pengaruh strategi sdm terhadap kinerja 3 Kepuasan Kerja Dalam

advertisement
pengaruh strategi sdm terhadap kinerja 3
Kepuasan Kerja
Dalam kehidupan organisasi modern, kepuasan kerja (Job Satisfaction) sering dijadikan ukuran
tingkat kematangan organisasi yang merupakan tanda bahwa organisasi dikelola dengan baik
yang pada dasarnya adalah hasil manajemen yang efektif. Kepuasan kerja adalah ukuran proses
pembangunan manusia yang berkelanjutan dalam suatu organisasi, karena itu walau tidak
seorangpun manajer bisa berharap mampu membuat semua karyawan bahagia dalam
pekerjaannya, kepuasan kerja tetap perlu mendapat perhatian. Aktivitas dalam kerja mengandung
unsur kegiatan sosial, menghasilkan sesuatu dan pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dalam rangka mendapatkan kepuasannya.
Meskipun belum ada keseragaman mengenai batasan atau definisi dari kepuasan kerja, namun
sebenarnya tidak terdapat perbedaan yang prinsip diantara banyak pengertian tentang kepuasan
kerja. Pendapat yanag dikemukakan oleh Luthans (1995:187) dikatakan bahwa Job Satisfaction
is the way an employee feels about his or her job. Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa
kepuasan kerja adalah apa yang dirasakan oleh seorang pekerja atas pekerjaannya.
Luthans (1995:126) juga mengatakan bahwa Job Satisfaction is a results of employee perception
of now well their job provides these things which are viewed as important. Pernyataan tersebut
menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu akibat atau hasil dari persepsi karyawan
tentang seberapa baik pekerjaannya yang dapat memberikan sesuatu yang dipandang penting
baginya. Sedangkan menurut Gibson, Ivancevich dan Donely (1991:75) Job Satisfaction is an
attitude that workers have about their job, which result from their perception of the job. Bahwa
kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan dan sikap yang dimiliki oleh karyawan
terhadap pekerjaannya yang diakibatkan dari persepsi tentang pekerjaan yang dilakukan.
Pendapat Gilmer dalam As ad (2003:102) yang menyatakan bahwa bekerja itu merupakan
proses fisik maupun mental manusia dalam mencapai tujuan. Kepuasan kerja menjadi masalah
yang cukup menarik karena terbukti besar manfaatnya bagi kepentingan individu, perusahaan,
dan masyarakat. Bagi individu, pemahaman akan kepuasan kerja memungkinkan untuk
meningkatkan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan kesejahteraan mereka,
sedangkan bagi perusahaan, dapat dipakai sebagai pedoman untuk meningkatkan produktivitas
atau efektivitas serta efisiensi perusahaan.
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada
dirinya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan perasaan/persepsi pada masing-masing individu.
Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut,
maka semakin tinggi nilai kepuasan yang dirasakan dan sebaliknya.
Berdasarkan pendapat Wexley dan Yukl dalam As ad (2003:104), kepuasan kerja adalah
perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja semacam ini
melihat kepuasan kerja sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya. |jadi
determinasi kepuasan kerja menurut batasan ini meliputi perbedaan individu maupun situasi
sekaligus merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan.
Kepuasan kerja seseorang pada dasarnya tergantung pada selisih antara harapan kebutuhan atau
nilai dengan apa yang telah diperoleh melalui pekerjaanya. Seseorang akan merasa puas bila
tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas
minimal yang diinginkan telah terpenuhi. Sedangkan pendapat Blum dalam As ad (2003:104)
mengatakan bahwa kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap
khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri, dan hubungan sosial individu di luar
kerja.
Kepuasan kerja menurut pendapat di atas, tidak hanya terpengaruh oleh faktor internal yang
secara spesifik menyangkut seseorang individu saja seperti halnya mental dan emosional, namun
juga faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan, meskipun
demikian, faktor internal dan eksternal adalah saling berhubungan. Mental seseorang di samping
dipengaruhi oleh lahiriah individu, namun juga dipengaruhi oleh pengalaman individu tersebut
selama berinteraksi dengan lingkungannya.
