analisis faktor yang mempengaruhi permintaan

advertisement
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA
PERBANKAN SYARI`AH DI INDONESIA
PERIODE 2003-2009
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Lia Andriani
NIM: 106084004341
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2010 M
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA
PERBANKAN SYARI`AH DI INDONESIA
PERIODE 2003-2009
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Lia Andriani
NIM: 106084004341
Di bawah Bimbingan
Pembimbing I
Dr. Yahya Hamja SE, MM
Pembimbing II
Utami Baroroh S. Pi, M.Si
NIP. 19490602 197803 1 001
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2010 M
Hari ini Rabu Tanggal 15 Bulan Desember Tahun Dua Ribu Sepuluh telah
dilakukan Ujian Skripsi atas nama Lia Andriani dengan NIM: 106084004341
dengan judul skripsi “ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PERBANKAN
SYARI`AH DI INDONESIA PERIODE 2003-2009”. Memperhatikan hasil dan
kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi
ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Desember 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Dr. Yahya Hamja, SE, MM
Ketua
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Penguji I
Utami Baroroh, S.Pi, M.Si
Sekretaris
Dr. Suhenda Wiranata, ME
Penguji II
Hari ini Senin Tanggal 27 Bulan September Tahun Dua Ribu Sepuluh telah
dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Lia Andriani NIM: 106084004341
dengan judul skripsi “ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PERBANKAN
SYARI`AH
DI
INDONESIA
PERIODE
2003-2009”.
Memperhatikan
penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah
dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 September 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Drs. Lukman M. Si
Zuhairan Y. Yunan SE, M.Sc
Ketua
Sekretaris
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
Penguji Ahli
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa
: Lia Andriani
NIM
: 106084004341
Jurusan
: Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang
merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri dan bukan
merupakan rekapitulasi maupun sanduran dari hasil karya atau penelitian orang
lain.
Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau rekapitulasi maka skripsi
dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang ataupun menyusun skripsi
baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di kemudian
hari menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, Desember 2010
Lia Andriani
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Biodata Diri:
Nama Lengkap
: Lia Andriani
Jenis Kelamin
: Wanita
Tempat/tgl. Lahir : Jakarta, 08 Desember 1988
Agama
: Islam
Email
: [email protected]
Alamat
: Jl. Cendrawasih Rt 004 Rw 011 No. 84
Cipayung - Ciputat, Tangerang Selatan 15411
Pendidikan Formal:
1. Periode 1993-1994 : TK Bina Aksara Cipayung
2. Periode 1994-2000 : SDN Ciputat VII
3. Periode 2000-2003 : SMPN 1 Pamulang
4. Periode 2003-2006 : SMAN 1 Ciputat
Pendidikan Non Formal:
Periode 2001-2005 : Mengikuti pendidikan Bahasa
Inggris
pada
lembaga pendidikan Bahasa Inggris Intensive
English Course (IEC) cabang Ciputat.
Latar Belakang Keluarga:
1. Ayah
: Drs. Supardi
2. Ibu
: Djanges Suliah
3. Alamat : Jl. Cendrawasih Rt 004 Rw 011 No. 84
Cipayung - Ciputat, Tangerang Selatan 15411
Pengalaman Kerja:
1. Mengajar di TPA Al-Muhajirin, Cipayung
2. Mengajar di TK Islam Plus Tahfidz Ibnu Umar, Legoso
ABSTRACT
This study aims to analyze the effect of profit and loss sharing, the
Jakarta Islamic Index (JII), inflation rate, Gross Domestic Product (GDP) and
exchange rate of Rupiah/US$ against the demand of mudaraba financing on
banking sharia in Indonesia in the short and long term. The analysis was done
using monthly time series data which published by Bank Indonesia and the
Indonesia Stock Exchange period 2003 to 2009. The method which is used in this
study apply model dynamic Error Correction Model (ECM), which is popularized
by Engle and Granger.
The results showed that the Jakarta Islamic Index (JII), Gross Domestic
Product (GDP) and exchange rate of Rupiah/US$ variables both short and long
term significantly influences the demand of mudaraba financing on banking sharia
in Indonesia. While the level of profit and loss sharing and inflation rate variables
both short and long term did not significantly affect the demand of mudaraba
financing on banking sharia in Indonesia.
Keywords: Mudaraba financing, the level of profit and loss sharing, Jakarta
Islamic Index (JII), inflation rate, Gross Domestic Product (GDP),
exchange rate of Rupiah/US$, Error Correction Model (ECM)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tingkat bagi hasil,
Jakarta Islamic Index (JII), tingkat inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB) dan
kurs Rupiah/US$ dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap
permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
Analisis dilakukan dengan menggunakan data runtut waktu bulanan yang
dipublikasikan oleh Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia periode 2003
hingga 2009. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model dinamis
Error Correction Model (ECM) yang dipopulerkan oleh Engle dan Granger.
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Jakarta Islamic Index (JII),
Produk Domestik Bruto (PDB) dan kurs Rupiah/US$ baik jangka pendek maupun
jangka panjang berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Sedangkan variabel tingkat
bagi hasil dan tingkat inflasi baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada
perbankan syari`ah di Indonesia.
Kata kunci: Pembiayaan mudharabah, tingkat bagi hasil, Jakarta Islamic Index
(JII), tingkat inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB), kurs
Rupiah/US$, Error Correction Model (ECM)
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan
ampunan kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan
kejelekan amalan-amalan kita, barang siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak
ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah sesatkan, maka
tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah
yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalaallahu `alaihi wa sallam
adalah hamba dan Rasul-Nya.
Atas segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ANALISIS FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
PERMINTAAN
PEMBIAYAAN
MUDHARABAH
PADA PERBANKAN SYARI`AH DI INDONESIA PERIODE 2003-2009”.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Strata Satu Program Studi Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya akan
keterbatasan dan kekurangan yang ada. Serta penulis menyadari betul bahwa
penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya usaha, bantuan, dorongan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Ummi dan Abiku tercinta, love you so much.. atas seluruh pengorbanan yang
telah Kalian berikan dengan penuh ketulusan, seluruh do`a yang Kalian
panjatkan dengan penuh keikhlasan. Jasa-jasa Kalian tidak akan pernah bisa
aku balas sampai kapanpun. Oleh karena itu aku berdo`a semoga Allah Azza
Wa Jalla mengampuni dosa-dosa Kalian dan membalasnya dengan kebaikan
yang sangat banyak. Allahumma aamiiinn.
2.
Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Drs. Lukman, M. Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4.
Bapak Dr. Yahya Hamja, SE, MM, selaku dosen pembimbing skripsi I yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan
skripsi ini hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik.
5.
Ibu Utami Baroroh, SPi, M. Si, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi II
yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik.
6.
Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada penulis selama masa kuliah.
7.
Ade-adeku yang aku sayangi, akhirnya kakakmu yang imut ini bisa juga kan
menyelesaikan skripsinya, mantab-mantab ^^ Barokallahu fiik.
8.
Keluarga pakde dan budehku, jazakumullohu khoyron katsiron untuk
komputernya, makanannya, tempat tidurnya, dan semua-semuanya ya.
Senang deh bisa menginap di sana ^^.
9.
Saudara-saudara seimanku, Teman-teman senasib dan seperjuanganku,
Keluarga besar Ekonomi Islam.. Yunita, Saras, Yeni, Winda, Lia, Sari, Iwas,
Laras, Yanti, Joy, Ovi, pokoknya semua deh! Duh senengnya bisa kenal
kalian semua. Semangat-semangat!!! Ayo abis lulus cepet-cepet nikah ya
pada^^ oh iya hampir lupa!! mau mengucapkan special syukron for Iwas,
Yanti dan Sapi.. terima kasih ya buat semua-semuanya.. terutama buat ngolah
datanya^^
10. Saudari-saudari seaqidahku, hadooohhh…. Dah jarang ketemu nih sama
antuna semua gara-gara sok sibuk sama tugas skripsi ci.. kangen… semoga
abis kelar ini kita ketemu lagi ya. Uhibbukum fillah.
11. Pokoknya semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang
telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian skripsi ini. Jazakumullahu khoyron katsiron.
Para pembaca yang budiman, tulisan yang berada dihadapan Anda
inilah karya penulis. Semua manfaat yang terkandung di dalamnya adalah milik
Anda. Oleh karena itu, jika Anda mendapatkan kebaikan di dalamnya, maka
janganlah Anda segan untuk mendo`akan penulis, karena do`a orang mukmin bagi
saudaranya dari kejauhan akan dikabulkan. Dan jika Anda mendapat kesalahan,
maka maafkanlah dan perbaikilah.
Penulis memohon kepada Allah Azza Wa Jalla akan ampunan-Nya,
petunjuk-Nya, karunia-Nya serta keselamatan di dunia dan akhirat. Penulis
berlindung kepada Allah dari kesempitan tempat berdiri pada hari Kiamat kelak,
hari di mana harta dan anak tidak lagi mendatangkan manfaat kecuali orang-orang
yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Dan Allah selalu menepati janji.
Jakarta, Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan
Daftar Riwayat Hidup ..............................................................................
i
Abstract ......................................................................................................
ii
Abstrak ......................................................................................................
iii
Kata Pengantar .........................................................................................
iv
Daftar Isi ...................................................................................................
vii
Daftar Tabel ..............................................................................................
xi
Daftar Gambar .........................................................................................
xii
Daftar Grafik ............................................................................................
xiii
Daftar lampiran ........................................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian .......................................................
1
B. Perumusan Masalah ................................................................
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...............................................
9
1. Tujuan Penelitian ...............................................................
9
2. Manfaat Penelitian .............................................................
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bank Syari`ah .........................................................................
12
1. Definisi Bank Syari`ah ......................................................
12
2. Prinsip Bank Syari`ah .......................................................
14
B. Permintaan Uang Dalam Islam ...............................................
17
C. Pembiayaan dan Sistem Pembiayaan.......................................
27
1. Definisi Pembiayaan Perbankan ........................................
27
2. Definisi Sistem dan Sistem Pembiayaan ............................
28
3. Jenis-jenis Pembiayaan .....................................................
29
4. Prinsip Dasar Pembiayaan .................................................
32
D. Pembiayaan Mudharabah .......................................................
33
1. Definisi Mudharabah ........................................................
33
2. Landasan Syari`ah.............................................................
33
3. Jenis-jenis Mudharabah ....................................................
35
4. Aplikasi Dalam Perbankan ................................................
36
5. Manfaat Mudharabah .......................................................
37
6. Risiko Mudharabah ..........................................................
38
7. Penentuan Bagi hasil dalam Skema Mudharabah ..............
38
E. Bagi Hasil ...............................................................................
40
F. Jakarta Islamic Index (JII) ......................................................
44
G. Inflasi .....................................................................................
48
H. Produk Domestik Bruto (PDB) ...............................................
55
I.
Kurs Mata Uang .....................................................................
61
J.
Penelitian Terdahulu ...............................................................
66
K. Kerangka Pemikiran ...............................................................
72
L. Hipotesis Penelitian ................................................................
78
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian.......................................................
81
B. Metode Penentuan Sampel ......................................................
81
C. Metode Pengumpulan Data .....................................................
82
D. Metode Analisis ......................................................................
83
1. Uji Stasioneritas ................................................................
83
a. Uji Akar-akar Unit ........................................................
84
b. Uji Derajat Integrasi .....................................................
85
2. Uji Kointegrasi ..................................................................
87
3. Asumsi Klasik ...................................................................
90
a. Multikolinieritas ...........................................................
91
b. Heteroskedastisitas .......................................................
91
c. Autokorelasi .................................................................
92
4. Error Correction Term (ECT) ............................................
94
5. Pendekatan Error Correction Model (ECM) ......................
95
E. Operasional Variabel Penelitian..............................................
97
1. Variabel Dependen (Y) ......................................................
97
2. Variabel Independen (X) ....................................................
98
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian.............................
100
1. Sejarah Singkat Perbankan Syari`ah ...................................
100
2. Perkembangan Bank Syari`ah di Indonesia ........................
104
3. Perkembangan Pembiayaan Mudharabah ...........................
106
4. Perkembangan Tingkat Bagi hasil ......................................
108
5. Perkembangan Jakarta Islamic Index (JII) .........................
110
6. Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesia ........................
112
7. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) ...................
114
8. Perkembangan Kurs Rupiah/US$ .......................................
116
B. Hasil Analisis dan Pembahasan...............................................
118
1. Uji Akar-Akar Unit ............................................................
119
2. Uji Derajat Integrasi...........................................................
121
3. Uji Kointegrasi ..................................................................
122
4. Uji Asumsi Klasik ..............................................................
124
a. Multikolinieritas ............................................................
124
b. Heteroskedastisitas ........................................................
125
c. Autokorelasi ..................................................................
126
5. Pendekatan Error Correction Model (ECM) ......................
127
a. TBH dan Permintaan Pembiayaan Mudharabah ............
130
b. JII dan Permintaan Pembiayaan Mudharabah ................
132
c. Tingkat Inflasi dan Permintaan Pembiayaan
Mudharabah .................................................................
133
d. PDB dan Permintaan Pembiayaan Mudharabah ............
135
e. Kurs Rupiah/US$ dan Permintaan Pembiayaan
Mudharabah .................................................................
136
6. Analisis Ekonomi...............................................................
137
a. Pengaruh JII dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang
138
b. Pengaruh PDB dalam Jangka Pendek dan Jangka
Panjang .........................................................................
140
c. Pengaruh Kurs Rupiah/US$ dalam Jangka Pendek dan
Jangka Panjang……………………………………… ... .
141
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan…………………………………………………….
144
B. Implikasi………………………………………………………..
148
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. ..
153
LAMPIRAN…………………………………………………………………
159
DAFTAR TABEL
No.
Keterangan
Halaman
1.1
Komposisi Dana Pihak Ketiga yang Dihimpun Perbankan Syari`ah….
5
1.2
Komposisi Pembiayaan yang Diberikan……………………………….
6
2.1
Perbedaan Antara Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil………………
16
2.2
Perbandingan Antara Bank Syari`ah dan Bank Konvensional………… 17
2.3
Ringkasan Penelitian Terdahulu……………………………………….. 70
4.1
Jaringan Kantor Perbankan Syari`ah…………………………………... 106
4.2
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Level…………………………….
120
4.3
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Derajat Integrasi Pertama……….
121
4.4
Nilai Regresi Uji Kointegrasi…………………………………………..
123
4.5
Hasil Uji Correlation Matrix…………………………………………..
125
4.6
Hasil Uji White Heteroskedasticity Test……………………………….
126
4.7
Hasil regresi LM-Test………………………………………………….
127
4.8
Hasil Estimasi Model Dinamis ECM………………………………….
129
DAFTAR GAMBAR
No.
Keterangan
Halaman
2.1
Hubungan Antara a dan Y di Pasar Uang……………………
22
2.2
Bentuk Kurva LAM Vertikal………………………………...
23
2.3
Gambar Kurva LAM Horizontal…………………………….
24
2.4
Permintaan Uang dalam Ekonomi Islam…………………….
25
2.5
Pembiayaan Mudharabah……………………………………
34
2.6
Bagi Hasil dalam Skema Mudharabah……………………...
38
2.7
Kurva Demand Pull Inflation……………………………….
51
2.8
Kurva Cost Push Inflation…………………………………..
52
2.9
Kerangka Pemikiran………………………………………...
77
3.1
Statistik Durbin-Watson…………………………………….
94
DAFTAR GRAFIK
No.
Keterangan
Halaman
4.1
Perkembangan Pembiayaan Mudharabah Periode 2003-2009…….
107
4.2
Perkembangan Bagi Hasil Periode 2003-2009……………………..
109
4.3
Perkembangan Jakarta Islamic Index (JII) Periode 2003-2009……
110
4.4
Perkembangan Inflasi Periode 2003-2009………………………….
112
4.5
Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Periode
4.6
2003-2009…………………………………………………………..
114
Perkembangan Kurs Rupiah/US$ Periode 2003-2009……………..
117
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Keterangan
Halaman
1.
Data Penelitian………………………………………………....
158
2.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit PM Pada Level……………….
161
3.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit TBH Pada Level………………
162
4.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit JII Pada Level………………...
163
5.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Tingkat Inflasi Pada Level…...
164
6.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit PDB Pada Level………………
165
7.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Kurs Rupiah/US$ Pada Level..
166
8.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit PM Pada First Different………
167
9.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit TBH Pada First Different…….
168
10.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit JII Pada First Different……….
169
11.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Tingkat Inflasi Pada
First Different………………………………………………….
170
12.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit PDB Pada First Different…….
171
13.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Kurs Rupiah/US$ Pada First
Different...................................................................................
172
14.
Hasil Estimasi Regresi Linier…………………………………
173
15.
Hasil Regresi Uji Kointegrasi………………………………...
174
16.
Hasil Uji Correlation Matrix…………………………………
174
17.
Hasil Uji White Heteroskedasticity Test……………………...
175
18.
Hasil Uji LM-Test…………………………………………….
175
19.
Hasil Estimasi Model Dinamis ECM………………………...
175
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sejak awal kelahirannya, perbankan syari`ah dilandasi dengan
kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern: neorevivalis dan modernis.
Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah
tiada lain sebagai upaya kaum muslim untuk mendasari segenap aspek
kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Upaya awal
penerapan sistem profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia
sekitar tahun 1940-an. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural
Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo Mesir.
Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana ini, bank syari`ah
tumbuh dengan sangat pesat yang beroperasi di seluruh dunia, baik di negaranegara yang berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia dan Amerika.
Satu hal yang juga patut dicatat adalah saat ini banyak nama besar dalam
dunia keuangan internasional seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ,
Chase Chemical Bank, Goldman Sach, dan lain-lain telah membuka cabang
dan subsidiaries yang berdasarkan syari`ah.
Dalam
dunia pasar
modal pun,
Islamic fund
kini ramai
diperdagangkan, suatu hal yang mendorong singa pasar modal dunia Dow
Jones untuk menerbitkan Islamic Dow Jones Index . Oleh karena itu tak heran
jika Scharf, mantan direktur utama bank syari`ah Denmark yang non muslim
itu, menyatakan bahwa bank syari`ah adalah partner baru pembangunan.
Berkembangnya
bank-bank syari`ah
berpengaruh sampai ke Indonesia.
Aspek
di
negara-negara
hukum
Islam
yang mendasari
perkembangan bank syari`ah di Indonesia adalah UU No 7 Tahun 1992.
Dalam UU tersebut prinsip syari`ah masih samar, yang dinyatakan sebagai
prinsip bagi hasil. Prinsip perbankan syari`ah secara tegas dinyatakan dalam
UU No. 10 Tahun 1998, yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 3 tahun 2004.
Dalam Undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum
serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh
bank syari`ah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bankbank
konvensional
untuk
membuka
unit
syari`ah
atau
bahkan
mengkonversikan diri secara total menjadi bank syari`ah.
Di sisi yang lain, banyak pihak yang sangat diuntungkan dengan
kehadiran perbankan syari`ah di Indonesia terutama dunia usaha. Pada saat
produsen harus membayar input modal yang digunakan, terutama ketika tidak
menggunakan modalnya sendiri. Produsen akan mencari pembiayaan dari
pihak lain, misalnya melalui perbankan syari`ah. Atas penggunaan modal dari
pihak lain ini kemudian produsen harus memberikan kompensasi kepada
pemilik modal.
Dalam ekonomi konvensional, kompensasi ini terutama berwujud
bunga, karenanya bunga dapat disebut sebagai price of capital. Dalam
ekonomi Islam, eksistensi bunga tidak bisa dipertahankan karena adanya
larangan Allah Subhanahu Wa Ta`ala mengenai hal ini. Bunga adalah riba,
sedangkan riba adalah haram. Sebagai alternatif penggantinya ajaran Islam
menawarkan konsep profit and loss sharing atau bagi rugi dan bagi untung
(sering disebut bagi hasil saja) yang dipandang lebih mencerminkan keadilan
bagi para pelaku ekonomi.
Aktivitas bagi hasil yang dilakukan perbankan syari`ah ini memang
potensial dalam menggerakkan dunia usaha yaitu untuk memajukan usaha
produktif. Sebagai sektor yang tergolong modern usaha produktif tidak bisa
dilepaskan dari keberadaan perbankan, karena selama ini banyak yang
memperoleh kredit atau pinjaman dari sektor perbankan. Mekanisme
pembiayaan melalui perbankan syari`ah yang berbasis bagi hasil akan lebih
fleksibel dalam menyikapi kondisi dunia usaha, yang adakalanya dihadapkan
pada kondisi untung dan adakalanya dihadapkan pada kondisi rugi.
Sistem pembiayaan bagi hasil ini sangat berbeda dengan sistem
pembiayaan perbankan konvensional berbasis bunga yang mengasumsikan
hasil usaha akan selalu bernilai positif, sehingga peminjam (pelaku usaha)
harus selalu dapat membayar pokok pinjaman berikut bunganya. Kondisi ini
akan sangat membebani pelaku usaha, terutama jika ia mengalami kerugian,
sementara penyedia modal akan berada pada pihak yang terus menerus
diuntungkan. Kondisi yang berat sebelah ini membuat dunia usaha semakin
terpuruk. Sehingga berdasarkan kenyataan empiris tersebut memang perlu
adanya alternatif pembiayaan yang bisa memberikan iklim usaha yang
kondusif bagi berkembangnya dunia usaha dan menggerakkan kembali sektor
ekonomi riil.
Berdasarkan pengamatan lebih mendalam, terdapat keunikan yang
terjadi di dalam Statistik Perbankan Syari`ah yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia. Dari data tahun 2003 sampai tahun 2009 pembiayaan (nominal)
bagi hasil bukanlah pembiayaan yang menempati posisi utama, pembiayaan
murabahah yang berprinsip jual beli dan sewalah yang mendominasi dari
seluruh pembiayaan yang ada (Statistik Perbankan Syari`ah, 2009). Dengan
kata lain permintaan akan pembiayaan bagi hasil masih cenderung berada di
bawah pembiayaan murabahah.
Kegentingan pembiayaan (kredit) pada bank syari`ah di Turki yang
disinyalir oleh Starr dan Yilmaz (2005) juga mengalami hal yang sama seperti
di Indonesia yaitu disebabkan adanya masalah pada sisi permintaan kredit.
Transaksi syari`ah lebih didominasi (90%) oleh murabahah dari pada
mudharabah. Murabahah merupakan bentuk transaksi pembelian barang
melalui bank, mirip dengan kredit konsumen pada perbankan konvensional.
Sementara mudharabah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
merupakan sistem transaksi bagi untung dan bagi rugi
(profit and loss
sharing) atau jika usaha untung atau rugi baik pihak pemodal (bank) maupun
pengusaha
harus
bersama-sama
menanggungnya
(Antonio,
1999).
Mudharabah (bagi hasil) merupakan sistem andalan transaksi perbankan
syari`ah untuk menggantikan konsep riba atau tingkat suku bunga yang
diterapkan oleh perbankan konvensional.
Konsep mudharabah dipergunakan baik untuk mengumpulkan
modal dari masyarakat maupun untuk menyalurkan pembiayaan (kredit)
kepada nasabah. Dari sudut pengumpulan dana, mudharabah mendominasi
penghimpunan dana perbankan syari`ah di Indonesia. Yakni pada tahun 2007,
deposito mudharabah telah mencapai 52,86% dari total pengumpulan dana
perbankan syari`ah. Pada tahun 2008 dan 2009 mengalami kenaikan masingmasing menjadi 54,66% dan 56,62% (lihat tabel 1.1).
Tabel 1.1
Komposisi Dana Pihak Ketiga yang Dihimpun Perbankan Syari`ah
(Dalam Milyar Rupiah)
Jenis Data
2007
Giro Wadiah
Tabungan Mudharabah
Deposito Mudharabah
Total
Nilai
3.750
9.454
14.807
28.012
share
13,39%
33,75%
52,86%
100%
2008
Nilai
4.238
12.471
20.143
36.852
Share
11,50%
33,84%
54,66%
100%
2009
Nilai
6.202
16.475
29.595
52.271
share
11,87%
31,52%
56,62%
100%
Sumber: Bank Indonesia, 2009
Sementara itu, untuk menyalurkan pembiayaan selama periode itu
justru paling besar ditempati oleh transaksi murabahah yaitu sekitar 59,24%
pada tahun 2007, 58,87% pada tahun 2008, dan 56,14% pada tahun 2009.
Sebaliknya model penyaluran pembiayaan mudharabah relatif masih rendah,
seperti pada tahun 2007 hanya sebesar 19,96%, pada tahun 2008 turun
menjadi 19,40% dan naik menjadi 22,21% pada tahun 2009 (lihat tabel 1.2)
Tabel 1.2
Komposisi Pembiayaan yang Diberikan (Dalam Milyar Rupiah)
Jenis Pembiayaan
Musyarakah
Mudharabah
Piutang Murabahah
Piutang Istishna`
Lainnya
Total
2007
Nilai
share
4.406
15,77%
5.578
19,96%
16.553
59,24%
351
1,26%
1.056
3,78%
27.944
100%
2008
Nilai
Share
6.205
16,25%
7.411
19,40%
22.486
58,87%
369
0,97%
1.724
4,51%
38.195
100%
2009
Nilai
share
6.597
14,07%
10.412
22,21%
26.321
56,14%
423
0,9%
3.134
6,68%
46.886
100%
Sumber: Bank Indonesia, 2009
Berdasarkan pemaparan di atas terlihat bahwa untuk penghimpunan
dana, cara mudharabah sudah mampu menghimpun dana relatif besar,
sementara untuk pembiayaan mudharabah masih kalah jauh dari murabahah.
Di kalangan praktisi perbankan syari`ah memang sering ada pendapat bahwa
banyak masyarakat menyimpan uang di perbankan syari`ah dengan sistem
mudharabah karena bagi hasilnya tinggi, sehingga masyarakat merasa
“diuntungkan”. Sebaliknya dalam urusan pembiayaan masyarakat justru
menghindari mudharabah, karena bagi hasilnya tinggi di mana yang
diuntungkan adalah pemilik modal (bank).
Hal ini memang sungguh disayangkan karena, meskipun perbankan
syari`ah memiliki karakteristik bagi hasil, berprinsip dengan sistem bagi hasil,
tetapi pada kenyataannya total pembiayaan dengan prinsip bagi hasil tidak
pernah lebih dari setengah total pembiayaan dengan prinsip murabahah (jual
beli). Hal tersebut merupakan sebuah fenomena yang menarik karena
diharapkan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil lebih mendominasi.
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diharapkan lebih mengembangkan
dunia usaha dan menggerakkan sektor riil di Indonesia karena menutup
kemungkinan disalurkannya dana pada kepentingan konsumtif dan hanya
pada usaha produktif. Dalam pandangan Islam, uang dapat berkembang hanya
dengan suatu produktivitas yang nyata.
Selain itu, apabila ditinjau dari konsep bagi hasil, maka harus ada
return yang dibagi, hal tersebut hanya bisa terjadi bila uang digunakan untuk
usaha produktif. Bila ditinjau dari prinsip ketaatan terhadap syari`ah,
pembiayaan dengan prinsip jual beli dan sewa menimbulkan celah lebih besar
untuk melakukan penyimpangan terhadap prinsip syari`ah, ditambah lagi
dengan risiko yang dihadapi akan lebih besar. Hal ini berbeda dengan prinsip
pembiayaan mudharabah yang berbagi rugi dan berbagi untung.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
meneliti pembiayaan mudharabah dengan analisis tidak hanya terfokus pada
sektor perbankan tetapi juga di luar sektor perbankan. Variabel sektor
perbankan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah tingkat bagi
hasil dan Jakarta Islamic Index (JII), sedangkan variabel di luar sektor
perbankan yang digunakan antara lain: tingkat inflasi, PDB dan kurs
Rupiah/US$ yang sebenarnya sangat mungkin berpengaruh terhadap
kelancaran penyaluran pembiayaan mudharabah.
