebut diperoleh dari yeast/khamir dan akibat proses pengocokan telor (Unika
Soegijapranata,2000). Udara yang terperangkap tersebut dapat lolos kembali
apabila kerangka gluten yang terbentuk tidak kuat dan mengakibatkan roti
14
menjadi kempes kembali setelah dikeluarkan dari oven. Selain itu, tepung ubi
jalar berpotensi sebagai pengganti tepung terigu karena bahan bakunya banyak
terdapat di Indonesia dan rasanya manis sehingga dapat mengurangi penggunaan
gula dalam pengolahannya (Aini, 2004).
Menurut Aini (2004), tepung ubi jalar mempunyai banyak kelebihan
antara lain: (1) Lebih luwes, untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi;
(2) Lebih tahan disimpan sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industri
dan harga lebih stabil; (3) Memberi nilai tambah pendapatan produsen dan
menciptakan industri pedesaan; dan (4) Meningkatkan mutu produk.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tepung ubi
jalar antara lain: (1) tingkat kekeringan; (2) bintik-bintik berwarna yang
mengindikasikan tumbuhnya jamur pada tepung tersebut;(3) pengemasan harus
dapat mencegah terjadinya kontaminasi dengan air, udara, debu ataupun jenis
kotoran yang lain; (4) proses pembuatan;(5) tingkat kebersihan;(6) daya simpan
(Lies Suprapti,2003).
C. Brownies
Brownies merupakan makanan yang berasa manis dan mempunyai
kandungan coklat yang tinggi. Brownies saat ini banyak dicari oleh konsumen
meskipun warna yang dihasilkan coklat tua kehitaman. Brownies tercipta karena
kelalaian, yaitu lupa menambahkan baking powder (bubuk pengembang kue)
kedalam adonan sehingga kue tidak dapat mengembang. Meskipun demikian,
15
kue itu ternyata disukai banyak orang.Menurut situs The Amizing of Brownies,
resep brownies pertama kali dipublikasikan tahun 1897 di Sears,Roebuck
Catalogue. Dalam sejarah kuliner, brownies termasuk kategori cookies, kue kecil
berbahan dasar tepung yang rasanya manis, dengan tekstur lembut dan renyah
(http://www.kompas,cam , 29 September 2006, 08:00 pm ). Menurut Siti
Hamidah, 1996 Cookies adalah cake dalam bentuk kecil atau kue manis yang
kecil, yang apabila dilihat dari kata
cookies senyatanya menunjukkan
menunjukkan pada cake dalam bentuk kecil (small cake) dan apabila bahan dasar
yang digunakan banyak adonan cookies yang menngunakanadonan cake.
Sehingga jika dilihat dari pengertian tersebut brownies merupakan jenis cake
hanya karena disajikan dalam bentuk kecil maka disebut dengan cookies.
Brownies biasa disajikan dalam acara pertemuan-pertemuan sebagai
teman minum teh ataupun sebagai camilan yang berdiri sendiri. Sering kali orang
beranggapan brownies mempunyai kandungan lemak yang tinggi karena
kandungan coklatnya, padahal coklat hitam (dark chocolate) mempunyai
kandungan lemak yang bagus untuk tubuh kita yaitu lemak Omega 3 yang sangat
baik bagi otak. Dark cooking chocolate adalah cokelat yang masak warnanya
cokelat kehitaman karena mengandung chocolate mass antara 35%-70% karena
itu rasanya agak pahit (www.sahabatnestle.com)
Berdasarkan studi mutahir melaporkan, mengkonsumsi cokelat jangka
panjang tidak meningkatkan kadar total kolesterol jahat atau LDL. Justru
16
kandungan flavonoid pada cokelat dapat menjaga kesehatan jantung karena dapat
menghambat oksidasi kolesterol LDL. Flavonoid juga meningkatkan kadar
prostasiklin, substansi yang diproduksi endothelium pembuluh darah yang dapat
menghambat masuknya LDL ke pembuluh darah. Selain itu, flavonoid juga
berfungsi sebagai antioksidan pencegah kanker. procyanidin membersihkan
senyawa radikal bebas di dalam tubuh dan membantu menghambat oksidasi
enzim-enzim seperti lipoxygenase (Budi Sutomo, 2006).
Di Indonesia “brownies “ tak sekedar kue coklat yang dipanggang namun
ada yang dikukus. Brownies juga ditambahkan dengan keju, almond, maupun
kismis. Bahan-bahan pokok yang digunakan dalam pembuatan brownies
berdasarkan bahan yang digunakan dalam pembuatan cake yaitu:
1. Tepung terigu
Terigu adalah tepung yang berasal dari tanaman gandum. Tepung merupakan
bahan yang membentuk susunan adonan dan menahan bahan-bahan lainnya.
Tepung terigu dbagi dalam tiga kelas (Fatma Bahalwan dan Tim NCC, 2006):
a) Terigu protein tinggi (hard flour) dengan kandungan protein 14% cocok
untuk membuat roti dan mie
b) Tepung protein sedang (medium flour)atau biasa disebut terigu serbaguna
dengan kandungan protein 13%, cocok untuk membuat cake dan kue
kering, misalnya merek Segitiga Biru, Gunung Bromo.
17
c) Terigu protein rendah (soft flour)mengandung protein 10,5%-11,5% cocok
untuk membuat kue-kue yang lembut dan renyahseperti sponge cake dan
cookies/biskuit.
Kadar protein dalam terigu sangat berpengaruh dalam tekstur cake atau
cookies. Menurut Siti hamidah, 1995 tepung yang baik untuk membuat cake
adalah tepung terigu putih dengan kandungan protein 10,5%-11,5%. Tepung
terigu putih memudahkan dalam pencampuran gula, air, dan lemak.
2. Gula
Gula sebagai bahan pemanis. Gula yang digunakan untuk cake adalah gula
kastor yaitu gula pasir dengan butir-butir halus. Gula jenis ini mudah larut dan
memudahkan udara terserap kedalam adonan sehingga susunan cake yang
dihasilkan rata dan empuk (Fatma Bahalwan dan Tim NCC, 2006). Menurut
Siti hamidah, 1995 fungsi gula yaitu mematangkan dan mengempukkan
susunan sel, dalam hal ini menggempukkan protein tepung. Juga memberi
kerak yang diinginkan yang mulai terbentuk pada waktu temperature rendah,
dalam hal ini proses karamelisasi. Membantu dalam menjaga kualitas produk,
melalui sifat higrokopis yang mampu menahan kelembaban produk. Jumlah
cake dalam formula tinggi akan menjadikan hasil cake kurang baik, bias jadi
bagian tengah cake jatuh.
3. Lemak
Lemak dalam hal ini mentega dan margarine. Mentega atau Butter
terbuat dari lemak susu hewan ( umumnya sapi). Tekstur mentega sangat
18
lembut disuhu ruang, khas wangi susu, mudah meleleh disuhu hangat.
Warnanaya kuning pucat (lebih muda dari margarine). Sedangkan Margarin
terbuat lemak tumbuhan (nabati seperti minyak kelapa sawit dan minyak biji
bunga matahari), teksturnya lebih kaku, stabil disuhu ruang (tidak mudah
meleleh), warnanyapun lebih kuning dari mentega, aromanya tidak seenak
mentega tapi daya emulsinya bagus sehingga dapat menghasilkan tekstur kue
yang bagus (Fatma Bahalwan dan Tim NCC, 2006).
Lemak tidak dapat larut kedalam bahan cair adonan. Untuk itu agar
lemak dapat stabil kedalam adonan, maka kremkan lemak dan gula bersamasama. Bila tidak lemak dicairkan terlebih dahulu kemudian dimasukkan dalam
adonan. Fungsi lemak dalam pembuatan cake adalah meningkatkan citarasa,
membantu dalam membentuk volume, menaikkan tingkat kesegaran cake (Siti
hamidah, 1995)
4. Telur
Telur berfungsi sebagai pembentuk kerangka, kebasahan, aroma, warna dan
kualitas cake. Kerangka cake sebenarnya dibentuk bersama tepung dalam hal
ini gluten yang terogulasi selama pembakaran. Udara yang terbentuk selama
pengocokkan membantu dalam pengembangan cake (Siti hamidah, 1995).
5. Susu
Susu bubuk adalah hasil olah susu segar yang dikeringkan hingga berbentuk
bubuk. Ada yang penuh kandungan lemak (full cream), dibuang sebagian
lemaknya (low fat) atau tanpa lemak (skim/non fat). Susu padat memiliki
19
fungsi untuk menambah gizi, membangkitkan rasa, aroma dan mampu
menjaga cairan serta membantu mengontrol kerak cake. Gula susu akan
terkaramelisasi pada suhu rendah dan memberikan warna kerak yang
diinginkan (Siti hamidah, 1995).
6. Coklat
Coklat yang digunakan yaitu coklat bubuk dan dark cooking chocolate.
Yang membedakan macam-macam coklat adalah kadar lemak coklatnya
(cocoa butter, CB). Makin tinggi prosentase CB makin bagus dan mahal si
coklat. Biji coklat yang sudah dikeringkan dan dihilangkan CB-nya disebut
cocoa atau coklat bubuk (Fatma Bahalwan dan Tim NCC, 2006).
a) Coklat Bubuk
Warna coklat bubuk beragam mulai dari yang coklat kemerahan sampai
dengan coklat kehitaman. Coklat bubuk dibuat dengan menyisihkan
sebagian besar kandungan lemaknya. Biasanya dipakai untuk minuman
dan campuran cake serta cookies. Coklat bubuk dapat dicampur dengan
terigu lalu diayak, karena coklat bubuk bersifat berat sehingga dapat
menyebabkan cake tidak mengembang dengan sempurna.
b) Dark Cooking Chocolate
Coklat masak polos tanpa tambahan susu. Warnanya lebih hitam dan
rasanya agak pahit. Penggunaan coklat masak pada adonanan kue
biasanya dalam bentuk cair. Mencairkan coklat masak dengan cara
mengetim. Yang perlu diperhatikan, jangan sampai coklat terkena
20
sedikitpun air, karena air akan mengakibatkan coklat bergumpal dan tidak
dapat dilelehkan kembali. Sebaiknya jangan disimpan didalam lemari es,
karena pada saat dicairkan warna coklat tidak akan cemerlang.
7. Bahan Cair
Bahan cair merupakan bagian yang penting dari bahan-bahan yang
digunakan untuk membuat cake. Bahan cair ini dapat berupa air, susu cair,
telur dan semuabahan yang digunakan dalam pembuatan cake yang ada
unsure cairan. Fungsi bahan cair ini antara lain melarutkan gula, berpengaruh
pada kepadatan adonan, mengembangkan protein yang ada dalam tepung,
menahan gas dari baking powder, memberi konstribusi dalam membentuk
struktur cake dan kelembaban. Terutama air dapat menimbulkantekanan uap
bila adonan mencapai suhu 208ºF selam pembakaran (Siti hamidah, 1995).
Resep brownies yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 2. Resep brownies standar
No
Komposisi
1.
Tepung terigu segitiga
2.
Coklat collata
3.
Margarin
4.
Gula pasir
5.
Telur
6.
Coklat bubuk
7.
Kacang kenari
Cara Membuat:
Resep Standar
250 gr
350 gr
380 gr
250 gr
8 butir
55 gr
secukupnya
1. Coklat collata dan margarin dipanaskan dengan api sedang sambil diaduk
hingga meleleh.
21
2. Tepung terigu dan coklat bubuk diayak lalu ditempatkan ditempat terpisah.
3. Telur dan gula dikocok hingga mengembang kemudian perlahan dicampurkan
kedalam tepung terigu dan coklat bubuk yang sudah diayak lalu aduk dengan
menggunakan spatula.
4. Coklat collata yang telah dipanaskan bersama margaine dimasukkan sedikit
demi sedikit kedalam adonan sambil diaduk hingga rata.
5. Adonan dituangkan ke dalam loyang ukuran 22 x 22 cm tinggi 4 cm yang
telah dioles margarin dan dialasi kertas roti. Kacang kenari yang telah diiris
tipis ditaburkan di atas adonan.
6. Adonan dioven selama 35 menit dengan suhu 150 derajat celcius.
7. Setelah 35 menit adonan dikelurkan dari oven lalu dinginkan
8. Adonan yang telah dingin, dikelurkan dari loyang dan brownies siap
disaajikan.
Sumber : Jobsheet SMK Negeri 6 Yogyakarta 2003
D. Serat
Istilah serat makanan (diatery fiber) harus dibedakan dengan istilah serat
kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisis proksimat bahan pangan.
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahanbahan kimia. Bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar
yaitu asam sulfat (H2SO4 1.25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1.25%). Sedang
serat makanan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
22
enzim-enzim pencernaan (Piliang dan Djojosoebagio, 2002 dalam Godlief
Joseph) mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan serat kasar adalah sisa
bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan
basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium. Dengan proses seperti
ini dapat merusak beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia
dan tidak dapat diketahui komposisi kimia tiap-tiap bahan yang membentuk
dinding sel. Oleh karena itu serat kasar merendahkan perkiraan jumlah kandungan
serat sebesar 80% untuk hemisellulosa, 50-90% untuk lignin dan 20-50% untuk
sellulosa.
Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam tanaman yang tidak
tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap disaluran
pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri atas berbagai
substansi yang kebanyakan diantaranya adalah karbohidrat kompleks. Serat
makanan tersebut meliputi pati, polisakarida, oligasakarida, lignin dan bagian
tanaman lainnya.
Mutu serat makanan dapat dilihat dari komposisi komponen serat
makanan dimana komponen serat makanan terdiri dari komponen yang larut
(Soluble diatery fiber, SDF) dan komponen yang tidak larut (Insoluble diatery
fiber, IDH) Harland and oberleas, 2001. Sekitar sepertiga dari serat makanan total
(Total diatery fiber, TDF) adalah serat makanan larut (SDF), sedangkan
kelompok terbesarnya merupakan serat yang tidak larut (IDF) (Prosky and De
23
Vries, 1992 dalamDjojosoe bagio). Serat yang larut dalam air ada tiga macam
yaitu sellulosa, hemisellulosa dan lignin. Serat tersebut banyak terdapat pada
sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. Sedang serat larut dalam air adalah
pektin, musilase dan gum. Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan,
sayuran
dan
sereal
sedangkan
gum
banyak
terdapat
pada
aksia
(http://nusaindah.tripot.com)
Beberapa metode analisis serat antara lain, metode Crude Fibre, metode
deterjen dan metode enzimatis yang masing-masing mempunyai keuntungan dan
kekurangan. Data serat kasar yang ditentukan secara kimia tidak menunjukan sifat
secara fisiologis. Selang kesalahan apabila menggunakan nilai serat kasar sebagai
TDF adalah 10 sampai 500 %, Kesalahan terbesar terjadi pada analisis serelia dan
terkecil pada kotiledon tanaman ( Robertson dan Van Soest,1997). Metode
analisis dengan menggunakan deterjen (Acid Detergen Fibre, ADF atau Neutral
Detergen Fibre, NDF) merupakan metode gravimetric yang hanya dapat
mengukur komponen serta yang larut seperti pectin dan gum harus menggunakan
metode yang lain karena selama analisis tersebut komponen serat larut mengalami
kehilangan akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfat pekat (James dan
Theander, 1981). Metode enzimatik yang dikembangkan oleh Asp.et.al (1981)
merupakan metode Fraksinasi enzimatik, yaitu penggunaan enzim amilase, yang
diikuti oleh penggunaan enzim pepsin pankreatik. Metode ini dapat mengukur
24
kadar serat makanan total, serat makanan larut dan serat makanan tidak larut
secara terpisah.
Peran serat dalam makanan ialah pada kemampuannya mengikat air,
sellulosa dan pektin. Dengan adanya serat membantu mempercepat sisa-sisa
makanan melalui saluran pencernaan untuk diekskresikan keluar. Tanpa bantuan
serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran
usus dan akan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan
keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban
Meskipun tidak dikategorikan sebagai zat gizi, serat makanan (diatery
fiber) terbukti sangat bermanfaat bagi kesehatan. Serat makanan juga bermanfaat
menjaga kesehatan tubuh, mencegah penyakit, dan untuk terapi pengobatan dalam
Food Fact Asia (1999). Dennis Gordon, peneliti gizi dan serat makanan pada Nort
Dakota State University di AS, menggungkapkan bahwa sejumlah penyakit
berkaitan dengan ketidakcukupan konsumsi serat dalam menu sehari-hari. Seperti
kanker kolon, tinggi kolesterol darah, diabetes, divertikulosis, konstipasi
(sembelit). Penyakit divertikulosis dicirikan adanya penonjolan pada bagian luar
usus berbentuk bisul, disertai radang atau infeksi sebagai langkah preventif dan
terapi penyakit jantung serat makanan membantu menurunkan kadar kolesterol
jahat (LDL, Low Density Lipoprotein) dan meningkatkan kadar kolesterol baik
(HDL, High Density Lipoprotein). Pola makanan yang benar, yaitu rendah lemak
dan kaya serat, membantu menghindari gumpalan lemak pada dinding arteri
25
(plaque) dan menjamin lancarnya aliran darah. Diet tinggi serat mampu mencegah
penyakit jantung, pembuluh darah, diabetes, obesitas, hipertensi dan ganguan
usus besar. Serat makanan juga berperan memperlancar proses pembuangan sisasisa makanan dari usus (http://www.idomedia.com,juli 2001)
Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi dilaporkan dapat
mengurangi bobot badan. Serat makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan
dalam waktu relatif singkat sehingga absorbsi zat makanan berkurang. Makanan
dengan kandungan serat kasar relatif tinggi biasanya mengandung kalori rendah,
kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya
obesitas dan penyakit jantung. Makanan dengan kandungan serat kasar yang
relatif tinggi juga dapat mencegah penyakit divertikulosis karena berkurangnya
tekanan pada dinding saluran pencernaan. Serat makanan tidak larut (IDF) sangat
penting peranannya dalam mencegah disfungsi alat percernaan seperti kostipasi
(susah buang air besar), ambeien, kanker usus besar dan infeksi usus buntu
(Prosky dan De Vries, 1992 dalam Godlief Joseph,2002).
Kecukupan serat makanan perhari untuk orang dewasa 25-35 g per hari
atau 10 – 13 g per 1000 kkal menu. Bagi masyarakat Amerika Serikat dianjurkan
mengkonsumsi serat makanan 25 g per 2000 kkal menu atau 30 g per 2500 kkal
menu sehari. Asupan serat orang Asia tidak jauh berbeda pada masyarakat
Singapura berdasarkan survey 1983, asupan serat rata-rat 15 g per hari. Begitu
pula di Hongkong (1985) asupan serat kurang dari 10 g per hari, seperti
26
dilaporkan Food Facts Asia
(1999) (http:// www.Indomedia.com, Juli 2001).
Untuk anak diatas usia dua tahun cukup 5 g serat makanan per hari, dan
ditingkatkan seirama dengan bertambahnya usia (William CL, 1995) hingga
mencapai asupan 25-35 g per hari setelah berusia 20 tahun. Sampai saat ini belum
ada penelitian tentang asupan serat untuk bayi dan anak-anak dibawah umur 2
tahun. Bagi orang tua, asupan serat makanan yang dianjurkan 10-13 g per 1000
kkal.
E. Produk Unggulan dan Makanan Fungsional
Produk unggulan adalah produk yang memilki kelebihan atau ciri khas
tertentu yang dapat menarik minat konsumen untuk membelinya. Dalam hal
makanan, unggulan yang dimaksud adalah makanan yang bergizi, bermutu serta
bercita rasa tinggi. Karakteristik makanan unggulan tersebut dapat masuk
kedalam makanan fungsional (http://iptek.apjii.or.id/artikel, diambil tanggal 21
Januari 2007, 05:45 pm).
Fenomena pangan fungsional telah melahirkan paradigma baru bagi
perkembangan ilmu dan teknologi pangan, yaitu dilakukannya berbagai
modifikasi produk olahan pangan menuju sifat fungsional. Kepopuleran tersebut
ditunjang oleh suatu keyakinan bahwa didalam pangan fungsional terkandung
gizi-gizi yang sangat penting khasiatnya untuk kesehatan dan kebugaran tubuh.
Meskipun belum ada definisi pangan fungsional (functional food) secara pasti dan
universal, The International Food Information (IFIC) mendefinisikan pangan
27
fungsional sebagai pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat
dasar. Menurut konsensus pada The First International Conference on East West
Prespective on Functional Food tahun 1996, pangan fungsional adalah pangan
yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi
kesehatan di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di
dalamnya (Made Astawan, 2003).
Golongan senyawa yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis
tertentu di dalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat
gizi dasar yang terkandung dalam pangan yang bersangkutan, yaitu: (1) Serat
pangan (dietary fiber); (2) Oligosakarida; (3) Gula alkohol (polyol); (4) Asam
lemak tidak jenuh jamak (Polyunsaturated Fatty Acids = PUFA); (5) Peptida dan
protein tertentu; (6) Glikosida dan isoprenoid; (7) Polifenol dan isoflavon; (8)
Kolin dan lesitin; (9) Bakteri asam laktat; (10) Phytosterol; dan (11) vitamin dan
mineral tertentu (Made Astawan, 2003).
Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan dan obat
berdasarkan
penampakan
dan
pengaruhnya
terhadap
kesehatan.
Jepang
merupakan negara yang paling tegas memberikan batasan mengenai pangan
fungsional, mereka menekankan tiga fungsi dasar pangan fungsional, yaitu: (1)
sensori (warna dan penampilannya yang menarik dan cita rasa yang enak); (2)
nutrisional (bernilai gizi yang tinggi); dan (3) fisiologikal (memberikan pengaruh
fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh). Sedangkan persyaratan yang harus
dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional
28
adalah: (1) harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet atau
bubuk) yang berasal dari bahan (ingredient) alami; (2) dapat dan layak
dikonsumsi sebagai bahan dasar dari diet atau menu sehari-hari; (3) mempunyai
fungsi tertentu pada saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam proses
tubuh tertentu, seperti memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah
penyakit tertentu, membentu mengembalikan
kondisi sakit tertentu, menjaga
kondisi fisik dan mental serta memperlambat proses penuaan (Made Astawan,
2003).
F. HACCP
HACCP (Hazard Analysis and Critycal Control Point) merupakan salah
satu sistem jaminan mutu pangan. Sistem mutu yang digunakan adalah model
jaminan mutu dengan berdasarkan pada keamanan pangan (food safety) sebagai
pendekatan utama. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan. Tujuan
utama keamanan pangan adalah pemilik perusahaan diisyaratkan dapat
mengidentifikasi dan mengawasi resiko keamanan pangan pada semua tahap
persiapan dan penjualan makanan menggunakan analisis bahaya.
Menurut Australia Standart (AS 9002), HACCP adalah metode sistematis
dalam menjamin mutu produk dengan menggunakan tujuh prinsip untuk menguji
29
potensi bahaya (preventif) daripada pengujian semata-mata pada produk akhir,
yaitu:
1. Penetapan bahaya (bahan/kondisi berbahaya) dan resiko
Ada 3 jenis potensi bahaya, yaitu biologis, kimiawi, dan fisik. Potensi
bahaya tersebut dapat terjadi pada semua aspek produksi makanan yaitu mulai
dari bahan dasar hingga siap konsumsi. Bahaya biologis (mikrobiologis)
disebabkan oleh organisme patogen atau parasit yang dapat menyebabkan
infeksi atau keracuanan makanan serta dapat mengkontaminasi melalui jalur
feses, air, debu, dan tanah, serta penjamah makanan. Oleh karena itu, untuk
mencegah penyebaran parasit ke makanan dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan pekerja, dan penanganan limbah yang baik.
Bahaya kimiawi dapat berasal dari bahan kimia yang terdapat secara
alami pada bahan makanan dan bahan kimia yang ditambahkan. Sebenarnya
bahan kimia yang ditambahkan digunakan secara tepat tidak akan
membahayakan bahan makanan. Bahaya fisikawi merupakan benda-benda
yang tidak biasanya ada dalam bahan makanan yang dapat menyebabkan
terganggunya kesehatan atau kecelakaan bagi konsumen.
Setelah mengetahui potensi bahaya, maka dilakukan analisis bahaya dan
penetapan resiko. Analisis bahaya merupakan evaluasi spesifik terhadap
produk pangan dan bahan mentah, ingredient serta bahan tambahan untuk
menentukan resiko terhadap bahaya biologis, kimiawi, dan fisikawi.
30
2. Penetapan CCP (Critical Control Point=titik kritis pengendalian)
Critical Control Point ( CCP) merupakan bahan mentah (produksi dan
pemeliharaan), lokasi/kondisi/lingkungan, praktek kerja atau prosedur yang
dapat dikendalikan untuk menghilangkan atau mencegah bahaya (CCP1) atau
mengurangi (CCP2). Penentuan CCP dilakukan dengan penerapan diagram
pohon keputusan (decision)
3. Penetapan batas kritis (Critical Limit)
CCP yang melebihi batas kritis menunjukkan terjadinya bahaya bagi
kesehatan. Kemungkinan bahaya dapat meningkatkan/berkembang, produk
diolah pada kondisi kesehatan yang tidak menjamin, dan mutu bahan mentah
yang mempengaruhi keamanan produk akhir.
4. Penetapan sisitem monitoring pada setiap CCP
Monitoring merupakan kegiatan yang dijadwalkan atau pengamatan
terhadap CCP yang berhubungan dengan batas kritis. Monitoring menetapkan
secara ideal informasi waktu untuk tindakan perbaikan yang dilaksanakan
untuk mengembalikan pengendalian proses sebelum diperlukannya penolakan
produk. Monitoring dapat dilakukan dengan pengamatan atau dengan
pengukuran atau analisis terhadap proses (waktu, suhu, pH) dan sensoris.
5. Penetapan tindakan koreksi terhadap penyimpangan
Tindakan koreksi yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap CCP,
agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi dari batas kritis. Tindakan
31
koreksi yang diambil harus menjamin bahwa CCP telah berada dibawah
kendali.