Sedangkan pendapat Tiffin dalam As ad (2003:104) mengatakan bahwa kepuasan kerja
berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama
antara pimpinan dan sesama karyawan. Di sini menerangkan bahwa kepuasan kerja merupakan
perasaan seseorang, dalam hal ini karyawan, selama pekerjaannya, yang nampak dari sikap
karyawan terhadap keadaan atau situasi kerjanya, akan tetapi perlu disebutkan bahwa kepuasan
kerja itu bersifat relatif, bagi setiap individu tidak sama dalam tingkat kepuasannya, tergantung
sejauh mana setiap individu mengharapkan kebutuhannya terpenuhi. Sikap positif dari karyawan
terhadap pekerjaan menunjukkan adanya kepuasan kerja. Sikap positif itu antara lain sampai
sejauh mana faktor-faktor dalam pekerjaan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan karyawan.
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaannya. Kepuasan kerja
merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek-aspek
pekerjaan yang bermacam-macam, (Wexley and Yukl, 1992:129). Kepuasan kerja adalah suatu
sikap positif dan juga bisa negatif yang dipunyai individu terhadap berbagai segi pekerjaan,
tempat kerja, dan hubungan dengan teman sekerja. Hal ini dihasilkan dari intrinsik, ekstrinsik,
dan persepsi orang terhadap pekerjaannya, (Gibson et al., 1991:150).
Locke dalam Luthans (2006:243) mengemukakan, kepuasan kerja adalah keadaan emosi
seseorang yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman
kerja seseorang. Dalam hal ini kepuasan kerja merupakan persepsi karyawan tentang seberapa
besar dan baik pekerjaannya memberikan hal yang dinilai penting.
Selain itu istilah kepuasan kerja merujuk pada sikap umum seorang individu yang menilai
perbedaan antara jumlah imbalan yang diterima dengan yang diyakini seharusnya diterima.
Individu yang mempunyai kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sikap yang positif terhadap
kerja itu, individu yang tidak berpuas hati dengan kerja mempunyai sikap yang negatif terhadap
pekerjaan itu, (Robbins, 1989:139). Definisi tersebut sejalan dengan pernyataan bahwa kerja
adalah kegiatan yang menghasilkan suatu nilai bagi orang lain, (Osborn, 1985:45). Jika yang
dirasakan dari pekerjaannya melampaui biaya maginal yang dikeluarkan oleh pekerja di sebut
cukup memadai, maka akan muncul kepuasan kerja, (Fraser, 1993:43). Kepuasan kerja merujuk
pada keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang, (Mathis and
Jackson, 2000:98).
Mengacu pada Sweeney dan Mc.Farlin (2002:56) pekerja akan sangat terpuaskan dengan
pekerjaannya bilamana pekerja mendapatkan apa yang sesuai dengan keinginannya. Kepuasan
kerja merupakan reaksi kognitif, afektif, dan evaluatif mengacu pada pekerjaannya (Greenberg &
Baron, 2000:170). Kepuasan kerja didefinisikan Locke (1976) dalam Ensher, Grant-Vallone, dan
Donaldson (2001) sebagai keadaan emosional positif atau menyenangkan sebagai hasil dari
penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja.
Karyawan bereaksi terhadap kepuasan atau ketidakpuasan yang dialami dalam berbagai cara.
Reaksi yang berbeda-beda ini mempunyai pengaruh terhadap prestasi kerja baik secara individu
maupun organisasi secara keseluruhan. Pada tingkat individual, rasa tidak puas akan memberikan
pengaruh terhadap penurunan prestasi kerja karyawan yang bersangkutan. Selanjutnya, apabila
karyawan yang tidak puas tersebut memberikan pengaruh terhadap karyawan lain, maka akan
timbul penurunan prestasi kerja organisasi secara keseluruhan.
Melihat dari berbagai pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja sangat penting
sekali dalam meningkatkan performance atau kinerja suatu perusahaan dan menjadi
pertimbangan mutlak dalam mempertinggi efisiensi. Efisiensi kerja karyawan akan menjadikan
karyawan lebih terjaga, baik kondisi fisik maupun psikologi, sehingga rasa bosan, cepat lelah,
tidak bersemangat, perputaran kerja, dan lain-lain dapat dihilangkan.