Oleh karena itu dengan berpijak dari masalah-masalah di atas
mendorong penulis untuk mengadakan penelitian mengenai permintaan
pembiayaan mudharabah dengan mengambil judul:
“ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN
PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARI`AH DI
INDONESIA PERIODE 2003-2009.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah
diuraikan di atas, untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah baik
jangka pendek maupun jangka panjang maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah tingkat bagi hasil (TBH) berpengaruh dalam jangka pendek
maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah
pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009?
2. Apakah Jakarta Islamic Indeks (JII) berpengaruh dalam jangka pendek
maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah
pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009?
3. Apakah tingkat inflasi berpengaruh dalam jangka pendek maupun jangka
panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan
syari`ah di Indonesia periode 2003-2009?
4. Apakah Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh dalam jangka pendek
maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah
pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009?
5. Apakah kurs Rupiah/US$ berpengaruh dalam jangka pendek maupun
jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada
perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berkaitan
dengan rumusan masalah
seperti dikemukakan
sebelumnya, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
a. Menganalisis pengaruh tingkat bagi hasil (TBH) dalam jangka pendek
maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah
pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009.
b. Menganalisis pengaruh Jakarta Islamic Indeks (JII) dalam jangka
pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009.
c. Menganalisis pengaruh tingkat inflasi dalam jangka pendek maupun
jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada
perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009.
d. Menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dalam jangka
pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009.
e. Menganalisis kurs Rupiah/US$ dalam jangka pendek maupun jangka
panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan
syari`ah di Indonesia periode 2003-2009.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi mahasiswa:
1) Memperoleh
tambahan
pengetahuan
yang
relevan
untuk
meningkatkan kompetensi, kecerdasan intelektual dan emosional.
2) Memperoleh kesempatan untuk menerapkan pengetahuan teoritis
yang diperoleh diperkuliahan dalam berbagai kasus riil di dunia
kerja.
b. Bagi praktisi lembaga-lembaga keuangan
Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya para praktisi
lembaga pemberdayaan umat serta praktisi lembaga-lembaga keuangan,
khususnya perbankan syari`ah yang mempunyai komitmen sebagai
lembaga pemberdayaan umat terutama para pelaku ekonomi mengenai
peran serta lembaga keuangan dan kebijakan-kebijakan yang dapat
mengembangkan dunia usaha, dari sudut pandang lembaga keuangan
Islam, khususnya perbankan syari`ah sebagai lembaga nirlaba yang
menggunakan sistem keuangan syariah.
c. Bagi pemerintah, diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan dan masukan, untuk menentukan kebijakan dalam
pengembangan serta pemberdayaan perbankan syari`ah yang memiliki
peran sebagai lembaga yang ikut andil dalam menumbuhkembangkan
dunia usaha dan menggerakkan sektor riil yang ada di Indonesia,
sehingga dapat meningkatkan perekonomian nasional.
d. Bagi pihak lain
Memberikan sumbangsih data dalam kaitannya dengan perkembangan
dan pertumbuhan lembaga keuangan atau lembaga pembinaan berbasis
syari`ah dalam hal ini adalah perbankan syari`ah sebagai lembaga
pemberdayaan umat baik dari kalangan atas, menengah maupun bawah,
baik dari pelaku rumah tangga, pengusaha maupun pelaku ekonomi
lainnya, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bank Syari`ah
1. Definisi Bank Syari`ah
Dalam Booklet Perbankan Indonesia edisi Maret 2006 dijelaskan
pengertian tentang perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.
Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah (Kairo: al-Maktabah at-Tijariyah alKubro, 1955) mendefinisikan mengenai basis syari`at yaitu hikmah dan
kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan ini terletak
pada keadilan sempurna, rahmat, kebahagiaan dan kebijaksanaan. Apapun
yang mengubah keadilan menjadi penindasan, rahmat menjadi kesulitan,
kesejahteraan menjadi kesengsaraan dan hikmah menjadi kebodohan, tidak
ada hubungannya dengan syari`at. Adapun prinsip syari`ah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari`ah. Berdasarkan pemaparan
di atas maka Heri Sudarsono (2003:18) mendefinisikan bank syari`ah
sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
beroperasi disesuaikan prinsip-prinsip syari`ah.
Bank Syari`ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga. Dengan kata lain, bank syari`ah adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan
jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syari`at Islam. (Muhammad,
2004:1). Bank Syari`ah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik
penghimpunan
dana
maupun dalam
rangka
penyaluran
dananya
memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syari`ah yaitu
jual beli dan bagi hasil. (Y Sri Susilo, 2000:110).
Antonio (2001) membedakan bank syariah menjadi dua
pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip
syari`ah Islam. Bank Islam adalah (1) bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syari`ah Islam; (2) bank yang tata cara beroperasinya
mengacu
kepada
ketentuan-ketentuan
Al-Qur`an
dan
As-Sunnah.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa bank
syari`ah merupakan salah satu bentuk dari perbankan nasional yang
mendasarkan operasionalnya pada syari`at (hukum) Islam.
2. Prinsip Bank Syari`ah
Prinsip utama yang digunakan dalam kegiatan perbankan syari`ah
adalah (Zainul Arifin, 2006:12):
a. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi.
b. Melakukan kegiatan usaha perdagangan berdasarkan perolehan
keuntungan yang sah.
c. Memberikan zakat.
Oleh karena itu, dalam operasinya perbankan syari`ah tidak
menerapkan sistem bunga seperti bank konvensional tetapi menerapkan
sistem bagi hasil. Hal ini sesuai dengan fatwa MUI tanggal 16 Desember
2003 yang menggolongkan bunga bank termasuk riba, dan menurut AlQur`an riba adalah haram. Pernyataan ini ditegaskan oleh ayat-ayat dalam
Al-Qur`an antara lain sebagai berikut:
a. QS. Al-Baqarah ayat 276:
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa.”
b. QS. Al-Baqarah ayat 279 yang artinya:
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu, dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
Selain itu dalam beberapa hadist juga disebutkan tentang riba
diantaranya:
a. Dari Jubair radhiyallahu `anhu, Rasulullah shalallahu `alaihi wa
sallam mencela penerima dan pembayar bunga, orang yang mencatat
begitu pula yang menyaksikan. Beliau bersabda; “Mereka semua samasama berada dalam dosa”. (HR. Muslim, Tirmidzi dan Ahmad; dalam
Heri Sudarsono, 2003:3)
b. Dari Ubaidah bin Sami radhiyallahu `anhu, Rasulullah shalallahu
`alahi wa sallam bersabda; “Emas untuk emas, perak untuk perak,
gandum untuk gandum. Barang siapa membayar lebih atau menerima
lebih dia telah berbuat riba, pemberi dan penerima sama saja (dalam
dosa)”. (HR Muslim dan Ahmad; dalam Heri Sudarsono, 2003:3)
Dalam pengertian syari`ah, riba memiliki dua kategori yaitu riba
nasi`ah dan riba fadhl. Riba nasi`ah ialah pembayaran lebih yang
disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran
suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya.
Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian,
seperti
penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya (Umer
Chapra, 2000:22).
Untuk menghindari perbuatan yang dilarang dalam Al-Qur`an
maupun As-Sunnah, maka bank-bank yang menganut prinsip syari`ah
menerapkan prinsip bagi hasil yang sesuai dengan syari`ah. Dan inilah
yang membedakan bank yang menganut prinsip syari`ah dengan bank
konvensional yang telah ada selama ini. Di mana bank konvensional masih
menerapkan bunga sebagai imbalan yang diterima oleh nasabahnya.
Adapun perbedaan bunga dan bagi hasil dapat dijelaskan lebih jauh dalam
tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Perbedaan Antara Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil
Keterangan
Penentuan besarnya hasil
Sistem Bunga
Sudah ditentukan sebelumnya
Indikator yang ditentukan
Bunga, besarnya nilai rupiah
Jika terjadi kerugian
Ditanggung oleh nasabah
Proses perhitungan hasil
Dari dana yang dipinjamkan,
bersifat fixed (tetap)
Besarnya bunga yang harus
dibayarkan oleh nasabah pasti
akan diterima oleh bank
Pasti: (%) x jumlah pinjaman
yang telah diketahui
Berlawanan dengan
QS. Luqman ayat 34
Titik perhatian proyek atau
usaha
Penghasilan yang akan
didapat
Status hukum
Sistem Bagi Hasil
Ditentukan sesudah berusaha,
sesudah ada untungnya
Menyepakati proporsi pembagian
untung untuk masing-masing pihak,
misalnya 50:50, 40:60, dst
Ditanggung oleh kedua belah pihak,
yaitu nasabah dan lembaga
Dari keuntungan yang akan
diperoleh, belum tentu besarnya
Keberhasilan proyek atau usaha
menjadi perhatian bersama antara
nasabah dan lembaga
Proporsi: (%) x jumlah untung yang
belum diketahui = belum diketahui
Sesuai dengan
QS. Luqman ayat 34
Sumber: Muhammad, 2004: 4
Sedangkan perbandingan antara bank konvesional dan bank yang
menganut prinsip syari`ah adalah seperti terlihat pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2
Perbandingan Antara Bank Syari`ah dan Bank Konvensional
Bank Syari`ah
1) Investasi yang halal
2) Prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa
3) Profit dan falah oriented
4) Hubungan kemitraan
5) Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai
dengan fatwa Dewan Syari`ah Nasional (DSN)
Bank Konvensional
1) Investasi halal dan haram
2) Memakai perangkat bunga
3) Profit oriented
4) Hubungan debitur-kreditur
5) Tidak terdapat dewan sejenis
Sumber: M. Syafi’i Antonio dalam Angga Atmawardhana, 2006: 51
B. Permintaan Uang dalam Islam
Dalam sistem ekonomi Islam, (Metwally, 1995:87) menyebutkan
bahwa terdapat dua motif seorang muslim memegang uang baik dari segi
permintaan maupun penawaran yaitu:
1. Motif transaksi (transaction motive)
2. Motif berjaga-jaga (precautionary motive)
Motif transaksi timbul karena uang digunakan untuk melakukan
pembayaran secara regular terhadap transaksi yang dilakukan. Permintaan
uang untuk tujuan transaksi dalam ekonomi Islam ini berhubungan dengan
tingkat pendapatan. Artinya semakin besar tingkat pendapatan yang
dihasilkan maka jumlah uang yang diminta untuk transaksi juga mengalami
peningkatan dan demikian sebaliknya.
Motif kedua seorang muslim
memegang uang adalah motif berjaga-jaga muncul karena individu dan
perusahaan menganggap perlu memegang uang tunai di luar apa yang
diperlukan untuk transaksi, untuk keperluan masyarakat di masa yang akan
datang (berjaga-jaga), guna memenuhi kewajiban dan berbagai kesempatan
yang tidak disangka untuk pembelian di muka. Permintaan uang dengan
motif spekulasi (seperti yang diutarakan Keynes) tidak dijumpai dalam sistem
ekonomi Islam. Oleh karena itu permintaan uang untuk tujuan spekulasi
sebagai fungsi dan tingkat bunga menjadi nol (tidak ada) dalam moneter
Islam (Nurul Huda et al, 2008:83).
Praktek spekulasi ini dilarang dalam sistem ekonomi Islam
disebabkan karena spekulasi akan memudharatkan pihak lain. Praktek
spekulasi menyebabkan keadaan ekonomi suatu negara tidak normal dan
sukar untuk diprediksi. Praktek ini memang dari satu segi dapat menghasilkan
keuntungan yang besar, tetapi dari segi lain menimbulkan kesenjangan
ekonomi yang luar biasa. Dalam Islam sangat dilarang keras adanya suatu
pihak memudharatkan atau menganiaya pihak lain dalam bentuk kegiatan
apapun. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam
(As-Suyuti dalam Ismul Azhari, 2009):
Artinya: Tidak boleh memudaratkan (seseorang) dan tidak boleh
dimudaratkan (orang lain). (HR. Bukhari dan Muslim)
Secara umum fungsi permintaan uang menurut sistem ekonomi
konvensional digambarkan dalam rumusan berikut: (Dornbusch, 1992:85)
MD = L (r,Y)
Di mana:
MD = Permintaan uang
r
= Tingkat suku bunga
Y
= Pendapatan nasional
(2.1)
Oleh
karena
Islam
(Rahman
dalam
Ismul
Azhari,
2009)
mengharamkan praktek riba atau bunga, artinya bunga bukan merupakan
faktor di dalam menentukan tingkat permintaan uang maka variabel bunga (r)
tidak terdapat dalam fungsi permintaan uang. Yang menentukan permintaan
uang dalam moneter Islam hanya tingkat pendapatan (Y) masyarakat itu
sendiri. Sehingga persamaan (2.1) di atas berubah menjadi:
MD = L (Y)
(2.2)
Selain dipengaruhi oleh tingkat pendapatannya, permintaan uang
dalam sistem ekonomi Islam juga tergantung kepada ekspektasi return dari
finansial aset. Ekspektasi return yang tinggi dari finansial aset menyebabkan
uang menjadi kurang bermanfaat jika uang hanya dipegang dan tidak
diinvestasikan. Meski demikian, adanya rasa tanggung jawab seorang muslim
dalam membantu sesama muslim lainnya, maka motif memegang uang
seringkali dilandasi sikap untuk dapat memberikan pinjaman qardhul hasan
kepada orang lain sebagai upaya untuk membantu mereka
yang
membutuhkan dana pinjaman jangka pendek. Besaran dana yang dipegang
untuk motif ini akan tergantung dari konsekuensi biaya yang ditanggung
akibat memegang uang tunai, dan juga return dari aset-aset finansial yang
dimiliki seorang muslim (Nurul Huda et al, 2008:148) .
Rendahnya biaya dalam memegang uang tunai dan juga rendahnya
return dari aset-aset finansial akan mengakibatkan keinginan untuk
memegang uang dalam jumlah tunai menjadi lebih besar. Dengan jumlah
uang tunai yang lebih banyak, maka seorang muslim idealnya akan dapat
memberikan lebih banyak pinjaman kebaikan kepada sesamanya. Inilah yang
disebut oleh Fahim Khan (1995), sebagai motif spekulasi terselubung
permintaan akan uang dalam sistem ekonomi Islam. Permintaan uang yang
didedikasikan untuk pinjaman kebaikan ini selanjutnya disebut dengan motif
altruistic.
Keinginan dasar untuk memegang uang pada saat return rendah dan
dorongan untuk melakukan investasi pada saat return yang tinggi. Dengan
kondisi ini, maka motif memegang uang untuk tujuan altruistic akan lebih
besar pada saat return investasi dari aset finansial rendah daripada pada saat
ekspektasi return investasi tinggi. Fahim Khan menambahkan bahwa dalam
Islam terdapat suatu institusi pengendali dari permintaan uang yang
speculative yaitu zakat. Dengan adanya zakat, maka akan memperkuat motif
memegang uang untuk motif altruistic.
Permintaan uang riil dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan riil
dan penurunan tingkat ekspektasi return dari finansial aset. Maka persamaan
fungsi permintaan uang secara matematis dinyatakan sebagai berikut (Fahim
Khan, 1995):
MD = kY – hQ
(2.3)
Di mana:
MD = Permintaan akan uang
Y
= Pendapatan nasional
Q
= Ekspektasi profit pada finansial aset untuk pemilik aset (axR)
Keseimbangan di pasar uang dibangun berdasarkan asumsi jumlah
uang beredar dan tingkat harga yang tetap, sehingga jumlah uang riil yang
beredar pun tetap. Selanjutnya persamaan matematis secara sederhana dapat
dihubungkan antara a dan Y, yaitu (Fahim Khan, 1995):
a =1
kY – M
h’ P
(2.4)
Di mana:
h’ = hR; R= Keuntungan
a = Rasio profit sharing (bagi hasil)
M = Jumlah uang beredar
P = Tingkat harga yang tetap
Berdasarkan hubungan ini terlihat bahwa antara a atau bagi hasil
dengan tingkat pendapatan terdapat suatu hubungan yang positif. Secara
grafis, hubungan positif antara a dan Y ini akan digambarkan dalam suatu
kurva yang disebut dengan kurva LAM, kurva LAM dibangun dari
permintaan uang yang berlandaskan motif untuk mendapatkan profit dari
investasi dengan mempertimbangkan sikap altruistic, seperti pada gambar 2.1
(Nurul Huda, 2008:150):
a
LAM
Y
Gambar 2.1
Hubungan Antara a dan Y di Pasar Uang
Kurva LAM, yang merupakan representasi dari keseimbangan di
pasar uang sebagaimana dijelaskan di atas, memiliki slope yang positif,
namun, dimungkinkan bagi kurva LAM untuk memiliki bentuk kurva yang
vertikal dan horizontal (Nurul Huda, 1995: 151).
a
LAM
Kurva LAM yang vertikal, pada saat
ini permintaan akan uang tidak
responsif terhadap nilai ‘a’ atau h’=
0 dan kurva ini menunjukkan bahwa
perekonomian masih dalam masa
awal pertumbuhan
Y
Gambar 2.2
Kurva LAM Vertikal
Kondisi ini terjadi karena rendahnya nilai Q, ekspektasi keuntungan
investasi dari aset-aset finansial, yang berarti juga diakibatkan oleh nilai R
yang rendah (sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa Q=axR). Rendahnya
nilai Q ini mengakibatkan pemilik dana lebih menyukai untuk memegang
uangnya dalam bentuk tunai.
Hal ini karena mereka mengetahui kemungkinan risiko yang harus
ditanggung jika mereka berinvestasi, yaitu return yang rendah dan bahkan
kondisi yang lebih buruk lagi adalah berkurangnya dana pokok investasi
(Nurul Huda, 1995:151).
a
Kurva LAM yang horizontal
menunjukkan nilai a yang mendekati
1, kondisi ini juga merepresentasikan
R dan Q yang tinggi. Kurva ini
menunjukkan bahwa perekonomian
sudah dalam kondisi advance
LAM
Y
Gambar 2.3
Kurva LAM Horizontal
Jumlah uang tunai yang diperlukan dalam sistem ekonomi Islam
hanyalah untuk melaksanakan dua motif permintaan uang, yaitu transaksi dan
berjaga-jaga. Jumlah uang tunai tersebut merupakan fungsi dari pendapatan,
dan pada tingkat itu pula dikenakan zakat bagi aset yang tidak produktif
(Nurul Huda, 2008:96). Menurut Metwally (1995) Bertambahnya pendapatan
seorang muslim mengiringi pula dengan meningkatnya permintaan atas uang
oleh masyarakat untuk tingkat pendapatan tertentu yang terkena zakat. Secara
matematik dirumuskan sebagai berikut:
MD = ƒ
δMD
δY
Y
µ
(2.5)
>0
(2.6)
dµ = 0
Di mana:
MD = Permintaan uang dalam masyarakat Islam
Y
= Pendapatan
µ
= Tingkat biaya karena menyimpan uang dalam bentuk kas
Suatu kenaikan pada biaya uang yang menganggur, pada tingkat
pendapatan tertentu akan cenderung mengurangi jumlah permintaan uang.
Hal ini dapat ditunjukkan oleh kurva berikut (Nurul Huda, 2008:97):
Y
µ3
µ2
µ1
Y1 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¦¯ ¯ ¯
¦
¦
¦
¦
M3D
¦¯ ¯ ¯ ¯ ¦
¦
¦
¦
¦
¦
¦
¦
¦
M2D
M1D
Gambar 2.4
Permintaan Uang dalam Ekonomi Islam
MD
Pendapatan (Y) diukur pada garis vertikal dan permintaan uang (MD)
pada garis horizontal. Bila pendapatan adalah Y1 dan tingkat biaya adalah µ1
maka permintaan uang adalah M1D.
Kenaikan tingkat biaya ke µ2 akan mengakibatkan penurunan
jumlah permintaan uang dari M1D menjadi M2D. Kenaikan biaya selanjutnya
menjadi µ3 akan menurunkan jumlah permintaan uang menjadi M3D. Kegiatan
pasar dalam Islam apalagi yang menyangkut dengan pasar uang, sering tidak
dapat diprediksikan.
Kadangkala permintaan melebihi penawaran, namun tidak jarang
penawaran melebihi permintaan. Apabila permintaan melebihi penawaran
maka kelebihan itu (menurut Islam) diatasi dengan menaikkan biaya atas
uang yang menganggur. Apabila pendapatan itu dilambangkan dengan Y0 dan
tingkat biaya dilambangkan dengan µ0 maka keseimbangan dan kondisi di
atas menjadi (Metwally, 1995: 91):
Md 0 (Y0 / µ1) > Ms0 = αY0
(2.7)
Oleh karena kenaikan tingkat biaya tersebut maka laju permintaan
yang melebihi penawaran tadi sudah dapat diantisipasi sehingga mencapai
suatu keseimbangan makro. Persamaan (2.7) akan berubah menjadi:
Md 0 (Y0 / µ1) = Ms0 = αY0
(2.8)
Kenaikan µ akan mendorong sekaligus investasi dan konsumsi, dan
ini akan menaikkan tingkat pendapatan menjadi Y 1. Tingkat pendapatan yang
baru akan meningkatkan tingkat permintaan uang (menjadi Md1), selanjutnya
tingkat keseimbangan baru akan diperoleh seperti:
Md 1 ( Y1 / µ1 ) = Ms1 = αY1
C.
(2.9)
Pembiayaan dan Sistem Pembiayaan
1. Definisi Pembiayaan Perbankan
Bank pada hakekatnya adalah lembaga intermediasi antara para
penabung dan investor. Tabungan hanya akan berguna apabila
diinvestasikan, sedangkan para penabung tidak dapat diharapkan untuk
mampu melakukannya sendiri. Nasabah akan menyimpan dananya di bank
karena ia percaya bahwa bank dapat memilih alternatif investasi yang
menarik dan menguntungkan. Selanjutnya bank akan menyalurkan
kembali dana tabungan dan nasabah tersebut dalam bentuk investasi
kepada masyarakat yang membutuhkan dana (Ismul Azhari, 2009).
Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman
atau yang lebih dikenal dengan kredit. Pengalokasian dana dapat pula
dilakukan dengan membelikan berbagai aset yang dianggap dapat
menguntungkan bank. Akan tetapi, kegiatan pengalokasian dana yang
paling penting dalam perbankan adalah pemberian pinjaman pada nasabah
atau yang dikenal dengan istilah kredit pada bank konvensional dan
pembiayaan bagi bank yang melaksanakan operasionalnya berdasarkan
prinsip syari`ah (Ismul Azhari, 2009).
Pengertian pembiayaan dalam hal ini dibatasi pada pengertian
pembiayaan yang dilakukan oleh bank yang beroperasi berdasarkan
prinsip syari`ah saja, bukan pembiayaan yang dilakukan lazimnya oleh
lembaga pembiayaan non bank. Dalam Standar Akuntansi Keuangan,
dikatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan (LM dalam
Ismul Azhari, 2009).
Menurut Undang-undang Perbankan nomor 10 tahun 1998,
pembiayaan
adalah
penyediaan
uang
atau
tagihan
yang
dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. (Kasmir,
2000:73).
2. Definisi Sistem dan Sistem Pembiayaan
Dalam buku Sistem Informasi Manajemen, dikatakan bahwa
sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan
maksud yang sama untuk mencapai tujuan (Ross H. Mcleod, 1996:13).
Sedangkan pendapat lain menyatakan, sistem adalah suatu kegiatan yang
telah ditentukan caranya dan biasanya dilakukan berulang-ulang (Halim
Alamsyah, 1998:2).
Beberapa pendapat mengenai pengertian sistem antara lain adalah
(Zaki Baridwan, 1994:4):
a. W. Gerald Cole:
Sistem adalah suatu kerangka dan prosedur-prosedur yang
saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang
menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari
perusahaan
b. Steven A. Moscove:
Sistem adalah suatu kesatuan (entity) yang terdiri dan bagianbagian yang saling berkaitan dengan tujuan untuk mencapai tujuantujuan tertentu. Dari definisi-definisi tersebut dapat dikemukakan
bahwa sistem terdiri dan sub-sub atau bagian yang saling terintegrasi
untuk mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka definisi
sistem pembiayaan adalah suatu kerangka dan prosedur-prosedur yang
berhubungan dengan proses penyediaan uang, barang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau
tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil (Ismul Azhari, 2009:29).
3. Jenis-jenis Pembiayaan
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu
pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihakpihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaannya pada
perbankan syari`ah, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua bagian sebagai
berikut (M. Syafi’i Antonio, 2001:160):
a. Pembiayaan Produktif
Pembiayaan produktif merupakan pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan
usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi (M. Syafi’i
Antonio, 2001:160). Menurut keperluannya, pembiayaan produktif
dapat dibagi menjadi dua hal berikut:
1) Pembiayaan Modal Kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan:
a) Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil
produksi maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas
atau mutu hasil produksi.
b) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place
dari suatu barang.
Bank Syari`ah melaksanakan pembiayaan modal kerja
untuk memenuhi kebutuhan modal kerja nasabah bukan dengan
meminjamkan
uang,
melainkan
dengan
menjalin
hubungan
partnership dengan nasabah, di mana bank bertindak sebagai
penyandang dana (shahibul maal), sedangkan pengusaha sebagai
pengelola dana (mudharib). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa
Islam mendorong umatnya menjadi investor bukan semata-mata
kreditor.
Skema pembiayaan ini disebut dengan mudharabah (trust
financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu,
sedangkan bagi hasil secara periodik dengan nisbah wajar yang
disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan sejumlah
dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang belum dibagikan) dan
merupakan bagian bank.
2) Pembiayaan Investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barangbarang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang berkaitan
dengan itu. Pembiayaan investasi diberikan kepada nasabah untuk
keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna
mengadakan
rehabilitasi
pembiayaan
investasi
perluasan
diberikan
usaha.
dalam
Pada
jumlah
umumnya
besar
dan
pengendapannya cukup lama. Dengan demikian perlu disusun
proyeksi arus kas (projected cash flow) yang mencakup semua
komponen biaya dan pendapatan sehingga akan dapat diketahui
berapa dana yang tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi.
Setelah itu barulah disusun jadwal arnortisasi yang merupakan
angsuran pembiayaan.
b. Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Bank Syari`ah dapat menyediakan
pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi
dengan skema berikut:
1) Bai’ bi tsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) yaitu suatu
perjanjian pembiayaan yang disepakati antara bank dengan
nasabah, di mana bank menyediakan dananya untuk pembelian
barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses
pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran.
2) Ijarah muntahia bi tamlik atau sewa beli.
3) Musyarakah mutanaqishah (decreasing paticipation), di mana
secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya.
4) Rahn yaitu menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya (M. Syafi’i Antonio,
2001:168).
4. Prinsip Dasar Pembiayaan
Secara umum prinsip pembiayaan pada perbankan syari`ah dapat
dilakukan dalam empat akad utama, yaitu musyarakah, mudharabah,
muzara’ah dan musaqah. Sungguhpun demikian, didalam prakteknya,
pihak perbankan syari`ah saat ini masih belum menerapkan semua jenis
akad pembiayaan tersebut. Prinsip yang paling banyak digunakan adalah
musyarakah dan mudharabah, sedangkan muzara’ah dan musaqah
biasanya dipergunakan secara lebih khusus lagi yaitu untuk plantation
financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank syari`ah. Khusus
dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai prinsip-prinsip
pembiayaan mudharabah (Ismul Azhari, 2009).
