1117 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK Burhanuddin Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: [email protected] ABSTRAK Kepiting bakau merupakan komoditas perikanan yang bernilai ekonomis tinggi. Permintaan pasar dalam dan luar negeri semakin meningkat menyebabkan penangkapan dialam semakin intensif. Penangkapan kepiting yang tidak terkendali akan menurunkan populasi sehingga produksi kepiting ikut menurun. Untuk mempertahankan populasi kepiting dialam, sementara ekspor tetap berjalan diperlukan usaha budidaya. Budidaya kepiting dipandang memungkinkan karena lahan yang tersedia, bibit alam masih banyak dan usaha kearah produksi benih telah berhasil dilakukan. Budidaya kepiting bakau telah mulai dilakukan dengan berbagai cara seperti tebar langsung di tambak dan sistim batrey, namun masih dijumpai banyak kendala seperti kelangsungan hidup yang rendah serta tidak semua jenis kepiting memiliki toleransi parameter kualitas air yang sama. Karena itu dilakukan penelitian toleransi kadar garam pada tiga jenis kepiting bakau. Penelitian dilakukan selama 45 hari di Instalasi Tambak Percobaan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros. Penelitian dilakukan pada dua petak tambak yang berbeda kadar garam. Penelitian dimaksudkan untuk melihat jenis kepiting yang toleran terhadap kadar garam d”10 ppt (A) dan e”40 ppt (B). Tiga jenis kepiting bakau yang dicobakan pada masing-masing perlakuan yaitu Scylla serrata , Scylla olivaceae dan Scylla transquabarica, dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Scylla tranquabarica tumbuh lebih cepat pada kadar garam d” 10 ppt disusul Scylla serrata dan Scylla olivaceae. Pada kadar garame” 40 ppt Scylla serratadan Scylla olivaceae tumbuh lebih cepat dibanding Scylla transquabarica. Perbedaan kadar garam berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup jenis kepiting bakau. KATA KUNCI: kepiting bakau, pertumbuhan, kelangsungan hidup, kadar garam, tambak PENDAHULUAN Pada awalnya kepiting dianggap sebagai hama pada kegiatan budidaya di tambak.Setelah dikenal masyarakat sebagai sumber protein hewanidan mempunyai harga jual yang baik menyebabkan kepiting bakau mulai di tangkap oleh para nelayan dan masyarakat pantai. Dengan terbukanya pasar ekspor kepiting bakau merangsang penangkapan yang tidak terkendali, dan usaha budidayanya pun mulai dirintis. Kepiting sebagai komoditas ekspor memiliki harga jual cukup tinggi dengan syarat bobot minimal 500 guntuk kepiting pedaging dan 200 g untuk kepiting bertelur dengan kriteria telur penuh sempurna dan kepiting cangkang lunak berukuran minimal 100g. Kepiting juga mempunyai kasiat sebagai obat alternatif atau makanan kesehatan. Cangkang kepiting dan udang mampu menyembuhkan berbagai penyakit dan dapat memperkuat dan meremajakan daya kerja liver, mencegah dan melawan merambatnya kanker, mempertinggi daya tahan tubuh dan antibodi, memperkaya bakteri yang berguna dalam usus.Kulit kepiting mengandung zat kithin yang dikenal sangat efektif untuk menekan pertumbuhan kanker dan menurunkan kolesterol dalam tubuh. Budidaya kepiting bakau mulai dilakukan seperti di Jawa, Kalimantan dan Sulawesi dengan tujuan produksi kepiting pedaging maupun kepiting cangkang lunak dengan cara tebar lepas di tambak dan sistim kurungan.Penggunaan kurungan atau keranjang diperuntukkan memproduksi kepiting pedaging berukuran besar, kepiting bertelur dan kepiting cangkang lunak. Kepiting yang dipelihara pada kurungan atau keranjang sebaiknya yang berukuran besar tetapi kurus atau dikenal sebagai penggemukan sehingga waktu yang digunakan berkisar 15–30 hari. Pemeliharaan kepiting bakau perlu didukung oleh lingkungan biotok dan abiotik perairan.Lingkungan abiotik tambak yang sering berubah setiap tahun dengan rentang yang sangat jauh adalah kualitas air terutama kadar garam. Sebagian besar tambak mengalami hal tersebut setiap tahun sehingga berpengaruh pada organisme budidaya. Karena itu dilakukan penelitian toleransi kepiting bakau terhadap lingkungan tambak Toleransi kadar garam jenis kepiting bakau di tambak (Burhanuddin) 1118 yang berkadar garam tinggi dan rendah. Penelitian ini bertujuan melihat jenis kepiting yang toleran terhadap kadar garam rendah dan tinggi dengan maksud mendapatkan ketepatan jenis yang toleran terhadap kadar garam tempat budidaya. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Instalasi tambak percobaan Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya Air Payau, Maros, Sulawesi Selatan. Media yang digunakan adalah wadah keranjang plastik berukuran berukuran 50 cm x 40 cm x 25 cm sebanyak 42 buah. Keranjang ditempatkan pada tambak dengan menggunakan pelampung dari pipa paralon 3 inci. yang dipasang pada sisi sehingga keranjang tetap terapung. Diusahakan sekitar 25% bagian keranjang tetap terapung diatas permukaan air sehingga apabila oksigen air rendah, kepiting dapat naik diatas permukaan air untuk mengambil oksigen. Sebelum dilaksanakan penelitian terlebih dahulu dilakukan persiapan tambak dengan melakukan pembersihan, perbaikan pematang, pemasangan pipa inlet dan outlet serta pengisian air. Tinggi air diusahakan tidak kurang dari 30 cm.Sebanyak 7 keranjang diisi kepiting masing-masing 1 ekor/ keranjang dengan jenis Scylla serrata, 7 keranjang diisi kepiting masing-masing 1 ekor/keranjang dengan jenis Scylla olivaceae dan 7 keranjang diisi kepiting masing-masing 1 ekor/keranjang dengan jenis Scylla transquabarica yang ditempatkan pada tambak berkadar garam 10 ppt (perlakuan A). Sedangkan perlakuan B yaitu 7 keranjang diisi kepiting masing-masing 1 ekor/keranjang dengan jenis S. serrata, 7 keranjang diisi kepiting masing-masing 1 ekor/keranjang dengan jenis S. olivaceae, 7 keranjang diisi kepiting masing-masing 1 ekor/keranjang dengan jenis S. transquabarica ditempatkan pada tambak berkadar garam 40 ppt (perlakuan B). Kisaran ukuran awal: panjang, lebar dan bobot yang digunakan adalah 6,1–6,3 cm; 8,06-8,15 cm; 92,3-92,92 g untuk S.serrata. Sedangkan S.olivaceaeadalah 5,85-5,97 cm; 8,1-8,27 cm dan 101,7109,07 g; dan 5,75-5,99 cm , 8-8,03- cm dan 86,9 -102,5 g untuk S. tranquabarica. Selama pemeliharaan kepiting bakau diberi pakan berupa ikan rucah secara ad libitum 5,99dengan frekuensi sekali sehari yaitu pada sore hari. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan dan kelangsungan hidup serta parameter kualitas air meliputi suhu, salinitas, pH, alkalinitas dan oksigen terlarut. Pengukuran dilakukan setiap 15 hari sekali selama 45 hari pengamatan. Data pertumbuhan, sintasan dan kualitas air dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN BAHASAN Kadar garam merupakan salah satu faktor fisika-kimia air yang berpengaruh pada organisme perairan. Kandungan kadar garam air media berpengaruh pada kemantapan proses metabolisme tubuh. Semakin tinggi kemantapan metabolism tubuh akan semakin kecil penggunaan energy sehingga lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan. Setiap jenis kepiting memiliki kemantapan metabolisme yang berbeda terhadap kadar garam.Peubah kualitas air tambak yang sering mengalami perubahan adalah kadar garam. Sebagian besar tambak mengalami perubahan salinitas yang ekstrim dan dapat mematikan ikan atau krustacea lainnya seperti kepiting. Pada musim kemarau salinitas sering mencapai 50-60 ppt dan saat musim hujan 0 ppt. Sedangkan organisme budidaya memiliki batas toleransi minimal dan maksimal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Karena itu, ikan atau krustase lainnya yang hidup pada air payau terutama di tambak termasuk biota yang tahan terhadap