1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Definisi tanah dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, baik dari
geologi, geomorfologi, pertanian, peternakan, ataupun keteknikan. Tanah dari
sudut pandang geomorfologi merupakan akumulasi tubuh alam yang memiliki
sifat lepas-lepas yang menempati hampir seluruh bagian bumi, hasil lapukan
bahan induk sebagai akibat dari pengaruh organisme dan iklim pada relief
tertentu dan dalam jangka waktu yang panjang serta mampu untuk
menumbuhkan tanaman (Jamulya & Suratman 1993).
Perkembangan tanah di permukaan bumi sangat bervariasi di setiap
satuan bentuklahan (Malo dkk, 1974). Menurut Webb (1994) dalam Webb &
Burgham (1997), pemetaan tanah seringkali menggunakan dasar batasan
bentuklahan. Variasi perkembangan tanah tersebut muncul sebagai fungsi dari
aspek relief, batuan induk dan asal proses bentuklahan. Aspek relief yang
dicerminkan melalui lereng merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan pembentukan tanah, khususnya variasi kedalaman tanah.
Informasi kedalaman tanah sangat penting untuk diketahui terutama
untuk pertanian, konservasi, perencanaan pembuatan jalan atau keteknikan
lainnya. Faktor kedalaman tanah menentukan perencanaan konservasi tanah
(Arsyad, 1989). Sebagai salah satu ciri morfologi tanah, faktor kedalaman tanah
sangat mempengaruhi produktivitas tanaman. Tanaman akan sulit tumbuh jika
kedalaman tanahnya dangkal terutama tanaman – tanaman keras yang memiliki
akar tunggang. Kedalaman tanah dari sisi kebencanaan merupakan salah satu
faktor penentu proses longsor, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam
pemetaan potensi longsor (Hardiyatmo, 2006). Informasi data kedalaman tanah
tersebut sangat penting, namun hingga saat ini ketersediaannya masih sangat
kurang.
Distribusi kedalaman tanah secara spasial ditentukan oleh sudut lereng
(Gessler dkk, 2000). Sudut lereng dapat diidentifikasi berdasarkan klas sudut
1
lereng. Semakin besar sudut lereng maka kecepatan aliran permukaan semakin
tinggi sehingga mampu memindahkan material permukaan termasuk tanah
menuju area yang ada dibawahnya yang lebih datar. Material tanah yang
terangkut dari lereng atas dengan sudut lereng besar diendapkan pada area yang
datar. Pengendapan material tanah pada area yang datar atau sudut lereng yang
kecil terjadi karena kecepatan aliran permukaan rendah sehingga tanahnya
menjadi tebal. Akibat proses itulah sudut lereng dapat menentukan kedalaman
tanah. Maka perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kedalaman tanah dan
hubungannya dengan sudut lereng.
Salah satu lokasi yang menarik untuk dikaji tentang hubungan
kedalaman tanah dengan sudut lereng adalah pada bentuklahan lereng bawah
vulkanik. Bentuklahan lereng bawah vulkanik merupakan bentuklahan hasil
proses vulkanisme baik berupa intrusi maupun ekstrusi. Bentuklahan lereng
bawah vulkanik menghasilkan detail toposekuen yang cukup jelas dari mulai
puncak bukit, lereng atas, lereng tengah, lereng bawah hingga lembah.
Perbedaan lereng yang cukup tegas pada bentuklahan lereng bawah vulkanik
memudahkan dalam melakukan analisis sudut lereng. Kajian kedalaman tanah
pada litologi material vulkanik Gunungapi muda juga masih sangat jarang
dilakukan.
Lokasi bentuklahan lereng bawah vulkanik yang representatif untuk
dikaji terletak di Sub DAS Kodil. Perkembangan bentuklahan lereng bawah
vulkanik di Sub DAS Kodil sangat intensif yang ditandai dengan adanya
material Gunungapi Sumbing muda yang tersebar diseluruh lokasi penelitian.
Keragaman topografi pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS
kodil mencakup sudut lereng, morfologi, bentuk dan arah hadap lereng.
Berdasarkan latar belakang ini, penelitian ini mengangkat tema
“Analisis Hubungan antara Kedalaman Tanah dengan Sudut Lereng pada
Bentuklahan Lereng Bawah Vulkanik di Sub DAS Kodil, Provinsi Jawa
Tengah”.