D. Pembiayaan Mudharabah
1. Definisi Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di
mana pihak pertama (Shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%),
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan
usaha mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan ke dalam
kontrak, sedangkan apabila mengalami kerugian ditanggung oleh pemilik
modal, selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pihak pengelola.
Seandainya kerugian itu akibat kelalaian atau kecurangan si pengelola,
maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut (AsySyarbasyi dalam Ismul azhari, 2009). Pembiayaan mudharabah dapat
digambarkan dalam skema di bawah ini:
PERJANJIAN
BAGI HASIL
Keahlian
Keterampilan
Nasabah
(mudharib)
Modal
100%
Bank
(shahibul maal)
PROYEK/USAHA
Nisbah X%
PEMBAGIAN
KEUNTUNGAN
Nisbah Y%
Pengambilan
Modal pokok
MODAL
Gambar 2.5
Pembiayaan Mudharabah
2. Landasan Syari`ah
Secara umum, landasan dasar syari`ah mudharabah lebih
mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam
ayat-ayat dan hadits berikut ini:
a. Al-Qur`an
        
“…dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah…” (QS. al-Muzammil:20)
            
   
“…apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di
muka bumi dan carilah karunia Allah…” (QS. al-Jumu`ah:10)
b. As-Sunnah
Dari Shalih bin Shuhaib radhiyallahu `anhu bahwa Rasulullah
shalallahu `alaihi wa sallam bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya
terdapat
keberkahan:
jual
beli
secara
tangguh,
muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab
at-Tijarah dalam Ismul Azhari, 2009)
3. Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu
mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah (Zainul Arifin,
2006:19).
a. Mudharabah Muthlaqah
Transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerjasama
antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya amat luas dan
tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
Dalam pembahasan fiqih ulama salafus shaleh seringkali diungkapkan
dengan contoh if’al ma syi’ta’ (lakukan sesukamu) dan shahibul maal
ke mudharib yang memberikan kekuasaan sangat besar.
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah
restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari
mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis
usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali
mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam
memasuki jenis dunia usaha.
4. Aplikasi dalam Perbankan
Mudharabah
biasanya
diterapkan
pada
produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah
diterapkan pada:
a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan
khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya.
b. Deposito spesial (special investment), di mana dana yang dititipkan
nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau
ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, di mana
sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syaratsyarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
5. Manfaat Mudharabah
Manfaat mudharabah pada praktek perbankan (Ismul Azhari, 2009)
antara lain:
a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan
usaha nasabah meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil
usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative
spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha
nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang
benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang
kongkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e. Prinsip bagi basil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan
prinsip bunga di mana bank akan menagih penerima pembiayaan
(nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang
dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi .
6. Risiko Mudharabah
Risiko yang terdapat dalam mudharabah, terutama pada penerapannya
dalam pembiayaan relatif tinggi, diantaranya (Ismul Azhari, 2009):
a. side streaming nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang
disebut dalam kontrak;
b. lalai dan kesalahan yang disengaja;
c. penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
7. Penentuan Bagi Hasil dalam Skema Mudharabah
S
PBHM
(mudharib)
40%
60%
D
PBHS (shahibul maal)
Gambar 2.6
Bagi Hasil dalam Skema Mudharabah
Kurva S menunjukkan kurva penawaran modal dari para shahibul
maal, sementara D adalah kurva permintaan modal dari para mudharib.
Kurva penawaran S memiliki lereng positif, yang berarti bahwa semakin
tinggi porsi bagi hasil yang diterima oleh shahibul maal, maka akan
semakin meningkat kesediaanya untuk menawarkan modal. Sebaliknya,
dengan kenaikan porsi bagi hasil yang diterima oleh shahibul maal ini
berarti menurunnya porsi yang diterima oleh mudharib. Karenanya, kurva
permintaan D berlereng negatif, yang berarti menaiknya porsi bagi hasil
yang diterima oleh shahibul maal akan semakin mengurangi permintaan
modal dari para mudharib.
Tingkat nisbah bagi hasil yang terjadi dihasilkan dari perpotongan
kurva penawaran S dan pemintaan D dalam gambar di atas perpotongan ini
menghasilkan nisbah bagi hasil 40:60, yaitu 40% untuk shahibul maal dan
60% untuk mudharib. Analisis seperti ini akan berlaku dalam kasus
terdapat keuntungan (positive return) dari kerja sama tersebut. Dalam
kasus terjadi kerugian, maka shahibul maal akan menanggung seluruh
kerugian permodalan sementara mudharib tidak mendapat bagian
pendapatan apa pun.
Jadi mudharib menanggung kerugian tenaga, pikiran dan
manajemen yang telah ia curahkan. Dalam hal tidak terdapat keuntungan
atau kerugian (zero return), maka tidak ada pembagian apa pun di antara
keduanya. Tampak jelas bahwa dalam mudharabah harga modal akan
ditentukan bersama-sama dengan harga dari kewirausahaan.
E. Bagi Hasil
1. Definisi Sistem Bagi Hasil
Sistem bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara pihak penyedia dana (shahibul maal) dengan
pengelola dana (mudharib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara
bank dengan penyimpan dana atau antara bank dengan nasabah penerima
dana. (M. Syafi’i Antonio, 1999).
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil
a. Faktor Langsung
Diantara faktor langsung yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil
adalah:
1) Investment rate, yaitu merupakan persentase aktual dana yang
diinvestasikan dan total dana.
2) Jumlah dana yang tersedia. Jumlah dana yang tersedia untuk
diinvestasikan merupakan jumlah dana dan berbagai sumber dana
yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung
dengan menggunakan salah satu metode rata-rata saldo minimum
bulanan atau rata-rata total saldo harian. Investment rate dikalikan
dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan akan
menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.
3) Nisbah (profit sharing ratio)
a) Salah satu ciri al-mudharabah adalah nasabah yang harus
ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
b) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda.
c) Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu
bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
d) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account
lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.
b. Faktor Tidak langsung
Faktor tidak langsung terdiri dari:
1) Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah, antara
lain:
a) Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan
biaya (profit and sharing). Pendapatan yang dibagihasilkan
merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya.
b) Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue
sharing.
2) Kebijakan Akuntansi (prinsip dan metode akuntansi)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya
aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan
pendapatan dan biaya.
3. Pembagian Keuntungan (Profit Distribution)
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa pendapatan yang
dibagihasilkan merupakan pendapatan yang diterima setelah dikurangi
dengan biaya-biaya operasional, harus dibagi antara bank dengan para
penyandang dana, yaitu nasabah investasi, para penabung dan para
pemegang saham sesuai dengan nisbah bagi hasil yang diperjanjikan
(Zainul Arifin, 2006:57).
Bank dapat menegosiasikan nisbah bagi hasil atas investasi
mudharabah sesuai dengan tipe yang ada, baik sifatnya maupun jangka
waktunya. Bank juga dapat menentukan nisbah bagi hasi yang sama atas
semua tipe, tetapi menetapkan bobot (weight) yang berbeda-beda atas
setiap tipe investasi yang dipilih oleh nasabah.
Berdasarkan kesepakatan mengenai nisbah bagi hasil antara bank
dengan para nasabah tersebut, bank akan mengalokasikan penghasilannya
dengan tahap-tahap sebagai berikut (Zainul Arifin, 2006:57):
a. Tahap pertama, bank menetapkan jumlah relatif masing-masing dana
simpanan yang berhak atas bagi hasil usaha bank menurut tipenya,
dengan cara membagi setiap tipe dana-dana dengan seluruh jumlah
dana-dana yang ada pada bank dikalikan 100%.
b. Tahap kedua, bank menetapkan jumlah pendapatan bagi hasil untuk
masing-masing tipe dengan cara mengalikan persentase (jumlah relatif)
dari masing-masing dana simpanan dengan jumlah pendapatan bank.
c. Tahap ketiga, bank menetapkan porsi bagi hasil untuk masing-masing
tipe dana simpanan sesuai dengan nisbah yang diperjanjikan.
d. Tahap keempat, bank harus menghitung jumlah relatif biaya
operasional terhadap volume dana, kemudian mendistribusikan beban
tersebut sesuai dengan porsi dana dari masing-masing tipe simpanan.
e. Tahap kelima, bank mendistribusikan bagi hasil untuk setiap pemegang
rekening menurut tipe simpanannya sebanding dengan jumlah
simpanannya.
4. Hubungan Bagi Hasil dengan Permintaan Pembiayaan Mudharabah
Dalam teorinya, apabila tingkat bagi hasil mudharabah meningkat
maka akan menurunkan permintaan pembiayaan. Hal ini disebabkan,
dalam urusan pembiayaan, masyarakat memang menghindari pembiayaan
mudharabah, karena apabila bagi hasilnya tinggi maka pihak yang akan
diuntungkan adalah pemilik modal (bank), sehingga akan menurunkan
permintaan pembiayaan mudharabah, yang berarti bahwa antara tingkat
bagi hasil dengan permintaan pembiayaan mudharabah memiliki
hubungan yang negatif.
F. Jakarta Islamic Index (JII)
1. Definisi Jakarta Islamic Index
Market index atau indeks pasar adalah rata-rata tingkat
keuntungan seluruh saham yang beredar di pasar modal yang diperoleh
dari nilai pasar seluruh saham yang beredar digabung dengan seluruh
saham yang beredar pada hari pertama tahun dasar dikalikan seratus
persen. (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas).
Sedangkan yang dimaksud dengan saham syari`ah adalah salah
satu bentuk dari saham biasa yang memiliki karakteristik khusus berupa
kontrol yang ketat dalam hal kehalalan ruang lingkup kegiatan usaha
(Reny Maharani dalam Elih Tahliyah, 2008:17)
Oleh karena itu Jakarta Islamic Index atau biasa disebut JII
adalah salah satu indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung
indeks harga rata-rata saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi
kriteria syari`ah. Pembentukan JII tidak lepas dari kerja sama antara Pasar
Modal Indonesia (dalam hal ini PT Bursa Efek Jakarta) dengan PT
Danareksa Invesment Management (PT DIM) (Wikipedia Bahasa
Indonesia, Ensiklopedia Bebas).
JII telah dikembangkan sejak tanggal 3 Juli 2000. Pembentukan
instrumen syari`ah ini untuk mendukung pembentukan Pasar Modal
Syari`ah yang kemudian diluncurkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret
2003. Mekanisme Pasar Modal Syari`ah meniru pola serupa di Malaysia
yang digabungkan dengan bursa konvensional seperti Bursa Efek Jakarta
dan Bursa Efek Surabaya. Setiap periodenya, saham yang masuk JII
berjumlah 30 (tiga puluh) saham yang memenuhi kriteria syari`ah. JII
menggunakan hari dasar tanggal 1 Januari 1995 dengan nilai dasar 100.
(Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas).
2. Tujuan Pembentukan Jakarta Islamic Index
Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan
investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syari`ah dan
memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syari`ah Islam
untuk melakukan investasi di bursa efek. JII juga diharapkan dapat
mendukung proses transparansi dan akuntabilitas saham berbasis syari`ah
di Indonesia. JII menjadi jawaban atas keinginan investor yang ingin
berinvestasi sesuai syari`ah. Dengan kata lain, JII menjadi pemandu bagi
investor yang ingin menanamkan dananya secara syari`ah tanpa takut
tercampur dengan dana ribawi. Selain itu, JII menjadi tolak ukur kinerja
(benchmark) dalam memilih portofolio saham yang halal (Wikipedia
Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas)
3. Penentuan Saham Jakarta Islamic Index
Penentuan kriteria dalam pemilihan saham dalam JII melibatkan
Dewan Pengawas Syari`ah PT DIM. Saham-saham yang akan masuk ke
JII harus melalui filter syari`ah terlebih dahulu. Berdasarkan arahan
Dewan Pengawas Syariah PT DIM, ada 4 syarat yang harus dipenuhi agar
saham-saham tersebut dapat masuk ke JII (Wikipedia Bahasa Indonesia,
Ensiklopedia Bebas):
a. Emiten tidak menjalankan usaha perjudian dan permainan yang
tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
b. Bukan lembaga keuangan konvensional yang menerapkan sistem riba,
termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
c. Usaha yang dilakukan bukan memproduksi, mendistribusikan, dan
memperdagangkan makanan/minuman yang haram.
d. Tidak menjalankan usaha memproduksi, mendistribusikan, dan
menyediakan barang/jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.
Dalam Al-Qur’an, Allah Azza Wa Jalla berfirman:
            
   
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.”
(QS. Shaad: 24).
Selain filter syari`ah, saham yang masuk ke dalam JII harus melalui
beberapa proses penyaringan (filter) terhadap saham yang listing, yaitu
(Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas):
a. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak
bertentangan dengan prinsip syari`ah dan sudah tercatat lebih dari 3
bulan, kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar.
b. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah
tahun berakhir yang memiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva
maksimal sebesar 90%.
c. Memilih 60 saham dari susunan saham di atas berdasarkan urutan ratarata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama 1 (satu)
tahun terakhir.
d. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas ratarata nilai perdagangan reguler selama 1 (satu) tahun terakhir.
Pengkajian ulang akan dilakukan 6 (enam) bulan sekali dengan
penentuan komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap
tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha utama emiten akan
dimonitor secara terus menerus berdasarkan data publik yang tersedia.
Perusahaan yang mengubah lini bisnisnya menjadi tidak konsisten dengan
prinsip syari`ah akan dikeluarkan dari indeks.
Sedangkan saham emiten yang dikeluarkan akan diganti oleh
saham
emiten
lain.
Semua
prosedur
tersebut
bertujuan
untuk
mengeliminasi saham spekulatif yang cukup likuid. Sebagian sahamsaham spekulatif memiliki tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan
reguler yang tinggi dan tingkat kapitalisasi pasar yang rendah.
4. Hubungan
Jakarta
Islamic
Index
(JII)
dengan
Permintaan
Pembiayaan Mudharabah
JII
memiliki
hubungan
pembiayaan mudharabah.
yang positif
dengan permintaan
Hal ini dapat terlihat bahwa dengan
meningkatnya JII yang mencerminkan membaiknya kondisi keuangan
perusahaan dan kondisi perekonomian yang stabil (certainty) akan
meningkatkan minat dunia usaha dalam mengembangkan usaha sehingga
akan meningkatkan permintaan pembiayaan mudharabah. Sebaliknya
menurunnya JII yang mencerminkan memburuknya kondisi keuangan
perusahaan dan kondisi perekonomian yang uncertainty akan mengurangi
minat dunia usaha dalam mengembangkan usaha sehingga akan
menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah.
G. Inflasi
1. Definisi Inflasi
Cukup banyak definisi inflasi tetapi hingga kini belum diperoleh
suatu definisi yang baku yang disetujui oleh seluruh ahli ekonomi. Definisi
inflasi menurut beberapa penulis pada dasarnya sama yaitu antara lain :
a. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaikkan secara
umum dan terus-menerus. (Budiono, 2001)
b. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang
secara terus-menerus ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai
macam barang itu naik dengan presentase yang sama. Mungkin dapat
terjadi kenaikan tersebut tetapi tidaklah bersamaan yang penting
terdapat kenaikan umum barang secara terus-menerus selama satu
periode. (Nopirin, 2000)
Ini tidak berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik
dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut
tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga umum barang
secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi
hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar)
bukanlah merupakan inflasi.
2. Jenis-jenis Inflasi
a. Penggolongan Inflasi Menurut Parah Tidaknya Inflasi
Penggolongan pertama menurut parah tidaknya inflasi,
beberapa macam inflasi: (Budiono, 2001)
1) Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
2) Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun)
3) Inflasi berat (antara 30 –100%)
4) Hiperinflasi (di atas 100%)
Penentuan parah tidaknya inflasi tentu saja sangat relatif dan
tergantung pada “selera” kita untuk menamakannya.
b. Penggolongan Inflasi Menurut Penyebabnya
Penggolongan kedua adalah atas dasar sebab musabab awal
dari inflasi. Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 M1441 M dalam Adiwarman Karim, 2007:140), yang merupakan salah
satu murid dari Ibnu Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua
golongan yaitu:
1) Natural Inflation
Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh
sebab-sebab alamiah, di mana orang tidak mempunyai kendali
atasnya (dalam hal mencegah). Ibn al-Maqrizi mengatakan bahwa
inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya agregat
supply (AS) atau naiknya agregat demand (AD).
Natural
inflation
dapat
dibedakan
berdasarkan
penyebabnya menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut:
a) Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan
berbagai barang tertentu kuat (Demand Pull Inflation).
Inflasi yang dimaksud di sini adalah inflasi yang
timbul akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak,
di mana ekspor naik sedangkan impor turun sehingga net
export nilainya sangat besar, maka mengakibatkan naiknya
agregat demand (AD) yaitu adanya banyak permintaan akan
barang-barang konsumsi oleh masyarakat, karena permintaan
masyarakat bertambah, maka kurva agregat demand bergeser
dari D1 ke D2. Akibatnya harga berubah dari H1 ke H2 kenaikan
harga barang akhir mendahului harga barang input dan
kenaikan faktor produksi, (Gambar 2.7).
P
S
P2 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¦
¦
P1 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯¦
¦
¦
¦
¦
¦
¦
¦
0
Q1
Q2
D2
D1
Q
Gambar 2.7
Kurva Demand Pull Inflation
Cara mengatasi permasalahan tersebut khalifah Umar
bin Khattab rodhiyallahu `anhu pada zamannya, Beliau
melarang penduduk Madinah untuk membeli barang-barang
atau komoditi selama dua hari berturut-turut. Akibatnya adalah
turunnya AD dalam perekonomian. Setelah pelarangan tersebut
berakhir maka tingkat harga kembali menjadi normal.
b) Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi (Cost Push
Inflation).
Cost push inflation adalah inflasi yang timbul karena
berkurangnya penawaran akibat kenaikan produksi karena
terjadinya paceklik, perang ataupun embargo dan boycott. Pada
gambar di bawah terlihat bila ongkos produksi naik maka kurva
penawaran akan bergeser dari S1 ke S2. Kenaikan harga barang
akhir (output) mengikuti kenaikan harga barang input atau
faktor produksi, (Gambar 2.8).
P
S2
S1
P2 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯¦
¦
P1 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯¦¯ ¯ ¯ ¯ ¦
¦
¦
¦
¦
¦
¦
0
Q1
Q2
D
Q
Gambar 2.8
Kurva Cost Push Inflation
Cara mengatasi permasalahan tersebut khalifah Umar
bin Khattab rodhiyallahu `anhu pada zamannya, Beliau
melakukan impor gandum dari Fustat-Mesir sehingga agregat
supply (AS) barang di pasar kembali naik yang kemudian
berakibat pada turunnya tingkat harga-harga.
2)
Human Error Inflation (HEI)
HEI dikatakan sebagai inflasi yang diakibatkan oleh
kesalahan dari manusia itu sendiri (QS. Ar-Rum: 41). HEI dapat
dikelompokkan menurut penyebabnya sebagai berikut:
a) Korupsi dan administrasi yang buruk (Corruption and bad
administration).
b) Pajak yang berlebihan (Excessive Tax).
c) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang
berlebihan (Excessive Seignorage).
3. Metode Pengukuran Inflasi
Suatu kenaikan harga dalam inflasi dapat diukur dengan
menggunakan indeks harga. Ada beberapa indeks harga yang dapat
digunakan untuk mengukur laju inflasi (Nopirin, 1987:25) antara lain:
a. Consumer Price Index (CPI)
Indeks yang digunakan untuk mengukur biaya atau pengeluaran rumah
tangga dalam membeli sejumlah barang bagi keperluan kebutuhan
hidup:
Cost of market basket in given year
CPI =
x 100%
Cost of market basket in base year
(2.23)
b. Produsen Price Index dikenal dengan Whosale Price Index
Indeks yang lebih menitikberatkan pada perdagangan besar seperti
harga bahan mentah (raw material), bahan baku atau barang setengah
jadi. Indeks PPI ini sejalan dengan indeks CPI.
c. GNP Deflator
GNP deflator ini merupakan jenis indeks yang berbeda dengan indeks
CPI dan PPI, di mana indeks ini mencangkup jumlah barang dan jasa
yang termasuk dalam hitungan GNP, sehingga jumlahnya lebih banyak
dibanding dengan kedua indeks di atas:
GNP Nominal
GNP Deflator =
GNP Riil
X 100
(2.24)
4. Hubungan Inflasi dengan Permintaan Pembiayaan Mudharabah
Inflasi memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah. Inflasi yang mencerminkan ekspektasi terhadap
kenaikan harga-harga relatif barang dan jasa di masa datang akan
menyebabkan naiknya tingkat bagi hasil, dengan tingginya bagi hasil
tersebut biasanya masyarakat akan menyimpan uang di perbankan syari`ah
dengan sistem mudharabah lebih banyak karena bagi hasilnya tinggi,
sehingga masyarakat merasa “diuntungkan”. Sebaliknya dalam urusan
pembiayaan masyarakat justru menghindari pembiayaan mudharabah,
karena bagi hasilnya tinggi di mana yang diuntungkan adalah pemilik
modal (bank). Oleh karena itu masyarakat akan menurunkan pembiayaan
mudharabah yang diminta. Sehingga hubungan antara inflasi dan
permintaan pembiayaan mudharabah berbanding terbalik.
H. Produk Domestik Bruto (PDB)
1. Definisi PDB
Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP)
adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian baik yang dilakukan oleh penduduk domestik maupun
penduduk asing maupun orang-orang dari negara lain yang bermukim di
negara yang bersangkutan. PDB merupakan ukuran terbaik dari kinerja
perekonomian karena tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi
dalam nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu (Mankiw, 1999).
Menurut Paul A. Samuelson (1992:112), PDB adalah jumlah
output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu
tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa yang di produksi di wilayah
suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode
waktu tertentu.
Sadono Sukirno (1994:33) mendefinisikan PDB/GDP sebagai
nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh faktorfaktor produksi milik warga negara tersebut dan warga negara asing.
PDB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai
perkembangan ekonomi suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional ini
mempunyai ukuran makro utama tentang kondisi suatu negara. Pada
umumnya perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat dari pendapatan
nasionalnya sebagai gambaran, Bank Dunia menentukan apakah suatu
negara berada dalam kelompok negara maju atau berkembang melalui
pengelompokan besarnya PDB, dan PDB suatu negara sama dengan total
pengeluaran atas barang dan jasa dalam perekonomian (Teddy
Herlambang, 2001:16).
Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain,
pendapatannya tidak dimasukkan ke dalam PDB. Sebagai gambaran PDB
Indonesia baik oleh warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara
asing (WNA) yang ada di Indonesia tetapi tidak diikutsertakan produk
WNI di luar negeri (Teddy Herlambang, 2001:22).
Sedangkan Faried Wijaya (1997:13) menyatakan bahwa PDB
adalah nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua barang-barang dan
jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam suatu periode
waktu tertentu biasanya satu tahun. Secara umum PDB dapat diartikan
sebagai nilai akhir barang-barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu
negara selama periode tertentu (biasanya satu tahun).
2. PDB Sebagai Kinerja Perekonomian
Terdapat beberapa cara untuk menilai PDB sebagai kinerja
sebuah perekonomian (Mankiw, 1999):
a. Dengan melihat PDB dari pendekatan produksi, yaitu dengan cara
menjumlahkan nilai produksi yang dihasilkan oleh sektor-sektor
produktif yang ada di Indonesia.
Secara sistematis metode produksi dituliskan sebagai berikut:
Y = Pq1Q1 + Pq2Q2 + Pq3Q3 + … + PqnQn
(2.13)
b. Dengan melihat PDB sebagai perekonomian total (pendekatan
pendapatan) dari setiap orang yang berada di dalam perekonomian,
dengan menjumlahkan semua pendapatan dari faktor-faktor produksi.
Jika ditulis persamaannya adalah sebagai berikut:
Y=w+i+r+ π
c. Dengan
melihat
PDB
sebagai
pengeluaran
(2.14)
total
(pendekatan
pengeluaran) pada output barang dan jasa perekonomian, dengan
menjumlahkan semua pengeluaran. Secara sistematis persamaanya
dapat ditulis:
Y = C + I + G + (X-M)
(2.15)
Dari sudut pandang lain, jelaslah mengapa PDB merupakan
cerminan dari kinerja ekonomi karena mengukur sesuatu yang dipedulikan
banyak orang (pendapatan) demikian pula dengan output barang dan jasa
yang memuaskan permintaan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah.
PDB mengukur pendapatan dan pengeluaran perekonomian pada
outputnya dengan alasan bahwa jumlah keduanya adalah sama dan fakta
yang mendasar, karena setiap transaksi memiliki penjual dan pembeli,
setiap uang yang dikeluarkan seorang pembeli menjadi pendapatan
seorang penjual yang lain.
3. PDB Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan
Pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan dua harga yang
telah ditetapkan pasar. Menurut Mulyono dalam Hanton (2002:27),
pendapatan nasional pada harga konstan dan harga berlaku dapat diperoleh
melalui:
PDB hkx = PDB hbx x 100
(2.16)
IHKx
PDB hbx = PDB hkx x IHKx
(2.17)
100
Indeks harga yang digunakan untuk mendeflasi PDB harga berlaku di
mana Implicit Price Deflator.
Implicit Price Deflator =
PDB hbx x 100
PDB hkx
Di mana:
Hkx = Harga konstan
Hbx = Harga berlaku
IHK= Indeks harga konsumen
100 = Indeks harga konsumen tahun dasar
X
= Tahun tertentu
(2.18)
GDP nominal (PDB atas dasar harga berlaku) merujuk kepada
nilai GDP tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan GDP riil
(PDB atas dasar harga konstan) mengoreksi angka GDP nominal dengan
memasukkan pengaruh dari harga. GDP dapat dipahami melalui cara
perhitungan pendapatan nasional berikut dibawah ini (Suseno Triyanto,
1983:16).
GNP = GDP + F
(2.19)
NNP = GNP – D
(2.20)
NI = NNP – Nit
(2.21)
Di mana :
GNP = Produk nasional bruto
GDP = Produk domestik bruto
NNP = Produk nasional neto
F
= Pendapatan neto terhadap luar negeri atas faktor-faktor
produksi
D
= Penyusutan
Nit
= Pajak tidak langsung neto, yaitu selisih antara pajak tidak
langsung dengan subsidi
NI
= Pendapatan nasional (Y)
Jika ketika persamaan tersebut digabungkan akan didapat persamaan
sebagai berikut :
GDP = NI + Nit + D - F
(2.22)
Suseno Triyanto (1983) berpendapat bahwa kenaikan pendapatan
perkapita mungkin menaikkan standar hidup riil masyarakat bisa terjadi,
sementara pendapatan riil perkapita meningkat, akan tetapi konsumsi
mengakibatkan tingkat tabungan meningkat. Hal ini akan menjadikan
salah satu bentuk akumulasi modal melalui tabungan masyarakat yang
pada
akhirnya
akan
digunakan
pemerintah
dalam
membiayai
pembangunan di negaranya.
