BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Arus modernisasi membawa banyak sekali perubahan dalam segala aspek kehidupan manusia. Adanya pergeseran nilai-nilai sosial dari masyarakat tradisonal ke masyarakat modern ini seringkali dianggap beriringan dengan adanya kemerosotan moral yanng mengikis nilai-nilai luhur warisan para nenek moyang. Kemerosotan nilai moral ini terutama sangat lekat dan identik dengan dunia remaja. Hal ini dikarenakan remaja atau anak muda diyakini sebagai agen yang paling berpengatuh dalam proses pentrasmisian nilai-nilai baru ini ke dalam masyarakat. Gaya hidup dan juga sistem pergaulan adalah beberapa aspek dalam kehidupan remaja yang mendapatkan pengaruh paling besar dikarenakan adanya proses perubahan ini. Fenomena pergaulan bebas dikalangan remaja ini kemudian juga meminculkan beberapa isu sosial lain, seperti praktek seks diluar nikah, pelecehan seksual, Married by Accident (MBA), ataupun aborsi ilegal yang semakin marak terjadi dewasa ini. Oleh karena itulah pendidikan seks yang memadai semenjak dini memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan karakter remaja dalam bergaul. Meskipun demikian hal ini bukanlah hal yang mudah untuk diterapkan, terutama di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian masyarakat kita masih sangat memegang kuat keyakinan bahwa seks adalah hal yang tabu dan tidak sepatutmya 96 97 untuk diperbincangkan secara luas dan terbuka. Selain itu latar belakang pendidikan, sosial, dan agama orang tua juga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam hal ini. Penelitian ini juga menunjukan bahwa diperkenalkannya pendidikan seks yang memadai oleh orang tua kepada anak semenjak dini memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku seksual anak saat ia beranjak dewasa. Demikian juga sebaliknya, minimnya pendidikan seks yang diterapkan dalam keluarga justru dapat mengiring anak terjerumus ke dalam jerat pergaulan bebas dan segala polemiknya. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan pendidikan seks yang diberikan orang tua tidak dapat tersampaikan secara baik kepada anak, sehingga pendidikan seks tidaklah berfungsi sebagaimana semestinya. Salah satu diantaranya adalah: 1. Hanya sekedar nasihat atau petuah semata. Berdasarkan penelitian ini terdapat pola yang hampir mirip dalam sistem pendidikan seks yang diajarkan oleh beberapa orang tua, yaitu mereka menekankan bahwa seks pranikah adalah perbuatan yang terlarang, berdosa dan tidaklah sepatutnya dilakukan, tanpa adanya penjelasan lebih lanjut mengapa mereka tidak boleh melakukannya, dsb. Sehingga seringkali peringatan ini hanyalah dianggap sekedar angin lalu oleh anak. 2. Adanya kesalahan presepsi yang dimiliki oleh para orang tua mengenai pendidikan seks. Orang tua berpendapat bahwa dengan memberikan “nasihat-nasihat” tersebut maka mereka telah menerapkan pendidikan seks yang cukup kepada anak. Padahal sebenarnya tidaklah demikian, pendidikan seks yang baik setidaknya 98 bertujuan agar anak memiliki pengetahuan-pengetahuan tertentu agar mereka dapat menolak saat mendapatkan perlakuan seksual yang tidak diinginkan ataupun pengetahuan tentang bagaimana mereka bertanggung jawab terhadap keputusan seksual yang mereka ambil, seperti perilaku seks yang aman dan juga pencegahan kehamilan. 3. Orang tua be rsikap tertutup terhadap anak. Komunikasi antara anak dan orang tua menjadi poin yang paling penting dalam proses pendidikan seks pada anak. Relasi yang dekat antara anak dan orang tua agar anak tidak merasa segan untuk bertanya dan juga memberikan pendapat, serta keterbukaan orang tua untuk memberikan jawaban yang jujur tentang seks sangatlah diperlukan agar kemudian anak tidak mencari jawaban atas rasa keingitahuannya melalui sumber-sumber lain yang malah memicunya ke arah yang berlawanan. Ketiga point ini yang kemudian menyebabkan pendidikan seks yang diberikan oleh orang tua tidaklah menjadi sebuah bentuk proteksi agar anak dapat mempertahankan dirinya, tetapi justru menjadi sebuah boomerang yang kemudian malah dapat menjerumuskan anak kedalam jerat yang sebenarnya mereka ingin hindari. Masih ambigunya penerapan sistem pendikan seks di kalangan keluarga Indonesia dikarenakan juga karena adanya perbedaan presepsi dan tujuan antara para ahli dan para orang tua mengenai pendidikan seks kepada anak. Dimana para ahli memiliki pandangan bahwa pendidikan seks yang sebaiknya diberikan kepada anak 99 lebih menekan kepada hal- hal mengenai tanggung jawab pribadi anak, dimana anak diharapkan agar dapat mempertanggungjawabkan dan mengerti akan segala konsekuensi perilaku seksual yang dilakukan olehnya. Sedangkan menurut sudut pandang orang tua, pembicaraan mengenai seks dan juga pemberian pendidikan seks kepada anak ini lebih menitik beratkan kepada larangan untuk selalu berhati- hati dalam bergaul, agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas, seperti misalnya melakukan seks pra-nikah. Karena bagi orang tua masalah ini lebih berkaitan dengan masalah moral, dan juga perbuatan dosa yang dilarang oleh agama. Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, terdapat beberapa rekomendasi yang ingin penulis sampaikan agar penerapan pendidikan seks di dalam keluarga kepada anak dapat tersampaikan secara tepat sasaran dan juga memiliki pengaruh positif terhadap keputusan perilaku seksual anak kelak. Eratnya relasi anak dan orang tua adalah faktor utama yang sangat menentukan agar komunikasi antara anak dan orang tua dapat berlangsung secara terbuka dan dua arah. Orang tua perlu untuk membiasakan anaknya untuk berani menyampaikan pendapat dan juga bertanya tanpa rasa takut dan malu kepada orang tua mereka semenjak dini. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan “Family Time”, dimana orang tua dan anak berkumpul, bertukar cerita, dan mengobrol bersama sehingga orang tau selalu mengetahui apa yang dialami dan juga dirasakan oleh anaknya. Interaksi yang dapat memperat hubungan emosional antara orang tua dan anak seperti inilah yang saat ini sudah semakin jarang kita temukan di dalam sebuah keluarga masa kini, yang cenderung individualis.