6. Penetapan prosedur verfikasi
Tujuan verifikasi adalah untuk memeriksa apakah program HACCP
telah dilaksanakan sesuai dengan rencana
HACCP yang ditetapkan, dan
untuk menjamin bahwa rencana HACCP yang ditetapkan masih efektif.
7. Penetapan dokumentasi dan pencatatan
Penetapan dan pembukuan yang efisien dan akurat adalah penting dalam
penerapan HACCP. Keterangan yang harus didokumentasikan adalah judul
dan tanggal pencatatan, keterangan produk (kode, tanggal, dan waktu
produksi), bahan, dan peralatan yang digunakan, proses yang dilakukan, CCP,
batas kritis yang ditetapkan, penyimpangan dari batas kritis, tindakan koreksi /
perbaikan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan dan karyawan yang
bertanggung jawab dan identitas operator.
Berikut ini adalah definisi istilah yang digunakan dalam HACCP :
a. Hazard (bahaya) bahaya biologis, kimia, fisik atau kondisi yang dapat
menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan terhadap konsumen..
b. Critical Control Poin (CCP) atau titik kritis pengendalian adalah titik
tahap atau prosedur pada suatu sistem makanan yang tidak terkendali yang
dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan, atau setiap
titik, tahap atau prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dapat
mencegah, menghilangkan atau mengurangi resiko.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen
adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan
(treatment) tertentu (Sugiyono, 2006). Obyek dalam penelitian ini adalah produk
brownies. Variabel dalam penelitian ini terletak pada jumlah tepung ubi jalar
putih yang digunakan untuk mensubtitusikan formula brownies tepung ubi jalar
putih.
B. Desain Penelitian
Penelitian
menggunakan rancangan penelitian dengan sistem metode blok
lengkap yaitu dengan 3 kali ulangan percobaan dan 2 kali ulangan analisis
sampel. Percobaan untuk menemukan resep brownies tepung ubi jalar putih
dilakukan dengan menggunakan 3 kali ulangan formula dengan perbedaan
subtitusi tepung ubi jalar putih 60%, 80% dan 100%. Percobaan ini dilakukan 2
kali untuk menguji konsistensi produk yang dihasilkan sehingga pada akhirnya
akan diperoleh 3 macam formula brownies tepung ubi jalar putih. Kemudian
dilkukan uji kesukaan dan analisis gizi pada produk.
FI
F2
F3
Brownies Unggulan
Keterangan:
F1: Brownies tepung ubi jalar dengan
subtitusi tepung ubi jalar 60%
F2: Brownies tepung ubi jalar dengan
subtitusi tepung ubi jalar 80%
F3: Brownies tepung ubi jalar dengan
subtitusi tepung ubi jalar 100%
33
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian
Laboratorium Produksi dan Laboratorium Kimia PTBB Fak. Teknik UNY
sebagai tempat untuk pra eksperimen dan eksperimen
Laboratorium Kimia, Pengolahan Hasil Pertanian, Fak. Teknologi Pertanian
UGM, sebagai tempat untuk analisa serat kasar, proksimat (kadar air,
karbohidrat, protein, lemak, dan kadar abu), dan analisis tekstur
Waktu Penelitian
Bulan Juni – November 2006
D. Bahan Penelitian
1. Alat dan Bahan pembuatan tepung ubi jalar putih adalah ubi jalar putih, dan
air. Alat yang digunakan adalah pisau, sikat kawat, parut sawut, cabinet dryer,
ayakan 80 mesh, kom adonan.
2. Bahan pembuatan brownies tepung ubi jalar putih adalah tepung ubi jalar
putih, tepung terigu protein sedang, coklat collata, coklat bubuk, telur, gula
pasir, mentega dan kacang kenari. Alat yang digunakan adalah mixer, kom
adonan, spatula, loyang, kuas, sendok, kom kecil, kom besar, panci dan oven.
3. Bahan dan alat yang digunakan untuk uji kesukaan adalah brownies tepung
ubi jalar putih tiga formula yaitu brownies dengan subtitusi tepung ubi jalar
putih sebesar 60%, 80% dan 100%, borang uji kesukaan, pulpen.
34
4. Bahan untuk analisis proksimat (lemak, protein, karbohidrat, kadar air dan
kadar abu) adalah brownies tepung ubi jalar putih. Sedangkan bahan untuk
analisis serat kasar adalah ubi jalar putih, tepung ubi jalar putih, brownies
standar, brownies tepung ubi jalar putih yang paling disukai. Alat yang
digunakan untuk analisis serat kasar adalah fibercap
E. Langkah Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam berbagai tahap. Berikut adalah tahapan
pelaksanaannya :
Tahap 1
Pembuatan Tepung Ubi jalar Putih
Tahap 2
Pembuatan Brownies
Tahap 3
Uji Kesukasaan
Tahap 4
Analisis Serat, Proksimat dan Tekstur
Tahap 5
Analisis Biaya
Tahap 6
Analisis HACCP
Gambar 1. Diagram Alir Tahap Pelaksanaan
Penelitian
35
1. Tahap 1: Pembuatan tepung ubi jalar putih
Pembuatan tepung ubi jalar putih dilakukan mengacu pada pembuatan tepung
ubi jalar yang telah ada. Tepung ubi jalar putih diperoleh dari proses
pensortiran, pencucian, perendaman, pemotongan, penjemuran, penggilingan,
atau penepungan dan proses pengayakan. Ubi jalar yang digunakan untuk
pembuatan tepung ubi jalar putih harus dalam keadaaan segar, tidak cacat fisik
(misalnya terkena hama, penyakit, atau memar), kulit rata, bagian yang
berlekuk minimal (untuk mencegah kehilangan rendemen yang dihasilkan).
Skema kerja pembuatan tepung ubi jalar putih
Ubi jalar putih yang telah bersih
Pengupasan & pencucian
Natrium metabilsufit 1%
Daging ubi jalar putih bersih
Perendaman 15 menit
Perendaman 15 menit
Pembuatan ceriping ubi
Ceriping ubi
Pengeringan dengan cabinet dryer
dengan suhu 60ºC selama 12 jam
Ceriping ubi kering
Penepungan & pengayakan
Tepung ubi jalar putih
Gambar 2. Alur kerja pembuatan tepung ubi jalar putih
36
2. Tahap 2: Pembuatan brownies dengan subtitusi tepung ubi jalar putih
Pembuatan brownies dengan subtitusi tepung ubi jalar putih
menggunakan rancangan formula seperti pada tabel 3, sedangkan proses
pembuatannya mengacu pada pembuatan brownies yang telah ada.
Tabel 3. Rancangan formula brownies tepung ubi jalar putih
Komposisi
Resep
Standar
Tepung ubi jalar putih
Tepung segitiga
Coklat collata
Margarin
Gula pasir
Telur
Coklat bubuk
Kacang kenari
250 g
350 g
380 g
250 g
8 btr
55 g
50 g
Resep brownies tepung ubi jalar
putih
60 %
80%
100%
150 g
200 g
250 g
100 g
50 g
350 g
350 g
350 g
380 g
380 g
380 g
250 g
250 g
250 g
8 btr
8 btr
8 btrs
55 g
55 g
55 g
50 g
50 g
50 g
Formula brownies tepung ubi jalar putih ditentukan berdasarkan
penelitian sebelumnya. Menurut M.Lies Suprapti, 2003 bahwa hampir semua
produk olahan yang semula dibuat dengan bahan baku tepung terigu dapat
diganti dengan tepung ubi jalar sebesar 20%-100%. Dengan adanya substitusi
tepung ubi jalar putih pada pembuatan brownies diharapkan dapat diterima
oleh masyarakat, dan dapat memberikan asupan gizi terutama yang
terkandung dalam ubi jalar putih. Mengingat selama ini pemanfaatan ubi jalar
putih hanya terbatas sebagai makanan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
saja. Sehingga hal ini dapat meningkatkan manfaat dan nilai ekonomi ubi jalar
37
putih, serta penganekaragaman jenis olahan ubi jalar putih. Adapun diagram
alir proses pembuatan brownies tepung ubi jalar putih
Skema kerja pembuatan brownies tepung ubi jalar putih
Gula, telur
Tepung ubi jalar
putih,cokelat bubuk
Ayak
Kocok
Campur rata
Cokelat blok, margarin
Cairkan
Campur rata
Kacang kenari
Tuang dalam loyang
Cincang
Taburkan dalam adonan
Oven dengan suhu 1500C
selama 35 menit
Angkat
Brownies tepung ubi jalar putih
Gambar 3. Alur kerja pembuatan brownies tepung ubi jalar putih
38
3. Tahap 3: Pengujian tingkat kesukaan masyarakat pada brownies tepung
ubi jalar putih
Pengujian tingkat kesukaan masyarakat pada brownies dengan subtitusi
tepung ubi jalar putih menggunakan metode hedonic test dengan panelis tidak
terlatih yaitu masyarakat daerah Sleman dengan umur maksimal 25 tahun yang
dipilih secara acak dengan jumlah 80 orang (kartika, dkk, 1998). Sifat sensoris
yang akan diujikan adalah warna, bentuk, rasa, tekstur, aroma dan sifat
keseluruhan dari brownies tepung ubi jalar putih formula 1, 2 dan 3 (60%, 80%
dan 100%). Kriteria penilaian adalah dari nilai 1 (paling sangat disukai) sampai
7 (paling sangat tidak disukai).
4. Tahap 4: Analisis serat kasar, proksimat dan tekstur
Analisis gizi yang dilakukan adalah analisis serat kasar secara kuantitatif
menggunakaan metode crude fibre (Godlief Joseph, 2002). Analisis proksimat
yang dilakukan adalah Kadar Air (Cara Pengeringan/Thermogravitimetri),
Kadar Protein (Penentuan N-Total Cara Makro-Kjeldahl yang Dimodifikasi),
Kadar Lemak (dengan Soxhlet), Kadar Abu dan Kadar Karbohidrat (by
different). Sedangkan pengujian tekstur dilakukan dngan menggunakan
Material Testing Machine.
5. Tahap 5: Analisis Biaya
Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui harga jual dan BEP produk
yang dihasilkan. Metode yang digunakan dalam analisis biaya adalah:
39
a) Perhitungan biaya produksi
Biaya produksi ditentukan dengan menjumlahkan biaya-biaya yang
dibutuhkan untuk membuat produk tersebut dari bahan mentah hingga
menjadi produk jadi. Setelah biaya produksi dijumlahkan maka akan dapat
dihitung harga jual yang diinginkan dari produk yang dibuat (Basu Swasta
dan irawan, 2002)
b) Perhitungan harga jual
Menurut Basu Swasta dan Irawan (2002), perhitungan harga jual
menggunakan metode mark-up yaitu jumlah rupiah ditambahkan pada
biaya suatu produk untuk menghasilkan harga jual sehingga dihasilkan
perhitungan sebagai berikut:
Harga jual = biaya produk + (% mark-up + biaya produksi)
Jumlah Mark-Up dapat ditentukan menurut kebijakan masing-masing
perusahaan atau industri yang bersangkutan. Dalam perhitungan harga jual
nantinya akan digunakan jumlah mark-up sebesar 50% agar semua biayabiaya yang telah dikeluarkan serta laba yang diinginkan dapat tertutup
dengan pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk.
c) Analisis BEP (Break Event Point)
Metode penetapan harga yang dinamakan analisis Break Even Point atau
analisis impas merupakan perhitungan yang menggambarkan hubungan
biaya dan penghasilan untuk menentukan pada volume berapa (penjualan
atau produksi) agar biaya total sama dengan penghasilan total sehingga
40
tidak mengalami kerugian (Basu Swasta dan irawan, 2002). Untuk
memperoleh tingkat atau Titik Break Event (TBE) dapat dipakai rumus:
TBE 
BTT
H  BVR
Keterangan :
TBE
: Jumlah Penjualan (Unit)
BTT
: Biaya Tetap Total
H
: Price (Harga Jual)
BVR
: Biaya Variabel Rata-rata
6. Tahap 6: Analisis HACCP
Analisis HACCP (Menurut Australia Standard (AS 9002) dalam Nani
Ratnaningsih), yang dilakukan dalam proses pembuatan produk brownies ubi
jalar putih, yaitu terdiri dari
a. Analisis Tahap
Proses penetapan CCP dibagi kedalam bagian tahapan yang secara rinci
sebagai berikut:
Tahap 1: Bahan – bahan yang digunakan
Tahap 2: Pembuatan Tepung ubi jalar putih
Tahap 3: Pembuatan brownies tepung ubi jalar putih
Tahap 4: Penyimpanan produk
Tahap 5: Pengemasan produk
41
b. Analisis CP dan CCP
Penetapan CP dan CCP terdapat pada proses pengolahan tepung ubi jalar
putih dan brownies tepung ubi jalar putih
c. Penerapan 7 Prinsip HACCP
Penerapan 7 prinsip HACCP pada proses pengolahan tepung ubi jalar
putih dan brownies tepung ubi jalar putih
1.