4. Hubungan PDB dengan Permintaan Pembiayaan Mudharabah
PDB
memiliki
hubungan
yang
erat
dengan
permintaan
pembiayaan mudharabah, hal ini disebabkan, dengan adanya kenaikan
PDB karena kondisi perekonomian yang mantap maka tingkat konsumsi
masyarakat akan semakin meningkat, oleh sebab itu jika PDB meningkat
maka permintaan akan pembiayaan mudharabah juga akan mengalami
peningkatan guna mencukupi tingkat konsumsi yang diperlukan oleh
masyarakat. Sehingga PDB memiliki hubungan yang searah (positif)
dengan permintaan pembiayaan mudharabah, dan sebaliknya dalam
kondisi perekonomian yang lemah (resesi) maka permintaan pembiayaan
mudharabah cenderung menurun karena dengan sendirinya masyarakat
akan mengurangi tingkat konsumsinya.
I. Kurs Mata Uang
1. Definisi Kurs Mata Uang
Nilai tukar uang yang dikenal dengan sebutan kurs mata uang
adalah catatan (quation) harga pasar dari mata uang asing (foreign
currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) atau
resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing
(Douglas Greenwald, 1982:430). Sedangkan menurut Adiningsih, dkk
(1998:155), nilai tukar Rupiah adalah harga Rupiah terhadap mata uang
negara lain. Jadi, nilai tukar Rupiah merupakan nilai dari satu mata Rupiah
yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar AS, nilai tukar Rupiah terhadap Yen, dan lain
sebagainya.
Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi
aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung
akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah
terhadap mata uang asing khususnya Dollar AS memiliki pengaruh negatif
terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
2. Perhitungan Kurs Mata Uang
P = e x P’
Di mana:
P = Tingkat harga domestik (domestic price)
(2.23)
P’ = Tingkat harga luar negeri (foreign price)
e = Nilai tukar uang (exchange rate)
e x P’
Real exchange rate =
(2.24)
P
(e* IDR/USD – e IDR/USD)
RIDR = RUSD +
(2.25)
e IDR/USD
Di mana:
R = Expected return on asset
e* = Expected future exchange rate (perkiraan nilai tukar)
e = Exchange rate (nilai tukar )
3. Penyebab Fluktuasi Kurs Mata Uang
Ada
beberapa
faktor
yang
menjadi
penyebab
dari
apresiasi/depresiasi (fluktuasi) nilai tukar suatu mata uang, di dalam Islam
digolongkan dalam dua kelompok yaitu natural dan human error. Nilai
tukar uang menurut Islam akan dipakai dalam dua skenario yaitu
(Adiwarman Karim, 2007:167):
a. Perubahan harga terjadi di dalam negeri
1) Natural exchange rate fluctuation
Fluktuasi nilai tukar uang akibat dari perubahan-perubahan yang
terjadi pada agregat demand (AD) dan agregat supply (AS).
2) Human error exchange rate fluctuation
d) Korupsi dan administrasi yang buruk (Corruption dan bad
administration)
e) Pajak yang berlebihan (Excessive Tax)
f) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang
berlebihan (Excessine seignorage).
b. Perubahan harga terjadi di luar negeri
1) Non-engineered/non-manipulated changes
Disebut sebagai non-engineered/non-manipulated changes adalah
karena perubahan yang terjadi bukan disebabkan oleh manipulasi
(yang dimaksudkan untuk merugikan) yang dilakukan oleh pihakpihak tertentu.
2) Engineered/manipulated changes
Disebut sebagai engineered/manipulated changes adalah karena
perubahan yang terjadi disebabkan oleh manipulasi yang dilakukan
oleh pihak-pihak tertentu yang dimaksudkan untuk merugikan
pihak lain.
4. Sistem Kurs Mata Uang
Menurut Kuncoro (2001: 26), ada beberapa sistem kurs mata
uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu:
a. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini
ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi
oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua
macam kurs mengambang, yaitu :
1) Mengambang bebas (murni) di mana kurs mata uang ditentukan
sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan
pemerintah.
2) Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate)
di mana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs
pada tingkat tertentu.
b. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate), dalam sistem ini, suatu
negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang
negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan
mata uang negara partner dagang yang utama.
c. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs), dalam sistem ini,
suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya
secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu
pada rentang waktu tertentu.
d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara
terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya
berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah
menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata
uang disebar dalam sekeranjang mata uang.
e. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga
kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam
jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau
diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
5. Hubungan Kurs Rupiah/US$ Terhadap Permintaan Pembiayaan
Mudharabah
Kurs Rupiah/US$ merupakan salah satu variabel moneter yang
penulis gunakan. Kurs Rupiah/US$ memiliki hubungan yang signifikan
terhadap permintaan pembiayaan mudharabah. Artinya melemahnya nilai
tukar Rupiah terhadap US$ yang mencerminkan kondisi perekonomian
yang tidak menentu (uncertainty) sehingga meningkatkan risiko berusaha
akan direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan
pembiayaan mudharabah. Sebaliknya menguatnya nilai tukar Rupiah/US$
yang mencerminkan stabilitas perekonomian yang semakin mantap akan
menurunkan risiko berusaha yang pada akhirnya akan direspon oleh dunia
usaha dengan meningkatkan permintaan pembiayaan mudharabah.
J. Penelitian Terdahulu
Sebelum penulis melakukan penelitian ini, telah ada penelitian
terdahulu yang meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan pembiayaan atau pinjaman atau kredit, diantaranya seperti yang
akan penulis jabarkan pada pembahasan di bawah ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Duddy Roesmara Donna dan
Dumairy (2006), dengan penelitian yang berjudul “Variabel-variabel yang
Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Mudharabah Pada Perbankan
Syari`ah Di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi variabelvariabel yang berpengaruh pada permintaan dan penawaran pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Analisis dilakukan
dengan menggunakan data runtut waktu (time series) bulanan, mulai
Desember 2000 hingga Oktober 2005.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
pembiayaan mudharabah, tingkat bagi hasil, ekspektasi profit, dana pihak
ketiga, modal per aset dan non performing financing (NPF). Penelitian ini
menggunakan metode analisis Prosedur Iterasi Cochrane-Orcut (PICO)
maupun PICO yang dikombinasi dengan Auto Regresive Conditional
Heteroscedasticity (ARCH). Berdasarkan hasil estimasi dan analisis dengan
regresi dapat disimpulkan bahwa:
1. Jumlah mudharabah yang diminta dipengaruhi oleh tingkat bagi hasil
(negatif) dan ekspektasi profit (positif);
2. Jumlah mudharabah yang ditawarkan dipengaruhi oleh tingkat bagi hasil
(positif), dana pihak ketiga (positif), dan modal per aset (positif).
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Anas Iswanto Anwar, dkk
(2006) yang berjudul “Perilaku dan Referensi Masyarakat Sulawesi Selatan
Terhadap Bank Pengkreditan Rakyat (BPR)”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor penentu pilihan masyarakat untuk mengambil/ingin
mengambil kredit di lembaga keuangan dan BPR. Metode analisis yang
digunakan adalah Borda Method dan CPI Method.
Berdasarkan
perhitungan
Borda
hasil
analisis dapat disimpulkan bahwa
Method
tentang
faktor
penyebab
hasil
responden
mengambil/ingin mengambil kredit di lembaga keuangan dan BPR di
Propinsi Sulawesi Selatan antara lain jenis kredit sesuai kebutuhan, bunga
kredit rendah, memprioritaskan teman/keluarga sebagai sumber informasi
mengenai eksistensi BPR, BU dan LKNB. Sedangkan yang menggunakan
metode CPI faktor penyebab responden mengambil/ingin mengambil kredit
di lembaga keuangan dan BPR di Propinsi Sulawesi Selatan adalah proses
aplikasi yang sederhana dan mudah.
Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Lukman Hakim dan Siti
Aisyah Tri Rahayu (2007) yang berjudul “Model Kegentingan Kredit Bank
Syari`ah Pada Masa Krisis”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
faktor-faktor yang menyebabkan kegentingan kredit dalam perbankan
syari`ah. Penelitian ini menggunakan dua model yakni model permintaan dan
penawaran kredit yang diestimasi dengan Two Stage Least Square (TSLS)
dan model Vector Autoregression (VAR). Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah permintaan dan penawaran kredit perbankan syari`ah,
nisbah mudharabah, indeks produksi, kapasitas kredit, kredit macet (NPF)
dan nisbah pembiayaan dan deposit (FDR). Berdasarkan hasil persamaan
simultan, kegentingan kredit perbankan syari`ah disebabkan oleh sisi
permintaan dan penawaran:
1. Dari sisi permintaan dengan semakin tinggi nisbah mudharabah
menyebabkan penurunan permintaan kredit perbankan syari`ah. Sementara
dari sudut penawaran kredit, kredit macet (NPF) merupakan faktor utama
yang dapat mengurangi penawaran kredit.
2. Berdasarkan metode VAR menunjukkan bahwa variabel indeks produksi
yang sangat berpengaruh pada permintaan kredit dan semakin besarnya
kapasitas kredit yang dimiliki oleh perbankan syari`ah yang sangat
berpengaruh pada penawaran kredit syari`ah.
Penelitian keempat yang dilakukan oleh Ni Nyoman Aryaningsih
(2008) yang berjudul “Pengaruh Suku Bunga, Inflasi dan Jumlah Penghasilan
Terhadap Permintaan Kredit di PT BPD Cabang Pembantu Kediri”.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh suku bunga, inflasi
dan jumlah penghasilan terhadap permintaan kredit secara parsial dan
simultan. Teknis analisis data menggunakan Analisis Regresi Linear
Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bunga dan inflasi tidak
berpengaruh secara parsial terhadap permintaan kredit, sedangkan jumlah
penghasilan berpengaruh signifikan. Kontribusi suku bunga, inflasi dan
jumlah penghasilan terhadap perubahan permintaan kredit sebesar 37,8%
sedangkan variabel lainnya berkontribusi 62,2%.
Penelitian kelima dilakukan oleh Arlina Nurbaity Lubis dan Ganjang
Arihta Ginting (2008) yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Keputusan Permintaan Kredit Pada PT Bank Tabungan
Negara Cabang Medan”. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh faktor tingkat suku bunga, dan pelayanan nasabah
dalam mempengaruhi dan menentukan keputusan permintaan KPR pada PT
Bank Tabungan Negara Cabang Medan.
Metode analisis yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda.
Hasil regresi menunjukkan bahwa tingkat suku bunga dan pelayanan nasabah
secara serempak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan
permintaan KPR pada PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan. Untuk
lebih jelasnya penelitian terdahulu tersebut akan disajikan dalam tabel 2.3 di
bawah ini:
Tabel 2.3
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Nama
Duddy
Roesmara
Donna dan
Dumairy
(2006)
Variabel
Dependen
 Permintaan
mudharabah pada
bank syari`ah
 Penawaran
mudharabah pada
bank syari`ah
Variabel
Independen
 Tingkat bagi hasil
 Ekspektasi profit (EP)
 DPK
 Modal per aset (MPA)
Metodologi dan Hasil
 Analisis regresi dengan Prosedur
Iterasi Cochrane-Orcut (PICO)
maupun PICO yang dikombinasi
dengan ARCH
 Hasil:
1. Permintaan: bagi hasil
(negatif), EP (positif).
2. Penawaran: bagi hasil
(positif), DPK (positif), MPA
(positif).
Anas Iswanto
Anwar, dkk
(2006)
Preferensi
masyarakat
Sulawesi Selatan
untuk mengambil
kredit baik di
BPR , Bank
Umum (BU)
maupun di LKNB
Faktor-faktor penentu
pilihan masyarakat
Sulawesi Selatan untuk
mengambil kredit baik
di BPR, BU maupun di
LKNB
 Analisis Borda Method dan
Comparative Performance Index
(CPI) Method
 Hasil:
1.Borda Method: jenis kredit
sesuai kebutuhan, bunga kredit
rendah, memprioritaskan
teman/keluarga sebagai sumber
informasi mengenai eksistensi
BPR, BU dan LKNB.
2.CPI Method: proses aplikasi
yang sederhana dan mudah
Lukman Hakim
dan Siti Aisyah
Tri Rahayu
(2007)
Permintaan dan
penawaran kredit
perbankan syari`ah
 Nisbah mudharabah
 Indeks produksi
 Kapasitas kredit
 Kredit macet (NPF)
 Nisbah pembiayaan dan
deposit (FDR)
 Metodologi:
1.Two Stage Least Square
(TSLS)
2.Vector Auto Regression (VAR)
 Hasil:
1.Permintaan: nisbah
mudharabah (negatif), indeks
produksi (positif).
2.Penawaran: nisbah
mudharabah (positif), kapasitas
kredit (positif), NPF (negatif),
FDR (positif).
Nama
Variabel
Variabel
Dependen
Independen
Metodologi dan Hasil
 Analisis Regresi Linier Berganda
 Hasil:
1.Suku bunga (negatif)
2.Inflasi (negatif)
3.jumlah penghasilan (positif)
 Suku bunga
(2008)
Permintaan kredit di
PT BPD cabang
pembantu Kediri
Arlina Nurbaity
Lubis dan
Ganjang Arihta
Ginting
Permintaan kredit
pada PT Bank
Tabungan Negara
Cabang Medan
 Tingkat suku bunga
 Pelayanan nasabah
 Analisis Regresi Linier Berganda
 Hasil:
1.Tingkat suku bunga (signifikan)
2.Pelayanan nasabah (signifikan)
Penawaran pinjaman
 Tingkat bagi hasil
 Error Corection Model (ECM)
 DPK
 Hasil:
Ni Nyoman
Aryaningsih
 Inflasi
 Jumlah penghasilan
(2008)
Seyed dan
Nezamaddin
Makiyan
 Inflasi
(2001)
1.Tingkat bagi hasil (tidak
signifikan)
2.DPK (signifikan)
3.Inflasi (signifikan)
Sylvanus Ikhide
(2003)
Kuantitas kredit
yang diminta dan
kuantitas kredit yang
ditawarkan
 Output gap
 Suku bunga riil
 Expected income
 Inflasi
 Kapasitas pinjaman
 DPK
 Tingkat bunga pinjaman
 Indeks pasar modal
 Full Information Maximum
Likelihood Procedure
 Hasil:
1.Permintaan: Expected income
(positif), output gap (negatif),
inflasi (negatif), suku bunga riil
(negatif).
2.Penawaran: kapasitas pinjaman
(positif), tingkat bunga
pinjaman (positif), indeks pasar
modal (positif), inflasi
(negatif), DPK (positif)
K. Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir yang mendasari pelaksanaan penelitian ini adalah
usaha-usaha untuk menemukan dan menguraikan faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan pembiayaan mudharabah pada bank syari`ah di
Indonesia, periode 2003-2009. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa
total pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah) tidak pernah lebih
dari setengah total pembiayaan dengan prinsip jual beli (murabahah). Pada
tahun 2007 saja murabahah mencapai 59,24 % sedangkan mudharabah hanya
mencapai 19,96 %. (Statistik Perbankan Syari`ah, 2007). Hal ini memang
sungguh disayangkan karena diharapkan pembiayaan dengan prinsip bagi
hasil lebih mendominasi.
Dari penelitian terdahulu dapat kita lihat bahwa permintaan
pembiayaan atau kredit oleh nasabah perbankan dipengaruhi oleh variabelvariabel yang berbeda-beda. Seperti yang diungkapkan oleh Duddy Roesmara
Donna dan Dumairy (2006), dalam penelitiannya yang berjudul “Variabelvariabel yang Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Pembiayaan
Mudharabah Pada Perbankan Syari`ah di Indonesia”. Dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan
pembiayaan mudharabah adalah Ekspektasi Profit (EP), sedangkan faktor
yang mempengaruhi penawaran mudharabah adalah Tingkat Bagi Hasil
(TBH), Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Modal Per Aset (MPA).
Penelitian
tentang
faktor
yang
mempengaruhi
permintaan
pembiayaan mudharabah juga dilakukan Lukman Hakim dan Siti Aisyah
pada penelitiannya yang berjudul “Model Kegentingan Kredit Bank Syari`ah
Pada Masa Krisis”, dengan hasil bahwa faktor yang mempengaruhi
permintaan pembiayaan mudharabah adalah Indeks Produksi (IP) sedangkan
faktor yang mempengaruhi penawaran mudharabah adalah Kapasitas Kredit
(KK), kredit macet (NPF) dan nisbah pembiayaan dan deposit (FDR).
Berbeda dengan penelitian di atas dalam penelitian ini penulis akan
menggunakan lima variabel yang dapat mempengaruhi terjadinya permintaan
pembiayaan mudharabah dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang
sebagian besar menggunakan faktor ekstern sebagai variabelnya. Faktorfaktor tersebut antara lain: tingkat bagi hasil (X1), Jakarta Islamic Index (X2),
tingkat inflasi (X3), Produk Domestik Bruto (X4) dan kurs Rupiah/US$ (X5).
Tingkat bagi hasil merupakan salah satu variabel intern yang penulis
gunakan. Hubungan tingkat bagi hasil dengan permintaan pembiayaan
mudharabah yaitu, apabila tingkat bagi hasinya tinggi maka akan
menurunkan
permintaan
pembiayaan
mudharabah
dan
begitu
pula
sebaliknya, apabila tingkat bagi hasilnya rendah maka akan meningkatkan
permintaan pembiayaan mudharabah. Hal ini disebabkan, dalam urusan
pembiayaan, masyarakat memang menghindari pembiayaan mudharabah,
karena apabila bagi hasilnya tinggi maka pihak yang akan diuntungkan adalah
pemilik modal (bank), sedangkan mudharib hanya akan mendapatkan hasil
yang sedikit. Sehingga dengan begitu akan menurunkan permintaan
pembiayaan mudharabah, yang berarti bahwa antara tingkat bagi hasil
dengan permintaan pembiayaan mudharabah memiliki hubungan yang
negatif.
JII merupakan variabel intern kedua yang penulis gunakan dalam
penelitian ini. JII memiliki hubungan yang positif dengan permintaan
pembiayaan mudharabah. Meningkatnya indeks JII yang mencerminkan
membaiknya kondisi keuangan perusahaan dan kondisi perekonomian yang
stabil
(certainty)
akan
meningkatkan
minat
dunia
usaha
dalam
mengembangkan usaha sehingga akan meningkatkan permintaan pembiayaan
mudharabah. Sebaliknya menurunnya indeks JII yang mencerminkan
memburuknya kondisi keuangan perusahaan dan kondisi perekonomian yang
uncertainty akan mengurangi minat dunia usaha dalam mengembangkan
usaha sehingga akan menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah.
Inflasi merupakan salah satu variabel makroekonomi yang peneliti
gunakan. Inflasi memiliki hubungan negatif terhadap permintaan pembiayaan
mudharabah. Inflasi yang mencerminkan ekspektasi terhadap kenaikan
harga-harga relatif barang dan jasa di masa datang akan menyebabkan
naiknya bagi hasil, dengan tingginya bagi hasil tersebut biasanya masyarakat
akan menyimpan uang di perbankan syari`ah dengan sistem mudharabah
lebih banyak karena bagi hasilnya tinggi, sehingga masyarakat merasa
“diuntungkan”. Sebaliknya dalam urusan pembiayaan masyarakat justru
menghindari pembiayaan mudharabah, karena bagi hasilnya tinggi di mana
yang diuntungkan adalah pemilik modal (bank). Oleh karena itu masyarakat
akan menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah. Sehingga hubungan
antara inflasi dan permintaan pembiayaan mudharabah berbanding terbalik.
PDB merupakan variabel makroekonomi kedua setelah inflasi yang
penulis gunakan dalam penelitian ini. Pada dasarnya PDB mempunyai
hubungan yang erat dengan permintaan pembiayaan mudharabah, hal ini
disebabkan, dengan adanya kenaikan PDB karena kondisi perekonomian yang
stabil maka tingkat konsumsi masyarakat akan semakin meningkat, oleh
sebab itu jika PDB meningkat maka permintaan akan pembiayaan juga akan
mengalami peningkatan guna mencukupi tingkat konsumsi yang diperlukan
oleh masyarakat. Sehingga PDB memiliki hubungan yang positif dengan
permintaan pembiayaan mudharabah, dan sebaliknya dalam kondisi
perekonomian
yang
lemah
(resesi)
maka
permintaan
pembiayaan
mudharabah cenderung menurun karena dengan sendirinya masyarakat akan
mengurangi tingkat konsumsinya.
Kurs Rupiah/US$ merupakan salah satu variabel moneter yang
penulis gunakan dalam penelitian ini. Kurs Rupiah/US$ memiliki hubungan
yang signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah. Artinya
melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US$ yang mencerminkan kondisi
perekonomian yang tidak menentu (uncertainty) sehingga meningkatkan
risiko berusaha akan direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan
permintaan pembiayaan mudharabah. Sebaliknya menguatnya nilai tukar
Rupiah/US$ yang mencerminkan stabilitas perekonomian yang semakin
mantap akan menurunkan risiko berusaha yang pada akhirnya akan direspon
oleh dunia usaha dengan meningkatkan permintaan pembiayaan mudharabah.
Metode analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
model koreksi kesalahan atau Error Correction Model (ECM) yang
diperkenalkan oleh Sargan dan dipopulerkan oleh Engle dan Granger. Model
ini mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi
jangka panjang dan juga dapat memecahkan masalah variabel time series
yang rentan dengan ketidakstasioneran yang sebelumnya dilakukan uji
stasioner ADF dan uji kointegrasi Engle-Granger, singkatnya akan penulis
gambarkan pada kerangka pemikiran. Kerangka pemikiran dalam penelitian
ini jika divisualisasikan dalam bentuk skema atau model sederhana adalah
sebagai berikut:
Pengukuran permintaan
Identifikasi faktor-faktor penyebab permintaan
pembiayaan mudharabah (Y)
Faktor Intern
Bagi Hasil (X1)
Faktor Ekstern
JII (X2)
PDB (X4)
Inflasi (X3)
Kurs (X5)
Uji Akar-akar Unit
Tidak
Uji Derajat Integrasi
Stasioner
Ya
Stasioner pada
ordo yang
sama
Ya
Tidak
Keluarkan
dari
Pengujian
Tidak
Uji Kointegrasi
Uji Asumsi Klasik:
 Multikolinieritas
 Heteroskedastisitas
 Autokorelasi
Pendekatan ECM
Gambar 2.9. Kerangka Pemikiran
Kesimpulan dan
Implikasi
STOP
L. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang
masih perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas, dan dapat
diuji. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel tingkat bagi hasil (X1)
Ho : Diduga tingkat bagi hasil tidak berpengaruh secara signifikan dalam
jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia
periode 2003-2009.
Ha : Diduga tingkat bagi hasil berpengaruh secara signifikan dalam
jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia
periode 2003-2009.
2. Variabel Jakarta Islamic Index (X2)
Ho : Diduga Jakarta Islamic Index tidak berpengaruh secara signifikan
dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia
periode 2003-2009.
Ha : Diduga Jakarta Islamic Index berpengaruh secara signifikan dalam
jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia
periode 2003-2009.
3. Variabel tingkat inflasi (X3)
Ho : Diduga tingkat inflasi tidak berpengaruh secara signifikan dalam
jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia
periode 2003-2009.
Ha : Diduga tingkat inflasi berpengaruh secara signifikan dalam jangka
pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 20032009.
4. Variabel PDB (X4)
Ho : Diduga PDB tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka
pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 20032009.
Ha : Diduga PDB berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek
maupun
jangka
panjang
terhadap
permintaan
pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 20032009.
5. Variabel kurs Rupiah/US$ (X5)
Ho : Diduga kurs Rupiah/US$ tidak berpengaruh secara signifikan dalam
jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia
periode 2003-2009.
Ha : Diduga kurs Rupiah/US$ berpengaruh secara signifikan dalam
jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia
periode 2003-2009.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Berawal dari uraian yang telah dipaparkan di atas, melihat luasnya
pembahasan mengenai pembiayaan bank syari`ah di Indonesia, dalam
penelitian ini penulis memfokuskan variabel dependennya hanya pada
permintaan pembiayaan mudharabah saja. Dan variabel independennya
hanya difokuskan pada tingkat bagi hasil (TBH), Jakarta Islamic Index (JII),
inflasi, PDB, dan kurs Rupiah/US$. Data operasional yang digunakan pada
penelitian ini menggunakan data runtut waktu (time series). Semua data
dalam bulanan kecuali data Produk Domestik Bruto (PDB) Nominal dalam
triwulanan. Data yang digunakan adalah data bulanan yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia dan data lain yang mendukung yang bersumber dari Bank
Indonesia dan Bursa Efek Indonesia serta dari sumber-sumber lainnya yang
terkait.
B. Metode Penentuan Sampel
Metode penentuan sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah metode quota sampling. Quota sampling adalah metode penarikan
sampel quota besarnya strata atau sub-kelas dalam populasi yang ditaksir
secara kasar dari statistik yang dipublikasikan dan pencacah memiliki
kebebasan memilih responden. Statistik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Statistik Bulanan Bank Indonesia dan Statistik Bulanan Bursa Efek
Indonesia.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk melakukan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Field research
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
bersifat sekunder yaitu data yang diperoleh melalui hasil pengolahan pihak
kedua (data eksternal) atau data yang sudah dipublikasi untuk menjelaskan
gejala dari suatu fenomena, seperti pusat referensi Bank Indonesia (BI)
dan Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Library research
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari membaca literatur, buku, artikel, jurnal dan sejenisnya yang
berhubungan dengan aspek yang diteliti sebagai upaya untuk memperoleh
data yang valid.
3. Internet research
Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atau
pinjam di perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau kadaluarsa,
karena ilmu selalu berkembang, oleh karena itu untuk mengantisipasi hal
tersebut penulis melakukan penelitian dengan teknologi yang juga
berkembang yaitu internet sehingga data yang diperoleh merupakan data
yang sesuai dengan perkembangan zaman.
D. Metode Analisis
1. Uji Stasioneritas
Proses yang bersifat random atau stokastik merupakan kumpulan
dari variabel random dalam urutan waktu. Setiap data time series yang kita
punyai merupakan suatu data dari hasil proses stokastik. Suatu data hasil
proses random dikatakan stasioner jika memenuhi kriteria, yaitu: jika ratarata dan varian konstan sepanjang waktu dan kovarian antara dua data
runtun waktu hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu
tertentu (Agus Widarjono, 2005:354). Salah satu persyaratan penting untuk
mengaplikasikan model seri waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang
normal atau stabil (stasioner) dari variabel-variabel pembentuk persamaan
regresi. Karena penggunaan data dalam penelitian ini dimungkinkan
adanya data yang tidak stasioner, maka dalam penelitian ini perlu
digunakan beberapa uji stasioner. Dalam melakukan uji stasioneritas,
penulis akan melakukan proses analisis yang terdiri dari :
a. Uji Akar-akar Unit (Testing for Unit Root)
Uji akar-akar unit dapat dipandang sebagai uji stasioneritas,
karena pada intinya uji tersebut mengamati apakah koefisien tertentu
dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak.
Langkah awal yang harus dilakukan pengujian ini adalah menaksir
model otoregresif dari masing-masing variabel yang akan digunakan
dalam penelitian dengan OLS. Ada beberapa prosedur untuk
melakukan uji akar-akar unit namun yang banyak digunakan adalah
uji Dickey-Fuller ( DF ) dan uji Philips Peron.