2
1.2. Perumusan Masalah
Studi geomorfologi yang mencakup bentuklahan menjadi dasar analisis
dalam ilmu geografi. Bentuklahan dikontrol oleh faktor morfologi, struktur,
stadium
dan morfoaransemen.
Manfaat
pendekatan bentuklahan yang
berdasarkan pada morfologi, struktur, stadium dan morfoaransemen bagi ilmu
geografi dapat digunakan sebagai landasan manajemen lahan (Sartohadi dkk,
2012). Pendekatan bentuklahan dapat menjelaskan tentang besaran sudut lereng,
elevasi, proses yang terjadi, litologi dan umur batuan, material permukaan serta
pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan sekitar. Semua penjelasan inilah yang
digunakan sebagai dasar untuk manajemen lahan yang didapat dari pendekatan
bentuklahan. Manfaat lain pendekatan bentuklahan adalah untuk pemetaan tanah
terutama kedalaman tanah karena proses geomorfologi yang bekerja pada
bentuklahan melibatkan tanah yang menutup permukaan bumi.
Studi eksplanatif tentang soil-landscape relationship telah berkembang
hampir di seluruh dunia. Parameter yang digunakan untuk studi ini juga
bermacam – macam, diantaranya kedalaman tanah dengan sudut lereng, sifat
fisik tanah dengan morfologi dan yang paling sering digunakan adalah sifat –
sifat tanah dengan bentuklahan. Studi pembuktian teori terutama untuk
hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng di Indonesia masih
sangat sedikit terutama di daerah penelitian. Maka perlu dilakukan penelitian
tentang hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng dan bagaimana
distribusi kedalaman tanah pada tiap perbedaan klas lereng.
Tanah dan lereng dalam hal ini klas sudut lereng memiliki hubungan
yang cukup kuat (Richard dkk, 1984). Analisis hubungan antara dua variabel
yaitu kedalaman tanah dengan klas sudut lereng dapat dilakukan secara
kuantitatif (statistik) maupun kualitatif deskriptif. Keunggulan analisis
kuantitatif yaitu dapat menjelaskan angka besaran angka pengaruh variabel klas
sudut lereng terhadap kedalaman tanah misalnya 0 sampai 100%. Kelemahan
analisis kuantitatif jika ada data yang tidak wajar (outlier) akan tetap
diperhitungkan jika belum dihilangkan serta jumlah data harus sesuai dengan
statistik minimal 30 data. Keunggulan analisis kualitatif deskriptif adalah dapat
3
digunakan dengan jumlah data yang terbatas dan dapat mewakili. Kelemahan
analisis kualitatif deskripitf tidak dapat menjelaskan besaran angka pengaruh
variabel sudut lereng terhadap kedalaman tanah. Penelitian ini berupaya
menggunakan metode analisa sederhana yang mampu menjelaskan secara logis
dan informatif tentang hubungan antara bentuklahan, sudut lereng dan
kedalaman tanah dengan data kedalaman tanah yang terbatas, yaitu metode
kualitatif deskriptif.
Masalah dalam penelitian tentang hubungan kedalaman tanah dengan
sudut lereng dari uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana distribusi sudut lereng pada bentuklahan lereng bawah
vulkanik di Sub DAS Kodil?
2. Bagaimana distribusi kedalaman tanah pada bentuklahan lereng bawah
vulkanik di Sub DAS kodil?
3. Bagaimana hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng
pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS Kodil?
4. Bagaimana pemanfaatan lahan terkait dengan lereng dan kedalaman
tanah di daerah penelitian?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengkaji sudut lereng pada bentuklahan lereng bawah vulkanik yang
terdapat di daerah penelitian
2. Mengkaji distribusi kedalaman tanah pada bentuklahan lereng bawah
vulkanik di daerah penelitian
3. Mengkaji keterkaitan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng di
daerah penelitian
4. Evaluasi deskriptif pemanfaatan lahan terkait dengan lereng dan
kedalaman tanah
1.4. Manfaat Penelitian
1. Pembuktian faktor relief (lereng) sebagai salah satu faktor pengontrol
pembentukan tanah.