Penetapan bahaya
Proses pengovenan ceriping ubi jalar putih yang akan dibuat tepung
bertujuan untuk mencegah perkembangbiakan bakteri pada tepung ubi
jalar putih, sehingga tepung ubi jalar putih dapat tahan lebih lama dan
aman untuk dikonsumsi. Pengovenan yang dilakukan pada brownies
tepung ubi jalar putih mempunyai tujuan yang sama.
2.
Penetapan CCP (Critical Control Point)
Mencegah atau menghilangkan kemungkinan terjadinya bahaya pada
produk yang akan diolah perlu dibuat penetapan titik kritis dengan
penerapan diagram pohon keputusan (decision tree) pada bahan
mentah hingga saat pengemasan produk brownies tepung ubi jalar
putih
3.
Penetapan batas kritis pada setiap CCP
Kemungkinan adanya bahaya pada proses pembuatan tepung ubi jalar
putih yaitu pada proses pengovenan ubi jalar putih menjadi tepung.
Hal ini juga berlaku pada proses pembuatan adonan brownies yang
42
telah di substitusi tepung ubi jalar putih. Apabila suhu pada saat
pengovenan tidak sesuai akan memungkinkan bakteri berkembang
biak.
4.
Penetapan sistem monitoring pada setiap CCP
Untuk menjaga agar bahan atau produk tidak terkontaminasi perlu
dilakukan pengamatan dan pemeriksaan pada proses pembuatan
tepung ubi jalar putih. Hal yang perlu diperhatikan adalah lama
pengovenan dan suhu pematangan
5.
Penetapan tindakan koreksi
Untuk menjaga produk tetap aman dari bahaya, maka setiap CCP
perlu ditangani oleh orang-orang yang sudah ahli dibidangnya,
misalnya CCP proses pengolahan oleh staff dapur.
6.
Penerapan prosedur vertifikasi
Pada tahap ini ditujukan untuk mempermudah pengecekan baik bahan
mentah maupun produk, sehingga apabila ada bahan yang tidak layak
digunakan atau ada alat yang rusak dapat mudah ditanggulangi.
7.
Penetapan dokumentasi dan pencatatan
Karyawan yang bertanggung jawab pada bidang ini harus teliti dan
selalu melakukan pengecekan jika terjadi adanya penyimpangan yang
akan memungkinkan terjadinya kontaminasi pada bahan dan produk.
43
F. Analisis Data
1. Hasil uji kesukaan dari brownies tepung ubi jalar putih dan analisis data
kandungan serat kasar pada brownies standar, brownies tepung ubi jalar putih,
ubi jalar putih, tepung ubi jalar putih di olah menggunakan anava satu jalur
dengan taraf signifikansi 5 %. Bila ada perbedaan nyata, maka dilanjutkan
dengan LSD (Least Significant Different) (Bambang Kartika, 1988).
2. Analisis Proksimat yang terdiri dari kadar air ditentukan menggunakan
Thermogravitimetri, Kadar protein menggunakan macro-kjeldahl, Kadar
lemak menggunakan Soxhelt, Kadar abu dan Karbohidrat menggunakan by
different yaitu 100% - jumlah dari prosentase kadar air, kadar abu, lemak dan
protein.
3. Analisis tekstur antara produk standar dan brownis tepung ubi jalar putih
diolah menggunakan uji T-test
guna mengetahui perbedaan tingkat
keempukan.
Rumus: t 
xx
2
2
 s  s 
s1
s
 2  2r  1   2 
n1
n2
 n 1   n2 
Dimana:
X1 = Rata-rata sampel 1
X2 = Rata-rata sampel 2
S1 = Simpangan baku sampel 1
S2 = Simpangan baku sampel 2
S12 = Varians sampel 1
S12 = Varians sampel 1
R = Korelasi antar dua sampel
4. Analisis biaya pada brownies tepung ubi jalar putih menggunakan metode
Mark-Up dan untuk menentukan titik impas menggunakan BEP (Basu Swasta
dan Irawan, 2002)
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Brownies Tepung Ubi Jalar Putih
Dalam pembuatan brownies tepung ubi jalar putih mengacu pada resep
standar dan sesuai dengan proses pada gambar 3 halaman 37. Dalam penelitian ini
menggunakan 3 formula yaitu mengunakan subtitusi tepung ubi jalar putih
sebanyak 60%, 80%, dan 100% seperti pada tabel 4 berikut:
Tabel. 4. Resep brownies tepung ubi jalar putih
Komposisi
Tepung ubi jalar putih
Tepung segitiga
Coklat collata
Margarin
Gula pasir
Telur
Coklat bubuk
Kacang kenari
Resep
Standar
250 g
350 g
380 g
250 g
8 btr
55 g
50 g
Resep brownies tepung ubi jalar putih
60 %
80%
100%
150 g
200 g
250 g
100 g
50 g
350 g
350 g
350 g
380 g
380 g
380 g
250 g
250 g
250 g
8 btr
8 btr
8 btrs
55 g
55 g
55 g
50 g
50 g
50 g
1. Brownies standar
Brownies standar adalah brownies yang dalam pembuatannya tidak
menggunakan subtitusi tepung ubi jalar putih. Dalam pembuatan brownies
pengocokan telur dengan gula tidak terlalu mengembang tetapi cukup sampai
berwarna putih, agar brownies yang dihasilkan tidak terlalu merekah. Adonan
yang dihasilkan tidak kental dan tidak encer, berwarna coklat tua karena
banyaknya coklat collata dan coklat bubuk yang digunakan, teksturnya
lembut, tidak lembek dan tidak keras, bagian atas brownies kering tidak
45
berair, warna brownies coklat tua kehitaman dan taburan irisan kacang kenari
mempercantik penampilan brownies yang dihasilkan.
Adonan yang dihasilkan tidak kental dan tidak encer. Hal ini
dikarenakan dalam mencampur terigu kedalam adonan telur tidak diaduk
dengan kuat, ini mengakibatkan udara dalam adonan telur tidak terbuang dan
terigu tetap membentuk gluten tetapi sedikit. Menurut Fatmah Bahalwan &
TIM NCC 2006, mencampur terigu kedalam adonan telur dengan adukan
kuat, mengakibatkan udara dalam telur terbuang dan terigu membentuk gluten
sehingga kue menjadi liat/bantet.
Dalam tekstur brownies standar yang dihasilkan lembut, tidak lembek
dan tidak keras, ini terjadi karena tepung yang digunakan adalah 100% tepung
terigu. Tepung terigu ini memilki senyawa protein gluten, yang dapat
membentuk kerangka jaring-jaring pada saat terjadi proses pengovenan.
Kerangka jaring-jaring ini berfungsi untuk menangkap gas CO2 yang
terbentuk pada saat pengocokan telur. Dengan banyakanya kerangka jaringjaring ini yang menangkap gas CO2 maka cake akan mengembang dengan
sempurna, tetapi karena brownies banyak mengandung coklat, sedangkan
coklat mempunyai sifat beratmaka brownies yang dihasilkan padat tetapi
lembut karena banyaknya gas CO2 yang terperangkap.
Aroma yang dihasilkan aroma coklat sangat terasa. Hal ini
dikarenakan dalam resep brownies ini banyak mengunakan coklat baik coklat
bubuk maupun dark cooking coklat. Dengan kandungan coklat yang banyak
46
juga menghasilkan warna coklat tua agak kehitaman. Rasa yang dihasilkan
legit karena penggunaan gula yang banyak.
2. Brownies Tepung Ubi Jalar Putih Formula 1
Produk brownies tepung ubi jalar putih formula pertama menggunakan
subtitusi tepung ubi jalar putih sebanyak 60% dari berat tepung terigu yang
digunakan yaitu 150 gram tepung ubi jalar putih sedangkan tepung terigu
segitiga menggunakan 100 gram. Adonan yang dihasikan sudah baik,
berwarna coklat tua karena banyaknya coklat collata dan coklat bubuk yang
digunakan, teksturnya lembut, tidak lembek dan tidak keras, bagian atas
brownies kering tidak berair, berbau tepung ubi, warna brownies coklat tua
kehitaman dan taburan irisan kacang kenari mempercantik penampilan
brownies yang dihasilkan.
Adonan yang dihasilkan agak encer dibanding dengan standar. Hal ini
dikarenakan dalam mencampur tepung kedalam adonanan telur tidak diaduk
kuat, ini menyebabkan udara dalam adonan telur tidak terbuang dan tepung
tetap membentuk gluten tetapi lebih sedikit dari gluten yang terbentuk pada
brownies standar karena didalam brownies tepung ubi jalar formula 1 masih
menggunakan tepung terigu sebanyak 40% dari total tepung yang digunakan
Pada formula ini, brownies yang dihasilkan mempunyai tekstur yang
hampir sama dengan standar. Hal ini dikarenakan masih menggunakan tepung
terigu sebanyak 40% dari total tepung yang digunakan sehingga senyawa
protein gluten yang terdapat pada tepung terigu masih mencukupi untuk
47
membentuk kerangka jaring-jaring pada saat pengovenan yang dapat
membuat cake mengembang dan memilki tekstur lembut.
Aroma yang dihasilkan beraroma ubi. Hal ini dikarenakan dalam resep
brownies mengunakan tepung ubi. Dengan kandungan coklat yang banyak
juga menghasilkan warna coklat tua agak kehitaman. Rasa yang dihasilkan
legit dan tepung ubi agak terasa karena penggunaan gula yang banyak dan
dalam brownies menggunakan tepung ubi jalar.
3. Brownies Tepung Ubi Jalar Putih Formula 2
Produk brownies tepung ubi jalar putih formula kedua menggunakan
subtitusi tepung ubi jalar putih sebanyak 80% dari berat tepung terigu yang
digunakan yaitu 200 gram tepung ubi jalar putih sedangkan tepung terigu
segitiga menggunakan 50 gram. Adonan yang dihasikan sudah baik, berwarna
coklat tua karena banyaknya coklat collata dan coklat bubuk yang digunakan,
teksturnya lembut, tidak lembek dan tidak keras, bagian atas brownies kering
tidak berair, berbau tepung ubi, warna brownies coklat tua kehitaman dan
taburan irisan kacang kenari mempercantik penampilan brownies yang
dihasilkan.
Adonan yang dihasilkan agak encer dibanding dengan formula 1. Hal
ini dikarenakan dalam mencampur tepung kedalam adonanan telur tidak
diaduk kuat, ini menyebabkan udara dalam adonan telur tidak terbuang dan
tepung tetap membentuk gluten tetapi lebih sedikit dari gluten yang terbentuk
pada brownies tepung ubi jalar formula 1 karena didalam brownies tepung ubi
48
jalar formula 2 masih menggunakan tepung terigu sebanyak 20% dari total
tepung yang digunakan.
Pada formula ini, brownies yang dihasilkan mempunyai tekstur yang
hampir sama dengan formula 1. Hal ini dikarenakan masih menggunakan
tepung terigu sebanyak 20% dari total tepung yang digunakan sehingga
senyawa protein gluten yang terdapat pada tepung terigu masih mencukupi
untuk membentuk kerangka jaring-jaring pada saat pengovenan yang dapat
membuat cake mengembang dan memilki tekstur lembut.
Aroma yang dihasilkan beraroma ubi. Hal ini dikarenakan dalam resep
brownies mengunakan tepung ubi. Dengan kandungan coklat yang banyak
juga menghasilkan warna coklat tua agak kehitaman. Rasa yang dihasilkan
legit dan tepung ubi agak terasa karena penggunaan gula yang banyak dan
dalam brownies menggunakan tepung ubi jalar.
4. Brownies Tepung Ubi Jalar Putih Formula 3
Produk brownies ubi jalar putih formula pertama menggunakan
subtitusi tepung ubi jalar putih sebanyak 100% dari berat tepung terigu yang
digunakan yaitu 250 gram tepung ubi jalar putih dan tidak menggunakan
tepung terigu. Adonan yang dihasikan baik, berwarna coklat tua karena
banyaknya coklat collata dan coklar bubuk yang digunakan, teksturnya
lembut, tidak lembek dan tidak keras, bagian atas brownies kering tidak
berair, berbau tepung ubi yang lebih menyengat dibandingkan dengan kedua
49
formula sebelumnya, warna brownies coklat tua dan taburan irisan kacang
kenari mempercantik penampilan brownies yang dihasilkan.
Adonan yang dihasilkan agak encer dibanding dengan formula 2. Hal
ini dikarenakan dalam mencampur tepung kedalam adonanan telur tidak
diaduk kuat, ini menyebabkan udara dalam adonan telur tidak terbuang dan
pada adonan ini tidak dapat membentuk gluten karena tepung ubi jalar tidak
memiliki senyawa protein gluten.
Pada formula ini, brownies yang dihasilkan mempunyai tekstur yang
hampir sama dengan formula 2 tetapi jauh berbeda dengan standar. Hal ini
dikarenakan pada formula tidak menggunakan tepung terigu sehingga adonan
tidak dapat membentuk kerangka jaring-jaring pada saat pengovenan yang
dapat membuat cake mengembang dan memilki tekstur lembut. Pada
brownies ini tetap menghasilkan tekstur yang lembut karena adanya telur yang
membuat cake menjadi lembut.