Uji ADF adalah uji yang dikembangkan oleh Dickey-Fuller
untuk menyempurnakan uji DF yang sudah ada sebelumnya. Dalam
prakteknya uji ADF inilah yang seringkali digunakan untuk
mendeteksi apakah data stasioner atau tidak. Uji ADF ini dilakukan
dengan memasukkan konstanta dan trend. Adapun formulasi uji ADF
adalah sebagai berikut :
k
DYt = a0 + a1 + Σ b 1 B1DYt
(3.1)
i=1
k
DYt = c0 + c1T + c2 BYt + Σ d 1B1DYt
(3.2)
i=1
Notasi :
DYt = Yt - Yt-1
BYt = Yt-1
T
= Trend waktu
Yt = Variabel yang diamati pada waktu t
K
= Besarnya waktu kelambanan yang dihitung dengan rumus
K
= N1/3 dengan N adalah jumlah sampel.
Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai t-statistik
ADFnya dengan nilai kritis statistik ADF tabel. Nilai ADF
ditunjukkan oleh nilai t pada koefisien regresi BYt pada persamaan
(3.1) dan (3.2). Bila data yang diamati pada uji akar unit ternyata tidak
statsioner, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji derajat
integrasi.
b. Uji Derajat Integrasi (Testing for Degree on Integration)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau order
differensi ke berapa derajat data yang diteliti akan stasioner. Pengujian
ini dilakukan pada uji akar-akar unit (langkah pertama di atas), jika
ternyata data tersebut tidak stasioner pada derajat pertama (Insukindro,
1992:261). Uji derajat integrasi ini mirip dengan uji akar unit. Untuk
melakukan uji tersebut juga dilakukan penaksiran model otoregresif
dengan OLS.
k
D2Yt = b0 + b1BDYt + Σ f1B1D2Yt
i=1
(3.3)
k
D2Yt = d0+ d1T + d2BDYt + Σ h1 B1D2Yt
(3.4)
i=1
Di mana
D2Yt = DYt - DYt-1
BDYt = DYt-1
Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak
dengan cara membandingkan antara nilai ADF dengan nilai kritis
distribusi statistik Mackinon. Jika nilai absolut statistik ADF lebih
besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan
stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik ADF lebih kecil
dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Hal yang krusial dalam
uji ADF adalah menentukan panjangnya kelambanan.
Selain uji ADF juga bisa dengan menggunakan uji Philips
Peron untuk menentukan akar unit dan derajat integrasi. Uji PP
memasukkan
unsur
autokorelasi
di
dalam
residual
dengan
memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi.
Philips Peron membuat uji akar-akar unit dengan menggunakan
metode statistik non parametik dalam menjelaskan kelambanan
diferensi sebagaimana uji ADF. Adapun uji akar-akar unit dari Philips
Peron sebagai berikut :
DYt = γ Yt-1 + et
DYt = ao + γYt-1 + et
DYt = ao + a2T + γ Yt-1 + et
(3.5)
(3.6)
(3.7)
Keterangan :
T adalah trend waktu
Statistik distributif t tidak mengikuti statistik distribusi
normal tetapi mengikuti distribusi PP sedangkan nilai kritisnya
digunakan nilai kritis yang dikemukakan oleh Mackinon. Berbeda
dengan uji ADF, dalam menentukan panjangnya lag uji PP
menggunakan truncation lag q dari Newey-West. (Agus Widarjono,
2005:361)
2. Uji Kointegrasi
Setelah dilakukan uji stasioneritas dan diyakini seluruh variabel
yang diamati merupakan variabel yang sudah stasioner dan memiliki
derajat yang sama, maka langkah selanjutnya adalah pengujian kointegrasi
untuk melihat jangka panjang dari model tersebut. Dalam melakukan uji
kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabel-variabel terkait
dalam pendekatan ini memiliki derajat integrasi yang sama atau tidak
(Insukindro, 1993:132). Berkaitan dengan itu, uji akar-akar unit dan uji
derajat integrasi perlu dilakukan terlebih dahulu.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai pendekatan kointegrasi,
anggaplah memiliki satu himpunan variabel runtun waktu X. Komponen X
dikatakan berkointegrasi pada derajat d, h atau ditulis ~ (d,h) bila (Jaka
Sriyana, 2003) :
i. Setiap komponen dari X berkointegrasi pada derajat d atau I (d)
ii. Terdapat suatu vektor α yang tidak sama dengan nol (α ≠ 0), sehingga
Zt= α1 X~1(d,b), di mana b=0 dan α adalah vektor kointegrasi.
Implikasi penting dari ilustrasi dan definisi di atas adalah bahwa
jika dua variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda,
katakanlah X = I (1) dan Y = I (2), maka kedua variabel tersebut tidak
dapat berkointegrasi (Insukindro, 1993:132). Uji ini dilakukan setelah uji
stasioneritas melalui uji akar-akar unit dan derajat integrasi terpenuhi.
Uji kointegrasi digunakan untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya keseimbangan atau kestabilan jangka panjang diantara variabelvariabel yang diamati. Setelah prasyarat dari uji kointegrasi dilakukan,
maka dapat diketahui data yang diamati tersebut stasioner pada derajat
keberapa. Hal ini perlu diketengahkan mengingat adanya syarat dari uji
kointegrasi yaitu bahwa dalam melakukan uji kointegrasi data yang
digunakan harus berintegrasi pada derajat yang sama.
Selanjutnya bersamaan dengan uji kointegrasi, Engle dan Granger
(1987:265) berpendapat bahwa dari tujuh uji statistik yang diketengahkan
untuk menguji hipotesa nol tidak adanya kointegrasi, ternyata uji CRDW
(Cointegration-Regression Durbin-Watson), DF (Dickey-Fuller), dan ADF
(Augmented Dickey-Fuller) merupakan uji statistik yang paling disukai.
Untuk menghitung statistik CRDW, DF, dan ADF ditaksir dengan regresi
kointegrasi berikut ini dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least
squares = OLS). (Insukindro,1993:132)
Yt = m0 + m1X1t + m2X2t + Et
Di mana:
Y
= Variabel tak bebas
X1, X2 = Variabel bebas
E
= Nilai residual
(3.8)
Kemudian regresi berikut ini ditaksir dengan OLS:
DEt = p 1 Et-1
(3.9)
p-1
DEt= q1 Et-1 + Σ w1 DEt-1
(3.10)
i=1
Di mana:
DEt = Et – Et-1
Nilai statistik CRDW ditunjukan oleh nilai statistik DW (DurbinWatson) pada regresi persamaan (3.8) dan nilai statistik DF dan ADF
ditunjukan oleh nisbah pada koefisien Et-1 pada persamaan (3.9) dan
(3.10). Nilai kritis untuk ketiga uji tersebut dapat dilihat pada Engle dan
Yoo (1987). Sebagaimana telah disinggung di atas, tujuan utama dari uji
kointegrasi adalah untuk mengkaji apakah residual regresi kointegrasi
stasioner atau tidak. Pengujian ini sangat penting bila ingin dikembangkan
suatu model dinamis, khususnya model koreksi kesalahan (Error
Correction Model = ECM), yang mencakup variabel-variabel kunci pada
regresi kointegrasi terkait.
Pada prinsipnya, model koreksi kesalahan terdapat keseimbangan
yang tetap dalam jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi. Bila
dalam jangka pendek terdapat ketidakseimbangan dalam satu periode,
maka model koreksi kesalahan akan mengoreksinya pada periode
berikutnya (Engle dan Granger, 1987:254). Mekanisme koreksi kesalahan
ini dapat diartikan sebagai penyelaras perilaku jangka pendek dan jangka
panjang. Dengan mekanisme ini pula, masalah regresi yang semrawut
dapat dihindarkan melalui penggunaan variabel perbedaan yang tetap di
dalam model, namun tanpa menghilangkan informasi jangka panjang yang
diakibatkan oleh penggunaan data perbedaan semata. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa model koreksi kesalahan dengan konsep
kointegrasi atau dikenal dengan Granger Representation Theorem (Jaka
Sriyana, 2003).
3. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
klasik untuk melihat apakah data terbebas dari masalah multikolinieritas,
heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan
untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang
minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model
regresi tidak mengandung masalah. Untuk itu perlu dibuktikan lebih lanjut
apakah model regresi yang digunakan sudah memenuhi asumsi tersebut.
Berikut ada tiga asumsi yang digunakan:
a. Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah situasi di mana terdapat korelasi
variabel-variabel bebas diantara satu dengan lainnya. Hubungan linier
antara variabel independen dapat terjadi dalam bentuk hubungan linier
yang sempurna (perfect) dan hubungan linier yang kurang sempurna
(imperfect).
Salah
satu
cara
mendeteksi
ada
atau
tidaknya
multikolinieritas adalah dengan uji korelasi. Pada uji korelasi, kita
menguji multikolinieritas hanya dengan melihat hubungan secara
individual antara satu variabel independen dengan satu variabel
independen yang lain. Tetapi multikolinieritas bisa juga muncul karena
satu atau lebih variabel independen merupakan kombinasi linier dengan
variabel independen lain.
Dalam penelitian ini penulis akan melihat multikolienieritas
dengan menguji koefisien korelasi (r) antarvariabel independen.
Sebagai aturan main yang kasar (rule of thumb), jika koefisien korelasi
cukup tinggi katakanlah diatas 0,7 maka diduga ada multikolinieritas
dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relatif rendah maka
diduga model tidak mengandung multikolinieritas.
b. Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi penting OLS adalah varian dari residual
adalah konstan. Namun dalam kenyataannya seringkali varian residual
adalah tidak konstan atau
disebut dengan
heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas biasanya terdapat pada data cross section.
Sementara
itu
data
time
series
jarang
mengandung
unsur
heteroskedastisitas, dikarenakan ketika menganalisis perilaku data yang
sama dari waktu ke waktu fluktuasinya akan relatif lebih stabil (Agus
Widarjono,
2005:146).
Untuk
mendeteksi
ada
tidaknya
heteroskedastisitas, maka bisa menggunakan uji White, yang pada
prinsipnya meregres residual yang dikuadratkan dengan variabel bebas
pada model. Di mana keputusan ada tidaknya heteroskedastisitas
berdasarkan besar kecilnya Obs* R square.
Ho : tidak ada heteroskedastisitas
Ha : ada heteroskedastisitas
Kriteria Uji White adalah jika:
Obs* R square > χ2 tabel, tidak signifikan, Ho ditolak
Obs* R square < χ2 tabel, signifikan, Ho diterima
Dengan tingkat signifikan (α) sebesar 5% bisa juga dengan
menggunakan probabilitas Probabilitas Chi-Square, maka :
Prob Chi-Square < 0,05, tidak signifikan, Ho ditolak
Prob Chi-Square > 0,05, signifikan, Ho diterima
c. Autokorelasi
Autokorelasi adalah suatu keadaan di mana kesalahan
penggangguan dari periode tertentu (µt) berkorelasi dengan kesalahan
pengganggu dari periode sebelumnya (µt-1). Pada kondisi ini kesalahan
pengganggu tidak bebas tetapi satu sama lain saling berhubungan. Bila
kesalahan pengganggu periode t dengan t-1 berkorelasi maka terjadi
kasus
korelasi
serial
sederhana
tingkat
pertama
(first
order
autocorrelation) (Yahya Hamja, 2008:117)
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara
anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu.
Dalam kaitannya dengan asumsi metode OLS, autokorelasi merupakan
korelasi antara satu residual dengan residual yang lainnya. Sedangkan
salah satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan residual adalah
tidak adanya hubungan antara residual satu dengan residual yang lain
(Agus Widarjono, 2005:177).
Dalam penelitian ini untuk melihat adanya autokorelasi atau
tidak maka dapat menggunakan uji autokorelasi yang dikembangkan
oleh Bruesch dan Godfrey yang lebih umum dan dikenal dangan uji
Lagrange Multiplier (LM-test).
Ho : tidak ada autokorelasi
Ha : ada autokorelasi
Dengan tingkat signifikan (α) sebesar 5% dan menggunakan distribusi
Chi-Square, maka :
Jika Prob Chi-Square < 0,05, tidak signifikan, Ho ditolak
Jika Prob Chi-Square < 0,05, signifikan, Ho diterima
Atau dengan cara lain untuk mendeteksi adanya autokorelasi
dalam model bisa dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson
(DW), yaitu dengan cara membandingkan antara DW statistik (d)
dengan dl dan du. Jika hipotesis nol menyatakan bahwa tidak terjadi
penyakit autokorelasi, maka:
Ada
autokorelasi
positif
0
Inconclusive
dl
Tidak ada
autokorelasi
du
2
Inconclusive
4-du
Gambar 3.1
Statistik Durbin-Watson
Ada
autokorelasi
negatif
4-dl
4
4. Error Correction Term (ECT)
ECT adalah bagian dari pengujian model dinamis ECM. Nilai
ECT diperoleh dari penjumlahan variabel independen tahun sebelumnya
dikurangi variabel dependen tahun sebelumnya. Hal ini dimaksudkan
untuk melihat bagaimana pengaruh dari model tersebut baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.
Kemudian regres model ECM secara berurutan sesuai dengan
model yang telah ditentukan. Hasil probabilitas ECT akan menentukan
apakah model dapat dianalisis baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Jika variabel ECT positif dan signifikan pada tingkat signifikansi
5% maka spesifikasi model sudah shohih (valid) dan dapat menjelaskan
variabel dependen.
5. Pendekatan Error Correction Model (ECM)
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara
variabel dalam penelitian ini berupa pendekatan teori ekonomi, teori
statistik dan teori ekonometrika dengan lebih menekankan pada
pendekatan model analisis seri waktu (time series analysis). Model umum
yang dipakai dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda.
Salah satu prasyarat penting untuk mengaplikasikan model seri
waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner)
dari variabel-variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan
data dalam penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner,
maka penelitian ini digunakan teknik kointegrasi (Cointegration Tecnique)
dan model koreksi kesalahan atau Error Correction Model (ECM).
Digunakan ECM karena mekanisme ECM memiliki keunggulan
baik dari segi nilainya dalam menghasilkan persamaan yang diestimasi
dengan property statistik yang diinginkan maupun dari kemudahan
persamaan tersebut untuk diinterprestasikan (Insukindro, 1993:65).
Disamping itu ECM dapat pula dijadikan variabel proksi nalar asa dari
model stok penyangga masa depan dengan cara membentuk estimasi
jangka panjang dari ECM, ECM juga bisa menghindari regresi lancung
atau regresi semu yang menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan.
Proses analisis yang akan dilakukan terdiri dari uji akar unit
(testing for unit root) dan uji derajat integrasi (testing for degree of
integration), uji kointegrasi (cointegration test), uji asumsi klasik serta
pendekatan ECM (Error Correction Model). Hubungan permintaan
pembiayaan mudharabah dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dapat
diformulasikan sebagai berikut :
PM t = f (TBH t, JII t, INF t, PDB t, KURS t)
(3.11)
Berikut merupakan model ECM yang digunakan pada penelitian ini:
DPM t = β0 + β1DTBH t + β2 DJII t + β3 DINF t + β4 DPDB t + β5 DKURS t +
β6 BTBH t + β7 BJII t + β8 BINF t + β9 BPDB t + β10 BKURS t +
β11 ECT
(3.12)
Di mana:
DPM t
= Perubahan pembiayaan mudharabah
periode t
DTBH t
= Perubahan tingkat bagi hasil periode t
DJII t
= Perubahan Jakarta Islamic Index (JII) periode t
DINF t
= Perubahan tingkat inflasi periode t
DPDB t
= Perubahan Produk Domestik Bruto periode t
DKURS t = Perubahan kurs Rupiah/US$ periode t
BTBH t
= Tingkat bagi hasil t-1
BJII t
= Jakarta Islamic Index t-1
BINF t
= Tingkat inflasi t-1
BPDB t
= Produk Domestik Bruto t-1
BKURS t = Kurs Rupiah/US$ t-1
ECT
= Error Correction Term
β0
= Konstanta
β1 - β10
= Koefisien regresi
β11
= Koefisien ECT
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
permintaan pembiayaan mudharabah pada bank syari`ah di Indonesia.
Permintaan pembiayaan di sini adalah total pembiayaan mudharabah yang
disalurkan oleh bank syari`ah kepada nasabah di Indonesia. Data
operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu pada Statistik Perbankan Syari`ah
berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari tahun 2003-2009 yang
dinyatakan dalam bentuk milyar rupiah.
2. Variabel Independen (X)
Variabel independen di sini meliputi:
a. Tingkat Bagi Hasil (X1)
Tingkat Bagi Hasil (TBH) bank syari`ah yang diproksi dengan
tingkat indikasi imbalan IMA dalam rata-rata tertimbang pada Statistik
Perbankan Syari`ah. Data operasional yang digunakan dalam penelitian
ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu dari
Statistik Perbankan Syari`ah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu
dari tahun 2003-2009 yang dinyatakan dalam bentuk persen.
b. Jakarta Islamic Index (X2)
Jakarta Islamic Index (JII) sebenarnya merupakan angka
indeks harga saham yang berbasis syari`ah yang sudah disusun dan
dihitung sehingga menghasilkan trend, di mana angka indeks adalah
adalah angka yang diolah sedemikian rupa sehingga dapat digunakan
membandingkan kejadian yang dapat berupa perubahan harga saham
syari`ah dari waktu ke waktu. Data diperoleh dari Statistik Bursa Efek
Indonesia (BEI) berdasarkan perhitungan bulanan, dari tahun 20032009 yang dinyatakan dalam bentuk milyar rupiah.
c. Inflasi (X3)
Inflasi adalah kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara
umum dan terus menerus selama priode tertentu. Data tentang inflasi
adalah data tentang laju inflasi dalam persen yang terjadi di Indonesia.
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
Bank Indonesia berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari tahun
2003-2009 dan dinyatakan dalam bentuk persen perbulan.
d. Produk Domestik Bruto (X3)
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai tambah barang dan
jasa akhir yang dihasilkan suatu daerah dihitung menggunakan tahun
dasar 2000. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini
diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu dari
Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) berdasarkan
perhitungan triwulanan, yaitu dari tahun 2003-2009 yang dinyatakan
dalam bentuk milyar rupiah.
e.
Kurs Rupiah/US$(X5)
Kurs Rupiah/US$ merupakan nilai dari satu mata Rupiah yang
ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain, dalam hal ini adalah
nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS. Data operasional yang
digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia, yaitu dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia
(SEKI) berdasarkan perhitungan bulanan, dari tahun 2003-2009 yang
dinyatakan dalam bentuk ribu rupiah.
BAB IV
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat Perbankan Syari`ah
Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga
fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan
memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat
Islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syari`ah telah
menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah shalallahu
`alaihi wa sallam.
Fungsi-fungsi tersebut di zaman Rasulullah shalallahu `alaihi wa
sallam dilakukan oleh perorangan dan biasanya satu orang hanya
melakukan satu fungsi. Ketika zaman Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan
baru dilakukan oleh satu individu. Dalam perkembangan berikutnya,
kegiatan yang dilakukan oleh perorangan (jihbiz) kemudian dilakukan oleh
institusi yang saat ini dikenal sebagai bank. Ketika bangsa Eropa mulai
menjalankan praktik perbankan, persoalan mulai timbul karena transaksi
yang dilakukan menggunakan instrumen bunga yang dalam pandangan
fiqih adalah riba, sedangkan riba adalah haram.
Ketika mulai bangkit dari keterbelakangannya dan mengalami
renaissance, bangsa Eropa melakukan penjelajahan dan penjajahan ke
seluruh penjuru dunia, sehingga aktivitas perekonomian dunia didominasi
oleh bangsa-bangsa Eropa. Pada saat yang sama, peradaban Muslim satu
per satu jatuh ke dalam cengkraman penjajahan bangsa-bangsa Eropa.
Akibatnya, institusi-institusi perekonomian umat Islam runtuh dan
digantikan oleh institusi ekonomi bangsa Eropa.
Bunga uang yang secara fiqih dikategorikan sebagai riba yang
berarti haram, di sejumlah negara Islam dan berpenduduk mayoritas
muslim mulai timbul usaha-usaha untuk mendirikan lembaga bank
alternatif non-ribawi. Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa
bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940an, tetapi usaha ini tidak sukses (Sudin Haron dalam Adiwarman Karim,
2007: 23).
Namun demikian, eksperimen pendirian bank syari`ah yang
paling sukses dan inovatif di masa modern dilakukan di Mesir pada tahun
1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Bank ini didirikan
dengan bantuan permodalan dari Raja Faisal Arab Saudi dan merupakan
binaan dari Prof. Dr. Abdul Aziz Ahmad El Nagar yang mendapat
sambutan yang cukup hangat di Mesir, terutama dari kalangan petani dan
masyarakat pedesaan.
Mit Ghamr Bank dianggap berhasil memadukan manajemen
perbankan
Jerman
dengan
prinsip
muamalah
Islam
dengan
menerjemahkannya dalam produk-produk bank yang sesuai untuk daerah
pedesaan yang sebagian besar orientasinya adalah industri pertanian.
Namun karena persoalan politik, pada tahun 1967 Mit Ghamr Bank
ditutup. Kemudian pada tahun 1971 di Mesir berhasil didirikan kembali
bank syari`ah dengan nama Nasser Social Bank, hanya tujuannya lebih
bersifat sosial daripada komersil.
Bank syari`ah pertama yang bersifat swasta adalah Dubai Islamic
Bank, yang didirikan tahun 1975 oleh sekelompok usahawan muslim dari
berbagai negara. Pada tahun 1977 berdiri dua bank syari`ah dengan nama
Faysal Islamic Bank di Mesir dan Sudan. Pada tahun itu pula pemerintah
Kuwait mendirikan Kuwait Finance House. Secara internasional,
perkembangan perbankan syari`ah pertama kali diprakarsai oleh Mesir.
Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara Organisasi Konferensi
Islam (OKI) di Karachi Pakistan bulan Desember 1970.
Pada Sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah tahun 1975
berhasil disetujui rancangan pendirian Islamic Development Bank (IDB)
dengan modal awal 2 milyar dinar dan beranggotakan semua negara
anggota
OKI.
Bank
ini
menyediakan
bantuan
finansial
untuk
pembangunan negara-negara anggotanya, membantu mereka untuk
mendirikan bank syari`ah di negaranya masing-masing, dan memainkan
peranan penting dalam penelitian ilmu ekonomi, perbankan dan keuangan
syari`ah. Sejak saat itu mendekati awal dekade 1980-an, bank-bank
syari`ah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan,
Iran, Malaysia, Bangladesh dan Turki.
Secara garis besar lembaga-lembaga perbankan syari`ah yang
bermunculan itu dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu sebagai
Bank Islam Komersial (Islamic Commercial Bank), seperti Faysal Islamic
Bank (Mesir dan Sudan), Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank,
Jordan Islamic Bank for Finance and Investment, Bahrain Islamic Bank
dan Islamic International Bank for Finance and Development atau
lembaga investasi dengan bentuk international holding companies, seperti
Daar Al-Maal Al-Islami (Geneva), Islamic Investment Company of the
Gulf, Islamic Investment Company (Bahama), Islamic Investment
Company (Sudan), Bahrain Islamic Investment Bank (Manama) dan
Islamic Investment House (Amman).
Kini perbankan syari`ah telah mengalami perkembangan yang
cukup pesat, tidak hanya bermunculan di negara-negara timur, bahkan
perbankan syari`ah tumbuh dan berkembang pula di negara-negara Barat,
seperti Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank dan Jardine Fleming
telah membuka Islamic window agar dapat memberikan jasa-jasa
perbankan yang sesuai dengan syari`at Islam.
2.
Perkembangan Bank Syari`ah di Indonesia
Rintisan praktek perbankan syari`ah di Indonesia dimulai pada
awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank syari`ah
sebagai pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian
tersebut, di antaranya adalah Karnaen A Perwaatmadja, M Dawam
Rahardjo, AM Saefuddin, dan M Amien Azis. Sebagai uji coba, gagasan
perbankan syari`ah dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di
antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta
(Koperasi Ridho Gusti).
Sebagai gambaran, M Dawam Rahardjo dalam tulisannya pernah
mengajukan rekomendasi Bank Syari’at Islam sebagai konsep alternatif
untuk menghindari larangan riba, sekaligus berusaha menjawab tantangan
bagi kebutuhan pembiayaan guna pengembangan usaha dan ekonomi
masyarakat. Jalan keluarnya secara sepintas disebutkan dengan transaksi
pembiayaan berdasarkan tiga modus, yakni mudharabah, musyarakah dan
murabahah.
Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian bank syari`ah di
Indonesia baru dilakukan tahun 1990. Pada tanggal 18-20 Agustus tahun
tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya
bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya
tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV
MUI di Jakarta 22-25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi
pembentukan kelompok kerja pendirian bank syari`ah di Indonesia.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT
Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri
pada tanggal 1 Nopember 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi
beroperasi dengan modal awal sebesar Rp.106.126.382.000,00. Sampai
bulan September 1999, BMI telah memiliki lebih dari 45 outlet yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kelahiran bank syari`ah di
Indonesia relatif terlambat dibandingkan dengan negara-negara lain
sesama anggota OKI.
Hal tersebut merupakan ironi, mengingat pemerintah Indonesia
yang diwakili Menteri Keuangan Ali Wardana, dalam beberapa kali sidang
OKI cukup aktif memperjuangkan realisasi konsep bank syari`ah, namun
tidak diimplementasikan di dalam negeri. K.H. Hasan Basri, yang pada
waktu itu sebagai Ketua MUI memberikan jawaban bahwa kondisi
keterlambatan pendirian bank syari`ah di Indonesia karena political-will
belum mendukung.
Selanjutnya dibentuk Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
BMI merupakan satu-satunya bank umum yang mendasarkan kegiatan
usahanya atas syari`at Islam di Indonesia. Baru setelah itu berdiri beberapa
bank syari`ah lain, seperti Bank IFI membuka cabang syari`ah pada
tanggal 28 Juni 1999, Bank Syari`ah Mandiri yang merupakan konversi
dari Bank Susila Bakti (BSB), anak perusahaan Bank Mandiri, serta
pendirian lima cabang baru berupa cabang syari`ah dari PT Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk. per bulan Februari 2000, tercatat di Bank
Indonesia bank-bank yang sudah mengajukan permohonan membuka
cabang syari`ah, yakni: Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI,
Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh. Perkembangan perbankan
syari`ah hingga tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1
Jaringan Kantor Perbankan Syari`ah
Periode
Bank Umum
Syari`ah (BUS)
2005
2006
2007
2008
2009
307
352
404
586
777
Unit Usaha
Syari`ah
(UUS)
173
203
222
268
312
Bank Pembiayaan
Rakyat Syari`ah
(BPRS)
184
210
299
333
363
Sumber: Bank Indonesia, 2010 (Diolah)
3. Perkembangan Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syari`ah
Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di
mana pihak pertama (Shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%),
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan ke dalam
kontrak, sedangkan apabila mengalami kerugian ditanggung oleh pemilik
modal, selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pihak pengelola.
Seandainya kerugian itu akibat kelalaian atau kecurangan si pengelola,
maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Permintaan pembiayaan di sini adalah total pembiayaan mudharabah yang
disalurkan oleh bank syari`ah kepada nasabah di Indonesia. Perkembangan
pembiayaan mudharabah periode 2003-2009 dapat dilihat pada grafik di
bawah ini.
Sumber: Bank Indonesia (Diolah)
Grafik 4.1
Perkembangan Pembiayaan Mudharabah Periode 2003-2009
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa jumlah
pembiayaan mudharabah tertinggi terjadi pada akhir bulan yaitu pada
bulan Desember 2009 sebesar Rp. 10.412 Milyar dan angka terendah
terjadi pada bulan Januari 2003 sebesar Rp. 511 Milyar. Perbankan
syari`ah di Indonesia hingga tahun 2010 ini menunjukkan perkembangan
yang sangat menggembirakan, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Begitu pula dengan pembiayaan yang ada di dalamnya,
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil yaitu pembiayaan mudharabah yang
keberadaannya pun semakin diminati oleh masyarakat. Dari grafik di atas
juga dapat dilihat bahwa pembiayaan mudharabah dari tahun 2003 hingga
tahun 2009 terus mengalami peningkatan. Tetapi pada akhir tahun 2008
pembiayaan mudharabah sedikit mengalami penurunan.