Faktor-faktor kepuasan kerja penting untuk dibahas khususnya guna memenuhi pertanyaan apa
yang diukur dalam variabel kepuasan kerja. Banyak penulis memperlihatkan sejumlah aspek
situasi tertentu yang berbeda sebagai sumber penting dari kepuasan kerja. Mangkunegara
(2000:120) sehubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai
berikut:
a. Faktor Pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik,
pendidikan, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja.
b. Faktor Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan,
mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan
hubungan kerja.
Berbagai pendapat mengatakan bahwa tingkat gaji merupakan faktor utama untuk mencapai
kepuasan kerja, tetapi ada juga orang yang mempunyai pendapatan tinggi masih merasa tidak
puas dengan pekerjaannya, karena masalah gaji sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai
orang yang bersangkutan. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktorfaktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kerja karyawan tergantung pada
pribadi masing-masing karyawan. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja menurut As ad (2003:115) adalah:
a. Faktor Psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang
meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan ketrampilan.
b. Faktor Fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan
kondisi fisik karyawan yang meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu
istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi
kesehatan karyawan, umur, dan lain-lain.
c. Faktor Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama
karyawan, dengan atasan, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
d. Faktor Finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan
karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan,
fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, hal yang paling pokok adalah bagaimana pemimpin mampu
menciptakan kondisi yang ideal bagi kepentingan karyawan dan tujuan perusahaan. Tentunya
bukan pekerjaan yang mudah, mengingat bahwa banyaknya kepentingan pribadi yang berbedabeda di antara para karyawan.
Antara satu karyawan dengan karyawan lainnya tidaklah sama tingkat kebutuhannya. Jadi tingkat
kepuasan terhadap suatu kondisi yang diciptakan oleh perusahaanpun akan berbeda dirasakan
oleh masing-masing karyawan.
Lebih lanjut Luthans (1995:177) mengemukakan There are five job dimensions that represent the
most important characteristics of a job about which people have affective responses there are
work itself, pay, promotion opportunities, supervision, co-workers. Secara lebih terperinci
kelima elemen tersebut dapat dijabarkan dalam uraian sebagai berikut:
a. The Work Itself, Ploys a Very major role in determining how satisfied employees are with
their jobs. By and large, workers want jobs that are challenging. The most important aspect of
the work itself. That influence job satisfaction are variety and control over work methods and
work plote.
b. Pay, Is such an important determinationts of job satisfaction because it is instrumental in
fulfilling so many of the needs of individuals. How ever, fringe benefits has not been found to
have as strong an influence on job satisfaction, and are as significant to white collar workers as
to blue collar workers
c. Promotion Opportunities, How a moderate impact on job satisfaction. A promotion to a higher
level typically involves positive changes in supervision, job content, and pay. Jobs that are s
higher levels usually proides workers with more freedom, more challenging work assignment,
and higher salary.
d. Supervision, It is a moderately important source of job satisfaction. Two dimensions of leader
ship style (e.i. employee centeredness and consideration), in particular, seem to have some
impact on employee job satisfaction.
e. Co-Workers (Rekan Kerja), Having friendly and cooperative co-workers is a modest source of
job satisfaction to individual employees. People like the opportunity to have conversation with
cash other as they work, and specially dislike jobs in which they are physically sepatared cash
other.
Faktor-faktor lain yang terdapat dalam kepuasan kerja disebutkan oleh Robins (1996:192) bahwa
. That the more important factor conductive to job satisfaction are mentally challenging work,
equitable reward, supportive working conditions, and supportive colleagues. Adapun faktorfaktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kerja yang secara mental menantang, karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan
yang memberinya kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuannya dan
menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik karyawan mengerjakan.
Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang
menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan
perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai
kesenangan dan kepuasan.
2. Upah yang pantas, para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang
dipersepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapannya. Bila upah
dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan
standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan menghasilkan kepuasan. Tentu saja,
tidak semua orang mengejar uang, banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil
untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut
atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang akan dilakukan dan jam-jam
kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang
dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha
mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang
ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi
dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari
pekerjaannya.
3. Kondisi kerja yang mendukung, karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk
kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan
bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan.
Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem
(terlalu banyak atau sedikit).
4. Rekan kerja yang mendukung, orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau
prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan
akan interaksi sosial, oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang
ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang
juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan
karyawan ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan
pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu
minat pribadi karyawan.
Download