Aroma yang dihasilkan beraroma ubi . Hal ini dikarenakan dalam
resep brownies mengunakan tepung ubi. Dengan kandungan coklat yang
banyak juga menghasilkan warna coklat tua agak kehitaman. Rasa yang
dihasilkan legit dan tepung ubi agak terasa karena penggunaan gula yang
banyak dan dalam brownies menggunakan tepung ubi jalar.
50
Berikut adalah gambar dari ketiga formula brownies tepung ubi jalar putih
Gambar 4. Brownies tepung ubi jalar putih dari ketiga formula
Rangkuman karakteristik produk brownies tepung ubi jalar putih
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel. 5 Rangkuman karakteristik brownies tepung ubi jalar putih
Karakteristik
Produk Brownies
Standar
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Adonan
Tidak kental
Agak encer
Sedikit lebih Lebih encer
dan tidak
jika dibanding
encer
bila
encer
dengan
dibanding
dibanding
standar
dengan
dengan
formula 1
formula 2
Tekstur
Lembut,
Lembut,
Lembut,
Lembut,
bagian atas
bagian atas
bagian atas
bagian atas
kering dan
kering dan
kering dan
kering dan
tidak berair
tidak berair
tidak berair tidak berair
Aroma
Aroma coklat
Aroma ubi
Aroma ubi
Aroma ubi
sangat terasa
karena
karena
karena
penggunaan
penggunaan penggunaan
tepung ubi
tepung ubi
tepung ubi
Warna
Coklat tua
Coklat tua
Coklat tua
Coklat tua
agak
agak
agak
agak
kehitaman
kehitaman
kehitaman
kehitaman
Rasa
Legit
Legit, tepung
Legit,
Legit,
ubi agak
tepung ubi
tepung ubi
terasa
agak terasa
agak terasa
51
Tepung ubi jalar putih tidak memiliki gluten sehingga pada produk
brownies tepung ubi jalar putih yang dihasilkan memilki tekstur yang kurang
empuk dibanding dengan brownies standar tetapi masih dalam batas disukai
konsumen. Dengan demikian, tepung ubi jalar putih dapat menjadi alternatif
pengganti tepung terigu sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada
impor gandum sebagai bahan baku tepung terigu dan dapat meningkatkan
nilai guna pada bahan pangan lokal.
B. Tingkat Kesukaan Terhadap Brownies Tepung Ubi Jalar Putih
Uji kesukaaan dilakukan dengan pengujian organoleptik dengan metode
pengujian hedonic test. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat sensoris
(rasa, warna, bentuk, keempukan dan keseluruhan) pada brownies tepung ubi jalar
putih formula 1, formula 2 dan formula 3 yang diujikan. Banyaknya kriteria
penilaian tidak sama dengan jumlah sampel yang diujikan dan panelis boleh
memberikan nilai yang sama pada sampel yang berbeda.
Tujuan pengujian ini untuk mengetahui produk yang paling disukai oleh
konsumen. Uji kesukaan ini dilakukan terhadap 80 orang panelis tidak terlatih
yaitu masyarakat daerah Sleman dan sekitarnya yang diambil secara acak yang
berumur 15 - 25 tahun. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan jika panelis yang
digunakaan terlalu muda atau terlalu tua maka kemungkinan besar mereka tidak
akan maksimal dalam memberikan penilaian pada borang yang telah disediakan.
52
Tabel 6. Hasil Uji Kesukaan Terhadap Brownies Tepung Ubi Jalar Putih
Sifat sensoris
Sampel
Jumlah
F1 (60%)
F2 (80%)
F3 (100%)
2,73
2,43
2,44
(Cukup disukai)
(Sangat disukai)
(Sangat disukai)
2,70
2,63
2,81
(cukup disukai)
(cukup disukai)
(cukup disukai)
2,78
2,63
2,78
(cukup disukai)
(cukup disukai)
(cukup disukai)
2,70
2,61
2,53
(cukup disukai)
(cukup disukai)
(cukup disukai)
2,58
2,63
2,64
(cukup disukai)
(cukup disukai)
(cukup disukai)
Jumlah
13,49
12,93
13,2
Rerata
2,7
2,59
2,64
(cukup disukai)
(Cukup disukai)
(Cukup disukai)
Warna
Rasa
Aroma
Keempukan
Keseluruhan
7,6
8,14
8,19
7,84
7,85
39,62
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa nilai rerata ketiga produk
memiliki kategori cukup disukai. Untuk mengetahui ada tidaknya tingkat
perbedaan anatar formula, maka dari hasil uji kesukaan selanjutnya dihitung
menggunakan analisis varian satu jalur dengan taraf signifikansi 5%. Hasil yang
diperoleh dari analisis data tersebut dapat terlihat seperti tabel berikut:
Tabel 7. Anava Uji Kesukaan Terhadap Brownies Tepung Ubi Jalar Putih
Sumber variasi
db
JK
RJK
F hitung
Sampel (3)
Sifat sensoris (5)
Error
Total
2
4
8
14
0,031
0,08
0,19
0,079
0,0155
0,02
0,0238
0,0056
0,65
0,84
F tabel
5%
1%
4,07
7,59
53
F hitung < F tabel (5 %) berarti tidak terdapat perbedaan signifikan tingkat
kesukaan terhadap ketiga formula brownies tepung ubi jalar putih sehingga tidak
perlu dilakukan uji lanjut dengan LSD.
Dari anava diatas dapat diambil kesimpulan yaitu tingkat kesukaan
konsumen terhadap ketiga formula brownies tepung ubi jalar putih dengan
subtitusi tepung ubi jalar putih sebesar 60%, 80%, dan 100%
adalah tidak
berbeda nyata.
Dari hasil uji kesukaaan diatas terhadap ketiga formula, dapat diperjelas
melalui hasil perhitungan terhadap masing-masing sifat sensoris yang diujikan:
1. Warna
Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap warna dari ketiga
produk maka data dianalisis dengan analisis varian satu jalur dengan taraf
signifikansi 5%. Hasil yang diperoleh dari analisis data dapat terlihat seperti tabel
berikut:
Tabel 8. Anava warna terhadap ketiga produk
Sumber
variasi
Sampel (3)
Panelis (80)
Error
Total
db
JK
RJK
F hitung
2
79
158
239
3.9083333
177.49583
88.091667
269.49583
1.9541667
2.2467827
0.5575422
1.1275976
3.50
4.03
F tabel
5%
1%
3.0512
4.7436
F hitung > F tabel (5 %) berarti ada perbedaan signifikan tingkat kesukaan
terhadap warna brownies tepung ubi jalar putih sehingga perlu dilakukan uji
lanjut dengan LSD. Hasil yang diperoleh dari uji lanjut dengan menggunakan
LSD adalah sebagai berikut:
54
A-B =
0.2500
<
0.2771609
=
tidak berbeda nyata
A-C =
0.2875
>
0.2771609
=
berbeda nyata
B-C =
0.0375
<
0.2771609
=
tidak berbeda nyata
Keterangan:
A = Brownies tepung ubi jalar putih dengan subtitusi tepung ubi jalar putih
sebanyak 60%
B = Brownies tepung ubi jalar putih dengan subtitusi tepung ubi jalar putih
sebanyak 80%
C = Brownies tepung ubi jalar putih dengan subtitusi tepung ubi jalar putih
sebanyak 100%
Dari anava diatas dapat diambil kesimpulan yaitu tingkat kesukaan
konsumen terhadap warna pada brownies tepung ubi jalar putih dengan subtitusi
tepung ubi jalar putih sebesar 60% dan 80% tidak berbeda nyata, tetapi pada
brownies tepung ubi jalar putih dengan subtitusi tepung ubi jalar putih sebesar
60% dan 100% berbeda nyata. Sedangkan pada brownies tepung ubi jalar putih
dengan subtitusi tepung ubi jalar putih sebsesar 80% dan 100% tidak berbeda
nyata.
2. Aroma
Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap warna dari ketiga
produk maka data dianalisis dengan analisis varian satu jalur dengan taraf
signifikansi 5%. Hasil yang diperoleh dari analisis data dapat terlihat seperti tabel
berikut:
55
Tabel 9. Anava aroma terhadap ketiga produk
Sumber variasi
db
JK
RJK
F hitung
Sampel (3)
Panelis (80)
Error
Total
2
79
158
239
1.2
175.85
84.8
261.85
0.6
2.225949
0.536709
1.095607
1.12
4.15
F tabel
5%
1%
3.0512
4.7436
F hitung < F tabel (5 %) berarti tidak terdapat perbedaan signifikan tingkat
kesukaan terhadap aroma brownies tepung ubi jalar putih sehingga tidak perlu
dilakukan uji lanjut dengan LSD.
Dari anava diatas dapat diambil kesimpulan yaitu tingkat kesukaan
konsumen terhadap aroma pada brownies tepung ubi jalar putih dengan subtitusi
tepung ubi jalar putih sebesar 60%, 80%, 100% adalah tidak berbeda nyata.
3. Rasa
Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap warna dari ketiga
produk maka data dianalisis dengan analisis varian satu jalur dengan taraf
signifikansi 5%. Hasil yang diperoleh dari analisis data dapat terlihat seperti tabel
berikut:
Tabel 10. Anava rasa terhadap ketiga produk
Sumber
variasi
Sampel (3)
Panelis (80)
Error
Total
db
JK
RJK
F hitung
2
79
158
239
1.425
226.4958
95.24167
323.1625
0.7125
2.867036
0.602795
1.352144
1.18
4.76
F tabel
5%
1%
3.0512
4.7436
F hitung < F tabel (5 %) berarti tidak terdapat perbedaan signifikan tingkat
kesukaan terhadap rasa brownies tepung ubi jalar putih sehingga tidak perlu
dilakukan uji lanjut dengan LSD.
56
Dari anava diatas dapat diambil kesimpulan yaitu tingkat kesukaan
konsumen terhadap rasa pada brownies tepung ubi jalar putih dengan subtitusi
tepung ubi jalar putih sebesar 60%, 80%, 100% adalah tidak berbeda nyata.
4. Keempukan
Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap warna dari ketiga
produk maka data dianalisis dengan analisis varian satu jalur dengan taraf
signifikansi 5%. Hasil yang diperoleh dari analisis data dapat terlihat seperti tabel
berikut:
Tabel 11. Anava keempukan terhadap ketiga produk
Sumber
variasi
Sampel (3)
Panelis (80)
Error
Total
db
JK
RJK
F hitung
2
79
158
239
1.225
147.6292
138.1083
286.9625
0.6125
1.868724
0.874103
1.20068
0.70
2.14
F tabel
5%
3.0512
1%
4.7436
F hitung < F tabel (5 %) berarti ada perbedaan signifikan tingkat kesukaan
terhadap keempukan brownies tepung
ubi jalar putih sehingga tidak perlu
dilakukan uji lanjut dengan LSD.
Dari anava diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan konsumen
terhadap keempukan pada brownies tepung ubi jalar putih dengan subtitusi tepung
ubi jalar putih sebesar 60%, 80% dan 100% tidak berbeda nyata.
5. Keseluruhan
Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap warna dari ketiga
produk maka data dianalisis dengan analisis varian satu jalur dengan taraf
57
signifikansi 5%. Hasil yang diperoleh dari analisis data dapat terlihat seperti tabel
berikut:
Tabel 12. Anava keseluruhan terhadap ketiga produk
Sumber
variasi
db
JK
RJK
Sampel (3)
Panelis (80)
Error
Total
2
79
158
239
0.175
187.6292
99.15833
286.9625
0.0875
2.375053
0.627584
1.20068
F
hitung
0.14
3.78
F tabel
5%
1%
3.0512
4.7436
F hitung < F tabel (5 %) berarti ada perbedaan signifikan tingkat kesukaan
terhadap keseluruhan brownies tepung ubi jalar putih sehingga tidak perlu
dilakukan uji lanjut dengan LSD.
Tingkat kesukaan konsumen terhadap ketiga formula dari produk brownies
tepung ubi jalar putih tidak berbeda nyata, sehingga untuk menentukan produk
yang paling disukai diambil formula yang tertinggi penggunaan tepung ubi jalar
putih 100% yaitu pada formula 3 dengan rerata 2,64. Hal ini diharapkan dapat
memperoleh produk yang tinggi kandungan seratnya karena penggunaan tepung
ubi jalar putih yang digunakan.
C. Hasil Analisis Serat Kasar dan Proksimat
1. Analisis Serat Kasar
Analisis serat kasar dilakukan terhadap empat sampel yaitu ubi jalar
putih mentah, tepung ubi jalar putih, brownies standar dan brownies tepung
ubi jalar putih dengan subtitusi tepung ubi jalar putih sebanyak 100%.
Banyaknya ulangan analisis yang dilakukan adalah 2 kali ulangan sampel dan
58
3 kali ulangan analisis sehingga diperoleh 6 macam angka analisis untuk
setiap sampel yang diujikan. Hal ini dilakukan untuk mengukur konsistensi
kandungan serat kasar yang terdapat pada masing-masing produk. Pengujian
terhadap
keempat
produk
tersebut
bertujuan
untuk
melihat
dan
membandingkan seberapa banyak sumbangan serat kasar yang diberikan oleh
tepung ubi jalar putih dari ubi jalar putih mentah hingga menjadi produk
brownies tepung ubi jalar putih. Sedangkan pengujian brownies standar
betujuan untuk mengetahui kandungan serat kasar antara brownies yang tidak
disubtitusi tepung ubi jalar putih dengan brownies yang telah disubtitusi
dengan tepung ubi jalar putih tersebut.