Pada bulan September 2008 jumlah pembiayaan mudharabah
mencapai Rp. 6.750 Milyar, hingga pada bulan Desember 2008
pembiayaan mudharabah semakin menurun hingga mencapai Rp. 6.205
Milyar. Tetapi pada awal 2009 pembiayaan mudharabah kembali
meningkat menjadi Rp. 7.554 Milyar hingga akhir 2009. Sehingga dari
pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan mudharabah dari
tahun 2003 hingga tahun 2009 mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan, meskipun sempat terjadi penurunan pada bulan-bulan
tertentu.
4. Perkembangan Tingkat Bagi Hasil Pada Perbankan Syari`ah
Sistem bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara pihak penyedia dana (shahibul maal) dengan
pengelola dana (mudharib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara
bank dengan penyimpan dana atau antara bank dengan nasabah penerima
dana (M. Syafi’i Antonio, 1999). Perhitungan bagi hasil ini sesuai dengan
kesepakatan bersama antara kedua belah pihak, pihak shahibul maal dan
mudharib. Perkembangan tingkat bagi hasil periode 2003-2009 dapat
dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Bank Indonesia (Diolah)
Grafik 4.2
Perkembangan Tingkat Bagi Hasil Periode 2003-2009
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa tingkat bagi
hasil tertinggi terjadi pada bulan Juli 2003 dan bulan Desember 2008 yaitu
sebesar 10,5% dan angka terendah terjadi pada bulan April 2004 yaitu
sebesar 2,1%. Perkembangan tingkat bagi hasil pada perbankan syari`ah
setiap bulannya memang bervariasi, adakalanya bagi hasil yang diterima
besar dan adakalanya kecil. Bahkan dari grafik di atas dapat kita lihat
bahwa tingkat bagi hasil selalu berfluktuasi setiap bulannya. Hal ini dapat
terjadi karena bagi hasil pada perbankan syari`ah ditentukan sesuai dengan
kesepakatan bersama antara pihak pemilik dana (shahibul maal) dan
pengelola dana (mudharib). Sehingga lebih mencerminkan rasa keadilan
diantara para pelaku ekonomi.
5. Perkembangan Jakarta Islamic Index (JII)
Jakarta Islamic Index atau biasa disebut JII adalah salah satu
indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung indeks harga ratarata saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi kriteria syari`ah.
Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor
untuk melakukan investasi pada saham berbasis syari`ah dan memberikan
manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syari`ah Islam untuk melakukan
investasi di bursa efek. Perkembangan JII periode 2003-2009 dapat dilihat
pada grafik di bawah ini.
Sumber: Bank Indonesia (Diolah)
Grafik 4.3
Perkembangan JII Periode 2003-2009
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa angka tertinggi
indeks harga saham JII terjadi pada bulan Februari 2008 yaitu sebesar
508.945 Milyar dan angka terendah terjadi pada bulan Januari 2003 yaitu
sebesar Rp. 62.347 Milyar. Jakarta Islamic Index baru didirikan pada
tahun 2000, meskipun belum terlalu lama JII berdiri tetapi keberadaannya
cukup diminati oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat terlihat bahwa
pada tahun 2003 hingga tahun 2009 indeks JII 40% lebih besar bila
dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Berdasarkan
grafik
di
atas
juga
dapat
dilihat
bahwa
perkembangan indeks JII mengalami peningkatan dari awal bulan 2003
hingga Februari 2008 meskipun pernah mengalami penurunan pada bulan
Mei 2007. Harga saham JII mulai mengalami penurunan yang signifikan
pada bulan Mei 2008 hingga Oktober 2008 yaitu dari Rp. 441.664 Milyar
menjadi hanya Rp. 193.683 Milyar. Tetapi pada bulan November 2008
harga saham JII mulai mengalami peningkatan kembali hingga akhir tahun
2009. Terjadinya peningkatan indeks JII ini diperkirakan karena adanya
apresiasi kurs (kurs yang meningkat) sedangkan terjadinya penurunan
indeks JII diperkirakan karena nilai kurs yang terdepresiasi (kurs yang
menurun).
6. Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesia
Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang
secara terus-menerus, ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam
barang itu naik dengan presentase yang sama, mungkin dapat terjadi
kenaikan tersebut tetapi tidaklah bersamaan yang penting terdapat kenaikan
umum barang secara terus-menerus selama satu periode. (Nopirin, 2000).
Perkembangan tingkat inflasi periode 2003-2009 dapat dilihat pada grafik
di bawah ini.
Sumber: Bank Indonesia (Diolah)
Grafik 4.4
Perkembangan Tingkat Inflasi Periode 2003-2009
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa tingkat inflasi
tertinggi berada pada bulan November 2005 sebesar 18,38% dan angka
terendah terjadi pada bulan November 2009 sebesar 2,41%. Pada grafik di
atas dapat kita lihat bahwa pergerakan inflasi cukup berfluktuasi. Pada
awal tahun 2003 sampai September 2005 inflasi dalam keadaan stabil.
Sedangkan pada akhir-akhir tahun 2005 inflasi mulai naik hampir
mencapai 20%. Hal ini diperkirakan karena adanya kenaikan harga BBM
yang sangat tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun
2007, ketika terjadi krisis subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) dan
kenaikan harga minyak mentah dunia yang nyaris tembus US$ 100 per
barel, kinerja ekonomi Indonesia selama kuartal ketiga (Q-3) 2007 ternyata
menunjukkan tanda-tanda yang tidak terpengaruh dengan gejolak eksternal
tersebut.
Gejolak subprime mortgage itu memang berpengaruh, tetapi
hanya berhenti pada sektor keuangan di Indonesia (melalui pergerakan
IHSG). Sementara itu, sektor riil tetap tumbuh seolah tidak terpengaruh
sama sekali dengan hiruk pikuk di sektor keuangan. Keadaan inflasi pun
dikatakan dapat dikontrol, bahkan daya beli masyarakat yang mengalami
penurunan pada tahun 2005 dan 2006 sudah pulih kembali di tahun 2007.
Pada tengah bulan 2008 inflasi kembali naik hingga mencapai
12,14%. Sedangkan pada tahun 2009 inflasi kembali memperlihatkan
kestabilannya hingga mencapai angka 2,41%. Angka ini merupakan angka
terendah inflasi sepanjang tahun. Sehingga pada tahun tersebut dapat
dikatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia sudah mulai kondusif
kembali, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan angka inflasi
yang cukup signifikan.
7. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia
Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP)
adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian baik yang dilakukan oleh penduduk domestik maupun
penduduk asing maupun orang-orang dari negara lain yang bermukim di
negara yang bersangkutan. PDB merupakan ukuran terbaik dari kinerja
perekonomian karena tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi
dalam nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu (Mankiw, 1999).
Pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah
ditetapkan pasar, yaitu harga berlaku dan harga konstan. Perkembangan
PDB periode 2003-2009 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Bank Indonesia (Data Diolah)
Grafik 4.5
Perkembangan PDB Periode 2003-2009
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa PDB tertinggi
terjadi pada bulan September 2009 yaitu sebesar Rp. 561.003 Milyar dan
angka terendah terjadi pada bulan Januari 2003 yaitu sebesar RP. 380.341
Milyar. Setelah krisis ekonomi pada tahun 1997, maka laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia turun sebesar 13,16% pada 1998, bertumbuh sedikit
sebesar 0,62% pada tahun 1999 dan setelah itu makin membaik. Laju
pertumbuhan tahunan 1999-2009 terus mengalami peningkatan. Ekonomi
kita bertumbuh dari hanya 0,62% berangsur membaik pada kisaran 4%
antara tahun 2000 sampai tahun 2003 dan pada tahun 2004 sudah mulai
masuk pada kisaran 5%.
Pada perkembangan selanjutnya yaitu pada tahun 2007 sejumlah
kalangan seolah tidak percaya ketika Badan Pusat Statistik (BPS)
mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga (Q-3) 2007
yang tumbuh hingga 6,5%. Ini mengingat, situasi ekonomi di dalam negeri
sedang dihantui oleh berbagai kondisi eksternal seperti krisis subprime
mortgage di Amerika Serikat (AS) dan kenaikan harga minyak mentah
dunia yang nyaris tembus US$ 100 per barel. Kinerja perekonomian
Indonesia selama Q-3 2007 memang menunjukkan tanda-tanda yang tidak
terpengaruh dengan gejolak eksternal tersebut.
Jika melihat kinerja sektor riil pada tahun 2007 hingga tahun
2009, memang tidak ada alasan untuk tidak optimis bahwa ekonomi tidak
membaik. Berbagai indikator misalnya, konsumsi semen, impor barang
modal, listrik, kredit perbankan, penjualan kendaraan bermotor dan lain
sebagainya menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Demikian pula
dengan ekspor, baik migas dan non migas juga mengalami pertumbuhan.
Dengan kata lain, sesungguhnya perekonomian kita memiliki faktor-faktor
domestik yang solid, ditengah hiruk pikuk krisis di sektor eksternal
tersebut. Tinggal bagaimana upaya kita untuk mengoptimalkan peran
faktor domestik tersebut agar dapat lebih maksimal lagi kontribusinya.
8. Perkembangan Kurs Rupiah/US$
Nilai tukar uang yang dikenal dengan sebutan kurs mata uang
adalah catatan (quation) harga pasar dari mata uang asing (foreign
currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) atau
resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing
(Douglas Greenwald, 1982:430). Kurs mata uang dapat dihitung
berdasarkan tingkat harga, yaitu tingkat harga domestik dibagi dengan
tingkat harga luar negeri. Perkembangan kurs Rupiah/US$ periode 20032009 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Bank Indonesia (Diolah)
Grafik 4.6
Perkembangan Kurs Rupiah/US$ Periode 2003-2009
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa angka kurs
tertinggi terjadi pada bulan November 2008 yaitu sebesar Rp.12.151,00
dan angka terendah terjadi pada bulan Mei 2003 yaitu sebesar Rp.8.279,00
Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa kurs Rupiah/US$ berfluktuasi.
Sepanjang tahun 2003 hingga akhir-akhir tahun 2005 kurs Rupiah/US$
terus melemah dari Rp.8.875,00 menjadi Rp.10.310,00.
Pada tahun 2006 hingga September 2008 kurs Rupiah/US$
kembali stabil dan grafik di atas menunjukkan bahwa pergerakan yang
stabil sepanjang tahun tersebut karena berada pada kisaran Rp.9000,00
sampai Rp.9400,00. Pada Oktober 2008 hingga pertengahan 2009 kurs
Rupiah/US$ cenderung di atas Rp.10.000,00. Kecenderungan melemahnya
nilai tukar Rupiah tersebut terkait dengan kondisi sosial politik yang
bergejolak. Dan pada September 2009 kurs Rupiah/US$ kembali menguat
hingga mencapai kisaran Rp. 9400,00.
B. Hasil Analisis dan Pembahasan
Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data
sekunder deret waktu (time series) yang berbentuk annual mulai tahun 20032009. Penelitian mengenai permintaan pembiayaan di sini menggunakan data
pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia sebagai
variabel dependen (variabel tidak bebas). Sedangkan variabel independen
terdiri dari Tingkat Bagi Hasil (TBH), Jakarta Islamic Index (JII), tingkat
inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB) dan kurs Rupiah/US$. Keseluruhan
dari data yang digunakan sebagai bahan penelitian diperoleh dari laporan
bulanan Bank Indonesia (BI) dan dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Data
mengenai tingkat bagi hasil diperoleh dari Statistik Perbankan Syari`ah Bank
Indonesia. Data mengenai tingkat inflasi, PDB dan kurs Rupiah/US$
diperoleh dari Bank Indonesia dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan
Indonesia (SEKI). Sedangkan data mengenai indeks harga saham syari`ah JII
diperoleh dari laporan bulanan Statistik Bursa Efek Indonesia. Seluruh data
diambil dari berbagai tahun terbitan.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya model yang
digunakan sebagai alat analisis adalah model dinamis Error Correction
Model (ECM). Model ECM digunakan untuk menguji spesifikasi model dan
kesesuaian teori dengan kenyataan. Pengolahan data dilakukan secara
elektronik dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6.0 untuk
mempercepat perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang
akan diteliti. Pembahasan dilakukan dengan analisis secara ekonometrik.
1. Uji Akar-akar Unit (Testing for Unit Root)
Pengujian akar-akar unit untuk semua variabel yang digunakan
dalam analisis time series perlu dilakukan untuk memenuhi keabsahan
analisis Error Correction Model (ECM). Dalam hal ini data harus bersifat
stasioner dengan kata lain perilaku data yang stasioner memiliki varians
yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan mendekati nilai
rata-rata. (Suhendra, 2003).
Uji akar-akar unit dipandang sebagai uji stasioneritas karena
pengujian ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengamati apakah koefisien
tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau
tidak. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dua pengujian yang
dikembangkan oleh Dickey dan Fuller (1979, 1981). Uji akar-akar unit
dilakukan dengan memasukkan konstanta dan trend untuk metode DickyFuller (DF) dan Augmented Dickey Fuller (ADF).
Pengujian akar-akar unit dikatakan stasioner apabila nilai statistik
ADF hitung lebih besar dari nilai statistik ADF tabel, sebaliknya jika nilai
statistik ADF lebih kecil dari nilai statistik ADF tabel maka variabel
tersebut tidak stasioner. Hasil dari pengujian akar-akar unit ini dapat
dilihat pada tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.2
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Level
Variabel
Nilai t-Statistik
ADF
-0.164800
Nilai Kritis
Statistik ADF
α = 5%
-3.464865
PM
Tidak stasioner
TBH
-3.827524
-3.464865
Stasioner
JII
-1.841019
-3.464865
Tidak stasioner
INF
-1.480392
-3.464865
Tidak stasioner
PDB
-4.700207
-3.467703
Stasioner
KURS
-3.019034
-3.466966
Tidak stasioner
Kesimpulan
Sumber: Lampiran 2
Tabel di atas menunjukkan hasil uji akar-akar unit dengan
menggunakan ADF test dengan trend. Dari tabel di atas tersebut dapat
diketahui bahwa nilai t-statistik ADF masing-masing variabel dengan
derajat keyakinan 5% hanya ada dua variabel yang stasioner pada level
yaitu variabel Produk Domestik Bruto (PDB) dan tingkat bagi hasil
(TBH), karena hanya variabel PDB dan TBH yang nilai t-statistik ADFnya
lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kritis statistik ADF tabel.
Sedangkan empat variabel yang lainnya tidak stasioner
disebabkan karena nilai t-statistik ADFnya lebih kecil bila dibandingkan
dengan nilai kritis statistik ADF tabel, dengan kata lain variabel-variabel
tersebut pada level mengalami persoalan akar-akar unit, oleh karena itu
perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi pertama.
2. Uji Derajat Integrasi (Testing for Degree on Integration)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau
order differensi ke berapa data yang diteliti akan stasioner. Pengujian ini
dilakukan pada uji akar-akar unit (langkah pertama di atas), jika ternyata
data tersebut tidak stasioner pada derajat pertama (Insukindro, 1992:261).
Nilai statistik ADF untuk mengetahui pada derajat berapa suatu data akan
stasioner dapat dilihat pada nilai t-statistik ADF lebih besar dari nilai kritis
statistik ADF tabel, maka variabel tersebut dikatakan stasioner pada
derajat pertama. Hasil dari pengujian derajat integrasi pertama dapat
dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:
Tabel 4.3
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Derajat Integrasi Pertama
Variabel
Nilai t-Statistik
ADF
PM
-8.636820
Nilai Kritis
Statistik ADF
α = 5%
-3.465548
TBH
-9.662423
-3.466248
Stasioner
JII
-8.447274
-3.465548
Stasioner
INF
-7.531761
-3.465548
Stasioner
PDB
-4.925150
-3.468459
Stasioner
KURS
-4.425452
-3.466966
Stasioner
Sumber: Lampiran 2
Kesimpulan
Stasioner
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai t-statistik ADF
masing-masing variabel dengan derajat keyakinan 5% sudah stasioner
pada integrasi pertama (first different). Hal ini dapat dilihat bahwa nilai tstatistik ADF variabel Pembiayaan Mudharabah (PM), Tingkat Bagi Hasil
(TBH), Jakarta Islamic Index (JII), tingkat inflasi, Produk Domestik Bruto
(PDB) dan kurs Rupiah/US$ lebih besar bila dibandingkan dengan nilai
kritis statistik ADF tabel. Dari hasil uji stasioneritas tersebut dapat
disimpulkan bahwa semua variabel sudah stasioner pada ordo yang sama,
yaitu pada derajat integrasi pertama, sehingga pengujian selanjutnya dapat
dilanjutkan ke uji kointegrasi.
3. Uji Kointegrasi
Setelah dilakukan uji stasioneritas dan diyakini seluruh variabel
yang diamati merupakan variabel yang sudah stasioner dan memiliki
derajat yang sama, maka langkah selanjutnya adalah pengujian kointegrasi
untuk melihat hubungan jangka panjang dari model tersebut. Dalam
melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabelvariabel terkait dalam pendekatan ini memiliki derajat integrasi yang sama
atau tidak. (Insukindro, 1992:262). Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah dalam jangka panjang terdapat hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependennya. Tujuan utama uji
kointegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual regresi
terkointegrasi stasioner atau tidak. Apabila variabel terkointegrasi maka
terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang.
Sebaliknya jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka
implikasi tidak adanya keterkaitan hubungan dalam jangka panjang. Uji
statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis null mengenai tidak
adanya kointegrasi ini adalah dengan menggunakan metode ADF
(Augmented Dicky-Fuller), sedangkan pesamaan jangka panjangnya akan
diturunkan dari persamaan Error Correction Model (ECM). Berikut ini
hasil uji kointegrasi ADF:
Tabel 4.4
Nilai Regresi Uji Kointegrasi
Persamaan Kointegrasi
Nilai tStatistik ADF
Nilai Kritis
Statistik ADF
α = 5%
PM t = f (TBH t , JII t , INF t, PDB t, KURS t)
-2.215375
-1.944811
Kesimpulan
Residual
stasioner
Sumber: Lampiran 15
Dari hasil estimasi di atas dapat dilihat bahwa nilai t-statistik
ADF sebesar -2.215375 sedangkan nilai kritis statistik ADF pada tingkat
signifikansi 5% yaitu -1.944811. Karena nilai t-statistik lebih besar dari
nilai kritis statistik ADF tabel, artinya residual dari persamaan telah
stasioner pada derajat integrasi nol atau I(0). Sehingga variabel-variabel
tersebut dikatakan terkointegrasi atau terdapat indikasi hubungan jangka
panjang.
Adanya indikasi hubungan keseimbangan dalam jangka panjang
belum dapat digunakan sebagai bukti bahwa terdapat hubungan dalam
jangka pendek. Sehingga untuk menentukan variabel mana yang
menyebabkan parubahan pada variabel lain, dan untuk menyediakan shortrun dynamic adjustment guna menuju periode jangka panjang, maka
dilakukan perhitungan ECM setelah melakukan uji asumsi klasik terlebih
dahulu.
4. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah hasil
estimasi tersebut mempunyai penyakit atau tidak maka dilakukan
pengujian lebih lanjut yaitu berupa uji asumsi klasik. Pengujian ini
dimaksudkan
untuk
mendeteksi
ada
tidaknya
multikolinieritas,
heteroskedastisitas, dan autokorelasi di dalam model penelitian. Sehingga
dapat diketahui apakah hasil-hasil regresi telah memenuhi kaidah Best
Linier Unbiased Estimator (BLUE) yang berarti bahwa tidak ada
gangguan serius terhadap asumsi klasik dalam metode kuadrat terkecil
tunggal (OLS) yaitu masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi.
a. Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan (korelasi) yang signifikan di antara dua atau lebih
variabel
independen
dalam
model
regresi.
Deteksi
adanya
multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial
antar variabel independen. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r)
antar variabel independen, dapat diputuskan apakah data terkena
multikolinearitas atau tidak, yaitu dengan menguji koefisien korelasi
antar
variabel
independen.
Hasil
pengujian
multikolinearitas
menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4. 5
Hasil Uji Correlation Matrix
TBH
JII
INF
PDB
KURS
TBH
1.000000
0.245446
-0.004006
0.487058
0.390918
JII
0.245446
1.000000
-0.089016
0.810215
0.165741
INF
-0.004006
-0.089016
1.000000
-0.055907
0.161374
PDB
0.487058
0.810215
-0.055907
1.000000
0.574965
KURS
0.390918
0.165741
0.161374
0.574965
1.000000
Sumber: Lampiran 16
Dari tabel hasil analisis uji multikolinearitas dengan
correlation matrix di atas terlihat bahwa koefisien korelasi ada yang di
atas 0.7, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat
masalah multikolinearitas. Tetapi meskipun terdapat multikolinieritas,
tetapi tidak mempengaruhi model secara signifikan sehingga hasil
akhir estimasi tetap menunjukkan hasil yang cukup bagus.
b. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu
pengamatan
ke
pengamatan
yang
lain
tetap
maka
disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas
pada penelitian ini adalah uji White. Pengujian heteroskedastisitas
dilakukan dengan bantuan program komputer Eviews 6.0, dan
diperoleh hasil regresi seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.6
Hasil Uji White HeteroskedasticityTest
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
1.749313
17.69813
183.8087
Prob. F(11,71)
Prob. Chi-Square(11)
Prob. Chi-Square(11)
0.0800
0.0889
0.0000
Sumber: Lampiran 17
Dari tabel di atas diketahui bahwa koefisien determinasi (R2)
sebesar 0.213230. Nilai probabilitas dari Chi-Square sebesar 0.0889
yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05. Karena nilai probabilitas
Chi-square lebih besar dari α = 5% maka Ho diterima sehingga dapat
disimpulkan
bahwa
dalam
model
tidak
ada
masalah
heteroskedastisitas.
c. Autokorelasi
Untuk mendeteksi
masalah autokorelasi digunakan uji
Langrange Multiplier (LM-test). Uji ini sangat berguna untuk
mengindentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat
pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat. Uji
autokorelasi juga bisa dilihat dari nilai probabilitas Chi-Square. Jika
probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat signifikansi 5% maka
tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas Chi-Square
lebih kecil dari 5% maka terdapat autokorelasi.
Tabel 4.7
Hasil Regresi LM-Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.700736
0.822638
Prob. F(1,70)
Prob. Chi-Square(1)
0.4054
0.3644
Sumber: Lampiran 18
Dari tabel diketahui bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar
0.009911. Nilai probabilitas dari Chi-Square sebesar 0.3644 yang lebih
besar dari nilai α sebesar 0.05. Karena nilai probabilitas Chi-square
lebih besar dari α = 5% maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa di dalam model tidak terdapat masalah autokorelasi.
5. Pendekatan Error Correction Model (ECM)
Dengan ditemukannya fenomena hubungan jangka panjang antara
variabel-variabel yang digunakan dalam pengujian kointegrasi di atas,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan pendekatan Error Correction
Model (ECM). Model koreksi kesalahan (ECM) merupakan metode
pengujian yang dapat digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan
antar variabel dalam jangka pendek. ECM merupakan salah satu
pendekatan untuk menganalisis model time series yang digunakan untuk
melihat konsistensi antara hubungan jangka pendek dengan hubungan
jangka panjang dari variabel-variabel yang diuji.
Untuk menyatakan apakah model ECM yang digunakan shohih
atau tidak maka koefisien Error Correction Term (ECT) harus signifikan.
Jika koefisien ini tidak signifikan maka model tersebut tidak cocok dan
perlu dilakukan perubahan spesifikasi lebih lanjut (Insukindro, 1993:12).
Berikut merupakan persamaan ECM yang digunakan pada penelitian ini:
DPM t = β0 + β1DTBH t + β2 DJII t + β3 DINF t + β4 DPDB t + β5 DKURS t+
β6BTBH t + β7 BJII t + β8 BINF t + β9 BPDB t + β10 BKURS t +
β11 ECT
(4.1)
Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan
program komputer EViews 6.0, dengan model regresi linier ECM
ditampilkan sebagai berikut:
Tabel 4.8
Hasil Estimasi Model Dinamis ECM
Dependent Variable: D(PM)
Method: Least Squares
Date: 11/27/10 Time: 17:37
Sample (adjusted): 2003M02 2009M12
Included observations: 83 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
D(TBH)
D(JII)
D(INF)
D(PDB)
D(KURS)
TBH(-1)
JII(-1)
INF(-1)
PDB(-1)
KURS(-1)
ECT
1235.518
3.073299
0.088549
-12.93882
0.101543
0.220705
3.573885
0.087935
-2.119427
0.083341
0.138589
0.087741
805.9667
15.71114
0.035147
12.34707
0.034323
0.075644
12.11134
0.035238
5.346480
0.033160
0.051381
0.035148
1.532964
0.195613
2.519363
-1.047926
2.958480
2.917671
0.295086
2.495451
-0.396415
2.513305
2.697294
2.496370
0.1297
0.8455
0.0140
0.2982
0.0042
0.0047
0.7688
0.0149
0.6930
0.0142
0.0087
0.0149
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.335500
0.232550
156.3788
1736257.
-530.6306
3.258848
0.001198
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
119.2892
178.5060
13.07544
13.42515
13.21593
2.155354
Sumber: lampiran 18
Dari estimasi model dinamis ECM dapat diperoleh fungsi regresi OLS
sebagai berikut:
DPM t = 1235.518 + 3.073299*DTBH t + 0.088549*DJII t - 12.93882*DINF t +
0.101543*DPDB t + 0.220705*DKURS t + 3.573885*BTBH t +
0.087935*BJII t - 2.119427*BINF t + 0.083341*BPDB t +
0.138589*BKURS t + 0.087741*ECT
(4.2)
Berikut analisis interpretasi koefisien regresi variabel-variabel
dalam model ECM maupun model regresi linier yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat
Bagi
Hasil
(TBH)
dan
Permintaan
Pembiayaan
Mudharabah
Hasil analisis ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh
Duddy Roesmara Donna dan Dumairy (2006), mereka meneliti tentang
“Variabel-variabel yang Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran
Mudharabah Pada Perbankan Syari`ah di Indonesia”. Variabel yang
digunakan adalah Tingkat Bagi Hasil (TBH), Ekspektasi Profit (EP),
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Modal Per Aset (MPA). Alat analisis
yang digunakan adalah analisis regresi dengan Prosedur Iterasi
Cochrane-Orcut (PICO) dan PICO yang dikombinasi dengan ARCH.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa tingkat bagi hasil mempunyai
hubungan yang negatif terhadap permintaan pembiayaan mudharabah
sedangkan ekspektasi profit mempunyai hubungan yang positif
terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah
di Indonesia. Interpretasi variabel tingkat bagi hasil terhadap
permintaan pembiayaan mudharabah dalam jangka pendek dan jangka
panjang akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Jangka Pendek
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien regresi
variabel tingkat bagi hasil dalam jangka pendek (DTBH) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan
mudharabah. Hal ini dapat dilihat dari t-statistiknya sebesar 0.1956,
angka ini lebih kecil dari 2 dengan koefisien sebesar 3.0733, dan
tingkat probabilitasnya yaitu sebesar 0.8455, yang lebih besar bila
dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa berapapun jumlah tingkat bagi hasil yang ada
pada perbankan syari`ah maka tidak akan berpengaruh apa-apa
dalam jangka pendek terhadap permintaan pembiayaan mudharabah
pada perbankan syari`ah di Indonesia.