4
2. Sebagai kajian awal dalam perkembangan fungsi model prediksi
distribusi kedalaman tanah melalui faktor sudut
lereng pada
bentuklahan lereng bawah vulkanik.
1.5. Tinjauan Pustaka
1.5.1. Geomorfologi
Geomorfologi dicerminkan melalui studi bentanglahan (Landscape).
Ilmu geografi yang mengkaji fisik permukaan bumi memiliki objek utama
yaitu bentanglahan yang didalamnya mencakup studi bentuklahan
(Landform). Sartohadi (2006) menyatakan bahwa bentuklahan dipengaruhi
oleh faktor – faktor struktur, proses dan stadia. Struktur dikontrol oleh
batuan dan relief. Proses dipengaruhi oleh iklim sehingga proses
geomorfologi maupun proses pedogenesis dapat terjadi. Stadia merupakan
faktor waktu yang berjalan selama proses geomorfologi berlangsung.
Proses geomorfologi yang bekerja dalam waktu tertentu dapat
berupa proses endogen dan proses eksogen (Ritter dkk, 1995). Proses –
proses eksogen yang bekerja dipengaruhi oleh aktivitas air, es, vulkanisme,
gerak massa serta angin. Proses endogen dan eksogen bekerja membentuk
konfigurasi nyata yang berbeda – beda di permukaan bumi. Perbedaan
konfigurasi yang nyata ini dikontrol oleh adanya struktur atau batuan serta
proses geomorfologi yang bekerja (Ritter dkk, 1995). Kesan yang terlihat di
permukaan dapat berupa kesan topografi atau relief. Ketiga faktor yang
telah disebutkan yaitu batuan, proses pembentukan dan relief merupakan
faktor penentu dari bentuklahan (Landform).
1.5.2. Lereng
Lereng
merupakan
representasi
dari
morfologi.
Morfologi
merupakan cerminan dari bentuklahan dan termasuk didalamnya adalah
proses geomorfologi yang bekerja. Menurut Linden (1980), lereng
dinyatakan dalam persen (%) atau derajat ( o). Sudut lereng berpengaruh
terhadap limpasan permukaan dan infiltrasi (Sartohadi dkk, 2012).
5
Kecepatan limpasan permukaan lebih kecil pada lereng yang datar
dibandingkan area dengan sudut lereng yang berombak. Selain itu, sudut
lereng juga mempengaruhi besarnya erosi atau longsor. Topografi miring
memperbesar berbagai proses erosi maupun longsor, sehingga membatasi
perkembangan tanah yang direpresentasikan melalui kedalaman tanah.
Hasil material erosi atau longsor dapat sebagai bahan induk tanah karena
bahan induk tanah tidak selalu dari hasil pelapukan batuan induk yang ada
dibawahnya. Tanah yang berkembang pada kondisi seperti ini disebut
sebagai tanah tertimbun (Burried Soil) (Sartohadi dkk, 2012). Interpretasi
aspek morfoaransemen dapat digunakan untuk mengetahui asal bahan
induk tanah di suatu wilayah.
Pemetaan sudut lereng dapat diperoleh melalui interpretasi garis
kontur dari peta RBI. Pembuatan peta sudut lereng dapat dilakukan secara
manual dan langsung menggunakan software. Cara manual dapat dilakukan
dengan metode Wenth-Worth dengan rumus:
𝛼=
𝑁 − 1 π‘₯ 𝐢𝑖
π‘₯ 100%
𝐿π‘₯𝑆
Keterangan:
α = sudut sudut lereng (%)
N = jumlah kontur yang melewati
garis diagonal
Ci = kontur interval
L = panjang diagonal
S = penyebut skala
Pembuatan peta sudut lereng secara langsung dengan menggunakan
software pemetaan ArcGIS. Pemetaan sudut lereng dengan menggunakan
ArcGIS dapat dilakukan dengan metode tin ataupun topo to raster.
Pengukuran sudut lereng dilapangan dapat dilakukan dengan
menggunakan alat – alat geomorfologi seperti abney level dan kompas
geologi brunton. Hasil pengukuran yang didapat kemudian dijadikan
sebagai data untuk pembuatan peta sudut lereng.