Pengujian serat kasar menggunakan metode crude fibre (Godlief Joseph,
2002), hasil analisis yang telah diperoleh disetarakan kandungan serat kasarnya
kemudian data tersebut dianalisis dengan analisis varian satu jalur dengan taraf
signifikansi 5%. Hasil analisis serat kasar yang sudah disetarakan dapat dilihat
pada tabel 13 berikut ini:
Tabel 13. Hasil analisis serat kasar
Ulangan
1
2
3
4
5
6
Jumlah
Rerata
Ubi
Mentah
7.971
6.424
7.107
6.139
6.401
4.317
Tepung
Ubi
1.985
1.959
1.995
1.918
1.904
1.930
38.360
6.393
11.691
1.949
Sampel
Brownies
Standar
2.575
3.334
2.321
2.390
3.032
2.232
15.884
2.648
B.Tepung Ubi
Putih
12.561
10.023
13.464
23.320
24.136
23.589
107.094
17.849
59
Setelah diketahui kandungan serat kasar pada masing-masing sampel,
maka dilakukan analisis dengan menggunakan analisis varian satu jalur dengan
taraf signifikansi 5% untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar masingmasing sampel. Hasil analisis data kandungan serat kasar dengan menggunakan
analisis varian satu jalur dengan taraf signifikansi 5% dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 14. Anava kandungan serat kasar
Sumber
variasi
db
JK
RJK
Sampel (4)
Ulangan (6)
Error
Total
3
5
15
23
974.1319
39.6884
179.5277
1193.3481
324.7106
7.9377
11.9685
51.8847
F
hitung
27.13
0.66
F tabel
5%
1%
5.41 11.39
F hitung > F tabel (5 %) berarti ada perbedaan signifikan kandungan
serat kasar pada ubi jalar putih mentah, tepung ubi jalar putih, brownies
standar dan brownies tepung ubi jalar putih sehingga perlu dilakukan uji
lanjut dengan LSD. Hasil yang diperoleh dari uji lanjut dengan menggunakan
LSD adalah sebagai berikut:
Tabel 15. Hasil uji lanjut LSD serat kasar pada ubi jalar putih mentah,
tepung ubi jalar putih, brownies standar dan brownies tepung
ubi jalar putih
Sampel
A-B
A-C
A-D
B-C
B-D
C-D
=
=
=
=
=
=
Selisih nilai
rerata
11.4557
15.2017
15.9004
3.7460
4.4447
0.6987
>
>
>
<
<
<
Nilai
Pembanding
5.762417
5.762417
5.762417
5.762417
5.762417
5.762417
Keterangan
=
=
=
=
=
=
berbeda nyata
berbeda nyata
berbeda nyata
tidak berbeda nyata
tidak berbeda nyata
tidak berbeda nyata
60
Keterangan:
A
: Brownies tepung ubi jalar putih
B
: Ubi jalar putih mentah
C
: Brownies standar
D
: Tepung ubi jalar putih
Dari anava diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kandungan serat
kasar antara brownies tepung ubi jalar putih dengan ubi mentah berbeda
nyata, brownies tepung ubi jalar putih dengan brownies standar berbeda nyata,
brownies tepung ubi jalar putih dengan tepung ubi jalar putih berbeda nyata.
Sedangkan antara ubi jalar putih mentah dengan brownies standar tidak
berbeda nyata, ubi jalar putih mentah dengan tepung ubi jalar putih tidak
berbeda nyata dan brownies standar dengan tepung ubi jalar putih tidak
berbeda nyata.
Untuk memperjelas gambaran kandungan serat kasar pada keempat
produk yang diujikan dapat dilihat pada grafik kandungan serat kasar berikut:
KANDUNGAN SERAT KASAR
GRAFIK KANDUNGAN SERAT KASAR
20
17,849
18
16
UBI MENTAH
14
12
10
8
6
4
TEPUNG UBI JALAR
PUTIH
6,393
BROWNIES
STANDAR
2,647
1,949
2
0
1
BROWNIES
TEPUNG UBI JALAR
PUTIH
PRODUK
Gambar 5. Grafik kandungan serat kasar
61
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kandungan serat
kasar dari ubi jalar mentah setelah diolah menjadi tepung ubi jalar putih
sebesar 4,44%. Hal ini terjadi karena adanya kerusakan serat kasar pada saat
pengolahan. Dari tepung ubi jalar putih menjadi produk brownies tepung ubi
jalar putih terjadi kenaikan serat kasar 15,901%, sedangkan pada produk
brownies standar dan brownies tepung ubi jalar putih terjadi kenaikan serat
kasar sebesar 15,202% atau 6,7 kali lipat, kenaikan prosentase tersebut
disebabkan adanya penambahan kandungan serat kasar yang dibawa oleh
bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan brownies.
Dengan adanya kandungan serat kasar yang tinggi, maka dapat
menjadikan produk brownies sebagai produk unggulan. Serat yang terdapat
pada produk ini merupakan serat langsung dari bahan makanan (bukan serat
suplemen). Keunggulan produk brownies tepung ubi jalar putih selain dari
kandungan serat kasar yang tinggi, juga dilihat dari bahan baku tepung yang
digunakan cukup melimpah dibandingkan dengan gandum, sehingga dapat
mengurangi ketergantungan terhadap impor gandum.
Dalam 1 resep brownies tepung ubi jalar putih mempunyai berat 780 g,
mempunyai kandungan serat kasar sebesar 17,849 g. Sedangkan dalam 1
resep brownies tepung ubi jalar putih diperoleh 32 potong brownies tepung
ubi jalar putih, 1 potong brownies tepung ubi jalar putih mempunyai berat
24,375 g, sehingga dalam 1 potong brownies tepung ubi jalar mempunyai
62
berat serat kasar sebesar
tepung
ubi
jalar
putih
17,849 gx 24,375 g
 0,580 g . Sehingga brownies
780 g
dapat
memenuhi
kebutuhan
serat
sebesar
0,580 g
0,580 g
x100%  1,65% sampai
x100%  2,32% dari kebutuhan serat
35 g
25 g
kasar dalam satu hari, karena dalam satu hari setelah usia 20 tahun kita
membutuhkan serat sebanyak 25-35 g per 1000 k.kal menu (Food Fact
Asia,1999, http://www.Indomedia.com/intisari/2001,10 Oktober 2006, 11:26
am )
Dengan mengonsumsi brownies tepung ubi jalar putih yang tinggi serat
dapat mencegah penyakit kanker kolon, diverkulosis, konstipasi (sembelit),
dan hipertensi. Karena serat dapat membantu mempercepat sisa-sisa makanan
melalui saluran pencernaan untuk diekskresikan keluar. Hal ini dikarenakan
kemampuan serat mengikat air, selulosa dan pektin sehingga meningkatkan
ukuran feses. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan
lebih lama tinggal dalam saluran usus. Dengan adanya berbagai keunggulan
dalam produk brownies tepung ubi jalar putih, maka produk ini dapat
direkomendasikan menjadi makanan fungsional.
2. Analisis Proksimat
Analisis proksimat meliputi 5 macam analisis gizi yaitu analisis kadar
lemak, protein, karbohidrat, kadar air dan kadar abu. Sampel yang diujikan
63
kandungan proksimatnya adalah brownies tepung ubi jalar putih dengan
subtitusi tepung ubi jalar putih sebesar 100%. Analisis proksimat digunakan
untuk mengetahui jumlah kalori yang dapat disumbangkan pada produk
brownies tepung ubi jalar putih setiap 100 g brownies tersebut.
Tabel 16. Hasil analisis proksimat brownies tepung ubi jalar putih
Ulangan
1
2
3
4
5
6
Jumlah
Rerata
Kadar
Air
21.0988
20.8881
20.9459
23.1959
23.5471
23.5495
133.2253
22.20421
Lemak
Protein
Karbohidrat
28.8179
28.8246
28.9412
27.1523
27.5349
26.9945
168.2654
28.04423
6.0421
5.9003
5.931
5.3916
5.3182
5.3039
42.4239
42.7467
42.4671
42.5962
41.9568
42.512
Kadar
Abu
1.6173
1.6403
1.7148
1.664
1.643
1.6401
33.8871
5.64785
254.7027
42.45045
9.9195
1.65325
Untuk memperjelas gambaran kandungan proksimat yang meliputi kadar
air, lemak, protein, karbohidrat, dan kadar abu pada brownies tepung ubi jalar
putih yang diujikan. Dapat dilihat pada gambar 6 grafik analisis proksimat
berikut:
KANDUNGAN PROKSIMAT
GRAFIK ANALISIS PROKSIMAT
45
42,45045
40
35
30
LEMAK
28,04423
22,20421
25
PROTEIN
20
KADAR ABU
15
10
5
KARBOHIDRAT
KADAR AIR
5,64785
1,65325
0
1
JENIS ANALISIS
Gambar 6. Grafik Analisis Proksimat
64
Dari gambar 6 diatas, diketahui bahwa dalam 100 g brownies tepung ubi
jalar putih mengandung lemak sebesar 28,04423%. Seperti halnya
karbohidrat, lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Lemak didapat dari
makanan hewani dan nabati antara lain minyak goreng, mentega dan
margarin. Kandungan lemak yang cukup tinggi pada produk brownies tepung
ubi jalar putih diperoleh dari mentega, kuning telur dan coklat. Menurut U.S
food and Drug Administration bahwa kebutuhan lemak untuk orang dewasa
65 g per hari (Kurtzweil, 2006), sehingga dalam 100 g brownies tepung ubi
jalar
dapat
memenuhi
kebutuhan
lemak
sebesar
28,04423%
x65 g  18,22873 g dari kebutuhan lemak per hari.
100%
Kandungan karbohidrat dalam 100 g brownies tepung ubi jalar putih
mengandung karbohidrat sebesar 42,45045%. Kandungan ini merupakan
kandungan yang paling tinggi dari analisis proksimat lainnya. Karbohidrat
merupakan sumber kalori utama dan beberapa golongan karbohidrat
menghasilkan serat yang berguna bagi pencernaan, serta mempunyai peranan
penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan misalnya rasa,
warna, tekstur dan lain-lain. Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan pangan
nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa maupun karbohirat
dengan molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Dalam
pembuatan brownies tepung ubi jalar putih, sumber karbohidrat diperoleh dari
bahan-bahan yang berupa tepung yaitu tepung ubi jalar putih, coklat bubuk,
65
dark coklat dan gula. Menurut U.S food and Drug Administration bahwa
kebutuhan karbohidrat untuk orang dewasa 300 g per hari (Kurtzweil, 2006),
sehingga dalam 100 g brownies tepung ubi jalar dapat memenuhi kebutuhan
karbohidrat
sebesar
42,45045%
x300 g  127,3515 g
100%
dari
kebutuhan
karbohidrat per hari.
Kandungan protein dalam 100 g brownies tepung ubi jalar putih
mengandung lemak sebesar 5,64785%. Protein didalam tubuh berfungsi
sebagai bahan bakar, zat pembangun, dan pengatur. Protein didapat dalam
tumbuhan (biji-bijian, serealia, padi-padian) dan hewan (susu, keju, daging,
unggas). Dalam browenies tepung ubi jalar putih sumber protein berasal dari
telur Menurut U.S food and Drug Administration bahwa kebutuhan protein
untuk orang dewasa 50 g per hari (Kurtzweil, 2006), sehingga dalam 100 g
brownies tepung ubi jalar dapat memenuhi kebutuhan protein sebesar
5,64785%
x50 g  2,82395 g dari kebutuhan protein per hari.
100%
Kandungan kadar abu dalam 100 g brownies tepung ubi jalar putih
mengandung lemak sebesar 1,65325%. Abu adalah zat anorganik dari hasil
pembakaran suatu bahan organik. Kandungan komposisinya tergantung pada
macam bahan dan cara penggabungannya. Kadar abu ada hubungannya
dengan mineral suatu bahan, hal ini dapat dibagi menjadi dua macam garam
yaitu garam organik (asam mollat, okasalat asetat, pektat) dan garam
66
anorganik (garam fosfat, karbonat dan sulfat). Kandungan kadar abu yang
kecil pada produk brownies tepung ubi jalar putih, disebabkan adanya proses
pemanasan yang dilakukan dengan pengovenan, sehingga tidak menghasilkan
zat anorganik (karbonat, khlorida, sulfat dan nitrat) yang merupakan sisa-sisa
hasil pembakaran suatu bahan orginik. Zat anorganik dapat terbentuk pada
saat penggorengan (Agus Krisno Budiyanto, 2002). Selain itu, kadungan yang
abu yang kecil dapat disebabkan dari margarine karena mengandung garam.
Kandungan kadar air dalam 100 g brownies tepung ubi jalar putih
mengandung lemak sebesar 22,20421%. Air merupakan komponen penting
dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan menentukan
acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (F.G. Winarno, 2002).