2) Jangka Panjang
Dalam jangka panjang (TBH (-1)), variabel tingkat bagi
hasil tidak mempunyai pengaruh
yang
signifikan
terhadap
permintaan pembiayaan mudharabah. Hal ini dapat dilihat dari tstatistiknya yang kurang dari 2 yaitu sebesar 0.2951 dengan
koefisiennya sebesar 3.5739 dan tingkat probabilitasnya yaitu
sebesar 0.7688 lebih besar dari tingkat signifikansi 5%, yang berarti
bahwa berapapun jumlah tingkat bagi hasil yang ada pada perbankan
syari`ah maka tidak akan berpengaruh apa-apa dalam jangka panjang
terhadap permintaan pembiayaan mudharabah Sehingga dari
pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat bagi
hasil tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek
maupun
jangka
panjang
terhadap
permintaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
pembiayaan
b. Jakarta
Islamic
Index
(JII)
dan
Permintaan
Pembiayaan
Mudharabah
1) Jangka Pendek
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien regresi
variabel Jakarta Islamic Index (JII) dalam jangka pendek (DJII)
mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat probabilitas
sebesar 0.0140, signifikan pada tingkat signifikansi 5% dan tstatistiknya sebesar 2.5194, angka ini sudah lebih besar dari 2
dengan koefisien sebesar 0.0885 yang berarti bahwa dalam jangka
pendek, jika indeks JII naik sebesar 1%, maka permintaan
pembiayaan mudharabah akan mengalami peningkatan sebesar Rp.
0.0885 Milyar.
2) Jangka Panjang
Dalam jangka panjang harga saham JII (JII (-1))
mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat probabilitas
sebesar 0.0149 dan t-statistiknya yang sudah lebih besar dari 2 yaitu
sebesar 2.4955 dengan koefisien jangka panjangnya sebesar 0.0879,
yang berarti jika indeks JII naik sebesar Rp. 1%, maka permintaan
pembiayaan mudharabah akan mengalami peningkatan sebesar Rp.
0.0879 Milyar. Sehingga dari pemaparan di atas dapat disimpulkan
bahwa variabel Jakarta Islamic Index (JII) berpengaruh secara
signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap
permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di
Indonesia.
c. Tingkat Inflasi dan Permintaan Pembiayaan Mudharabah
Hasil analisis ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ni Nyoman Aryaningsih (2006) yang meneliti mengenai “Pengaruh
Suku Bunga, Inflasi dan Jumlah Penghasilan Terhadap Permintaan
Kredit di PT BPD Cabang Pembantu Kediri”. Variabel yang digunakan
adalah suku bunga, inflasi dan jumlah penghasilan. Alat analisis yang
digunakan adalah analisis Regresi Linier Berganda. Dari penelitian ini
disimpulkan bahwa inflasi dan suku bunga mempunyai hubungan yang
negatif terhadap permintaan pembiayaan mudharabah sedangkan
variabel jumlah penghasilan mempunyai hubungan yang positif
terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah
di Indonesia. Interpretasi variabel tingkat inflasi terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah dalam jangka pendek dan jangka panjang
akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Jangka Pendek
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien regresi
variabel tingkat inflasi dalam jangka pendek (DINF) tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah. Hal ini dapat dilihat dari t-statistiknya
yang kurang dari 2 yaitu sebesar -1.0479 dengan koefisiennya
sebesar -12.9388 dan tingkat probabilitasnya yaitu sebesar 0.2982
lebih besar dari tingkat signifikansi 5%, yang berarti bahwa
berapapun tingkat inflasinya maka tidak akan berpengaruh apa-apa
dalam
jangka
pendek
terhadap
permintaan
pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
2) Jangka Panjang
Dalam jangka panjang (INF (-1)), variabel tingkat inflasi
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah. Hal ini dapat dilihat dari t-statistiknya
yang kurang dari 2 yaitu sebesar -0.3964 dengan koefisiennya
sebesar -2.1194 dan tingkat probabilitasnya yaitu sebesar 0.6930
lebih besar dari tingkat signifikansi 5%, yang berarti bahwa
berapapun tingkat inflasinya maka tidak akan berpengaruh apa-apa
dalam
jangka
panjang
terhadap
permintaan
pembiayaan
mudharabah. Sehingga dari pemaparan di atas dapat disimpulkan
bahwa variabel tingkat inflasi tidak berpengaruh secara signifikan
dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
d. Produk Domestik Bruto (PDB) dan Permintaan Pembiayaan
Mudharabah
1) Jangka Pendek
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien regresi
variabel Produk Domestik Bruto dalam jangka pendek (DPDB)
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel permintaan
pembiayaan mudharabah dengan tingkat probabilitas sebesar 0.0042,
signifikan pada tingkat signifikansi 5% dan t-statistiknya yang sudah
lebih besar dari 2 yaitu sebesar 2.9585 dengan koefisien sebesar
0.1015 yang berarti bahwa dalam jangka pendek, jika Produk
Domestik Bruto (PDB ) naik sebesar 1%, maka permintaan
pembiayaan mudharabah akan mengalami peningkatan sebesar Rp.
0.1015 Milyar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Produk Domestik
Bruto (PDB) dalam jangka pendek berpengaruh terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
2) Jangka Panjang
Begitu pula dalam jangka panjang Produk Domestik Bruto
(PDB(-1)) berpengaruh secara signifikan, dengan tingkat probabilitas
sebesar 0.0142, signifikan pada tingkat signifikansi 5% dan tstatistiknya yang sudah lebih besar dari 2 yaitu sebesar 2.5133
dengan koefisien jangka panjangnya yaitu sebesar 0.0833, yang
berarti jika PDB naik sebesar Rp. 1% maka akan menaikkan
permintaan pembiayaan mudharabah sebesar Rp. 0.0833 Milyar.
Sehingga dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel
Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh secara signifikan dalam
jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
e. Kurs Rupiah/US$ dan Permintaan Pembiayaan Mudharabah
1) Jangka Pendek
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien regresi
variabel kurs Rupiah/US$ dalam jangka pendek (DKURS)
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
permintaan
pembiayaan mudharabah. Hal ini dapat dilihat dari nilai tstatistiknya yang sudah lebih besar dari 2 yaitu sebesar 2.9177
dengan tingkat probabilitas dalam jangka pendek sebesar 0.0047,
signifikan pada tingkat signifikansi 5% dan koefisien sebesar 0.2207
yang berarti bahwa dalam jangka pendek, jika kurs Rupiah/US$
menguat sebesar 1%, maka permintaan pembiayaan mudharabah
akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 0.2207 Milyar. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kurs Rupiah/US$ dalam jangka pendek
berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
2) Jangka Panjang
Dalam jangka panjang, kurs Rupiah/US$ (KURS (-1))
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
permintaan
pembiayaan mudharabah. Hal ini dapat dilihat dari nilai tstatistiknya yang sudah lebih besar dari 2 yaitu sebesar 2.6973
dengan tingkat probabilitas sebesar 0.0087 dan koefisien yaitu
sebesar 0.1386, yang berarti bahwa dalam jangka panjang, jika kurs
Rupiah/US$ menguat sebesar 1% maka akan menaikkan permintaan
pembiayaan mudharabah sebesar Rp. 0.1386 Milyar. Sehingga dari
pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel kurs
Rupiah/US$ berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek
maupun
jangka
panjang
terhadap
permintaan
pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
6. Analisis Ekonomi
Dari hasil regresi model dinamis ECM yang dapat terlihat pada
tabel 4.8, dapat diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0.3355 ini menunjukkan
bahwa 33.55% variasi variabel dependen (pembiayaan mudharabah) dapat
dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen (tingkat bagi hasil,
Jakarta Islamic Index (JII), Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi dan
kurs Rupiah/US$, sedangkan sisanya 66.45% dijelaskan oleh variasi di
luar model yang tidak diikutsertakan dalam paenelitian ini.
Pada regresi variabel Error Correction Term (ECT) dapat
diketahui besarnya koefisien ECT sebesar 0.0877 dengan taraf signifikansi
sebesar 0.0149 artinya bahwa variabel tersebut signifikan pada taraf
signifikansi 5%. Dengan demikian, spesifikasi model yang dipakai dalam
penelitian ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubungan jangka
pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu persamaan tersebut sudah
shohih.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Jakarta Islamic
Index (JII), Produk Domestik Bruto (PDB) dan kurs Rupiah/US$
berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka
panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan
syari`ah di Indonesia.
Penjelasan lebih lanjut akan dijelaskan pada
pembahasan di bawah ini:
b) Pengaruh Jakarta Islamic Index (JII) dalam Jangka Pendek dan
Jangka Panjang
Salah satu indikator yang mempengaruhi kenaikan dan
penurunan harga saham Jakarta Islamic Index (JII) di Bursa Efek
Indonesia (BEI) diantaranya adalah kurs mata uang. Kurs inilah sebagai
salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham
maupun di pasar uang. Apabila kurs Rupiah/US$ menguat maka akan
mendorong para investor untuk menanamkan sahamnya di JII dan
sebaliknya melemahnya kurs Rupiah/US$ memiliki pengaruh negatif
terhadap perekonomian dan pasar modal.
Pada saat kurs Rupiah terapresiasi, maka biaya bahan baku
impor atau produk yang memiliki kaitan dengan produk impor akan
mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan biaya produksi menurun
dan laba perusahaan akan naik sehingga tingkat dividen yang dapat
dibagikan dan return yang ditawarkan akan meningkat pula. Kenaikan
return yang ditawarkan mengakibatkan permintaan terhadap saham
akan bertambah sehingga harga saham tersebut di pasaran akan naik.
Kondisi seperti ini akan menarik pihak investor untuk
menanamkan sahamnya di JII sehingga indeks harga saham syari`ah JII
akan mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya indeks harga
saham JII yang mencerminkan membaiknya kondisi keuangan
perusahaan dan kondisi perekonomian yang stabil (certainty) akan
meningkatkan minat dunia usaha dalam mengembangkan usaha
sehingga akan meningkatkan permintaan pembiayaan mudharabah pada
perbankan syari`ah di Indonesia.
Sebaliknya pada saat kurs Rupiah terdepresiasi, maka biaya
bahan baku impor atau produk yang memiliki kaitan dengan produk
impor akan mengalami kenaikan. Hal ini menyebabkan biaya produksi
meningkat dan laba perusahaan akan turun sehingga tingkat dividen
yang dapat dibagikan dan return yang ditawarkan akan menurun pula.
Penurunan return yang ditawarkan mengakibatkan permintaan terhadap
saham akan berkurang sehingga harga saham tersebut di pasaran akan
turun.
Kondisi seperti ini kurang menarik pihak investor untuk
menanamkan sahamnya di JII sehingga indeks harga saham syari`ah JII
akan mengalami penurunan. Dengan menurunnya indeks harga saham
JII yang mencerminkan memburuknya kondisi keuangan perusahaan
dan kondisi perekonomian yang uncertainty akan mengurangi minat
dunia usaha dalam mengembangkan usaha sehingga akan menurunkan
permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di
Indonesia.
c) Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dalam Jangka Pendek
dan Jangka Panjang
Salah
satu
pendekatan
yang
dapat
digunakan
untuk
menghitung besarnya pendapatan masyarakat suatu negara, adalah
dengan menghitung Produk Domestik Bruto (PDB) yang merupakan
kinerja dari suatu perekonomian. PDB adalah nilai barang dan jasa yang
dihasilkan oleh seluruh masyarakat suatu negara (termasuk warga
negara asing) dalam satu tahun tertentu. Berdasarkan pendekatan
produksi, ketika para produsen menambah jumlah produksinya dari
setiap sektor produktif yang ada di Indonesia maka return yang
didapatkan akan meningkat. Dengan meningkatnya return yang
diterima tersebut maka secara otomatis akan meningkatkan pendapatan
masyarakat dengan kata lain PDB akan meningkat pula.
Dengan meningkatnya jumlah PDB, maka setiap masyarakat
akan semakin meningkatkan jumlah konsumsinya, oleh sebab itu jika
PDB meningkat maka permintaan akan pembiayaan mudharabah juga
akan mengalami peningkatan guna mencukupi tingkat konsumsi yang
diperlukan
oleh
masyarakat,
dan
sebaliknya
dalam
kondisi
perekonomian yang lemah (resesi) di mana PDB mengalami penurunan
maka permintaan pembiayaan mudharabah cenderung menurun karena
dengan sendirinya masyarakat akan mengurangi tingkat konsumsinya.
Oleh karena itu kenaikan dan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB)
akan mempengaruhi permintaan pembiayaan mudharabah. Berdasarkan
pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kenaikan
pendapatan masyarakat, yang notabene merupakan salah satu tolak ukur
peningkatan ekonomi, akan berdampak positif pada permintaan
pembiayaan mudharabah sedangkan penurunan pendapatan masyarakat
akan berdampak negatif pada permintaan pembiayaan mudharabah
pada perbankan syari`ah di Indonesia.
d) Pengaruh Kurs Rupiah/US$ dalam Jangka Pendek dan Jangka
Panjang
Stabilitas moneter patut menjadi agenda utama dalam
kebijakan ekonomi di Indonesia. Pengendalian moneter untuk menjaga
nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS (kurs Rupiah/US$) agar selalu
stabil mutlak diperlukan terutama dalam menjaga keseimbangan antara
agregat demand (AD) dan agregat supply (AS). Perubahan-perubahan
yang terjadi pada AD dan AS akan menyebabkan kurs Rupiah
berfluktusi.
Apresiasi kurs Rupiah terjadi ketika AD meningkat (kontraksi)
di mana akan mengakibatkan menurunnya tingkat harga secara
keseluruhan. Jika tingkat harga dalam negeri turun sedangkan tingkat
harga di luar negeri tetap maka nilai tukar mata uang (kurs Rupiah)
akan mengalami apresiasi. Apresiasi kurs Rupiah sebaliknya akan
terjadi jika AS sedang mengalami ekspansi di mana berakibat pada
turunnya tingkat harga secara keseluruhan yang akan menguatnya
(apresiasi) nilai tukar. Dengan menguatnya kurs Rupiah khususnya
terhadap Dollar AS dalam hal ini, yang mencerminkan stabilitas
perekonomian yang semakin mantap akan menurunkan risiko berusaha
yang pada akhirnya akan direspon oleh dunia usaha dengan
meningkatkan permintaan mudharabah.
Sebaliknya depresiasi kurs Rupiah terjadi ketika AD
meningkat atau mengalami ekspansi di mana mengakibatkan naiknya
tingkat harga secara keseluruhan. Jika tingkat harga dalam negeri naik
sedangkan tingkat harga di luar negeri tetap maka nilai tukar mata uang
(kurs Rupiah) akan mengalami depresiasi. Depresiasi kurs Rupiah akan
terjadi ketika AS mengalami kontraksi di mana berakibat pada naiknya
tingkat harga secara keseluruhan yang kemudian akan mengakibatkan
melemahnya (depresiasi) kurs Rupiah. Dengan melemahnya kurs
Rupiah terhadap Dollar AS dalam hal ini, yang mencerminkan kondisi
perekonomian
yang
tidak
menentu
(uncertainty)
sehingga
meningkatkan risiko berusaha akan direspon oleh dunia usaha dengan
menurunkan permintaan mudharabah pada perbankan syari`ah di
Indonesia.
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Senada dengan teori yang ada, Tingkat Bagi Hasil (TBH) yang ada pada
perbankan syari`ah baik jangka pendek maupun jangka panjang ternyata
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Hal ini dapat dilihat
dari nilai probabilitas jangka pendek dan jangka panjangnya berturut-turut
sebesar 0.8498 dan 0.7742. Angka-angka tersebut lebih besar bila
dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5% dan nilai t-statistiknya yang
kurang dari 2 berturut-turut sebesar 0.1956 dan 0.2951, yang berarti bahwa
berapapun jumlah tingkat bagi hasil yang ada pada perbankan syari`ah
tidak akan berpengaruh apa-apa dalam jangka pendek maupun jangka
panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan
syari`ah di Indonesia. Hal ini berimplikasi bahwa dalam jangka pendek
maupun jangka panjang tingkat bagi hasil tidak dapat digunakan untuk
memprediksi permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan
syari`ah di Indonesia.
2. Indeks harga saham syari`ah Jakarta Islamic Index (JII) di Bursa Efek
Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang ternyata
berhubungan positif dan signifikan terhadap permintaan pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Hal ini sesuai dengan
teori yang ada, dengan nilai probabilitas jangka pendek dan jangka
panjangnya berturut-turut sebesar 0.0140 dan 0.0149, signifikan pada
tingkat signifikansi 5% dan nilai t-statistiknya yang sudah lebih besar dari
2 berturut-turut sebesar 2.5194 dan 2.4955 dengan koefisien berturut-turut
sebesar 0.0885 dan 0.0879. Oleh karena itu kenaikan dan penurunan
permintaan pembiayaan mudharabah sangat dipengaruhi oleh indeks harga
saham JII. Semakin naik indeks harga saham JII dalam jangka pendek
maupun jangka panjang maka akan semakin naik pula permintaan
pembiayaan mudharabah. Dan sebaliknya semakin turun indeks harga
saham JII dalam jangka pendek maupun jangka panjang maka akan
semakin menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah. Hal ini
membawa implikasi bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang
informasi indeks harga saham syari`ah JII dapat digunakan untuk
memprediksi permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan
syari`ah di Indonesia.
3. Tingkat inflasi di Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang
ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Hal ini
sesuai dengan teori yang ada, dengan nilai probabilitas jangka pendek dan
jangka panjangnya berturut-turut sebesar 0.2982 dan 0.6930. Angka-angka
tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5% dan
nilai t-statistiknya yang kurang dari 2 berturut-turut sebesar -1.0479 dan 0.3964. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berapapun tingkat inflasi yang
terjadi di Indonesia maka tidak akan berpengaruh apa-apa dalam jangka
pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan
mudharabah. Hal ini berimplikasi bahwa dalam jangka pendek maupun
jangka panjang tingkat inflasi bukanlah indikator yang baik untuk
memprediksi permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan
syari`ah di Indonesia.
4. Senada dengan teori yang ada Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia
baik jangka pendek maupun jangka panjang ternyata berpengaruh secara
signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah, dengan tingkat
probabilitas dalam jangka pendek dan jangka panjang berturut-turut
sebesar 0.0042 dan 0.0142, signifikan karena lebih besar dari tingkat
signifikansi 5%. Nilai t-statistik yang sudah lebih besar dari 2 berturutturut sebesar 2.9585 dan 2.5133 dan koefisien dalam jangka pendek dan
jangka panjangnya berturut-turut sebesar 0.1015 dan 0.0833. Oleh karena
itu kenaikan dan penurunan permintaan pembiayaan mudharabah sangat
dipengaruhi oleh Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Semakin naik PDB
dalam jangka pendek maupun jangka panjang maka akan semakin naik
pula permintaan pembiayaan mudharabah. Dan sebaliknya semakin turun
PDB dalam jangka pendek maupun jangka panjang maka akan semakin
menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah. Hal ini membawa
implikasi bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang informasi
PDB dapat digunakan untuk memprediksi permintaan pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
5. Kurs Rupiah/US$ di Indonesia ternyata berpengaruh secara signifikan
dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Hal ini
sesuai dengan teori yang ada, dengan tingkat probabilitasnya lebih kecil
dari 0,05. Tingkat probabilitas dalam jangka pendek dan jangka panjang
berturut-turut sebesar 0.0047 dan 0.0087. Nilai t-statistiknya yang sudah
lebih besar dari 2 berturut-turut sebesar 2.9177 dan 2.6973 dengan
koefisien dalam jangka pendek dan jangka panjangnya berturut-turut
sebesar 0.2207 dan 0.1386. Oleh karena itu kenaikan dan penurunan
permintaan pembiayaan mudharabah sangat dipengaruhi oleh kurs
Rupiah/US$. Semakin menguat kurs Rupiah/US$ dalam jangka pendek
maupun jangka panjang maka akan semakin besar pula permintaan
pembiayaan mudharabah. Dan sebaliknya semakin melemah kurs
Rupiah/US$ dalam jangka pendek maupun jangka panjang maka akan
semakin menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah. Hal ini
membawa implikasi bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang
kurs Rupiah/US$ merupakan indikator yang baik untuk memprediksi
permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di
Indonesia.
6. Hasil analisis regresi model dinamis Error Correction Model (ECM)
berdasarkan tabel yang ada telah menghasilkan model yang bebas dari
masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas sedangkan dalam model
terdapat
masalah
multikolinieritas.
Meskipun
terdapat
masalah
multikolinieritas tetapi tidak mempengaruhi model secara signifikan
sehingga hasil analisis estimasi yang dihasilkan tetap bagus.
B. Implikasi
Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan pada penelitian tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan mudharabah
tersebut maka dapat ditarik sebuah implikasi teoritis darinya yaitu :
1. Di kalangan praktisi perbankan syari`ah memang sering ada pendapat
bahwa dalam urusan pembiayaan, masyarakat justru menghindari
pembiayaan mudharabah, karena bagi hasilnya tinggi di mana yang
diuntungkan adalah pemilik modal (bank). Sehingga dalam hal ini
perbankan syari`ah seharusnya bisa lebih menyeimbangkan porsi bagi
hasil antara pihak bank (shahibul maal) dengan nasabah (mudharib) yang
melakukan kontrak (kerjasama). Tingkat bagi hasil yang ditawarkan
seharusnya tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah. Dengan
demikian apabila penawaran tingkat bagi hasilnya “menarik” artinya tidak
terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah maka pembiayaan mudharabah
yang diminta oleh masyarakat pun akan semakin bertambah.
2. Untuk memprediksi pergerakan harga saham yang terdaftar dalam Jakarta
Islamic Index (JII) selain memperhatikan informasi kurs Rupiah/US$ para
investor juga disarankan untuk melihat informasi jumlah uang beredar
dalam arti luas (M2). Hal ini dikarenakan ketika uang beredar semakin
banyak maka akan menurunkan biaya produksi dari perusahaan emiten.
Menurunnya
biaya
produksi
perusahaan
emiten
tersebut
akan
mengakibatkan keuntungan perusahaan lebih besar sehingga dividen yang
dapat dibagikan kepada para pemegang saham akan meningkat.
Peningkatan dividen yang diberikan akan menurunkan risiko berinvestasi
pada saham sehingga membuat penanaman investasi pada saham akan
lebih menguntungkan. Dewan Syari`ah Nasional pun seharusnya ikut
berperan dalam hal ini. Mereka para Dewan seharusnya lebih bisa
memperhatikan faktor human error yang ada pada tubuh JII. Semua
bentuk kecurangan, penipuan dan tindakan lainnya yang tidak sesuai
dengan prinsip syari`ah, misalnya seperti memberikan informasi harga
saham yang tidak sesuai dengan fakta yang ada harus ditindak tegas,
karena akan sangat mempengaruhi kondisi perekonomian dan pasar modal
di Indonesia.
3. Untuk mengatasi demand pull inflation yang timbul akibat adanya banyak
permintaan akan barang-barang konsumsi oleh masyarakat, di mana uang
yang masuk dari luar negeri terlalu banyak sehingga dapat mengakibatkan
naiknya agregat demand (AD), mengatasi masalah seperti ini Islam
memiliki solusi yang telah dicontohkan oleh khalifah Umar bin Khattab
rodhiyallahu `anhu pada masanya. Beliau melarang barang-barang atau
komoditi selama dua hari berturut-turut. Akibatnya adalah turunnya AD
dalam perekonomian. Setelah pelarangan tersebut berakhir maka tingkat
harga kembali menjadi normal. Sedangkan untuk mengatasi cost push
Inflation di mana berkurangnya penawaran akibat kenaikan produksi,
Islam pun memiliki solusi yang pernah pula dicontohkan oleh Umar bin
Khattab
rodhiyallahu
`anhu.
Pada
saat
terjadi
paceklik
yang
mengakibatkan kelangkaan gandum, sehingga tingkat harga-harga menjadi
naik. Pada waktu itu Beliau melakukan impor gandum dari Fusfat-Mesir
sehingga agregat supply barang di pasar kembali naik yang kemudian
berakibat turunnya tingkat harga-harga. Dari pemaparan di atas dapat
dilihat bahwa upaya untuk menstabilkan inflasi ternyata tidak perlu
menjadikan suku bunga sebagai instrumen kebijakan moneternya, karena
dengan sangat jelas dikatakan di dalam Al-Qur`an bahwa bunga itu haram.
Dan untuk solusinya seharusnya pemerintah dapat mencontoh tindakan di
atas untuk dapat menstabilkan kembali inflasi di Indonesia tanpa
melibatkan suku bunga didalamnya.
4. Dalam peningkatan PDB yang merupakan ukuran dari kesejahteraan
sosial, dalam hal ini seharusnya pemerintah dapat memasukkan unsur
zakat di dalam pengukuran pendapatan. Pengukuran ini akan sangat
bermanfaat sebagai variabel kebijakan di dalam pengambilan keputusan di
bidang sosial ekonomi, sebagai bagian dari salah satu rancangan untuk
mengentaskan kemiskinan di suatu negara, kemiskinan tersebut akan
berkurang bahkan mungkin teratasi. Dengan adanya zakat kemungkinan
masyarakat untuk membayarnya akan lebih besar bila dibandingkan
dengan pajak, karena zakat merupakan rukun Islam yang ketiga sehingga
masyarakat
akan
lebih
memiliki
rasa
tanggung
jawab
untuk
melaksanakannya. Dengan meningkatnya zakat yang merupakan indikator
yang baik dalam meningkatkan pendapatan negara, masyarakat ekonomi
lemah akan terbantukan terutama dalam memberikan bantuan modal
secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak memiliki modal sama sekali,
dengan begitu baik masyarakat kalangan atas, menengah maupun bawah
dapat berusaha dan mengembangkan usaha yang produktif sehingga akan
menaikkan taraf hidup mereka dan akan mengurangi masalah kemiskinan
di Indonesia.
5. Dalam pengendalian nilai tukar Rupiah/US$, pemerintah dalam hal ini
seharusnya menjaga keseimbangan antara AD dan AS serta membatasi
masuknya barang-barang impor yang selama ini cukup banyak dikonsumsi
oleh masyarakat. Hal ini bisa dilakukan melalui upaya pembatasan
perdagangan luar negeri atau proteksionisme baik dalam bentuk ekspor
maupun impor dengan tarif yaitu pajak yang dikenakan pada barang
impor, quota atau batasan terhadap jumlah barang yang diimpor, serta
subsidi ekspor yaitu bantuan atau pembayaran pemerintah yang diberikan
pada perusahaan dalam negeri untuk mendorong ekspor.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri et.all. “Perangkat Analisis dan Teknis Analisis Investasi di Pasar
Modal Indonesia”, PT. BEJ, Jakarta, 1998.
Al-Jauziyyah, Ibnul Qoyyim. “A`lamul Muwaqqi`in”, al-Maktabah at-Tijariyah alKubro, Vol III, hal 14, Kairo, 1995.
Alamsyah, Halim. “Restrukturisasi Perbankan dan Dampaknya Terhadap
Pemulihan Kegiatan Ekonomi dan Pengendalian Moneter”, Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol 1 No. 3 hal 121-145, Bank
Indonesia, Jakarta, 1998.