6
1.5.3. Tanah
Survei tanah sangat diperlukan dalam manajemen dan pengelolaan
lahan (Young & Hammer, 2000). Faktor – faktor pembentuk tanah ada 5
(Jenny, 1941, dalam Sartohadi dkk, 2012), yaitu iklim, organisme, bahan
induk tanah, relief dan waktu. Tanah dapat dirumuskan sebagai:
S
= f (C, O, P, R, T, …)
S
= Tanah (Soil)
f
= Fungsi (Function)
C
= Iklim (Climate)
O
= Organisme (Organism)
P
= Bahan Induk Tanah (Soil Parent Materials)
R
= Relief (Relief)
T
= Waktu (Time)
…
= Faktor Lokal
Menurut Jenny (1941, dalam Sartohadi dkk, 2012) pembentukan
tanah dimulai dari bahan induk tanah yang dipengaruhi oleh faktor iklim
dan organisme (faktor pembentuk tanah aktif) serta relief dan waktu (faktor
pembentuk tanah pasif). Faktor perkembangan atau pembentukan tanah
juga dipengaruhi faktor lokal daerah setempat yang terkadang tidak berlaku
di daerah lain. Faktor lokal misalnya bencana alam dan faktor manusia.
Menurut Dudal (2004, dalam Sartohadi dkk, 2012), faktor lokal manusia
sebagai faktor pembentuk tanah yang ke enam. Tidak dapat dipungkiri
bahwa manusia berperan aktif dalam pembentukan tanah. Aktivitas
manusia memanfaatkan lahan dapat mempengaruhi perkembangan tanah
baik agradasi maupun degradasi.
Pemetaan kedalaman tanah dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan sudut lereng (Young dan Hammer, 2000). Kedalaman tanah
diukur dari permukaan sampai pada batuan dasar lapuk atau zona padas
lainnya yang tidak bisa ditembus oleh akar (Stocking dan Murnaghan,
2000). Pengukuran kedalaman tanah dilakukan dengan mencari profil pada
perpotongan lereng.
7
1.5.4. Geomorfologi dan Tanah
Geomorfologi
dan
tanah
memiliki
hubungan
yang
erat.
Perkembangan tanah di permukaan bumi pada dasarnya berhimpitan
dengan batas bentuklahan yang ada (Webb & Burgham, 1997). Tanah dapat
digunakan untuk menjelaskan proses dan evolusi dari morfologi permukaan
(Richards dkk, 1984). Menurut Richards (1984), ada 2 perspektif yang
menjelaskan hubungan antara geomorfologi dengan tanah, yaitu statis dan
dinamis. Hubungan dinamis antara geomorfologi dan tanah dicerminkan
melalui kesetimbangan, kondisi dan proses yang berkelanjutan diantara
keduanya. Hubungan statis muncul dari hasil korespondensi spasial antara
bentuklahan dengan tanah. Hubungan statis yang paling sederhana dan
umum antara bentuklahan dengan tanah adalah toposekuen (Richards dkk,
1984). Toposekuen yaitu sekuen perubahan sifat – sifat tanah dengan faktor
pengontrol utama adalah relief atau topografi.
Posisi bentanglahan termasuk lereng dan sifat – sifat tanah
sangatlah berhubungan (Malo dkk, 1974). Menurut Malo, proses geomorfik
yaitu erosi dan sedimentasi dapat digunakan sebagai analisis untuk
mengukur sifat – sifat pada tanah. Malo juga mengatakan bahwa variasi
tekstur dalam profil tanah lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas erosi dan
sedimentasi aktual pada lereng bukit daripada aktivitas pedologik. Pola
perkembangan tanah dan bentanglahan merupakan hasil dari integrasi
proses pedogeomorfik dalam kondisi singkat maupun kondisi yang panjang
(Gessler dkk, 2000). Gessler dkk menyatakan bahwa kedalaman tanah pada
lereng bukit berbentuk cembung lebih dangkal daripada kedalaman tanah di
lereng bukit berbentuk cekung. Hal ini berarti bentuk lereng juga
mempengaruhi perkembangan tanah. Hasil penelitian lain yang dilakukan
oleh Young dan Hammer (2000) menunjukkan bahwa kebanyakan sifat –
sifat tanah - termasuk kedalaman tanah - memiliki persamaan pada posisi
punggungan dan bahu lereng. Banjar lereng dan arah hadap lereng juga
menentukan atribut dan sifat – sifat tanah termasuk kedalaman tanah.