Pengeringan pada suatu bahan dilakukan dengan tujuan memperpanjang daya
suatu bahan. Pada pembuatan brownies, pengeringan dilakukan dengan oven.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar air, dan juga mematangkan produk,
sehingga diharapkan brownies dapat bertahan lama atau mempunyai waktu
simpan yang lebih lama.
3. Tekstur
Pengujian terhadap tekstur dilakukan untuk mengetahui tingkat
keempukan produk yang telah dibuat. Produk yang diujikan adalah brownies
standar dan brownies tepung ubi jalar putih yang paling disukai yaitu
67
brownies dengan subtitusi tepung ubi jalar putih sebanyak 100%. Semakin
besar hasil yang diperoleh, semakin keras produk yang diujikan. Semakin
kecil hasil yang diperoleh, semakin empuk produk yang diujikan
Tabel 17. Hasil analisis tekstur brownies tepung ubi jalar putih
Ulangan
1
2
3
4
5
6
Jumlah
Rerata
Brownies Standar
0.1138
0.1439
0.1389
0.2293
0.2218
0.159
1.0067
0.1678
Tekstur (mm/min)
Brownies Tepung Ubi Jalar Putih
1.3834
1.1265
1.2219
1.2261
0.9055
0.8277
6.6911
1.1152
Dari perhitungan diatas yang dapat dilihat lampiran 10 diketahui bahwa
Harga t hitung = 13,87 sedangkan t tabel = 2,228. harga t hitung lebih besar
dari pada t tabel (13,87 > 2,228) sehingga ada perbedaan yang signifikan,
antara tekstur brownies sebelum dan sesudah diberi dengan tepung ubi jalar
putih. Hal ini menerangkan bahwa penambahan tepung ubi jalar putih pada
pembuatan brownies mengurangi tingkat keempukan dari brownies standar
tetapi masih dalam batas yang disukai konsumen pada tekstur produk yang
dihasilkan.
Hal ini disebabkan karena kandungan tepung ubi jalar putih tidak
memilki senyawa protein gluten. Sehingga dalam hasil produk browniesnya
memiliki tekstur yang kurang empuk. Senyawa protein gluten membentuk
kerangka jaring-jaring pada saat terjadi proses pengovenan. Proses
pengocokan telur pada proses pembuatan adonan brownies tepung ubi jalar
68
putih menyebabkan terbentuknya gas CO2. Karena tepung ubi jalar putih tidak
memiliki kadar senyawa protein gluten sehingga kerangka jaring-jaring tidak
terbentuk. Akibatnya gas CO2 tidak dapat terperangkap.
Selain itu, yang mempengaruhi tingkat kekerasan pada produk brownies
tepung ubi jalar putih adalah kandungan coklat yang tinggi dan bahan cair
yang digunakan. Coklat mempunyai sifat berat, sehingga dengan kandungan
coklat yang tinggi dapat menyebabkan brownies tidak mengembang dengan
sempurna. Sedangkan bahan cair yang digunakan dalam pembuatan brownies
hanya sedikit yaitu berasal dari telur. Tepung ubi jalar bersifat mudah
menyerap air, sehingga setelah pengovenan akan mempengaruhi kadar air
yang terdapat dalam brownies. Dengan kandungan air rendah,
tekstur
brownies tepung ubi jalar putih menjadi lebih keras dibanding dengan
brownies standar.
D. Hasil Analisis Biaya
Perhitungan harga jual menggunakan metode mark-up yang bertujuan
untuk mengetahui berapa produk itu akan dijual dengan keuntungan yang kita
inginkan. Keuntungan dapat diperoleh dengan adanya kenaikan biaya produk
yang dibuat. Kenaikan yang kita tentukan seharusnya dapat menutupi biaya tetap,
biaya variabel dan juga mencakup laba yang kita inginkan. Sedangkan untuk
menghitung titik impas menggunakan metode BEP (Break Event Point). Produk
69
yang dihitung harga jualnya adalah yang paling disukai yaitu brownies tepung ubi
jalar putih dengan subtitusi tepung ubi jalar putih sebanyak 100%.
1. Perhitungan harga jual
Biaya pembuatan brownies tepung ubi jalar putih
Rendeman yang dihasilkan dari pembuatan tepung ubi jalar putih sebesar
22,5%, hal ini menunjukkan dalam 1 kg ubi jalar putih mentah dapat
menghasilkan 225 gr tepung ubi jalar putih yang siap diolah menjadi produk
selanjutnya. Dalam satu resep brownies tepung ubi jalar putih membutuhkan
tepung ubi jalar putih sebanyak 250 gr. Pegawai yang bekerja sebanyak satu
orang, dalam sehari mampu membuat 30 resep dan masing-masing resep
dapat menghasilkan 32 potong. Tepung ubi jalar putih yang dibutuhkan dalam
satu hari sebanyak 30 x 250 gr = 7500 g, sehingga ubi jalar putih mentah yang
dibutuhkan
untuk
menghasilkan
tepung
tersebut
adalah
7500 g
x1Kg  33,33Kg . Dalam satu bulan (25 hari) perusahaan dapat
225 g
memproduksi brownies tepung ubi jalar putih sebanyak 25 hari x 30 resep @
32 potong .Biaya yang dibutuhkan untuk produksi brownies tepung ubi jalar
putih dalam waktu satu bulan adalah sebagai berikut:
Tabel 18. Daftar Biaya Pembuatan Tepung Ubi Jalar Putih
Nama Bahan
Ubi jalar putih
Biaya
penepungan
Jumlah/
Hari
33,33 kg
33,33 kg
Jumlah/
Bulan
833,25 kg
833,25 kg
Jumlah
Harga Satuan
Rp. 1.500/kg
Rp. 2.000/kg
Harga Total
Rp. 1.250.250
Rp. 1.666.500
Rp. 2.916.750
70
Harga tepung ubi jalar putih per 1 Kg adalah

833,25 kg ubi jalar putih menghasilkan 187,5 kg tepung ubi jalar putih

Biaya pembuatan tepung ubi jalar putih dari 833,25 kg adalah
Rp 2.916.750.,-

Jadi harga harga tepung ubi jalar putih per 1 kg adalah
Rp.2.916.750
 Rp.15.576,77  Rp.16.000, / kg
187,25 Kg
Tabel 19. Biaya pembuatan brownies tepung ubi jalar putih
Nama Bahan
Ukuran/Hr
Ukuran/Bln
Tepung ubi
jalar putih
Coklat Collata
Margarin
Gula pasir
Coklat bubuk
Telur
Kacang kenari
Kertas roti
Bahan bakar
7.500 gr
833,33 kg
Harga
Satuan
-
280 kg
304 kg
200 kg
300 bks
425 kg
25 kg
200 lbr
150 liter
Rp.25.000/kg
Rp.8000/kg
Rp.6000/kg
Rp.8000/kg
Rp.8000/kg
Rp.30.000/kg
Rp.500/lbr
Rp.2600/liter
11.200 gr
12.160 gr
8000 gr
12 bks @ 180 gr
17 kg
1 kg
8 lbr
6 liter
Jumlah
Perhitungan harga jual
Harga jual keseluruhan
=
biaya
1  % mark up
=
Rp.20.589.250
1  50%
=
Rp.20.589.250
0,5
= Rp. 41.178.500,-
Jumlah
Rp. 2.916.750
Rp .7.000.000
Rp. 2.432.000
Rp. 1.200.000
Rp. 2.400.000
Rp. 3.400.000
Rp. 750.000
Rp. 100.000
Rp. 390.000
Rp.20.589.250
71
Harga jual perpotong
=
h arg a jual keseluruhan
produksi perhari
=
Rp.41.178.500,
750  32 potong
=
Rp.41.178.500,
24.000 potong
= Rp. 1.715,77/ potong
= Rp. 1.800,00 / potong
2. Perhitungan Break Event Point:
Biaya Peralatan:
Tabel 20. biaya peralatan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Nama Alat
Mixer 2 buah
Oven 2 buah
Kompor 2 buah
Panci
Kom besar
Kom kecil
Solet
Kuas
Loyang
Pisau
Talenan
Timbangan
Jumlah
Biaya variabel perpotong
Harga
Rp 500.000,00
Rp 120.000,00
Rp 110.000,00
Rp 24.000,00
Rp 40.000,00
Rp 20.000,00
Rp 8.000,00
Rp 5.000,00
Rp 40.000,00
Rp 5.000,00
Rp 10.000,00
Rp. 45.000,00
Rp 927.000,00
=
Rp.20.589.250,
750  32 potong
=
Rp.20.589.250,
24000 potong
= Rp. 857,88 / potong
= Rp. 900,00 / potong
72
Biaya Tetap perbulan:
Gaji pegawai 1 orang @ Rp. 10.000,00 x 25 hari = Rp. 250.000,00
Penyusutan alat perbulan 5 % x Rp. 972.000,00 = Rp.
46.350,00
Biaya overhead:
Air dan listrik
Rp. 60.000,00
Telepon
Rp. 50.000,00 +
Jumlah biaya overhead
= Rp. 110.000,00 +
Jumlah biaya tetap perbulan
= Rp. 404.100,00
Biaya tetap perhari
=
Rp.404.100,00
25 hari
= Rp. 16.164,00
Titik Break Event (TBE)
=
BTT
H  BVR
=
Rp.16.164,00
Rp.1.800,00  Rp.900,00
=
Rp.16.164,00
Rp.900,00 / potong
= 17,96 potong = 18 potong
= ½ resep
Dari perhitungan BEP di atas diketahui bahwa titik impas dari pembuatan
brownies tepung ubi jalar putih adalah ½ resep. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan akan memperoleh keuntungan apabila mampu menjual brownies
tepung ubi jalar putih lebih dari ½ resep dan akan mengalami kerugian jika
menjual brownies tepung ubi jalar putih kurang dari ½ resep dalam satu hari.
73
E. Analisis HACCP
HACCP dilakukan untuk mengetahui analisis hazard dan identifikasi CCP
(Critical Control Point) dari produk brownies ubi jalar putih. HACCP merupakan
metode sistematis dalam menjamin mutu produk brownies ubi jalar putih dengan
menggunakan tujuh prinsip. Ketujuh prinsip tersebut digunakan untuk menguji
potensi bahaya dan menetapkan sistem pengendalian dan menitikberatkan pada
usaha pencegahan bahaya dan resiko yang terjadi pada titik kritis pada proses
pembuatan brownies tepung ubi jalar putih.
Struktur Sistem Tahapan Brownies Tepung Ubi jalar putih
Tahap I
Persiapan, pengadaan, penimbangan dan penyimpanan bahan
Tahap 2
Pembuatan tepung ubi jalar putih
Tahap 3
Pembuatan brownies tepung ubi jalar putih
Tahap 4
Proses penyajian akhir dan penyimpanan
Tahap 5
Pengemasan produk
Gambar 7. Struktur sistem tahapan brownies tepung ubi jalar putih
Pada gambar 7 merupakan pembuatan brownies tepung ubi jalar putih
secara keseluruhan mulai dari tahap 1 yaitu bahan mentah/persiapan bahan
sampai tahap 5 yaitu pengemasan produk.
74
Bagan Penetapan CP Penerimaan Pada Bahan Mentah
Brownies Tepung Ubi Jalar Putih (TUJP)
Bahan (Ingredient)
Bahan basah
Bahan basah hewani
Telur
Bahan Kering
Bahan basah nabati
Tepung terigu, coklat
collata, coklat bubuk,
tepung ubi jalar putih
Ubi jalar putih, kacang
kenari, mentega
Pemilihan bahan
Pembelian
CP 1
Penerimaan
Penyimpanan bahan basah dan kering
Gambar 8. Bagan penetapan CP penerimaan pada bahan mentah brownies
Tepung Ubi Jalar Putih (TUJP)
Pada gambar 8 merupakan bagan untuk menentukan titik
kontrol/titik kritis pada bahan mentah yang terdiri dari bahan basah dan bahan
kering. Pada tahap penentuan ini terdapat satu CP yaitu pada saat penerimaaan
bahan. Tahap ini ditetapkan menjadi titik kontrol karena menentukan pada
kualitas bahan yang diperoleh. Pemilihan bahan harus sesuai dengan kriteria
75
dan syarat bahan yang telah ditentukan. Misalnya, memeriksa kemasan pada
bahan untuk mengetahui tanggal kadaluwarsa dan keutuhan bahan, memilih
ubi yang tidak luka dan berpenyakit, memeriksa tepung terigu dari kotoran
dan jamur. Pemilihan bahan perlu dikontrol saat barang tiba ataupun saat
masih ditoko. Orang yang bertanggung jawab adalah bagian pengadaan
barang yang sekaligus sebagai quality contoller. Apabila terdapat bahan yang
tidak sesuai dengan kriteria yang ada, maka bahan dikembalikan pada
pemasok dan meminta bahan yang baik, serta memberikan saran pada
pemasok.