Ambarwati, Septiana. “Keseimbangan Pasar Barang dan Uang: Kurva IS-LM
dalam Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam”, Kuliah Umum
Ekonomi Syari`ah. 2008, dari Copyright © 2008 ekonomi-syariah.com
Antonio, Muhammad Syafi`i. “Perbankan Syari`ah di Indonesia”, Tazkia
Institute, Jakarta, 1999.
. “Bank Syari`ah dari Teori ke Praktik”, Gema Insani, Jakarta,
2001.
Anwar, Anas Iswanto, et.all. “Perilaku dan Preferensi Masyarakat Sulawesi
Selatan Terhadap Bank Pengkreditan Rakyat (BPR)”, 2006.
Arifin, Zainul. “Dasar-dasar Manajemen Bank Syari`ah”, Edisi Revisi, Pustaka
Alvabet, Jakarta, 2006.
Aryaningsih, Ni Nyoman. “Pengaruh Suku Bunga, Inflasi dan Jumlah
Penghasilan Terhadap Permintaan Kredit di PT BPD Cabang Pembantu
Kediri”. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora, Vol 2
(1) April, h. 56-67, 2008.
Atmawardhana, Angga. ”Analisis Efisiensi Bank Umum Syariah dan bank
Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di Indonesia, Setelah
Pemberlakuan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Pendekatan
Data Envelopment Analysis)”, Skripsi Sarjana (tidak dipublikasikan )
Fakultas Ekonomi, UII, Yogyakarta, 2006.
Azhari, Ismul. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nisbah Bagi Hasil
Sistem Pembiayaan Mudharabah Perbankan Syari`ah”, Tesis Magister
(dipublikasikan) Program Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri,
Medan, 2009. Dari http: //aacislamiceconomy,blogspot.com
Badan Pusat Statistik, Indeks Harga Perdagangan Besar, Jakarta, 2003-2009.
Bank Indonesia. Statistik Perbankan Syariah, Jakarta, 2003-2009. www.bi.go.id
. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Jakarta, 2003-2009.
Baridwan, Zaki. “Sistem Akuntansi, Penyusunan, Prosedur dan Metode”, Edisi
Kelima, BPFE, Yogyakarta, 1991.
. “Sistem Informasi Akuntansi”, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta,
1994.
Boediono. “Ekonomi Moneter”, BPFE UGM, Yogyakarta, 2001.
Booklet Perbankan Indonesia, Edisi Maret, BI, 2006.
Chapra, Umer. “Sistem Moneter Islam”, Gema Insani, Jakarta, 2000.
Danielson, Morris G and Jonathan. “Bank Loan Availability and Trade Credit
Demand”. The Financial Review 39, h. 579-600, 2004.
Donna, Duddy Roesmara dan Dumairy. “Variabel-variabel yang Mempengaruhi
Permintaan dan Penawaran Mudharabah pada Perbankan Syari`ah di
Indonesia”, Jurnal Sosiosains, Vol 19 (4) Oktober, h. 539-548, 2006.
Dornbusch, R dan S.Fischer. “Makroekonomi”, Terjemahan, Erlangga, Jakarta,
1992.
Engle, Robert F dan C.W.J Granger. “Co-Integration and Error Correction:
Representation Estimation and Testing”, Econometrica, Vol 55 (21)
March, USA, 1987.
Escandon, R. Julio and Alejandro Diaz-Bautista. “A simple Dynamic Model of
Credit and Aggregat Demand”, Working Paper 18, 2000.
Hakim, Lukman dan Siti Aisyah. “Model Kegentingan Kredit Bank Syari`ah pada
Masa Krisis”. Universitas Sebelas Maret (UNS), 2007,
dari
www.pdffactory.com
Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
UIN Jakarta, 2009.
Hamja, Yahya. “Modul I Ekonometrika”, FEB-UIN, Jakarta, 2008.
. “Modul II Ekonometrika”, FEB-UIN, Jakarta, 2008.
Hanton. “Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), Kurs Dollar Amerika Serikat
dan Tingkat Inflasi Terhadap impor Total di Indonesia 1983-1998”,
Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi FE UNUD, Denpasar, 2002.
Haqqi, Elih Taliyah. “Hubungan Kausalitas Antara Suku Bunga SBI, nilai Tukar
Rupiah, Uang yang Beredar dan Inflasi Terhadap Harga Saham
Syari`ah JII”, Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi UIN, Jakarta, 2008
Huda, Nurul, et.all. “Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoretis”, Kencana,
Jakarta, 2008.
Ikhide, Sylvanus. “Was There a Credit Crunch in Namibia Between 1996-2000?”,
Journal of Applied Economics, Vol. IV, No. 2 (Nov), 269-290, 2003.
Isukindro. “Ekonomi Uang dan Bank”, BPFE UGM, Yogyakarta, 1993.
Kasmir. “Manajemen Perbankan”, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000.
Khan, M. Fahim. “Islamic Banking as Practiced Now In The World”, 1982.
Kuncoro, Mudrajat. “Manajemen Keuangan Internasional”, BPFE, Yogyakarta,
1996.
Makiyan, Nezamaddin dan Seyed. “The Role of Rate of Return on Loans in the
Islamic Banking System of Iran”, International Journal of Islamic
Financial Services, Vol. 3, No. 3, 2001.
Mankiw, N. Gregori. “Macroeconomics”, 4th ed, Worth Publishers, New York,
2000.
Mcleod, Ross H. “Control and Competition: Banking Deregulation and ReRegulation In Indonesia”, Departmental Working Papers, Economics
RSPAS, Australian National University, 1996.
Metwally, M. M. “Teori dan Model Ekonomi Islam”, PT Bangkit Daya Insana,
Edisi Pertama, Jakarta, 1995.
Muhammad. “Manajemen Dana Bank Syariah”, Edisi Pertama, Ekonisia,
Yogyakarta, 2004.
Nasution, Mustafa Edwin dan Reny Maharani. “Hubungan Kausalitas Antara
Variabel Makro dan Harga Saham Syari`ah Jakarta Islamic Index (JII)”,
Jurnal Ekonomi Keuangan dan Bisnis Islami, 2005
Nopirin. “Ekonomi Moneter”, BPFE UGM, Yogyakarta, 1987.
. “Ekonomi Moneter”, BPFE UGM, Yogyakarta, 2000.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), “Ekonomi Islam”,
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008.
Rifai, Mochamad Faza. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Kredit Perbankan pada Bank Umum di Propinsi Jawa Tengah (Periode
1990-2005”), Skripsi Sarjana (dipublikasikan) Fakultas Ekonomi,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2007.
Samuelson, Paul A and William D. Nordhaus. “Economics”, 15 th Edition,
McGraw Hill, 1992.
Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha dan Widuri Kurniasari. “Indikator-indikator
Pasar Saham dan Pasar Uang yang Saling Berkaitan Ditinjau dari
Pasar saham sedang Bullish dan Bearish”, Jurnal Riset Ekonomi dan
Manajemen, Vol. 3, No. 3, 2003.
Sriyana, Jaka. “Modul Teori Pelatihan Ekonometrika”, BPFE UII, Yogyakarta,
2003.
Starr, Martha and Rasim Yilmaz. “ Bank Runs in Emerging-Market Countries:
The Experience of Turkey’s Islamic Banks in the 2001 Crisis”, Paper
Presented MEE Session on Microfinance ASSA Meeting at American
University, 2005.
Sudarsono, Heri. “Bank dan Lembaga Keuangan Syari`ah Deskripsi dan
Ilustrasi”, Ekonisia, Yogyakarta, 2004.
Sujati, Condro Wahyu. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alokasi KUK
pada Bank-bank Umum di Indonesia (Pada Tahun 2004:02-2005:12)”,
Skripsi Sarjana (dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta, 2007.
Sukirno, Sadono. “Pengantar Teori Makroekonomi”, Edisi dua, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 1994.
Sumantri, Eko. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit
UKM di Kabupaten Kulonprogo Periode Tahun 1990-2006 (dengan
Menggunakan Pendekatan Error Corection Model)”, Skripsi Sarjana
(dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta, 2009.
Sunariyah. “Pengantar Pengetahuan Pasar Modal”, UPP AMP YKPN,
Yogyakarta, 2000.
Suprayitno, Eko. “Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional”, Graga Ilmu, Yogyakarta, 2005.
Susilo, Y. Sri. “Bank dan Lembaga Keuangan Lain”. Salemba Empat, Jakarta,
2000.
Wahyuningtyas, Yunita Fitri. “Analisis Permintaan Deposito Berjangka Rupiah
pada Bank Umum di DIY Tahun 1986-2005”, Skripsi Sarjana
(dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 2008.
Widarjono, Agus. “Ekonometrika, Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis”,
Ekonesia UII, Yogyakarta, 2005.
Wijaya, Faried. “Seri Pengantar Ekonometrika”, BPFE UGM, Yogyakarta, 1997.
Wirawan. “Pengaruh Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Dalam Negeri
Terhadap Nilai Impor Barang Konsumsi Indonesia Periode 1987-2001”,
Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi FE UNUD, Denpasar, 2002.
Wirdyaningsih, et.all. “Bank dan Asuransi Islam Indonesia, Kencana, Jakarta,
2005.
Lampiran 1. Data Penelitian
PERIODE
Jan-03
Feb-03
Mar-03
Apr-03
May-03
Jun-03
Jul-03
Aug-03
Sep-03
Oct-03
Nov-03
Dec-03
Jan-04
Feb-04
Mar-04
Apr-04
May-04
Jun-04
Jul-04
Aug-04
Sep-04
Oct-04
Nov-04
Dec-04
Jan-05
Feb-05
Mar-05
Apr-05
May-05
Jun-05
Jul-05
Aug-05
PM
511
522
534
544
563
593
629
671
702
742
824
795
900
950
1029
1197
1387
1459
1573
1655
1702
1884
1907
2062
2106
2236
2370
2517
2633
2745
2790
2896
TBH
7.52
6.49
8.20
9.90
5.50
7.98
10.50
7.10
3.50
4.38
5.25
5.05
4.85
3.15
3.34
2.10
2.98
3.85
4.12
3.15
4.43
5.70
5.76
4.26
4.11
3.75
3.58
4.49
3.75
4.62
4.56
3.92
Sumber: BI dan BEI, 2003-2009
JII
62347
64143
63703
72957
81065
81375
80417
83148
92860
102573
102845
118952
126355
128253
124748
130482
121325
123329
126869
125371
133894
141252
162948
164029
174187
171834
169334
161002
178201
187884
198242
178261
INF
8.68
7.60
7.17
7.62
7.15
6.98
6.27
6.51
6.33
6.48
5.53
5.16
4.83
4.60
5.11
5.92
6.47
6.83
7.20
6.67
6.27
6.22
6.18
6.40
7.32
7.15
8.81
8.12
7.40
7.42
7.84
8.33
PDB
380341
384151
387962
390056
392151
394245
397734
401222
404711
400688
396665
392642
395958
399275
402591
405666
408740
411815
416008
420201
424393
422271
420148
418026
421018
424011
427003
430039
433074
436110
440238
444366
KURS
8876
8905
8908
8675
8279
8285
8505
8535
8389
8495
8537
8465
8441
8447
8587
8661
9210
9415
9168
9328
9170
9090
9018
9290
9165
9260
9480
9570
9495
9713
9819
10240
PERIODE
Sep-05
Oct-05
Nov-05
Dec-05
Jan-06
Feb-06
Mar-06
Apr-06
May-06
Jun-06
Jul-06
Aug-06
Sep-06
Oct-06
Nov-06
Dec-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
May-07
Jun-07
Jul-07
Aug-07
Sep-07
Oct-07
Nov-07
Dec-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
May-08
Jun-08
PM
3004
3140
3108
3124
3105
3130
3209
3336
3430
3561
3636
3698
3843
3950
3966
4062
4007
4001
4133
4323
4432
4687
4855
5029
5247
5355
5440
5578
5564
5719
5835
6095
6242
6518
TBH
4.11
4.77
5.17
5.42
5.00
6.47
6.95
4.56
5.01
4.72
5.03
4.74
4.45
5.33
8.54
8.62
8.07
4.53
6.48
6.27
6.26
5.33
5.71
5.15
6.61
6.47
6.87
6.80
5.95
6.06
6.32
7.17
7.36
7.41
Sumber: BI dan BEI, 2003-2009
JII
183731
181422
188836
199749
215357
218261
233821
260193
237238
233272
239301
251352
263497
268992
295497
311281
296958
294062
315245
344963
245580
356853
388630
368153
399747
463055
483964
493014
476969
508945
448424
428093
441664
430291
INF
9.06
17.84
18.38
17.11
17.03
17.92
15.74
15.40
15.60
15.53
15.15
14.90
14.55
6.29
5.27
6.60
6.26
6.30
6.52
6.29
6.01
5.77
6.06
6.51
6.95
6.88
6.71
6.59
7.36
7.40
8.17
8.96
10.38
11.03
PDB
448493
445346
442198
439051
442201
445351
448501
451593
454684
457776
463534
469291
475049
472022
468994
465967
469156
472344
475533
479697
483862
488026
494073
500121
506168
501900
497633
493365
497309
501254
505198
509855
514513
519170
KURS
10310
10090
10035
9830
9395
9230
9075
8775
9220
9300
9070
9100
9235
9110
9165
9020
9090
9160
9118
9083
8828
9054
9186
9410
9137
9103
9376
9419
9291
9051
9217
9234
9318
9225
PERIODE
Jul-08
Aug-08
Sep-08
Oct-08
Nov-08
Dec-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
May-09
Jun-09
Jul-09
Aug-09
Sep-09
Oct-09
Nov-09
Dec-09
PM
6522
6602
6750
6590
6440
6205
7554
7866
8108
8347
8672
9142
9422
9932
10007
10184
10359
10412
TBH
7.70
7.93
8.60
10.34
9.41
10.50
9.94
9.04
8.37
7.99
7.71
7.66
7.48
7.00
6.61
6.53
6.73
6.92
Sumber: BI dan BEI, 2003-2009
JII
387806
356095
286391
193683
195691
216189
213634
214121
236786
279869
307138
321457
385216
380655
401528
383665
397893
417182
INF
11.90
11.85
12.14
11.77
11.68
11.06
9.17
8.60
7.92
7.31
6.04
3.65
2.71
2.75
2.83
2.57
2.41
2.78
PDB
525646
532123
538599
532182
525766
519349
522255
525160
528066
532165
536265
540364
547244
554123
561003
556516
552030
547543
KURS
9118
9153
9378
10995
12151
10950
11355
11980
11575
10713
10340
10225
9920
10060
9861
9545
9480
9400
Lampiran 2: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pembiayaan Mudharabah (PM)
Pada Level
Null Hypothesis: PM has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
-0.164800
-4.072415
-3.464865
-3.158974
0.9929
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
PM(-1)
-0.004921 0.029863
C
14.44147 41.66665
@TREND(2003M01) 2.966053 3.358841
-0.164800
0.346595
0.883058
0.8695
0.7298
0.3799
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(PM)
Method: Least Squares
Date: 12/01/10 Time: 15:46
Sample (adjusted): 2003M02 2009M12
Included observations: 83 after adjustments
Variable
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.107769
0.085463
170.7078
2331291.
-542.8602
4.831447
0.010449
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
119.2892
178.5060
13.15326
13.24069
13.18838
1.934914
Lampiran 3: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Tingkat Bagi Hasil (TBH) Pada
Level
Null Hypothesis: TBH has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
-3.827524
-4.072415
-3.464865
-3.158974
0.0198
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
TBH(-1)
-0.290327 0.075853
C
1.219107 0.429729
@TREND(2003M01) 0.012867 0.006083
-3.827524
2.836920
2.115432
0.0003
0.0058
0.0375
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(TBH)
Method: Least Squares
Date: 12/01/10 Time: 15:48
Sample (adjusted): 2003M02 2009M12
Included observations: 83 after adjustments
Variable
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.155993
0.134893
1.173626
110.1918
-129.5322
7.392970
0.001132
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-0.007229
1.261812
3.193548
3.280976
3.228671
1.993072
Lampiran 4: Hasil Estimasi Akar-akar Unit JII Pada Level
Null Hypothesis: JII has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
-1.841019
-4.072415
-3.464865
-3.158974
0.6757
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
JII(-1)
-0.081110 0.044057
C
10352.91 6961.065
@TREND(2003M01) 324.3225 222.3550
-1.841019
1.487259
1.458580
0.0693
0.1409
0.1486
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(JII)
Method: Least Squares
Date: 12/01/10 Time: 15:43
Sample (adjusted): 2003M02 2009M12
Included observations: 83 after adjustments
Variable
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.040703
0.016720
28151.15
6.34E+10
-966.6076
1.697187
0.189727
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
4275.120
28389.49
23.36404
23.45147
23.39916
1.825636
Lampiran 5: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Inflasi Pada Level
Null Hypothesis: INF has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
-1.480392
-4.072415
-3.464865
-3.158974
0.8286
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
INF(-1)
-0.063587 0.042953
C
0.652424 0.489952
@TREND(2003M01) -0.004541 0.006883
-1.480392
1.331610
-0.659696
0.1427
0.1868
0.5113
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INF)
Method: Least Squares
Date: 12/01/10 Time: 15:41
Sample (adjusted): 2003M02 2009M12
Included observations: 83 after adjustments
Variable
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.031818
0.007613
1.502400
180.5764
-150.0304
1.314541
0.274336
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-0.071084
1.508152
3.687480
3.774908
3.722603
1.597585
Lampiran 6: Hasil Estimasi Akar-akar Unit PDB Pada Level
Null Hypothesis: PDB has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.700207
-4.078420
-3.467703
-3.160627
0.0015
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(PDB)
Method: Least Squares
Date: 12/01/10 Time: 15:45
Sample (adjusted): 2003M06 2009M12
Included observations: 79 after adjustments
Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
PDB(-1)
D(PDB(-1))
D(PDB(-2))
D(PDB(-3))
D(PDB(-4))
C
@TREND(2003M01)
-0.290861
0.799593
0.147547
-0.431685
0.429245
108535.7
622.5090
-4.700207
7.759962
1.297293
-3.646441
3.759649
4.746669
4.720859
0.0000
0.0000
0.1987
0.0005
0.0003
0.0000
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.626913
0.595823
2407.148
4.17E+08
-723.5409
20.16409
0.000000
0.061883
0.103041
0.113734
0.118385
0.114172
22865.65
131.8635
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1966.987
3786.315
18.49471
18.70466
18.57882
1.984861
Lampiran 7: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Kurs Pada Level
Null Hypothesis: KURS has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.019034
-4.076860
-3.466966
-3.160198
0.1336
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(KURS)
Method: Least Squares
Date: 12/01/10 Time: 15:44
Sample (adjusted): 2003M05 2009M12
Included observations: 80 after adjustments
Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
KURS(-1)
D(KURS(-1))
D(KURS(-2))
D(KURS(-3))
C
@TREND(2003M01)
-0.196033
0.361808
-0.228116
0.338666
1701.986
3.374543
-3.019034
3.222442
-2.102528
3.063775
3.059082
1.660957
0.0035
0.0019
0.0389
0.0030
0.0031
0.1010
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.249641
0.198941
313.1783
7257968.
-570.1384
4.923879
0.000605
0.064932
0.112278
0.108496
0.110539
556.3716
2.031686
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
9.062500
349.9124
14.40346
14.58211
14.47509
2.069535
Lampiran 8: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pembiayaan Mudharabah (PM)
Pada First Difference
Null Hypothesis: D(PM) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
-8.636820
-4.073859
-3.465548
-3.159372
0.0000
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(PM(-1))
-0.977527 0.113181
C
17.53002 39.00333
@TREND(2003M01) 2.361902 0.852839
-8.636820
0.449449
2.769459
0.0000
0.6543
0.0070
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(PM,2)
Method: Least Squares
Date: 12/01/10 Time: 15:47
Sample (adjusted): 2003M03 2009M12
Included observations: 82 after adjustments
Variable
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.485789
0.472771
171.7681
2330839.
-536.8088
37.31669
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.512195
236.5609
13.16607
13.25412
13.20142
1.988782
Lampiran 9: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Tingkat Bagi Hasil (TBH) Pada
First Difference
Null Hypothesis: D(TBH) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.662423
-4.075340
-3.466248
-3.159780
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(TBH,2)
Method: Least Squares
Date: 12/01/10 Time: 15:48
Sample (adjusted): 2003M04 2009M12
Included observations: 81 after adjustments
Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(TBH(-1))
D(TBH(-1),2)
C
@TREND(2003M01)
-1.525263
0.357390
-0.172278
0.003549
-9.662423
3.414444
-0.624926
0.630073
0.0000
0.0010
0.5339
0.5305
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.623507
0.608839
1.184324
108.0021
-126.5859
42.50641
0.000000
0.157855
0.104670
0.275678
0.005633
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-0.018765
1.893620
3.224344
3.342588
3.271785
2.112617
Lampiran 10: Hasil Estimasi Akar-akar Unit JII Pada First Difference
Null Hypothesis: D(JII) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
-8.447274
-4.073859
-3.465548
-3.159372
0.0000
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(JII(-1))
-0.950983 0.112579
C
4554.728 6580.899
@TREND(2003M01) -10.58712 134.7944
-8.447274
0.692113
-0.078543
0.0000
0.4909
0.9376
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(JII,2)
Method: Least Squares
Date: 12/01/10 Time: 15:43
Sample (adjusted): 2003M03 2009M12
Included observations: 82 after adjustments
Variable
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.474607
0.461305
28886.13
6.59E+10
-957.0564
35.68175
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
213.3293
39356.65
23.41601
23.50406
23.45136
2.000963
Lampiran 11: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Inflasi Pada First Difference
Null Hypothesis: D(INF) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
-7.531761
-4.073859
-3.465548
-3.159372
0.0000
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(INF(-1))
-0.832956 0.110592
C
0.157043 0.341860
@TREND(2003M01) -0.004778 0.007043
-7.531761
0.459379
-0.678369
0.0000
0.6472
0.4995
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INF,2)
Method: Least Squares
Date: 12/01/10 Time: 15:42
Sample (adjusted): 2003M03 2009M12
Included observations: 82 after adjustments
Variable
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.417974
0.403239
1.504666
178.8576
-148.3276
28.36638
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.017683
1.947780
3.690918
3.778969
3.726269
1.977830
Lampiran 12: Hasil Estimasi Akar-akar Unit PDB Pada First Difference
Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.925150
-4.080021
-3.468459
-3.161067
0.0007
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(PDB,2)
Method: Least Squares
Date: 12/01/10 Time: 15:46
Sample (adjusted): 2003M07 2009M12
Included observations: 78 after adjustments
Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(PDB(-1))
D(PDB(-1),2)
D(PDB(-2),2)
D(PDB(-3),2)
D(PDB(-4),2)
C
@TREND(2003M01)
-0.826964
0.571759
0.433754
-0.161187
0.272572
1351.354
7.635553
-4.925150
3.689496
3.517132
-1.282502
2.216970
1.871700
0.558516
0.0000
0.0004
0.0008
0.2038
0.0298
0.0654
0.5782
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.474686
0.430293
2678.072
5.09E+08
-722.6526
10.69286
0.000000
0.167906
0.154969
0.123326
0.125682
0.122948
721.9931
13.67114
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-84.37179
3548.104
18.70904
18.92054
18.79371
2.174420
Lampiran 13: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Kurs Pada First Difference
Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.425452
-4.076860
-3.466966
-3.160198
0.0035
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(KURS,2)
Method: Least Squares
Date: 12/01/10 Time: 15:44
Sample (adjusted): 2003M05 2009M12
Included observations: 80 after adjustments
Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(KURS(-1))
D(KURS(-1),2)
D(KURS(-2),2)
C
@TREND(2003M01)
-0.829888
0.079670
-0.249563
37.51612
-0.705252
-4.425452
0.564269
-2.225450
0.476676
-0.441594
0.0000
0.5743
0.0291
0.6350
0.6601
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.511264
0.485198
329.6853
8151931.
-574.7846
19.61425
0.000000
0.187526
0.141192
0.112141
78.70361
1.597059
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.912500
459.4936
14.49462
14.64349
14.55430
1.995607
Lampiran 14: Hasil Estimasi Regresi Linier
Dependent Variable: PM
Method: Least Squares
Date: 11/27/10 Time: 17:26
Sample: 2003M01 2009M12
Included observations: 84
Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
TBH
JII
INF
PDB
KURS
-21203.83
-29.34978
-0.001781
-65.97433
0.054669
0.113975
-25.16698
-0.772835
-1.573731
-4.060314
16.21527
0.893539
0.0000
0.4420
0.1196
0.0001
0.0000
0.3743
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.962575
0.960176
555.5385
24072597
-646.9531
401.2375
0.000000
842.5259
37.97679
0.001131
16.24858
0.003371
0.127555
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
4084.571
2783.835
15.54650
15.72013
15.61630
0.218670
Lampiran: 15 Hasil Regresi Uji Kointegrasi
Null Hypothesis: RESID01 has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.215375
-2.593468
-1.944811
-1.614175
0.0266
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(RESID01)
Method: Least Squares
Date: 12/01/10 Time: 15:50
Sample (adjusted): 2003M03 2009M12
Included observations: 82 after adjustments
Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
RESID01(-1)
D(RESID01(-1))
-0.120723 0.054493
0.395980 0.108661
-2.215375
3.644185
0.0296
0.0005
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.151201
0.140591
233.8992
4376707.
-562.6416
1.977428
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
14.93122
252.3067
13.77175
13.83045
13.79531
Lampiran 16: Hasil Uji Correlation Matrix
TBH
JII
INF
PDB
KURS
TBH
1.000000
0.245446
-0.004006
0.487058
0.390918
JII
0.245446
1.000000
-0.089016
0.810215
0.165741
INF
-0.004006
-0.089016
1.000000
-0.055907
0.161374
PDB
0.487058
0.810215
-0.055907
1.000000
0.574965
KURS
0.390918
0.165741
0.161374
0.574965
1.000000
Lampiran 17: Hasil Uji White Heteroskedasticity Test
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
1.749313
Obs*R-squared
17.69813
Scaled explained SS 183.8087
Prob. F(11,71)
Prob. Chi-Square(11)
Prob. Chi-Square(11)
0.0800
0.0889
0.0000
Lampiran 18: Hasil Regresi LM-Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.700736
0.822638
Prob. F(1,70)
Prob. Chi-Square(1)
0.4054
0.3644
Lampiran 19: Hasil Estimasi Model Dinamis ECM
Dependent Variable: D(PM)
Method: Least Squares
Date: 11/27/10 Time: 17:37
Sample (adjusted): 2003M02 2009M12
Included observations: 83 after adjustments
Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
D(TBH)
D(JII)
D(INF)
D(PDB)
D(KURS)
TBH(-1)
JII(-1)
INF(-1)
PDB(-1)
KURS(-1)
ECT
1235.518
3.073299
0.088549
-12.93882
0.101543
0.220705
3.573885
0.087935
-2.119427
0.083341
0.138589
0.087741
1.532964
0.195613
2.519363
-1.047926
2.958480
2.917671
0.295086
2.495451
-0.396415
2.513305
2.697294
2.496370
0.1297
0.8455
0.0140
0.2982
0.0042
0.0047
0.7688
0.0149
0.6930
0.0142
0.0087
0.0149
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.335500
0.232550
156.3788
1736257.
-530.6306
3.258848
0.001198
805.9667
15.71114
0.035147
12.34707
0.034323
0.075644
12.11134
0.035238
5.346480
0.033160
0.051381
0.035148
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
119.2892
178.5060
13.07544
13.42515
13.21593
2.155354
Download