Banjar lereng pada bagian cembung (convex) memiliki proses geomorfologi
8
yang berbeda dibandingkan dengan lereng cekung (concave) ataupun datar
(flat). Arah hadap lereng berpengaruh terhadap intensitas penyinaran
matahari. Penyinaran matahari berperan dalam pelapukan batuan induk
menjadi bahan induk tanah. Intensitas penyinaran yang tinggi ditambah
dengan curah hujan yang tinggi akan mempercepat perkembangan tanah.
1.5.5. Pemetaan Bentuklahan
Pemetaan bentuklahan termasuk kedalam pemetaan geomorfologi.
Pemetaan bentuklahan menggunakan dasar dari aspek kajian bentuklahan
yaitu morfologi, morfogenesa, morfokronologi dan morfoaransemen.
Pemetaan bentuklahan dengan memperhatikan empat aspek kajian tersebut
dapat dilakukan dengan pendekatan survai analitik dalam pemetaan
geomorfologi
(Dibyosaputro,
2010).
Klasifikasi
dalam
pemetaan
bentuklahan berpedoman pada beberapa prinsip yang dikemukakan oleh
Verstappen (1983).
Prinsip – prinsip klasifikasi bentuklahan menurut
Verstappen (1983) diantaranya 1) karakteristik dari berbagai tingkat
bervariasi tergantung pada objek yang diklasifikasikan, 2) harus
mencerminkan aspek kuantitatif dan kualitatif suatu objek, 3) unit utama
pemetaan harus memiliki karakteristik yang tegas dan seragam, dan 4)
harus bersifat historikal dan genetikal (asal proses).
Pemetaan bentuklahan dilakukan dengan melakukan interpretasi
melalui peta dasar seperti peta topografi, peta geologi maupun foto udara
(Dibyosaputro, 2010). Peta – peta dasar tersebut memberikan informasi
pola aliran, pola kontur dan litologi yang digunakan sebagai dasar
pembuatan peta bentuklahan. Pola aliran merupakan hasil proses erosi air
yang
mencerminkan
karakteristik
batuan
dan
struktur
geologi
(Dibyosaputro, 2010). Pola kontur mencerminkan proses geomorfologi
yang bekerja sehingga dapat diketahui genesanya (Dibyosaputro, 2010).
Skala pemetaan bentuklahan tergantung pada kedetilan pemetaan.
Skala pemetaan bentuklahan mengacu pada skala pemetaan berdasarkan
kaidah kartografi. Skala pemetaan menentukan luasan poligon terkecil yang
9
akan dipetakan. Berdasarkan kaidah kartografi luasan poligon terkecil yang
dipetakan adalah 0.4 cm2 pada peta (Schoeneberger, P.J dkk, 2002).
1.5.6. Analisis Tabulasi
Analisis tabulasi biasa digunakan untuk menjelaskan data dalam
bentuk tabel. Tabulasi merupakan salah satu cara yang paling mudah
digunakan untuk melakukan analisis data (Tika, 2005). Data yang
dimasukkan kedalam tabel dapat dilihat tidak hanya frekuensinya
melainkan persebaran datanya. Pembuatan tabel yang akan digunakan
untuk analisis sangat bergantung dari tujuan penelitian. Analisis tabulasi
memiliki beberapa metode dalam pembuatan tabulasi, diantaranya tabulasi
langsung, kartu tabulasi, lembaran data, sorting strips, dan komputer (Tika,
2005).
Metode pembuatan tabulasi yang paling mudah tentunya dengan
menggunakan program komputer. Data yang akan diinput dan dilakukan
analisis dapat dibuat menggunakan tabulasi sederhana, tabulasi silang,
analisis korelasi, analisis faktor dan berbagai tes statistik (Tika, 2005).
Data kedalaman tanah dan sudut lereng dapat dianalisis korelasinya.
Hubungan atau korelasi antar dua variabel tersebut dapat dinalisis melalui
tabel silang. Tabel silang yang merupakan analisis kualitatif deskriptif
dipilih karena keterbatasan data kedalaman tanah di daerah penelitian.