perubahan kadar garam dibanding biota yang hidup di air tawar dan di laut. Kepiting pada dasarnya hidup di laut pada awal , akan tetapi dengan proses adaptasi mampu menyesuaikan diri bahkan tumbuh lebih cepat di air payau. Data pertumbuhan dan kelangsungan hidup jenis kepiting pada kadar garam berbeda disajikan pada Tabel 1. Perlakuan A Pertubuhan panjang mutlak yang dicapai selama 45 hari pemeliharaan pada perlakuan A masingmasing jenis kepiting tertinggi pada S. tranquabarica yaitu 1,76 cm disusul jenis S. olivaceae yaitu 0,93 cm dan jenis S. serrata yaitu 0,82 cm. Sedangkan pertumbuhan lebar mutlak tertinggi pada jenis kepiting S. tranquabarica yaitu 2,63 cm disusul jenis kepiting S. olivaceae yaitu 1,25 cm dan S. 1119 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 Tabel 1. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup jenis kepiting bakauyang dipelihara pada keranjang dengan kadar garam berbeda di tambak Peubah Kepadatan (ekor) Panjang awal (cm) Panjang akhir (cm) panjang mutlak(cm) Lebar awal (cm) Lebar akhir (cm) Lebar mutlat (cm) Bobot awal (g) Bobot akhir (g) Bobot mutlak (g) Kelangsungan Hidup (%) Ss 1 6,3±0,3 7,12±0,19 0,82 8,06±0,16 9,2±0,51 1,14 92,3±7,3 177,4±15,4 85,1 80 Perlakuan A B So St Ss So St 1 1 1 1 1 5,85±0,31 5,75±0,31 6,1±0,2 5,97±0,25 5,99±0,31 6,78±0,53 7,51±0,6 6,76±0,28 6,14±0,31 0 0,93 1,76 0,57 0,17 8,1±0,36 8±0,5 8,15±0,22 8,27±0,37 8,03±0,5 9,35±0,5 10,63±0,56 9,55±0,55 8,34±0,61 0 1,25 2,63 1,4 0,07 101,7±12,5 102,5±10,3 92,92±8,07 109,07±13,5 86,9±17,4 184,4±41,5 243,95±21,3 157,47±21 165±21,7 79,3±54 82,7 141,45 64,55 55,9 -76 86 90 85 80 20 Ket. Ss= Scylla serrata, So= Scylla 0livacea, St= Scylla transquabarica. Nilai dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05) serrata yaitu 1,14 cm. pertumbuhan bobot tertinggi pada perlakuan A: jenis kepiting S. tranquabarica yaitu 141,45 g disusul jenis kepiting S. serrata yaitu 85,1 g dan S. olivaceae yaitu 82,7 g. Kisaran kadar garam yang diukur pada perlakuan ini berkisar 10–13 ppt. Dengan melihat pertumbuhan panjang, lebar dan bobot pada tiga jenis kepiting bakau ternyata S. trasquabarica tumbuh lebih cepat dibanding jenis lainnya. Menurut Gunarto (2002) pada salinitas 10 –15 ppt, kepiting bakau yang dipelihara di tambak dapat tumbuh dengan baik mencapai 0,62 g/hr. Kadar garam airnya yang optimal berkisar 10-25 ppt (Anonim, 2012). Kelangsungan hidup tertinggi dicapai pada perlakuan ini adalah jenis S. trasquabarica yaitu 90% disusul jenis S. olivaceae yaitu 86% dan S. serrata yaitu 80%. Menurut Soim (1999) dalam Rosmaniar (2008) mengatakan kisaran salinitas yang sesuai bagi kepiting adalah 10–30 ppt atau digolongkan ke dalam air payau. Perlakuan B Pertubuhan panjang mutlak yang dicapai selama 45 hari pemeliharaan pada perlakuan B masingmasing jenis kepiting tetertinggi pada jenis S. serrata yaitu 0,57 cm disusul jenis S. olivaceae yaitu 0,17 cm. Pada pertumbuhan lebar mutlak tertinggi pada jenis S. serrata yaitu 1,4 cm dan S. olivaceae 0,07 cm. Pertumbuhan bobot mutlak tertinggi pada jenis kepiting S. serrata yaitu 64,55 g disusul jenis S. olivaceae 55,9 g. Sedangkan S. tranquabarica tidak mengalami pertumbuhan yang berarti. Kelangsungan hidup pada perlakuan ini tertinggi pada jenis kepiting S. serrata yaitu 85% disusul jenis kepiting S. olivaceae yaitu 80% dan terendah pada jenis kepiting S. tranquabarica yaitu 20%. Dengan melihat pengaruh kadar garam terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada tiga jenis kepiting bakau ternyata kepiting jenis S. transquabarica tumbuh lebih cepat pada kadar garam 10- 13 pptdisusul S. serrata dan S. olivaceae. Sedangkan pada kadar garam tinggi yaitu 40- 43 ppt pertumbuhan dan kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada jenis S.a serrata disusul dengan