Pemkab dan FKUB Aceh Singkil Dituding Sumber

advertisement
SOBAT KBB
Pemkab dan FKUB Aceh Singkil Dituding Sumber
Intoleransi
Ilustrasi
[Aceh Singkil – sobatkbb.org] Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Aceh Singkil, Kamis (21/4),
menjatuhi hukuman terhadap Hotma Uli Natanael Tumangger alias Wahid Tumangger enam tahun
penjara atas perbuatan yang tidak dilakukannya.
Kendati dalam persidangan tidak pernah dihadirkan satu pun alat bukti seperti senjata atau
proyektil peluru yang membuktikan Wahid Tumangger melakukan perbuatan yang dituduhkan
terhadapnya, vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim PN Singkil itu sama dengan tuntutan yang
diajukan jaksa penuntut umum (JPU).
Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua As’ad Rahim Lubis, SH, MH tidak
mempertimbangkan blokade dan rentetan tembakan TNI yang membuat kedua kubu (kelompok
penyerang dan jemaat gereja Aceh Singkil) mundur, ketika massa hendak melakukan pembakaran
dan perusakan Gereja GKPPD Dangguran pada 13 Oktober 2015 silam.
Sementara itu, sehari sebelumnya, Rabu (20/4), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh
Singkil menyampaikan kepada 13 panitia pendirian rumah ibadah bahwa proses perizinan
pembangunan gereja-gereja di Aceh Singkil sebelumnya tidak berlaku dan harus kembali mengulang
dari awal. Dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya, pihak FKUB dan Pemerintah Kabupaten Aceh
Singkil terus berubah-ubah kebijakannya dalam mempersulit panitia pendirian rumah ibadah Aceh
Singkil mengurus perizinan.
Ketentuan-ketentuan yang sengaja menyulitkan 13 panitia pendirian rumah ibadah di antaranya
jumlah tanda tangan yang bertambah dari ketentuan Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri (PBM) tentang Pendirian Rumah Ibadah, yakni keharusan mendapat
persetujuan dan rekomendasi tidak saja dari kecik (lurah atau kepala desa), camat, bupati, Majelis
Permusyawaratan Ulama (MPU), dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), tetapi juga Kantor
Urusan Agama (KUA), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Pekerjaan Umum (PU) yang sama
sekali tidak relevan.
Selain itu, jumlah gereja yang diminta mengurus perizinan dari 13 gereja menjadi 8 dan menyusut
menjadi 5 kemudian bisa berubah lagi jumlahnya, tinggal 4.
Dalam dunia pendidikan, setelah laporan Kado Paskah dari Aceh untuk Anies Baswedan yang
dipublikasi www.sejuk.org pada 26 Maret lalu, Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama Aceh
Singkil belum banyak menghapus praktik-praktik diskriminasi terhadap peserta didik yang harus
mengikuti pelajaran agama Islam.
Selama ini, semua peserta didik di Aceh Singkil, baik yang muslim maupun nonmuslim harus
mengikuti pelajaran agama Islam, baca tulis Arab, dan Alquran agar bisa naik kelas dan lulus
sekolah. Hal tersebut bisa dibuktikan dari rapot dan ijazah siswa-siswi yang bersekolah di Aceh
Singkil.
http://sobatkbb.org/pemkab-dan-fkub-aceh-singkil-dituding-sumber-intoleransi/
1/2
SOBAT KBB
Pemkab dan FKUB Aceh Singkil Dituding Sumber
Intoleransi
Karena itu pula, sudah berpuluh-puluh tahun sejak Indonesia merdeka, tidak ada guru pelajaran
agama Kristen yang mengajar mata pelajaran Agama Kristen untuk peserta didik yang beragama
Nasrani. Padahal, jika menilik kehidupan sehari-hari masyarakat di Aceh Singkil cukup harmonis
meskipun berbeda agama.
Selain karena gereja atau undang-undang yang digunakan beribadah didirikan di wilayah yang
mayoritas warganya beragama Kristen dan Katolik, banyak pula di antara penduduk Aceh Singkil
yang beragama Kristen atau Katolik masih ada hubungan keluarga atau saudara dengan yang
beragama Islam.
Namun, kebijakan-kebijakan diskriminatif dan restriktif Pemkab Aceh Singkil, baik dalam hal
pemberian izin rumah ibadah maupun pendidikan agama bagi peserta didik di sekolah-sekolah
negeri di Aceh Singkil, justru menunjukkan ketidakpedulian dan ketidakpahamannya atas kewajiban
Pemkab Aceh Singkil dan Pemerintah Pusat dalam menciptakan perdamaian di Aceh Singkil dan
menjamin hak-hak setiap warga negaranya untuk bebas, aman, dan nyaman menjalankan agamanya
dan mendirikan rumah ibadah.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itulah Forum Cinta Damai Aceh Singkil (Forcidas) dan
Posko Kemanusiaan Lintas Iman mengeluarkan sejumlah peryataan, yakni menuntut peradilan yang
adil dan independen untuk Wahid Tumangger. Selain itu, mereka juga menuntut Komisi Yudisial
mengusut Majelis Hakim PN Singkil yang terlibat dalam proses pengadilan terhadap Wahid
Tumangger secara tidak independen sehingga memberikan keputusan hukum yang tidak adil.
Bersama dengan tim hukum PGI akan melakukan banding atas putusan pengadilan terhadap Wahid
Tumangger yang dinilai tidak memenuhi unsur keadilan.
Kedua, Forcidas dan Posko Kemanusiaan Lintas Iman juga menuntut pemerintah pusat cq
Kemendagri dan Kemenag melalui pemerintah daerah memfasilitasi pemberian izin pendirian gereja
di Kabupaten Singkil. Menuntut pula Kemenag pusat hingga Aceh Singkil untuk menghapus
kebijakan diskriminasi pendidikan agama di seluruh sekolah atau satuan pendidikan Aceh Singkil.
Kemenag juga harus menyediakan guru pelajaran agama nonmuslim untuk peserta didik nonmuslim
di seluruh sekolah atau satuan pendidikan Aceh Singkil.
Ketiga, mengajak publik secara luas dan masyarakat Aceh Singkil secara khusus untuk senantiasa
membangun kehidupan yang harmonis dan saling menghargai perbedaan agama dan keyakinan di
Aceh Singkil. (RO/OL-5)
Sumber:
http://www.mediaindonesia.com/news/read/41925/pemkab-dan-fkub-aceh-singkil-dituding-sumber-int
oleransi/2016-04-22#sthash.4atwPDLp.dpuf
http://sobatkbb.org/pemkab-dan-fkub-aceh-singkil-dituding-sumber-intoleransi/
2/2
Download