Keunggulan
menggunakan
metode
komputer
diantaranya
dapat
memasukkan jumlah sampel dan variabel sebanyak mungkin serta
menghemat waktu dan tenaga (Tika, 2005). Penelitian ini menggunakan
program komputer dalam pembuatan tabel. Data yang akan diinput dan
dilakukan analisis dapat dibuat menggunakan tabel silang. Tabel silang
(crosstab) termasuk kedalam tabel analisis. Tabel silang digunakan untuk
menganalisis secara kualitatif hubungan antara kedalaman tanah dengan
sudut lereng.
10
1.6. Kerangka Pemikiran
Geomorfologi mengkaji tentang bentanglahan yang mencakup
beberapa satuan bentuklahan. Aspek kajian geomorfologi meliputi morfologi,
morfogenesa, morfokronologi dan morfoaransemen. Keempat aspek kajian ini
digunakan untuk analisis bentuklahan. Morfologi terdiri atas morfometri, yaitu
kenampakan permukaan bumi ditinjau secara kuantitatif dan morfografi, yaitu
kenampakan permukaan bumi ditinjau secara kualitatif. Morfogenesa terdiri atas
morfostruktur aktif, yaitu dinamika endogen, morfostruktur pasif termasuk
struktur
litologi
dan
morfodinamika
mencakup
dinamika
eksogen.
Morfokronologi merupakan urutan kejadian waktu terbentuknya suatu
bentuklahan ditinjau dari segi umur absolut dan umur relatif. Morfoaransemen
berkaitan dengan susunan keruangan dan hubungan bentuklahan dengan proses
yang terjadi.
Morfometri meliputi sudut lereng, ketinggian dan panjang lereng.
Sudut lereng sebagai bagian relief merupakan salah satu faktor pembentuk tanah
selain waktu, iklim, organisme dan bahan induk. Adanya keterkaitan antara
sudut lereng sebagai salah satu aspek bentuk lahan dan faktor pembentuk tanah
dapat digunakan sebagai dasar analisis hubungan antara sudut lereng dengan
kedalaman tanah. Analisis hubungan keduanya dilakukan dengan menggunakan
parameter kedalaman tanah dan sudut lereng. Analisis hubungan antara
kedalaman tanah dengan sudut lereng menggunakan metode tabel silang
(Crosstab). Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.1.
11
Bentuklahan
Morfologi
Morfometri
Morfografi
Morfogenesa
Struktur Aktif
Struktur Pasif
Dinamik
Morfokronologi
Absolut
Relatif
Morfoaransemen
Pelapukan
Waktu
Bahan Induk
Organisme
Kedalaman
Tanah
Tanah
Iklim
Analisis Hubungan
Sudut Lereng/Relief
Sudut
Lereng
Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran
1.7. Batasan Istilah
Bentuklahan
Konfigurasi nyata permukaan bumi yang memiliki ciri khas yang
ditentukan oleh proses dan struktur batuan/geologi, topografi, proses
eksogenik dalam jangka waktu yang sangat panjang (Verstappen,
1983).
Sudut lereng
Sudut lereng merupakan ukuran dari beda tinggi dengan jarak yang
diukur dari kerapatan kontur dan merupakan tempat dimana proses
terjadinya erosi, transportasi dan deposisi (Finlayson dkk., 1980).
12
Tanah
Tubuh alam bersifat gembur dan lepas – lepas yang menutupi sebagian
besar permukaan bumi dan memiliki sifat dan penciri fisik, kimia dan
biologi yang khas akibat dari proses yang bekerja pada batuan induk,
seperti iklim dan organisme dalam waktu yang panjang (Sartohadi dkk.
2012)
Kedalaman Tanah
Kedalaman tanah diukur dari permukaan ke bawah hingga zona
perakaran atau hingga tidak tembus akar atau sampai batuan keras
lapuk atau sampai batas impermeabel lainnya seperti padas. (Stocking
dan Murnaghan, 2000).
Klas Sudut Lereng
Klas sudut lereng merupakan turunan dari analisis DEM yang
digeneralisasi sesuai dengan skala pemetaan.dengan poligon terkecil
pada peta lebih dari 0.4 cm2 (Schoeneberger dkk, 2002)
Tabel Silang
Tabel yang dibuat dengan memecah tiap kesatuan data dalam tiap
kategori menjadi dua, tiga atau lebih kedalam subkesatuan yang
dihubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya (Tika,
2005)
13
Download