S. olivaceae. Karena itu untuk jenis kepiting bakau S. transquabarica lebih toleran dan tumbuh pada kadar garam 10 ppt daripada kadar gara > 40 ppt. Sedangkan S. serrata dan S. olivaceae toleran hidup pada kadar garam 10 dan 40 ppt, tetapi pertumbuhannya lebih rendah pada kadar garam 10–13 ppt dibanding dengan jenis S. transquabarica. Kadar garam airnya yang optimal berkisar 10-25 ppt. Sifat air lainnya yang cocok adalah :suhu 28-33oC , pH 7,5-8,5 dan DO lebih dari 5 ppm. Kualitas Air Parameter kualitas air dalam budidaya kepiting,penting untuk diketahui karena berpengaruh terhadap aktivitas organ tubuh. Nilai parameter kualitas air diluar batas kemampuan toleransi akan Toleransi kadar garam jenis kepiting bakau di tambak (Burhanuddin) 1120 berpengaruh buruk terhadap kepiting yang dipelihara. Pertumbuhan akan terhambat apabila nilai parameter kualitas diluar batas optimalnya. Semakin jauh dari batas optimal akan semakin besar dampak negatif yang ditimbulkannya. Air yang memiliki kualitas baik secara fisik, kimia dan biologis akan memberikan pengaruh kehidupan yang baik pula terhadap hewan air yang dipelihara. Data kualitas air selama penelitian berlangsung disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kisaran parameter kualitas air pada setiap perlakuan selama penelitian Peubah o Suhu ( C) Salinitas (ppt) pH Alkalinitas Oksigen terlarut (mg/L) Perlakuan A 27-32 Okt-13 7,5-9 60-115 3-4,5 B 29-35 40-43 7-9,5 55-140 2-4,1 Suhu Suhu merupakan parameter kualitas air yang perlu diperhatikan pada budidaya kepiting ditambak. Stratifikasi suhu kadang terjadi pada lapisan air yang tidak terjadi pengadukan, seperti tambak tradisional. Adanya stratifikasi suhu dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan kepiting yang dipelihara. Perubahan suhu juga mempengaruhi proses kimia dan biologi seperti kelarutan oksigen lebih banyak pada suhu rendah. Sedangkan kesesuaian air terhadap kehidupan dan pertumbuhan organisme akan lebih rendah pada kondisi fluktuasi suhu yang besar.Kisaran suhu yang diamati selama 24 jam pada perakuan A (27 oC-32 oC ) dan B (29oC-35oC ). Suhu terendah terjadi pada pagihari dan tertinggi pada sore hari. Kisaran suhu pada perlakuan B lebih tinggi daripada perlakuan A. Perubahan suhu tinggi dalam perairan akan mempengaruhi proses metabolisme, aktivitas tubuh dan syaraf lain.Suhu air yang cocok untuk kepiting bakau adalah 28oC-33oC. Pada penelitian ini kisaran suhu masih sesuai untuk kepiting bakau. Kepiting bakau yang mengalami perubahan kualitas air yang tidak cocok akan naik di atas permukaan air dan mampu bertahan lama. Hal ini terjadi apabila kondisi suhu air naik. pH. Tingkat kemasaman atau pH pada hakekatnya adalah negatif dari logaritma konsentrasi ion hidrogen (H+). Apabila konsentrasi ion H meningkat maka nilai pH menjadi rendah, dan sebaliknya. Perubahan pH air yang besar dalam waktu singkat akan menimbulkan gangguan fisiologis. Pengaruh pH juga dapat mempengaruhi tingkat toksitas amoniak dan keberadaan pakan alami seperti plankton, lumut dan kelekap. Kisaran pH pada perlakuan A (7,5-9) dan B (7–9,5). Hal ini sejalan dengan pendapat Supito et al. (1998) bahwa tingkat keasaman berada pada kisaran 7,5–8,5 dan suhu air 26,0-30,5 oC. Alkalinitas Alkalinitas merupakan gambaran kapasitas air untuk menetralisir asam atau kapasitas penyanggah terhadap perubahan pH (Effendi, 2003). Pada penelitian ini nilai alkalinitas berada pada kisaran A (60-115) dan B (55-140). Nilai alkalinitas tersebut melebihi nilai yang baik yaitu 30-50 mg/LCaCO 3 (Effendi, 2003). Tingginya alkalinitas disebabkan bahan organik dari pemupukan sebagian belum terurai sempurna. Gunarto et al. (2006) mengatakan bahwa alkalinitas air tambak menjadi sangat tinggi pada kisaran 150–200 mg/L sehingga akan berpengaruh saat pengoperasian tambak. Pada penelitian ini alkalinitas belum berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup kepiting di tambak. 