76
Penetapan CP dan CCP Pada Tahapan Pengemasan, Pengovenan Tepung Ubi Jalar
Putih dan Brownies Tepung Ubi Jalar Putih (TUJP)
Ingredient tepung
Ubi jalar putih
Ingredient brownies ubi jalar putih
Pencucian
Pengupasan
Tepung terigu, cokelat
bubuk margarin
Pembuatan ceriping
CCP 1
pengovenan
pengayakan
pengayakan
Gula dan telur
Campur rata
Cokelat collata,
margarin
pengemasan
pencairan
Tepung ubi
jalar putih
Kacang kenari cincang
CCP 2
Campur rata
Taburkan
Pengovenan
Brownies tepungubi jalar putih
CP 3
Pengemasan
Penyajian / penyimpanan
Gambar 9. Penetapan CP dan CCP pada tahapan pengemasan, pengovenan tepung
ubi jalar putih dan brownies tepung ubi jalar putih
Pada gambar 9 merupakan bagan untuk menentukan titik kontrol (CP)
dan titik kritis (CCP) pada proses pengolahan sampai penyimpanan. Dari
gambar tersebut ditentukan ada dua titik kontrol (CP) dan dua titik kritis (CCP).
77
Titik kontrol ditetapkan pada tahap pengemasan, baik pengemasan tepung ubi
ataupun pengemasan produk brownies tepung ubi jalar. Pada tepung ubi jalar
putih yang telah dikeringkan harus segera dilakukan pengemasan dalam
kantong plastik sesuai dengan kapasitas yang diperlukan, kemudian ditutup
rapat menggunakan plastic sealer, dan lebih baik lagi dilapisi dengan
menggunakan aluminium foil. Apabila pengemasan ditunda, maka tepung ubi
jalar yang bersifat higroskopis (mudah menyerap air dari udara) seperti halnya
produk kering lainnya, akan segera menjadi lembab, sehingga akan
memudahkan pertumbuhan jamur dan dapat terkontaminasi oleh kotoran.
Titik kritis ditetapkan pada tahap pengovenan, baik pengovenan tepung
ubi maupun pengovenan produk brownies tepung ubi jalar putih. Pada ubi yang
telah dibuat ceriping harus segera dikeringkan dengan cara dioven dengan suhu
60ºC selama 12 jam. Apabila proses pengovenan ini tidak dilakukan, maka
dapat terjadi kontaminasi dengan bakteri selain itu tepung yang dihasilkan tidak
awet dan apabila temperatur pengovenan tidak memenuhi standart, waktu
memasak dapat diperpanjang/dipersingkat. Orang yang bertanggung jawab
adalah staff hot khitchen. Pengovenan pada produk brownies untuk mencegah
terjadinya kontaminasi dengan bakteri. Pengovenan dilakukan dengan suhu
150ºC selama 35 menit, untuk menjaga temperatur makanan sehingga bakteri
tidak mampu berkembang biak. Orang yang bertanggung jawab adalah staff hot
khitchen. Apabila temperatur pengovenan tidak memenuhi standart waktu
memasak dapat diperpanjang/ dipersingkat.
78
Pengemasan pada brownies dilakukan menggunakan wadah yang kedap
udara dan tertutup, agar tidak lembab dan terkontaminasi kotoran. Setelah
melakukan pengemasan, brownies disimpan dalam suhu dingin 5-10ºC dengan
kelembaban tempat penyimpanan bahan basah Rh<70%. Orang yang
bertanggung jawab adalah staff engineering. Bila alat yang digunakan tidak
sesuai sebaiknya jangan digunakan.
Pada tabel selanjutnya, yaitu tabel 21 merupakan hasil analisis HACCP
yang merupakan penjabaran dari tahap kritis baik bahan mentah yang terdapat
pada penerimaan, penyimpanan bahan, maupun pada saat proses pengolahan,
penyajian dan pengemasan serta pengiriman produk. Dari tahap kritis tersebut ,
dibuat cara penanganan yang baik sehingga bakteri ,jamur dan serangga dapat
dicegah perkembangbiakannya
79
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Resep brownies tepung ubi jalar putih adalah 250g tepung ubi jalar putih,
350g coklat collata, 380g margarine, 250g gula pasir, 8 butir telur, 55g coklat
bubuk dan 50g kacang kenari. Brownies yang dihasilkan 32 potong.
2. Berdasarkan hasil uji kesukaan ketiga formula memiliki kategori cukup
disukai konsumen dan dari hasil analisis varian satu jalur dengan taraf
signifikansi 5% dari ketiga formula brownies tepung ubi jalar putih tidak
terdapat perbedaan signifikan sehingga brownies yang akan digunakan dalam
analisis serat kasar, proksimat (karbohidarat, lemak, protein, kadar air, kadar
abu) dan tekstur yaitu pada formula 3 dengan subtitusi tepung ubi jalar putih
sebanyak 100% karena pada formula 3 lebih banyak mengandung serat kasar
dibanding dari ketiga formula. Sehingga brownies dapat dikategorikan
sebagai produk unggulan yang berpotensi menjadi makanan fungsional.
3. Kadar serat kasar dari brownies standar 2,64735 g, ubi jalar putih 6,393895 g,
tepung ubi jalar putih 1,9486 g, brownies tepung ubi jalar putih 17,849 g.
Brownies tepung ubi jalar putih memiliki kandungan serat kasar yang tinggi
sehingga dapat berpotensi sebagai makanan fungsional.
80
4. Brownies tepung ubi jalar putih mempunyai kadar lemak sebesar
28,044233%, kadar protein 5,64785%, kadar karbohidrat 42,45045%, kadar
air 22,204217% dan kadar abu sebesar 1,65325%.
5. Hasil analisis tekstur brownies standar adalah 0,16778 mm/min dan brownies
tepung ubi jalar putih 1,1152 mm/min menunjukkan bahwa brownies tepung
ubi jalar putih memiliki tekstur produk yang masih dalam batas disukai
konsumen.
6. Harga jual brownies tepung ubi jalar putih yang paling disukai sebesar
Rp. 1.800,00 perpotong dengan BEP ½ resep perhari.
7. Penerapan HACCP pada brownies tepung ubi jalar putih
yang dapat
dilakukan adalah Control Point (CP) pada tahap penerimaan bahan,
pengemasan tepung ubi jalar putih, dan pengemasan brownies. Sedangkan
tahap Critical Control Point (CCP) dilakukan saat pengovenan pada
pembuatan tepung ubi jalar putih dan pengovenan brownies tepung ubi jalar
putih.
B. SARAN
1. Pembuatan produk dari tepung ubi jalar putih dengan berbagai formula layak
untuk dijual dan tetap disukai oleh konsumen
2. Dilakukan penganekaragaman produk yang berasal dari tepung ubi jalar putih
agar tercipta makanan yang kaya serat kasar sehingga dapat dikategorikan
sebagai produk unggulan yang berpotensi sebagai makanan fungsional.
81
3. Tekstur dari produk tepung ubi jalar putih yang dihasilkan kurang lembut
dibandingkan produk dari tepung terigu, untuk mendapatkan tekstur yang
lebih lembut kita dapat menambahkan kuning telur atau mengubah teknik
olahnya yaitu dengan cara dikukus bukan dipanggang.
4. Harga jual produk tepung ubi jalar putih tidak kalah bersaing dengan produk
tanpa tepung ubi jalar putih
82
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Nur, 2004. Pengolahan Tepung Ubi Jalar Dan Produk-Produknya Untuk
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan. http://tumoutou.net/pps702
9145/nuraini.pdf. Diambil tanggal 27 September 2006,11:23 am
Anonim. 2005. Riwayat "Brownies". http://www.kompas.com. Diambil tanggal 29
September 2006, 08:00 pm
Anonim, http://www.dinesjatim.go.id. Diambil tanggal 12 Oktober 2006, 08:00 pm
Anonim.
Serat
Benteg
Terhadap
Aneka
Penyakit.
http://www.indomedia.com/intisari/2001. diambil tanggal 10 Oktober 2006,
11:23 am
Anonim, Serat. http://nusa indah.tripot.com. Diambil tanggal 5 Desember 2006,
10:45 am
Anonim, Serat. http://www.Indomedia.cam/intisari. Diambil tanggal 8 Oktober 2006,
03:45 pm
Anonim. Sweet Potatoes. www.WholeHealth.com. Diambil tanggal 5 Desember
2006, 06:32 am
Anonim.
2005.
Ubi
Jalar
Kaya
Zat
Gizi
dan
http://cybermed.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Food&newsno=430.
tanggal 29 September 2006, 08:55 am
Serat.
Diambil
Anonim. 2002. Ubi Jalar. http://www.kompas.com./2002. Diambil tangggal 25
September 2006, 08:00 pm
Apriadji,Wield Harry, 2006. Ubi Jalar. www.pondokrenungan.com. Diambil tanggal
5 Desember 2006, 07:07 am
Astawan, Made, 2003. Pangan Fungsional Untuk Kesehatan Yang Optimal.
http://www.kompas.com. Diambil tanggal 27 September 2006, 04:37 pm
Bambang Kartika, Pudji Hastuti, dan Wahyu Supartono.1988. Pedoman Uji Indrawi
Bahan Pangan. Yogyakarta. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada:
Yogyakarta
83
Bahalwan, Fatmah dan Tim NCC 2006. 18 Cake & Cookies Favorit. Dian Rakyat :
Jakarta
Daniels-Zeller,Debra,1999.Sweet and Savory Sweet Potatoes Vegetarian Journal
Nov/Dec 1999. http://www.vrg.org. Diambil tanggal 2 Oktober 2006, 08:00
pm
Dedi, 2002. Makanan Tradisional Dapat Dikembangkan Sebagai Makanan
Fungsional. http://www.republika.co.id. Diambil tanggal 27 September 2006,
06:08 am
Djarir Makfoeld, M.S, Djagal Wiseno Marseno, M.Sc, Pudji Hastuti, M.S, Sri
Anggraini, M.S, Sri Raharjo, M.S, Sudarmanto Sastrosuwignyo,M.S,
Suhadi,M.S, Suharsono Martoharsono, SuwedoHadiwiyoto,M.S, M. Phill,
Tranggono,M.Sc. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Yogyakarta.
Hadyana Pudjaatmaja, Susilowati, Sri Timur Suratman. 1993. Kamus Kimia
Biokimia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
Hadyana Pudjaatmaja, M.S Saeni, N. Maharin, Hendra Setiawan. 1992. Kamus Kimia
Terapan: Kimia Lingkungan dan Kimia Industri. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta
Joseph,
Godlief, 2002. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita.
http://tomoutou.net/702_04212/godlief-joseph.htm. Diambil tanggal 8
Oktober 2006. 04:00 pm
Hamidah, Siti 1996. Pattiseri. PKK UNY: Yogyakarta
http://iptek.apjii.or.id/artikel/pangan/DEPTAN/materipendukung/Pendum%20penge
mb%20konsumsi%20Pangan.htm. Diambil tanggal 21 Januari 2007, 05:45 pm.
Kurtzweil,
Paula
2006.
Daily
Valves
Encourage
Healthy
Diet.
http://www.fda.gov/fdac/spectual/foodlabel/dvs.htm. Diambil tanggal 27
September 2006, 09:03 am
M. Lies Suprapti. 2003. Tepung Ubi Jalar Pembuatan dan Pemanfaatannya.
Kanisius: Yogyakarta
Nani Ratnaningsih dan Ichda Chayati. 2004. Pengendalian Mutu Pangan. Universitas
Negeri Yogyakarta: Yogyakarta
84
Rahmad Rukmana. 1997. Ubi Jalar Budi Daya dan Pascapanen. Kanisius:
Yogyakarta
Slamet Sudarmaji, Bambang Haryono dan Suhadi. 1989. Prosedur Analisa untuk
Bahan Makanan dan Pertanian. Liberti. Yogyakarta
Soegijapranata, Unika. 2000. Seri Iptek Pangan Volume 1: Teknologi, Produk,
Nutrisi & Keamanan Pangan. Jurusan Teknologi Pangan: Semarang
Soenardi, Tuti, 2005.Kue dan Tepung Ubi. http://www.kompas.com. Diambil tanggal
27 September 2006, 05:09 pm
Sugiyono. 2005. Staitstik untuk Penelitian. CV Alfabeta : Bandung
Sumantri, Ida Haranida, Maharani Hasanah, Soenartono Adi Soemarto, Machmud
Thohari, Agus Nur Hadi, dan Ida N. Orbani, 2006. Seri Mengenal Plasma
Nutfah Tanaman Pangan. http://www.biogenonline.com. Diambil tanggal 29
September 2006, 07:36 pm
Suhardjo,Gatot Kartono, Harwanto, Bonimin, dan Jumadi, 2006.Pengolahan Tepung
Sukun Untuk Mendukung Pengembangan Agroindustri Pedesaan.
http://www.bptp.jatim_deptan. Go.id/temp/tepung/Sukun.Pdf. Diambil tanggal
5 Desember 2006, 02:45 pm
Swasta,Basu dan Irawan,2002. Manajemen Pemasaran Modern. Liberty: Yogyakarta
Wied Harry Apriadji. 2006. Khasiat Ubi Jalar. http://www.eksekutif.info/businesfinance-managemen. Diambil tanggal 29 September 2006, 09:07am
Winarno, F.G. 1993. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
___________. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Download