1121 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 Oksigen Terlarut Kepiting bakau bernapas umumnya dengan insang, kecuali yang bertubuh sangat kecil dengan seluruh permukaan tubuhnya dan memiliki sebuah jantung untuk memompa darah.Pertukaran gas CO2 dan O2 terjadi secara difusi ketika air dari kepiting yang masuk melalui mulut, terdorong ke arah insang. O2 yang banyak dikandung di dalam air akan diikat oleh hemosianin, sedangkan CO2 yang dikandung di dalam darah akan dikeluarkan ke perairan. Darah yang sudah banyak mengandung O2 kemudian diedarkan kembali ke seluruh organ tubuh dan seterusnya. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan O2 pada kepiting bakau adalah ukuran dan umur, aktivitas kepiting bakau,jeniskelamin dan stadia reproduksi (http://westpak44.blogspot.com/2009/12/fisiologi-kepiting-bakau.htmlhttp:// westpak44.blogspot.com/2009/12/fisiologi-kepiting-bakau.html). Pada dasarnya kepiting bakau merupakan biota perairan yang memliki kemampuan bertahan hidup pada kondisi oksigen yang rendah. Hal ini disebabkan kepiting mampu mengambil oksigen langsung dari udara melalui membran insang. Pada penelitian ini, kepiting yang dipelihara telah mencapai ukuran konsumsi yaitu rataan 200 g/ekor. Kebutuhan oksigen pada ukuran tersebut mutlak dipenuhi. Pada penelitian ini kandungan oksigen yang terpantaumencapai 3–4,5 mg/L pada perlakuan A dan 2-4,1 mg/L pada perlakuan B. Pada kandungan tersebut dipandang masih aman bagi kepiting bakau. KESIMPULAN Pertumbuhan dan kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan berkadar garam 10 ppt ditemukan untuk jenis kepiting Scylla tranquabarica disusul Scylla olivaceae dan Scylla serrata. Pada kadar garam tinggi pertumbuhan dan kelangsungan hidup tertinggi pada jenis kepiting S. serrata dan S. olivaceae. Sedangkan S. tranquabaricatidak mengalami pertumbuhan, bahkan mengalami kematian. Secara keseluruhan jenis kepiting bakau hidup dan tumbuh lebih baik pada kadar garam 10 ppt dibanding dengan 40 ppt. Saran Pada tambak berkadar garam 40 ppt tidak dianjurkan memelihara kepiting jenis S. tranquabarica. Sedangkan tambak yang berkadar garam rendah lebih baik memelihara kepiting jenis S. trasquabarica. DAFTAR ACUAN Muhammad Agus. 2008. Analisis carryng capacity tambak pada sentra budidaya kepiting bakau (Scylla sp) di Kabupaten Pemalang- Jawa Tengah. Tesis Pasca Sarja Universitas Diponegoro, 2008. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hal. Gunarto, Muslimin, Muliani dan Sahabuddin. 2006. Analisis kejadian serangan White Spot Syndrome Virus (WSSV) dengan beberapa parameter kualitas air pada budidaya udang windu menggunakan sistem tandon dan biofilter. Jurnal Riset Akuakultur. 1(2):255–270. Gunarto. 2002. Budidaya Kepiting Bakau (Scylla serrata Forskal) di Tambak. Balai Penelitian Budidaya Pantai. Maros. Sri Endah Purnamaningtyas& Amran R. Syam (2010). Kajian kualitas air dalam mendukung pemacuan stok kepiting bakau di Mayangan Jawa Barat. http://www.google.com/ search?q=Kajian%20Kualitas%20Air%20kepiting&ie utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:enUS:official&client=firefox a&source=hp&channel=npRosmaniar. 2008. Distribusi kepiting bakau (Scylla Sp.) serta hubungannya dengan fisika kimia di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Tesis Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,2008. 80 hal. Handoyo dan Adi Wikanto. 2011. http://industri.kontan.co.id/news/kepiting-dan\rajungan-semakindiminati-di-pasar-internasional. donglot, Desember 2012. Nurfilaila. 2011. http:id//.Shvoong/mediceneandhealth/alternative-medicine/223919-cangkang-kepiting dapat menjadi-obat/.donglot 17 Desember 2012.